Anda di halaman 1dari 19

Kelainan Refraksi Mata pada Laki-laki Usia 22 Tahun

Jefri Patriawan
102014092
patriawanjefri@gmail.com
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida

Skenario 2 : pasien seorang anak laki-laki usia 22 thaun, dating ke poli umum dengan keluhan
tulisan di proyektor LCD dan di TV kurang jelas.
Pendahulan
Mata merupakan salah satu indra penting bagi manusia yang berfungsi sebagai indra
penglihatan yang juga membantu dalam perkembangan identitas diri, kepandaian dan
keterampilan. Proses penglihatan mengalami perkembangan dimulai sejak bayi. Terdapat
beberapa periode penting untuk mencapai tingkat kematangan. Periode pertama yang paling
menentukan ialah 6 bulan pertama kehidupan, kemudian sampai 2 tahun, berikutnya sampai 5
tahun. Sesudah 5 tahun masih ada perkembangan, tetapi sudah tidak begitu pesat lagi sampai usia
9 tahun. Selama masa ini sistem penglihatan peka terhadap faktor ambliopiagenik yaitu deprivasi
cahaya, kurang fokusnya alat optik dan strabismus. Hal ini dapat menyebabkan penurunan
ketajaman atau kelainan refraksi secara perlahan yang pada akhirnya menetap.1
Individu dengan kelainan refraksi lebih besar kemungkinannya menderita kelaianan okular
patologis. Pada pasien dengan miopia terjadi peningkatan insiden penipisan retina, degenerasi
retina perifer, retinal detachment, dan glaukoma. Karena banyaknya kejadian gangguan refraksi
dan kemungkinan terjadinya gangguan okular patologis maka perlu dibahas lebih lanjut mengenai
kelainan refraksi mata.
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis), keluarga pasien atau dalam
keadaan tertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis). Berbeda dengan wawancara biasa,
anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, yaitu berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan
dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah
yang dikeluhkan oleh pasien.
Dari hasil anamnesis di peroleh hasil :
Keluahan diderita sejak usia 15 thaun
Keluhan bertambah buruk dan sering memicingkan mata dan mengucek kedua
matanya
Tidak ada riwayat mata merah, berair, dan alergi
Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Keadaan Umum dan TTV (Tanda Tanda Vital) dalam batas normal
2. Palpasi
3. Inspeksi tidak terdapat mata merah, edema, dan cairan
4. Pemeriksaan visus :
Okuli dextra (OD) 6/60- ph 6/40- koreksi S-2.00 cyl 0.75 180o : 6/6
Okuli sinistra (OS) 6/60- ph 6/50- koreksi S+ 0.75 : 6/40
5. Pemeriksaan segmen :
Segmen anterior ODS dalam batas normal
Segmen posterior ODS optic nerve bulat, batas tegas, CDR 0.3; A:V 2:3,
reflek macula positif, perifer tidak ada perdarahan maupun eksudat
6. Pemeriksaan tekanan intra ocular :
Tonomtri 15 mmHg
Pemeriksaan penujang
Refraktometer
Pemeriksaan visus secara objektif dapat dilakukan dengan automated refraction
yaitu mesin yang mendeteksi kelainan refraksi dengan mengukur bagaimana perubahan
sinar ketika memasuki mata. Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya dihasilkan
oleh alat dan respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan
refraksi yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa
detik.2
Gambar 1
Automated refractometer

Fogging test
Uji pemeriksaan astigmatisme dengan memakai prinsip mengistirahatkan akomodasi
dengan memakai lensa positif. Dengan mata istirahat pasien disuruh melihat astigmatisme dial
(juring astigmat). Bila garis vertikal yang terlihat jelas berarti garis ini telah terproyeksi baik pada
retina sehingga di perlukan koreksi bidang vertikal dengan memakai lensa silinder negative dengan
sumbu 180 derajat. Penambahan kekuatan silinder di berikan sampai garis pada juring
astigmatisme terlihat sama jelasnya.
Uji celah stenopik
Celah selebar 1 mm lurus yang terdapat pada lempeng dan di pergunakan untuk :
1. Mengetahui adanya astigmat
Penglihatan akan bertambah bila letak sumbu celah sesuai dengan sumbu astigmat yang
terdapat
2. Melihat sumbu koreksi astigmat
Penglihatan akan bertambah bila sumbunya mendeteksi sumbu silinder yang benar untuk
memperbaiki sumbu astigmat dilakukan dengan menggeser sumbu celah stenopik berbeda
dengan sumbu silinder di pasang, bila terdapat perbaikan penglihatan maka ini menunjukan
sumbu asttigmatisme belum tepat
3. Untuk mengetahui besarnya astigmat, dilakukan hal yang sama dengan sumbu celah
berhenti pada ketajaman maksimal. Pada sumbu ini di taruh lensa positif dan lensa negative
yang memberikan ketajaman maksimal. Kemudian sumbu stenopik di putar 90 derajat dari
sumbu pertama. Ditaruh lensa positif atau negatif yang memberikan ketajaman maksimal.
