Anda di halaman 1dari 25

Clinical Science Session

KISTA DAN ABSES BARTOLINI

Oleh:

Sharifah Husna S.M 1010314009

Preseptor:

dr. Suhadi, Sp.OG

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Bagian Obstetri Dan Ginekologi
RSUD Adnaan WD Payakumbuh
2017
DAFTAR ISI

Daftar Isi 2

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang...... 3


1.2. Batasan masalah........ 4
1.3. Tujuan Penulisan....... 4
1.4. Metode Penulisan.......... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1.Anatomi Kelenjar Bartolini........3

2.2.Definisi Kista dan Abses Bartolini.6


2.3.Epidemiologi Kista dan Abses Bartolini....7

2.4.Etiologi Kista dan Abses Bartolini.8

2.5.Patofisiologi dan Patogenesis Kista dan Abses Bartolini.10

2.6.Manifestasi Klinis Kista dan Abses Bartolini...11

2.7. Diagnosis Kista dan Abses Bartolini....14

2.8.Diagnosis banding Kista dan Abses Bartolini...16

2.9.Penatalaksanaan Kista dan Abses Bartolini...17

2.10. Komplikasi Kista dan Abses Bartolini23

DAFTAR PUSTAKA 24

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kista barthtolini merupakan salah satu kelainan pada vulva berukuran relatif

besar yang paling sering dijumpai. Penyakit ini pertama kali diperkenalkan oleh

seorang ahli anatomi Belanda pada tahun 1677 bernama Casper Bartolini. Kelenjar

ini merupakan kelenjar vestibuler terbesar menyerupai kelenjar cowper (kelenjar

bulbouretral) pada laki-laki, yang letaknya tertutup dan berpasangan. Kelenjar ini

berfungsi untuk mensekresi cairan pembersih, mukus yang alkalis kedalam duktus

yang bagian dalamnya tersusun atas sel kolumner dan bagian luar tersusun atas epitel

transisional.1

Kista barhtolini adalah tersumbatnya saluran lubrikasi pada vagina atau

membesarnya muara saluran lubrikasi, yang berakibat tidak keluarnya cairan

lubrikasi yang mestinya keluar. Kista bartolini merupakan masalah yang sering

didapatkan pada wanita usia reproduksi, kebanyakan kasus terjadi pada usia 20

sampai 30 tahun dengan sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami kista bartolini

atau abses, sehingga hal ini merupakan masalah yang perlu untuk dicermati. Hal ini

berhubungan dengan aktifitas kelenjar bartolini yang berkurang pada masa

menopause. 2,3

3
1.1 Batasan Masalah

Makalah ini membahas epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi

klinis, diagnosis, pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan dari kista dan abses

bartolini.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan dari makalah ini meliputi definisi, epidemiologi, etiologi, gambaran

klinis, diagnosis, penatalaksanaan dari kista dan abses bartolini.

1.3 Manfaat Penulisan

Makalah ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber keilmuan yang terstruktur

bagi calon dokter sehingga dapat mengenali kasus dari kista dan abses bartolini

dengan benar di layanan primer.

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan makalah ini adalah dengan tinjauan pustaka yang merujuk pada

berbagai literatur.

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kelenjar Bartolini

Kelenjar bartolini atau glandula vestibularis mayor merupakan salah satu

organ genitalia eksterna pada wanita. Kelenjar bartolini berjumlah dua buah

berbentuk bundar, dan terletak posterolateral dari vestibulum arah jam 4 dan jam 8.

Saluran keluar dari kelenjar ini bermuara pada celah yang terdapat diantara labium

minus pudendi dan tepi hymen. Glandula ini homolog dengan glandula

bulbourethralis pada pria. Kelenjar ini tertekan pada waktu coitus dan mengeluarkan

sekresinya untuk membasahi atau melicinkan permukaan vagina di bagian caudal.

