Anda di halaman 1dari 38

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keaslian Penelitian

1) Soamole dan Susanto (Analisis Persepsi Penumpang Terhadap Kualitas

Pelayanan Angkutan Laut Di Pelabuhan Regional Sanana Kab. Kepulauan Sula,

2013). Analisis Persepsi Penumpang Terhadap Kualitas Pelayanan

Angkutan Laut di Pelabuhan Regional Sanana Kabupaten Kepulauan Sula,

Maluku Utara. Dalam penelitian tersebut menjelaskan persepsi pengguna

jasa pelabuhan regional Sasana berdasarkan nilai indeks kepuasan rata

rata terhadap 8 (delapan) faktor pelayanan sebesar 54,74 persen masuk

kriteria cukup puas.

Faktor fasilitas pendukung di ruang tunggu pelabuhan dan faktor informasi

jadwal kapal masuk kriteria kurang puas dan menjadi prioritas utama untuk

ditingkatkan kinerjanya oleh pengelola pelabuhan

Kesamaan :

Dalam penelitian Kesamaan terletak pada metode yang digunakan adalah

Important Performance Analiysis (IPA).

Perbedaan :

a) Dalam penelitian tersebut terletak pada lokasi penelitian pelabuhan

regional sanana Kab. Kepulauan Sula. Sedangkan penelitian ini

terletak pada lokasi pelabuhan rakyat Kota Kendari

b) Jumlah variabel penelitian = 8 (Delapan) untuk tingkat pelayanan

pelabuhan, dan 8 (delapan) untuk tingkat pelayanan kapal

6
penumpang. Sedangkan dalam penelitian ini menambahkan 2 (dua)

variable untuk pelayanan Pelabuhan dan 2 (dua) variable untuk

pelayanan kapal penumpang.

c) Penelitian tersebut tidak mengukur tingkat penggunaan dermaga

menggunakan BOR ( Berth Occupancy Ratio). Sedangkan penelitian

ini mengukur tingkat penggunaan dermaga menggunakan BOR (

Berth Occupancy Ratio).

2) Ihsan (Analisis Tingkat Kepuasan Pelayanan Pelabuhan Kapal Penumpang

Kendari (Studi Kasus Pelabuhan Nusantara Kota Kendari), 2016). Analisi

Tingkat Kepuasan Pelayanan Pelabuhan Kapal Penumpang Kendari (Studi

Kasus Pelabuhan Nusantara Kota Kendari). Dalam Penelitian tersebut

menjelaskan bahwa rata rata tingkat kepuasan pada pelabuhan kapal

penumpang nusantara kota Kendari puas berdasarkan pendekatan

Costumer Satisifaction Index (CSI), dan metode Importance Performance

Analysis (IPA)

Persamaan :

Metode yang digunakan adalah metode Costumer Satisifaction Index (CSI)

dan Importance Performance Analysis (IPA)

Perbedaan:

a) Dalam penelitian tersebut terletak pada Lokasi penelitian yang

dilakukan di pelabuhan penumpang nusantara Kota Kendari.

Sedangkan penelitian ini terletak pada lokasi pelabuhan rakyat Kota

Kendari.

7
b) Penelitian tersebut tidak mengukur tingkat kualitas pelayanan kapal

penumpang. Sedangkan dan penelitian ini mengukur tingakat

pelayanan kapal penumpang.

c) Penelitian tersebut tidak mengukur tingkat penggunaan dermaga

menggunakan BOR ( Berth Occupancy Ratio). Sedangkan penelitian

ini mengukur tingkat penggunaan dermaga menggunakan BOR (

Berth Occupancy Ratio).

3) Muazam (Analisis Presepsi Pengguna Jasa Terhadap Kinerja Pelayanan

Pelabuhan Lelamo Di Buton Utara, 2016). Analisis Presepsi Pengguna Jasa

Terhadap Kinerja Pelayanan Pelabuhan Lelamo Di Buton Utara. Dalam

Penelitian tersebut analisis dilakukan dengan menghitung Importance

Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI).

Persamaan :

Metode yang digunakan adalah metode Importance Performance Analysis

(IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI).

Perbedaan:

a) Dalam penelitian tersebut perbedaannya terletak pada Lokasi

penelitian yang dilakukan di pelabuhan penumpang lelamo Kab. Butur.

Sedangkan penelitian ini terletak pada lokasi pelabuhan rakyat Kota

Kendari.

b) Penelitian tersebut tidak mengukur tingkat kualitas pelayanan kapal

penumpang. Sedangkan dan penelitian ini mengukur tingakat

pelayanan kapal penumpang.

8
c) Penelitian tersebut tidak mengukur tingkat penggunaan dermaga

menggunakan BOR ( Berth Occupancy Ratio). Sedangkan penelitian

ini mengukur tingkat penggunaan dermaga menggunakan BOR (

Berth Occupancy Ratio).

2.2 Sistem Transportasi

Definisi sistem transportasi dapat dijelaskan dari dua jenis kata yang

membentuknya yaitu sistem dan transportasi. Di antara definisi system adalah

suatu kumpulan komponen komponen yang saling berinteraksi satu sama

lain dalam suatu wadah tertentu (isolated collection)(Gottfried, B.,S., 1984).

Sedangkan transportasi didefinisikan sebagai kegiatan pergerakan barang dan

atau orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda

tertentu. Jadi sistem transportasi secara lengkap dapat didefinisikan sebagai

suatu kumpulan komponen komponen yang interaksinya menyebabkan

adanya pergerakan barang dari suatu tempat ke tempat lain.

Sistem transportasi adalah suatu interkasi yang terjadi antara tiga


komponen sistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi, yaitu system
aktivitas, sistem jaringan transportasi dan sistem arus (flow) (Muh.Ihsan
dalam Manheim, 1979). Hubungan ketiga komponen sistem ini dapat dilihat
pada gambar dibawah ini.

Sistem Jaringan Tranportasi

Sistem Arus

Sistem Aktivitas

Gambar 2.1 Sistem Transportasi Sumber : (Muh.ihsan dalam Manheim, 1979)

9
Sistem transportasi juga dapat diartikan susatu sistem pergerakan

manusia dan barang antara satu tempat dengan tempat lain. Karena berkaitan

dengan pergerakan, maka sistem transportasi dapat terdiri dari kofigurasi

spasial, teknologi transportasi dan sistem kelembagaan (Setijowarno, D dan

R.B Frazila, 2001). Singkatnya sistem tranportasi merupakan sistem yang

terdiri dari prasarana atau sarana dan system pelayanan yang memungkinkan

adanya pergerakan (LKPM ITB, 1996)

2.3 Sistem Pelabuhan Laut

Sistem pelabuhan laut merupakan bagian dari sistem transportasi laut.

Sistem transportasi laut itu sendiri dapat didefinisikan sebagai sistem

pergerakan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain melalui sarana

dan prasarana laut. Diantara prasarana laut adalah pelabuhan.

Didalam pelabuhan sendiri terdiri dari beberapa komponen yang saling

berinteraksi dan membentuk suatu sistem dan disebut sistem pelabuhan laut

untuk membedakan dengan pelabuhan udara. Sistem pelabuhan laut terdiri

dari 2 (dua) elemen utaama, yaitu elemen sarana pelabuhan berupa kapal dan

elemen prasarana berupa fasilitas pelabuhan.

Antara sarana dan prasarana pelabuhan laut berinteraksi satu sama lain

dan membentuk suatu proses sistem. Proses ini disebut proses sistem

pelayanan. Sebagaimana system yang lain, proses yang terjadi dalam sistem

pelabuhan laut dapat terdiri dari tiga komponen input, pelayanan dan output

(IPO). Input dalam pelabuhan laut dapat berupa kedatangan kapal, kedatangan

10
barang atau kedatangan orang. Pelayanan dalam pelabuhan laut berupa proses

pelayanan terhadap kapal sebagai moda seperti tandu, tunda, tambat, bongkar

muat atau pelayanan terhadap orang atau barang seperti ticketing, sorting, dan

naik turun. Sedangkan output dalam pelabuhan dapat berupa jumlah orang

atau barang yang terangkut, atau tingkat layanan rata-rata.

INPUT PROSES OUTPUT


(bongkar/muat,nai (Volume
(Kapal,Barang,Orang)
k/turun,ticketing) Kapal,Barang,Orang,tingkat
pelayanan)
Gambar 2.2 Proses IPO dalam sistem pelabuhan

Dalam fungsi dasarnya sebagai simpul transis moda, barang dan orang,

pelabuhan pada dasarnya adalah terminal transportasi. Sedangkan fungsi

terminal transportasi secara umum adalah (Muh.Ihsan dalam Morlok, E., K.,

1970)

1) Untuk memuat dan membongkar barang dan serta menurunkan dan

menaikkan penumpang.

2) Untuk tempat penampungan,pemrosesan dan pengepakan sampai barang

diangkut, dan tempat singgah atau transit penumpang.

3) Tempat penampungan, pemrosesan dan pengepakan sampai barang

diangkut, dan tempat singgah atau transit penumpang.

4) Tempat penampungan, perawatan dan pengaturan kendaraan.

5) Tempat pengumpulan barang dan penumpang, sehingga mencapai jumlah

tertentu yang ekonomis untuk diangkut.

Persyaratan yang dibutuhkan pelabuhan dari segi geografis dan teknis meliputi

(Alfin dalam Schumer,1974) :

11
1) Lokasinya sedekat mungkin dengan lokasi asal dan tujuan barang dan

penumpang

2) Mampu memberikan perlindungan terhadap kapal dari cuaca buruk

sewaktu berada di pelabuhan.

3) Memiliki kedalaman perairan yang cukup

4) Tersedia fasilitas fasilitas yang digunakan untuk penanganan barang

maupun penumpang.

2.4 Perkembangan Pelabuhan

Pada awalnya, pelabuhan hanya merupakan suatu tepian di mana

kapal- kapal dan perahu perahu dapat merapat dan bertambat untuk bisa

melakukan bongkar muat barang, menaik turunkan penumpang dan kegiatan

lain. Untuk bisa melakukan kegiatan tersebut maka pelabuhan harus tenang

dari gangguan gelombang, sehingga pada masa itu pelabuhan berada di tepi

sungai, teluk atau pantai yang secara alami terlindung terhadap gangguan

gelombang. Dengan berkembangnya kehidupam sosial dan ekonomi penduduk

suatu daerah atau Negara maka kebuuhan akan sandang, pangan dan fasilitas

hidup lainnya meningkat. Hasil produksi suatu daerah baik yang berupa hasil

bumi maupun industri semakin banyak sehingga dperlukan pemindahan atau

pemasaran barang ke daerah lain. Dengan demikian diperlukan sarana dan

prasarana pegangkutan yang lebih memadai. Kapal yang semula sederhana

dan kecil, sesuai dengan berkembangnya teknologi meningkat menjadi kapal

kapal besar dan teknologi lebih canggih. Bahkan kemudian berkembang kapal

12
kapal khusus yang disesuaikan dengan barang yang diangkut seperti barang

umum (general carco slip), kapal barang curah, kapal tanker, kapal peti kemas,

kapal pengangkut gas alam cair (LNG tanker), kapal penumpang, kapal ferry,

kapal ikan kapal keruk, kapal perang dan lain sebagainya (Triatmojo, 1996 :

1).

2.5 Arti Penting Pelabuhan

Indonesia sebagai Negara kepulauan/maritime, peranan pelayaran

adalah sangat penting bagi kehidupan sosial, ekonomi, pemerintahan,

pertahanan / keamanan, dan sebagainya. Bidang kegiatan pelayaran sangat

luas meliputi angkutan penumpang dan barang, penjagaan pantai, hidrografi,

dan masih banyak lagi jenis pelayaran lainnya.

Bidang kegiatan pelayaran dapat dibedakan menjadi dua yaitu

pelayaran niaga dan bukan niaga. Pelayaran niaga adalah usaha pengangkutan

barang, terutama barang dagangan, melalui laut antar pulau atau pelabuhan.

Pelayaran bukan niaga meliputi pelayaran kapal patrol, survey kelautan dan

sebagainya.

Kapal sebagai sarana pelayaran mempunyai pperan sangat penting

dalam system angkutan laut. Hampir semua barang impor, ekspor dan muatan

dalam jumlah sangat besar diangkut dengan menggunakan kapal laut,

walaupun di antara tempat tempat dimana pengangkutan dilakukan terdapat

fasilitas angkutan lain yang berupa angkutan darat dan udara. Hal ini

13
mengingat bahwa kapal mempunyai kapasitas yang jauh lebih besar dari pada

sarana angkutan lainnya (triatmojo, 1996 : 2).

2.6 Pengertian Pelabuhan

Didalam literatur bahasa Indonesia dikenal dua istilah yang

berhubungan dengan arti bandar dan pelabuhan, keduanya sama namun bila

disimak lebih jauh ternyata kedua istilah tersebut mengandung perbedaan.

