Anda di halaman 1dari 13

Sinusitis

Disusun oleh:

Elizabeth Angelina

112015393

Pembimbing:

dr. Erna M. Marbun, Sp.THT

Kepaniteraan Klinik THT RS Husada


Periode 8 Agustus 2016 - 10 September 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JAKARTA
Pendahuluan

Sinusitis memiliki karakteristik adanya inflamasi pada lapisan sinus paranasal. Karena
mukosa nasal terlibat secara simultan dan karena sinusitis jarang terjadi tanpa rhinitis yang
bersamaan, rhinosinusitis kini menjadi istilah untuk kondisi ini.1

Rhinosinusitis lebih lanjut lagi bisa diklasifikasikan menurut lokasi anatomik (maksilaris,
ethmoidalis, frontalis, sfenoidalis), organisme patogenik (virus, bakteri, jamur), keberadaan
komplikasi (orbita, intrakranial), dan faktor asosiasi (varian poliposis nasal, imunosupresi,
anatomi).1

Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari,
bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia.
Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intrakranial,
serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati.1

Tujuan utama pengelolaan sinusitis akut adalah untuk membasmi infeksi, mengurangi
keparahan dan durasi gejala, dan mencegah komplikasi. 1

Anatomi

Gambar 1. Anatomi Sinus Paranasal1

1
Gambar 2. Anatomi Sinus2

Sinus Paranasal
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi karena
bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal mulai dari
yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri.
Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga
di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) dalam rongga hidung.3
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan
perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal.
Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang
dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus
sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian posterosuperior rongga hidung.
Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.3

2
Gambar 3. Sinus Maksillaris2

Sinus maksilla
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila
bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran
maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus
ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah
permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung,
dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris dan
palatum. Ostium sinus maksila berada sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke
hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.3
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah:
1. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar
(P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar
M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus sehingga infeksi
gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.
2. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita
3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drenase hanya
tergantung dari gerak silia, lagipula drenase juga harus melalui infundibulum yang
sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan

3
akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drenase sinus maksila
dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.3

Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus,
berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir sinus
frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum
usia 20 tahun. Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari pada
lainnya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa
hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.
Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya 2 cm. Sinus frontal
biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak adanya gambaran septum-septum
atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus
frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga
infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrenase melalui
ostiumnya yang terletak di resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum etmoid.3

Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini
dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya. Pada
orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior.
Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cm di bagian
anterior dan 1,5 cm di bagian posterior.3
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang
terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media dan
dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid
dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior
yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak,
letaknya di depan lempeng yang menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding
lateral (lamina basalis) sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih
sedikit jumlahnya dan terletak di posterior dari lamina basalis.3
Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal,
yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di daerah
etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat bermuaranya
ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan
sinusitis frontal dan pembengkakan infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila. Atap
sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribrosa. Dinding lateral
sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita.
Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus sfenoid.3

4
Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid
dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya
dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya bervariasi dari 5 sampai 7,5 ml. Saat sinus
berkembang, pembuluh darah dan nervus di bagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat
berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus sphenoid.
Batas-batasnya ialah sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa, sebelah
inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a. karotis
interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa
serebri posterior daerah pons.3

Kompleks Ostio Meatal


Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-muara
saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit,
dan dinamakan kompleks ostio meatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di
belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel anterior dengan ostiumnya
dan ostium sinus maksila.3

Sistem Mukosiliar
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan palut
lendir di atasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju
ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.
Pada dinding lateral hidung terdapat 2 aliran transpor mukosiliar dari sinus. Lendir yang
berasal dari kelompok sinus anterior yang bergabung di infundibulum etmoid dialirkan ke
nasofaring di depan muara tuba Eustachius. Lendir yang berasal dari kelompok sinus posterior
bergabung di resesus sfenoetmoidalis, dialirkan ke nasofaring di postero-superior muara tuba.
Inilah sebabnya pada sinusitis didapati sekret pasca-nasal (post nasal drip), tetapi belum tentu
ada sekret di rongga hidung.3

Fungsi Sinus Paranasal


Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain:
1. Pengatur kondisi udara
2. Penahan suhu
3. Membantu keseimbangan kepala
4. Membantu resonansi suara
5. Peredam perubahan tekanan udara
6. Membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung.4