Kelenjar bartolini diperdarahi oleh arteri bulbi vestibuli, dan dipersarafi oleh nervus

pudendus dan nervushemoroidal inferior. 1,2

Kelenjar bartolini sebagian tersusun dari jaringan erektil dari bulbus, jaringan

erektil dari bulbus menjadi sensitif selama rangsangan seksual dan kelenjar ini akan

mensekresi sekret yang mukoid yang bertindak sebagai lubrikan. Drainase pada

kelenjar ini oleh saluran dengan panjang kira-kira 2-2,5 cm yang terbuka ke arah

orificium vagina sebelah lateral hymen, normalnya kelenjar bartolini tidak teraba

pada pemeriksaan palpasi.

5
Gambar 2.1 Anatomi Kelenjar Bartolini 3

Kelenjar bartolini diperdarahi oleh arteri bulbi vestibule, dipersarafi oleh

nervus pudendus dan nervushemoroidal inferior. Kelenjar bartolini sebagian tersusun

dari jaringan erektil dari bulbus, dimana jaringan ini akan menjadi sensitif selama

rangsangan seksual dan akan mensekresi sekret mukoid yang bertindak sebagai

lubrikan. Normalnya kelenjar bartolini tidak teraba pada pemeriksaan palpasi.1

2.2 Definisi Kista dan Abses Bartolini

Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk

di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Suatu abses terjadi bila kista

menjadi terinfeksi. Kista kelenjar Bartolini terbentuk apabila kelenjar ini menjadi

tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka

panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini

6
akan melekat satu sama lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang

dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar

membengkak dan membentuk suatu kista. 4

2.3 Epidemiologi Kista dan Abses Bartolini

Kista Bartolini merupakan kista yang sering terjadi pada vulva. Dua persen

wanita mengalami kista Bartolini atau abses kelenjar pada suatu saat dalam

kehidupannya. Abses umumnya hampir terjadi tiga kali lebih banyak daripada kista.

Salah satu penelitian kasus kontrol menemukan bahwa wanita berkulit putih dan

hitam yang lebih cenderung untuk mengalami kista bartolini atau abses bartolini

daripada wanita hispanik, dan bahwa perempuan dengan paritas yang tinggi memiliki

risiko terendah. Kista Bartolini, yang paling umum terjadi pada labia majora.

Involusi bertahap dari kelenjar Bartolini dapat terjadi pada saat seorang

wanita mencapai usia 30 tahun. Hal ini mungkin menjelaskan lebih seringnya terjadi

kista Bartolini dan abses selama usia reproduksi. Biopsi eksisional mungkin

diperlukan lebih dini karena massa pada wanita pascamenopause dapat berkembang

menjadi kanker. Beberapa penelitian telah menyarankan bahwa eksisi pembedahan

tidak diperlukan karena rendahnya risiko kanker kelenjar Bartholin (0,114 kanker per

100.000 wanita-tahun). Namun, jika diagnosis kanker tertunda, prognosis dapat

menjadi lebih buruk. Kebanyakan kasus terjadi pada wanita usia reproduktif, antara

20 sampai 30 tahun. Namun, tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada wanita

yang lebih tua atau lebih muda.4

7
2.4 Etiologi Kista dan Abses Bartolini

Pembesaran kista bartolini bisa terjadi akibat parut setelah infeksi (terutama

yang disebabkan oleh nisereria gonorea dan kadangkadang streptokok dan stafilokok)

atau trauma yang kemudian menyebabkan sumbatan pada saluran ekskresi kelenjar

Bartolini.Obstruksi distal saluran bartolini bisa mengakibatkan retensi cairan, dengan

dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan kista. Kista dapat terinfeksi, dan

abses dapat berkembang dalam kelenjar. Kista Bartolini tidak selalu harus terjadi

sebelum abses kelenjar.2

Infeksi pada abses bartolini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri, termasuk

organisme yang menyebabkan penyakit menular seksual seperti Klamidia dan Gonore

serta bakteri yang biasanya ditemukan di saluran pencernaan, seperti Escherichia coli.

Umumnya abses ini melibatkan lebih dari satu jenis organism. Meskipun Neisseria

gonorrhoeae adalah mikroorganisme aerobik yang dominan mengisolasi, bakteri

anaerob adalah patogen yang paling umum.

Chlamydia trachomatis juga mungkin menjadi organisme kausatif. Namun,

kista saluran Bartolini dan abses kelenjar tidak lagi dianggap sebagai bagian eksklusif

dari infeksi menular seksual. Selain itu operasi vulvovaginal adalah penyebab umum

kista dan abses tersebut. 2,

8
Tabel 2.1 Bakteri Penyebab Kista dan Abses Bartolini.5

2.5 Patofisiologi dan Patogenesis Kista dan Abses Bartolini

Pembentukan kista dan pelebaran duktus terjadi akibat tersumbatnya bagian

distal dari duktus Bartolini yang dapat menyebabkan retensi dari sekresi.

Kista tersebut dapat menjadi terinfeksi, dan abses bisa berkembang dalam kelenjar.

Pembesaran kistik terjadi akibat parut setelah infeksi (terutama yang disebabkan oleh

N.gonorrhea, kadang- kadang streptokokus dan stafilokokus) atau trauma yang

kemudian menyebabkan sumbatan pada saluran ekskresi kelenjar Bartholini.

Peradangan pada kista yang terbentuk akibat sumbatan duktus sekretorious dan

kelenjer Bartholini dapat juga terjadi secara kronis dan berlangsung hingga bertahun-

tahun.

9
Bila terjadi pada usia pascamenopouse, sebaiknya dilakukan pemeriksaan

secara saksama terkait risiko tinggi terhadap keganasan. Kelenjar Bartholini sangat

sering terinfeksi dan dapat membentuk kista atau abses pada wanita usia reproduksi.

Kista dan abses bartolini seringkali dibedakan secara klinis.6 Kista Bartolini

terbentuk ketika ostium dari duktus tersumbat, sehingga menyebabkan distensi dari

kelenjar dan tuba yang berisi cairan.

Kista bartolini dengan diameter 1-3 cms seringkali asimptomatik. Sedangkan

kista yang berukuran lebih besar, kadang menyebabkan nyeri dan dispareunia. Abses

Bartolini merupakan akibat dari infeksi primer dari kelenjar, atau kista yang

terinfeksi. Pasien dengan abses Bartolini umumnya mengeluhkan nyeri vulva yang

akut dan bertambah secara cepat dan progresif. Abses kelenjar Bartolini disebakan

oleh polymicrobial.2,5,6

10
2.6 Manifestasi Klinis Kista dan Abses Bartolini

Jika kista kelenjar Bartolini masih kecil dan belum terjadi inflamasi, penyakit

ini bisa menjadi asimptomatik. . Tetapi bila berukuran besar dapat menyebabkan rasa

kurang nyaman saat berjalan atau duduk. Bila pembesaran kistik tidak disertai infeksi

lanjutan atau sekunder, umumnya tidak akan menimbulkan gejala-gejala khusus dan

hanya dikenali melaluli palpasi. Kista biasanya nampak sebagai massa yang menonjol

secara medial dalam introitus posterior pada regio yang duktusnya berakhir di dalam

vestibula. Jika kista menjadi terinfeksi maka bisa terjadi abses pada kelenjar. Indurasi

biasa terjadi pada sekitar kelenjar, dan aktivitas seperti berjalan, duduk atau

melakukan hubungan seksual bisa menyebabkan rasa nyeri pada vulva.

11
Gambar 2.2 Kista Bartolini

Kista duktus Bartolini dan abses glandular harus dibedakan dari massa vulva

lainnya. Karena kelenjar Bartolini biasanya mengecil saat menopause, pertumbuhan

vulva pada wanita postmenopause harus dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya

keganasan , khususnya jika massa irregular, nodular dan indurasi persisten. Kista

Bartolini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang dirasakan sebagai

benda padat dan menimbulkan kesulitan pada waktu koitus. Tanda kista Bartolini

yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak nyeri pada salah satu sisi vulva

disertai kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva.

Keluhan pasien pada umumnya adalah benjolan, nyeri, dan dispareunia.

Penyakit ini cukup sering rekurens. Pada Bartolinitis akuta kelenjar membesar,

merah, nyeri, dan lebih panas dari daerah sekitarnya. Isinya cepat menjadi nanah yang

dapat keluar melalui duktusnya, atau jika duktusnya tersumbat, mengumpul di

12
dalamnya dan menjadi abses yang kadang-kadang dapat menjadi sebesar telur bebek.

Jika belum menjadi abses, keadaan bisa di atasi dengan antibiotika, jika sudah

bernanah harus dikeluarkan dengan sayatan. Pasien dengan abses dapat memberikan

gejala sebagai berikut:

1) Nyeri yang akut disertai pembengkakan labial unilateral.

2) Dispareunia

3) Nyeri pada waktu berjalan dan duduk

4) Nyeri yang mendadak mereda, diikuti dengan timbulnya discharge

(sangat mungkin menandakan adanya ruptur spontan dari abses)4

Gambar 2.3 Abses Kelenjar Bartolini 3

13
2.7 Diagnosis Kista dan Abses Bartolini

2.7.1 Anamnesa

Pada anamnesa abses kelenjar bartolini biasanya ditemukan gejala klinis,

berupa :

Benjolan

Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik, atau berhubungan seksual

(dispareunia)

Umumnya tidak disertai demam, kecuali jika terinfeksi dengan

mikroorganisme yang ditularkan melalui hubungan seksual atau ditandai

dengan adanya perabaan kelenjar limfe pada inguinal

Pembengkakan area vulva selama 2-4 hari

Biasanya ada sekret di vagina, kira-kira 4 sampai 5 hari pasca pembengkakan,

terutama jika infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang ditularkan melalui

hubungan seksual

Nyeri yang mendadak mereda, diikuti dengan timbulnya discharge

(sangat mungkin menandakan adanya ruptur spontan dari abses)5

Teraba massa unilateral pada labia mayor sebesar telur ayam, lembut, dan

berfluktuasi, atau terkadang tegang dan keras.5

2.7.2 Pemeriksaan fisik4,6,7

Kista kelenjar Bartolini dapat didiagnosis melalui pemeriksaan fisik

khususnya dengan pemeriksaan ginekologis pelvik. Pemeriksaan fisik dengan posisi

14
litotomi. Hasil pemeriksaan fisik yang diperoleh dari pemeriksaan terhadap abses

bartolini adalah sebagai berikut: 1,4,5,10

Pada inspeksi, terlihat massa unilateral di daerah labium, biasanya pada

labium minor arah jam 4 dan 8 atau posisi jam 5 atau 7 dengan daerah sekitar

yang eritema dan edema. Dalam beberapa kasus didapatkan daerah selulitis

disekitar abses

Pada perabaan teraba massa yang lunak, berbatas tegas, berfluktuasi dan

sangat nyeri tekan dengan daerah sekitar yang eritema dn edema.

Jika abses telah pecah secara spontan, dapat terdapat duh yang purulen

2.7.2 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan gram dan biakan materi purulen membantu identifikasi

bakteri patogen11

Pemeriksaan darah rutin untuk melihat adanya tidaknya leukositosis.

Namun apabila pasien afebris, pemeriksaan darah rutin tidak diperlukan. 12

Mengambil sampel sekresi dari vagina atau servix untuk

mengetahuiadanya infeksi menular seksual, gonore, sifilis atau infeksi

menular seksual lainnya. Kultur jaringan dibutuhkan untuk

mengidentifikasi jenis bakteri penyebab infeksi Gonorrhea dan

Chlamidya. Untuk kultur, di ambil swab dari abses atau daerah lain seperti

serviks. Hasil tes ini baru dapat dilihat setelah 48 jam kemudian, tetapi hal

ini tidak menunda pengobatan. Dari hasil tes ini dapat diketahui apakah

antibiotik perlu diberikan.11

15
Biopsi dari massa untuk mengetahui adanya sel-sel kanker, bagi

pasien:12,13

a. Perimenopause, menopause atau lebih dari 40 tahun

b. Kegagalan penyembuhan dengan pengobatan yang teratur

c. Ada riwayat menderita keganasan labial

d. Kronik dan atau tidak nyeri sama sekali

2.8 Diagnosis Banding Kista dan Abses Bartolini

Tabel 2.2 Diagnosis banding kistik dan lesi padat vulva

Lesion Location Characteristics


Cystic lesions
Bartolini's duct Vestibule Usually unilateral; asymptomatic if remains
cyst small
Epidermal Labia majora Benign, mobile, nontender; caused by
inclusion cyst (usually) trauma or obstruction of pilosebaceous ducts
Mucous cyst of Labia minora, Soft, less than 2 cm in diameter, smooth
the vestibule vestibule, surface, superficial location; solitary or
periclitoral area multiple; usually asymptomatic
Hidradenoma Between labia Benign, slow-growing, small nodule (2 mm
papilliferum majora and labia to 3 cm); arises from apocrine sweat glands
minora
Cyst of the canal Labia majora, Soft, compressible; peritoneum entrapped
of Nuck mons pubis within round ligament; may mimic inguinal
hernia
Skene's duct cyst Adjacent to Benign, asymptomatic; if large, may cause
urethral meatus in urethral obstruction and urinary retention
vestibule

16
Solid lesions
Fibroma Labia majora, Firm, asymptomatic; may develop pedicle;
perineal body, may undergo myxomatous degeneration;
introitus potential for malignancy
Lipoma Labia majora, Benign, slow-growing; sessile or
clitoris pedunculated

2.9 Penatalaksanaan Kista dan Abses Bartolini

2.9.1 Tindakan Operatif

Terapi utama terhadap kista Bartholini adalah dengan prosedur marsupialisasi

yaitu drainase kista dan abses. Pengosongan dan drainase eksudat abses dengan

menggunakan katater Ward. Tindakan ini dapat mengurangi keluhan pasien untuk

sementara waktu karena jenis insisi tersebut rekurensinya bisa terjadi dengan

obstruktif ulangan sehingga terjadi kembali kista. Setelah tindakan ini, antibiotika

dapat diberikan sesuai dengan hasil pemeriksaan apus atau kultur bakteri.

Beberapa prosedur yang dapat digunakan:7,8,9

Insisi dan Drainase

Insisi dan drainase merupakan prosedur yang cepat dan mudah dilakukan serta

memberikan pengobatan langsung pada pasien, namun prosedur ini harus

diperhatikan karena ada kecenderungan kekambuhan kista atau abses. 9

17
Word Catheter

Word catheter merupakan sebuah kateter kecil dengan balon yang dapat

digembungkan dengan saline pada ujung distalnya, biasanya digunakan untuk

mengobati kista dan abses Bartolini. Panjang dari kateter karet ini adalah sekitar 1

inch dengan diameter No.10 french foley kateter. Balon kecil di ujung Word catheter

dapat menampung sekitar 3-4 mL larutan saline.9 Jika Kista Bartolini atau abses

terlalu dalam, pemasangan Word catheter tidak praktis, dan pilihan lain harus

dipertimbangkan.

Prosedur tindakan menggunakan words catheter 6 :

1) Persiapan steril, anestesi local.

2) Dinding kista/ abses dijepit dengan forceps kecil dan blade no.11.

3) Insisi sepanjang 5 mm pada permukaan kista/abses

4) Insisi harus dibuat dalam introitusexternal hingga ke cincin hymenal pada area

sekitar orifice dari duktus.

5) Word catheter dimasukkan, dan ujung balon dikembangkan (2 ml- 3 ml

saline)

18
6) Balon yang mengembang ini membuat kateter tetap berada di dalam rongga

kista atau abses. Ujung bebas dari kateter dapat dimasukkan ke dalam vagina.

7) Agar terjadi epitelisasi pada daerah bekas pembedahan, Word catheter

dibiarkan di tempat selama empat - enam minggu, meskipun epithelialisasi

mungkin terjadi lebih cepat sekitar tiga - empat minggu.

Gambar 2.5 Word Catheter

Marsupialisasi6,7,9

Alternatif pengobatan selain penempatan Word catheter adalah marsupialisasi

dari kista Bartolini . Prosedur ini tidak boleh dilakukan ketika terdapat tanda- tanda

abses akut.

19
Gambar 2.6 Marsupialisasi Kista Bartolini

Prosedur tindakan menggunaka teknik marsupialisasi:

1) Disinfeksi dinding kista sampai labia dengan menggunakan betadine.

2) Dilakukan lokal anastesi dengan menggunakan lidokain 1 %.

3) Dibuat insisi vertikal pada kulit labium sedalam 0,5cm (insisi sampai diantara

jaringan kulit dan kista/ abses) pada sebelah lateral dan sejajar dengan dasar

selaput himen.

4) Dilakukan insisi pada kista dan dinding kista dijepit dengan klem pada 4 sisi,

sehingga rongga kista terbuka dan kemudian dinding kista diirigasi dengan

cairan salin.

5) Dinding kista dijahit dengan kulit labium dengan atraumatik catgut. Jika

memungkinkan muara baru dibuat sebesar mungkin (masuk 2 jari tangan),

dan dalam waktu 1 minggu muara baru akan mengecil separuhnya, dan dalam

20
waktu 4 minggu muara baru akan mempunyai ukuran sama dengan muara

saluran kelenjar bartolini sesungguhnya.

Eksisi (Bartoliniectomy)9,10

Eksisi dari kelenjar Bartolini dapat dipertimbangkan pada pasien yang

tidak berespon terhadap drainase, namun prosedur ini harus dilakukan saat tidak ada

infeksi aktif. Eksisi kista bartolini karena memiliki risiko perdarahan, maka sebaiknya

dilakukan di ruang operasi dengan menggunakan anestesi umum.

Prosedur tindakan dengan eksisi :

1) Pasien ditempatkan dalam posisi dorsal lithotomy.

2) Lalu dibuat insisi kulit berbentuk linear yangmemanjang sesuai ukuran kista

pada vestibulum dekat ujung medial labia minora dan sekitar 1 cm lateral dan

parallel dari hymenal ring. Hati hati saat melakukan insisi kulit agar tidak

mengenai dinding kista. Struktur vaskuler terbesar yang memberi suplai pada

kista terletak pada bagian posterosuperior kista. Karena alasan ini, diseksi

harus dimulai dari bagian bawah kista dan mengarah ke superior.

3) Bagian inferomedial kista dipisahkan secara tumpul dan tajam dari jaringan

sekitar. Alur diseksi harus dibuat dekat dengan dinding kista untuk

menghindari perdarahan plexus vena dan vestibular bulb dan untuk

menghindari trauma pada rectum.

21
Gambar 2.7 Diseksi Kista

4) Setelah diseksi pada bagian superior selesai dilakukan, vaskulariasi

utama dari kista dicari dan di klem dengan menggunakan hemostat. Lalu

dipotong dan diligasi dengan benang chromic atau benang

delayed absorbable 3-0.

5) Cool packs pada saat 24 jam setelah prosedur dapat mengurangi nyeri,

pembengkakan, dan pembentukan hematoma. Setelah itu, dapat dianjurkan

sitz bath hangat 1-2 kali sehari untuk mengurangi nyeri post operasi dan

kebersihan luka.

Gambar 2.8 Ligasi pembuluh darah

22
2.9. Komplikasi Kista dan Abses Bartolini 11

Komplikasi yang paling umum dari abses bartolini adalah kekambuhan. Pada

beberapa kasus dilaporkan necrotizing fasciitis setelah dilakukan drainase abses.

Perdarahan, terutama pada pasien dengan koagulopati dan timbul jaringan parut.

23
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk

di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Suatu abses terjadi bila kista

menjadi terinfeksi. Pembesaran kista bartolini bisa terjadi akibat parut setelah infeksi

(terutama yang disebabkan oleh nisereria gonorea dan kadang kadang streptokok dan

stafilokok) atau trauma yang kemudian menyebabkan sumbatan pada saluran ekskresi

kelenjar Bartolini.

Kista Bartolini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang

dirasakan sebagai benda padat dan menimbulkan kesulitan pada waktu koitus. Jika

kista bartolini masih kecil dan tidak terinfeksi, umumnya asimtomatik. Tetapi bila

berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang nyaman saat berjalan atau duduk.

Keluhan pasien pada umumnya adalah benjolan, nyeri, dan dispareunia.

Pasien dengan abses dapat memberikan gejala berupa nyeri yang akut disertai

pembengkakan labial unilateral, dispareunia, nyeri pada waktu berjalan dan duduk,

nyeri yang mendadak mereda, diikuti dengan timbulnya discharge (sangat mungkin

menandakan adanya ruptur spontan dari abses).

Penataksanaan terhadap kista dan abses barttolini dapat dilakukan dengan

tindakan operatif dan medikamentosa. Dengan penatalaksanaan yang tepat kista

barttolini dapat disembuhkan, walaupun angka rekurensinya tergolong cukup tinggi.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, F.G., MacDonald, P.C. 2014. Obstetri Williams. Ed 24 Jakarta:


EGC.
2. Prawirohardjo S. 2011. Ilmu Kandungan. Ed 3. Jakarta: Bina Pustaka Sar.
3. Omole, F., Simmons BJ., Hacker Y. 2003. Management of Bartolinis Duct Cyst
and Gland Abscess. Morehouse School of Medicine: Georgia
4. Blumstein, A Howard. 2005. Bartolini Gland Diseases.
http://www.emedicine.com/emerg/topic54.
5. Lee Min Y., Dalpiaz A., Schwamb R., Miao Y., Waltzer W., Ali Khan. Clinical
Pathology of Bartolinis Glands: A Review of the Literature
6. Hill Ashley, M.D. 2002. Office Management of Bartolini Gland Cyst and
Abscess. http://www.fpnotebook.com/GYN 199.htm
7. Omole,FolashadeM.D. 2003. Management of Bartolini's Duct Cyst and Gland
Abscess. http://www. Aafp.org/afp/20030701/135.html.
8. Wiknjosastro, Hanifa. 1999. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
9. Bunker CB, Neill SM. The Genital, Perianal and Umbilical Regions in : Burn T,
Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rooks Textbook of Dermatology.
Massachusetts:Blackwell Science; 2004. p.68.67
10. S Parvathi, et all. Bartolinitis caused by Streptococcus pneumoniae : Case report
and review of literature. Indian journal of pathology and microbiology. 2009.
52(2): 265-266
11. Tanaka, et all. Microbiology of Bartolinis Gland Abscess in Japan. Journal of
Clinical Microbiology. 2005 August 43(8): 4258-4261
12. Amiruddin DM, Anggreni D, Madjid A, Bartolinitis dan Kista Bartolini in:
Amiruddin DM, ed. Penyakit Menular Seksual. Makassar: Bagian Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2004. P.163-
175.

25

Anda mungkin juga menyukai