BAB I
PENDAHULUAN
Sepsis adalah penyebab tersering di perawatan pasien di unit perawatan intensif. Sepsis
hampir diderita oleh 18 juta orang di seluruh dunia setiap tahunnya. Insidennya diperkirakan
sekitar 50-95 kasus diantara 100.000 populasi dengan peningkatan sebesar 9% tiap tahunnya.
Syok akibat sepsis merupakan penyebab kematian tersering di unit pelayanan intensif di Amerika
Serikat (AS).1,2 Penelitian epidemiologi sepsis di AS menyatakan insiden sepsis sebesar 3/1.000
populasi yang meningkat lebih dari 100 kali lipat berdasarkan umur (0,2/1.000 pada anak-anak,
sampai 26,2/1.000 pada kelompok umur > 85 tahun). Angka perawatan sepsis berkisar antara 2
sampai 11% dari total kunjungan ICU. Angka kejadian sepsis di Inggris berkisar 16% dari total
kunjungan ICU. Insidens sepsis di Australia sekitar 11 tiap 1.000 populasi. Sepsis berat terdapat
pada 39 % diantara pasien sepsis. Angka kematian sepsis berkisar antara 25 - 80 % diseluruh
dunia tergantung beberapa faktor seperti umur, jenis kelamin, ras, penyakit penyerta, riwayat
trauma paru akut, sindrom gagal napas akut, gagal ginjal dan jenis infeksinya yaitu nosokomial,
Sepsis dapat mengenai berbagai kelompok umur, pada dewasa, sepsis umumnya terdapat
pada orang yang mengalami immunocompromised yang disebabkan karena adanya penyakit
kronik maupun infeksi lainnya. Mortalitas sepsis di negara yang sudah berkembang menurun
hingga 9% namun, tingkat mortalitas pada negara yang sedang berkembang seperti Indonesia
masih tinggi yaitu 50-70% dan apabila terdapat syok septik dan disfungsi organ multiple, angka
Pada satu penelitian, insiden dari sepsis bakterimia (baik garam negatif maupun positif)
meningkat dari 3,8/1000 pada tahun 1970 menjadi 8,7/1000 pada tahun 1987. Antara tahun 1980
dan 1992, peningkatan insiden infeksi nosokomial meningkat 6,7 kasus per 1000 menjadi
dari penggunaan diagnsosis invasif dan teraupeutik merupakan salah satu faktor predisposisi
dalam meningkatnya insiden sepsis yang apabila telat ditangani dapat menjadi sepsis berat dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
SIRS adalah suatu bentuk respon inflamasi terhadap infeksi atau non-infeksi yang
oleh infeksi.6 Sepsis berat adalah sepsis disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau
hipotensi yang tidak terbatas hanya pada laktat asidosis, oliguria maupun perubahan
mental akut. 8 Sedangkan syok sepsis adalah sepsis dengan hipotensi yang ditandai dengan
penurunan TDS< 90 mmHg atau penurunan >40 mmHg dari tekanan darah awal tanpa
B. ETIOLOGI
Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram negative dengan presentase 60-
70% kasus yang menghasilkan berbagai produk yang dapat menstimulasi sel imun yang
predisposisi, penyakit penyebab, respons tubuh dan disfungsi organ atau disingkat menjadi
PIRO (predisposing factors, insult, response and organ dysfunction)seperti pada tabel 3.
6
Gambar 3. Faktor predisposisi, infeksi, respon klinis, dan disfungsi organ pada sepsis 10
Tabel 3. Faktor predisposisi, infeksi, respon klinis, dan disfungsi organ pada sepsis 10
7
C. PATOGENESIS
Sepsis dikatakan sebagai suatu proses peradangan intravaskular yang berat. Hal
ini dikatakan berat karena sifatnya yang tidak terkontrol dan berlangsung terus menerus
infeksi melalui pembuluh darah dan dikatakan peradangan karena semua tanda respon
Sedangkan sitokin antiinflamasi yaitu IL-1-reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, IL-10 yang
bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan.