Harbour (bandar) adalah daerah perairan yang terlindung terhadap

gelombang dan angin, untuk berlabuhnya kapal-kapal. Bandar ini hanya

diperlukan untuk berlindung, mengisi bahan bakar, perbaikan dan bongkar

muat barang. Pelabuhan (Port) adalah daerah perairan yang terlindung dari

gelombang, dimana tersedia tambatan/ dermaga untuk bongkar muat barang

dari kapal, gudang laut (transito) dan penumpukan lainnya serta menyimpan

barang dalam waktu yang lebih lama selama menunggu pengiriman ke daerah

tujuan atau pengapalan.

Pelabuhan mempunyai daerah pengaruh (hinterland),yaitu sebaagai

daerah yang mempunyai kepentingan hubungan ekonomi, sosial dan lain

lain dengan pelabuhan tersebut (Triatmojo, 1996 : 3).

Pelabuhan adalah sebagai tempat yang terlindung dari gerakan

gelombang laut, sehingga bongkar muat dapat dilaksanakan demi menjamin

keamanan barang. Kadang-kadang pada suatu lokasi pantai dapat memenuhi

keadaan dimana kedalaman air/kolam pelabuhan memenuhi persyaratan untuk

ukuran kapal tertentu, sehingga kapal hanya dibutuhkan bangunan suatu

14
tambatan untuk merapatnya kapal sehingga bongkar muat dapat dilaksanakan

(Kramadibrata, S.1985:18).

Pelabuhan merupakan prasarana ekonomi yang dibangun pemerintah

sebagai investasi untuk mendorong atau memajukan suatu wilayah. Pengertian

prasarana sendiri adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama

terselenggaranya suatu proses baik itu kegiatan sosial maupun ekonomi.

Prasarana dapat dianggap sebagai faktor potensial dalam menentukan masa

depan dari perkembangan suatu wilayah perkotaan dan perdesaan (Jayadinata,

1999 : 31-33). Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 54

Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut, pelabuhan adalah

tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas

tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahahn dan kegiatan ekonomi yang

dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun

penumpang dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas

keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat

perpindahan intra dan antar moda transportasi.

Pelabuhan memiliki peranan yang sangat penting sebagai tempat

pelayaran yang dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh

Pemerintah dalam rangka mewujudkan kelancaran, ketertiban, keamanan dan

keselamatan pelayaran dalam pelayanan jasa kepelabuhanan. Pelabuhan utama

adalah pelabuhan yang mempunyai jangkauan pelayanan yang luas.

Sedangkan pelabuhan pengumpan adalah pelabuhan yang mempunyai

jangkauan pelayanan yang terbatas.

15
Pelabuhan adalah salah satu system infrastruktur yang mendorong

perekonomian, merupakan pintu gerbang perdagangan internasional dan

semuanya untuk perkembangan dan kemajuan ekonomi (Onyema, 2015).

Sementara pendapat lain dalam buku (SISTRANAS, 2002 : 9),

pelabuhan dapat dibedakan atas:

1) Pelabuhan Umum yang digunakan untuk melayani kepentingan umum

perdagangan luar negeri sesuai ketetapan pemerintah dan mempunyai

fasilitas karantina, imigrasi dan bea cukai;

2) Pelabuhan khusus yang digunakan untuk melayani kepentingan sendiri

guna menunjang kegiatan tertentu.

Berdasarkan hirarki dan jenis pelabuhan laut terdiri dari :

a) Pelabuhan Internasional (utama sekunder) adalah pelabuhan utama

yang memiliki peran dan fungsi melayani kegiatan dan alih muat

penumpang dan barang nasional dalam volume yang relatif besar

karena kedekatan dengan jalur pelayaran nasional dan Internasional

serta jarak tertentu dengan pelabuhan Internasional lainnya.

b) Pelabuhan nasional (utama tersier) adalah pelabuhan utama

memiliki peran dan fungsi melayani kegiatan dan alih muat

penumpang dan barang nasional dan bisa menangani semi kontainer

dengan volume bongkar.

c) Pelabuhan regional adalah pelabuhan pengumpan yang berfungsi

khusus untuk melayani kegiatan dan alih muat angkutan laut dalam

16
jumlah kecil dan jangkauan pelayanan antar Kabupaten/kota serta

merupakan pengumpan kepada utama.

d) Pelabuhan lokal adalah pelabuhan pengumpan yang berfungsi

khususnya untuk melayani kegiatan angkutan laut dalam jumlah

kecil dan jangkauan pelayanannya antar kecamatan dalam

Kabupaten/kota serta merupakan pengumpan kepada pelabuhan

utama dan pelabuhan regional.

2.7 Jenis dan Klasifikasi Pelabuhan

Pelabuhan dapat dibedakan atas jenis dan klasifikasinya. Menurut

jenisnya pelabuhan terbagi atas pelabuhan umum dan pelabuhan khusus.

Pelabuhan umum adalah pelabuhan yang melayani kepentingan umum

sedangkan pelabuhan khusus adalah pelabuhan yang dioperasikan untuk

kepentingan tertentu guna menunjang kegiatan tertentu pula. Menurut

Kramadibrata (1985;13) jika ditinjau dari sudut klasifikasinya pelabuhan

dibedakan atas pelabuhan alam, pelabuhan buatan dan pelabuhan semi alam

yang masing masing dijelaskan sebagai berikut.

2.7.1 Pelabuhan alam (Natural and Protected Harbour)

Pelabuhan yang terbentuk secara ilmiah dari suatu daerah yang

menjurus ke dalam dan terlindungi oleh suatu pulau atau terletak di

suatu teluk sehingga kegiatan berlabuhnya kapal dapat dilaksanakan.

17
2.7.2 Pelabuhan buatan (Artificial Harbour)

Pelabuhan yang sengaja dibuat oleh manusia sebagai daerah

pengairan yang terlindung dari ombak maupun badai sehingga

memungkinkan bagi kapal untuk berlabuh.

2.7.3 Pelabuhan semi alam (Semi Natural Habour)

Pelabuhan yang terbentuk dari perpaduan antara bentukan

alam dan bantuan manusia. Pelabuhan ini terbentuk dari daerah yang

secara alami memungkinkan untuk dibuat menjadi pelabuhan, namun

memiliki kendala sehingga perlu sentuhan teknologi oleh manusia,

sehingga layak digunakan

2.8 Fungsi Pelabuhan

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 1993 pasal 4 ayat 1

fungsi pelabuhan dinyatakan sebagai Pelabuhan adalah sebagai tumpuan

tatanan kegiatan ekonomi dan kegiatan Pemerintah merupakan sarana untuk

menyelenggarakan tempat naik turunnya penumpang dan bongkar muat

barang serta menunjang angkutan laut.

Penumpang memasuki ruang tunggu dan menetapkan pedoman , yang

akan menyelesaikan formalitas yang diperlukan untuk penumpang naik .

Pelabuhan merupakan suatu unit ekonomi yang berperan merangsang

pertumbuhan perdagangan perekonomian, atau terdiri atas kegiatan

penyimpanan distribusi pemasaran. Menurut Salim,A (1993:128), fungsi dan

peran pelabuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

18
a) Fungsi dan Peranan Pelabuhan

1. Penyedia fasilitas dan pelayaran untuk memindahkan barang dari kapal

ke angkutan darat atau sebaliknya (interface). Atau memindahkan

barang-barang dari kapal yang satu ke kapal lainnya (transhipment).

2. Fungsi Link yaitu sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam

sistem transportasi mulai dari tempat asal barang sampai ke tempat

tujuan, baik dari segi performance maupun dari segi biaya yang sangat

mempengaruhi kegiatan transportasi secara keseluruhan.

b) Fungsi Pelayanan dan Pemangkalan Kapal

1) Bantuan kepada kapal yang masuk, meninggalkan dan berolah gerak di

pelabuhan.

2) Perlindungan kapal dari ombak selama berlabuh dan tambat.

3) Pelayanan untuk pengisian bahan bakar dan perbekalan.

4) Pemeliharaan dan perbaikan kapal seperti dok, galangan kapal.

c) Fungsi Pelayanan Barang

1) Penyediaan prasarana dan sarana untuk penyimpanan sementara

pengepakan, penimbunan barang, konsentrasi muatan dalam kelompok

yang berukuran ekonomis untuk diangkut.

2) Bongkar muat barang dari dan ke kapal dan penanganan barang didarat.

3) Penjagaan keamanan barang.

d) Fungsi Pelayanan Penumpang

1) Penyediaan prasarana dan sarana bagi penumpang selama menunggu

kapal dan melakukan aktifitas persiapan keberangkatan.

19
2) Penyediaan sarana yang dapat memberikan kenyamanan, penyediaan

makanan dan keperluan lain bagi penumpang.

3) Penjagaan keamanan dan keselamatan penumpang.

e) Fungsi Pelayanan dokumen dan Lain-Lain

1) Penyelenggaraan dokumen kapal

2) Penyelenggaraan dokumen pabean, muatan kapal laut dan dokumen

lainnya.

3) Penjualan dan pemeriksaan tiket penumpang

4) Penyelesaian dokumen imigrasi penumpang untuk pelayanan luar

negeri.

2.9 Fasilitas Pelabuhan

2.9.1 Dermaga

Dermaga merupakan salah satu bagian pelabuhan yang digunakan

untuk merapat dan menambatkan kapal untuk melakukan bongkar muat

dan menaikkan penumpang (Triatmodjo,B.1996 :157)

2.9.2 Fasilitas Penumpukan dan Gudang

Fasilitas lapangan penumpukan ini dimasukkan untuk kelancaran

kerja bongkar muat dari kapal agar tidak terlalu lama berada dipelabuhan

atau dijadikan gudang sementara oleh para pemilik barang.

2.9.3 Terminal Penumpang

Terminal penumpang pelabuhan sebagai tempat ruang tunggu

angkutan kapal para penumpang (embarkasi dan debarkasi).

20
2.9.4 Fasilitas Peralatan Bongkar Muat

Fasilitas peralatan bongkar muat sangat penting artinya dalam

pengelolaan pelabuhan, terutama bagi jasa labuh dan pelayanan bongkar

muat barang.

2.10 Sistem Dermaga dan Bongkar Muat

Pelabuhan mempunyai sistem dermaga yang berbeda-beda, dengan

pelabuhan lainnya, tergantung dari peranan dan fungsi pelabuhan tersebut.

Sistem dermaga adalah proses aliran barang dari kapal ke truk atau langsung

ke lapangan penumpukan atau sebaliknya. Pada umumnya dalam sistem aliran

barang di dermaga terdiri dari tiga sebagai berikut:

a) Aliran barang dengan route tidak langsung, yakni aliran barang dari kapal

terlebih dahulu ditransfer melalui lapangan penumpukan atau gudang,

kemudian diangkut dengan moda angkutan jalan raya.

b) Aliran barang dengan route semi langsung, yakni aliran barang diletakkan

sementara atau dibongkar di dermaga, hal ini karena sistem moda

angkutan jalan raya tidak dapat ditangani barang-barang tersebut dengan

secepatnya.

c) Aliran barang dengan sistem route langsung, adalah barang dari kapal

langsung diangkut dengan moda angkutan darat/ truk.

Sistem bongkar muat barang adalah berkaitan dengan proses bongkar

muat dari kapal ke dermaga atau sebaliknya. Kapasitas dari sistem bongkar

muat tergantung pada sistem alat angkat kapal dan kapasitas buruh pelabuhan.

Sedangkan sistem transper berkaitan dengan proses pengangkutan barang dari

21
dermaga ke sistem jaringan transportasi lokal di dalam pelabuhan. Kedua

sistem ini dapat diukur dimensi ton per gang jam.

Jika kapasitas sistem transfer kecil maka kapasitas sistem dermaga akan

kecil juga, meskipun kapasitas sistem bongkar muat besar, demikian pula

sebaliknya. Secara diagramatis hubungan seri antara sistem bongkar muat

dengan sistem transfer dapat dilihat sebagai berikut:

Sistem sistem

Bongkar/ transfer

Input muat output


Kapasitas Kapasitas
angkut transfer

Gambar 2.3 Diagram Sistem Bongkar Muat dan Sistem Transfer

2.11 Justifikasi Pengelolaan Pelabuhan

Sejak jaman penjajahan himgga sekarang in berbagai bentuk produk

hukum tentang pembinaan dan pengelolaan Pelabuhan telah diterbitkan

(dalam Soemarsono, 1997), yaitu antara lain ;

a. Algemene Heven Reglement (AHR) Stb. 1927 tentang ketentuan

umum Kepelabuhan.

b. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang No. 19 tahun

1960 tentang Perusahaan Daerah Pelayaran.

22
c. Undang Undang No. 9 tahun 1969 tentang Susunan dan Tata

Kerja Pelabuhan dan Daerah Pelayaran.

d. Undang Undang No. 9 tahun 1969 tentang Bentuk bentuk

Usaha Negara dan sebagai pelaksanaannya dikeluarkan Peraturan

No. 18 tahun 1969 tentang dibubarkannya Perusahaan Negara

Pelabuhan (dalam likuidasi)

e. Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 1983 tentang Tata Cara

Pembinaan dan Pengawasan Perusahaan Jawatan (Perjan),

Perusahaaan Umum (Perum) dan Persero.

f. Peraturan Perusahaan No. 23 tahun 1985 tentang Pembinaan

Kepelabuhan.

g. Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 1985 tentang Perusahaan

Umum Pelabuhan I,II,III dan IV

h. Peraturan Pemerintah No. 57 tahun 1991 tentang Pengalihan

bentuk Perum pelabuhan menjadi Perum Pelabuhan menjadi

Perusahaan Perseroan (Persero)

Berdasarkan Peraturan Pemerintah dimaksud pada butir 7 diatas, maka

pengelolaan pelabuhan di Indonesia dikelompokkan menjadi 4 (empat)

Badan Usaha Milik Negara yang meliputi :

a. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I berada di Belawa, mengelola

pelabuhan yang terletak di Provinsi Aceh (NAD), Sumatera Utara,

dan Riau.

23
b. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II berkedudukan di Jakarta,

mengelola pelabuhan pelabuhan yang terletak di Provinsi

Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu,Lampung, Jawa Barat, DKI Jaya

dan Kalimantan Barat.

c. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III berada di Surabaya,

mengelola pelabuhan pelabuhan yang terletak di Provinsi

Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Timur, Timor Timur, dan

Kalimantan Selatan.

d. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia IV berada di Ujung Pandang

(Makasar), mengelola pelabuhan pelabuhan yang terletak di

Provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara,

Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku

dan Irian Jaya (Papua)

Melihat begitu luasnya fungsi fungsi dan peranan pelabuhan dalam

perekonomian, maka pemerintah telah mengatur orgsnisasi pelaksanaan di

pelabuhan sebagaiamana dimuat dalam Peraturan Pemerintah No. 11 tahun

1983 Bab III, pasal 9 dan 10 yang berbunyi sebagai berikut :

a. Unsur unsur pelaksana pelabuhan terdiri dari intansi intansi dan unit

unit kerja yang tugasnya berkaitan dengan lau lintas kapal penumpang

barang dan hewan di pelabuhan.

b.Instansi dan Unit kerja dalam ayat a pasal ini diantara lain :

24
1. Unit Pelaksana Badan Usaha Pelabuhan di pelabuhan pelabuhan yang

diusahakan oleh badan usaha pelabuhan

2. Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan di pelabuhan pelabuhan yang tidak

diusahakan oleh badan usaha pelabuhan.

3. Unit Pelaksan Teknis Intansi Pemerintah Bidang Perhubungan Laut

selain huruf 1 dan 2

4. Instansi instansi Pemerintah lainnya.

5. Administrator Pelabuhan di pelabuhan- pelabuhan yang diusahakan

oleh badan usaha pelabuhan

Tugas intansi dan unit kerja di pelabuhan sebagaimana dimaksud pada pasal

9 Peraturan Pemerintah ini adalah sebagai berikut :

a. Unit Pelaksana Badan Usaha Pelabuhan melaksanakan jasa kepelabuhan

dipelabuhan yang diusahakan oleh Badan Usaha Pelabuhan (BUP)

b.Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan melaksanakan pengelolaan jasa

kepelabuhan dan mengkoordinasikan instansi instansi pemerintah bidang

perhubungan laut dan instansi pemerintah lainnya untuk melaksanakan

tugas kepelabuhan di pelabuhan yang tidak diusahakan oleh Badan Usaha

Pelabuhan (BUP)

c. Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan instansi pemerintah bidang perhubungan

laut melaksanakan fungsi kebandaran, perkapalan dan pelayaran, jasa

maritime, perambutan dan penerangan pantai, elektronika dan pelayaran,

pengamanan pelabuhan bandar dan lalu lintas angkutan laut.

25
d.Instansi Pemerintah lainnya melaksanakan fungsi di bidang masing

masing seperti bea cukai, imigrasi, karantina kesehatan dan keamanan.

e. Badan Usaha Milik Negara dan atau swasta lainnya melaksanakan fungsi

usaha penunjaang dan atau pemakai jasa kepelabuhan.

f. Administrator Pelabuhan melaksanakan funsi koordinasi unit pelaksana

Badan Usaha Pelabuhan, instansi pemerintah bidang perhubungan laut,

dan instansi pemerintah lainnya untuk kelancaran tugas kepelabuhan di

pelabuhan yang diusahakan oleh Badan Usaha Pelabuhan (BUP).

2.12 Hinterland Pelabuhan

Perkembangan dan pertumbuhan suatu pelabuhan sangat ditentukan

oleh seberapa luas wilayah layanannya, karena daerah layanan turut

berperan dalam penentuan jenis dan jumlah komoditi atau penumpang yang

melalui pelabuhan tersebut. Menurut Salim,A (1993:26), hinterland adalah:

1. Daerah yang berhubungan langsung dari dan ke pantai;


2. Daerah yang dilayani oleh suatu pelabuhan dan fasilitasnya;
3. Daerah yang dipengaruhi oleh wilayah perkotaan;

Dari ketiga pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa daerah

hinterland adalah daerah atau wilayah belakang suatu pelabuhan. Wilayah

hinterland pelabuhan sangat tergantung pada ketiga kondisi pelabuhan yaitu:

(1) kondisi dimana wilayah tersebut hanya terdapat sebuah pelabuhan, (2)

kondisi dimana terdapat lebih dari satu pelabuhan dengan kondisi pelabuhan

tidak berbeda dan (3) kondisi dimana terdapat lebih dari satu pelabuhan

dengan kondisi pelabuhan yang berbeda satu sama lain.

26
Pada kondisi pertama penentuan wilayah hinterland sangatlah muda

karena seluruh wilayah yang berada dibelakang pelabuhan sacara otomatis

menjadi wilayah hinterland pelabuhan tersebut. Pada kondisi kedua

hinterland pelabuhan ditentukan berdasarkan jarak, jaringan transportasi

darat dan kondisi alam tidak memungkinkan.

2.13 Konsep Kepuasan Pelanggan

Dewasa ini perhatian terhadap kepuasan maupun ketidakpuasan

pelanggan telah semakin besar. Semakin banyak pihak yang menaruh

perhatian terhadap hal ini. Pihak yang paling banyak berhubungan langsung

dengan kepuasan/ketidakpuasan pelanggan adalah pemasar, konsumen,

konsumeris, dan peneliti perilaku konsumen. Persaingan yang semakin ketat,

di mana semakin banyak produsen yang dalam pemenuhan kebutuhan dan

keinginan konsumen, menyebabkan setiap perusahaan harus menempatkan

orientasi pada kepuasan pelanggan sebagai tujuan utama. Hal ini tercermin

dari semakin banyaknya perusahaan yang menyertakan komitmennya

terhadap kepuasan pelanggan dalam pernyataan misinya, iklan, maupun

public relations release. Dewasa ini semakin diyakini bahwa kunci utama

untuk memenangkan persaingan adalah memberikan nilai dan kepuasan

kepada pelanggan melalui penyampaian produk dan jasa berkualitas dengan

harga bersaing. Menurut Schnaars (1991), pada dasarnya tujuan dari suatu

bisnis adalah untuk menciptakan para pelanggan yang merasa puas.

Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat,

27
diantaranya hubungan antara perusahaan dan pelanggannya menjadi

harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan

terciptanya loyalitas pelanggan, dan membentuk suatu rekomendasi dari

mulut ke mulut (word-of-mouth) yang menguntungakan bagi perusahaan

(Tjiptono, 1996). Ada beberapa pakar yang memberikan definisi mengenai

kepuasan/ketidakpuasan pelanggan. Day (Muh.Ihsan dalam Tse dan Wilton,

1998) menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan pelangan adalah

respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) yang

dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan

kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Wilkie (1990)

mendefinisikannya sebagai suatu tanggapan emosional pada evaluasi

terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa. Engel, et al..(1990)

menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli di

mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui

harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome)

tidak memenuhi harapan. Kotler, (1996) menandaskan bahwa kepuasan

pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan

kinerja (atau hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya. Dari

berbagai definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya

pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan

kinerja atau hasil yang dirasakan. Pengertian ini didasarkan pada

disconfirmation paradigm dari Oliver (Engel, et al.., 1990; Pawitra, 1993).

Konsep kepuasan pelanggan ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

28
Tujuan Tujuan
Perusahaan Perusahaan

Produk Harapan pelanggan


terhadap produk

Nilai Produk
bagi
Pelanggan

Tingkat Kepuasan
Pelanggan

Gambar 2,4 Konsep Kepuasan Pelanggan

Meskipun umumnya definisi yang diberikan di atas menitikberatkan pada

kepuasan/ketidakpuasan terhadap produk atau jasa, pengertian tersebut juga dapat

diterapkan dalam penilaian kepuasan/ketidakpuasan terhadap suatu perusahaan

tertentu karena keduanya berkaitan erat (Peterson dan Wilson, 1992; Pawitra,

1993). Dalam mengevaluasi kepuasan terhadap produk, jasa, atau perusahaan

tertentu, konsumen umumnya mengacu pada berbagai faktor atau dimensi.

Sementara itu dalam mengevaluasi jasa yang bersifat intangible, konsumen

umumnya menggunakan beberapa atribut atau faktor berikut (Parasuraman, et al.,

1985) :

29
1. Bukti langsung (tangible), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai serta

sarana komunikasi.

2. Kehandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang

dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.

3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staff dan karyawan untuk

4. membantu para pelanggan dan memberikan pelayan dengan tanggap.

5. Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan

sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staff, bebas dari bahaya, resiko atau

keragu-raguan.

6. Empati (Emphaty), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan,

komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para

pelanggan.

2.14 Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Pemantauan dan pengukuran terhadap kepuasan pelanggan telah

menjadi hal yang sangat esensial bagi setiap perusahaan. Hal ini dikarenakan

langkah tersebut dapat memberikan umpan balik dan masukan bagi

keperluan pengembangan dan implementasi strategi peningkatan kepuasan

pelanggan. Pada prinsipnya kepuasan pelanggan itu dapat diukur dengan

berbagai macam metode dan teknik. Pada bagian ini akan dibahas beberapa

diantaranya :

30
1. Metode Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Kotleretal.,(1995) mengidentifikasi 4 metode untuk mengukur kepuasan

pelanggan, yaitu sebagai berikut :

a. Sistem keluhan dan Saran

Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer-

oriented) perlu memberikan kesempatan yang luas kepada para

pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan

mereka. Media yang digunakan bisa berupa kotak saran yang

diletakkan di tempat-tempat strategis (yang mudah dijangkau atau

sering dilewati pelanggan), kartu komentar (yang bisa diisi langsung

maupun yang bisa dikirim via pos kepada perusahaan), saluran

telepon khusus bebas pulsa, dan lain-lain. Informasi-informasi yang

diperoleh melalui metode ini dapat memberikan ide-ide baru dan

masukan yang berharga kepada perusahaan, sehingga

memungkinkannya untuk bereaksi dengan tanggap dan cepat untuk

mengatasi masalah-masalah yang timbul. Akan tetapi, karena

metode ini bersifat pasif, maka sulit mendapatkan gambaran

lengkap mengenai kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan. Tidak

semua pelanggan yang tidak puas akan menyampaikan keluhannya.

Bisa saja mereka langsung beralih pemasok dan tidak akan membeli

produk perusahaan tersebut lagi.

Upaya mendapatkan saran yang bagus dari pelanggan juga

sulit diwujudkan dengan metode ini. Terlebih lagi bila perusahaan

31
tidak memberikan imbal balik dan tindak lanjut yang memadai

kepada mereka yang telah bersusah payah berpikir (menyumbang

ide) kepada perusahaan.

b. Ghost Shopping

Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai

kepuasan pelanggan adalah dengan memperkerjakan beberapa orang

(ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai

pelanggan/pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing.

Kemudian mereka melaporkan temuan-temuannya mengenai

kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing

berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk-produk

tersebut. Selain itu para ghost shopper juga dapat mengamati cara

perusahaan dan pesaingnya melayani permintaan pelanggan,

menjawab pertanyaan pelanggan dan menangani setiap keluhan.

Ada baiknya setiap manajer perusahaan terjun langsung menjadi

ghost shopper untuk mengetahui langsung bagaimana karyawannya

berinteraksi dan memperlakukan para palanggannya. Tentunya

karyawan tidak boleh tahu kalau atasannya sedang melakukan

penelitian atau penilaian (misalnya dengan cara menelepon

perusahaannya sendiri dan mengajukan berbagai keluhan atau

pertanyaan). Bila mereka tahu sedang dinilai, tentu saja perilaku

mereka akan menjadi sangat manis dan hasil penilaian akan menjadi

bias.

32
c. Lost Customer Analysis

Perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang

telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat

memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil

kebijakan perbaikan/penyempurnaan selanjutnya. Bukan hanya exit

interview saja yang perlu, tetapi pemantauan customers loss rate

juga penting, di mana peningkatan customers loss rate

menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan

pelanggannya.

d. Survai Kepuasan Pelanggan

Umumnya banyak penelitian mengenai kepuasan pelanggan

yang dilakukan dengan metode survai, baik dengan survai melalui

pos , telepon, maupun wawancara pribadi (McNeal dan Lamb dalam

Peterson dan Wilson, 1992).

Melalui survai perusahaan akan memperoleh tanggapan dan

umpan balik (feedback) secara langsung dari pelanggan dan juga

memberikan tanda (signal) positif bahwa perusahaan menaruh

perhatian terhadap para pelanggannya

Berdasarkan keempat metode yang telah dijabarkan diatas, ada

beberapa kekurangan dan kelebihan terkait dengan penelitian yang

dilakukan. Dalam penelitian ini peneliti memilih metode yang

keempat yaitu metode dengan Survai Kepuasan Pelanggan. Karena

dengan survai kepuasan pelanggan hasil yang diperoleh lebih akurat

33
dan tepat karena peneliti langsung terjun ke lapangan dan

melakukan wawancara langsung dengan pengguna jasa/konsumen

Pelabuhan penumpang kapal rakyat kendari, sehingga dapat

langsung mengetahui keluhan/kendala yang dihadapi penumpang

(pengguna jasa). Dengan demikian diharapkan mendapatkan

masukan-masukan dari para pengguna jasa yang nantinya dapat

dijadikan bahan pertimbangan untuk kemajuan dan pengembangan

fasilitas pelabuhan kapal cepat nusantara kendari. Disamping itu

juga tidak membutuhkan waktu yang lama dan biaya relatif lebih

rendah dibandingkan dengan ketiga metode diatas.

2.15 Pendekatan Importance Performance Analysis (IPA)

Prinsip dasar dari Importance Performance Analysis ( IPA ) adalah

bobot perkalian dari kepentingan dan kepuasan setiap responden untuk

mendapatkan indeks kinerja rata-rata setiap Ulasan parameter . Studi analisis

IPA dilakukan pada 3 sektor yang selalu terlibat dalam organisasi public

transportasi , pemerintah / daerah , operator , pengguna dan ahli dari

akademisi. Importance-Performance Analysis (IPA) merupakan alat bantu

dalam menganalisis atau untuk membandingkan sampai sejauh mana

kinerja/pelayanan yang dapat dirasakan oleh pengguna jasa dibandingkan

terhadap tingkat kepuasan yang diinginkan. Untuk mengukur tingkat

kepentingan dan tingkat kepuasan/kinerja terhadap jawaban responden,

digunakan skala lima tingkat. Dari hasil penilaian tingkat kepentingan dan

34
hasil penilaian kinerja, maka akan diperoleh suatu perhitungan mengenai

tingkat kesesuaian antara tingkat kepentingan dan tingkat

pelaksanaannya.Tingkat kesesuaian merupakan hasil perbandingan antara

skor kinerja pelaksanaan dengan skor kepentingan, sehingga tingkat

kesesuaian inilah yang akan menentukan skala perioritas yang akan dipakai

dalam penanganan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pelayanan

pelabuhan .Ada dua buah variabel yang akan menentukan tingkat kinerja

penyedia jasa pelayanan (diberi simbol X) dan tingkat kepentingan

pengguna jasa (diberi simbol Y) sebagaimana dijelaskan dengan model

matematik sebagai berikut:

Selanjutnya unsur-unsur dari atribut akan dikelompokkan

dalam salah satu dari empat kuadran yang disebut dengan diagram

kartesius yang dibatasi oleh sumbu X dan sumbu Y, seperti terlihat

dalam Gambar 2.1.


= 100% . . (2.1)


= (2.2)


= . (2.3)

Dimana :

Tki = Tingkat kesesuaian responden

= Skor rata rata tingkat pelaksanaan/ kepuasan

35
= Skor rata rata tingkat kepentingan

n = Jumlah Responden

Importance

Kuadran I Kuadran 2

Kuadran 3 Kuadran 4

Performance

Gambar 2.5 . Diagram Kartesius Importance-Performance Grid


Sumber : budiman,2013

Apabila unsur pelayanan berada pada kuadran 1, maka dapat

diartikan bahwa unsur tersebut memiliki importance tinggi dan performance

rendah. Pada kondisi ini, kepentingan pengguna jasa berupa faktor faktor

yang mempengaruhi pelayanan berada pada tingkat tinggi (dianggap

penting), sedangkan dari sisi kepuasan, pengguna jasa merasa tidak puas

sehingga menuntut adanya perbaikan kualitas pelayanan menjadi prioritas

utama oleh penyedia jasa.

Jika unsur pelayanan terletak pada kuadran 2, maka unsur tersebut

memiliki importance tinggi dengan performance juga tinggi. Kondisi ini

berarti faktor faktor yang mempengaruhi pelayanan dianggap penting dan

36
menjadi keunggulan dari penyedia jasa, sedangkan kepuasan pengguna jasa

juga terpenuhi (sudah merasa puas). Dalam hal ini pengelola penyedia jasa

diharapkan dapat mempertahankan prestasinya dalam bentuk kualitas

pelayanan/kinerjanya.

Selanjutnya bila unsur pelayanan berada pada kuadran 3, maka unsure

tersebut memiliki importance rendah dengan performance juga rendah.

Kondisi ini menunjukkan faktor faktor yang berhubungan dengan kulaitas

pelayanan dianggap tidak penting oleh pengguna jasa dan kinerja penyedia

jasa biasa biasa saja sehingga pengguna jasa tidak merasa puas dengan

pelayanan yang diberikan. Peningkatan kualitas pelayanan pada kondisi ini

tidak terlalu mendesak sehingga menjadi prioritas rendah dalam perbaikan

pelayanan.

Unsur pelayanan yang menempati kuadran 4 memiliki importance rendah

sedangkan performance tinggi, artinya pada kondisi ini faktor faktor yang

mempengaruhi pelayanan tidak penting bagi pengguna jasa. Pengguan jasa

merasa pelayanan yang diterima lebih dari yang diharapkan (berlebihan)

sehingga tidak perlu ada perbaikan pelayanan dari penyedia jasa.

2.16 Pendekatan Customer Satisfaction Index (CSI)

Menurut Irawan (2003) diacu dalam Irwan (2006), pengukuran

terhadap CSI diperlukan karena hasil dari pengukuran dapat digunakan

sebagai acuan untuk menentukan sasaran-sasaran di tahun mendatang.

Customer Satisfaction Indeks (CSI) digunakan untuk menentukan tingkat

37
atribut dan perangkat pelayanan penyediaan kebutuhan melaut secara

menyeluruh dengan pendekatan tingkat kepentingan dari atribut yang

diukur Metode pengukuran CSI meliputi tahap-tahap sebagai berikut : 1)

Menghitung Weighting Factor (WF), yaitu mengubah nilai rata-rata

kepentingan menjadi angka persentase dari total rata-rata tingkat

kepentingan seluruh atribut, sehingga didapatkan total WF 100%.

untuk mendapatkan angka indeks kepuasan dilakukan langkah sebagai

berikut:

1. Membuat Weight Factor (WF)

yaitu mengubah nilai rata-rata kepentingan menjadi angka

persentase dari total rata-rata tingkat kepentingan seluruh atribut

Rumus mencari nilai WF adalah sebagai berikut:

RSP
WF .............................................................(2.4)
RSP

Dimana

RSP = Nilai rata-rata skor tingkat kepentingan

RSP = Nilai total rata-rata skor tingkat kepentingan

seluruh indikator.

2. Membuat Weight Score (WS)

Menghitung Weighted Scored (WS), yaitu nilai perkalian antar

nilai rata-rata skor tingkat kinerja (RSK) masing-masing atribut

38
dengan WF masing-masing atribut.

WS RSK x WF ..............................................................(2.5)

Dimana:

RSK = Rata-rata nilai skor tingkat kinerja

WF = Weight Factor

3. Menentukan CSI

Menghitung Satisfaction Indeks (CSI), yaitu WT dibagi (L) skala

maksimal yang digunakan (dalam penelitian ini skala maksimum yang

digunakan adalah 5), kemudian dikali 100%.

WT
CSI x100.................................................................(2.6)
L

Dimana

WT = Weight total

L = Skala maksimum yang digunakan

39
Berdasarkan rekomendasi yang diusulkan oleh Oktaviani dan Suryana

(2006), maka nilai Indeks kepuasan pengguna jasa adalah seperti table

dibawah ini:

Tabel 2.1 Interprestasi nilai Costumer Satifisfaction Index (CSI)


No Angka Indeks Angka Indeks dalam (%) Interprestasi Nilai CSI
1 0,81 1,00 81 100 Sangat Puas
2 0,66 0,80 66 80 Puas
3 0,51 0,65 51 65 Cukup Puas
4 0,36 0,50 36 50 Kurang Puas
5 0,00 0,34 0 34 Tidak Puas
Sumber ; Oktaviani dan Suryana (2006)

2.17 Berth Occupancy Ratio (BOR)

Berth Occupancy Ratio (BOR), adalah perbandingan antara jumlah

waktu pemakaian tiap Dermaga yang tersedia dengan jumlah waktu siap

operasi Dermaga selama satu periode (bulan atau tahun) yang dinyatakan

dalam persentase (%). Waktu pelayanan kapal di Dermaga tersebut akan

mempengaruhi indikator pemanfaatan (utilitas) yang dikenal dengan BOR.

Karena secara keseluruhan dari indikator waktu pelayanan tersebut

akan menjadi dasar perhitungan rasio pengunaan Dermaga (BOR).

Rasio penggunaan Dermaga yang dinyatakan dalam satuan persen (%)

memberikan informasi mengenai seberapa padat arus kapal yang

tambat dan melakukan kegiatan bongkar muat di Dermaga sebuah

Pelabuhan.

Untuk perhitungan tingkat pemakaian Dermaga/tambatan dibedakan

menurut jenis Dermaga/tambatan (Bambang Triatmojo, 2011 Dalam

Ari Maulana Muhammad Situmorang):

40
1. Tambatan tunggal

waktu tambat
= x 100 %..........................................(2.1)
waktu efektif

2. Dermaga untuk beberapa tambatan

(loa+jagaan)x waktu tambat


= waktu efektif x panjang tambatan x 100 % ..................(2.2)

3. Tambatan secara umum

Vs x St
= waktu efektif x n x 100 %...........................................(2.3)

Keterangan :

Waktu tambat = waktu sejak kapal tertambat dengan sempurna

diDermaga sampai lepas sandar (hari)

Waktu efektif = total waktu operasi Pelabuhan dalam satu tahun

(hari)

Vs = jumlah kapal yang dilayani (unit/thn)

St = Service Time (jam/hari)

n = jumlah tambatan

Loa = Lenght overal kapal (m)

Jagaan = jarak antar kapal 10 m untuk kapal kecil, 20 m

untuk kapal besar

Nilai BOR yang diperoleh dari perhitungan di atas, maka

diketahui tingkat kepadatan sebuah Pelabuhan, selain itu BOR

juga merupakan indikator yang menentukan apakah sebuah

Pelabuhan masih memenuhi sarat untuk melayani kapal dan

barang atau membutuhkan pengembang, disamping itu BOR

41
juga mengambarkan kinerja Pelabuhan.

1. Service Time (St)

Service time adalah waktu pelayanan kapal di tambatan, yang

terdiri dari operating time(waktu efektif untuk bongkar muat

barang) dan not operating time. Operating time tergantung pada

produktivitas peralatan bongkar muat dan keterampilan operator,

yang berbeda antara Pelabuhan yang satu dengan yang lain. Not

operating time adalah waktu tidak produktif karena operator

israhat, pengurusan administrasi, menunggu buruh serta waktu

menunggu lepas tambat kapal. not operating time adalah 20% dari

waktu efektif bongkar muat, sehingga service time di hitung

dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Bambang

Triatmojo, 2011):

Kapasitas Kapal
= (Kapasitas B/M)(jumalah Gang) x (1 + 0,20)...........(2.5)

Semakin tinggi produktivitas peralatan dan semakin singkat

not operating time, semakin tinggi tingkat pemakaian Dermaga

(BOR). Pada terminal Peti Kemas yang beroperasi 24 jam per hari,

not operating time biasanya bervariasi antara 5 % sampai 20 % dari

service time( Thoresen, CA., 2003) UNCTAD ( United Nation

Conference on Trade Adn Development)tahun 1978,

merekomendasikan agar tingkat pemakaian Dermaga tidak

melebihi nilai yang di berikat pada tabel 2.2.

42
Tabel.2.2. Nilai Bor yang disarankan
Number of berths Reccomended Maximum
in the group Berth Occupancy (%)
1 40
2 50
3 55
4 60
5 65
6-10 70
> 10 80
Sumber : UNCTAD, 1978

43

Anda mungkin juga menyukai