Perbedaan antara kedua kekuatan lensa sferis yang di pasangkan merupakan besarnya
astigmatisme kornea tersebut
4. Menentukan rencana pembedahan iridektomi optic. Dengan pupil di lebarkan maka celah
stenopik di putar-putar letaknya di depan mata. Kemudian di lihat kedudukan stenopik
yang memberikan tajam penglihatan maksimun, pada sumbu ini di lakukan irideltomi
optic.
Anatomi Mata
Bola mata (bulbus oculi terdapat di dalam rongga orbita yang melindungi bola mata. Bola
mata digerakkan oleh otot okular. Struktur lain yang berhubungan dengan mata yaitu otot, fasia,
alis mata, kelopak mata, konjungtiva, dan apparatus lacrimal.3Bola mata diselubungi oleh lemak,
tetapi terdapat selubung membranosa yang memisahkan bola mata dari lemak yaitu fascia bulbi.
Mata terbagi menjadi dua segmen yaitu segmen anterior yang transparan dan merupakan 1/6
bagian bola mata dan segmen posterior yang merupakan 5/6 bagian bola mata.
Struktur yang terdapat pada mata dari anterior ke posterior yaitu konjungtiva, kornea,
sklera, iris, aquaeus humor, lensa, uvea, badan siliar, vitreus humor, choroid, retina, dan saraf
optik.

Gambar 1
Gambar 2
Bola mata
Gambar 3
Anatomi mata, potongan melintang.
Kornea
Kornea adalah jaringan transparan dan bersifat tembus cahaya, sifat tembus cahaya pada
kornea disebabkan oleh strukturnya yang uniform, avaskular, dan deturgesens. Kornea disisipkan
ke sklera di limbus, lekuk melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea
dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi, dan diameternya
sekitar 11,5 mm. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda:
lapisan epitel (yang bersambung dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman,
stroma, membrane Descement, dan lapisan endotel. Lapisan epitel mempunyai lima atau enam
lapis sel, endotel hanya satu lapis. Lapisan Bowman merupakan lapisan jernih aseluler, yang
merupakan bagian stroma yang berubah. Membran Descement adalah sebuah membran elastik
yang jernih yang tampak amorf pada pemeriksaan mikroskopi elektron dan merupakan membran
basalis dari enjhyndotel kornea. Stroma kornea mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea.
Bagian ini tersusun dari lamella fibril-fibril kolagen dengan lebar sekitar 1 m yang saling
menjalin yang hampir mencakup seluruh diameter kornea. Lamella ini berjalan sejajar dengan
permukaan kornea dan karena ukuran dan periodisitasnya secara optik menjadi jernih. Lamella
terletak di dalam suatu zat dasar proteoglikan hidrat bersama dengan keratosit yang menghasilkan
kolagen dan zat dasar. Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah
limbus, humor aquaeus, dan air mata. Kornea superfisialis juga mendapatkan oksigen sebagian
besar dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari percabangan pertama (oftalmika) dari
nervus kranialis V (trigeminus).
Aqueous Humor
Humor aquaeus diproduksi oleh korpus siliar. Setelah memasuki kamera posterior, humor
aquaeus melalui pupil dan masuk ke kamera anterior dan kemudian ke perifer menuju ke sudut
kamera anterior.
Lensa
Lensa adalah struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir transparan sempurna.
Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di belakang iris, lensa digantung oleh zonula yang
menghubungkannya dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aquaeus, di
sebelah posteriornya vitreus. Kapsula lensa adalah suatu membrane yang semipermeabel (sedikit
lebih permeable daripada dinding kapiler) yang akan memperbolehkan air dan elektrolit masuk.
Di sebelah depan terdapat selapis epitel subskapular. Nukleus lensa lebih keras daripada
korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi,
sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks
terbentuk dari lamellae kosentris yang panjang. Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan
persambungan lamellae ini ujung-ke-ujung berbentuk {Y} bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk
{Y} ini tegak di anterior dan terbalik di posterior. Masing-masing serat lamellar mengandung
sebuah inti gepeng. Pada pemeriksaan mikroskopik, inti ini jelas dibagian perifer lensa didekat
ekuator dan bersambung dengan lapisan epitel subkapsul.
Lensa digantung ditempatnya oleh ligamentum yang dikenal sebagai zonula (zonula
Zinnii), yang tersusun dari banyak fibril dari permukaann korpus siliare dan menyisip kedalam
ekuator lensa. Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein (kandungan
protein tertinggi diantara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di
jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan
lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada
serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di lensa.
Vitreus
Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang membentuk dua pertiga
dari volume dan berat mata. Vitreus mengisi ruangan yang dibatasi oleh lensa, retina dan diskus
optikus. Permukaan luar vitreus-membran hialoid-normalnya berkontak dengan struktur-struktur
berikut: kapsula lensa posterior, serat-serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina dan caput nervi
optici. Basis vitreus mempertahankan penempelan yang kuat sepanjang hidup ke lapisan epitel
pars plana dan retina tepat di belakang ora serrata. Perlekatan ke kapsul lensa dan nervus optikus
kuat pada awal kehidupan tetapi segera hilang. Vitreus berisi air sekitar 99%. Sisanya 1% meliputi
dua koponen, kolagen dan asam hialuronat, yang memberikan bentuk dan konsistensi mirip gel
pada vitreus karena kemampuannya mengikat banyak air.
Kelainan Refraksi
Gangguan refraksi (ametropia) merupakan gangguan yang terjadi dimana sinar paralel
yang masuk pada mata yang tidak berakomodasi tidak terfokus pada retina. Yang termasuk
gangguan refraksi yaitu miopia, hiperopia, astigmatisma, dan presbiopia. Miopia terjadi karena
cahaya yang datang berfokus di depan retina sedang hiperopia terjadi karena cahaya berfokus di
belakang retina. Astigmatisma terjadi jika cahaya yang masuk ke mata tidak disokuskan pada satu
titik fokus. Astigmatisma dapat terjadi karena gangguan pada kornea, lensa, atau retina. Namun
yang paling sering adalah karena gangguan pada kornea. Presbiopia adalah kondisi penurunan
daya akomodasi karena usia tua. Gangguan refraksi yang dikatakan ringan sampai sedang adalah
miopia yang kurang dari 6.0 D, hiperopia yang kurang dari 3.0 D, dan astigmatisma regular yang
kurang dari 3.0 D. jika lebih dari batasan tersebut dikelompokkan sebagai gangguan refraktif
berat.4
Pembagian Kelainan Refraksi
Miopia atau rabun dekat, titik fokus berada di depan retina karena korneanya terlalu
cembung, panjang sumbu axial terlalu panjang, atau keduanya. Objek yang jauh tampak kabur,
tapi pederita dapat melihat objek dekat dengan jelas. Untuk mengoreksi miopia digunakan lensa
cekung. Hiperopia atau rabun jauh, titik fokus berada di belakang retina karena korneanya terlalu
datar, sumbu axial terlalu pendek, atau keduanya. Objek yang jauh tampak kabur, tapi pederita
dapat melihat objek dekat dengan jelas. Penderita dengan hiperopia ringan masih dapat melihat
jelas karena kemampuan berakomodasinya. Untuk mengoreksi hiperopia digunakan lensa
cembung. Astigmatisma disebabkan karena sinar dari arah berbeda-beda difokuskan pada titik
yang berbeda. Hal ini disebabkan karena perbedaan kelengkungan kornea yang bervariasi. Lensa
silindris digunakan untuk mengoreksi astigmatisma. Presbiopia adalah hilangnya kemampuan
lensa untuk mengubah bentuk dalam memfokuskan bayangan karena usia. Biasanya mulai
dikeluhkan pada usia 40 tahun ke atas. Lensa yang dipakai untuk mengoreksi kelainan ini adalah
lensa bifocal. Anisometropia adalah kelainan dimana perbedaan dioptri antara kedua mata
signifikan (biasanya lebih dari 3 dioptri). Jika dikoreksi dengan kacamata maka terjadi kesulitan
fusi bayangan atau supresi salah satu bayangan.

Gambar 4
Fokus bayangan pada A. mata normal, B. miopia, C. hipermetropia, dan D. astigmatisma
Miopia
Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang
berlebihan atau kerusakan refraksi mata sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan
retina dimana sistem akomodasi berkurang. Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat lebih
jelas bila dekat sedangkan melihat jauh kabur atau pasien adalah rabun jauh. Pasien miopia
mempunyai punctum remotum (titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata
selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia
konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau
esotropia.
Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli seperti
degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer,dengan miopik kresen pada papil saraf optik.
Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kaca mata sferis negative terkecil
yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Bila pasien dikoreksi dengan -3.0
memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi -3.25, maka sebaiknya diberikan
lensa koreksi -3.0 agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi.
Miopia dapat diklasifikasikan berdasarkan klinis, derajat, dan usia ketika terjadi.
Berdasarkan klinis miopia dibedakan menjadi miopia simpleks, nokturnal, pseudomiopia,
degeneratif, atau terinduksi. Miopia simpleks terjadi karena gangguan pada kekuatan optik kornea
atau lensa ataupun yang lebih jarang karena panjang aksial bola mata yang berlebihan. Miopia
simpleks merupakan bentuk yang paling sering dan biasanya kurang dari 6 dioptri. Miopia
nokturnal terjadi karena kurangnya cahaya sehingga mata berakomodasi lebih kuat dan terjadi
gangguan kontras untuk stimulus akomodasi pada keadaan gelap tersebut. Pseudomiopia terjadi
karena peningkatan kemampuan refraktif akibat overstimulasi akomodasi mata atau spasme otot
siliar. Miopia degeneratif terjadi karena perubahan degeneratif segmen posterior biasanya sering
akibat sekuela retinal detachment atau glaukoma. Miopia induksi terjadi akibat paparan obat, gula
darah, atau sklerosis nuklear lensa yang biasanya reversibel. Berdasarkan derajat miopia dibagi
menjadi ringan (1-3 dioptri), sedang (3-6 dioptri), atau berat (lebih dari -6 dioptri).5 Berdasarkan
onset terjadinya miopia dibedakan menjadi kongenital (terjadi pada bayi), miopia onset muda
(pada pasien <20 tahun), onset waktu dewasa muda (20-40 tahun), dan dewasa lanjut (>40 tahun).
Faktor resiko terjadinya miopia adalah terdapat riwayat keluarga yang menderita miopia,
terdapat miopia waktu retinoskopi nonsikloplegik pada bayi, penurunan emetropia waktu masuk
sekolah, esoforia dekat, gangguan kurvatura kornea, aksis yang terlalu panjang, dan gangguan
temporer retina waktu anak-anak. Etiologi yang mungkin untuk miopia simpleks adalah
diturunkan dari orang tua atau melihat dekat yang terlalu sering, untuk miopia nokturnal karena
level signifikan untuk akomodasi fokus gelap, pada pseudomiopia karena gangguan akomodasi,
eksoforia berat, atau agen agonis kolinergik. Pada miopia degenerasi karena diturunkan, retinopati,
dan gangguan cahaya ketika melewati media okular. Pada miopia terinduksi karena katarak yang
berhubungan dengan ketuaan, kadar gula adrah yang tinggi, atau paparan obat seperti
sulfonamide.
Gejala yang banyak dikeluhkan adalah pandangan kabur. Penglihatan untuk jauh kabur,
sedangkan untuk dekat jelas. Jika derajat miopianya terlalu tinggi, sehingga letak pungtum
remotum kedua mata terlalu dekat, maka kedua mata selalu harus melihat dalam posisi kovergensi,
dan hal ini mungkin menimbulkan keluhan (astenovergen) . Mungkin juga posisi konvergensi itu
menetap, sehingga terjadi strabismus konvergen (estropia). Apabila terdapat myopia pada satu
mata jauh lebih tinggi dari mata yang lain dapat terjadi ambliopia pada mata yang myopianya lebih
tinggi. Mata ambliopia akan bergulir ke temporal yang disebut strabismus divergen (eksotropia).
Tanda yang dijumpai pada pemeriksaan untuk miopia simpleks adalah pada segmen
anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif lebar. Kadang-kadang ditemukan
bola mata yang agak menonjol dan pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang
normal atau dapat disertai kresen myopia (myopic cresent) yang ringan di sekitar papil saraf optik.
Pada miopia patologik dapat dijumpai gambaran pada segmen anterior serupa dengan myopia
simpleks sedang gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada
Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenarasi yang
terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca.
Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas hubungannya
dengan keadaan myopia
Papil saraf optic: terlihat pigmentasi peripapil, kresen myopia, papil terlihat lebih pucat
yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen myopia dapat ke seluruh lingkaran
papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi
yang tidak teratur
Makula: berupa pigmentasi, kadang-kadang ditemukan pendarahan subretina pada
daerah makula
Retina bagian perifer: berupa degenersi kista retina bagian perifer
Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina. Akibat
penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut sebagai fundus
tigroid.
Untuk mengoreksi miopia digunakan lensa cekung agar sinar jatuh tepat pada
retina.

Gambar 5
Koreksi dengan lensa cekung
Hipermetropia
Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata
dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang etina.
Pada hipermetropia sinar sejajar di fokuskan di belakang macula lutea.6

Gambar 6
Koreksi dengan lensa cembung
Bayi dan anak-anak cenderung mengalami hipermetropia ringan. Sejalan dengan
pertumbuhan dan bertambah panjangnya mata, hipermetropia semakin berkurang.
Astigmatisma
Astigmatisma adalah keadaan dimana terjadi penglihatan yang kabur karena sinar dari arah
berbeda-beda difokuskan pada titik yang berbeda. Hal ini disebabkan karena perbedaan
kelengkungan kornea yang bervariasi. Astigmatisma ringan dapat atnpa gejala namun
astigmatisma yang berat dapat menyebabkan penglihatan kabur, mata lelah, dan sakit kepala.

Gambar 7
Gambaran yang dilihat oleh penderita astigmatisma
Manifestasi Klinis
Gejala utama gangguan refraksi adalah penglihatan yang kabur melihat objek jauh, dekat,
atau keduanya. Terkadang tonus musculus ciliaris yang terlalu kuat dapat menyebabkan sakit
kepala. Mata yang dipaksa untuk melihat dapat menyebabkan terjadinya ocular surface
desiccation, iritasi mata, gatal, mata lelah, sensasi terdapat benda asing, dan kemerahan.
Menyipitkan mata ketika membaca dan sering berkedip atau menggosok mata merupakan gejala
gangguan refraksi pada anak. Penglihatan kabur harus didiagnosis banding dengan kelainan mata
lainnya. Penting untuk dibedakan apakah mata kabur mengenai satu atau dua mata, apakah pupil
normal, bagaimana afferent pupillary defect (APD), apakah lensa koreksi atau pinhole
meningkatkan penglihatan. Penglihatan kabur monookuler dengan APD dapat diduga optic
neuritis, neuropati, atau atrophi. Penglihatan kabur binokular dengan perbaikan jika melihat
memakai lensa atau pinhole menunjukkan kelainan refraksi.
Anisopmetropia
Isometropia merupakan keadaan dimana kedua mata memiliki kekuatan refraksi yang sama.
Anisometropia merupakan salah satu kelainan refraksi mata, yaitu suatu keadaan dimana kedua
mata terdapat perbedaan kekuatan refraksi.1 Anisometropria dengan perbedaan antara kedua mata
lebih dari atau sama dengan 2,5 dioptri akan menyebabkan perbedaan bayangan sebesar 5% atau
lebih. Perbedaan bayangan antara kedua mata sebesar 5% atau lebih pada umumnya akan
menimbulkan gejala aniseikonia.7
Etiologi
Penyebab anisometropia dapat dikarenakan kongenital, dan didapat, yaitu:
1. Kongenital dan anisometropia karena pertumbuhan, yaitu muncul disebabkan oleh
perbedaan pertumbuhan dari kedua bola mata
2. Anisometropia didapat, yaitu mungkin disebabkan oleh aphakia uniokular setelah
pengangkatan lensa pada katarak atau disebabkan oleh implantasi lensa intra okuler dengan
kekuatan yang salah. Dapat terjadi juga karena trauma intraokuker pada mata.
Anisometropia dapat terjadi apabila:
1. mata yang satu hipermetropia sedangkan yang lain miopia (antimetropia)
2. mata yang satu hipermetropia atau miopia atau astagmatisma sedangkan yang lain
emetropia
3. mata yang satu hipermetropia dan yang lain juga hipermetropia, dengan derajat refraksi
yang tidak sama
4. mata yang satu miopia dan yang lain juga miopia dengan derajat refraksi yang tidak sama
5. mata yang satu astigmatisma dan yang lain juga astigmatisma dengan derajat yang tidak
sama
Klasifikasi Anisometropia
1. Simple anisometropia: dimana refraksi satu mata adalah normal (emetropia) dan mata yang
lainnya miopia (simple miopia anisometropia) atau hipermetropia (simple miopia
anisometropia).
2. Coumpound anisometropia: dimana pada kedua mata hipermetropia (coumpound
hipermetropic anisometropia) atau miopia (coumpound miopia anisometropia), tetapi
sebelah mata memiliki gangguan refraksi lebih tinggi dari pada mata yang satunya lagi.
3. Mixed anisometropia: dimana satu mata adalah miopia dan yang satu lagi hipermetropia,
ini juga disebut antimetropia.
4. Simple astigmmatic anisometropia: dimana satu mata normal dan yang lainnya baik simple
miopia atau hipermetropi astigamatisma.
5. Coumpound astigmatismatic anisometropia: dimana kedua mata merupakan astigmatism
tetapi berbeda derajatnya.
Sloane membagi anisometropia menjadi 3 tingkat yaitu:8
1. anisometropia kecil, beda refraksi lebih kecil dari 1,5 D
2. anisometropia sedang, beda refraksi antara 1,5-2,5 D
3. anisometropia besar, beda re nbmfraksi lebih besar dari 2,5 D
Gejala Anisometropia
Biasanya keluhan muncul pada saat penderita menggunakan kacamata baru dan
menggunakan penglihatan kedua matanya. Gejala anisometropia sangat bervariasi. Adanya
fluktuasi anisometropia harus dicurigai adanya kenaikan gula darahnya. Menurut Friedenwald
gejala anisometropia muncul bila terdapat perbedaan bayangan yang diterima pada kedua
retina. Adapun gejala anisometropia pada umumnya sebagai berikut :
1. Sakit kepala.
2. Rasa tidak enak pada kedua matanya.
3. Rasa panas pada kedua mata.
4. Rasa tegang pada kedua mata.
Gejala yang lebih spesifik pada anisometropia adalah sebagai berikut:
1. Pusing. (dizziness).
2. Mual-mual.
3. Kadang-kadang melihat ganda.
4. Kesulitan memperkirakan jarak suatu benda.
5. Melihat lantai yang bergelombang.
6. Kesulitan naik tangga
7. Kesulitan mengendarai kendaraan.
Kelainan Klinik akibat Anisometropia
1) akibat perbedaan visus
adanya perbedaan visus kedua mata berakibat gangguan fusi, sehingga orang
tersebut akan menggunakan mata yang lebih baik, sedangkan mata yang kurang visusnya
akan disupresi. Apabila keadaan ini dibiarkan maka akan dapat terjadi strabismus, dan
apabila terjadi pada anak-anak yang masih mengalami perkembangan visus binokular,
dapat mengakibatkan ambliopia.
2) akibat perbedaan bayangan
perbedaan bayangan meliputi perbedaan ukuran dan bentuk. Adanya perbedaan bayangan
disebut aniseikonia. Pada aniseikonia selalu terjadi gangguan penglihatan binokular. Gangguan
penglihatan binokular ini diakibatkan oleh ketidaksamaan rangsangan untuk penglihatan
stereoskopik. Secara klinik praktis aniseikonia yang terjadi akibat anisometropia dapat diketahui
dari kelainan distorsi dan kelainan stereoskopik yang muncul.9
Ambliopia
Ambliopia berasal dari bahasa Yunani amblys yaitu kabur, dan ops adalah penglihatan. Ambliopia
adalah suatu keadaan mata dimana tajam penglihatan tidak mencapai optimal sesuai dengan usia
dan intelegensinya walaupun sudah dikoreksi kelainan refraksinya. Anak-anak rentan menderita
ambliopia hingga usia 7 tahun dan biasanya terjadi pada satu mata, namun dapat juga terjadi pada
kedua bola mata. Keadaan ini tidak berhubungan langsung dengan kelainan struktur mata atau
kelainan pada jalur visual posterior. Kurangnya tajam penglihatan pada ambliopia tidak dapat
dikoreksi dengan kaca mata dan tidak ditemukan kausa organik pada pemeriksaan fisik mata. Pada
kasus yang keadaannya baik dapat dikembalikan fungsi penglihatan dengan pengobatan.
Epidemiologi
Angka prevalensi ambliopia di Amerika berkisar antara 1%- 3%. Diperkirakan sekitar 5,9
juta orang dengan ambliopia hidup di Amerika. Angka kejadian ambliopia lebih tinggi di negara
berkembang. The National Eye Instiute telah melaporkan bahwa ambliopia merupakan penyebab
terbanyak terjadinya kehilangan penglihatan unilateral pada pasien usia di bawah 70 tahun.
Prevalensi ambliopia tidak dipengaruhi oleh perbedaan jenis kelamin. Berdasarkan penelitian
terhadap 3.654 orang usia 49 tahun ke atas di Sydney, Australia, didapatkan diagnosis ambliopia
sebanyak 3,2%, dengan ketajaman penglihatan 20/40 atau kurang, dan 2,9 % dengan ketajaman
penglihatan 20/30.
Usia rata-rata kejadian ambliopia bervariasi tergantung pada penyebabnya. Pada 961 anak-anak
dengan ambliopia, usia rata-rata munculnya anisometropik 5,6 tahun, strabismus 3,3 tahun, dan
campuran 4,4 tahun. Batas usia teratas berkembangnya ambliopia pada anak yang mengalami
ambliopia dengan kondisi tertentu ( seperti katarak traumatik) telah dilaporkan berada pada usia
antara 6 sampai 10 tahun. Individu dengan ambliopia memiliki risiko tinggi untuk penurunan
penglihatan dan kebutaan. Penelitian terhadap 370 orang yang mengalami ambliopia unilateral
menderita kebutaan 1,2%.
Klasifikasi
Ambliopia dibagi kedalam beberapa bagian sesuai dengan gangguan/kelainan yang menjadi
penyebabnya:
1. Ambliopia Strabismik
Ambliopia yang paling sering ditemui ini terjadi pada mata yang berdeviasi konstan.
Konstan, tropia yang tidak bergantian (non alternating, khususnya esodeviasi) sering
menyebabkan ambliopia yang signifikan.3 Ambliopia umumnya tidak terjadi bila terdapat fiksasi
yang bergantian, sehingga masing masing mata mendapat jalan/ akses yang sama ke pusat
penglihatan yang lebih tinggi, atau bila deviasi strabismus berlangsung intermiten maka akan ada
suatu periode interaksi binokular yang normal sehingga kesatuan sistem penglihatan tetap terjaga
baik.Ambliopia strabismik diduga disebabkan karena kompetisi atau terhambatnya interaksi antara
neuron yang membawa input yang tidak menyatu (fusi) dari kedua mata, yang akhirnya akan
terjadi dominasi pusat penglihatan kortikal oleh mata yang berfiksasi dan lama kelamaan terjadi
penurunan respon terhadap input dari mata yang tidak berfiksasi.
Ambliopia yang terjadi akibat juling lama (biasanya juling ke dalam pada anak sebelum
penglihatan tetap). Ambliopia strabismik ini merupakan salah satu bentuk ambliopia yang paling
sering ditemukan dengan onset dini (usia <6 8 tahun). Pada ambliopia strabismik terjadi supresi
pada mata untuk mencegah gangguan penglihatan (diplopia), dimana kedudukan bola mata tidak
sejajar sehingga hanya satu mata yang diarahkan pada benda yang dilihat.1,2 Strabismus yang dapat
menyebabkan ambliopia adalah : strabismus manifes, strabismus monokular, strabismus dengan
sudut deviasi kecil, strabismus yang selalu mempunyai sudut deviasi diseluruh arah pandangannya.
Ambliopia strabismik terjadi pada sekitar 50% pasien dengan esotropia kongenital
(konstan tropia), tetapi sangat jarang pada pasien dengan strabismus intermiten (misal, eksotropia
intermiten) atau pada pasien strabismus yang disertai penyakit lain (misal, Duanes sindrom)
karena mereka dapat mengkompensasi dengan cara memalingkan wajah saat melihat. Ambliopia
strabismik dapat menjadi berat dan pada beberapa kasus visusnya 20/200 bahkan bisa lebih buruk.
Penolakan kronis dari mata yang berdeviasi oleh pusat penglihatan binokular ini tampaknya
merupakan faktor utama terjadinya ambliopia strabismik, namun pengaburan bayangan foveal oleh
karena akomodasi yang tidak sesuai, dapat juga menjadi factor tambahan. Hal tersebut di atas
terjadi sebagai usaha inhibisi atau supresi untuk menghilangkan diplopia dan konfusi. (konfusi
adalah melihat 2 objek visual yang berlainan tapi berhimpitan, satu di atas yang lain).
Ketika kita menyebut ambliopia strabismik, kita langsung mengacu pada esotropia, bukan
eksotropia. Perlu diingat, tanpa ada gangguan lain, esotropia primer-lah, bukan eksotropia, yang
sering diasosiasikan dengan ambliopia . Hal ini disebabkan karena eksotropia sering berlangsung
intermiten dan / atau deviasi alternat disbanding deviasi unilateral konstan, yang merupakan
prasyarat untuk terjadinya ambliopia.
2. Ambliopia Anisometropia
Ambliopia anisometropia merupakan jenis ambliopia terbanyak kedua setelah ambliopia
strabismus. Ambliopia anisometropia berkembang ketika terjadi kelainan refraksi yang tidak sama
pada dua mata yang menyebabkan bayangan pada satu retina tidak fokus secara
berkesinambungan. Kondisi ini diperkirakan sebagian akibat efek langsung dari bayangan kabur
pada perkembangan tajam penglihatan pada mata yang terlibat dan sebagian lagi akibat dari
kompetisi interocular atau hambatan yang sama (tapi tidak perlu identik) dengan yang terjadi pada
ambliopia strabismik.
Secara relatif hiperopia derajat ringan atau anisometropia astigmat (1-2 D) dapat memicu
ambliopia ringan. Anisometropia miopia ringan (kurang dari -3 D) biasanya tidak menyebabkan
ambliopia, tapi miopia tinggi unilateral (-6 D atau lebih) sering menghasilkan kehilangan
penglihatan ambliopia berat. Kalau strabismus ada, mata anak dengan ambliopia isometrik terlihat
normal pada dokter layanan primer, secara khas menyebabkan terlambat dideteksi dan diobati.
3. Ambliopia deprivasi
Ambliopia deprivasi dulu disebut dengan ambliopia ex anopsia dan ambliopia nirpakai
kadang masih digunakan, yang disebabkan oleh obstruksi visual aksis. Penyebab terbanyak adalah
katarak kongenital atau katarak didapat dini, tapi kekeruhan kornea, perdarahan vitreus mungkin
terlibat. Ambliopia deprivasi paling sedikit terjadi tetapi paling merusak dan paling sulit diobati.
Kehilangan penglihatan ambliopia merupakan hasil dari oklusi unilateral aksis visual cenderung
lebih buruk daripada yang dihasilkan dari deprivasi bilateral dengan derajat yang sama karena efek
interokular menambahkan pengaruh perkembangan langsung degradasi bayangan berat. Bahkan
pada kasus bilateral, bagaimanapun, ketajaman penglihatan dapat 20/200 atau lebih buruk.
Pada anak yang lebih kecil dari 6 tahun, densitas katarak kongenital yang menempati
daerah sentral, 3 mm atau lebih dianggap dapat menyebabkan ambliopia berat. Kepadatan lensa
yang sama didapat pada usia lebih dari 6 tahun secara umum sedikit lebih berbahaya. Small polar
katarak, dapat dilihat dengan retinoskopi, dan katarak lamelar dapat dilihat gambaran fundusnya
dengan baik, dapat menyebabkan ambliopia ringan sampai sedang atau dapat juga tidak berefek
pada perkembangan penglihatan. Ambliopia oklusi adalah bentuk dari ambliopia deprivasi yang
bisa dilihat dari terapi oklusi.
4. Ambliopia Eks Anopsia
Ambliopia akibat penglihatan terganggu pada saat perkembangan penglihatan bayi. Dahulu
ambliopia ini diduga karena juling, pada saat ini ambliopia eks anopsia diduga disebabkan supresi
atau suatu proses aktif dari otak untuk menekan kesadaran melihat. Ambliopia eks anopsia dapat
terjadi akibat adanya katarak kongenital. Ambliopia ini bila mulai terjadi sesudah berumur 4 tahun
maka tajam penglihatan tidak akan kurang dari 20/200,sedangkan bila terjadi pada usia kurang
dari 4 tahun maka tajam penglihatan dapat lebih buruk.
Ambliopia akibat mata tidak dipergunakan dengan baik. Biasanya mengenai satu mata
yang disertai dengan juling ke dalam atau penglihatan yang sangat buruk. Menurunnya penglihatan
pada satu mata akibat hilangnya kemampuan melihat bentuk setelah fiksasi sentral tidak
dipergunakan (akibat katarak, kekeruhan kornea dan ptosis). Ambliopia eksanopsia diduga
disebabkan supresi atau suatu proses aktif dari otak untuk menekan kesadaran melihat.
Menurunnya penglihatan pada suatu mata akibat hilangnya kemampuan bentuk setelah fiksasi
sentral.
Kelainan ini dapat terjadi pada mata bayi dengan katarak, ptosis, ataupun kekeruhan kornea
sejak lahir atau terlambat diatasi. Pengobatan dengan menutup mata yang sehat dilakukan setelah
mata yang sakit dibersihkan kekeruhan media penglihatannya. Katarak kongenital dapat
menimbulkan komplikasi lain berupa nistagmus dan strabismus.
5. Ambliopia Isometropia
Ambliopia isometropia terjadi akibat kelainan refraksi tinggi yang tidak dikoreksi, yang
ukurannya hampir sama pada mata kanan dan mata kiri.3 Dimana walaupun telah dikoreksi dengan
baik, tidak langsung memberi hasil penglihatan normal. Tajam penglihatan membaik sesudah
koreksi lensa dipakai pada suatu periode waktu (beberapa bulan). Khas untuk ambliopia tipe ini
yaitu, hilangnya penglihatan ringan dapat diatasi dengan terapi penglihatan, karena interaksi
abnormal binokular bukan merupakan factor penyebab. Mekanismenya hanya karena akibat
bayangan retina yang kabur saja. Pada ambliopia isometropia, bayangan retina (dengan atau tanpa
koreksi lensa) sama dalam hal kejelasan/ kejernihan dan ukuran. Hyperopia lebih dari 5 D dan
myopia lebih dari 10 D beresiko menyebabkan bilateral ambliopia dan harus dikoreksi sedini
mungkin agar tidak terjadi ambliopia.10
Tatalaksana
Terapi oklusi
Terapi amblyopia yang utama adalah oklusi. Mata yang baik di tutup untung meragsang
mata yang mengalami amblyopia. Namun, apabila terdapat kesalahan yang signifikan atau
anisometropia, sesudah cukup menggunakan kacamata saja. Sudah cukup dengan menggunakan
kaca mata saja.
Kaca mata
Kacamata merupakan alat yang paling sederhana dan aman untuk mengoreksi kelainan
refraksi. Kacamata harus dikoreksi dalam jangka waktu tertentu jika terjadi perubahan visus.
Biasanya dilakukan pemeriksaan ulang setiap 1-2 tahun. Mata miopia dikoreksi dengan lensa
cekung atau negatif, hiperopia dikoreksi dengan lensa cembung atau positif, dan astigmatisma
dikoreksi dengan lensa silindris. Mata presbiopia dikoreksi dengan lensa bifokal.
Pencegahan
Kesimpulan
Jadi pasien ini menderita astigmat myopia kompositus okuli dextra dan mengalami
hipermetropi simpleks okuli sinistra dimana perbedaan dioptric yang lebih dari 1 menyebabkan
anisometropia yang kemudian berlanjut menjadi ambliomipia karna tidak mendapat penanganan
yang secepat mungkin. Tatalaksana yang pertama dilakukan adalah terapi oklusi selama empat
bulan, kemudian setelah terapi oklusi dilakukan baru bisa di berikan pemasangan kacamata.
Daftar Pustaka
1. McLeod SD, et al. Preferred Practice Patterns American Academy of Ophthalmology.
American Academy of Ophthalmology Refractive Management [cited on 2013 Maret 24].
Available from: http://one.aao.org/CE/PracticeGuidelines
2. Edward MH, Lam CSY. The epidemiology of myopia in hongkong. Ann Acad Med
Singapore. 2004;33:34-8. [cited on 2013 Maret 24]. Available from: www.annals.edu.sg
3. Goss DA, et al. Optometric clinical practice guidelines: Myopia. American Optometric
Association. 1997. [cited on 2013 Maret 24]. Available from: www.aoa.org
4. Riordan-Eva P, White OW. Optik dan refraksi. In: Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva
P, editor.Oftalmologi Umum. 14ed. Jakarta: EGC; 2000.389-406.
5. Sidarta I. Ilmu penyakit mata. 3rd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2005.
6. Eye Disorder. Merck manual. [cited on 2013 Maret 24]. Available from: www.merck.com
7. Astigmatism. American Optometric Association. [cited on 2013 Maret 24]. Available
from: www.aoa.org
8. Sidarta I. Dasar-teknik pemeriksaan dalam ilmu penyakit mata. 2nd ed. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2006.
9. Pesudovs K, Garamendi E, Elliott DB. A quality of life comparison of people wearing
spectacles or contact lenses or having undergone refractive surgery. J Refract Surg. 2006;
22(1):19-27. [cited on 2013 Maret 24]. Available from: www.medscape.com
10. Bower KS, Weichel ED, Kim TJ. Overview of refractive surgery. American Academy of
Family Physician. October 2001. [cited on 2013 Maret 24]. Available from: www.aafp.org

Anda mungkin juga menyukai