Keseimbangan dari kedua respon ini bertujuan untuk melindungi dan memperbaiki
jaringan yang rusak dan terjadi proses penyembuhan. Namun ketika keseimbangan ini
hilang maka respon proinflamasi akan meluas menjadi respon sistemik. Respon sistemik
akibat gangguan oksigenasi dan kerusakan organ akibat gangguan sirkulasi. Sedangkan
Kedua proses ini dapat mengganggu satu sama lain sehingga menciptakan kondisi
Penyebab tersering sepsis adalah bakteri terutama gram negatif. Ketika bakteri
gram negatif menginfeksi suatu jaringan, dia akan mengeluarkan endotoksin dengan
lipopolisakarida (LPS) yang secara langsung dapat mengikat antibodi dalam serum darah
didalam darah akan bereaksi dengan perantara reseptor CD 14+ dan akan bereaksi
Jika penyebabnya adalah bakteri gram positif, virus atau parasit. Mereka dapat
berperan sebagai superantigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang
berperan sebagai antigen processing cell yang kemudian ditampilkan sebagai APC
(Antigen Presenting Cell). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang
berasal dari MHC (Major Histocompatibility Complex). Antigen yang bermuatan MHC
akan berikatan dengan CD 4+ (Limfosit Th1 dan Limfosit Th2) dengan perantara T-cell
Reseptor. 10
9
Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limfosit T akan
mengeluarkan substansi dari Th1 dan Th2. Th1 yang berfungsi sebagai immodulator akan
sedangkan Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6, IL-10, IFN-g, IFN 1 dan TNF
yang merupakan sitokin proinflamantori. IL-1 yang merupakan sebagai imuno regulator
utama juga memiliki efek pada sel endothelial termasuk didalamnya terjadi
menyebabkan dinding endotel lisis sehingga endotel akan terbuka dan menyebabkan
kebocoran kapiler. Neutrofil juga membawa superoksidan yang termasuk kedalam radikal
endotel menjadi nekrosis dan terjadilah kerusakan endotel pembuluh darah. Adanya
Hipoksia sendiri merangsang sel epitel untuk melepaskan TNF-, IL-8, IL-6
menimbulkan respon fase akut dan permeabilitas epitel. Setelah terjadi reperfusi pada
metabolisme xantin dan hipoxantin oleh xantin oksidase, dan hasil metabolisme asam
amino yang turut menyebabkan kerusakan jaringan. ROS penting artinya bagi kesehatan
dan fungsi tubuh yang normal dalam memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan
mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah, Namun bila dihasilkan melebihi batas
kemampuan proteksi antioksidan seluler, maka dia akan menyerang isi sel itu sendiri
10
sehingga menambah kerusakan jaringan dan bisa menjadi disfungsi organ multipel yang
gumpalan fibrin di dalam mikrovaskular. Sepsis selain mengaktifkan tissue factor, dia
juga menggangu proses fibrinolisis melalui pengaktifan IL-1 dan TNF dan
protein C. Sedangkan APC dan kofaktor protein S mematikan produksi trombin dengan
menghancurkan kaskade faktor Va dan VIIIa sehingga tidak terjadi suatu koagulasi. APC
12
fibrinogen menjadi fibrin. Semua proses ini menyebabkan kelainan faktor koagulasi yang
D. GEJALA KLINIS
Umumnya klinis pada sepsis tidak spesifik, biasanya hanya didahului oleh tanda-
tanda non spesifik seperti demam, menggigil dan gejala konstitutif seperti lelah, malaise,
gelisah dan tampak kebingungan. Tempat infeksi yang paling sering adalah paru-paru,
traktus digestifus, traktus urinarius, kulit, jaringan lunak dan sistem saraf pusat. Gejala
sepsis tersebut akan semakin berat pada pendeita usia lanjut, penderita diabetes, kanker,
E. DIAGNOSIS
menyeluruh.
F. DATA LABORATORIUM
G. DATA LABORATORIUM
H. PENATALAKSANAAN
Hubungan antara terapi antimikrobial yang tepat waktu dan sesuai dengan
diagnosis sepsis. Strategi antibiotika spesifik tidak akan dibahas dalam artikel
potensial dan menurut pola sensitivitas dan resistensi lokal rumah sakit.
organisme resisten pada saat pasien tinggal di dalam rumah jompo atau para
Strategi resusitasi untuk kasus-kasus sepsis berat atau syok sepsis telah diteliti
supranormal pada pasien ICU sampai 72 jam rawat inap, menunjukkan hasil
Penelitian baru melibatkan pasien gawat darurat dengan sepsis berat atau syok
antara sediaan dan kebutuhan oksigen pada kasus-kasus sepsis berat atau syok
sepsis pada 6 jam pertama rawat gawat darurat. Strategi ini mentargetkan
3. PEMANTAUAN HEMODINAMIK
tekanan arterial sentral terlihat lebih rendah saat diukur dari arteri radialis.
SCVO2 dapat diukur secara intermiten dengan sampel gas vena yang diambil dari
saluran distal kateter vena sentral standar atau secara kontinyu dengan
menggunakan kateter vena sentral serat optik. Meskipun pada tangan ahli arteri
4. TERAPI VOLUME
Target pertama EGDT pada kasus sepsis adalah pemulihan volume intravaskular
pasien. Terapi cairan intravena harus dimulai dengan bolus 500 cc secara cepat
dan berulang baik cairan kristaloid ataupun koloid sampai tercapai volume cairan
resusitasi 20-40 cc/kgBB, sehingga mencapai CVP 8-12 mmHg. Sampai beberapa
saat yang lalu tidak ada penelitian terkontrol atau tinjauan sistematik telah secara
pada pasien kritis. Namun demikian, suatu studi acak terkontrol besar yang
membandingkan antara 4% albumin dengan normal salin pada 6997 pasien sakit
hipotesis: hasil ini memerlukan konfirmasi dengan penelitian acak terkontrol pada
pasien sepsis.
5. OBAT-OBATAN VASOAKTIF
Setelah target CVP dicapai, obat-obatan vasopresor diberikan bila pasien tetap
65mmHg telah ditunjukkan secara fisiologis ekuivalen dengan tekanan yang lebih
0,04 unit/menit). Baik noradrenalin dan dopamin telah disarankan sebagai obat-
obatan vasopresor lini pertama pada kasus-kasus sepsis. Oleh karena takikardia
lebih kuat (seperti noradrenalin dan penilefrin) dapat lebih dipilih pada pasien
Gambar 10. Algoritme EGDT. CVP = central venous pressure; MAP = mean arterial pressure;
Pada saat hipotensi tetap terjadi pada pasien yang telah mendapatkan obat-obatan
pada pasien dengan syok sepsis. Pemberian vasopresin eksogen dalam dosis
obat vasopresor lainnya dan telah dikaitkan dengan penarikan dini obat-obatan
21
berespons keluaran jantung dan volume pompa. Efek samping buruk yang
dibandingkan lainnya pada keadaan sepsis berat ataupun syok sepsis. Beberapa
bukti definitif mengenai peranan vasopresin dan efeknya pada hasil akhir
6. PEMBERIAN ERITROSIT
Apabila SCVO2 tetap dibawah 70% setelah optimalisasi preload, afterload dan
dengan pemberian PRC untuk mencapai hematokrit di atas 30%. Meskipun studi-
studi terkini telah menunjukkan bahwa batasan transfusi yang lebih konservatif
mungkin dapat ditoleransi pada kelompok pasien kritis yang heterogen dan stabil
secara klinis, hasil ini tidak dapat diekstrapolasi kepada pasien sepsis akut dengan
hematokrit 30% nampaknya sesuai, dengan strategi transfusi yang lebih restriktif
7. TERAPI INOTROPIK
Sepsis dapat disertai dengan penekanan miokardial pada 10-15% pasien, dan
keadaan ini tidak terkait usia. Pada studi EGDT, pasien-pasien ini secara persisten
memiliki SCVO2 rendah setelah mencapai target CVP, tekanan arterial rerata dan
hematokrit. Beberapa pasien datang dengan CVP meningkat sebagai hasil dari
perifer. Seiring dengan respons komplians dan kontraktilitas ventrikel, CVP akan
turun seiring dengan perbaikan volume pompa. Penggantian cairan lebih lanjut
miokardial.
demikian, waktu paruhnya (2,4 jam) lebih panjang dibandingkan dobutamin dan
Pada pasien sepsis berat, hantaran oksigen maksimal mungkin tidak dapat secara
dan analgesia dengan ventilasi mekanis akan menurunkan baik kerja pernapasan
oksigen.
