Anda di halaman 1dari 14

Laporan Problem Based Learning (PBL 2)

DEPRESI
__________________________________________________________
BLOK MENTAL HEALTH NURSING
KODE NSA 161
SEMESTER VI

OLEH :
Desta Opchera Dina R G1D011002
Tri Pantiyanti G1D011010
Triya Nurul F. G1D011023
Syfa Handayani G1D011035
Fitri Wahyu Hidayah G1D011041
Priyan Pratmanto G1D011050
Atika Khusnul Khotimah G1D011058
Salfiyah G1D011065
Auliya An Nisa K G1D011073
Eko Mei Prasetyo G1D011078

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar
terbebas dari gangguan jiwa, tetapi pemenuhan kebutuhan perasaan bahagia, sehat,
serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa sebagai suatu
kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, dan emosional yang
optimal dari seseorang yang berjalan selaras dengan keadaan orang lain (Suliswati,
2005). Dalam kenyataannya, terdapat individu yang mampu mencapai derajat kesehatan
secara optimal sehingga bisa selaras dan beradaptasi dengan lingkungannya. Namun
terdapat pula individu yang tidak mampu mencapai derajat kesehatan secara optimal
dalam pertumbuhan dan perkembangannya sehingga terjadilah konflik dalam dirinya
serta dengan ketidakmampuannya tersebut membawa dampak pada kelainan jiwa.

Gangguan jiwa menurut PPDGJ III DSM-IV merupakan sindrom atau pola
perilaku, atau psikologi seseorang yang secara klinik cukup bermakna, dan secara khas
berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya
(impairment/disability) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia.
Gangguan jiwa tergolong menjadi beberapa jenis terdiri dari gangguan mental organik,
gangguan mental psikotik, gangguan neurotik dan gangguan kepribadian serta
gangguan masa kanak-kanak, remaja dan perkembangan. Pada pembahasan ini akan
dibahas lebih lanjut tentang gangguan mental psikotik bagian gangguan afektif yaitu
episode depresi (Maslim, 2001).
Depresi merupakan keadaan terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan
alam perasaan sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur, nafsu
makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa serta gagasan
melakukan bunuh diri (Kaplan, Sadock, & Grebb, 1998).
Epidemiologi depresi menunjukan prevalensi 7-12% untuk pria dan 20-25%
untuk wanita. Pada saat pubertas resiko depresi meningkat 2-4 kali lipat, dengan 20%
insiden pada usia 18 tahun. Perbandingan pria dan wanita menjadi 1:2 dengan
peningkatan resiko depresi pada wanita setelah pubertas. Hal ini berhubungan dengan
faktor psikologi yang berkaitan dengan tingkat kecemasan pada wanita lebih tinggi.
Faktor biologis berhubungan dengan perubahan hormon estradiol dan testosteron saat
pubertas, serta faktor sosial budaya yang berhubungan dengan perkembangan
kedewasaan pada wanita. Dilaporkan angka prevalensi yang tinggi dapat disebabkan
karena masalah kesehatan pada pasien yang berhubungan dengan faktor biologikal dan
psikologikal sebagai faktor predisposisi depresi. Wanita dengan usia 25-40 tahun
mengalami depresi lebih tinggi dan puncaknya pada masa hamil. Pada usia 40 tahun ke
atas orang dengan depresi harus cepat dievaluasi untuk mengeluarkan penyebab
penyakit lain, efek pengobatan serta kematian pasangan dapat menyebabkan wanita tua
mengalami depresi (Mayasari, 2008).

B. Tujuan

Tujuan diskusi Problem based learning ini adalah


1. Mahasiswa mampu menjelaskan gangguan depresi meliputi pengertian, tanda dan
gejala, penyebab, serta penatalaksanaan depresi
2. Mahasiswa mampu menjelaskan isolasi sosial sebagai respon dari depresi .
3. Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada pasien depresi karena putus
cinta
BAB II

TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Depresi merupakan keadaan terganggunya fungsi manusia yang berkaitan
dengan alam perasaan sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola
tidur, nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa
serta gagasan melakukan bunuh diri (Kaplan, Sadock, & Grebb, 1998). Menurut
Hawari (2001) dalam Soep (2009), depresi adalah gangguan alam perasaan (mood)
yang ditandai dengan kemurungan, kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan
sehingga hilangnya kegairahan hidup, apatis dan pesimisme kemudian dapat dikuti
gangguan perilaku.

