Anda di halaman 1dari 12

BAB IV

A. Temuan
1. Temuan Umum
Batik menjadi produk yang populer di Indonesia khususnya Jawa. Ini merupakan
kebiasaan dan seni gambar dari masyarakat, yang menggunakan produk batik sebagai kain
tradisional. Kemudian, budaya ini dikembangkan dan tersebar ke seluruh pulau Indonesia.
Penyebaran batik pun sampai ke desa Bentar wilayah kecamatan Salem di kabupaten Brebes.
Saat ini, batik menjadi komoditi perdagangan yang mempunyai nilai ekonomi cukup
tinggi. Batik merupakan komoditi yang layak untuk dikembangkan dan dijadikan unggulan
daerah, khususnya di kecamatan Salem. Industri batik di desa Bentar kecamatan Salem ini
telah lama ada dengan berbagai perkembangan dan perubahannya. Salah satu ciri produk
batik daerah itu adalah batik tulis dengan sebutan Batik Salem.
Produk batik dengan motif tradisional digunakan manusia selain untuk kebutuhan
busana juga mempunyai kegunaan lain sebagai upacara adat di masyarakat Jawa. Pada posisi
pertama bahwa kegunaan batik sebagai kebutuhan profan (sehari-hari) dan yang kedua batik
sebagai kegunaan kegiatan sakral (religius). Kegunanan batik baik yang bersifat profan
maupun sakral dalam kehidupan masyarakat Jawa terus berlangsung hingga sekarang.
2. Temuan Khusus
Batik sebagai salah satu warisan budaya dunia yang dikukuhkan oleh UNESCO
adalah warisan nenek moyang bangsa Indonesia. Sebab itu batik, perlu dan wajib kita
lestarikan karena mengandung ajaran-ajaran kehidupan yang bernilai adiluhung. Batik adalah
suatu hasil karya yang telah lama ada di bumi nusantara, dan terus mengalami perubahan
sesuai dengan tuntutan zaman. Di berbagai wilayah Indonesia banyak ditemui daerah-daerah
pengrajin batik. Setiap daerah pembatikan mempunyai keunikan dan kekhasan tersendiri,
baik dalam ragam hias maupun tata warnanya. Begitu pula dengan motif batik sidomukti ukel
yang dibuat oleh masyarakat pengrajin batik di desa Bentar wilayah kecamatan Salem.
Pembahasan batik sidomukti ukel oleh masyarakat desa Bentar kecamatan Salem,
kabupaten Brebes di analisis dengan metode ikonografi-ikonologi. Metode ikonografi
dikerjakan melalui tiga tingkatan yang bersyarat, yaitu:
Praikonografi, mendeskripsikan motif artistik elemen visual yang tampak dengan
menghubungkan pada karakter ekspresivitas yang akhirnya membentuk gaya/style.
Ikonografi, mendeskripsikan tema/konsep yang berdasarkan pada pengalaman praktis
(yang familier) dan menghubungkan dengan konteks tentang cerita, alegori/lambang-lambang
(tradisi kebudayaan) motif artistik sebagai personifikasi simbol tentang sesuatu yang
mengacu dari motif artistik (Praikonografis) yang bersifat ekspresif. Ikonologi,
mendeskripsikan secara interpretatif dari bentuk faktual ekspresional (objektif karya) dengan
pengetahuan tentang sifat sikap kepribadian seseorang, kelompok, jaman, kelas, negara yang
merupakan nilai simbolis (nilai lain dari objek formal).
Paling awal dilakukan dalam metode analisis ikonografi-ikonologi adalah tingkat
Praikonografi, karena tingkat ini merupakan syarat tingkat Ikonografi, dan Ikonografi
merupakan syarat Ikonologi.

B. Pembahasan
1. Fungsi Ornamen Batik Sidomukti
Kata ornamen berasal dari bahasa Latin ornare, yang berarti menghiasi (Aryo
Sunaryo, 2009: 3). Gustami dalam Aryo Sunaryo (2009: 3) menerangkan ornamen adalah
komponen produk seni yang ditambahkan atau sengaja dibuat untuk tujuan sebagai hiasan.
Jadi, berdasarkan pengertian itu, ornamen merupakan penerapan hiasan pada suatu produk.
Bentuk hiasan yang menjadi ornamen tersebut fungsi utamanya memperindah benda produk
atau barang yang dihias.