9. STRATEGI TAMBAHAN
Beberapa terapi tambahan yang dapat dilakukan pada 24 jam pertama setelah
identifikasi sepsis berat dan syok sepsis, baru-baru ini telah didemonstrasikan
memperbaiki kesintasan pasien, oleh karena mereka dapat menunda beberapa jam
oleh karena RAI biasanya hilang seiring dengan perbaikan syok sepsis. Pasien
24
rendah pada pasien dengan syok sepsis menurunkan kebutuhan mereka akan
vasopresor dan menurunkan laju mortalitas. Pada suatu penelitian acak terkontrol
sekali sehari) dimulai dalam 8 jam setelah diagnosis syok sepsis dan dilanjutkan
selama 7 hari. Terdapat penurunan 10% dalam mortalitas 28 hari pada kelompok
kurang. Meskipun demikian studi ini tidak dapat menentukan apakah pemberian
kortikosteroid aman dan efektif untuk kelompok pasien yang tidak mempunyai
maka pemberian terapi empirik dengan 2mg steroid ini dapat diberikan dan tes
drotecogin alfa activated atau Xigris) menurunkan mortalitas sepsis berat atau
skor APACHE II 25 atau lebih tinggi dan juga mempunyai disfungsi 2 organ atau
(3,5% vs. 2,0%; p=0,06). Pada studi PROWESS, r-APC dimulai dalam waktu 24
volume tidal besar dapat menarik jaringan paru sampai berlebihan (trauma
akut. Suatu studi multicentre acak terkendali yang melibatkan pasien dengan
trauma paru akut dan sindrom distres pernapasan dewasa (ARDS) mengevaluasi
<30 cmH2O dan adanya penurunan kematian 28 hari absolut sebesar 9,9% pada
pasien dengan volume tidal rendah. Oleh karena sepsis merupakan penyebab
ARDS tersering, maka penting untuk memberikan ventilasi dengan volume tidal
pada pasien sakit kritis dan terutama pada pasien kardiotorasik pasca bedah
adalah kendali glikemik ketat. Pada saat kendali glikemik konservatif (10,0-11,1
Hasil ini termasuk penurunan kegagalan organ signifikan (p=0,04) dengan fokus
septik terbukti.
27
BAB III
KESIMPULAN
Sepsis merupakan suatu sindrom klinis akibat infeksi yang mengalami peningkatan jumlah
tahun-tahun belakangan ini, sebagian disebabkan oleh karena perbaikan kualitas hidup dan
semakin banyaknya pasien dengan usia lanjut. Penanganan sepsis semakin sulit, terutama pada
pasien rawat inap oleh karena tingginya tingkat resistensi antibiotika untuk kuman-kuman
nosokomial.
Paradigma sepsis telah bergeser dari suatu pandangan di mana kegagalan organ dan kematian
pada sepsis disebabkan oleh hipoperfusi dan hipoksia jaringan menjadi lebih disebabkan oleh
berbagai macam faktor yang saling terkait. Faktor-faktor tersebut adalah mediator-mediator
inflamasi, netrofil, spesies organ reaktif dan juga endotoksin sendiri serta kerusakan endotel yang
memainkan peranan penting dalam kerusakan organ oleh karena sepsis. Pemahaman akan proses
ini penting untuk dapat menilai dan menatalaksana sepsis secara tetap.
Model skoring SOFA, sebagai suatu alat pemantauan kemajuan klinis pada sepsis, merupakan
suatu metode pemantauan yang sederhana dan dapat diandalkan. Pengukuran skoring SOFA
secara serial berguna untuk melihat perubahan-perubahan fungsi organ terkait sepsis dan
Penatalaksanaan sepsis terpadu dengan memanfaatkan metode yang disebut sebagai EGDT
(early goal directed therapy) dapat membantu untuk penanganan sepsis yang komprehensif dan
adekuat. Penggunaannya disarankan pada semua pasien dengan sepsis untuk membantu