Anda di halaman 1dari 15

POLITIK ISLAM

DI SUSUN OLEH
- M. REZADIANDRA
- NARITA WASTU KHRESNA DWIYANA
- OKKY IRAWAN
- RIZA SETIA NURHUDA

1 PJJ
Pendahuluan
SISTEM pemerintahan (politik) Islam sangat jauh berbeda dengan sistem politik, ideologi-
ideologi dan isme-isme akal manusia. Islam memiliki tafsiran dan bentuk yang khusus dan
istimewa tentang pemerintahan. Tafsirannya jauh lebih bijaksana dan adil daripada ajaran-
ajaran lainnya. Hal ini mungkin tidak jelas kalau kita bandingkan dengan pemerintahan umat
Islam yang ada di dunia hari ini. Sebab bagi saya negara-negara umat Islam hari ini tidak
menjalankan Islam yang syumul (menyeluruh). Mereka tidak mengikuti jejak sejarah
kegemilangan Islam di zaman Rasul dan Khulafaur Rasyidin serta Salafussoleh.
Sistem pemerintahan Islam adalah sistem pemerintahan yang menggunakan Al Quran
dan Sunnah sebagai rujukan dalam semua aspek hidup, seperti dasar undang-undang,
mahkamah perundangan, pendidikan, dakwah dan perhubungan, kebajikan, ekonomi, sosial,
kebudayaan dan penulisan, kesehatan, pertanian, sain dan teknologi, penerangan dan
peternakan. Dasar negaranya adalah Al Quran dan Sunnah. Para pemimpin dan pegawai-
pegawai pemerintahannya adalah orang-orang baik, bertanggung jawab, jujur, amanah, adil,
faham Islam, berakhlak mulia dan bertakwa. Dasar pelajaran dan pendidikannya ialah dasar
pendidikan Rasulullah, yang dapat melahirkan orang dunia dan orang Akhirat, berwatak abid
dan singa, bertugas sebagai hamba dan khalifah ALLAH. Dasar ini terdapat dalam buku saya,
PENDIDIKAN RASULULLAH.
Sistem ekonominya bersih dan adil. Suci dari riba, monopoli, penindasan, penipuan
dan hal haram lainnya. Pembagiannya adil menurut keperluan untuk kemudahan, kewajiban,
kedudukan dan bidang seseorang. Sistem sosialnya bersih dari kemungkaran dan maksiat
terang-terangan. Setiap orang dihormati hak asasinya serta diberi peluang untuk
melaksanakan hak-hak asasi masing-masing sesuai dengan bakat dan kebolehannya. Sistem
ketentaraan berjalan atas disiplin Islam. Kebudayaan dan adat-istiadat dibenarkan berbagai
asalkan semuanya tidak bertentangan dengan Islam.
Perlantikan presiden ada caranya tersendiri, cara yang adil dan tepat. Berbeda dengan
cara demokrasi dan revolusi serta cara diktator. Sistem syura juga tersendiri, unik dan
harmoni. Segalanya jauh berbeda dengan apa yang terjadi dalam syura sekuler.
Demikianlah seterusnya dalam mengelola hal-hal pengobatan, rumah tangga, alat-alat
perhubungan, media cetak dan elektronik, jalan raya, pertanian dan segala-galanya adalah
mengikuti cara hidup Islam. Politik atau pemerintahan Islam sebenarnya bukan saja karena
orang-orangnya adalah Islam. Tetapi yang lebih utama dari itu adalah pengisiannya dengan
program-program yang bersifat Islam. Tanpa ciri-ciri ini, syariat ALLAH tidak akan muncul
di atas muka bumiNya walaupun nama dan slogan pemerintahan Islam diserukan.
Akan tetapi tidak bisa dipungkiri juga bahwa kita saat ini hidup di Negara yang
berasaskan Pancasila dan juga menganut system pemerintahan Demokrasi. Maka dari itu
penulis ingin menjadi penengah antara sistem pemerintahan islam dengan system
pemerintahan demokrasi. Dengan cara membmbahas tentang keunggulan masing-masing dari
system pemerintahan tersebut. Mudah-mudahan dengan ini kita bias lebih bijaksana dalam
mensikapi pemerintah kita.
Politik Islam
Politik di dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah. Oleh sebab itu, di dalam buku-
buku para ulama salafush shalih dikenal istilah siyasah syariyyah, misalnya. Dalam Al
Muhith, siyasah berakar kata ssa - yassu. Dalam kalimat Sasa addawaba yasusuha
siyasatan berarti Qama alaiha wa radlaha wa adabbaha (mengurusinya, melatihnya, dan
