Anda di halaman 1dari 15

Topik : Bronkopneumonia

Tanggal (Kasus): 8 Februari 2016 Presenter : dr. Wirdah


Pendamping : 1. dr. Tajul Keumalahayati
2. dr. Leni Afriani
Obyektif Presentasi
Keilmuan Keterampilan Penyelenggaraan Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : , 3 tahun, sesak napas, batuk berdahak, demam
Tujuan : Cara menegakkan diagnosis dan pengobatan awal yang tepat bagi pasien bronkopneumonia
Bahan bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara bahasan Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos
Data Pasien: Nama : BS, , 3 thn No.Reg : 587232
Nama : RSUD Kota Langsa Telp : - Terdaftar Sejak 2 Februari 2016
Data Utama Untuk Bahan Diskusi
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis: Bronkopneumonia / Sesak napas, batuk berdahak, demam
2. Riwayat Pengobatan : Paracetamol dan Amoxicilin dari Puskesmas
3. Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien belum pernah mengalami hal serupa
4. Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada anggota keluarga yang merasakan keluhan yang sama
5. Riwayat Kebiasaan Sosial : Disangkal.
6. Pemeriksaan Fisik
I. Status Present
A. Kondisi Umum : Lemah, sakit sedang
B. Status Vital : Kesadaran : Compos Mentis
HR : 110 x/menit, regular
Pernapasan : 52 x/menit, kualitas cepat dan dangkal
Suhu : 37,7 0C, suhu aksila
BB : 12 kg

1
II. Status General
Kepala : Deformitas (-)
Mata : Conjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Sekret (-), perdarahan (-), tanda peradangan (-)
Hidung : Sekret (-), perdarahan (-)
Mulut :
Bibir : Sianosis (-)
Lidah : Beslag (-)
Leher : Kelenjar tiroid tidak teraba, KGB tidak teraba
Toraks
Paru Anterior :
Inspeksi : Simetris, retraksi intercostal (+)
Palpasi : Pergerakan dinding dada simetris, stem fremitus (/)
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (+/+), wheezing (+/+)
Paru Posterior
Inspeksi : Simetris, retraksi intercostal (+)
Palpasi : Pergerakan dinding dada simetris, stem fremitus (/)
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (+/+), wheezing (+/+)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V Linea Midclavicula Sinistra
Perkusi : Batas batas jantung
Atas : ICS II
Kanan : Linea Parasternal Dextra
Kiri : Linea Midclavicula Sinistra
Auskultasi : M1 > M2, A2>A1, P2> P1, A2>P2
HR = 110 x/menit, regular, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi (-)

2
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-), Hepar/ Lien/ Renal tidak teraba,
ballottement (-), nyeri CVA (-)
Perkusi : Timpani (+)
Ekstremitas superior : Pucat (-/-) edema (-/-)
Ekstremitas inferior : Pucat (-/-) edema (-/-)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

III. Diagnosis Banding


Obseervasi dispnea ec dd
1. Bronkopneumonia
2. Asma Bronkial Eksaserbasi Akut
3. Bronkiolitis

IV. Diagnosis Sementara


Bronkopneumonia

V. Rencana Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium : Darah Rutin
2. Radiologi : Foto Toraks PA

Laboratorium
Tes Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 12,8 g/dl :14-18, :12-16, Neonatus : 16-25
Hematokrit 40,6% : 40 -50, : 37-47
Leukosit 12.930/mm3 Dewasa : 4-9, Anak: 8-12
Trombosit 254.000/mm3 150-350
Eritrosit 4,92x106/mm3 : 4,5-5,5 : 4-5

3
Foto Toraks PA

VII. Penatalaksanaan di IGD


1. O2 2 liter/menit via kanul nasal
2. IVFD RL 46 gtt/I mikro
3. Inj. Cefotaxime 300 mg/12 jam (Skin Test)
4. Nebul Ventolin 1 respule (Extra)
5. Paracetamol syr 3 cth I

Daftar Pustaka
1. Sastroasmoro, Sudigdo. 2007. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Rsup Nasional Dr. Ciptomangunkusumo. Jakarta : RSCM.
2. Retno, Asih., Landia, S., Makmuri, MS. 2006. Naskah Lengkap Continuing Education Ilmu
Kesehatan Anak XXXVI Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak VI : Pneumonia. Kuliah.
Surabaya : UNAIR.

