Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM APLIKASI TEKNIK NUKLIR


THICKNESS GAUGING

DISUSUN OLEH :

NAMA : ELZA JAMAYANTI

NIM : 011400379

KELOMPOK : 10

REKAN KERJA : 1. DWI HARTANTO

2. YAPUJA PRIMADANA

PROGRAM STUDI : D-IV TEKNOKIMIA NUKLIR

JURUSAN : TEKNOKIMIA NUKLIR

ACARA : THICKNESS GAUGING

PEMBIMBING : RIKO IMAN D, S.ST

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR


BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
YOGYAKARTA
2017
PENENTUAN KETEBALAN BAHAN MENGGUNAKAN TEKNIK
GAUGING

I. Tujuan
1. Memahami penggunaan teknik gauging untuk mengukur ketebalan
bahan
2. Menghitung ketebalan bahan dengan teknik gauging

II. Dasar Teori

Bila suatu radiasi gamma dengan intensitas tertentu melalui suatu bahan,
disini akan digunakan zat cair, maka sebagian radiasi tersebut akan terserap
hingga intensitas yang diteruskan akan berkurang. Penyerapan radiasi
gamma oleh suatu bahan dipengaruhi oleh rapat jenis bahan tersebut.
=
Dengan,
It : intensitas radiasi yang diteruskan
I0 : intensitas mula-mula
: koefisien serap bahan
x : tebal bahan
Fenomena ini dapat dimanfaatkan untuk menentukan tinggi permukaan
zat cair atau batas permukaan antara dua jenis zat cair yang mempunyai
rapat jenis berbeda.

Nuclear gauge adalah sistem peralatan (terdiri atas sumber radiasi dan
detektor radiasi) yang memanfaatkan sifat-sifat unik radiasi pengion untuk
pengontrolan proses dan kualitas produk. Perlu diketahui bahwa data yang
diperoleh dari detektor akan diteruskan ke sistem komputasi yang
terkoneksi secara integral dengan sistem kontrol.Penerapan teknik nuklir
dalam proses kontrol mempunyai beberapa kelebihan dibanding dengan
teknik lainnya, antara lain :
1. Sumber radioaktif dapat dipilih sesuai dengan sifat bahan yang diukur
2. Tidak merusak, tidak ada kontak, dan tidak meninggalkan bekas pada bahan
3. Pengukuran cepat dan dapat dipercaya
4. Sesuai untuk bahan kimia yang berbahaya atau bahan yang bertemperatur
ekstrim.

Teknik gauging adalah teknik pengukuran dengan mengguna-kan radioisotop


dan teknik pengukuran ini ada beberapa macam, yairu thickness gauging, level
gauging dan density gauging. Cara kerja teknik pengukuran ini berdasarkan :
Cara Transmisi
Cara Back-scattering

Cara Transmisi

Teknik pengukuran dengan cara transmisi adalah dengan me-manfaatkan sifat


atenuasi atau penyerapan radiasi oleh suatu bahan.Perbedaan intensitas radiasi
sebelum melewati suatu bahan dan sesudah melewati suatu bahan digunakan
untuk mengukur bahan tersebut.

I = I0 e-x

= Koefisien atenuasi bahan

X = Tebal bahan

I0 = Intensitas radiasi sebelum melewati bahan

I = Intensitas radiasi setelah melewati bahan


Oleh karena I0 ; I ; dan bisa diketahui nilainya, maka harga X ( tebal )
suatu bahan dapat ditentukan. Cara pengukuran tebal bahan ini yang
digunakan dalam industri yang diubah menjadi proses penetapan tebal
bahan secara otomatis.

Cara kerja pengukuran tebal bahan secara otomatis tersebut juga dapat
diterapkan pada pengukuran level gauging atau pengukuran volume cairan
di dalam suatu wadah seperti gambar dibawah ini.

Pelat baja roll dengan ketebalan tertentu akan terus berputar ke kiri dan
akan berhenti secara otomatis bila ada perubahan tebal bahan. Perubahan
tebal bahan akan menyebabkan intensitas radiasi yang ditangkap oleh
detektor berubah dan perubahan ini akan diteruskan ke alat kontrol.

Pancaran radiasi yang datang dari dasar tangki akan diserap oleh volume
zat cair yang diatasnya dan kemudian diteruskan ke detektor yang ada
diatasnya.

Bila volume zat cair di dalam tangki terisi penuh, radiasi yang ditangkap
detektor akan lebih rendah. Sebaliknya kalau volume zat cair berkurang,
radiasi yang ditangkap detektor akan lebih tinggi.Hasil tangkapan radiasi
oleh detektor kemudian diubah dan dikalibrasi oleh alat pencatat dengan
volume tangki yang sebenarnya.
Mengingat bahwa sifat atenuasi bahan dapat dikaitkan dengan harga
koefisien penerapan massa suatu bahan ( m ) yang besarnya sama dengan :

m = /

Dengan catatan bahwa adalah berat jenis suatu bahan, maka


persamaan :

I = Io e-x dapat diganti menjadi I = Io e-(m . )x

Sehingga persamaan terakhir ini dapat juga diterapkan pada teknik


density gauging atau pengukuran berat jenis ( density )suatu bahan. Prinsip
kerja teknik density gauging sama dengan teknik level gauging.

Cara Back-Scattering

Cara hamburan balik ini sering juga disebut dengan cara uji tak merusak,
karena radiasi yang datang tidak bereaksi dengan bahan yang diamati,
tetapi hanya sekedar memanfaatkan pantulan radiasi atau hamburan balik
dari radiasi yang mengenai bahan.

Prinsip kerja back scattering secara sederhana dapat diterangkan sebagai


berikut :

Zarah radiasi yang datang dapat digambarkan sebagai bola tenis. Bola
tenis yang dilemparkan ke arah lantai marmer, pantulannya tentu lain
dengan pantulan bola tenis yang dilemparkan ketanah berpasir dan sudah
barang tentu juga berbeda pantulannya bila bola tenis tersebut dilemparkan
kearah kasur berbusa. Sifat pantulan bola tenis yang berbeda akibat
mengenai benda yang berbeda kekerasan permukaannya dimanfaatkan
untuk menganalisis dan memperkirakan benda tersebut. Demikian pula
bila zarah radiasi mengenai materi , yang akan dipantulkan dimana sifat
pantulannya tergantung pada sifat meteri yang dikenai radiasi. Untuk lebih
jelasnya perhatikan gambar berikut ini.
Prinsip kerja thickness gauging adalah sebagai berikut :
Bila suatu bahan setebal x ditempatkan segaris di antara sumber radiasi
dan detektor, maka berkurangnya intensitas radiasi setelah menembus
bahan dinyatakan dalam :
x
I = Io . e (1)

I = intensitas radiasi setelah menembus bahan


Io = intensitas radiasi sebelum menembus bahan
= koefisien atenuasi bahan (di tabel) dan x = tebal bahan
Jadi bila I dan Io dapat diukur, maka tebal bahan dapat ditentukan,
misalnya dalam pengukuran tebal kertas, plastik, karet, dll.

III. Alat dan Bahan


3.1 Alat
1. Detektor GM
2. Pinset
3. Pendose
4. Jangka sorong
3.2 Bahan
1. Sr-90
2. Bahan sampel (mika, kertas dan plastik fotocopy)

IV. Langkah Kerja


1. Detektor GM dihidupkan dan dipasang pada tegangan kerja 760 V dan
waktu cacahan 100 detik
2. Pencacahan background dilakukan
3. Pencacahan dengan sumber standar Sr-90 dilakukan tanpa shielding
dan dicatat sebagai data Io
4. Pencacahan dengan sumber standar Sr-90 dilakukan dengan shielding
tipe Poly dan dicatat sebagai data I.
5. Langkah ke- 4 diulangi dengan variasi shielding tipe poly dan plastik.
6. Dibuat plot grafik antara ln I/Io vs ketebalan shielding untuk
didapatkan koefisien atenuasi
7. Sampel mika diukur setebal 2 mm dengan jangka sorong
8. Sampel mika diletakkan di kolom detektor GM dan dilakukan
pencacahan dengan Sr-90
9. Nilai ketebalan sampel mika dihitung dengan data ln I/Io dan koefisien
atenuasi
10. Langkah 7-9 diulangi dengan variasi bahan plastik fotocopy dan kertas