5
Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban
udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah karena ternyata tidak didapati pertukaran udara
yang definitif antara sinus dan rongga hidung. Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus
kurang lebih 1/1000 volume sinus pada tiap kali bernapas, sehingga dibutuhkan beberapa jam
untuk pertukaran udara total dalam sinus. Lagi pula mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi
dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung.3

Sebagai penahan suhu (thermal insulators)


Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan fosa
serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah. Akan tetapi kenyataannya sinus-sinus yang
besar tidak terletak di antara hidung dan organ-organ yang dilindungi.3

Membantu keseimbangan kepala


Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka. Akan
tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan pertambahan berat
sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini dianggap tidak bermakna.3

Membantu resonansi suara


Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi
kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak
memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif. Lagi pula tidak ada korelasi
antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.3

Sebagai peredam perubahan tekanan udara


Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak, misalnya pada
waktu bersin atau membuang ingus.3

Membantu produksi mukus


Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan
dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut masuk
dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling
strategis.3

Definisi

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau
dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma
(common cold) yang merupakan infeksi virus yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.
Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus
6
paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus etmoid dan maksila,
sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus sfenoid lebih jarang lagi.3
Sinus maksila disebut juga antrum Highmore letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka
infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinusitis dentogen. Sinusitis dapat menjadi
berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intrakranial, serta menyebabkan
peningkatan serangan asma yang sulit diobati.3

Etiologi
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam rinitis
terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanital hamil, polip hidung, kelainan anatomi
seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi
tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma Kartagener, dan
di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik.3
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga
perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan
rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral.
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta
kebiasaan merokok. Keadaan ini lama lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia.3

Epidemiologi

Sinusitis Akut

Sinusitis terjadi pada 1 di antara 7 orang dewasa di Amerika Serikat, dengan lebih dari 30
juta orang didiagnosa setiap tahunnya. Sinusitis lebih sering terjadi pada awal musim gugur
sampai awal musim semi. Rhinosinusitis dialami oleh sekitar 35 juta orang setiap tahunnya di
Amerika Serikat dan menjadi penyebab untuk hampir 16 juta kunjungan ke dokter per tahun.1

Menurut National Ambulatory Medical Care Survey (NAMCS), kira-kira 14% orang
dewasa melaporkan mengalami episode rhinosinusitis setiap tahun, dan merupakan peringkat
lima diagnosa paling umum untuk penulisan resep antibiotik.

Sinusitis akut dialami oleh 3 dari 1000 orang di United Kingdom. Sinusitis kronis dialami
1 dari 1000 orang. Sinusitis lebih sering terjadi di musim dingin daripada musim panas.

Secara rata-rata, seorang anak dapat terkena 6-8 kali flu (yaitu infeksi saluran pernapasan
atas) per tahunnya, dan kira-kira 0.5-2% infeksi saluran pernapasan bagian atas pada dewasa dan
6-13% infeksi saluran pernapasan akibat virus pada anak-anak mengalami komplikasi karena
perkembangan sinusitis bakterial akut.

Wanita mengalami lebih banyak episode sinusitis infektif dibandingkan pria, karena
mereka cenderung memiliki kontak jarak dekat dengan anak-anak. Tingkat pada wanita 20.3%,
dibandingkan dengan 11.5% pada pria.1
7
Kronik
Sinusitis kronis merupakan salah satu penyakit kronik yang paling umum terjadi di
Amerika Serikat, dialami oleh orang-orang dari setiap kelompok umur. Tingkat prevalensi
sinusitis kronis di Amerika Serikat mencapai 146 per 1000 populasi. Untuk alasan yang tidak
diketahui, kejadian penyakit ini tampak meningkat setiap tahun. Hal ini menyebabkan kira-kira
18-22 juta kunjungan ke dokter di Amerika Serikat setiap tahun dan biaya perawatan langsung
mencapai $3.4-5 miliar setiap tahunnya. Sinusitis kronis merupakan penyakit nomor lima paling
umum yang dirawat dengan antibiotik. Hingga 64% pasien pengidap AIDS juga mengalami
sinusitis kronis.1
Sinusitis kronis merupakan penyakit umum sedunia, khususnya di tempat-tempat dengan
tingkat polusi atmosfer yang tinggi. Di belahan bumi bagian utara, iklim temperatur lembab
dengan konsentrasi serbuk sari yang tinggi diasosiasikan dengan kecenderungan sinusitis kronis.1

Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi
antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman
yang masuk bersama udara pernafasan. Organ-organ yang membentuk KOM letaknya
berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia
tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga
sinus akibat terganggunya masuknya oksigen yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-
mula serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non-bakterial dan biasanya sembuh
dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam
sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen.
Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik. Jika
terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi
hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan
rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu
hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan
tindakan operasi.3

Manifestasi Klinis

Keluhan utama rinosinusitis adalah hidung tersumbat disertai nyeri atau rasa tekanan
pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat
disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus
yang terkena merupakan ciri khas sinusitis nyeri juga terasa di akut, serta kadang-kadang tempat

8
lain (referred pain). Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia anosmia, halitosis, post-nasal drip
yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak.3
Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-kadang hanya 1
atau 2 dari gejala-gejala dibawah ini yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik,
gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba Eustachius, gangguan
ke paru seperti bronchitis (sino-bronkitis), bronkiektasis dan yang penting adalah serangan asma
yang meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus yang tertelan dapat menyebabkan
gastroenteritis.3

Sinusitis Maksilaris

Gejala infeksi sinus maksilaris akut berupa demam, malaise, dan nyeri kepala yang tak
jelas yang biasanya reda dengan pemberian analgetik biasa seperti aspirin. Wajah terasa
bengkak, penuh dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik
atau turun tangga. Seingkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk serta nyeri pada
palpasi dan perkusi. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk.5

Sinusitis Etmoidalis

Seringkali bermanifestasi sebagai selulitis orbita. Pada dewasa seringkali bersama-sama


dengan sinus maksilaris serta dianggap sebagai penyerta sinusitis frontalis. Gejala berupa nyeri
dan nyeri tekan di antara kedua mata dan di atas jembatan hidung, drainase dan sumbatan
hidung.5

Sinusitis Frontalis

Sinusitis frontalis akut hampir selalu bersama-sama dengan infeksi sinus etmoidalis
anterior. Sinus frontalis berkembang dari sel-sel udara etmoidalis anterior dan duktus nasalis
frontalis yang berlekuk-lekuk berjalan amat dekat dengan sel-sel ini. Maka faktor predisposisi
infeksi sinus frontalis akut adalah sama dengan faktor untuk infeksi sinus lainnya. Pada sinusitis
frontalis terdapat nyeri kepala yang khas. Nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi
hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan mereda hingga menjelang malam.
Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh dan mungkin terdapat
pembengkakan supraorbita. Tanda patognomonik adalah nyeri yang hebat pada palpasi atau
perkusi di atas daerah sinus yang terinfeksi.5

Sinusitis Sfenoidalis

Sinusitis sfenoidalis akut terisolasi amat jarang. Dicirikan oleh nyeri kepala yang
mengarah ke vertex cranium. Namun penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis
dan oleh karena itu gejalanya menjadi satu dengan gejala infeksi sinus lainnya.5

9
Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.


Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan naso-endoskopi sangat
dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus meatus
medius (pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior (pada
sinusitis etmoid posterior dan sfenoid). Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis.
Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan di daerah kantus medius.3
Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos atau CT scan. Foto polos posisi
Waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus
maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara-cairan (air fluid level)
atau penebalan mukosa. CT scan sinus merupakan gold satndard diagnosis sinusitis karena
mampu menilai hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan
dan perluasannya. Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis
kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat
melakukan operasi sinus.3
Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.
Pemeriksaan ini sudah jarang digunakan karena sangat terbatas kegunaannya.3
Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil sekret dari
meatus medius/superior, untuk mendapat antibiotik yang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil
sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila. Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus
dinding medial sinus maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi
sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.3

Penatalaksanaan

Tujuan terapi sinusitis ialah:


1) mempercepat penyembuhan
2) mencegah komplikasi
3) mencegah perubahan menjadi kronik
Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga drenase dan ventilasi
sinus-sinus pulih secara alami. Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada
sinusitis akut bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka
sumbatan ostium sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksisilin.
Jika diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan
amoksisilin-klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis antibiotik diberikan
selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang. Pada sinusitis kronik diberikan antibiotik
yang sesuai untuk kuman negatif gram dan anaerob.3
Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan, seperti
analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan
(diatermi). Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan
10
sekret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2.
Irigasi sinus maksila atau Proetz displacement therapy juga merupakan terapi tambahan yang
dapat bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang
berat.3

Tindakan operasi
Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan operasi terkini untuk
sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua jenis
bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan
dan tidak radikal.3
Indikasinya berupa: sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat, sinusitis
kronik disertai kista atau kelainan yang ireversibel; polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis
serta sinusitis jamur.3

Komplikasi
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik.
Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan
eksaserbasi akut berupa komplikasi orbita atau intrakranial.3
Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita).
Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran
infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah
edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi
trombosis sinus kavernosus.3
Kelainan intrakranial. Dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses
otak dan trombosis sinus kavernosus.3
Komplikasi juga dapat terjadi pada sinusitis kronis, berupa: osteomielitis dan abses
subperiostal. Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-
anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi.
Kelainan paru, seperti bronkitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus
paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga
menyebabkan kambuhnya asma bronkial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya
disembuhkan.3

Prognosis

Sinusitis Akut

Sinusitis itu sendiri tidak menyebabkan kematian yang signifikan. Namun, sinusitis
kompleks dapat menyebabkan morbiditas dan, dalam kasus langka, kematian.1

11
Kira-kira 40% kasus sinusitis akut dapat dipecahkan secara spontan tanpa antibiotik.
Pasien dengan sinusitis akut, ketika diobati dengan antibiotik yang tepat, biasanya menunjukkan
pemulihan dengan cepat. Tingkat kambuh kembali sesudah pengobatan kurang dari 5%.1

Bila tidak ada respon dalam 48 jam sejak gejala memburuk, evaluasi kembali pasien.
Rhinosinusitis yang tidak diobati atau dirawat dengan tidak memadai dapat mengakibatkan
komplikasi seperti meningitis, tromboflebitis sinus kavernosus, selulitis orbita atau abses, dan
abses otak.1

Pada pasien dengan rhinitis alergi, pengobatan agresif terhadap gejala nasal dan tanda-
tanda edema mukosa, yang dapat menyebabkan gangguan pada saluran keluarnya sinus, dapat
mengurangi sinusitis sekunder.1

Kronik

Sinusitis kronis dapat menjadi penyebab signifikan untuk morbiditas. Apabila dibiarkan
dan tidak diobati, dapat mengurangi kualitas hidup dan produktivitas orang yang terinfeksi.1

Sinusitis kronis diasosiasikan dengan asma yang semakin parah dan komplikasi serius
seperti abses otak dan meningitis, yang dapat mengakibatkan tingkat morbiditas dan kematian
yang tinggi. Perawatan medis yang dini dan agresif untuk sinusitis kronis biasanya berakhir
dengan hasil yang memuaskan. Functional endoscopic sinus surgery (FESS) memulihkan
kesehatan sinus dengan hilangnya gejala secara total atau moderat pada 80-90% pasien dengan
sinusitis kronis yang berulang atau tidak responsif secara medis.1

Sinusitis kronis jarang mengancam nyawa, sekalipun komplikasi serius dapat terjadi
karena kedekatan pada orbita dan cranial cavity. Sekitar 75% dari semua infeksi orbital terkait
secara langsung dengan sinusitis. Komplikasi intrakranial tetap lebih jarang, dengan hanya 3.7-
10% infeksi intrakranial terkait dengan sinusitis.1

Daftar Pustaka

1. Brook I, Riauba L. Acute Sinusitis. Diunduh dari


emedicine.medscape.com/article/232670-overview#showall. Diunduh tanggal 11
September 2016.
2. Netter FH. Atlas of human anatomy 6th edition. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2014.
3. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala dan leher edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2014.
4. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Boies buku ajar penyakit tht. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2012.
5. Anatomy and physiology of paranasal sinuses. Diseases of ear nose and throat. New
Delhi: Elsevier; 2007.

12

Anda mungkin juga menyukai