Hasil Pembelajaran
1. Bronkopneumonia
2. Kasus pasien dengan Bronkopneumonia
3. Menegakkan diagnosis Bronkopneumonia
4. Tatalaksana Bronkopneumonia

4
RANGKUMAN

1. Subjektif (Keluhan Pasien)


Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien dibawa keluarganya dengan keluhan
sesak napas yang dirasakan sejak 5 jam SMRS. Sesak napas dirasakan makin lama makin
memberat. Sesak napas tidak dipengaruhi cuaca dan aktivitas. Pasien juga mengeluhkan
batuk berdahak, pilek dan demam sejak 1 hari terakhir. BAB dan BAK tidak ada
keluhan.

2. Objektif (Pemeriksaan)
Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat mendukung diagnosis bronkopneumonia.
Pada kasus ini ditegakkan berdasarkan:
Gejala klinis : sesak napas, batuk berdahak, demam
Pemeriksaan fisik : RR 52 x/menit, suhu aksila 37,7 0C, retraksi interkostal, stem
fremitus (/), auskultasi paru : vesikuler (+/+), ronkhi (+/+), wheezing (+/+).

3. Assessment (Penalaran Klinis)


Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis pasien ini adalah
bronkopneumonia.

Anamnesis
Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru
yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda
asing. Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis.1,2
Gejala dan tanda klinis pneumonia bervariasi tergantung kuman penyebab, usia pasien,
status imunologis pasien dan beratnya penyakit. Manifestasi klinis bisa berat yaitu sesak,
sianosis, dapat juga gejalanya tidak terlihat jelas seperti pada neonatus. Gejala dan tanda
pneumonia dapat dibedakan menjadi gejala umum infeksi (non spesifik), gejala pulmonal,
pleural dan ekstrapulmonal. Gejala non spesifik meliputi demam, menggigil, sefalgia dan
gelisah. Beberapa pasien mungkin mengalami gangguan gastrointestinal seperti muntah,
kembung, diare atau sakit perut. 1,2

5
Gejala pada paru biasanya timbul setelah beberapa saat proses infeksi berlangsung. Setelah
gejala awal seperti demam dan batuk pilek, gejala nafas cuping hidung, takipnea, dispnea dan
apnea baru timbul. Otot bantu nafas interkostal dan abdominal mungkin digunakan. Batuk
umumnya dijumpai pada anak besar, tapi pada neonatus bisa tanpa batuk. Wheezing mungkin
akan ditemui pada anak-anak dengan pneumonia viral atau mikoplasma, seperti yang ditemukan
pada anak-anak dengan asma atau bronkiolitis. 1,2
Keradangan pada pleura biasa ditemukan pada pneumonia yang disebabkan oleh
Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus aureus, yang ditandai dengan nyeri dada pada
daerah yang terkena. Nyeri dapat berat sehingga akan membatasi gerakan dinding dada selama
inspirasi dan kadang-kadang menyebar ke leher dan perut. 1,2
Gejala ekstra pulmonal mungkin ditemukan pada beberapa kasus. Abses pada kulit atau
jaringan lunak seringkali didapatkan pada kasus pneumonia karena Staphylococcus aureus. Otitis
media, konjuntivitis, sinusitis dapat ditemukan pada kasus infeksi karena Streptococcus
pneumoniae atau Haemophillus influenza. Sedangkan epiglotitis dan meningitis khususnya
dikaitkan dengan pneumonia karena Haemophillus influenza. 1,2

Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan pemeriksaan fisik pada pasien ditemukan kelainan berupa pada inspeksi
ditemukan adanya retraksi interkostal. Pada palpasi ditemukan stem fremitus menguat. Sedangkan
pada auskultasi ditemukan suara nafas tambahan berupa ronkhi dan wheezing
Frekuensi nafas merupakan indeks paling sensitif untuk mengetahui beratnya penyakit. Hal
ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan memantau tatalaksana pneumonia. Pengukuran
frekuensi nafas dilakukan dalam keadaan anak tenang atau tidur. WHO bahkan telah
merekomendasikan untuk menghitung frekuensi nafas pada setiap anak dengan batuk. Dengan
adanya batuk, frekuensi nafas yang lebih cepat dari normal serta adanya tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam (chest indrawing), WHO menetapkannya sebagai kasus pneumonia berat
di lapangan dan harus memerlukan perawatan di Rumah Sakit untuk pemberian antibiotik. 1,2
Perkusi toraks tidak bernilai diagnostik, karena umumnya kelainan patologinya menyebar.
Suara redup pada perkusi biasanya karena adanya efusi pleura. Pada auskultasi suara nafas yang
melemah seringkali ditemukan bila ada proses peradangan subpleura dan mengeras (suara
bronkial) bila ada proses konsolidasi. Ronki basah halus yang khas untuk pasien yang lebih

6
besar, mungkin tidak akan terdengar untuk bayi. Pada bayi dan balita kecil karena kecilnya
volume toraks biasanya suara nafas saling berbaur dan sulit diidentifikasi. 1,2
Secara klinis pada anak sulit membedakan antara pneumonia bakterial dan pneumonia
viral. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia bakterial awitannya cepat,
batuk produktif, pasien tampak toksik, lekositosis dan perubahan nyata pada pemeriksaan
radiologis. Namun keadaan seperti ini kadang-kadang sulit dijumpai pada seluruh kasus. 1,2
Penggunaan BPS (Bacterial Pneumonia Score) pada 136 anak usia 1 bulan 5 tahun
dengan pneumonia di Argentina yang mengevaluasi suhu aksilar, usia, jumlah netrofil absolut,
jumlah bands dan foto polos dada ternyata mampu secara akurat mengidentifikasi anak dengan
resiko pneumonia bakterial sehingga akan dapat membantu klinisi dalam penentuan pemberian
antibiotika. 1,2
Perinatal pneumonia terjadi segera setelah kolonisasi kuman dari jalan lahir atau ascending
dari infeksi intrauterin. Kuman penyebab terutama adalah GBS (Group B Streptococcus) selain
kuman-kuman gram negatif. Gejalanya berupa respiratory distress yaitu merintih, nafas cuping
hidung, retraksi dan sianosis. Sepsis akan terjadi dalam hitungan jam, hampir semua bayi akan
mengarah ke sepsis dalam 48 jam pertama kehidupan. Pada bayi prematur, gambaran infeksi
oleh karena GBS menyerupai gambaran RDS (Respiratory Distress Syndrome).1,2
Diagnosis pneumonia yang terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu dengan pemeriksaan
mikrobiologik. Upaya untuk mendapatkan spesimen atau bahan pemeriksan guna mencari
etiologi kuman penyebab dapat meliputi pemeriksaan sputum, sekret nasofaring bagian posterior,
aspirasi trakea, torakosintesis pada efusi pleura, percutaneus lung aspiration dan biopsi paru bila
diperlukan. Tetapi pemeriksaan ini banyak kendalanya, baik dari segi teknis maupun biaya.
Secara umum kuman penyebab spesifik hanya dapat diidentifikasi kurang dari 50% kasus.
Dengan demikian pneumonia didiagnosis terutama berdasarkan manifestasi klinis dibantu
pemeriksaan penunjang yang lain seperti foto polos dada. Tetapi tanpa pemeriksaan
mikrobiologik, kesulitan yang lebih besar adalah membedakan kuman penyebab; bakteri, virus
atau kuman lain. Pneumonia bakterial lebih sering mengenai bayi dan balita dibandingkan anak
yang lebih besar. Pneumonia bakterial biasanya timbul mendadak, pasien tampak toksik, demam
tinggi disertai menggigil dan sesak memburuk dengan cepat. Pneumonia viral biasanya timbul
perlahan, pasien tidak tampak sakit berat, demam tidak tinggi, gejala batuk dan sesak bertambah
secara bertahap. Infeksi virus biasanya melibatkan banyak organ bermukosa (mata, mulut,

7
tenggorok, usus). Semakin banyak organ terlibat, makin besar kemungkinan virus sebagai
penyebab. Pneumonia oleh karena mikoplasma pneumonia mungkin menunjukkan gejala
wheezing dan batuk, sehingga infeksi oleh karena mikoplasma pneumonia dapat
dipertimbangkan pada anak dengan kecurigaan asma yang tidak respon dengan pengobatan.
Infeksi mikoplasma seringkali disertai juga dengan nyeri perut atau nyeri dada. Nyeri perut juga
bisa disebabkan oleh pneumonia bakterial yang mengiritasi diafragma. 1,2

4. Planning (Rencana) : Diagnostik, Terapi dan Edukasi


a. Diagnostik
Diagnosis pneumonia utamanya didasarkan klinis, sedangkan pemeriksaan foto polos dada
perlu dibuat untuk menunjang diagnosis, disamping untuk melihat luasnya kelainan patologi
secara lebih akurat. Foto posisi anteroposterior (AP) dan lateral (L) diperlukan untuk
menentukan luasnya lokasi anatomik dalam paru, luasnya kelainan dan kemungkinan adanya
komplikasi seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, pneumatokel, abses paru dan efusi
pleura. Infiltrat tersebar paling sering dijumpai, terutama pada pasien bayi. Pembesaran kelenjar
hilus sering terjadi pada pneumonia karena Haemophillus influenza dan Staphylococcus aureus,
tapi jarang pada pneumonia karena Streptococcus pneumoniae. Kecurigaan ke arah infeksi
Staphylococcus aureus apabila pada foto polos dada dijumpai adanya gambaran pneumatokel,
abses paru, empiema dan piopneumotoraks serta usia pasien di bawah 1 tahun. Foto polos dada
umumnya akan normal kembali dalam 3-4 minggu. Pemeriksaan radiologis tidak perlu diulang
secara rutin kecuali jika ada pneumatokel, abses, efusi pleura, empiema, pneumotoraks atau
komplikasi lain. Sebagaimana manifestasi klinis, pemeriksaan radiologis tidak dapat
menunjukkan perbedaan nyata antara infeksi virus dengan bakteri. Pneumonia virus umumnya
menunjukkan gambaran infiltrat intersitial difus, hiperinflasi atau atelektasis. Pada sindroma
aspirasi, infiltrat akan tampak di lobus superior kanan pada bayi, tetapi pada anak yang lebih
besar akan tampak di bagian posterior atau basal paru. 1,2
Menurut WHO terdapat kesulitan dalam interpretasi foto polos dada sehingga
dikembangkan cara standarisasi kriteria pneumonia untuk kepentingan aspek epidemiologis.
Sistem ini membagi gambaran foto torak dalam normal torak, infiltrat atau akhir proses
konsolidasi (end stage consolidation) yang didefinisikan sebagai significant amount of alveolar
type consolidation. Namun hal ini menimbulkan pertanyaan apakah foto polos dada yang

8
normal dapat menyingkirkan pneumonia?. Seringkali panas dan takipnea sudah timbul sebelum
terlihat perubahan pada foto torak. 1,2
Pada sebagian besar kasus, pemeriksaan yang ekstensif tidak perlu dilakukan, tetapi
pemeriksaan laboratorium mungkin akan membantu dalam memperkirakan mikroorganisme
penyebab. Lekositosis >15.000/UL seringkali dijumpai. Dominasi netrofil pada hitung jenis atau
adanya pergeseran ke kiri menunjukkan bakteri sebagai penyebab. Lekosit >30.000/UL dengan
dominasi netrofil mengarah ke pneumonia streptokokus dan stafilokokus. 1,2
Laju endap darah dan C-reaktif protein (CRP) merupakan indikator inflamasi yang tidak
khas sehingga hanya sedikit membantu. Adanya CRP yang positif dapat mengarah kepada
infeksi bakteri. Kadar CRP yang lebih tinggi ditemukan pada pasien dengan pneumonia alveolar
dibandingkan pasien dengan pneumonia intersitialis. Begitu pula pada kasus pneumonia yang
disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae akan menunjukkan kadar CRP yang lebih tinggi
secara signifikan dibanding non pneumococcal pneumonia. 1,2
Biakan darah merupakan cara yang spesifik untuk diagnostik tapi hanya positif pada 10-
15% kasus terutama pada anak kecil. Kultur darah sangat membantu pada penanganan kasus
pneumonia dengan dugaan penyebab stafilokokus dan pneumokokus yang tidak menunjukkan
respon baik terhadap penanganan awal.10 Kultur darah juga direkomendasikan pada kasus
pneumonia yang berat dan pada bayi usia kurang dari 3 bulan. 1,2
Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) bermanfaat untuk diagnosis Streptococcus
pneumoniae dan infeksi karena mikoplasma. Pemeriksaan PCR mahal, tidak tersedia secara luas
serta tidak banyak berpengaruh terhadap penanganan awal pneumonia sehingga pemeriksaan ini
tidak direkomendasikan. 1,2
Pemeriksaan aspirat nasofaringeal untuk pemeriksaan imunofluoresen virus dan deteksi
antigen virus akan membantu untuk mengidentifikasi virus tetapi hanya mempunyai sedikit
pengaruh untuk penanganan awal pasien. Pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas yang tinggi
dan sangat membantu diagnosis anak dengan infeksi RSV. 1,2
Bila fasilitas memungkinkan, pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan keadaan
hipoksemia (karena ventilation perfusion mismatch). Kadar PaCO2 dapat rendah, normal atau
meningkat tergantung kelainannya. Dapat terjadi asidosis respiratorik, asidosis metabolik, dan
gagal nafas. 1,2