Kehadiran suatu ornamen pada suatu benda akan menjadikannya indah atau tidak
tergantung pada penerapannya. Apabila ornamen yang diterapkan kurang tepat, atau bentuk
produk sudah menarik dan tidak memerlukan ornamen, sehingga bila ditambahkan ornamen
padanya, keindahan bentuknya tertutupi atau bahkan dapat mengacaukannya. Pada umumnya,
benda yang dihiasi dengan ornamen adalah produk-produk kerajinan, misalnya peralatan
rumah tangga, keramik, busana, tekstil, perabot, sampai komponen-komponen arsitektur.
Aryo Sunaryo (2009: 4) menerangkan bahwa bentuk ornamen memiliki beberapa
fungsi, yakni fungsi murni estetis, fungsi simbolis, dan fungsi teknis konstruktif. Fungsi
murni estetis adalah fungsi ornamen untuk memperindah penampilan produk yang dihiasi
sehingga menjadi sebuah karya seni. Sebagai contoh adalah produk-produk keramik, batik,
tenun, anyam, perhiasan tradisional, senjata tradisional, dan sebagainya. Fungsi simbolis
ornamen umumnya dijumpai pada produk-produk benda upacara, atau benda-benda pusaka
dan bersifat keagamaan atau kepercayaan, menyertai nilai estetisnya. Misalnya ornamen yang
berhiaskan burung atau garuda dipandang sebagai gambaran roh terbang menuju surga serta
simbol dunia atas. Sedangkan fungsi teknis konstruktif adalah ornamen dapat berfungsi
sebagai penyangga, menopang, menghubungkan, atau memperkokoh konstruksi. Contohnya
adalah tiang atau talang air yang didesain bentuk seperti naga yang berfungi sebagai penghias
dan juga berfungsi konstruksi.
Unsur Ornamen
Dalidjo dan Mulyadi (1983: 49) menerangkan lima unsur ornamen, yaitu:
a) Garis dan bentuk. Bentuk adalah perwujudan dari gagasan penciptanya, yang salah
satu unsur untuk mewujudkannya adalah garis.
b) Sumber ide yang digunakan sebagai motif, yaitu bentuk-bentuk nyata (misalnya
bentuk tumbuhan, hewan, manusia) yang dipakai sebagai titik tolak dalam
menciptakan ornamen.
c) Stilasi adalah pengubahan bentuk motif dari bentuk asal sehingga memperoleh bentuk
baru yang ornamental dan cocok atau sesuai untuk mengisi bidang hias.
d) Pola berarti sebagai susunan tertentu dari sebah motif atau rangkaian motif-motif
yang dapat digunakan sebagai contoh sekaligus ketentuan atau pegangan dalam
pembuatan ulang.
e) Warna yang berfungsi memperindah sebuah karya ornamen dan untuk membedakan
bagian yang satu dengan bagian yang lain.
Warna dalam ornamen dapat melambangkan suatu hal. Iwet Ramadhan (2013: 59)
menjelaskan tiga warna yang menghiasi kain batik sogan melambangkan tiga dewa
(Trimurti) dalam agama Hindu yaitu Brahma Sang Pencipta yang dilambangkan
dengan warna merah atau coklat yang berarti semangat, keberanian, dan pengorbanan.
Wishnu Sang Pemelihara diwakilkan oleh warna putih yang merupakan simbol
keagungan, kemuliaan, kebersihan, kesucian dan ketulusan. Shiva Sang Pelebur
diwakilkan oleh warna hitam yang berarti keteguhan, kesepian, duka, dan kegelapan.
Trimutri merupakan gambaran dari tiga proses daur hidup di muka bumi yang dimulai
dari lahir, hidup dan kemudian meninggal.
2. Kajian Estetika yang Terkandung dalam Ornamen Batik Sidomukti
Estetika adalah salah satu cabang filsafat. Secara sederhana, estetika adalah ilmu yang
membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa
merasakannya. Pembahasan lebih lanjut mengenai estetika adalah sebuah filosofi yang
mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang dianggap sebagai penilaian terhadap sentimen
dan rasa. Estetika merupakan cabang yang sangat dekat dengan filosofi seni.
