Anda di halaman 1dari 7

PORTFOLIO

KASUS 3 Morbili

Nama Peserta dr. Adlan Fariz


Nama Wahana RSU Berkah Pandeglang
Topik Bradikardi Tidak Stabil
Tanggal (kasus) 20 April 2017
Nama Pasien Tn. M, 42 th No. RM : 4380**
Tanggal Presentasi Nama Pendamping : dr. Desi Suzana
Tempat Presentasi RSU Berkah Pandeglang
Obyektif presentasi Tn. M datang dengan keluhan sesak dan lemas badan
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja
Lansia Bumil
Deskripsi
Tujuan : Mengetahui algoritma Bradikardi, melakukan tatalaksana kasus bradikardi
dengan komplikasi hipotensi
Bahan bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas : Diskusi Presentasi dan Email Pos
Diskusi

Data Pasien : Nama : An. R Usia : 1 tahun No Registrasi :


Nama Klinik : RSU Berkah Pandeglang Telepon : Terdaftar Sejak :

Data Utama untuk bahan diskusi :


1. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas sejak 4 jam yang lalu, sebelumnya pasien
mengalami pingsan sekitar 15-20 menit, saat sedang terduduk pasien tiba-tiba tidak sadarkan
diri. Saat ini pasien mengeluh lemas badan, mual dan muntah disangkal, nyeri dada disangkal.
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien tidak mengonsumi obat apapun
3. Riwayat Kesehatan :
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mempunyai keluhan serupa
5. Riwayat Pekerjaan :
-
6. Lain-lain (Pemeriksaan fisik dan Penunjang)

Keadaan Umum : Sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4M6V5

Tanda-tanda vital
Nadi : 42 x/menit
Laju pernafasan : 30x/menit
Suhu : 39C
Tekanan Darah : 60/palpasi
Pemeriksaan Fisik

Kepala : Normosefali, tidak perdapat deformitas, ubun-ubun besar menutup


Mata : Konjungtiva hiperemis +/+, sclera ikterik (-/-), reflek cahaya langsung (+/+), reflek
cahaya tidak langsung (+/+) pupil bulat dan isokor dengan diameter 3mm/3mm
THT : Vertibulum normal, tidak terdapat deformitas, Faring hiperemis, T1/T1
Mulut : Mukosa oral basah, cyanosis -, Kopliks spot -
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax
a) Inspeksi : bentuk dada baik, pergerakan dada simetris, iktus kordis (-)
b) Palpasi : gerakan nafas simetris, taktil fremitus kanan = kiri
c) Perkusi : lapang dada paru terdengar sonor, batas paru-jantung baik
d) Auskultasi :
Jantung : Bunyi S1/S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : Suara nafas vesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
a) Inspeksi : datar, lesi multiple eritem makulopapular berbatas tegas, tepi tidak aktif,
berukuran miliar hingga lenticular
b) Auskultasi : bising usus (+)
c) Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (+)
d) Perkusi : timpani
e) Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, lesi multiple eritem makulopapular berbatas
tegas, tepi tidak aktif, berukuran miliar hingga lenticular

Pemeriksaan Penunjang
1 Hematologi
Parameter Nilai Nilai Normal
Hemoglobin 7.8 11.7 16.2 g/dL
Hematokrit 38 % 35 - 47%
Eritrosit 4.0 4.2 5.4 juta/uL
Leukosit 7600 /uL 4500 - 11300uL
Trombosit 300.000/uL 150.000-450.000/uL

2 Hitung Jenis
Basofil 0 01%
Eusinofil 1 13%
Batang 4 26%
Segmen 68 50 70 %
Limfosit 48 20 40 %
Monosit 6 28%

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio:

Assessment
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas dan lemas badan, sebelumnya pasien mengalami pingsan
selama 15-20 menit, pasien mengalami penurunan tekanan darah.
4. Plan :
Medikamentosa

IVFD RL 20 tpm
Inj. Sulfas Atropine first dose 0.5mg bolus
Diulang tiap 5 menit hingga respon nadi membaik
Inj Dopamine 2-10mcg/kgBB/menit dengan menggunakan syringe pump

Non Medikamentosa
Pemantauan Tekanan Darah
Pemantauan Nadi
Bradikardi merupakan kondisi saat denyut jantung kurang dari 60 kali permenit. Orang
normal pada umumnya memiliki kecepatan denyut jantung antara 60-100 kali permenit. Namun,
pada orang-orang yang jantungnya terlatih, seperti atlet, denyut jantungnya dapat kurang dari 60
kali permenit. Jika jantung kurang terlatih seperti pada mereka yang jarang berolahraga atau
beraktifitas fisik, denyut jantung cenderung lebih cepat. Hal tersebut berkaitan dengan curah
jantung yang lebih tinggi tiap kali jantung memompa pada mereka yang jantungnya terlatih
dibandingkan yang tidak.

Meskipun batasan bradikardia adalah 60 kali permenit, tetapi umumnya tanda dan gejala
akan dapat timbul apabila denyut jantung kurang dari 50 kali permenit. Pasien dapat menunjukan
gejala sesak napas, nyeri dada, pusing, penurunan kesadaran, lemah, maupun pingsan. Pada
pemeriksaan bisa didapatkan kondisi hipotensi, syok, edema paru serta akral dingin dengan
penurunan produksi urin.

Dalam situasi gawat darurat, selalu nilai kesesuaian denyut jantung dengan kondisi klinis.
Apabila pasien tidak menunjukan gejala dan tanda yang berarti, pasien cukup dimonitor dan
diobservasi. Namun, jangan lupa untuk tetap melakukan penilaian ABC. Pastikan jalan napas paten
dan tidak ada gangguan dalam bernapas. Jika terdapat hipoksemia, ditandai dengan penurunan
saturasi atau pasien mengalami gangguan pola napas, berikan oksigen sesuai kebutuhan.
Selanjutnya lakukan penilaian tekanan darah serta identifikasi irama. Siapkan juga akses intravena
serta pemeriksaan EKG 12 sadapan. Pemeriksaan EKG tidak boleh membuat penundaan terapi
bradikardi.

Hal yang harus segera dipastikan apabila menjumpai pasien dengan denyut nadi kurang
dari atau sama dengan 50 kali permenit adalah apakah bradikardia tersebut menyebabkan
hipotensi, penurunan kesadaran, tanda-tanda syok, nyeri dada iskemia atau gagal jantung akut?
Jika tidak, pasien cukup dimonitor dan diobservasi. Jika iya, pasien perlu mendapatkan
penanganan lebih lanjut.

Atropin menjadi pilihan utama pada pasien bradikardi kecuali pada kasus AV blok derajat
2 tipe 2 atau AV blok total. Pada kedua kasus tersebut, yang perlu segera dilakukan adalah
pemasangan pacu jantung transkutan sambil menunggu pemasangan pacu jantung transvena.
Atropin diberikan secara intravena dengan dosis 0.5 mg bolus. Jika belum didapatkan
denyut jantung target, pemberian atropin dapat diulang setiap 3-5 menit hingga 6 kali. Total dosis
atropin maksimal adalah 3 mg.

Apabila ternyata dengan pemberian atropin dosis maksimal target denyut jantung belum
tercapai, dapat dipilih salah satu dari 3 terapi yaitu pacu jantung transkutan, dopamin drip atau
epinefrin drip. Sebelum dilakukan pemasangan pacu jantung, pasien disedasi. Pacu jantung
transkutan dilakukan dengan menggunakan alat defibrilator Hanya saja pedal defibrilator diganti
dengan patch untuk pacu jantung. Masing-masing patch diletakan di posisi sternum dan apeks
(lokasi yang serupa dengan defibrilasi). Kemudian, mode yang digunakan adalah mode
pacemaker. Kita dapat menentukan pilihan denyut jantung apakah selalu tetap, fixed, (alat akan
memacu jantung dengan frekuensi yang tetap sebagaimana yang kita pilih) atau sesuai
kebutuhan, demand, (alat akan memacu jantung dengan frekuensi yang berubah-ubah sesuai
dengan denyut jantung pasien sehingga total denyut jantung dalam satu menit sama dengan pilihan
yang kita pilih). Namun, yang direkomendasikan adalah mode demand sehingga denyut jantung
akan tetap dalam kisaran yang kita harapkan, misalnya 60-80 kali permenit.
Pengaturan lain yang perlu kita atur adalah kuat arus. Target pemilihan kuat arus adalah
untuk memastikan terjadi capture dari pacu jantung. Maksudnya adalah setiap kali alat memacu
jantung selalu diikuti dengan QRS. Hal ini dapat kita pantai pada gambaran EKG. Ada dua metode
yang bisa kita terapkan dalam memilih kuat arus. Yang pertama adalah memilih dari kuat arus
paling rendah, kemudian dinaikan hingga terjadi capture. Kemudian, tambahkan sekitar 5 mA dari
kuat arus terendah yang sudah capture. Diharapkan irama tetap capture meski pasien bergerak-
gerak. Metode kedua adalah langsung menggunakan kuat arus yang tinggi (yang mana sudah
terjadi capture), kemudian diturunkan hingga tidak lagi capture. Selanjutnya, kuat arus yang
dipilih adalah kuat arus terakhir yang masih capture.
Selain pacu jantung transkutan, kita dapat memilih menggunakan obat (kecuali pada AV
blok derajat 2 tipe 2 atau AV blok total yang mana pilihannya adalah pacu jantung) yaitu dopamin
atau epinefrin. Dopamin diberikan secara drip intravena. Dosis dopamin pada bradikardia lebih
rendah apabila tidak disertai dengan kasus hipotensi dan syok yaitu 2-10 mcg/kgBB/menit.
Sementara pada kasus hipotensi dan syok dosis dopamin adalah 2-20 mcg/kgBB/menit. Hal
tersebut dikarenakan pada dosis >10 mcg/kgBB/menit dopamin menyebabkan vasokonstriksi.
Apabila terjadi bradikardi disertai dengan tekanan darah yang rendah, dopamin dengan dosis yang
dapat menyebabkan vasokonstriksi tetap baik diberikan.

Sementara itu, epinefrin drip intravena dosisnya adalah 2-10 mcg/menit (tidak
menggunakan kgBB). Selanjutnya, dilakukan pengawasan perkembangan pasien serta konsultasi
pada ahli. Perlu dinilai juga akan kemungkinan pasien memerlukan pacu jantung transvena.

Anda mungkin juga menyukai