Oleh:
Desiyanti 04084821618149
Pembimbing:
dr. Billy Indra Gunawan, Sp.S
DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN
Referat berjudul:
Oleh:
Desiyanti 04084821618149
telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik di Bagian/Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Univesitas Sriwijaya
/ RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 15 Mei s.d. 19 Juni 2017.
Segala puji penyusun haturkan kepada Tuhan YME yang selalu memberikan
rahmat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan referat berjudul
Complete Spinal Transection ini tepat sesuai dengan jadwal yang telah diberikan.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
membantu dalam penulisan referat ini, terutama kepada dr. Billy Indra Gunawan,
Sp.S sebagai pembimbing penulisan referat ini.
Dengan penulisan referat ini, penulis berharap semua pihak yang membaca
dapat lebih memahami trauma medula spinalis sehingga dapat bermanfaat bagi
calon dokter umum khususnya serta bagi kesehatan masyarakat secara umum.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 3
BAB III KESIMPULAN ............................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 31
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi
Lokasi sumsum tulang belakang dalam masa embrio menempati
seluruh saluran di tulang belakang dan memanjang ke bawah sampai
bagian ekor tulang belakang. Namun selanjutnya jaringan tulang belakang
tumbuh lebih cepat daripada jaringan sarafnya sehingga selanjutnya ujung
sumsum tidak lagi mencapai bagian bawah saluran tulang belakang.
Kesenjangan dalam pertumbuhan ini terus meningkat, pada orang dewasa
ujung sumsum tepat berada di bawah daerah perlekatan tulang rusuk
terakhir (antara vertebra lurnbalis yang pertama dan kedua). 2
Sumsum tulang belakang mempunyai bagian dalam yang bentuknya
tak beraturan, bagian lebih kecil yang berisi substansia grisea (badan sel
saraf) dan daerah yang lebih besar yang berisi substansia alba (serat saraf)
yang mengelilingi substansia grisea ini. Pada potongan melintang sumsum
menunjukkan bahwa substansia grisea disusun sedemikian rupa sehingga
ada semacam tiang/kolom memanjang ke atas-bawah pada bagian dorsal
(columna dorsalis), satu pada setiap sisinya, dan kolom lainnya ditemukan
di daerah ventral (columna ventralis). Kedua pasang columna substansia
grisea ini tampak pada potongan melintang seperti dalam bentuk H.
Substansia alba berisi ribuan serat saraf yang tersusun dalam ketiga daerah
eksternal substansia grisea, yang disebut funiculus ventralis, lateralis dan
dorsalis, pada setiap sisi medula spinalis.2
Medula spinalis dimulai dari cervicomedulary junction dan berakhir
di konus medularis. Fisura dan sulkus menandai permukaan luar dari
medula spinalis; dan memiliki kepentingan klinis. Fisura median anterior
dan sulkus median posterior membagi medula spinalis menjadi dua bagian
yang simetris. Radix anterior dan posterior membentuk nervus spinalis,
yang terdiri dari 31 pasang. Ada 8 pasang nervus servikal, 12 thorakal, 5
lumbal, 5 sakral, dan 1 koksigeal. Terletak di setiap bagian dorsal radix
adalah Ganglion Radix Dorsalis (DRG).6
2.3. Epidemiologi
Angka kejadian tahunan trauma medula spinalis seluruh dunia
berkisar antara 11,5 hingga 57,8 kasus per 1 juta penduduk tiap tahunnya.
Di Amerika Serikat, angka kejadian trauma medula spinalis sekitar 40
kasus per 1 juta penduduk, dan sekitar 12.000 kasus baru di diagnosis
pertahun. Frekuensi tertinggi terjadi antara usia 15 hingga 29 tahun dan
yang kedua terjadi pada usia 65 tahun atau lebih. Penyebab utama
kematian pasien rawat inap dengan trauma medula spinalis umumnya
berkaitan dengan komplikasi pernapasan. Trauma medula spinalis
umumnya lebih banyak terjadi pada laki-laki di bandingkan perempuan
dengan perbandingan 4:3.
2.4. Etiologi
Complete Spinal Transection (CST) dapat disebabkan oleh
kecelakaan kendaraan bermotor, kekerasan (tembakan peluru pistol atau
luka tusuk), olahraga, kecelakaan saat menyelam, trauma akibat
kecelakaan kerja, dan trauma persalinan. Penyebab trauma medulla
spinalis dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu trauma
medulla spinalis traumatik dan non traumatik, dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Trauma medulla spinalis traumatik dan non traumatik1,6
Kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh atau Penyakit, infeksi atau tumor, kerusakan yang
kekerasan. terjadi pada medulla spinalis yang bukan
disebabkan oleh gaya fisik eksternal, penyakit
Hagen dkk (2009): lesi traumatik pada medulla motor neuron, myelopati spondilotik, penyakit
spinalis dengan beragam defisit motorik dan neoplastik, penyakit vaskuler, kondisi toksik
sensorik atau paralisis dan metabolik dan gangguan kongenital dan
perkembangan
American Board of Physical Medicine and
Rehabilitation Examination Outline for Spinal
Cord Injury Medicine : fraktur, dislokasi, dan
kontusio dari kolumna vertebrae
2.5. Klasifikasi
Trauma medulla spinalis dapat diklasifikasikan dengan
menggunakan standar American Spinal Injury Association (ASIA)
Impairment, atau AIS (awalnya disebut dengan skala Frankel). ASIA
digunakan untuk mendefinisikan dan memaparkan tingkat keparahan dan
luas trauma medulla spinalis dan membantu menentukan kebutuhan
rehabilitasi dan kesembuhan. Grade pada skala gangguan ASIA
didasarkan pada seberapa banyaknya sensasi yang dirasakan pada titik-
titik tertentu pada tubuh, sama baiknya dengan pemeriksaan fungsi
motorik.
2.6. Patofisiologi
Trauma medula spinalis dapat menyebabkan komosio, kontusio,
laserasi, atau kompresi medula spinalis. Patomekanika lesi medula spinalis
berupa rusaknya traktus pada medula spinalis, baik asenden ataupun
desenden. Petekie tersebar pada substansia grisea, mem besar, lalu
menyatu dalam waktu satu jam setelah trauma. Selanjutnya, terjadi
nekrosis hemoragik dalam 24-36 jam. Pada substansia alba, dapat
ditemukan petekie dalam waktu 3-4 jam setelah trauma. Kelainan serabut
mielin dan traktus panjang menunjukkan adanya kerusakan struktural
luas.2
Medula spinalis dan radiks dapat rusak melalui 4 mekanisme berikut:2
1. Kompresi oleh tulang, ligamen, herniasi diskus intervertebralis, dan
hematoma. Yang paling berat adalah kerusakan akibat kompresi
tulang dan kompresi oleh korpus vertebra yang mengalami dislokasi
ke posterior dan trauma hiperekstensi.
2. Regangan jaringan berlebihan, biasanya terjadi pada hiperfl eksi.
Toleransi medula spinalis terhadap regangan akan menurun dengan
bertambahnya usia.
3. Edema medula spinalis yang timbul segera setelah trauma
mengganggu aliran darah kapiler dan vena.
4. Gangguan sirkulasi atau sistem arteri spinalis anterior dan posterior
akibat kompresi tulang.
L4 S1 Hilangnya bebrapa fungsi motorik pada pangkal paha, lutut dan kaki.
Tidak terkontrolnya bowel dan blader.
Gambar 2.8. Titik-titik Lokasi Pemeriksaan Pinprick dan Sentuhan Ringan Pada
Tubuh
2.11. Tatalaksana
Prinsip terapi Trauma spinal traumatika ditujukan untuk:
1. Meminimalkan kemungkinan terjadinya defisit neurologis
2. Mengembalikan integritas kolum spinalis semaksimal mungkin
3. Mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi
4. Optimalisasi rehabilitasi fungsional
Tindakan operasi12
Tatalaksana berupa tindakan operatif paling baik dilakukan dalam jangka
waktu 24 jam sampai 3 minggu setelah terjadinya trauma. Indiksi tindakan
operatif adalah:
1. Terdapat fraktur dan pecahan tulang yang menekan medula spinalis
2. Gambaran defisit neurologis yang progresif memburuk.
3. Fraktur atau dislokasi yang tidak stabil.
4. Terjadinya herniasi diskus intervertebralis yang menekan medula
spinalis.
2.12. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pasca trauma medula spinalis antara
lain, yaitu instabilitas dan deformitas tulang vertebra, fraktur patologis,
syringomyelia pasca trauma, nyeri, dan gangguan fungsi seksual. Pada
kasus kronik, dapat pula terjadi komplikasi pada sistem respirasi
(pneumonia, efusi pleura, atelektasis), sistem kardiovaskular (hipotensi
ortostatik, disrefleksia otonom), sistem ekskresi (disfungsi vesika urinaria,
neurogenic bowel, spastisitas, nyeri, pressure ulcers, osteoporosis dan
fraktur tulang.7,14
Pencegahan komplikasi sangat berperan penting. Tindakan
rehabilitasi medik merupakan kunci utama dalam penanganan pasien
Trauma medula spinalis. fisioterapi, terapi okupasi, dan bladder training
harus dilakukan sedini mungkin. Tujuan utama fisioterapi adalah untuk
mempertahankan ROM (Range of Movement) dan kemampuan mobilitas,
dengan memperkuat fungsi otot-otot. Terapi okupasional terutama
ditujukan untuk memperkuat dan memperbaiki fungsi ekstremitas atas,
serta mempertahankan kemampuan aktivitas hidup sehari-hari.
Pembentukan kontraktur harus dicegah seoptimal mungkin.15
2.13. Prognosis
Prognosis lebih baik pada trauma medula spinalis yang tidak
komplit, 90% penderita trauma medula spinalis dapat membaik dan hidup
mandiri. Kurang dari 5% pasien dengan trauma medula spinalis yang
komplit dapat sembuh. Jika paralisis komplit bertahan sampai 72 jam
setelah trauma, kemungkinan pulih adalah 0%. Perbaikan fungsi motorik,
sensorik dan otonom dapat kembali dalam 1 minggu samapi 6 bulan pasca
trauma medula spinalis. Kemungkinan pemulihan spontan menurun
setelah 6 bulan.16
BAB III
KESIMPULAN
Medulla spinalis merupakan salah satu organ saraf penting pada tubuh
manusia. Hantaman kuat yang mengenai tulang belakang dapat menyebabkan
trauma pada medulla spinalis yang akan mengganggu fungsi dari medulla spinalis.
Trauma medulla spinalis dapat diklasifikasikan menjadi lima kelompok
berdasarkan kemampuan fungsional medulla spinalis yang tersisa. Kecelakaan
menjadi penyebab utama terjadinya trauma pada medulla spinalis.
Trauma medulla spinalis menyebabkan kompresi, regangan, edema, dan
gangguan sirkulasi pada medulla spinalis dan organ sekitarnya sehigga fungsi
medulla spinalis (motorik, sensorik, otonom, dan reflek) terganggu tergantung letak
lesi yang terjadi. Hal ini sering dialami laki-lagi usia SMA dengan rentang usia 16
30 tahun.
Diagnosis ditegakkan dari anamnesa singkat mengenai cara kejadian
(trauma), progresifitas keluhan, dan riwayat penyakit dahulu, dilanjutkan
pemeriksaan fisik yang berfokus untuk mencari tinggi level cedera neurologis
dengan pemeriksaan sensoris (pinprick dan raba halus) dan motoris sesuai miotom,
dan pemeriksaan radiologis. Namun, untuk lebih memudahkan pemeriksa untuk
menentukan level trauma medula spinalis yang dialami oleh seseorang, maka
digunakan ASIA (American Spinal Injury Association) Score.
Tatalaksana medikamentosa untuk trauma medula spinalis didasarkan pada
rekomendasi National Acute Spinal Cord Injury Studies III (NASCIS III)
berdasarkan NASCIS II dan NASCIS III, pasien dengan trauma medula spinalis
akut diberikan terapi metilprednisolon dalam 8 jam pertama setelah terjadinya
trauma. Prognosis pada trauma medula spinalis bergantung pada cepat atau
tidaknya dilakukan tatalaksana awal.
DAFTAR PUSTAKA