Anda di halaman 1dari 25

Laporan Kasus

PERIAPENDIKULER INFILTRAT

Oleh:

Ivan Alexander Liando 04084821618227

Moh. Wafa Adillah Prabunegara 04084821618232

Pembimbing:

dr. Hazairin, SpB

DEPARTEMEN BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

RSUD DR. H MOHAMMAD RABBAIN MUARA ENIM

2017
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Periapendikuler Infiltrat

Oleh :
Ivan Alexander Liando
Moh. Wafa Adillah Prabunegara

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang.

Palembang, Juni 2017

dr. Hazairin, SpB

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T. atas karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Periapendikuler Infiltrat.
Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di
Bagian/Departemen Ilmu Bedah RSUP DR. Moh. Hoesin Palembang Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Hazairin, Sp.B selaku
pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan
laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan. Semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Palembang, 21 Juni 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................5
BAB II LAPORAN KASUS ..............................................................................6
BAB III TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................11
BAB IV ANALISIS KASUS...............................................................................25
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN

Periapendikular Infiltrat adalah merupakan suatu keadaan menutupnya apendiks


dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler.
Periapendisistis infiltrat adalah suatu peradangan yang disertai adanya pembesaran pada
apendiks periformis yang merupakan asaserbasi dari proses peradangan akut, yang belum
tertangani secara adekuat. Massa apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima
tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah
cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang. Appendisitis infiltrat didahului
oleh keluhan appendisitis akut yang kemudian disertai adanya massa periapendikular. Gejala
klasik apendisitis akut biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus
yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri beralih kekuadran kanan, yang
akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia,
malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi
kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum
ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan
bawah akan semakin progresif.
Apendisitis dapat mengenai semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. Namun
lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun. Penelitian epidemiologi menunjukkan
peranan kebiasaan mengkonsumsi makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap
timbulnya penyakit apendisitis. Tinja yang keras dapat menyebabkan terjadinya konstipasi.
Kemudian konstipasi akan menyebabkan meningkatnya tekanan intrasekal yang berakibat
timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon
biasa. Semua ini akan mempermudah timbulnya apendisitis. Dengan demikian, pengetahuan
mengenai diabetes dan komplikasi vaskularnya menjadi penting untuk diketahui dan
dimengerti.

5
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI
Nama : Al Fadri
Tanggal Lahir : 12 Mei 2002
Umur : 15 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Dusun 1 Desa Babat, Musi Rawas
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sumatera Selatan
MRS : 16 Juni 2017
No. RM : 262090

II.ANAMNESIS
II.1.Keluhan Utama:
Nyeri di perut kanan bawah

2.2. Riwayat Perjalanan Penyakit:


+ 1 minggu SMRS pasien mengeluh nyeri di perut kanan bawah yang terus menerus
dan menjalar ke ulu hati. Nyeri bertambah jika pasien tidur miring ke kiri. Pasien juga
mengeluh nafsu makan berkurang (+), mual dan muntah (+). Pasien mengalami demam
tidak terlalu tinggi yang tidak hilang dengan obat warung. Pasien mengatakan nyeri yang
dirasakan berpindah-pindah (+). BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien kemudian
dibawa ke RS Dr. Sobirin.

2.3. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat gejala apendisitis sebelumnya disangkal
Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat asma disangkal

2.4. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat Apendisitis disangkal
Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat asma disangkal

6
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik Umum (16 Juni 2017)
Kesadaran : GCS = 15 (E4M6V5)
Suhu Badan : 37,8 C
Nadi : 92 x/mnt
Pernapasan : 20 x/mnt
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Skala Nyeri VAS : 6 (nyeri sedang)

Pemeriksaan Fisik Khusus


Kepala
Normocephali, simetris, konjungtiva palpebra pucat (-/-), sclera ikterik (-/-), refleks
cahaya (+/+), pupil isokor (+/+) ukuran 3mm.