9
b. Terapi
Idealnya tatalaksana pneumonia sesuai dengan kuman penyebabnya. Namun karena
berbagai kendala diagnostik etiologi, untuk semua pasien pneumonia diberikan antibiotika secara
empiris. Walaupun pneumonia viral dapat ditatalaksana tanpa antibiotika, tetapi pasien diberikan
antibiotika karena kesulitan membedakan infeksi virus dengan bakteri, kesulitan diagnosis
virologi dan kesulitan dalam isolasi penderita, disamping itu kemungkinan infeksi bakteri
sekunder tidak dapat disingkirkan. Golongan betalaktam (Penisilin, sefalosporin, karbapenem
dan monobaktam) merupakan jenis-jenis antibiotika yang sudah dikenal cukup luas. Biasanya
digunakan untuk terapi pneumonia yang disebabkan oleh bakteri seperti Streptococcus
pneumoniae, Haemophillus influenza dan Staphylococcus aureus. Pada kasus yang berat
diberikan golongan sefalosporin sebagai pilihan, terutama bila penyebabnya belum diketahui.
Sedangkan pada kasus yang ringan sedang,dipilih golongan penisilin. 1,2
Streptokokus dan pneumokokus merupakan kuman gram positif yang dapat dicakup oleh
ampisilin, sedangkan hemofilus sebagai kuman gram negatif dapat dicakup oleh ampisilin dan
kloramfenikol. Dengan demikian keduanya dapat dipakai sebagai antibiotika lini pertama untuk
kasus pneumonia anak tanpa komplikasi. Pada pasien pneumonia yang community acquired,
umumnya ampisilin dan kloramfenikol masih sensitif. Pilihan berikutnya adalah obat golongan
sefalosporin. 1,2
Penanganan pneumonia pada neonatus serupa dengan penanganan infeksi neonatus pada
umumnya. Antibiotika yang diberikan harus dapat mencakup kuman kokus gram positif terutama
Streptococcus group B dan batang gram negatif. Penisilin dan derivatnya merupakan pilihan
utama untuk gram positif sedangkan untuk kuman gram negatif terutama Escherichia coli dan
Proteus mirabilis digunakan golongan aminoglikosida. Kombinasi kloksasilin dan gentamisin
efektif untuk terapi pneumonia dibawah 3 bulan karena dapat mencakup kuman Staphylococcus
aureus. Umur kehamilan, berat badan lahir dan umur bayi akan menentukan dosis dan frekuensi
pemberian obat khususnya untuk golongan aminoglikosida. Sefalosporin generasi 3 dapat
digunakan jika ada kecurigaan penyebab bakteri batang gram negatif. 1,2
Mengenai penggunaan makrolid pada pneumonia atipik yang diduga disebabkan oleh
klamidia dan mikoplasma, telah banyak dilaporkan. Pemberian azitromisin dan klaritromisin
sama efektifnya dengan pemberian amoksisilin asam klavulanik. Pemberian azitromisin
tolerabilitasnya cukup baik serta efek sampingnya minimal bila dibandingkan dengan

10
amoksisilin asam klavulanik. Pemberian azitromisin sekali sehari selama 3 hari efektifitasnya
setara dengan pemberian amoksisilin asam klavulanik selama 10 hari. Penggunaan klaritromisin
secara multisenter pada pneumonia memdapatkan hal yang cukup baik dalam hal efektifitas dan
efek samping. Efek samping gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah, nyeri abdomen
didapatkan pada sebagian kecil pasien yang tidak berbeda bermakna dengan antibiotika lain. 1,2
Evaluasi pengobatan dilakukan setiap 48-72 jam. Bila tidak ada perbaikan klinis dilakukan
perubahan pemberian antibiotik sampai anak dinyatakan sembuh. Lama pemberian antibiotik
tergantung pada kemajuan klinis penderita, hasil laboratoris, foto polos dada dan jenis kuman
penyebab. Jika kuman penyebab adalah stafilokokus diperlukan pemberian terapi 6-8 minggu
secara parenteral, Jika penyebab Haemophylus influenza atau Streptococcus pneumoniae
pemberian terapi secara parenteral cukup 10-14 hari Secara umum pengobatan antibiotik untuk
pneumonia diberikan 10-14 hari. 1,2
Pada keadaan imunokompromais (gizi buruk, penyakit jantung bawaan, gangguan
neuromuskular, keganasan, pengobatan kortikosteroid jangka panjang, fibrosis kistik, infeksi
HIV), pemberian antibiotik harus segera dimulai saat tanda awal pneumonia didapatkan dengan
pilihan antibiotik : sefalosporin generasi 3. 1,2
Dapat dipertimbangkan juga pemberian:
- Kotrimoksasol pada pneumonia pneumokistik karinii
- Antiviral (Asiklovir, Gansiklovir) pada pneumonia karena sitomegalovirus
- Anti jamur (Amphotericin B, Ketokonazol, Flukonazol) pada pneumonia karena jamur
- Pemberian imunoglobulin
WHO menyarankan untuk pengobatan pneumonia (adanya nafas cepat tanpa penarikan
dinding dada/chest indrawing) sebaiknya dirawat secara poliklinis dengan menggunakan
antibiotik oral. Pilihan antibiotik yang digunakan adalah Amoksisilin, Ampisilin,
Trimetoprim/Sulfametoksazol atau Penisilin Prokain selama 5 hari. Tetapi ketika didiagnosis
dengan pneumonia berat (didapatkan chest indrawing) maka pasien dirawat inapkan dan
diberikan antibiotika secara parenteral seperti Benzylpenisilin atau Ampisilin. Kloramfenikol
juga dapat diberikan, dimana pada beberapa daerah tertentu dapat diberikan secara
intramuskular. Pada bayi berumur kurang dari 2 bulan, WHO merekomendasikan pemberian
Penisilin dan Gentamisin. Dengan penerapan kriteria WHO ini, terjadi penurunan angka
kematian karena infeksi saluran nafas di negara-negara berkembang. British Thoracic Society

11
(BTS) merekomendasikan bahwa antibiotik secara parenteral diberikan pada anak-anak dengan
pneumonia berat atau anak yang tidak bisa menerima antibiotika oral. 1,2

Pada anak dengan pneumonia, penentuan rawat inap diputuskan apabila terdapat: 1,2
Penderita tampak toksik
Umur kurang dari 6 bulan
Distres pernafasan berat
Hipoksemia (saturasi oksigen kurang dari 93-94% pada kondisi ruangan)
Dehidrasi atau muntah
Terdapat efusi pleura atau abses paru
Kondisi imunokompromais
Ketidakmampuan orangtua untuk merawat
Didapatkan penyakit penyerta lain, misalnya penyakit jantung bawaan
Pasien membutuhkan pemberian antibiotika secara parenteral

Terapi suportif yang diberikan kepada penderita pneumonia. 1,2


1. Pemberian oksigen melalui kateter hidung atau masker. Jika penyakitnya berat dan sarana
tersedia, alat bantu napas mungkin diperlukan terutama bila terdapat tanda gagal nafas.
2. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Cairan rumatan yang diberikan mengandung
gula dan elektrolit yang cukup. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan
status hidrasi. Pasien yang mengalami sesak yang berat dapat dipuasakan, tetapi bila
sesak sudah berkurang asupan oral dapat segera diberikan. Pemberian asupan oral
diberikan bertahap melalui NGT (selang nasogastrik) drip susu atau makanan cair. Dapat
dibenarkan pemberian retriksi cairan 2/3 dari kebutuhan rumatan, untuk mencegah edema
paru dan edema otak akibat SIADH (Syndrome of Inappropriate Anti Diuretic Hormone).
3. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal untuk
memperbaiki transpor mukosiliar.
4. Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi misalnya hipoglikemia, asidosis
metabolik.
5. Mengatasi penyakit penyerta seperti kejang demam, diare dan lainnya serta komplikasi.

12
Penanganan terhadap komplikasi1,2
1. Efusi pleura
Jika terjadi efusi pleura kemungkinan disebabkan oleh infeksi stafilokokus.Jika efusi
minimal dan respon pasien baik terhadap pemberian antibiotika maka pemberian antibiotika
tetap diteruskan. Jika efusi cukup banyak maka perlu dilakukan pungsi cairan pleura (pleura tap)
untuk diagnostik (pemeriksaan makroskopik, pengecatan gram, jumlah sel, kultur). Penentuan
antibiotika selanjutnya dapat didasarkan dari hasil kultur.
Indikasi pemasangan pleural drain:
Perjalanan klinis berlangsung progresif
Efusi pleura bertambah walaupun sudah mendapat antibiotik
Distres nafas berat
Terjadi pergeseran mediastinum (mediastinal shift)
Didapatkan cairan yang purulen saat dilakukan pungsi pleura

2. Abses paru
Staphylococcus aureus merupakan penyebab yang paling banyak, tetapi juga terdapat
kemungkinan infeksi oleh karena kuman anaerob. Pemberian antibiotika parenteral diteruskan
sampai 7 hari bebas demam, dilanjutkan pemberian oral antibiotik sampai lama terapi mencapai
minimal 4 minggu.

3. Empiema/piopneumotoraks
Seringkali disebabkan oleh Staphylococcus aureu, Streptococcus pneumoniae,
Haemophillus influenzae dan Streptococcus group A. Selain itu terdapat juga kemungkinan
infeksi kuman anaerob. Selain pemberian antibiotika yang optimal sesuai dugaan kuman
penyebab, diindikasikan juga pemasangan pleural drain. Tujuan akhir perawatan adalah
mengeliminasi infeksi dan komplikasi, mengembangkan kembali paru-paru serta menurunkan
waktu perawatan.

13
4. Sepsis
Sepsis sebagai komplikasi dari pneumonia terutama disebabkan oleh Staphyllococcus
aureus dan Streptococcus pneumoniae. Penanganan dengan antibiotika yang sesuai dan terapi
suportif lainnya.

5. Gagal nafas
Pada kondisi gagal nafas, perlu dilakukan intubasi dan pemberian bantuan ventilasi
mekanik.

Pencegahan
Pemberian imunisasi memberikan arti yang sangat penting dalam pencegahan pneumonia.
Pneumonia diketahui dapat sebagai komplikasi dari campak, pertusis dan varisela sehingga
imunisasi dengan vaksin yang berhubungan dengan penyakit tersebut akan membantu
menurunkan insiden pneumonia. Pneumonia yang disebabkan oleh Haemophillus influenza dapat
juga dicegah dengan pemberian imunisasi Hib. Pada bulan Februari 2000, vaksin pneumokokal
heptavalen telah dilisensikan penggunaannya di Amerika Serikat. Vaksin ini memberikan
perlindungan terhadap penyakit yang umum disebabkan oleh tujuh serotype Streptococcus
pneumonia. Penggunaan vaksin ini menurunkan insiden invasive pneumococcal disease.
Penggunaan vaksin pneumokokal heptavalen secara rutin di United States ternyata mampu
menurunkan bakteremia yang disebabkan Streptococcus pneumoniae sebesar 84% dan sebesar
67% untuk bakteremia secara keseluruhan pada populasi anak 3 bulan-3 tahun. The American
Academic of Pediatric (AAP) merekomendasikan vaksinasi influenza untuk semua anak dengan
resiko tinggi yang berumur 6 bulan dan pada usia tua. Untuk memberikan perlindungan terhadap
komplikasi influenzae termasuk diantaranya adalah pneumonia, AAP juga merekomendasikan
vaksinasi untuk semua anak usia 6 bulan sampai 23 bulan jika kondisi ekonomi memungkinkan.
Pencegahan lain dapat dilakukan dengan menghindari faktor paparan asap rokok dan polusi
udara, membatasi penularan terutama dirumah sakit misalnya dengan membiasakan cuci tangan
dan penggunaan sarung tangan dan masker, isolasi penderita, menghindarkan bayi/anak kecil
dari tempat keramaian umum, pemberian ASI, menghindarkan bayi/anak kecil dari kontak
dengan penderita ISPA. 1,2

14
c. Edukasi
Edukasi dilakukan pada pasien dan keluarga untuk membantu penyembuhan dengan
menggunakan obat-obatan adekuat.

d. Konsultasi
Terapi awal dapat dilakukan di instalasi gawat darurat, untuk terapi yang adekuat dapat
dilakukan konsultasi dengan dokter spesialis anak.

Mengetahui

Pendamping Pendamping

dr. Tajul Keumalahayati dr. Leni Afriani


NIP. 19771109 200701 2 004 NIP. 197808292006042010

15

Anda mungkin juga menyukai