mendidiknya). Bila dikatakan sasa al amra artinya dabbarahu (mengurusi/mengatur
perkara).
Jadi, asalnya makna siyasah (politik) tersebut diterapkan pada pengurusan dan pelatihan
gembalaan. Lalu, kata tersebut digunakan dalam pengaturan urusan-urusan manusia; dan
pelaku pengurusan urusan-urusan manusia tersebut dinamai politikus (siyasiyun). Dalam
realitas bahasa Arab dikatakan bahwa ulil amri mengurusi (yassu) rakyatnya saat mengurusi
urusan rakyat, mengaturnya, dan menjaganya. Begitu pula dalam perkataan orang Arab
dikatakan : Bagaimana mungkin rakyatnya terpelihara (massah) bila pemeliharanya
ngengat (ssah), artinya bagaimana mungkin kondisi rakyat akan baik bila pemimpinnya
rusak seperti ngengat yang menghancurkan kayu. Dengan demikian, politik merupakan
pemeliharaan (riayah), perbaikan (ishlah), pelurusan (taqwim), pemberian arah petunjuk
(irsyad), dan pendidikan (ta`dib).
Rasulullah SAW sendiri menggunakan kata politik (siyasah) dalam sabdanya : "Adalah Bani
Israil, mereka diurusi urusannya oleh para nabi (tasusuhumul anbiya). Ketika seorang nabi
wafat, nabi yang lain datang menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, namun akan ada
banyak para khalifah" (HR. Bukhari dan Muslim). Teranglah bahwa politik atau siyasah itu
makna awalnya adalah mengurusi urusan masyarakat. Berkecimpung dalam politik berarti
memperhatikan kondisi kaum muslimin dengan cara menghilangkan kezhaliman penguasa
pada kaum muslimin dan melenyapkan kejahatan musuh kafir dari mereka. Untuk itu perlu
mengetahui apa yang dilakukan penguasa dalam rangka mengurusi urusan kaum muslimin,
mengingkari keburukannya, menasihati pemimpin yang mendurhakai rakyatnya, serta
memeranginya pada saat terjadi kekufuran yang nyata (kufran bawahan) seperti ditegaskan
dalam banyak hadits terkenal. Ini adalah perintah Allah SWT melalui Rasulullah SAW.
Berkaitan dengan persoalan ini Nabi Muhammad SAW bersabda :
"Siapa saja yang bangun pagi dengan gapaiannya bukan Allah maka ia bukanlah (hamba)
Allah, dan siapa saja yang bangun pagi namum tidak memperhatikan urusan kaum muslimin
maka ia bukan dari golongan mereka." (HR. Al Hakim)
Rasulullah ditanya oleh sahabat tentang jihad apa yang paling utama. Ia menjawab : "Kalimat
haq yang disampaikan pada penguasa" (HR. Ahmad).
Berarti secara ringkas Politik Islam memberikan pengurusan atas urusan seluruh umat
Muslim.
Namun, realitas politik demikian menjadi pudar saat terjadi kebiasaan umum masyarakat
dewasa ini baik perkataan maupun perbuatannya menyimpang dari kebenaran Islam yang
dilakukan oleh mereka yang beraqidahkan sekularisme, baik dari kalangan non muslim atau
dari kalangan umat Islam. Jadilah politik disifati dengan kedustaan, tipu daya, dan penyesatan
yang dilakukan oleh para politisi maupun penguasa. Penyelewengan para politisi dari
kebenaran Islam, kezhaliman mereka kepada masyarakat, sikap dan tindakan sembrono
mereka dalam mengurusi masyarakat memalingkan makna lurus politik tadi. Bahkan, dengan
pandangan seperti itu jadilah penguasa memusuhi rakyatnya bukan sebagai pemerintahan
yang shalih dan berbuat baik. Hal ini memicu propaganda kaum sekularis bahwa politik itu
harus dijauhkan dari agama (Islam). Sebab, orang yang paham akan agama itu takut kepada
Allah SWT sehingga tidak cocok berkecimpung dalam politik yang merupakan dusta,
kezhaliman, pengkhianatan, dan tipu daya. Cara pandang demikian, sayangnya, sadar atau
tidak memengaruhi sebagian kaum muslimin yang juga sebenarnya ikhlas dalam
memperjuangkan Islam. Padahal propaganda tadi merupakan kebenaran yang digunakan
untuk kebathilan (Samih Athief Az Zain, As Siyasah wa As Siyasah Ad Dauliyyah, hal. 31-
33). Jadi secara ringkas Islam tidak bisa dipisahkan dari politik.

Prinsip-prinsip sistem politik Islam terdiri daripada beberapa perkara di


antaranya:
1. Musyawarah
Prinsip pertama dalam sistem politik Islam ialah musyawarah. Asas musyawarah yang paling
utama adalah berkenaan dengan pemilihan ketua negara dan orang- orang yang akan
menjawat tugas-tugas utama dalam pentadbiran ummah. Asas musyawarah yang kedua pula
adalah berkenaan dengan penentuan jalan dan cara perlaksanaan undang-undang yang telah
dimaktubkan di dalam al-gur'an dan al Sunnah. Asas musyawarah yang seterusnya ialah
berkenaan dengan jalan -jalan menentukan perkara- perkara baru yang timbul di kalangan
ummah melalui proses ijtihad.
2. Keadilan
Prinsip kedua dalam sistem politik Islam ialah keadilan. Ini adalah menyangkut dengan
ke'adilan sosial yang dijamin oleh sistem sosial dan sistem ekonomi Islam. Ke'adilan di
dalam bidang bidang sosioekonomi tidak mungkin terlaksana tanpa wujudnya kuasa politik
yang melindungi dan mengembangkannya.
Di dalam perlaksanaannya yang luas, prinsip ke'adilan yang terkandung dalam sistem politik
Islam meliputi dan menguasai segala jenis perhubungan yang berlaku di dalam kehidupan
manusia, termasuk ke'adilan di antara rakyat dan pemerintah, di antara dua pihak yang
bersengketa di hadapan pihak pengadilan, di antara pasangan suami isteri dan di antara ibu
bapa dan anak anaknya.
Oleh sebab kewajiban berlaku 'adil dan menjauhi perbuatan zalim adalah merupakan di antara
asas utama dalam sistem sosial Islam, maka menjadi peranan utama sistem politik Islam
untuk memelihara asas tersebut.
Pemeliharaan terhadap ke'adilan merupakan prinsip nilai-nilai sosial yang utama kerana
dengannya dapat dikukuhkan kehidupan manusia dalam segala aspeknya.

3. Kebebasan
Prinsip ketiga dalam sistem politik Islam ialah kebebasan. Kebebasan yang dipelihara oleh
sistem politik Islam ialah kebebasan yang berteraskan kepada ma'ruf dan kebajikan.
Menegakkan prinsip kebebasan yang sebenar adalah di antara tujuan-tujuan terpenting bagi
sistem politik dan pemerintahan Islam serta asas asas bagi undang -undang perlembagaan
negara Islam.

4. Persamaan
Prinsip keempat dalam sistem politik Islam ialah persamaan atau musawah. Persamaan di sini
terdiri daripada persamaan dalam mendapat dan menuntut hak-hak, persamaan dalam
memikul tanggungjawab menurut peringkat -peringkat yang ditetapkan oleh undang-undang
perlembagaan dan persamaan berada di bawah taklukan kekuasaan undang -undang.

5. Hak Menghisab Pihak Pemerintah


Prinsip kelima dalam sistem politik Islam ialah hak rakyat untuk menghisab pihak pemerintah
dan hak mendapat penjelasan terhadap tindak tanduknya. Prinsip ini berdasarkan kepada
kewajiban pihak pemerintah untuk melakukan musyawarah dalam hal hal yang berkaitan
dengan urusan dan pentadbiran negara dan ummah. Hak rakyat untuk disyurakan adalah
bererti kewajipan setiap anggota di dalam masyarakat untuk menegakkan kebenaran dan
menghapuskan kemungkaran. Hak ini dalam pengertian yang luas juga bererti hak untuk
mengawasi dan menghisab tindak tanduk dan keputusan-keputusan pihak pemerintah.

Prinsip ini berdasarkan kepada firman Allah yang mafhumnya:


"Dan apabila ia berpaling (daripada kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerosakan
padanya, dan merosak tanaman tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai
kebinasaan." (Al-Baqarah: 205)

"..maka berilah keputusan di antara manusia dengan 'adil dan janganlah kamu mengikut hawa
nafsu, kerana ia akan menyesatkan kamu daripada jalan Allah. Sesungguhnya orang orang
yang sesat daripada jalan Allah akan mendapat 'azab yang berat, kerana mereka melupakan
hari perhitungan." (Sad: 26)

Tujuan Politik Menurut Islam


Tujuan sistem politik Islam ialah untuk membangunkan sebuah sistem pemerintahan dan
kenegaraan yang tegak di atas dasar untuk melaksanakan seluruh hukum syari'at Islam.
Tujuan utamanya ialah untuk menegakkan sebuah negara Islam atau Darul Islam.
Dengan adanya pemerintahan yang mendukung syari'ah, maka akan tertegaklah al Din dan
berterusanlah segala urusan manusia. Menurut tuntutan-tuntutan al Din tersebut.

Kontribusi Umat Islam dalam Perpolitikan Nasional


Kontribusi umat Islam dalam perpolitikan nasional tidak bisa dipandang sebelah mata. Di
setiap masa dalam kondisi perpolitikan bangsa ini, Islam selalu punya pengaruh yang besar.
Sejak bangsa ini belum bernama Indonesia, yaitu era berdirinya kerajaan-kerajaan hingga saat
ini, pengaruh perpolitikan bangsa kita tidak lepas dari pengaruh umat Islam. Salah satu
penyebabnya adalah karena umat Islam menjadi penduduk mayoritas bangsa ini. Selain itu,
dalam ajaran Islam sangat dianjurkan agar penganutnya senantiasa memberikan kontribusi
sebesar-besarnya bagi orang banyak, bangsa, bahkan dunia. Penguasaan wilayah politik
menjadi sarana penting bagi umat Islam agar bisa memberikan kontribusi bagi bangsa ini.
Sekarang mari kita amati kontribusi umat Islam dalam perpolitikan nasional di setiap era/
masa bangsa ini:
1. Era Kerajaan-Kerajaan Islam Berjaya Pengaruh Islam terhadap perpolitikan nasional punya
akar sejarah yang cukup panjang. Jauh sebelum penjajah kolonial bercokol di tanah air, sudah
berdiri beberapa kerajaan Islam besar. Kejayaan kerajaan Islam di tanah air berlangsung
antara abad ke-13 hingga abad ke-16 Masehi.

2. Era Kolonial dan Kemerdekaan (Orde Lama) Peranan Islam dan umatnya tidak dapat
dilepaskan terhadap pembangunan politik di Indonesia baik pada masa kolonial maupun masa
kemerdekaan. Pada masa kolonial Islam harus berperang menghadapi ideologi kolonialisme
sedangkan pada masa kemerdekaan Islam harus berhadapan dengan ideologi tertentu macam
komunisme dengan segala intriknya. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sejarah secara tegas
menyatakan kalau pemimpin-pemimpin Islam punya andil besar terhadap perumusan NKRI.
Baik itu mulai dari penanaman nilai-nilai nasionalisme hingga perumusan Undang-Undang
Dasar Negara. Para pemimpin Islam terutama dari Serikat Islam pernah mengusulkan agar
Indonesia berdiri di atas Daulah Islamiyah yang tertuang di dalam Piagam Jakarta. Namun,
format tersebut hanya bertahan selama 57 hari karena adanya protes dari kaum umat
beragama lainnya. Kemudian, pada tanggal 18 Agustus 1945, Indonesia menetapkan
Pancasila sebagai filosofis negara.

3. Era Orde Baru Pemerintahan masa orde baru menetapkan Pancasila sebagai satu-satunya
asas di dalam negara. Ideologi politik lainnya dipasung dan tidak boleh ditampilkan,
termasuk ideologi politik Islam. Hal ini menyebabkan terjadinya kondisi depolitisasi politik
di dalam perpolitikan Islam. Politik Islam terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok
pertama di sebut kaum skripturalis yang hidup dalam suasana depolitisasi dan konflik dengan
pemerintah. Kelompok kedua adalah kaum subtansialis yang mendukung pemerintahan dan
menginginkan agar Islam tidak terjun ke dunia politik.

4. Era Reformasi Bulan Mei 1997 merupakan awal dari era reformasi. Saat itu rakyat
Indonesia bersatu untuk menumbangkan rezim tirani Soeharto. Perjuangan reformasi tidak
lepas dari peran para pemimpin Islam pada saat itu. Beberapa pemimpin Islam yang turut
mendukung reformasi adalah KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), ketua Nahdatul Ulama.
Muncul juga nama Nurcholis Majid (Cak Nur), cendikiawan yang lahir dari kalangan santri.
Juga muncul Amin Rais dari kalangan Muhamadiyah. Bertahun-tahun reformasi bergulir,
kiprah umat Islam dalam panggung politik pun semakin diperhitungkan. Umat Islam mulai
kembali memunculkan dirinya tanpa malu dan takut lagi menggunakan label Islam.
Perpolitikan Islam selama reformasi juga berhasil menjadikan Pancasila bukan lagi sebagai
satu-satunya asas. Partai-partai politik juga boleh menggunakan asas Islam. Kemudian
bermunculanlah berbagai partai politik dengan asas dan label Islam. Partai-partai politik yang
berasaskan Islam, antara lain PKB, PKU, PNU, PBR, PKS, PKNU, dan lain-lain. Dalam
kondisi bangsa yang sangat memprihatinkan sekarang, sudah waktunya umat Islam untuk
terjun dalam perjuangan politik yang lebih serius. Umat islam tidak boleh lagi bermain di
wilayah pinggiran sejarah. Umat Islam harus menyiapkan diri untuk memunculkan
pemimpin-pemimpin yang handal, cerdas, berahklak mulia, profesional, dan punya integritas
diri yang tangguh. Umat Islam di Indonesia diharapkan tidak lagi termarginalisasi dalam
panggung politik. Politik Islam harus mampu merepresentasikan idealismenya sebagai
rahmatan lil alamin dan dapat memberikan kontribusi yang besar bagi bangsa ini.

Peran Agama Dalam Mewujudkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa


Persatuan nasional adalah prasyarat keberhasilan untuk setiap bangsa Ini menjamin rasa
nasional milik terlepas dari latar belakang politik, etnis atau agama.. Cenderung persatuan
nasional sangat penting ketika perubahan besar atau konflik yang dihadapi oleh bangsa.
Persatuan diperlukan untuk memulihkan hidup damai setelah konflik kekerasan Sejarah
negara saya sendiri, Finlandia,. adalah contoh yang baik dari ini.

Dari peran agama dalam membentuk persatuan nasional, penelitian mengatakan: "Dalam
mengembangkan persatuan nasional, nilai-nilai fundamental suatu bangsa perlu
dipertimbangkan juga Meskipun bangsa-bangsa modern bertujuan untuk netralitas agama,
nilai-nilai agama yang dianut oleh mayoritas adalah pusat untuk itu. kehidupan seluruh
masyarakat. Orang-orang sering menemukan dalam agama jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan penting tentang kehidupan, kematian, nilai manusia dan makna hidup bersama. "

Agama dapat menjadi faktor destruktif serta ...


"Dalam Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Manusia, kebebasan beragama termasuk sebagai
hak dasar, untuk cenderung dan dibantu oleh setiap bangsa Kebebasan beragama termasuk
hak untuk memilih, mengubah, mewartakan dan menyebarkan agama seseorang, serta
melatihnya. sendiri atau dalam kebebasan masyarakat. Agama karena itu juga meliputi hak
untuk bekerja misionaris. "
Studi Namibia memiliki implikasi bagi Guyana Guyana karena umumnya memeluk agama
sebagai saluran untuk membentuk kehidupan dan menggunakan nilai-nilai agama untuk
mempengaruhi bentuk masyarakat kita dengan cara yang berbeda.
Organisasi Antar-Agama (IRO) baru saja seperti ide dalam pikiran ketika host hari
kebersamaan di Botanic Gardens kemarin.
Sebagai organisasi nasional, keanggotaan IRO meliputi tubuh payung dari agama utama di
negara itu - Hindu, Islam, Kristen, Baha'i. Dan acara kemarin bertujuan menempa pluralisme
keagamaan yang lebih besar, menunjukkan bahwa anggota beragam agama negara dapat
persekutuan dan bermain bersama dan tinggal di antara satu sama lain dalam semangat
persaudaraan / persaudaraan di bawah satu Tuhan.

Harapannya adalah bahwa kebersamaan ini akan diterjemahkan ke dalam model bahwa
masyarakat sipil dan kepemimpinan politik negara itu dapat meniru. Untuk eksekutif IRO
tegas percaya bahwa ada dan bisa dan harus menjadi hubungan antara agama dan kehidupan
publik politisi Guyana.

Baik agama dan pemerintah memahami dan menerima bahwa Guyana adalah masyarakat
sekuler, sehingga gereja dan negara terpisah. Meskipun demikian, kita merasakan bahwa
pemerintah mengharapkan bahwa agama akan melampaui mencoba untuk meningkatkan
jemaat nya mengkonversi dan semen keyakinan mereka di surga, neraka dan akhirat untuk
menggarisbawahi kebutuhan untuk menanamkan nilai-nilai keanggotaan moral dan etika
kerja yang cenderung menempa persatuan nasional dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Seperti di Namibia dan tempat lain di dunia, karya agama harus dalam arti luas "berusaha
untuk mencari yang terbaik pada orang, bukan hanya dengan memberitakan firman
keselamatan tetapi juga dengan membangun fondasi martabat manusia di bidang aktivitas
mereka. "
Pengungkapan Presiden Jagdeo di layanan Botanic Gardens kemarin bahwa komunitas agama
di negara itu akan segera memiliki akses ke semua stasiun televisi-iman yang ditujukan untuk
agama disambut hangat.

Mudah-mudahan, media yang akan menjadi kekuatan membentuk pusat, melengkapi upaya
lain untuk kuartal menghidupkan nilai-nilai moral dan spiritual - dan etika kerja yang
mendorong kita untuk "memberikan kepada Kaisar apa yang Caesars" atau, sebagai personil
sumber daya manusia akan menegur, "memberikan satu hari kerja penuh untuk upah sehari
penuh."

