Anda di halaman 1dari 20

Psikotropika menurut UU No.

5 tahun 1997 merupakan zat atau obat, baik alamiah maupun


sintetik bukan narkotika yang berkhasiat, psikoaktif melalui pengaruh selektif menurut
susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.

Psikotropika digolongkan sebagai berikut:


Golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak dapat digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat
kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan, mencakup 26 zat, antara lain lisergida
(LSD), meskalin, dan psilosibina.
Golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan yang dapat digunakan
dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkan sindroma ketergantungan mencakup 14 zat, antara lain: amfetamin,
deksamfetamin, revonal, ritalin, dan sekobarbital.
Golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan
dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindroma ketergantungan, mencakup 9 zat, antara lain: amylobarbital,
glutetimida dan pentazosina.
Golongan IV misalnya: amfepramona, barbital, fenobarbital, metakualon, dan lain-
lain.

Secara garis besar pengelolaan psikotropika antara lain meliputi:

Pemesanan Psikotropika

Obat-obat psikotropika dapat dipesan apotek dari pedagang besar farmasi (PBF) dengan
menggunakan surat pemesanan (SP) yang diperoleh dari PBF PT. Kimia Farma dan
ditandatangani oleh APA (apabila dilakukan pemesanan).

Penyimpanan Psikotropika

Sampai saat ini penyimpanan untuk obat-obat psikotropika belum diatur dengan suatu
perundang-undangan. Namun karena obat-obat psikotropika ini cenderung untuk
disalahgunakan maka disarankan agar menyimpan obat-obatan tersebut dalam suatu rak atau
lemari khusus dan membuat kartu stok psikotropika.

Pelaporan Psikotropika

Apotek wajib membuat dan meminta catatan kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika
dan melaporkan kepada Menteri Kesehatan secara berkala sesuai dengan UU No.5 tahun
1997 pasal 33 ayat (1) dan pasal 34 tentang psikotropika.

Pemusnahan Psikotropika

Menurut pasal 53 UU No.5 tahun 1997 tentang psikotropika, pemusnahan psikotropika


dilakukan apabila:
Kadaluarsa.
Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan atau
pengembangan ilmu pengetahuan.
Berkaitan dengan tindak pidana.

Sehubungan dengan pemusnahan psikotropika, apoteker wajib membuat Berita Acara dan
disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam 7 hari setelah mendapat kepastian.

Scribd
Upload a Document
Search Documents
Explore

Documents

Books - Fiction
Books - Non-fiction
Health & Medicine
Brochures/Catalogs
Government Docs
How-To Guides/Manuals
Magazines/Newspapers
Recipes/Menus
School Work
+ all categories

Featured
Recent

People

Authors
Students
Researchers
Publishers
Government & Nonprofits
Businesses
Musicians
Artists & Designers
Teachers
+ all categories

Most Followed
Popular

Anang Setiana

Account

o Home
o My Documents
o My Collections
o My Shelf
o View Public Profile
o Messages
o Notifications
o Settings
o Help
o Log Out

/ 19
Search w it

Download this Document for Free


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Apotek

Pengertian Apotek berdasarkan peraturan menteri kesehatan No.023/Menkes/per/X/1993 yang

menyatakan bahwa apotek adalah suatu tempat dilakukan pekerjaan kefarmasinan dan penyaluran

pembekalan farmasi kepada masyarakat. Peraturan ini menekankan pengabdian apoteker yang bertanggung

jawab penuh atas pengolahan dan pengelolaan apotek.

Pengertian apotek menurut Keputusan Mneteri Kesehatan Republik Indonesia

No.1332/Menkes/SK/X/2002 adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan

penyaluran sediaan farmasi, pembekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.

Adapun pekerjaan kefarmasian di Apotek seperti :


1. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran,
penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat.
2. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan pembekalan
farmasi.