Leher
Letak sentral, JVP: 5-2 cmH2O, kelenjar getah bening tak teraba

Thorax
Paru :Inspeksi : Statis simetris kanan = kiri
Dinamis simetris kanan = kiri
Retraksi sela iga (-)
Palpasi :Stem fremitus kiri = kanan
Pelebaran sela iga (-)
Nyeri tekan (-), Krepitasi (-)
Perkusi : Sonor kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, wheezing (-), ronkhi (-)
Jantung : Inspeksi : Ictus kordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung atas ICS II, batas kanan linea sternalis
dextra ICS V, batas kiri linea mid clavicularis sinistra
ICS V
Auskultasi : HR= 92x/menit, Bunyi jantung I-II (+) normal,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen :Inspeksi : abdomen datar, tidak terlihat distensi abdomen, tidak
nampak adanya gambaran darm contour dan darm
steifung.
Palpasi :
Teraba massa di regio iliaka dekstra, di 1/3 lateral
garis antara SIAS kanan dengan umbilikalis. Nyeri
tekan (+)
Nyeri tekan di regio epigastrium (+)
Rovsing sign (+)

7
Psoas Sign (+)
Nyeri lepas/ rebound tenderness (+)
Organomegali (-)
Perkusi : Timpani, nyeri ketok (+), shifting dulness (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas : Akral pucat (-), CRT < 2 detik, Tonus otot baik di keempat
ekstremitas

IV. PEMERIKSAAN TAMBAHAN


a. Laboratorium

Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan


Hemoglobin 13,6 gr/dL 12-16 gr/dL
HCT 39,9 % 36-48 %
Eritrosit 4,8 4,0-5,5 106/uL
Leukosit 14,8 5,0 -10,0 x 103/uL
Trombosit 258/L 150-450 x 103/L
MCV 82,8 fl 82-92 fl
MCH 28,2 pg 27-31pg
MCHC 34,1 g/dL 32-36 g/dL
Neutrofil 86,3 % 50-70 %
Lymphosit 78 % 20-40 %
Monosit 5,6 % 2-8 %
Eosinofil 3,0 % 1-3 %
Basofil 0% 0-1 %
Bleeding Time 4,15 menit 1-7 menit
Clotting Time 9,5 menit < 15 menit
b. Pemeriksaan USG
R/ USG Appendik

V. DIAGNOSIS
Susp. Periapendikuler Infiltrat

VI. DIAGNOSIS BANDING


Mukokel apendiks
Tumor apendiks / kolon / sekum
Torsio Kista Ovarium Dextra
Chron disease

VII.PENATALAKSANAAN
A. Nonfarmakologis
Edukasi
Bed rest
Rujuk ke dokter spesialis bedah

B. Farmakologis

8
- IVFD RL gtt xx/m
- Ceftriaxone 2x1000 mg (IV)
- Ondansentron 2x4 mg (IV)
- Ketorolac
- Cek darah rutin
- USG
VIII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Appendiks


Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-
5 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di
bagian distal. Apendiks orang dewasa umumnya lebih panjang daripada apendiks anak-anak.
Diameter luar pada umumnya berukuran 0,3-0,8cm, sedangkan diameter lumennya berukuran
1-2mm. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan
apendiks bergerak, dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks
penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang
sekum, di belakan kolon asendens, atau tepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis
ditentukan oleh letak apendiks.1,3,4

Persarafan simpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri
mesenterika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari
nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar
umbilikus.1,3,4

Perdarahan apendiks berasal dari arteri apendikularis yang merupakan arteri tanpa
kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan
mengalami ganggren.1,3,4

Gambar 1. Anatomi apendiks vermiformis

10
3.1.a. Embriologi Appendiks

Apendiks vermiformis berasal dari struktur primordial yakni divertikulum sekal yang muncul
pada janin berusia 6 minggu. Bagian proksimal dari divertikulum ini membentuk sekum
sedangkan bagian distal atau apeks terus memanjang membentuk apendiks. Pada anak-anak
peralihan antara sekum dan apendiks tidak sejelas pada orang dewasa, dan apendiks tampak
di sebelah inferior dari sekum, berbeda dengan orang dewasa di mana peralihan lebih jelas
dan apendiks berada di sisi posteromedial dari sekum. Perkembangan embriologis yang
abnormal dapat mengakibatkan agenesis, hipoplasia, duplifikasi atau triplkasi dari apendiks.
Duplifikasi pada apendiks sering di asosiasikan dengan anomalia kongenital lain yang
mengancam jiwa. 1,4

Gambar 3. Embriologi apendiks vermiformis

3.1.b. Histologi Appendiks


Gambaran mikroskopis apendiks vermiformis secara struktural mirip kolon , terdapat
empat lapisan yaitu, mukosa, submukosa, tunika muskularis, dan tunika serosa. Kecuali
beberapa modifikasi yang khas untuk apendiks.1,4

Terdapat beberapa persamaan antara mukosa apendiks dan kolon: epitel pelapis
dengan banyak sel goblet; lamina propria di bawahnya yang mengandung kelenjar intestinal
(kripti lieberkuhn) dan mukosa muskularis. Kelenjar intestinal pada apendiks kurang
berkembang, lebih pendek, dan sering terlihat berjauhan letaknya. Jaringan limfoid difus di
dalam lamina propria sangat banyak dan sering terlihat sampai ke submukosa berdekatan.

11
Di sini terdapat sangat banyak limfonoduli dengan pusat germinal, dan sangat khas
untuk apendiks. Noduli ini berawal di lamina propria namun karena ukurannnya besar, noduli
ini meluas dari epitel permukaan sampai ke submukosa. Di tunika muskularis terdapat tempat
pertemuan gabungan dari taenia coli.1,4

Submukosanya sangat vaskular dengan banyak pembuluh darah. Muskularis eksterna


terdiri atas lapisan sirkular dalam dan longitudinal luar. Ketebalan lapisan otot ini bervariasi.
Ganglia parasimpatis pleksus meienterikus Auerbach terlihat di antara lapisan sirkular dalam
dan longitudinal luar. Lapisan terluar apendiks adalah serosa.1,4

Gambar 4. Gambaran histologi apendiks vermiformis

3.1.c. Fisiologi Appendiks


Apendiks menghasilkan sekret sebanyak 1-2 ml per hari. Sekret itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di
muara apendiks berperan dalam patogenesis apendisitis.3

Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid


Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna, termasuk apendiks ialah IgA.
Imunoglobulin itu sangat aktif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian,
pengangkatan apendiks tidak memengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limf di
sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan seluruh tubuh.3

12
3.2 Definisi Periapendikuler Infiltrat
Apendisitis infiltrate adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi
oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa
(appendiceal mass). Infiltrat periapendikuler merupakan salah satu komplikasi dari
apendisitis akut berupa infiltrat atau massa yang terbentuk akibat mikroperforasi dari
apendiks yang meradang kemudian ditutupi oleh omentum dan/atau lekuk usus halus.
Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak
terjadi peritonitis umum. Massa apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima
tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah
cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.

3.3 Etiologi
Etiologi apendisitis bersifat multifaktorial. Apendisitis disebabkan oleh adanya
obstruksi, iskemi, infeksi dan faktor herediter. Obstruksi seringkali menjadi pertanda penting
dalam patogenesis apendisitis. Akan teteapi obstruksi hanya ditemukan dalam 30-40% kasus.
Apendisitis akut juga merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor
pencetus. Di samping hiperplasia jaringan limf, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris
dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan
sumbatan adalah erosi mukosa apendiks akibat parasit seperti Entamoeba histolytica, batu,
makanan, mukus, apendiks yang terangulasi, endometriosis, benda asing dan hiperplasia
limfoid.1,3,4

3.4 Patogenesis
Saat bagian proksimal tersumbat, terjadi sekresi mukus yang tertimbun dalam lumen
aendiks, sehingga tekanan intraluminer meninggi. Tekanan ini akan mengganggu aliran limfe
sehingga terjadi edema dan terdapat luka pada mukosa. Stadium ini disebut sebagai
apendisitis akut kataralis. Tekanan yang meninggi, edem dan disertai dengan inflammasi
menyebabkan obstruksi aliran vena dinding sehingga menyebabkan trombosis yang
memperberat iskemi dan edem. Pada lumen apendiks juga terdapat bakteri sehingga dalam
keadaan tersebut suasana lumen apendiks cocok bagi bakteri untuk diapedesis dan invasi ke
dinding dan membelah diri sehingga menimbulkan infeksi dan menghasilkan pus, stadium ini
disebut sebagai apendisitis akut purulenta.8

13
Proses ini berlangsung terus sehingga pada suatu saat aliran darah arteri juga terganggu
terutama bagian mesentrika yang memiliki vaskulaarisasi minimal sehingga terjadi infark dan
gangren, yang disebut stadium apendisitis gangrenosa. Ada stadium ini sudah terjadi
mikroperforasi karena tekanan intraluminer yang tinggi ditambah adanya bakteri dan
mikroperforasi, mendorong pus serta produk infeksi mengalir ke rongga abdomen. Stadium
ini disebut apendisitis akut perforas diamna menimbulkan peritonitis akut dan abses sekunder.
8

Tapi proses perjalanan apendisitis tidak mulus seperti tersebut di atas, karena ada usaha
tubuh untuk melokalisir tempat infeksi dengan cara walling off oleh omentum, lengkung
usus halus,caecum, colon, dan peritoneum sehingga terjadi gumpalan massa plekmon yang
melekat erat. Keadaan ini disebut apendisitis infiltrat. 8
Apendisitis infiltrat adalah suatu plekmon yang berupa masa yang membengkak dan
terdiri dari apendiks, usus, omentum dan eritoneum dengan sedikit atau tanpa pengumpulan
pus. Usaha tubuh untuk melokalisir infeksi bisa sempurna atau tidak sempurna baik karena
infeksi yang berjalan terlalu cepat atau kondisi penderita yang kurang baik sehingga
apendikuler infiltrat dibagi menjadi terfiksasi dan mobile. 8
Perforasi mungkin masih bisa terjadi pada walling off yang sempurna sehingga akan
terbentuk abses primer. Sedangkan pada walling off yang belum sempurna akan terbentuk
abses sekunder yang bisa menyebabkan peritonitis umum. 8

Skema terbentuknya apendikuler infiltrat dan abses7

14
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai dimukosa dan
melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan
usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan
omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya
dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak
terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang
untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.

Gambar 3. Alur kemungkinan perjalanan penyakit apendisitis.6

Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah.
Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi yang
ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikular
yang pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga
peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata.
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi mikroorganisme, daya
tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus yang lain, peritoneum parietale
dan juga organ lain seperti vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir
proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi
maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum

15
cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu
pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest).
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk
jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini
dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat
meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.

3.5 Diagnosis
a. Gambaran Klinis
Gambaran klinis apendisitis perinfiltrat menyerupai apendisitis. Adanya keluhan
appendiksitis akut meliputi: Kurang enak ulu hati/ daerah pusat, mungkin kolik,
nyeri tekan kanan bawah (rangsaganan automik) nyeri sentral pindah ke kanan
bawah, mual dan muntah, rangsangan peritoneum lokal (somatik), nyeri pada
gerak aktif dan pasif, defans muskuler, takikardia, mulai toksik, leukositosis,
demam tinggi, dehidrasi, syok, toksik, massa perut kanan bawah, jika berhasil
membentuk perdindingan keadaan umum berangsur membaik, demam remiten,
massa mulai mengecil bahkan menghilang.

b. Pemeriksaan Fisik
- Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu lebih
tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar
dan rektal sampai 1C. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran
spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi.
Appendisitis infiltrat atau adanya abses apendikuler terlihat dengan adanya
penonjolan di perut kanan bawah.
- Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa
disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci
diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut
kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal atau
retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.
-

16
- Jika sudah terbentuk abses yaitu bila ada omentum atau usus lain yang dengan
cepat membendung daerah apendiks maka selain ada nyeri pada fossa iliaka
kanan selama 3-4 hari (waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan abses)
juga pada palpasi akan teraba massa yang terlokalisir dengan nyeri tekan dan
tepi atas massa dapat diraba. Jika apendiks intrapelvinal maka massa dapat
diraba pada RT(Rectal Touche) sebagai massa yang hangat.
- Peristalsis usus sering normal, peristalsis dapat hilang karena ileus paralitik
pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata. Pemeriksaan colok
dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk,
misalnya pada apendisitis pelvika.

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium, pada darah lengkap didapatkan leukosit ringan
umumnya pada apendisitis sederhana. Lebih dari 13.000/mm3 umumnya pada
apendisitis perforasi. Tidak adanya leukositosis tidak menyingkirkan apendisitis.
Hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri.

Pada pemeriksaan urin, sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan
eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter
atau vesika.

Pemeriksaan Radiologi, foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil


anamnesa atau pemeriksaan fisik meragukan. Tanda-tanda peritonitis kuadran
kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat ileal atau caecal ileus
(gambaran garis permukaan air-udara disekum atau ileum). Patognomonik bila
terlihat gambar fekalit.

17
Pada CT Scan khususnya apendiceal CT, lebih akurat dibanding USG. Selain
dapat mengidentifikasi apendiks yang mengalami inflamasi (diameter lebih dari 6
mm) juga dapat melihat adanya perubahan akibat inflamasi pada periapendik.

Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal


untuk menyingkirkan kemungkinan adanya karsinoma colon. Tetapi untuk
apendisitis akut pemeriksaan barium enema merupakan kontraindikasi karena
dapat menyebabkan rupture apendiks.

Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan:

- keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
- pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat
tanda-tanda peritonitis
- laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat
pergeseran ke kiri.

18
Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai
dengan :

- keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak
tinggi lagi
- pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan
hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan
- laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.

3.6 Diagnosis Banding


Mukokel apendiks

Dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya obstruksi kronik
pangkal apendiks
rasa tidak enak pada perut kanan bawah, massa memanjang di regio iliaka
dekstra
Tumor apendiks / kolon / sekum
Dispepsia, kelemahan umum, penurunan berat badan, anemia, gangguan
defekasi
Chron disease
Enteritis regional: demam, nyeri dan nyeri tekan pada perut kanan bawah,
diare, anoreksia, mual, muntah serta leukositosis.
Amuboma (Kolitis Amuba)
diare dengan atau tanpa bercampur darah atau lendir, demam dan menggigil,
nyeri hebat, serta tenesmus.
Enteritis tuberkulosa
obstipasi atau diare, nyeri perut berkala karena kejang dan kolik, teraba massa
pada palpasi abdomen.
Kelainan ginekologis (Torsio Kista Ovarium Dextra)
demam, nyeri perut kanan bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas pada perut
kanan bawah, leukositosis, serta massa dapat dipalpasi pada vaginal toucher.

3.7 Penatalaksanaan
a. Konservatif

19
- Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang dengan
pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik
sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis.
- Pada periapendikuler infiltrat dilarang keras membuka perut, tindakan bedah
apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, terlebih jika
masa apendik telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan awal.
- Terapi konservatif meliputi :
o Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.
o Diet lunak bubur saring.
o Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif
terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu
sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah terjadi
abses, dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8
minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan
pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang
atau abses, dapat dipertimbangkan membatalakan tindakan bedah.
o Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi.
Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya
terjadi perforasi maka harus dipertimbangkan appendiktomy. Batas dari
massa hendaknya diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari
ke5-7 massa mulai mengecil dan terlokalisir. Bila massa tidak juga
mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan massa harus segera dibuka
dan didrainase.
o Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikuler hilang, dan leukosit
normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan
2-3 bulan atau 6-8 minggu kemudian agar perdarahan akibat perlengketan
dapat ditekan sekecil mungkin.

b. Operatif
- Masa periapendikuler yang masih bebas (mobile) sebaiknya segera dioperasi
untuk mencegah penyulit.
- Pasien dewasa dengan massa periapendikuler yang terpancang dengan
pendinginan yang sempurna sebaiknya dirawat terlebih dahulu dan diberi
antibiotik sambil dilakukan pemantauan terhadap suhu tubuh, ukuran massa,
serta luasnya peritonitis.
- Apendiktomi dilakukan pada infiltrat periapendikuler tanpa pus yang telah
ditenangkan. Sebelumnya, pasien diberi antibiotik kombinasi yang aktif

20
terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar
6-8 minggu kemudian, dilakukan apendiktomi.
- Bila sudah terjadi abses, dianjurkan untuk drainase; apendiktomi dilakukan
setelah 6-8 minggu kemudian. Jika pada saat dilakukan drainase bedah,
apendiks mudah diangkat, dianjurkan sekaligus dilakukan apendiktomi.

c. Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang:


- Jumlah leukosit, LED
- Massa
- Nyeri
- Suhu tubuh
Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila :

o Anamesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen

o Pemeriksaan fisik :

Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh


(diukur rectal dan aksiler)

Tanda-tanda apendisitis sudah tidak ada

Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi
lebih kecil dibanding semula.

Laboratorium : LED kurang dari 20, leukosit normal

d. Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila:


- Anamesa: penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen
- Pemeriksaan fisik:
o Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh (diukur
rectal dan aksiler).
o Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat.
o Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi lebih
kecil dibanding semula.
- Laboratorium: LED kurang dari 20, Leukosit normal.

e. Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat:

21
- Bila LED telah menurun kurang dari 40.
- Tidak didapatkan leukositosis.
- Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah tidak
mengecil lagi.

f. Bila LED tetap tinggi, maka perlu diperiksa:


- Apakah penderita sudah bed rest total.
- Pemberian makanan penderita
- Pemakaian antibiotik penderita.
- Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada
perbaikan, operasi tetap dilakukan. Bila ada massa periapendikular yang fixed,
ini berarti sudah terjadi abses dan terapi adalah drainase.

g. Kemungkinan adanya sebab lain:


- Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada
perbaikan, operasi tetap dilakukan.
- Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses dan
terapi adalah drainase.

3.8 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan berupa massa yang
terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus. Perforasi dapat menyebabkan
timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu
perforasi adalah:
- Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh
- Suhu tubuh naik tinggi sekali.
- Nadi semakin cepat.
- Defance Muskular yang menyeluruh
- Bising usus berkurang
- Distensi abdomen

Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya:


- Pelvic Abscess
- Subphrenic absess
- Intra peritoneal abses lokal.

22
3.9 Pencegahan
Pencegahan pada apendisitis infiltrat yaitu dengan menurunkan resiko obstruksi atau
peradangan pada lumen apendik atau dengan penanganan secara tuntas pada penderita
apendisitis akut. Pola eliminasi klien harus dikaji, sebab obstruksi oleh fecalit dapat terjadi
karena tidak adekuatnya diit serat, diit tinggi serat. Perawatan dan pengobatan penyakit
cacing juga meminimalkan resiko. Pengenalan yang cepat terhadap gejala dan tanda
apendisitis dan apendisitis infiltrat meminimalkan resiko terjadinya gangren, perforasi, dan
peritonitis.

3.10 Prognosis
Mortalitas adalah 0.1% jika apendisitis akut tidak pecah dan 15% jika perforasi.

Morbiditas meningkat dengan rupture dan usia tua. Komplikasi dini adalah sepsis.
Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat.

23
BAB IV
ANALISIS KASUS

Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya memiliki riwayat nyeri perut
kananbawah sejak 1 tahun yang lalu, dan dirawat jalan. Hal ini menunjukkan bahwa pasien
belum ada indikasi untuk menjalani operasi (apendiiktomi). 1 minggu SMRS pasien juga
mengeluh adanya Nyeri perut kanan bawah dan ulu hati (+), Nyeri jika miring ke kiri (+),
Tidak nafsu makan, Demam, sedangkan BAB dan BAK tak ada keluhan. Keluha pasien di
atas menunjukkan gejala khas dari apendisitis akut, dan menyingkirkan diferensial diagnosis
dari apendikuler infiltrat seperti enteritis.
Dari palpasi teraba massa dan nyeri tekan (+) regio iliaka dekstra, Rovsing sign (+),
Psoas sign (+), Nyeri tekan di regio epigastrium (+). Menandakkan bahwa terdapat massa
infiltrat yang telah terbentuk pada apendiks di retrosekal.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan peningkatan pada leukosit, neutrofil,
lymphosit, monosit, yang mennadakan infeksi dan shift to the left (khas pada peradangan
apendiks). Selain itu pada pemeriksaan usg didapatkan kesan periapendikuler, yang
menandakan terdapat massa infiltrat.
Penegakkan diagnosis berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, sehingga diagnosis nya adalah periapendikuler infiltrat.
Tatalaksana pada kasus ini adalah konservatif karena pada periapendikuler infiltrat
dilarang keras membuka perut, tindakan bedah apabila dilakukan akan lebih sulit dan
perdarahan lebih banyak, terlebih jika masa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu
sejak serangan awal. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikuler hilang, dan leukosit
normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan atau 6-8
minggu kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin.
Prognosis pada pasien ini adalah baik selama tidak ada komplikasi seperti perforasi dan
massa periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara
lambat.

DAFTAR PUSTAKA

24
1. Way LW. Appendiks. In : Current surgical diagnosis and treatment. New york:
McGraw-Hill; 2006.

2. Meshikes AW. Appendiceal mass: Is interval appenticetomy something of the past.


World J Gastroenterol 2011 July; 17 (25) : 2977-2980.

3. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2010. hal.
755-762.

4. Berger DH. The Appendix. In : Schwartzs principles of surgey. Edisi 8. New york.
Mcgray-Hill; 2006.PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2
di Indonesia.

5. Sulistyaningsih. 2014. Periapendikuler Infiltrat. [internet]


https://dryunisulityaningsih.wordpress.com/2014/06/29/periapendikuler-infiltrat/
(Diakses 28 Mei 2016).

6. Bewes P. Appendicitis. [Internet] April 2003. [cited April 2011] E-Talc Issue 3.
Available from: http://web.squ.edu.om/med

7. Cooperman, M., complication of appendectomy, surg clin North America, 63;1233-


47.1983.

8. Jajang Edi P. 1992. Kontroversi Pengelolaan Apendikuler Infiltrat. Fakultas


Kedokteran Universitas Diponegoro: Semarang.

25

Anda mungkin juga menyukai