B. Tanda dan Gejala Depresi


Seperti gangguan lainnya, penderita depresi menunjukkan tanda dan gejala tertentu,
diantaranya yaitu:
1. Merasa sedih atau tidak bahagia
2. Kehilangan minat atau kesenangan terhadap kegiatan yang dulunya disukai
3. Mengalami gangguan tidur (dapat berupa kurang tidur atau kebanyakan tidur)
4. Adanya perubahan nafsu makan (kehilangan nafsu makan atau bertambahnya
nafsu makan)
5. Mudah tersinggung
6. Fungsi kognitif, afektif, dan psikomotor melemah
7. Sulit untuk mengambil keputusan, kurang berkonsentrasi dan sulit untuk
mengingat sesuatu
8. Selalu merasa lemah, lelah, dan kehilangan tenaga bahkan untuk sebuah kegiatan
yang ringan terasa berat dan menghabiskan tenaga
9. Merasa tidak berharga, merasa bersalah, dan selalu memikirkan kegagalan serta
kesalahan (Jiwo, 2012).

C. Penyebab Depresi
Depresi merupakan bentuk gangguan perasaan atau mood. Penyebab dasar dari
depresi tidak diketahui secara pasti. Namun menurut Kaplan (1997) secara garis besar
ada tiga faktor yang berkaitan dengan penyebab terjadinya depresi, yaitu faktor
biologis, faktor genetik, dan faktor psikososial. Faktor biologis mencakup dua jenis
neurotransmiter yang berperan dalam patofisiologi gangguan mood yaitu norepinefrin
dan serotonin. Adanya penurunan jumlah dari kedua neurotransmiter tersebut dapat
memicu terjadinya depresi. Lalu untuk faktor genetik, ini merupakan faktor yang
paling signifikan. Pada orang kembar dizigot risiko depresi sebesar 10-25%
sedangkan pada kembar monozigot sebesar 50%. Berkaitan dengan faktor genetik, ada
pula late onset depresi yang disebabkan adanya mutasi pada gene methylene
tetrahydrofolate reductase. Dan pada faktor psikososial, yang menjadi penyebab
depresi adalah banyaknya peristiwa kehidupan yang penuh ketegangan serta stress
lingkungan (Kaplan & Saddock, 2010).
Secara umum hal-hal yang dapat menyebabkan depresi atau faktor risiko
terjadinya depresi diantaranya yaitu:
1. Adanya masalah di dalam keluarga
2. Pengangguran atau tidak memiliki pekerjaan
3. Masalah keuangan
4. Ada trauma masa lalu
5. Penyalahgunaan narkotika
6. Kesepian
7. Kurangnya dukungan sosial
8. Perbedaan biologis (hormonal)
9. Pola pikir negatif
10. Tekanan hidup (Jiwo, 2012).

D. Jenis-jenis Depresi
ICD-10 menggolongkan depresi menjadi 3 tingkat sesuai dengan jumlah gejala yang
timbul. Gejala yang dimaksud terdari dari dua kelompok yaitu:
1. Gejala utama
a. Perasaan depresif
b. Hilangnya minat dan semangat
c. Mudah lelah dan hilang tenaga
2. Gejala lain
a. Konsentrasi dan perhatian menurun
b. Harga diri dan kepercayaan diri menurun
c. Perasaan bersalah dan tidak berguna
d. Pesimis terhadap masa depan
e. Gagasan membahayakan diri atau bunuh diri
f. Gangguan tidur
g. Gangguan nafsu makan
h. Menurunnya libido
Penggolongan depresi berdasarkan gejala-gejala tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Penggolongan Depresi Menurut ICD-10
Tingkat Depresi Gejala Utama Gejala Lain
Ringan 2 2
Sedang 2 3-4
Berat 3 >4
(Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadabrata, & Setiati, 2006).
Selain penggolongan depresi tersebut menurut National Institute of Mental
Health (2010) ada beberapa jenis depresi, yaitu:
1. Depresi mayor, biasanya berlangsung selama kurang lebih dua minggu
dengan ciri-ciri adanya perubahan pada nafsu makan berat badan, dan pola
tidur serta ada keinginan untuk bunuh diri.
2. Depresi dysthymic, bersifat ringan tetapi kronis. Depresi jenis ini lebih
berat dari pada depresi mayor tetapi masih dapat berinteraksi dan
berlangsung selama kurang lebih dua tahun.
3. Depresi minor, bersifat lebih ringan dan durasi waktunya lebih singkat
dibandingkan dengan jenis depresi lainnya (NIMH, 2010).

E. Proses Depresi
Individu yang mengalami depresi diawali dengan adanya masalah sebagai
stressor. Lalu timbul persepsi negatif terhadap stressor tersebut. Persepsi negatif
tersebut menuntun individu pada pikiran dan tindakan yang salah (koping maladaptif)
dengan menganggap bahwa masalah tersebut merupakan hal yang buruk, merasa sial,
tidak berdaya dan tidak mampu untuk menghadapi masalah tersebut. Kondisi tersebut
diperburuk dengan tidak adanya support system yang tidak adekuat, sehingga pada
saat terjadi akumulasi stressor yang semakin bertambah, individu tersebut semakin
merasa tidak berdaya. Hal tersebut dapat menimbulkan harga diri rendah dan niat
untuk mencederai diri atau mengakhiri hidup (Yosep, 2007).

F. Penatalaksanaan Depresi
Penatalaksanaan kasus depresi dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya
yaitu:
1. Obat-obatan anti depresan, seperti:
a. SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
b. SNRI (Serotonine and Norepinephrine Reuptake Inhibitor)
c. NDRI (Norepinephrine and Dopamine Reuptake Inhibitor)
d. Atypical antidepressant
e. MAOI (Monoamine Oxidase Inhibitor), menjadi pilihan terakhir karena efek
sampingnya sangat berat.
2. Obat anti-cemas
3. Obat anti-psikotik
4. Psikoterapi
a. Terapi kognitif
b. Terapi Aktifitas Perilaku
5. Meningkatkan daya tahan tubuh
a. Membangun support system
b. Menata ulang pola piker menjadi lebih positif
c. Merawat dan menjaga diri
d. Olahraga teratur
e. Makan makanan sehat
f. Banyak bersyukur
g. Berlatih memecahkan masalah
h. Meminta bantuan kepada tenaga ahli (Jiwo, 2012).
G. Peran Perawat
Dalam menangani kasus seorang pasien dengan depresi, perawat mempunyai
beberapa peran penting. Peranan perawat dalam menangani pasien depresi
diantaranya :

a. Care giver : Perawat berperan sebagai pemberi asuhan keperawatan pada pasien
depresi melalui tahap pengkajian sampai dengan evaluasi dan perencanaan
pulang. Perawat memerhatikan keadaan dan kebutuhan dasar pasien yang
dibutuhkan dengan menggunakan proses keperawatan dan mengidentifikasi
masalah keperawatan yang terdapat pada pasien dengan depresi.
b. Advokator : Pasien depresi perlu dukungan dari lingkungan masyarakat
sekitarnya. Apabila pasien dengan depresi tidak mendapat dukungan dari
lingkungan masyarakat, maka hak pasien perlu diperjuangkan. Melalui peran
perawat sebagai advokator, perawat memerjuangkan hak pasien agar diterima
oleh masyarakat dan tidak dikucilkan.
c. Edukator : Pasien dan keluarga pasien perlu mengetahui masalah yang terjadi
beserta penanganannya. Oleh sebab itu, perawat memiliki kewajiban untuk
memberikan informasi mengenai masalah depresi beserta penatalaksanaannya
baik kepada pasien maupun keluarga. Keluarga pasien diberikan informasi
bagaimana merawat anggota keluarga yang mengalami depresi.
d. Koordinator : Perawat berperan dalam merencanakan, mengarahkan, dan
mengorganisasi pelayanan kesehatan yang terarah agar mendukung pulihnya
keadaan pasien depresi.
e. Kolaborator : Perawat bekerja sama dengan tim pelayanan kesehatan lainnya
dalam memberikan pelayanan yang terbaik pada pasien. Perawat mengidentifikasi
kebutuhan pasien dan mendiskusikan dengan tim bentuk pelayanan selanjutnya.
f. Konselor : Pasien depresi harus memiliki banyak struktur dalam kehidupannya
yang berkaitan dengan pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah.
Masalah yang dialami pasien dan keluarganya dapat dikonsultasikan dan
didiskusikan dengan perawat.
g. Peneliti : Fenomena depresi yang terjadi dalam masyarakat dapat diteliti lebih
lanjut guna meningkatkan pelayanan keperawatan pada pasien depresi yang telah
ada. Perawat dapat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai berbagai hal
tentang depresi.

(Ummiyana, 2012)

BAB III
PEMBAHASAN
Sdr. Z berusia 19 tahun sejak putus cinta 3 bulan lalu menunjukkan perubahan
perilaku yang menyimpang hingga menyebabkan keluarga membawanya ke RSJ. Klien
nampak sering menyendiri di kamar rawatnya. Selama 2 minggu klien dirawat di RSJ, ia
selalu menolak beraktifitas dengan teman-teman dan juga menolak untuk ikut dalam kegiatan
ruangan. Klien lebih sering tidur menyendiri di bawah kolong tempat tidur tanpa kasur dan
alas. Jika diajak ia selalu menolak dengan mengatakan ingin sendiri dan tidak ingin diganggu.
Hasil pengkajian didapatkan data grimasen (+), asosiasi longgar, sedasi, daya tilik diri buruk,
afek tumpul, ada tremor halus di tangan, dan berjalan seperti robot.

Berdasarkan tanda dan gejala dari penyimpangan perilaku yang dialami oleh klien,
klien digolongkan pada gangguan depresi tingkat sedang. Klien memiliki dua gejala utama
dan tiga gejala lain. Gejala utama yang dialami klien yaitu perasaan depresif dan hilang minat
serta semangat. Gejala lainnya yaitu konsentrasi dan perhatian yang menurun, asosiasi
longgar, daya tilik diri buruk, dan afek tumpul. Tremor halus di tangan dan berjalan seperti
robot merupakan efek samping dari pemberian obat selama perawatan atau disebut juga
sebagai ekstrapiramidal sindrom.

Masalah keperawatan utama yang muncul pada kasus ini yaitu isolasi sosial.
Berdasarkan pengkajian perawat didapati bahwa selama 2 minggu dirawat di RSJ, klien
selalu ingin sendiri. tidak ingin diganggu serta menolak untuk beraktifitas dan mengikuti
kegiatan di ruangan. Gagal menjalin hubungan dengan orang lain sejak 3 bulan yang lalu
merupakan faktor presipitasi munculnya gangguan depresi pada klien. Berdasarkan data
tersebut, klien diduga mengalami isolasi sosial yaitu pengalaman kesendirian secara individu
dan dirasakan segan terhadap orang lain dan sebagai keadaan yang negatif atau mengancam
(Santoso, 2006). Sehingga diagnosa keperawatan yang ditegakkan yaitu Isolasi Sosial
behubungan dengan Ketidakmampuan menjalin hubungan yang memuaskan.

Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan, berperan melakukan proses


keperawatan dalam menangani masalah tersebut. Tindakan keperawatan ditujukan kepada
klien dan keluarga klien. Terhadap klien, tindakan ditujukan agar pasien dapat membina
hubungan saling percaya menyadari penyebab isolasi sosial, dan dapat berinteraksi dengan
orang lain. Pada keluarga, tujuan difokuskan agar keluarga dapat merawat pasien dengan
isolasi sosial sehingga menjadi support system yang bermakna bagi klien.

Tindakan yang dilakukan pada klien yaitu dengan membantu klien mengidentifikasi
penyebab isolasi sosial, mendiskusikan mengenai manfaat berinteraksi dengan orang lain
serta kerugian apabila mengisolasi diri dari kehidupan sosial, dan membantu klien
berinteraksi dengan orang lain secara bertahap. Pada keluarga, dilakukan diskusi mengenai
masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien, kemudian dijelaskan mengenai
masalah dan penyebab pada klien serta demonstrasikan cara merawat anggota keluarganya
yang mengalami isolasi sosial dan diskusikan perencanaan pulang.

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan dalam menangani masalah pada klien tersebut
yaitu dengan farmakoterapi dan psikoterapi. Penanganan farmakoterapi yaitu dengan
memberikan obat-obatan anti depresan, anti cemas dan anti psikotik. Psikoterapi dilakukan
dengan melakukan terapi kognitif dan terapi aktifitas perilaku. Selain itu juga dibutuhkan
upaya peningkatan terhadap daya tahan tubuh klien, misalnya dengan membangung support
system dan menata pola pikir klien menjadi lebih positif.
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA SDR. Z

DENGAN DIAGNOSA MEDIS DEPRESI

A. Pengkajian

Nama : Sdr. Z
Usia : 19 tahun
Riwayat Sekarang : Klien telah dirawat di RSJ selama 2 minggu dengan keluhan
sering berperilaku menyimpang dan suka menyendiri.
Riwayat sosial : Klien menceritakan putus cinta sejak 3 tahun lalu

B. Analisa Data

Data Etiologi Masalah


DO : Ketidakmampuan menjalin Isolasi Sosial
- Klien nampak menyendiri hubungan yang memuaskan
- Menolak beraktivitas
dengan teman
- Ada tanda grimasen
- Asosiasi longgar
- Sedasi
- Daya tilik diri buruk
- Afek tumpul
- Ada tremor halus di tangan
DS :
- Klien mengatakan ingin
sendiri
- Klien mengatakan untuk
jangan di ganggu

C. Diagnosa Keperawatan

Isolasi Sosial behubungan dengan Ketidakmampuan menjalin hubungan yang


memuaskan

D. Tujuan
1. Tujuan Keperawatan Pada Pasien
Setelah tindakan keperawatan, diharapkan :

a. Pasien dapat membina hubungan saling percaya


b. Pasien dapat menyadari penyebab isolasi sosial
c. Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain

B. Tujuan Keperawatan Pada Keluarga

Setelah tindakan keperawatan, keluarga dapat merawat pasien isolasi sosial

C. Tindakan
1. Tindakan Keperawatan Pada Pasien
a. Membina hubungan saling percaya
1) Gunakan komunikasi terapeutik
2) Berkenalan dengan pasien : perkenalkan nama lengkap dan nama
panggialan perawat serta tanyakan nama lengkap dan nama panggilan
pasien
3) Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
4) Membuat kontrak asuhan : apa yang akan perawat lakukan bersama
pasien, berapa lama dan tempat kegiatan
5) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh
untuk kepentingan terapi
6) Tunjukan sikap empati terhadap pasien
7) Penuhi kebutuhan dasar pasien jika mungkin
b. Membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial dengan cara :
1) Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan
orang lain
2) Tenyakan penyebab pasien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain
c. Bantu pasien mengenal manfaat berhubungan dengan orang lain dengan
cara mendiskusikan manfaat jika pasien memiliki banyak teman
d. Membantu pasien mengenal kerugian tidak berhubungan dengan orang
lain dengan cara:
1) Diskusikan kkerugian jika pasien hanya mengurung diri dan tidak
bergaul dengan orang lain
2) Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien
e. Membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
1) Memberikan kesempatan pasien mempraktikkan cara berinteraksi
dengan orang lain yang dilakukan di hadapan perawat
2) Mulai bantu pasien untuk berinteraksi dengan satu orang (pasien,
perawat atau keluarga)
3) Jika pasien sudah menunujukan kemajuan, tingkatkan jumlah
interaksi
4) Berilah pujian untuk setiap kemajuan interaksi
5) Dengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan lain.
2. Tindakan keperawatan pada Keluarga
a. Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
b. Jelaskan pada keluarga tentang:
1) Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien
2) Penyebab isolasi sosial
3) Cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial, yaitu:
a) Bina hubungan saling percaya
b) Berikan semangat dan dorongan pada pasien untuk dapat
melakukan kegiatan bersama-sama
c) Tidak membiarkan pasien sendiri di rumah
d) Buat rencana atau jadwal bercakap-cakap
4) Peragakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
5) Bantu keluarga mempraktikkan cara merawat yang telah dipelajari,
mendiskusikan masalah yang dihadapi
6) Susun perencanaan pulang bersama keluarga
BAB V
PENUTUP
Depresi merupakan gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang
mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang. Pada
umumnya mood yang secara dominan muncul adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan
harapan. Depresi ditandai dengan perasaan sedih yang psikopatologis, kehilangan minat dan
kegembiraan, serta berkurangnya aktivitas. Depresi ini secara garis besar dapat disebabkan
oleh tiga faktor, yaitu faktor biologis, faktor genetik, dan faktor psikososial. Sehingga
penatalaksanaan yang dilakukan kepada seorang yang mengalami depresi adalah memberikan
terapi-terapi yang dapat berupa farmakoterapi dan psikoterapi.

Sdr Z yang berumur 19 tahun dapat digolongkan mengalami depresi. Ini dapat dilihat
dari tanda dan gejala dari penyimpangan perilaku yang dialami oleh klien. Klien digolongkan
pada gangguan depresi tingkat sedang karena klien memilki dua gejala utama, yaitu perasaan
depresif dan hilang minat serta semangat. Sehingga peran perawat sebagai pemberi asuhan
keperawatan dalam menangani masalah tersebut adalah membantu klien agar bisa membina
hubungan saling percaya dengan orang lain serta memberikan terapi-terapi yang dapat
mendukung klien keluar dari perasaan depresif dan kurang semangat. Selain itu juga perawat
membantu keluarga klien agar keluarga dapat merawat pasien dengan isolasi sosial sehingga
menjadi support system yang bermakna bagi klien.
REFERENSI

Jiwo, T. (2012). Depresi: Panduan Bagi Pasien, Keluarga, dan Teman Dekat. Purworejo:
Pusat Pemulihan dan Pelatihan Bagi Penderita Gangguan Jiwa.

Kaplan, H., & Saddock, B. (2010). Sinopsis Psikiatri; Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri
Klinis. Jakarta: Bina Rupa Aksara.

Kaplan, H. I., Sadock, B. J., & Grebb, J. A. (1998). Sinopsis Psikiatri. Jakarta: Binarupa
Aksara.

Maslim, R. (2001). Buku Saku PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya.

Mayasari, N. N. (2008). Gambaran Umum Depresi Bagian/SMF Psikiatri Fakultas


Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat. Depresi , 1-19.

NIMH. (2010). Depression and College Students. Retrieved April 2014, from National
Institute of Mental Health: http://www.nimh.nih.gov/health/trials/index.shtml

Santoso, Budi. (2006). Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Jakarta: Prime Price Medika.

Soep., (2009). Pengaruh Intervensi Pseudoedukasi Dalam Mengatasi Depresi Postpartum Di


RSU DR. Pirngadi Medan. Diakses April 2014, dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6885/1/09E01429.pdf

Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadabrata, M., & Setiati, S. (2006). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Suliswati. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Yosep, I. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

Ummiyana, A. (2012). Diakses 4 April 2014, dari


repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31794/3/Chapter%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai