DI SUSUN OLEH
- M. REZADIANDRA
- NARITA WASTU KHRESNA DWIYANA
- OKKY IRAWAN
- RIZA SETIA NURHUDA
1 PJJ
Pendahuluan
SISTEM pemerintahan (politik) Islam sangat jauh berbeda dengan sistem politik, ideologi-
ideologi dan isme-isme akal manusia. Islam memiliki tafsiran dan bentuk yang khusus dan
istimewa tentang pemerintahan. Tafsirannya jauh lebih bijaksana dan adil daripada ajaran-
ajaran lainnya. Hal ini mungkin tidak jelas kalau kita bandingkan dengan pemerintahan umat
Islam yang ada di dunia hari ini. Sebab bagi saya negara-negara umat Islam hari ini tidak
menjalankan Islam yang syumul (menyeluruh). Mereka tidak mengikuti jejak sejarah
kegemilangan Islam di zaman Rasul dan Khulafaur Rasyidin serta Salafussoleh.
Sistem pemerintahan Islam adalah sistem pemerintahan yang menggunakan Al Quran
dan Sunnah sebagai rujukan dalam semua aspek hidup, seperti dasar undang-undang,
mahkamah perundangan, pendidikan, dakwah dan perhubungan, kebajikan, ekonomi, sosial,
kebudayaan dan penulisan, kesehatan, pertanian, sain dan teknologi, penerangan dan
peternakan. Dasar negaranya adalah Al Quran dan Sunnah. Para pemimpin dan pegawai-
pegawai pemerintahannya adalah orang-orang baik, bertanggung jawab, jujur, amanah, adil,
faham Islam, berakhlak mulia dan bertakwa. Dasar pelajaran dan pendidikannya ialah dasar
pendidikan Rasulullah, yang dapat melahirkan orang dunia dan orang Akhirat, berwatak abid
dan singa, bertugas sebagai hamba dan khalifah ALLAH. Dasar ini terdapat dalam buku saya,
PENDIDIKAN RASULULLAH.
Sistem ekonominya bersih dan adil. Suci dari riba, monopoli, penindasan, penipuan
dan hal haram lainnya. Pembagiannya adil menurut keperluan untuk kemudahan, kewajiban,
kedudukan dan bidang seseorang. Sistem sosialnya bersih dari kemungkaran dan maksiat
terang-terangan. Setiap orang dihormati hak asasinya serta diberi peluang untuk
melaksanakan hak-hak asasi masing-masing sesuai dengan bakat dan kebolehannya. Sistem
ketentaraan berjalan atas disiplin Islam. Kebudayaan dan adat-istiadat dibenarkan berbagai
asalkan semuanya tidak bertentangan dengan Islam.
Perlantikan presiden ada caranya tersendiri, cara yang adil dan tepat. Berbeda dengan
cara demokrasi dan revolusi serta cara diktator. Sistem syura juga tersendiri, unik dan
harmoni. Segalanya jauh berbeda dengan apa yang terjadi dalam syura sekuler.
Demikianlah seterusnya dalam mengelola hal-hal pengobatan, rumah tangga, alat-alat
perhubungan, media cetak dan elektronik, jalan raya, pertanian dan segala-galanya adalah
mengikuti cara hidup Islam. Politik atau pemerintahan Islam sebenarnya bukan saja karena
orang-orangnya adalah Islam. Tetapi yang lebih utama dari itu adalah pengisiannya dengan
program-program yang bersifat Islam. Tanpa ciri-ciri ini, syariat ALLAH tidak akan muncul
di atas muka bumiNya walaupun nama dan slogan pemerintahan Islam diserukan.
Akan tetapi tidak bisa dipungkiri juga bahwa kita saat ini hidup di Negara yang
berasaskan Pancasila dan juga menganut system pemerintahan Demokrasi. Maka dari itu
penulis ingin menjadi penengah antara sistem pemerintahan islam dengan system
pemerintahan demokrasi. Dengan cara membmbahas tentang keunggulan masing-masing dari
system pemerintahan tersebut. Mudah-mudahan dengan ini kita bias lebih bijaksana dalam
mensikapi pemerintah kita.
Politik Islam
Politik di dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah. Oleh sebab itu, di dalam buku-
buku para ulama salafush shalih dikenal istilah siyasah syariyyah, misalnya. Dalam Al
Muhith, siyasah berakar kata ssa - yassu. Dalam kalimat Sasa addawaba yasusuha
siyasatan berarti Qama alaiha wa radlaha wa adabbaha (mengurusinya, melatihnya, dan
mendidiknya). Bila dikatakan sasa al amra artinya dabbarahu (mengurusi/mengatur
perkara).
Jadi, asalnya makna siyasah (politik) tersebut diterapkan pada pengurusan dan pelatihan
gembalaan. Lalu, kata tersebut digunakan dalam pengaturan urusan-urusan manusia; dan
pelaku pengurusan urusan-urusan manusia tersebut dinamai politikus (siyasiyun). Dalam
realitas bahasa Arab dikatakan bahwa ulil amri mengurusi (yassu) rakyatnya saat mengurusi
urusan rakyat, mengaturnya, dan menjaganya. Begitu pula dalam perkataan orang Arab
dikatakan : Bagaimana mungkin rakyatnya terpelihara (massah) bila pemeliharanya
ngengat (ssah), artinya bagaimana mungkin kondisi rakyat akan baik bila pemimpinnya
rusak seperti ngengat yang menghancurkan kayu. Dengan demikian, politik merupakan
pemeliharaan (riayah), perbaikan (ishlah), pelurusan (taqwim), pemberian arah petunjuk
(irsyad), dan pendidikan (ta`dib).
Rasulullah SAW sendiri menggunakan kata politik (siyasah) dalam sabdanya : "Adalah Bani
Israil, mereka diurusi urusannya oleh para nabi (tasusuhumul anbiya). Ketika seorang nabi
wafat, nabi yang lain datang menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, namun akan ada
banyak para khalifah" (HR. Bukhari dan Muslim). Teranglah bahwa politik atau siyasah itu
makna awalnya adalah mengurusi urusan masyarakat. Berkecimpung dalam politik berarti
memperhatikan kondisi kaum muslimin dengan cara menghilangkan kezhaliman penguasa
pada kaum muslimin dan melenyapkan kejahatan musuh kafir dari mereka. Untuk itu perlu
mengetahui apa yang dilakukan penguasa dalam rangka mengurusi urusan kaum muslimin,
mengingkari keburukannya, menasihati pemimpin yang mendurhakai rakyatnya, serta
memeranginya pada saat terjadi kekufuran yang nyata (kufran bawahan) seperti ditegaskan
dalam banyak hadits terkenal. Ini adalah perintah Allah SWT melalui Rasulullah SAW.
Berkaitan dengan persoalan ini Nabi Muhammad SAW bersabda :
"Siapa saja yang bangun pagi dengan gapaiannya bukan Allah maka ia bukanlah (hamba)
Allah, dan siapa saja yang bangun pagi namum tidak memperhatikan urusan kaum muslimin
maka ia bukan dari golongan mereka." (HR. Al Hakim)
Rasulullah ditanya oleh sahabat tentang jihad apa yang paling utama. Ia menjawab : "Kalimat
haq yang disampaikan pada penguasa" (HR. Ahmad).
Berarti secara ringkas Politik Islam memberikan pengurusan atas urusan seluruh umat
Muslim.
Namun, realitas politik demikian menjadi pudar saat terjadi kebiasaan umum masyarakat
dewasa ini baik perkataan maupun perbuatannya menyimpang dari kebenaran Islam yang
dilakukan oleh mereka yang beraqidahkan sekularisme, baik dari kalangan non muslim atau
dari kalangan umat Islam. Jadilah politik disifati dengan kedustaan, tipu daya, dan penyesatan
yang dilakukan oleh para politisi maupun penguasa. Penyelewengan para politisi dari
kebenaran Islam, kezhaliman mereka kepada masyarakat, sikap dan tindakan sembrono
mereka dalam mengurusi masyarakat memalingkan makna lurus politik tadi. Bahkan, dengan
pandangan seperti itu jadilah penguasa memusuhi rakyatnya bukan sebagai pemerintahan
yang shalih dan berbuat baik. Hal ini memicu propaganda kaum sekularis bahwa politik itu
harus dijauhkan dari agama (Islam). Sebab, orang yang paham akan agama itu takut kepada
Allah SWT sehingga tidak cocok berkecimpung dalam politik yang merupakan dusta,
kezhaliman, pengkhianatan, dan tipu daya. Cara pandang demikian, sayangnya, sadar atau
tidak memengaruhi sebagian kaum muslimin yang juga sebenarnya ikhlas dalam
memperjuangkan Islam. Padahal propaganda tadi merupakan kebenaran yang digunakan
untuk kebathilan (Samih Athief Az Zain, As Siyasah wa As Siyasah Ad Dauliyyah, hal. 31-
33). Jadi secara ringkas Islam tidak bisa dipisahkan dari politik.
3. Kebebasan
Prinsip ketiga dalam sistem politik Islam ialah kebebasan. Kebebasan yang dipelihara oleh
sistem politik Islam ialah kebebasan yang berteraskan kepada ma'ruf dan kebajikan.
Menegakkan prinsip kebebasan yang sebenar adalah di antara tujuan-tujuan terpenting bagi
sistem politik dan pemerintahan Islam serta asas asas bagi undang -undang perlembagaan
negara Islam.
4. Persamaan
Prinsip keempat dalam sistem politik Islam ialah persamaan atau musawah. Persamaan di sini
terdiri daripada persamaan dalam mendapat dan menuntut hak-hak, persamaan dalam
memikul tanggungjawab menurut peringkat -peringkat yang ditetapkan oleh undang-undang
perlembagaan dan persamaan berada di bawah taklukan kekuasaan undang -undang.
"..maka berilah keputusan di antara manusia dengan 'adil dan janganlah kamu mengikut hawa
nafsu, kerana ia akan menyesatkan kamu daripada jalan Allah. Sesungguhnya orang orang
yang sesat daripada jalan Allah akan mendapat 'azab yang berat, kerana mereka melupakan
hari perhitungan." (Sad: 26)
2. Era Kolonial dan Kemerdekaan (Orde Lama) Peranan Islam dan umatnya tidak dapat
dilepaskan terhadap pembangunan politik di Indonesia baik pada masa kolonial maupun masa
kemerdekaan. Pada masa kolonial Islam harus berperang menghadapi ideologi kolonialisme
sedangkan pada masa kemerdekaan Islam harus berhadapan dengan ideologi tertentu macam
komunisme dengan segala intriknya. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sejarah secara tegas
menyatakan kalau pemimpin-pemimpin Islam punya andil besar terhadap perumusan NKRI.
Baik itu mulai dari penanaman nilai-nilai nasionalisme hingga perumusan Undang-Undang
Dasar Negara. Para pemimpin Islam terutama dari Serikat Islam pernah mengusulkan agar
Indonesia berdiri di atas Daulah Islamiyah yang tertuang di dalam Piagam Jakarta. Namun,
format tersebut hanya bertahan selama 57 hari karena adanya protes dari kaum umat
beragama lainnya. Kemudian, pada tanggal 18 Agustus 1945, Indonesia menetapkan
Pancasila sebagai filosofis negara.
3. Era Orde Baru Pemerintahan masa orde baru menetapkan Pancasila sebagai satu-satunya
asas di dalam negara. Ideologi politik lainnya dipasung dan tidak boleh ditampilkan,
termasuk ideologi politik Islam. Hal ini menyebabkan terjadinya kondisi depolitisasi politik
di dalam perpolitikan Islam. Politik Islam terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok
pertama di sebut kaum skripturalis yang hidup dalam suasana depolitisasi dan konflik dengan
pemerintah. Kelompok kedua adalah kaum subtansialis yang mendukung pemerintahan dan
menginginkan agar Islam tidak terjun ke dunia politik.
4. Era Reformasi Bulan Mei 1997 merupakan awal dari era reformasi. Saat itu rakyat
Indonesia bersatu untuk menumbangkan rezim tirani Soeharto. Perjuangan reformasi tidak
lepas dari peran para pemimpin Islam pada saat itu. Beberapa pemimpin Islam yang turut
mendukung reformasi adalah KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), ketua Nahdatul Ulama.
Muncul juga nama Nurcholis Majid (Cak Nur), cendikiawan yang lahir dari kalangan santri.
Juga muncul Amin Rais dari kalangan Muhamadiyah. Bertahun-tahun reformasi bergulir,
kiprah umat Islam dalam panggung politik pun semakin diperhitungkan. Umat Islam mulai
kembali memunculkan dirinya tanpa malu dan takut lagi menggunakan label Islam.
Perpolitikan Islam selama reformasi juga berhasil menjadikan Pancasila bukan lagi sebagai
satu-satunya asas. Partai-partai politik juga boleh menggunakan asas Islam. Kemudian
bermunculanlah berbagai partai politik dengan asas dan label Islam. Partai-partai politik yang
berasaskan Islam, antara lain PKB, PKU, PNU, PBR, PKS, PKNU, dan lain-lain. Dalam
kondisi bangsa yang sangat memprihatinkan sekarang, sudah waktunya umat Islam untuk
terjun dalam perjuangan politik yang lebih serius. Umat islam tidak boleh lagi bermain di
wilayah pinggiran sejarah. Umat Islam harus menyiapkan diri untuk memunculkan
pemimpin-pemimpin yang handal, cerdas, berahklak mulia, profesional, dan punya integritas
diri yang tangguh. Umat Islam di Indonesia diharapkan tidak lagi termarginalisasi dalam
panggung politik. Politik Islam harus mampu merepresentasikan idealismenya sebagai
rahmatan lil alamin dan dapat memberikan kontribusi yang besar bagi bangsa ini.
Dari peran agama dalam membentuk persatuan nasional, penelitian mengatakan: "Dalam
mengembangkan persatuan nasional, nilai-nilai fundamental suatu bangsa perlu
dipertimbangkan juga Meskipun bangsa-bangsa modern bertujuan untuk netralitas agama,
nilai-nilai agama yang dianut oleh mayoritas adalah pusat untuk itu. kehidupan seluruh
masyarakat. Orang-orang sering menemukan dalam agama jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan penting tentang kehidupan, kematian, nilai manusia dan makna hidup bersama. "
Harapannya adalah bahwa kebersamaan ini akan diterjemahkan ke dalam model bahwa
masyarakat sipil dan kepemimpinan politik negara itu dapat meniru. Untuk eksekutif IRO
tegas percaya bahwa ada dan bisa dan harus menjadi hubungan antara agama dan kehidupan
publik politisi Guyana.
Baik agama dan pemerintah memahami dan menerima bahwa Guyana adalah masyarakat
sekuler, sehingga gereja dan negara terpisah. Meskipun demikian, kita merasakan bahwa
pemerintah mengharapkan bahwa agama akan melampaui mencoba untuk meningkatkan
jemaat nya mengkonversi dan semen keyakinan mereka di surga, neraka dan akhirat untuk
menggarisbawahi kebutuhan untuk menanamkan nilai-nilai keanggotaan moral dan etika
kerja yang cenderung menempa persatuan nasional dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Seperti di Namibia dan tempat lain di dunia, karya agama harus dalam arti luas "berusaha
untuk mencari yang terbaik pada orang, bukan hanya dengan memberitakan firman
keselamatan tetapi juga dengan membangun fondasi martabat manusia di bidang aktivitas
mereka. "
Pengungkapan Presiden Jagdeo di layanan Botanic Gardens kemarin bahwa komunitas agama
di negara itu akan segera memiliki akses ke semua stasiun televisi-iman yang ditujukan untuk
agama disambut hangat.
Mudah-mudahan, media yang akan menjadi kekuatan membentuk pusat, melengkapi upaya
lain untuk kuartal menghidupkan nilai-nilai moral dan spiritual - dan etika kerja yang
mendorong kita untuk "memberikan kepada Kaisar apa yang Caesars" atau, sebagai personil
sumber daya manusia akan menegur, "memberikan satu hari kerja penuh untuk upah sehari
penuh."