3. Memberikan pelayanan informasi mengenai obat, maupun pembekalan farmasi yang dibutuhkan oleh

masyarakat, sehingga terjamin keamanan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Sebagaimana yang telah tercantum dalam Undang-Undang Kesehatan No.23 Tahun 1992 dalam

ketentuan umum pekerjaan kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendaliaan mutu sediaan

farmasi,

pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pelayanan obat atas resep


dokter, pelayanan informasi obat, bahan obat dan obat tradisional.
A. Tugas dan Fungsi Apotek
Berdasarkan perundang-undangan No.25 Tahun 1980 pasal 2, tugas
dan fungsi apotek adalah sebagai berikut :
1. Sebagai tempat pengabdian profesi apoteker yang telah mengucapkan
sumpah atau janji.

2. Sebagi sarana farmasi dalam melaksanakan pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk,

pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat.

3. Sarana penyaluran farmasi dan pembekalan farmasi yang harus menyebarkan secara luas dan merata

mengenai obat yang diperlukan oleh masyarakat.

4. Sarana informasi obat kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya.


A. Tata Cara Pemberian Ijin Apotek

Surat Ijin Apotek (SIA) adalah surat ijin yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker atau

apoteker bekerja sama dengan pemilik sarana untuk menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu.

Wewenang pemberian ijin apotek tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI

No.1332/Menkes/SK/X/2002 dinyatakan sebagai berikut :

1. Permohonan ijin apotek diajukan oleh apoteker kepada Kepala Dinas


Kesehatan kabupaten atau kota.
2. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota selambat-lambatnya 6 hari kerja setelah menerima

permohonan dapat meminta bantuan secara teknis ke BPOM untuk melakukan pemeriksaan terhadap

kesiapan apotekuntuk melakukan kegiatan.

3. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota kepada Kepala Besar Balai
POM selambat-lambatnya 6 hari melakukan pemeriksaan.
4. Jika pada point (2) dan (3) tidak dilaksanakan Apoteker dapat membuat
surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Dinas Kesehatan.
5. Dalam jangka 12 hari setelah diterima, hasil pemeriksaan Dinas
Kesehatan mengeluarkan SIA.

6. Hasil pemeriksaan dari tim Dinas Kesehatan belum memenuhi persyaratan maka Dinas Kesehatan dalam

waktu 12 hari mengeluarkan surat penundaan.

7. Terhadap surat penundaan, apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi


persyaratan selambat-lambatnya 1 bulan sejak tanggal penundaan.
8. Jika permohonan SIA tidak memenuhi persaratan dalam 12 hari kerja
maka Dinas Kesehatan mengeluarkan surat penolakan.
Gambar 1. Skema Perizinan Apotek
Apoteker
Ka. Dinkes
Kepala B.POM
Apoteker

Skema Perizinan Pendirian Apotek


Apoteker
Kepala Dinas Pendidikan
Kepala Besar Balai POM
Belum Memenuhi
Syarat
Memenuhi Syarat
(12 hari kerja)
Tidak Memenuhi
Syarat (12 hari kerja)
Surat penundaan
Diberi
Kesempatan
Melengkapi
SIA
Surat Penolakan

BAB II (Tugas Ketikan)


Download this Document for FreePrintMobileCollectionsReport Document

This is a private document.

Info and Rating

obat narkotika
jarak antar
antar apotik
doc
cara pemesanan
tentang pengelolaan
pemesanan psikotropika
(more tags)
Kanaganet

Share & Embed

Related Documents

PreviousNext
1.

p.

p.
p.

2.

p.

p.

p.

More from this user

PreviousNext
1.

1 p.

1 p.

1 p.
2.

3 p.

11 p.

2 p.

3.

6 p.

4 p.

17 p.

4.

1 p.
6 p.

6 p.

5.

12 p.

1 p.

5 p.

6.

2 p.

1 p.

2 p.
7.

2 p.

5 p.

4 p.

8.

1 p.

2 p.

16 p.

9.