V. Data Pengamatan
Waktu Cacah = 100 detik
Tegangan (V) = 760 Volt
Jenis Detektor = Detektor GM

5.1 Cacah Background


Cacah ke Hasil Cacahan
1 49
2 65
3 50

5.2 Cacah Standar Tanpa Shielding


Cacah ke Hasil Cacahan
1 12339
2 12273
3 12248
5.3 Penentuan Grafik ln I/Io vs Ketebalan

Tipe Tebal Tebal Cacah


(minch) (mm)
Poly 4 0,1016 11668
11891
11661
Poly 8 0,2032 11152
11274
Plastik 30 0,762 8847
8767
Plastik 40 1,016 7761
7597
Plastik 70 1,778 5132
5430

5.4 Cacah Sampel


Sampel Ketebalan Cacah gross
(mm)
Kertas 2 5827
5834
Mika 2 2972
3001
2903
Plastik 0,5 10371
10064

VI. Perhitungan
6.1 Penentuan Grafik ln I/Io vs Ketebalan
(49+65+50) cacahan
Rata rata cacah background = (100 s)x 3

Rata rata cacah background = 0,547 cps

Io adalah cacahan standar tanpa menggunakan shieldhing, maka


Rata rata cacah std tanpa shieldhing =
(12339+12273+12248) cacahan
(100 s)x 3
0,547 cps

Rata rata std tanpa shielding = 122,32 cps

Penentuan ln I/Io
Dari data pencacahan standar dengan shielding tipe Poly yang
pertama diketahui bahwa
- Rata-rata cacahan = 11740
- Cps net = 116,8533 cps
- Ketebalan = 0,01778 minch
I cps net dengan shielding
ln = ln
Io cps net tanpa shielding
I 116,8553 cps
ln = ln
Io 122,32 cps
I
ln Io = 0,04572

Dengan langkah dan cara yang sama didapatkan data sebagai


berikut:
Tipe Tebal Cps I/I0 ln (I/I0)
(minch)
Poly 4 116,8533 0,95530848 -0,04572
Poly 8 111,5833 0,912224766 -0,09187
Plastik 30 87,52333 0,715527578 -0,33474
Plastik 40 76,24333 0,623310443 -0,47271
Plastik 70 52,26333 0,427267277 -0,85035
Plot grafik antara ln I/Io vs ketebalan adalah sebagai berikut :

Grafik Hubungan Tebal Perisai vs ln


I/I0
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
-0.2

-0.4 y = -0.0124x + 0.0054


ln I/I0

R = 0.9976
-0.6

-0.8

-1
Tebal (m Inchi)

Dari plot grafik tersebut diketahui bahwa:


- Slope = -0,012
- Intercept = 0,005
x
I = Io . e

-slope = -

= 0,012/minch
6.2 Menentukan Ketebalan Sampel
Setelah nilai didapatkan, maka dapat digunakan untuk menghitung
tebal bahan dengan rumus :

ln( )

=

Dari data sampel kertas diketahui bahwa


5827+5834
- Cacahan rata-rata = = 5830,5
2
5830,5
- Cacah Net = 100 detik = 58,305 cps

- Ketebalan = 2 mm = 78,8 m Inch


Maka, nilai ketebalan yang dihitung menggunakan teknik gauging
ini adalah :
58,305 cps
ln( )
122,32 cps
x= 0,012/minch

x = 62,472 m inch
tebal hitung gauging tebal hitung manual
%Error = x 100%
tebal hitung manual
1 mm1 mm
%Error = x 100%
1 mm

%Error = 6,2 %
Dengan langkah dan cara yang sama didapatkan data sebagai
berikut:

Sampel Tebal Cps Ln Tebal Error


(minch) (i/i0) (m inch) (%)
Mika 78,8 29,586 -1,428 119,002 51,018

Kertas 78,8 58,305 -0,749 62,417 20,721

Plastik 19,7 102,175 -0,188 15,721 20,193

IX. Daftar Pustaka

Decamarta, R. I. (2017). Petunjuk Praktikum Aplikasi Teknik Nuklir:


Thickness Gauging. Yogyakarta: STTN-BATAN.
Wardhana, W. A. (2007). Teknologi Nuklir Proteksi Radiasi dan
Aplikasinya. Yogyakarta: Andi Press.

Yogyakarta, 11 Juni 2017


Pembimbing, Praktikan,

Riko Iman Decamarta, S.ST Elza Jamayanti

Anda mungkin juga menyukai