Estetika berasal dari bahasa Yunani, , dibaca aisthetike, atau aisthaomal
yang berarti mengamati dengan indera (Lexicon Webster Dic, dalam Iswidayati 1977: 18).
Kata Estetis pertama kali dipakai oleh Baumgarten yang merupakan seorang filsuf Jerman,
untuk menunjukkan cabang filsafat yang berkaitan dengan seni dan keindahan (Hartoko,
1984: 14). Sedangkan menurut Baumgarten kata aesthetis berarti persepsi, pengalaman, dan
perasaan.
Pengertian estetika yang lain adalah suatu telaah yang berkaitan dengan penciptaan,
apresiasi, dan kritik terhadap karya seni dalam konteks keterkaitan seni dalam perubahan
dunia (Van Mater Arnes dalam Agus Sachari, 2002: 3). Sedangkan Suwardi Endraswara
(2013: 1) menganggap estetika sebagai wawasan keindahan yang merupakan gambaran
keindahan dalam jiwa. Sebagai suatu ilmu) berpendapat estetika merupakan ilmu yang
mempelajari hal berkaitan dengan keindahan, mempelajari semua aspek yang disebut
keindahan.
Estetika Jawa merupakan perpaduan antara budaya Timur dan juga kebudayaaan
Islam dan Jawa teradat, bahkan turut mendapat pengaruh kebudayaan Barat pada zaman
kolonialisme. Selanjutnya, Sachari menjelaskan ciri-ciri estetika kebudayaan Jawa yang
dibaginya menjadi tiga, yaitu:
a) Bersifat kontemplantif-transendental
Masyarakat Jawa mengungkapkan keindahan dengan perenungan (kontemplasi) yang
mendalam dan selalu mengandung makna untuk menggagunggkan atau mengungkapkan
sesuatu. Tindakannya dipengaruhi berbagai hal, misalnya adat, kebiasaan, pakem, dan agama
atau hal gaib yang bersifat kerohanian (transendental).
b) Bersifat simbolik
Mayarakat Jawa dalam berekspresi selalu mengandung makna simbolik.
c) Bersifat filosofis
Masyarakat Jawa dalam setiap tindakannya selalu didasarkan atas sikap tertentu yang
dijabarkan dalam berbagai ungkapan hidup.
Menurut Aryo Sunaryo (2002: 5), sebuah karya seni memiliki unsur-unsur rupa dan
prinsip-prinsip desain.
A. Unsur-unsur rupa
Unsur-unsur rupa (plastic elemets) merupakan aspek-aspek bentuk yang terlihat, konkret,
yang dalam kenyataannya jalin-menjalin dan tidak mudah diceraikan satu dengan lainnya
(Aryo Sunaryo, 2002: 5). Proses penciptaan sebuah karya seni yang baik memerlukan
pemahaman terhadap unsur visual sebagai pembentuk sekaligus unsur pendukung agar karya
seni tercipta secara sempurna. Secara garis besar unsur-unsur visual yang dikembangkan
dalam membuat karya seni adalah sebagai berikut:
1. Garis (line)
Ditinjau dari segi jenisnya garis dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a.Garis lurus, yaitu garis yang berkesan tegas dan lancar, memiliki arah yang jelas ke
arah pangkal ujungnya.
b. Garis lekuk atau zigzag, yaitu garis yang bergerak meliuk-liuk, berganti arah dan
tidak menentu arahnya, penampilannya membentuk sudut-sudut atau tikungan yang tajam
dan kadang berkesan tegas dan tajam.
c. Garis lengkung: yaitu garis yang berkesan lembut.
Ditinjau dari segi arah, garis juga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Garis tegak (vertikal), penampilannya berkesan kokoh.
b. Garis datar (horizontal), penampilannya berkesan tenang dan mantap, meluas.
c. Garis silang (diagonal), penampilannya berkesan limbung, goyah bergerak, dan giat
2. Raut atau bangun (shape)
Unsur rupa raut adalah pengenal bentuk yang utama, yaitu apakah sebagaibangunan pipih
datar yang menggumpal padat, bervolume, lonjong, bulat, persegi, dan sebagainya
(Aryo Sunaryo, 2002: 9). Raut dapat dipandang sebagai perwujudan yang dikelilingi oleh
kontur dan sapuan-sapuan warna, baik untuk menyatakan pipih dan datar, seperti pada bidang
maupun yang padat bervolume.
3. Warna (colour)
Warna terbagi jenisnya menjadi warna primer, warna sekunder, dan warna tersier
(Aryo Sunaryo, 2002: 13). Warna primer atau warna pokok adalah warna yang bebas dari
unsur-unsur warna lain. Yang termasuk warna primer adalah kuning, merah dan biru. Warna
sekunder adalah perrcampuran dari dua warna primer, misalnya merah dan biru yang menjadi
ungu. Sedangkan warna tersier adalah warna ketiga sebagai hasil percampuran yang
mengandung ketiga warna pokok, misalnya kuning-jingga.
Munsell dalam Aryo Sunaryo (2002: 14) menjelaskan tentang dimensi warna yang
terdiri dari jenis (hue), nilai (value), dan kekuatan (intensity atau chroma). Hue adalah rona,
yaitu jenis dan nama warna. Value menunjuk pada nilai gelap terangnya warna, akibat
hubungan warna dengan hitam dan putih. Warna yang menjadi terang dan memucat karena
campuran putih disebut tint, kemudian warna yang redup atau gelap dari campuran suatu
warna dengan hitam disebut shade, sedangkan campuran rona warna dengan abu-abu yang
menjadi warna kusam dan redup disebut tone. Chroma atau intensity menunjuk pada cerah
kusamnya warna karena daya pancar suatu warna. Warna-warna dengan intensitas penuh
tampak sangat mencolok disebut warna-warna flourescent. d. Gelap-terang atau nada (tone)
4. Tekstur (texture)
Tekstur atau barik ialah sifat permukaan (Aryo Sunaryo, 2002). Sifat tersebut adalah
halus, polos, kasar, licin, mengkilap, berkerut, lunak, keras, dan sebagainya. Kesan tekstur
dapat dirasakan melalui indera penglihatan maupun rabaan. Atas dasar tersebut, tekstur
dibedakan menjadi tekstur visual dn tekstur taktil. Tekstur visual adalah jenis tekstur yang
dicerap oleh penglihatan, walaupun dapat pula membangkitkan pengalaman raba. Sedangkan
tekstur taktil merupakan tekstur yang tidak hanya dapat dirasakan dengan melihatnya tetapi
juga dengan rabaan tangan (Aryo Sunaryo, 2002: 17).
Sebuah tekstur terkadang terlihat halus saat dilihat dengan mata, tetapi berkesan kasar
apabila diraba, begitu juga sebaliknya. Aryo Sunaryo (2002: 18) kemudian membedakan
tekstur menjadi tekstur nyata dan semu. Tekstur nyata menunjukkan kesamaan antara kesan
yang diperoleh dari hasil penglihatan dengan rabaan, sedangkan pada tekstur semu tidak
diperoleh kesan yang sama antara hasil penglihtan dan rabaan.
B. Prinsip desain
a. Kesatuan (unity)
Kesatuan merupakan prinsip pengorganisaian unsur rupa yang paling mendasar, tujuan akhir
dari penerapan prinsip desain yang lain, seperti keseimbangan, kesebandingan, irama dan
lainnya adalah untuk mewujudkan kesatuan yang padu atau keseutuhan. Kesatuan diperoleh
dengan terpenuhnya prinsip-prinsip yang lain. Tidak adanya kesatuan dalam suatu tatanan
mengakibatkan kekacauan, tercerai berai tak terkondisi (Aryo Sunaryo, 2002: 31).
b. Keserasian (harmony)
Keserasian merupakan prinsip desain yang mempertimbangkan keselarasan dan keserasian
antar bagian dalam suatu keseluruhan sehingga cocok dengan yang lain, serta terdapat
keterpaduan yang tidak saling bertentangan (Aryo Sunaryo, 2002: 32). Menurut Graves
(dalam Aryo Sunaryo, 2002: 32), keserasian mencakup dua jenis, yaitu keserasian bentuk dan
keserasian fungsi. Keserasian fungsi menunjuk adanya kesesuaian diantara objek-objek yang
berbeda, karena berada dalam hubungan simbol, atau karena adanya hubungan fungsi.
Contohnya adalah burung hantu dan buku yang dalam kebudayaan masyarakat tertentu
terdapat hubungan simbol. Adanya hubungan fungsi pada beberapa objek yang berbeda juga
dapat dirasakan adanya keserasian di antara objek-objek itu.Misalnya tempat sampah, sapu,
ember, karena memiliki hubungan fungsi menjadi tampak serasi walaupun bentuk dan
warnanya kontras satu sama lain.
Keserasian bentuk merupakan jenis keserasian karena adanaya kesesuaian raut, ukuran,
warna, tekstur, dan aspek-aspek bentuk lainnya. Untuk mencapai keserasian bentuk dapat
diperoleh dengan cara memadukan unsur-unsur secara berulang-ulang, memadukan unsur-
unsur yang memiliki kemiripan, atau memadukan unsur yang berbeda tetapi terdapat suatu
unsur yang mengikat agar perbedaan yang ada tidak tampak bertentangan.
c. Irama (rhythm)
Irama yang diciptakan dalam sebuah karya seni dimaksudkan untuk memperoleh efek gerak
ritmis, menghindarkan kemonotonan, dan memberikan kesan keutuhan secara kuat
(Djelantik, 1999: 45). Dalam seni rupa irama sebagai perulangan dari unsur visual. Ada emat
macam irama sebagai perulangan bentuk dari unsur visual. Ada empat macam irama dalam
penyusunan unsur visual yaitu irama repetitif, irama alternatif, irama progesif, dan irama
flowing. Irama repetitif adalah irama yang terjadi apabila suatu unsur visual, baik warna,
bidang, garis, dan lainnya yang digunakan secara berulang-ulang. Irama alternatif merupakan
bentuk irama yang tercipta dengan cara perulangan unsur-unsur rupa secara bergantian. Irama
progresif adalah apabila suatu unsur yang disusun secara berulang menunjukkan ke arah
tingkat perubahan yang gradual. Sedangkan irama flowing adalah penyusunan unsur visual
yang disusun berurutan sehingga membentuk gelombang (Aryo Sunaryo, 2002: 35).
d. Dominasi
Dominasi merupakan pengaturan bagian atau bagian yang menguasainya dalam sesuatu
susunan agar menjadi pusat perhatian dan tekanan (Aryo Sunaryo, 2002: 36). Dominasi dapat
menjadi bagian yang penting atau utama dalam suatu susunan secara keseluruhan. Dominasi
disebut juga centre of interest (pusat perhatian). Maksud dari dominasi atau penonjolan
adalah untuk mengarahkan orang menikmati suatu karya seni pada sesuatu hal tertentu, yang
dipandang lebih penting daripada hal-hal yang lain (Djelantik, 1999: 51). Untuk
menampilkan dominasi, ditampilkan figur utama sebagai centre of interest dengan ukuran
lebih besar dibandingkan dengan objek lain sebagai pendukungnya.
e. Keseimbangan (balance)
Keseimbangan (balance) berhubungan dengan pengaturan unsur-unsur visual agar terjadi
suasana yang seimbang. Ada beberapa bentuk keseimbangan menurut Aryo Sunaryo (2002:
39) yaitu keseimbangan setangkup (simetris), keseimbangan tak setangkup (asimetris), dan
keseimbangan memancar (radial). Keseimbangan simetris adalah keseimbangan yang unsur
visualnya sama baik di kanan maupun kiri serta atas dan bawah. Keseimbangan semacam ini
mudah tercapai. Sedangkan keseimbangan asimetris adalah keseimbangan yang didapat dari
unsur yang berlawanan. Keseimbangan radial adalah keseimbangan yang mempunyai arah
menuju ke pusat atau sebaliknya. Keseimbangan menurut Djelantik (1999: 5) sangat
diperlukan untuk membentuk sebuah karya sehingga terjadi ketenangan dan kedamaian.
f. Kesebandingan (proporsi)
Kesebandingan berarti hubungan antar bagian atau antara bagian terhadap keseluruhan (Aryo
Sunayo, 2002: 40). Hubungan yang dimaksud meliputi besar kecil, luas sempit, panjang
pendek, atau tunggi rendahnya bagian. Misalnya hubungan antara figur dan latar belakang
dan lain sebagainya. Prinsip ini sangat ditekankan dalam karya seni.
Dalam penerapannya, unsur rupa dan prinsip desain berkaitan erat dengan nilai
estetis, sehingga keduanya membantu membentuk suatu karya seni yang dapat dikatakan
memiliki nilai estetis (indah) dan memiliki nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, yaitu
nilai intrinsik yang merupakan kualitas atau sifat yang dimiliki suatu karya seni, nilai
instrinsik terletak pada bentuk fisiknya (benda). Nilai ekstrinsik yang merupakan kualitas
atau harga yang berada di luar atau di balik perwujudan fisik, kualitas atau harga merupakan
sesuatu yang tidak nyata berupa pengertian, makna, peran, dan ajaran atau informasi yang
berharga.
Motif batik adalah kerangka gambar untuk mewujudkan batik secara keseluruhan.
Motif batik disebut pula corak batik. Menurut unsur-unsurnya, maka motif batik dapat dibagi
menjadi dua bagian utama yaitu;
(1) Ornamen motif batik merupakan ornamen yang terdiri atas motif utama dan motif
tambahan. Ornamen utama adalah ragam hias yang menentukan motif batik dan makna dalam
batik. Ornamen tambahan tidak mempunyai arti dalam pembentukan motif dan berfungsi
sebagai pengisi bidang dan
(2) Isen motif batik merupakan titik-titik, garis-garis, gabungan titik dan garis yang berfungsi
untuk mengisi ornamen-ornemen motif batik.
Motif menjadi pangkal bagi tema dari sebuah kesenian. Motif yang mengalami proses
penyusunan dan ditebarkan secara berulang-ulang akan memperoleh sebuah pola, kemudian
jika pola tersebut diterapkan pada benda maka jadilah ornamen (gambar hiasan pada batik).
Lukisan berupa hiasan antara lain disebut dengan istilah corak. Corak batik dari daerah ke
daerah pembatikan lainnya mempunyai ciri khasnya masing-masing. Dari sehelai batik dapat
terungkap segala sesuatu tentang daerah pembuat batik tersebut seperti, ketrampilan, selera,
sifat, letak geografis dan sebagainya (Nian S. Djumena, 1990:2).
Mengacu pada golongan ragam hias yang dinyatakan oleh Nian S. Djoemena, maka
batik motif sidomukti ukel merupakan golongan motif geometris dengan jenis pola ceplokan.
Adapun gaya batik sidomukti ukel berdasarkan pada tempat merupakan sidomukti ukel gaya
Salem. Salem merujuk pada tempat kewilayahan kecamatan yang merupakan bagian dari
kabupaten Brebes. Mengacu pada kewilayahan pemerintah kabupaten Brebes, batik yang ada
di wilayah Salem disebut juga sebagai Batik Brebesan.

3. Unsur-unsur yang Ada pada Ornamen Batik Sidomukti


Produk budaya tradisional menempati dataran-dataran rendah yang subur untuk bertani oleh
karena secara geografis berada di sekitar gunung dan sungai. Gunung/Meru oleh masyarakat
dikeramatkan sebagai tempat para Dewa/Dewi dan sebagai pusat dari kehidupan. Gunung
merupakan sumber hayati yang menghidupi masyarakat sekitar. Oleh masyarakat Salem
gunung menjadi bagain sumber kihidupan. Melalui aktivitas berseni batik gunung
direpresentasikan dalam bentuk garis lengkung ( ) pada batik motif sidomikti ukel oleh
masyarakat Salem.
Gunung dan sungai menjadi kesatuan yang tidak dipisahkan. Sungai sebagai tempat yang
berfungsi sebagai area aliran air berguna untuk masyarakat di sekitarnya. Sungai dianasirkan
sebagai air merupakan sumber kehidupan, karena semua semesta hidup membutuhkan air.
Sungai oleh masyarakat sawah di Salem merupakan sumber kehidupan petani padi. Sungai
dalam bentuk estetik batik di lambangkan dalam bentuk garis lurus ( ) pada batik motif
sidomukti ukel oleh masyarakat seni batik Salem. Sungai sebagai tempat aliran air sebagai
lambang kehidupan bagi masyarakat petani di Salem.
Hal itu yang menyebabkan masyarakat petani atau sawah lebih adaptif dengan kondisi alam
sekitarnya. Pandangan hidup masyarakat sawah mirip dengan masyarakat ladang karena
keduanya merupakan masyarakat yang produktif. Keduanya menghasilkan pangannya
sendiri, tidak lagi bergantung pada belas-kasihan alam. Ladang dapat dikerjakan oleh
sekelompok kecil manusia, dan memang harus dalam jumlah terbatas karena hambatan
perpindahannya yang periodik. Sedangkan sawah cenderung produksi padi masal. Sawah
membutuhkan irigasi yang juga harus dikerjakan secara masal pula. Karena itulah orang
sawah cenderung ekspansif mengingat kebutuhan mereka akan lahan persawahan yang luas.
Kecenderungan ini mengantarkan masyarakat sawah pada pribadi yang terbuka dan adaptif
secara umum, karena dalam pengolahannya membutuhkan sumber daya manusia yang tidak
sedikit. Mereka tidak lagi mengenal batas antara orang dalam dan orang luar. Semua
yang bersedia masuk dan membantu masyarakat sawah otomatis menjadi bagian dari
masyarakat sawah.
berhasil menaklukan dan menguasai alam. Hal ini dikarenakan semakin banyak lahan yang
dibuka untuk persawahan, semakin besarlah produksi mereka. Produksi yang melimpah ini
dapat diperjualbelikan kepada masyarakat maritim atau ladang.
Perkembangan selanjutnya oleh masyarakat sawah adalah kebutuhan akan hal-hal yang
estetis dalam bentuk karya seni menjadi bagian yang tidak terelakan. Kebutuhan yang
sifatnya estetis dalam bentuk karya seni dikerjakan disela-sela pekerjaan bertani. Oleh sebab
itu tidak menutup kemungkinan munculnya seni batik masyarakat sawah di Salem menjadi
bagian dari aktivitas berseni di samping pekerjaan utamanya sebagai petani. Area petakan
persawahan di Salem inilah yang diwujudkan dalam bentuk motif belah ketupat ( ) pada
batik motif sidomukti ukel. Bentuk belah ketupat merupakan lambang kemakmuran bagi
masyarakat petani di Salem
Selain itu, sesuai dengan konsep pengaturannya yang bersifat sentralisasi, konsep ketuhanan
mereka juga mengenal pemahaman yang absolut. Ketuhanan yang Maha Esa sesuai dengan
kenyataan hidup sehari-hari mereka yang diatur oleh sebuah kekuasaan pusat yang tunggal
dan adikuasa. Dalam hal keEsaan Tuhan inilah diwujudkan dalam bentuk motif cecek siji ( )
dalam batik sidomukti ukel gaya Salem. Cecek siji oleh masyarakat Salem merupakan
lambang kepercayaan terhadap Tuhan.
Masyarakat sawah dengan pertanian padi adalah sebuah aktivitas kehidupan yang digeluti
dengan penuh keyakinan dan kepercayaan terhadap Tuhan. Berbekal keyakinan, ketekunan
bercocok tanam padi diharapkan nanti menghasilkan panen yang cukup melimpah. Panen
padi merupakan lambang dari kemakmuaran dari masyarakat sawah untuk menghidupi
keluarga. Oleh sebab itu di masyarakat sawah muncul ceritera tentang mitos Dewi Sri berasal
dari India, mitos ini terdapat diseluruh Nusantara, sampai ke pulau-pulau yang sama sekali
tidak tersentuh kebudayaan India. Meskipun memiliki versi yang cukup variatif, namun
secara garis besar sama, yaitu Dewi Sri telah dikurbankan, kemudian di seluruh tubuhnya
keluarlah tanaman-tanaman pangan. Pemujaan terhadap Dewi Sri (Dewi Padi) oleh
masyarakat sawah hingga kini masih dilakukan oleh para petani di desa untuk mendapatkan
hasil panen yang lebih baik. Padi oleh masyarakat sawah di Salem direpresentasikan dalam
bentuk motif ukel ( ) pada batik motif sidomukti ukel. Bentuk ukel tersebut mengacu pada
untaian bulir-buliran padi yang mulai menguning, tua dan siap dipanen. Bentuk ukel
merupakan lambang kesuburan oleh masyarakat petani di Salem.
Makna Simbolik dari Batik Sidomukti Ukel Gaya Salem
a. Sawah
Sawah adalah lahan usaha pertanian yang secara fisik berpermukaan rata, dibatasi
oleh pematang, serta dapat ditanami padi, palawija atau tanaman budidaya lainnya.
Kebanyakan sawah digunakan untuk bercocok tanam padi. Sawah harus mampu menyangga
genangan air karena padi memerlukan penggenangan pada periode tertentu dalam
pertumbuhannya.
Pengairan pada sawah digunakan sistem irigasi dari mata air, sungai atau air hujan.
Sawah yang terakhir dikenal sebagai sawah tadah hujan, sementara yang lainnya adalah
sawah irigasi. Padi yang ditanam di sawah dikenal sebagai padi lahan basah (lowland rice).
Sawah oleh masyarakat petani di Salem merupakan tempat pusat rezeki. Sawah harus
dipelihara, dijaga dan dipuja keberadaanya, karena sebagai sumber rezeki bagi kehidupan
masyarakat petani Salem. Sawah dalam hal ini merupakan simbol kemakmuran.
b. Padi
Padi (bahasa latin: Oryza sativa ) adalah salah satu tanaman budidaya terpenting
dalam peradaban. Meskipun terutama mengacu pada jenis tanaman budidaya, padi juga
digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis dari marga (genus) yang sama, yang biasa
disebut sebagai padi liar. Padi diduga berasal dari India atau Indocina dan masuk ke
Indonesia dibawa oleh nenek moyang yang migrasi dari daratan Asia sekitar 1500 SM
(Hassan, 1984:25).
Padi termasuk dalam suku padi-padian atau Poaceae (sinonim: Graminae atau Glumiflorae).
Ciri-ciri tanaman padi berakar serabut; batang sangat pendek, struktur serupa batang
terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang; daun sempurna dengan
pelepah tegak, daun berbentuk lanset, warna hijau muda hingga hijau tua, berurat daun
sejajar, tertutupi oleh rambut yang pendek dan jarang; bunga tersusun majemuk, tipe malai
bercabang, satuan bunga disebut floret, yang terletak pada satu spikelet yang duduk pada
panikula; buah tipe bulir atau kariopsis yang tidak dapat dibedakan mana buah dan bijinya,
bentuk hampir bulat hingga lonjong, ukuran 3 mm hingga 15 mm, tertutup oleh palea dan
lemma yang dalam bahasa sehari-hari disebut sekam, struktur dominan adalah endospermium
yang dimakan orang.
c. Keyakinan Kepercayaan
Dewa/Dewi (Tuhan), merupakan keyakinan dan kepercayaan terhadap segala sesuatu
yang berada di dunia alam semesta. Keyakinan adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh
manusia saat ia merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai
kebenaran. Karena keyakinan merupakan suatu sikap, maka keyakinan seseorang tidak selalu
benar, atau keyakinan semata bukanlah jaminan kebenaran. Kepercayaan adalah suatu
keadaan psikologis pada saat seseorang menganggap suatu premis benar.
d. Gunung
Gunung adalah sebuah bentuk tanah yang menonjol di atas wilayah sekitarnya.
Sebuah gunung biasanya lebih tinggi dan curam dari sebuah bukit, tetapi ada kesamaaan, dan
penggunaan sering tergantung dari adat lokal. Simbolis Gunung/Meru Menurut Bernet
Kempers (1954:210), Candi Tikus merupakan replika atau simbolis Gunung. Hal itu terkait
dengan konsep religi yang melatarbelakangi bangunan candi, di samping itu model bangunan
Candi Tikus yang makin ke atas makin mengecil dan pada bangunan induk seakan-akan
terdapat puncak utama yang dikelilingi oleh delapan puncak yang lebih kecil, menurut
Bernet, model tersebut ada kemiripan tersendiri dengan bentuk utuh Gunung.
e. Sungai
Sungai merupakan jalan air alami yang mengalir menuju Samudera, danau atau laut,
atau ke sungai yang lain. Pada beberapa kasus, sebuah sungai secara sederhana mengalir
meresap ke dalam tanah sebelum menemukan badan air lainnya. Melalui sungai merupakan
cara yang biasa bagi air hujan yang turun di daratan untuk mengalir ke laut atau tampungan
air yang besar seperti danau. Sungai terdiri dari beberapa bagian, bermula dari mata air yang
mengalir ke anak sungai. Beberapa anak sungai akan bergabung untuk membentuk sungai
utama. Aliran air biasanya berbatasan dengan saluran dasar dan tebing di sebelah kiri dan
kanan. Penghujung sungai di mana sungai bertemu laut dikenali sebagai muara sungai.

Anda mungkin juga menyukai