1 p.
Recent Readcasters

Add a Comment

Submit
share:
Characters: ...
Upload a Document
Search Documents
Follow Us!
scribd.com/scribd
twitter.com/scribd
facebook.com/scribd

About
Press
Blog
Partners
Scribd 101
Web Stuff
Scribd Store
Support
FAQ
Developers / API
Jobs
Terms
Copyright
Privacy

scribd. scribd. scribd.


Scribd
Upload a Document
Search Documents
Explore
Documents

Books - Fiction
Books - Non-fiction
Health & Medicine
Brochures/Catalogs
Government Docs
How-To Guides/Manuals
Magazines/Newspapers
Recipes/Menus
School Work
+ all categories

Featured
Recent

People

Authors
Students
Researchers
Publishers
Government & Nonprofits
Businesses
Musicians
Artists & Designers
Teachers
+ all categories

Most Followed
Popular

Anang Setiana

Account

o Home
o My Documents
o My Collections
o My Shelf
o View Public Profile
o Messages
o Notifications
o Settings
o Help
o Log Out
/ 19
Search w it

Download this Document for Free

dan orang tua di atas 65 tahun. Pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksud memerlukan alat khusus

yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit prevalensinya

tinggi di Indonesia. Obat yang dimaksudkan memiliki rasio khasiatnya keamanan yang dapat

dipertanggung jawabkan untuk pengobatan sendiri.

A.Pengelola Narkotika

Undang-undang yang mengatur tentang narkotika adalah Undang-undang No. 22 tahun 1997. Pada pasal 1

ayat 1 dijelaskan bahwa narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik

sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya

rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika

hanya digunakan untuk pelayanan kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan. PT. Kimia Farma

merupakan perusahaan yang diijinkan oleh pemerintah untuk mengimpor, memproduksi, dan

mendistribusikan obat narkotika di Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan oleh

pemerintah mengingat narkoba sering disalahgunakan. Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada

Rumah Sakit, Puskesmas, Apotek lainnya, balai Pengobatan dan Pasien dengan membawa Resep dokter.

Secara garis besar pengelolaan narkotika meliputi :


1. Pemesanan Narkotika

Pemesanan narkotika dilakukan melalui PBF Kimia Farma sebagai distributor. Pemesanan

dilakukan dengan menggunakan surat pemesanan narkotika rangkap empat yang ditandatangani oleh
Apoteker Pengelola Apotek dan dilengkapi dengan nomor SIK (Surat Izin Kerja) serta stempel apotek.

Surat pesanan ini di buat untuk tiap item obat, dibuat rangkap 4. Tiga lembar surat pesanan tersebut dikirim

ke PBF masing-masing untuk Dinkes, BPOM, pedagang atau penanggungjawab Kimia Farma dan satu lagi

untuk Arsip Apotek.

2. Pelaporan Narkotika

Menurut UU No. 22 Pasal 11 ayat 2 tahun 1997 apotek wajib membuat, menyampaikan dan

menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan atau pengeluaran narkotika yang ada didalam

penguasaanya kepada Menteri Kesehatan. Laporan narkotika dikirim kepada Kepala Dinas Kesehata

Propinsi, Badan POM setempat, Dinas Kesehatan Kota, Arsip Apotek.

3. Pelayanan Narkotika

a. Pasal 7 ayat (2) UU No. 9 Tahun 1976 tentang narkotika. Apotek dilarang melayani salinan resep yang

mengandung narkotika walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali.

b. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali, apotek boleh membuat

salinan resep tapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani di apotek yang menyimpan resep aslinya.

c. Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Oleh karena itu dokter

tidak boleh menambah tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika.

1. Penyimpanan Narkotika

Berdasarkan Per Menkes RI No.13/Menkes/Per/I/1978 tentang tata penyimpanan narkotika,

bahwa apotek harus memiliki tempat khusus untuk penyimpanan narkotika. Syarat tempat penyimpanan

narkotika adalah sebagai berikut :

1. Terbuat dari kayu atau bahan lain yang kuat.


2. Harus mempunyai kunci yang kuat dan dibagi dua masing-masing dengan kunci berlainan. Pertama

digunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garamnya serta persediaan narkotika, sedangkan yang

lain digunakan untuk menyimpan narkotika lain yang digunakan sehari-hari.