Peran Agama Dalam Pengembangan Iptek Nasional


Dalam membahas peranan agama dalam pengembangan iptek nasional ini, saya tidak akan
berbicara secara teoritik umum. Mengingat iptek yang kita bicarakan adalah iptek dalam
konteks nasional, maka peranan yang dimainkan oleh agama dalam hal ini pun berada dalam
konteks nasional pula. Dengan demikian, pertanyaan yang ingin saya jawab dalam bagian ini
adalah: Bagaimanakah peran yang diharapkan oleh bangsa Indonesia dari agama dalam
kaitannya dengan pengembangan iptek nasional?
Ada beberapa kemungkinan hubungan antara agama dan iptek: (a) berseberangan atau
bertentangan, (b) bertentangan tapi dapat hidup berdampingan secara damai, (c) tidak
bertentangan satu sama lain, (d) saling mendukung satu sama lain, agama mendasari
pengembangan iptek atau iptek mendasari penghayatan agama.
Pola hubungan pertama adalah pola hubungan yang negatif, saling tolak. Apa yang dianggap
benar oleh agama dianggap tidak benar oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pula
sebaliknya. Dalam pola hubungan seperti ini, pengembangan iptek akan menjauhkan orang
dari keyakinan akan kebenaran agama dan pendalaman agama dapat menjauhkan orang dari
keyakinan akan kebenaran ilmu pengetahuan. Orang yang ingin menekuni ajaran agama
akan cenderung untuk menjauhi ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan oleh
manusia. Pola hubungan pertama ini pernah terjadi di zaman Galileio-Galilei. Ketika
Galileo berpendapat bahwa bumi mengitari matahari sedangkan gereja berpendapat bahwa
matahari lah yang mengitari bumi, maka Galileo dipersalahkan dan dikalahkan. Ia dihukum
karena dianggap menyesatkan masyarakat.
Pola hubungan ke dua adalah perkembangan dari pola hubungan pertama. Ketika kebenaran
iptek yang bertentangan dengan kebenaran agama makin tidak dapat disangkal sementara
keyakinan akan kebenaran agama masih kuat di hati, jalan satu-satunya adalah menerima
kebenaran keduanya dengan anggapan bahwa masing-masing mempunyai wilayah kebenaran
yang berbeda. Kebenaran agama dipisahkan sama sekali dari kebenaran ilmu pengetahuan.
Konflik antara agama dan ilmu, apabila terjadi, akan diselesaikan dengan menganggapnya
berada pada wilayah yang berbeda. Dalam pola hubungan seperti ini, pengembangan iptek
tidak dikaitkan dengan penghayatan dan pengamalan agama seseorang karena keduanya
berada pada wilayah yang berbeda. Baik secara individu maupun komunal, pengembangan
yang satu tidak mempengaruhi pengembangan yang lain. Pola hubungan seperti ini dapat
terjadi dalam masyarakat sekuler yang sudah terbiasa untuk memisahkan urusan agama dari
urusan negara/masyarakat.
Pola ke tiga adalah pola hubungan netral. Dalam pola hubungan ini, kebenaran ajaran agama
tidak bertentangan dengan kebenaran ilmu pengetahuan tetapi juga tidak saling
mempengaruhi. Kendati ajaran agama tidak bertentangan dengan iptek, ajaran agama tidak
dikaitkan dengan iptek sama sekali. Dalam masyarakat di mana pola hubungan seperti ini
terjadi, penghayatan agama tidak mendorong orang untuk mengembangkan iptek dan
pengembangan iptek tidak mendorong orang untuk mendalami dan menghayati ajaran agama.
Keadaan seperti ini dapat terjadi dalam masyarakat sekuler. Karena masyarakatnya sudah
terbiasa dengan pemisahan agama dan negara/masyarakat, maka. ketika agama
bersinggungan dengan ilmu, persinggungan itu tidak banyak mempunyai dampak karena
tampak terasa aneh kalau dikaitkan. Mungkin secara individu dampak itu ada, tetapi secara
komunal pola hubungan ini cenderung untuk tidak menimbulkan dampak apa-apa.
Pola hubungan yang ke empat adalah pola hubungan yang positif. Terjadinya pola hubungan
seperti ini mensyaratkan tidak adanya pertentangan antara ajaran agama dan ilmu
pengetahuan serta kehidupan masyarakat yang tidak sekuler. Secara teori, pola hubungan ini
dapat terjadi dalam tiga wujud: ajaran agama mendukung pengembangan iptek tapi
pengembangan iptek tidak mendukung ajaran agama, pengembangan iptek mendukung ajaran
agama tapi ajaran agama tidak mendukung pengembangan iptek, dan ajaran agama
mendukung pengembangan iptek dan demikian pula sebaliknya.
Dalam wujud pertama, pendalaman dan penghayatan ajaran agama akan mendukung
pengembangan iptek walau pengembangan iptek tidak akan mendorong orang untuk
mendalami ajaran agama. Sebaliknya, dalam wujud ke dua, pengembangan iptek akan
mendorong orang untuk mendalami dan menghayati ajaran agama walaupun tidak
sebaliknya terjadi. Pada wujud ke tiga, pengembangan iptek akan mendorong orang untuk
lebih mendalami dan menghayati ajaran agama dan pendalaman serta penghayatan ajaran
agama akan mendorong orang untuk mengembangkan iptek.
Pertanyaan selanjutnya adalah pola hubungan yang manakah yang dikehendaki oleh bangsa
Indonesia terjadi di negara kita ini? Untuk menjawab pertanyaan di atas, maka kita perlu
melihat kembali GBHN sebagai cermin keinginan bangsa Indonesia tentang apa yang mereka
harapkan terjadi di Indonesia dalam masa 5 atau 25 tahun mendatang.
Kalau kita simak pernyataan eksplisit GBHN 1993-1998 tentang kaitan pengembangan iptek
dan agama, akan kita lihat bahwa pola hubungan yang diharapkan adalah pola hubungan ke
tiga, pola hubungan netral. Ajaran agama dan iptek tidak bertentangan satu sama lain tetapi
tidak saling mempengaruhi. Pada Bab II, G. 3. GBHN 1993-1998, yang telah dikutip di
muka, dinyatakan bahwa pengembangan iptek hendaknya mengindahkan nilai-nilai agama
dan budaya bangsa. Artinya, pengembangan iptek tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai
agama dan budaya bangsa. Tidak boleh bertentangan tidak berarti harus mendukung. Kesan
hubungan netral antara agama dan iptek ini juga muncul kalau kita membaca GBHN dalam
bidang pembangunan Agama dan Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tak ada satu
kalimat pun dalam pernyataan itu yang secara eksplisit menjelaskan bagaimana kaitan agama
dengan iptek. Pengembangan agama tidak ada hubungannya dengan pengembangan iptek.
Akan tetapi, kalau kita baca GBHN itu secara implisit dalam kaitan antara pembangunan
bidang agama dan bidang iptek, maka kita akan memperoleh kesan yang berbeda. Salah satu
asas pembangunan nasional adalah Asas Keimanan dan Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa yang berarti
bahwa segala usaha dan kegiatan pembangunan nasional dijiwai, digerakkan, dan
dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai nilai
luhur yang menjadi landasan spiritual, moral,dan etik dalam rangka pembangunan nasional
sebagai pengamalan Pancasila (Bab II, C. 1.)
Di bagian lain dinyatakan bahwa pembangunan bidang agama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa diarahkan, antara lain, untuk memperkuat landasan spiritual, moral,
dan etik bagi pembangunan nasional.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa, secara implisit, bangsa Indonesia menghendaki agar
agama dapat berperan sebagai jiwa, penggerak, dan pengendali ataupun sebagai landasan
spiritual, moral, dan etik bagi pembangunan nasional, termasuk pembangunan bidang iptek
tentunya. Dalam kaitannya dengan pengembangan iptek nasional, agama diharapkan dapat
menjiwai, menggerakkan, dan mengendalikan pengembangan iptek nasional tersebut.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari hasil yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa Perjalanan sejarah
panjang bangsa ini tidak dapat memisahkan Islam darisejarah perjuangan mulai dari
awal. Islam mampu menjadi pemersatu perjuangan kemerdekaan dan mempertahankan
kemerdekaan. Tidak sedikit kalangan Islam membentuk barisannya sendiri untuk berjuang
demikebebesan masyarakat Indonesia. Kenyataan ini yang kemudian menjadidasar tuntut
kalangan Islam atas kedudukan yang pasti Islam padaIndonesia selain jumlah penganut Islam
di negara ini yang mayoritas.Ternyata tuntutan kalangan Islam dengan dasar seperti ini tidak
mampumelunakan kalangan di luar Islam. Mereka (non-Islam) merasa takutdengan posisi
Islam bila mendapatkan tempat formal dalamketatanegaraan Indonesia. demi keutuhan
bangsa kalangan Islam mengalahdan melunak dengan opsi memasukan Islam dan
ketatanegaraan Indonesia. bergulirnya waktu ternya mendesak Islam politik untuk
menyingkir dari panggung politik nasional. Kenyataan pahit ini harus dihadapi hinggaenam
puluh tahun (60 tahun). Panjangnya masa vakum dari panggung politik menyebabkan Islam
politik menjadi terbagi dalam dua pemikiran, pelaksanaan Islam secara formal seperti
sebelumnya diperjuangkan atau cukup pada tahapan substansinya saja. Tapi perdebatan ini
tidak mempertentangkan antara Islam dan demokrasi yang menjadi sistem politik modren
yang dianut Indonesia. Islam politik juga melibatkan diridalam politik nasional dan
menggunakan institusi politik sebagai media perjuangan untuk meletakan dasar-dasar
perjuangan. Hal ini dapat dilihatdari tiga peristiwa sepanjang tahun 1999-2002. Diawali
dengan pemilihanumum 1999 yang tidak memposisikan Islam politik sebagai pemenangatau
peraih suara tertinggi. Kemudian pemilihan presiden yang membuatkalangan Islam mampu
berada di atas angin setelah mampumendudukan Abdurrahman Wahid sebagai presiden.
Walaupun tidak bertahan lama posisi Abdurrahman Wahid harus digantikan oleh
Megawatiyang semula dijegal oleh elit politik Islam. dan sidang tahunan MPR yangsecara
berkelanjutan dari tahun 2000 hingga tahun 2002 membahas materi perubahan UUD 1945
dan menghasilkan empat perubahan. Tetapikalangan Islam kembali gagal memasukan tujuh
kata Piagam Jakarta yangtelah lama terhapus kedalam materi perubahan UUD 1945 yang
berada pada pasal 29.
Daftar Pustaka
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Politik_Islam
2. http://www.scribd.com/doc/27543703/Bab-i-Pendahuluan
3. http://www.dayahinstitute.com/index.php?option=com_content&view=article&id=69:-
us-judge-upholds-censoring-cia-prisoner-testimony-&catid=37:politics&Itemid=77
4. http://www.anneahira.com/kontribusi-umat-islam-dalam-perpolitikan-nasional.htm
5. http://webpustaka.com/berita/peranan-agama-dalam-pembangunan-iptek-nasional/
6. http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|
id&u=http://www.landofsixpeoples.com/news401/nc40119.htm
7. http://www.scribd.com/doc/35825678/21/Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai