ABSTRAK
Penyakit kusta adalah infeksi granulomatosa kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium
leprae. Pengendalian penyakit dengan multi-drug therapy (MDT) mampu menurunkan angka
prevalensi, namun insidens cenderung menetap. Salah satu kemungkinan adalah adanya kusta
stadium subklinis yang sulit terdeteksi, tetapi pada saat tertentu dapat muncul secara klinis.
Kusta stadium subklinis adalah keadaan ditemukannya antibodi spesifik terhadap M. leprae
yang cukup tinggi di dalam darah, tanpa disertai gejala klinis kusta.Walaupun kuman M. leprae
tidak dapat dibiakkan pada media kultur, namun berbagai penelitian tentang pemeriksaan
diagnostik kusta terus dikembangkan. Pemeriksaan yang dimaksud adalah pemeriksaan serologis,
yang meliputi uji Mycobacterium leprae particle agglutination, Uji Enzyme-linked immunosorbent
assa y, uji Mycobacterium lepra e dipstick, uji Fluorescent la belled antibody absorption,
Radioimmunoassay, uji inhibisi ELISA atau uji inhibisi monoklonal, dan Mycobacterium leprae
lateral flow assay.
Kemoprofilaksis adalah pengobatan yang dapat diberikan pada narakontak dengan penyakit
kusta stadium subklinis. Namun, pemberian kemoprofilaksis tersebut masih menjadi perdebatan.
Pengetahuan mengenai penyakit kusta stadium subklinis belum cukup memadai, sehingga
ma sih pe rlu dilak uka n p ene litian me nge nai ca ra pen ega kan diagn osis d an
penatalaksaannya.(MDVI 2014; 41/2:79 - 84)
ABSTRACT
Leprosy is a chronic granulomatousdisease caused by Mycobacterium leprae (M. leprae).
Multidrug therapy decreased the prevalence of leprosy , although the incidence remains constant.
One of the problems is the existence of subclinical leprosy which is difficult to detect, altgough but
the clinical appearance can be detected later.
Subclinical leprosy is a condition which high titre of specific antibody to M. leprae without
any clinical sign of leprosy. Although M. leprae can not be cultured in traditional culture media,
new diagnostic tools recently have been developed. Some of those diagnostic tools are serological
ex amination , inc lud ing Mycobacterium lepra e p article a gglutination te st, en zyme-link ed
immunosorbent assay, Mycobacterium leprae dipstick test, fluorescent labelled antibody absorption
test, radioimmunoassay, and Mycobacterium leprae lateral flow assay.
Chemoprofilaxis can be given to subclinical leprosy household-contacts, eventhough these
treatment is still debatable. The knowledge on subclinical leprosy is not yet adequate, therefore the
further research on the methods of diagnostic and treatment is needed.(MDVI 2014; 41/2:79 - 84)
79
Y Siskawati, dkk. Kusta subklinis: Beberapa pemerikasaan serologis dan kemoprofilaksis
80
MDVI Vol. 41 No. 2 Tahun 2014; 79 - 84
81
Y Siskawati, dkk. Kusta subklinis: Beberapa pemerikasaan serologis dan kemoprofilaksis
khusus.21 Reagen yang digunakan pada uji ML dipstick mengidentifikasi epitop spesifik antigen 35kD M.