3. Apabila tenpat khusus tersebut berupa lemari 40x80x100 cm makalemari tersebut dibuat pada tembok atau

lantai dengan cara disekrup. Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain

narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.

4. Kunci lemari harus dikuasai oleh pegawai yang dikuasakan.


1. Pemusnahan Narkotika

Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika disebutkan bahwa pemusnahan

narkotika dapat dilakukan 2 hal yaitu diproduksi tanpa standart dan persyaratan yang berlaku dalam hal :

a. Di produksi tanpa memenuhi standart dan persyaratan yang


berlaku dan atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi.
b. Kadaluwarsa
c. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan
kesehatan dan atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan atau.
d. Berkaitan dengan tindak pidana.

Pelaksanaan narkotika di apotek dibuat diberita acara yang memuat hari, tanggal, tahun

pemusnahan, nam apoteker pengelola apotek, nama saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari

apotek tersebut, cara pemusnahan, tanda tangan, penanggungjawab apotek dan saksi.

Berita acara tersebut dikirim kepada kantor dinas kesehatan kabupaten atau kota dengan

tembusan kepada kantor Dinkes Propinsi, Kepala BPOM dan sebagai arsip apotek.

d. Berkaitan dengan tindak pidana.


Pelaksanaan narkotika di apotek dibuat diberita acara yang memuat hari, tanggal, tahun

pemusnahan, nam apoteker pengelola apotek, nama saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari

apotek tersebut, cara pemusnahan, tanda tangan, penanggungjawab apotek dan saksi.

Berita acara tersebut dikirim kepada kantor dinas kesehatan kabupaten atau kota dengan

tembusan kepada kantor Dinkes Propinsi, Kepala BPOM dan sebagai arsip apotek.

A. Pengelolaan Psikotropika

Undang-undang No. 5 Tahun 1997 tentang psikotropika disebutkan bahwa psikotropika adalah

zat atau bahan bukan narkotika, baik alami maupun sintesis yang berkhasiat proaktif melalui pengaruh

selektif pada susunan saraf pusat yang emnyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan prilaku

pemakainya

1. Pemesanan Psikotropika

Pemesanan dapat dilakukan menggunakan surat pesanan psikotropika rangkap 3 ditandatangani

oleh APA dan dilengkapi dengan nomor SIK atau SP apotek. Surat pesanan dibuat rangkap 3, 2 lembar

untuk PBF dan satu lembar untuk arsip apotek. Berdasarkan pasal 14 UU No. 5 Tahun 1997 penyerahan

psikotropik hanya dapat dilakukan kepada apotek, RS, Puskesmas, Balai Pengobatan dan Pelayanan resep

dari dokter.

2. Penyimpanan Psikotropika

Obat golongan psikotropika cenderung untuk di salah gunakan, maka dimintakan kepada

sarana distribusi obat (PBF, Apotek, RS, dll) agar menyimpan obat-obatan golongan psikotropika tersebut

dalam rak atau lemari khusus dan kartu stock psikotropika.

3. Pelaporan Psikotropika
Pengeluaran obat psikotropika wajib dilaporkan, pelaporan dibedakan atas penggunaan bahan

baku psikotropika dan sediaan jadi psikotropika, awal Januari sampai Desember diajukan kepada Kepala

Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kota, Kepala BPOM, serta digunakan sebagai arsip

apotek. Laporan ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama jelas, nomor SOK atau SP, nomor

SIA dan temple apotek.

4. Pemusnahan Psikotropika

Berdasarkan Undang-undang No. 5 1997 pemusnahan psikotropika dilakukan bila

berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan

kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan. Pemusnahan yang kemudian dikirim kepada Kepala Badan

vPOM dengan tembusan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi serta sebagai arsip apotek. Pemusnahan

psikotropika disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam waktu 7 hari setelah mendapat kepastian.

Anda mungkin juga menyukai