stabil dan tidak memerlukan alat pendingin.22 Hasil uji ML leprae.Penilaian sensitivitas dan spesifisitasnya pada kasus
disptick terdiri atas dua pita horizontal. Satu pita di bawah kusta stadium subklinis belum dilaporkan. Pemeriksaan ini
mengandung epitop imunodominan M. leprae yang spesifik, dapat mendeteksi hampir 100% pasien kusta tipe borderline
yaitu PGL-1 dan pita kedua berada di atas sebagai kontrol. lepromatous. Namun, lebih dari 50% pasien kusta tipe
Pengukuran ini menunjukkan ikatan antara antibodi IgM M. tuberkuloid/ borderline tuberculoid menunjukkan hasil
leprae yang spesifik terhadap antigen M. leprae. Ikatan negatif.25
antibodi IgM dapat dideteksi secara spesifik dengan anti
human dye conjugated. Dipstick yang mengandung anti- Mycobacterium leprae lateral flow assay (Uji ML Flow)
gen dicelupkan dalam serum yang diencerkan 1:50 dan
dicampur dengan reagen, selanjutnya diinkubasi selama 3 Uji ML Flow adalah pemeriksaan yang mudah untuk
jam. Pewarnaan pada pita antigen menunjukkan antibodi IgM mendeteksi antibodi IgM anti-PGL-1 M. leprae.10 Uji ML
spesifik terhadap M. leprae. Pita kontrol digunakan untuk flow merupakan pemeriksaan imunokromatografi yang terdiri
melihat integritas reagen. Walaupun secara teori uji ini dapat atas strip nitroselulosa. Pada salah satu ujung strip terdapat
digunakan untuk mendeteksi kusta stadium subklinis, namun bagian yang terbuat dari serat wool mengandung antibodi
masih perlu penelitian lebih lanjut. 7 Data mengenai anti human IgM yang dilabel dengan koloid emas kering,
sensitivitas dan spesifisitas uji ini pada penyakit kusta sta- dan di sisi lainnya terdiri atas bagian yang berfungsi untuk
dium subklinis belum pernah dilaporkan. Sekula dkk. absorpsi.27 Bahan yang digunakan sebagai sampel adalah
menyatakan bahwa kombinasi uji ini dengan perhitungan darah atau serum. Apabila ditemukan antibodi IgM spesifik,
jumlah lesi klinis dapat meningkatkan nilai sensitivitas dari maka akan terjadi ikatan dan tampak garis kemerahan. 10
85% menjadi 94%.22 Penilaian sensitivitas dan spesifisitas uji ini pada penyakit
kusta stadium subklinis belum pernah dilaporkan. Namun,
Fluorescent labelled antibody absorption (Uji FLA-ABS) terdapat laporan bahwa bila uji ML flow digunakan untuk
deteksi dini kusta tipe MB disertai gejala klinis, pemeriksaan
Uji FLA-ABS merupakan uji imunofluoresens tidak BTA, serta histopatologi, menunjukkan sensitivitas 97.4%.28
langsung menggunakan antibodi anti-human gamma globu-
lin fluorecent dan serum pasien setelah adsorpsi dengan
kardiolipin, lecithin, BCG, dan Mycobacterium vaccae.23 Uji TATALAKSANA
FLA-ABS dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit
kusta stadium subklinis, dengan sensitivitas 81.8%.24 Narakontak pasien kusta, khususnya kusta tipe MB,
berrisiko lebih besar berkembang ke arah kusta stadium
Radioimmunoassay (Uji RIA) klinis.29 Pemberian profilaksis pada narakontak diharapkan
dapat memutus rantai penularan penyakit kusta. Awalnya
Uji RIA merupakan pemeriksaan yang sangat sensitif digunakan profilaksis berupa kemoprofilaksis dengan
dan dapat digunakan untuk menilai secara kuantitas berbagai dapson. Kemudian, berbagai penelitian terhadap jenis
substansi yang dapat ditandai dengan isotop radioaktif. 19 kemoprofilaksis lain dan imunoprofilaksis dengan BCG juga
Pada uji ini digunakan antigen 7 yang merupakan salah satu telah mulai dikembangkan.30 Di samping itu, narakontak yang
komponen antigenik M. leprae, serta dapat bereaksi silang menunjukkan hasil positif pada pemeriksaan DNA M. leprae
dengan antigen BCG 60. Percobaan pada armadilo dari sediaan apus hidung, mukosa hidung, dan darah,
menunjukkan bahwa titer antibodi berkolerasi dengan gejala sebaiknya mendapatkan pengobatan profilaksis.3
klinis penyakit kusta. Spesifisitas uji ini rendah sehingga
penggunaannya sangat terbatas.25 Kemoprofilaksis
Uji inhibisi ELISA atau uji inhibisi monoklonal (serum Kemoprofilaksis dapat diberikan pada narakontak
antibody competition test/SACT atau monoclonal anti- dengan penyakit kusta stadium subklinis. Namun pemberian
body competition test /MACT) kemoprofilaksis ini tidak dapat menjamin perlindungan dalam
jangka waktu lama dan menyeluruh. 3 Pemberian
Uji ini merupakan uji inhibisi kompetitif oleh antibodi kemoprofilaksis pada kontak pasien kusta dapat menurunkan
serum manusia yang berikatan dengan antibodi monoklonal insidens penyakit kusta sebesar 30-72%.8
terhadap M. leprae yang ditandai dengan enzim. Antigen Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian
yang dapat dikenali pada uji ini adalah protein 36kD. Anti- kemoprofilaksis, meliputi: narakontak disarankan untuk
gen ini merupakan bagian dari membran sel M. leprae dan melakukan pemeriksaan penyaring kusta dan tuberkulosis
diduga sebagai antigen yang imunodominan.26 sebelum pemberian kemoprofilaksis. Kemoprofilaksis
Di samping itu, uji inhibisi ELISA /SACT dapat juga diberikan dalam pengawasan petugas kesehatan langsung,
82
MDVI Vol. 41 No. 2 Tahun 2014; 79 - 84
disertai sistem pencatatan dan pelaporan penggunaan obat. untuk tujuan profilaksis. Selain itu, seseorang dengan infeksi
Petugas kesehatan perlu mendapat pelatihan/informasi kusta stadium subklinis menunjukkan hasil negatif pada
mengenai ketentuan pemberian kemoprofilaksis, dan pemeriksaan BTA (basil tahan asam), yang berarti bahwa
pelatihan mengenai pemilihan narakontak yang akan diberi kuman M. leprae hidup dalam tubuh tidak lebih dari 106 atau
kemoprofilaksis. Narakontak yang menerima kemoprofilaksis 105. Selain itu, terdapat anggapan bahwa M. leprae yang
mendapat informasi yang tepat mengenai manfaat dan efek resisten primer tidak ada dalam populasi bakteri, sehingga
simpang obat yang diberikan. Terdapat sistem pengawasan kemungkinan resistensi terhadap rifampisin dapat diabaikan.3
resistensi antibiotik, serta pembahasan dan persetujuan
dengan pelaksanaan program lainnya.3
Pada kemoprofilaksis, obat dosis tunggal lebih dipilih, PENUTUP
sehingga diperlukan obat yang bersifat bakterisidal terhadap
M. leprae. Kemoprofilaksis yang optimal sebaiknya Banyak upaya telah dilakukan pada penanggulangan
menunjukkan efikasi obat yang maksimal dan efek simpang narakontak pasien kusta. Namun, karena keterbatasan cara
serta kejadian resistensi minimal.3 Pilihan jenis antimikroba deteksi kasus kusta subklinis serta tidak terdapat vaksin
yang dapat digunakan sebagai kemoprofilaksis adalah yang kusta yang dapat digunakan pada pencegahan primer, maka
memiliki kemampuan absorpsi cepat per oral tanpa interaksi upaya mengendalikan penyakit kusta masih menjadi masalah.
gastro-intestinal, penetrasi intraselular yang cepat ke dalam Upaya profilaksis diharapkan dapat menurun penyakit kusta
jaringan yang terinfeksi, eliminasi obat lambat (waktu paruh stadium subklinis, dan kasus kusta baru. Namun, mengingat
panjang) sehingga dapat memperpanjang efek dan berupa masih ditemukan kasus baru walaupun cenderung menurun,
regimen dosis tunggal.3,29 maka perlu strategi penanganan penyakit kusta, khususnya
Berbagai penelitian mengenai kemoprofilaksis pada penyakit kusta stadium subklinis.
narakontak pasien kusta telah dilakukan sejak tahun 1960.
Berdasarkan atas berbagai penelitian tersebut dilaporkan
penggunaan beberapa jenis antimikroba dan dosis yang
digunakan, di antaranya rifampisin 2-4 kapsul dosis 150 mg
selama 24-40 bulan, kombinasi rifampisin 600 mg-Ofloxacin DAFTAR PUSTAKA
400 mg-minosiklin 100 mg selama 1-2 tahun, atau Dapson
setiap 2 minggu selama 2 tahun, atau dapson 10-75 mg 2 kali 1. Rea TH, Modlin RL. Leprosy. Dalam: Fitzpatrick TB, Wolff
per minggu selama 3 tahun, dapson setiap minggu selama 2 K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell
DJ, penyunting. Fitzpatrick's dermatology in general medicine.
tahun, dan atau acedapson setiap 10 minggu selama 7 bulan.
Edisi ke-7. New York: McGraw-Hill; 2008:1786-96.
Berbagai penelitian tersebut memberikan hasil yang
2. Thorat DM, Sharma P. Epidemiology. Dalam: Kar HK, Kumar
bervariasi.8Terdapat empat obat antimikroba yang masuk B, penyunting. IAL Textbook of Leprosy. Edisi ke-1. New Delhi:
dalam kriteria menunjukkan aktivitas bakterisidal dengan Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd; 2010:24-34.
dosis tunggal, yaitu rifampisin, rifapentin, moksifloksasin, 3. Goulart IM, Goulart LR. Leprosy: diagnostic and control
dan R207910 (diarylquinoline). Keempat antimikroba ini, challenges for a worldwide disease. Arch Dermatol Res.
rifampisin merupakan pilihan obat yang mudah diperoleh, 2008;300:269-90.
diberikan dengan dosis 600 mg untuk dewasa, atau 10 mg/ 4. Global leprosy situation, 2009. Wkly Epidemiol Rec.
kgBB untuk anak-anak.3 Moet, dkk. menyatakan bahwa 2009;84:333-40.
5. WHO World Health Assembly Resolution to Eliminate
pemberian rifampisin dosis tunggal pada narakontak pasien
Leprosy. WHO. 1991.
baru, efektif selama 2 tahun setelah pemberian obat, namun 6. Britton WJ, Lockwood DN. Leprosy. Lancet. 2004;363:1209-19.
efektivitasnya setelah 2 tahun tidak menunjukkan perbedaan 7. Agusni I, Menaldi SL. Beberapa Prosedur Diagnostik Baru
antara pemberian rifampisin dosis tunggal dibandingkan Pada Penyakit Kusta. Dalam: Sjamsoe-Daili ES, Menaldi SL,
dengan plasebo.31 Reveiz, dkk. menyatakan bahwa rifampisin Ismiarto SP, Nilasari H, penyunting. Kusta. Jakarta: Balai
dosis tunggal yang diberikan pada narakontak pasien kusta Penerbit FKUI; 2003:59-65.
menunnjukkan efektivitas sebesar 57% dalam mencegah 8. Reveiz L, Buendia JA, Tellez D. Chemoprophylaxis in
perkembangan penyakit dalam 2 tahun.8 contacts of patients with leprosy: systematic review and
Walaupun kombinasi rifampisin-ofloksasin-minosiklin meta-analysis. Rev Panam Salud Publica 2009;26:341-9.
9. Baumgart KW, Britton WJ, Mullins RJ, Basten A, Barnetson
(ROM) per bulan telah digunakan dalam penatalaksanaan
RS. Subclinical infection with Mycobacterium leprae--a
kusta dengan hasil yang menjanjikan, namun pada kasus problem for leprosy control strategies. Trans R Soc Trop
penyakit kusta stadium subklinis, pemberian dosis tunggal Med Hyg. 1993;87:412-5.
ROM ternyata tidak lebih efektif dibandingkan dengan 10. Kampirapap K. Assessment of subclinical leprosy infection
rifampisin dosis tunggal. Pemberian ROM juga dapat through the measurement of PGL-1 antibody levels in
meningkatkan risiko efek simpang dan biaya yang residents of a former leprosy colony in Thailand. Lepr Rev.
dikeluarkan.Sehingga diharapkan ROM tidak digunakan lagi 2008;79:315-9.
83
Y Siskawati, dkk. Kusta subklinis: Beberapa pemerikasaan serologis dan kemoprofilaksis
11. Bakker MI, Hatta M, Kwenang A, Van Mosseveld P, Faber 22. Buhrer-Sekula S, Sarno E, Oskam L, Koop S, Wichers I, Nery
WR, et al. Risk factors for developing leprosy--a population- JAC, dkk. The use of ML dipstick as a tool to classify leprosy
based cohort study in Indonesia. Lepr Rev. 2006;77:48-61. patients. Int J Lepr Other Mycobact Dis. 2000:58-68.
12. Santos A, Nery J, Duppre N, Gallo MEN, Filgo JTG, et al. 23. Dayal R, Bharadwaj VP. Prevention and early detection of
Use of the polymerase chain reaction in the diagnosis of leprosy in children. J Trop Pediatr. 1995;41:132-8.
leprosy. J Med Microbiol. 1997;46.:170 - 2 24. Abe M, Izumi S, Saito T, Mathur SK. Early serodiagnosis of
13. Bryceson A, Pfaltzgraff RE. Leprosy. Edisi ke-3. Edinburgh leprosy by indirect immunofluorescence. Lepr India.
: Churchill Livingstone; 1990. 1976;48:272-6.
14. Groathouse N, Amin A, Marques M, et al. Use of protein 25. Difficulties in the early serodiagnosis of leprosy. ICMR
microarrays to define humoral immune response in leprosy bulletin. 2001;31.
patients and identification of diseases-state-spesific antigen 26. Klatser PR, De Wit MY, Kolk AH. An ELISA-inhibition test
profiles. Infect Immun. 2006;74:6458-66. using monoclonal antibody for the serology of leprosy. Clin
15. Brennan PJ, Barrow WW. Evidence for species-specific lipid Exp Immunol. 1985;62:468-73.
antigens in Mycobacterium leprae. Int J Lepr Other Mycobact 27. Buhrer-Sekula S. PGL-I leprosy serology. Rev Soc Bras Med
Dis. 1980;48:382-7. Trop. 2008;41 Suppl 2:3-5.
16. Hunter SW, Fujiwara T, Brennan PJ. Structure and antigenicity 28. Buhrer-Sekula S, Visschedijk J, Grossi MA, Dhakal KP, Namadi
of the major specific glycolipid antigen of Mycobacterium AU, Klaster PR, dkk. The ML Flow test as a point of care test
leprae. J Biol Chem. 1982;257:15072-8. for leprosy control programmes: potential effects on
17. Izumi S, Fujiwara T, Ikeda M, Nishimura Y, Sugiyama K, classification of leprosy patients. Lepr Rev. 2007;78:70-9.
Kawatsu K. Novel gelatin particle agglutination test for 29. Oskam L, Mi B. Report of the workshop on the use of
serodiagnosis of leprosy in the field. J Clin Microbiol. chemoprophylaxis in the control of leprosy held in
1990;28:525-9. Amsterdam, The Netherlands on 14 December 2006. Lepr
18. Abbas AK, Lichtman AH. Basic immunology : functions and Rev. 2007;78:173-85.
disorders of the immune system. Edisi ke-3. Philadelphia, 30. Noordeen SK. Prophylaxis-scope and limitations. Lepr Rev.
Pa. ; London: Saunders; 2011. 2000;71 Suppl:S16-9.
19. Hyde RM. Immunology. Edisi ke-4. Philadelphia: Lippincott 31. Moet FJ, Pahan D, Oskam L, Richardus JH. Effectiveness of
Williams & Wilkins; 2000. single dose rifampicin in preventing leprosy in close contacts
20. Crowther JR. The ELISA guidebook. Totowa, NJ: Humana of patients with newly diagnosed leprosy: cluster randomised
Press; 2001. controlled trial. BMJ. 2008;336:761-4.
21. Buhrer-Sekula S, Smits HL, Gussenhoven GC, van Ingen CW,
Klatser PR. A simple dipstick assay for the detection of
antibodies to phenolic glycolipid-I of Mycobacterium leprae.
Am J Trop Med Hyg. 1998;58:133-6
84