Anda di halaman 1dari 32

PRESENTASI KASUS

Mioma Uteri

Disusun oleh:
ELVA OKTIANA RAHMI
Pembimbing : dr. Isnaena, Sp.OG

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kandungan


RSUD Arjawinangun
Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
Januari 2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

Mioma uteri adalah tumor jinak pada daerah otot rahim dan jaringan ikat di sekitarnya.
Mioma dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma ataupun fibroid. Mioma belum pernah
ditemukan sebelum terjadinya menarche, sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10%
mioma yang masih tumbuh.1
Neoplasma jinak ini membentuk lingkaran sel otot-otot polos dengan kolagen.
Pertumbuhan tumor ini mungkin satu atau lebih dan mempunyai berbagai ukuran dari sekecil
pertumbuhan mikroskopik sehingga membentuk tumor yang seberat 40kg. Kurang lebih 20%
dari wanita pada usia reproduktif mengalami mioma uteri dan kebanyakannya asimptomatik.
Mioma uteri mempunyai ciri yang khas, bulat, keras, berwarna putih hingga merah muda
pucat, sebagian besar terdiri dari otot polos dengan beberapa jaringan ikat. 1
Perdarahan uterus yang abnormal merupakan gejala klinis yang paling sering terjadi dan
paling penting. Gejala ini terjadi pada 30% pasien dengan mioma uteri. Wanita dengan
mioma uteri mungkin akan mengalami siklus perdarahan haid yang teratur dan tidak teratur.
Menorrhagia dan atau metorrhagia sering terjadi pada penderita mioma uteri. Perdarahan
abnormal ini dapat menyebabkan anemia defesiensi besi.4
Meskipun penyebabnya tidak diketahui, dua hingga tiga kali prevalen terjadinya mioma
uteri lebih cenderung pada wanita berkulit hitam berbanding wanita berkulit putih, Hispanik
dan wanita asia serta diperkirakan sebanyak 75% histerektomi dilakukan di kalangan wanita
berkulit hitam. Gejala mayor yang berasosiasi dengan mioma adalah menoragia dan efek
fisik yang dihasilkan oleh mioma yang berukuran besar (Speroff et al, 2005). Di Indonesia,
mioma uteri ditemukan 2,39 hingga 11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat.2
Berdasarkan uraian di atas, mioma uteri sering terjadi pada wanita usia reproduktif
dengan jumlah paritas yang rendah atau nullipara. Masyarakat sekarang lebih edukasi
berbanding masyarakat terdahulu, yang mementingkan keluarga berencana menyebabkan
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan jumlah paritas dengan
mioma uteri.3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi Uterus

Uterus merupakan organ otot yang sebagian tertutup oleh peritoneum, sedangkan
kavumnya dilapisi oleh endometrium. Terletak antara rektum dan vesika urinaria, dinding
belakang hampir seluruhnya tertutup peritoneum dan ikut membentuk dinding depan cul de sac
Douglas, dan dinding depan sebagian tertutup peritoneum yang longgar. Sekitar serviks bersatu
dengan vesika urinaria. Bentuk uterus seperti buah pir dengan struktur badannya berbentuk
segitiga, dengan serviks agak lurus dan menonjol ke vagina. Isthmus antara ostium uteri
internum dan kavum endometrial saat hamil menjadi segmen bawah rahim (SBR).1
Dinding depan uterus agak mendatar sedangkan dinding belakangnya konveks. Tuba
Fallopii berinsersi pada kornu uteri, dan fundus uteri berada di atas insersio tuba. Sedikit di
bawah insersio tuba tempat asal ligamentum rotundum dan ligamentum latum. Ukuran uterus
sebelum menarke adalah 2.5 x 3.5 cm, saat dewasa 6 x 8 cm, dan pada multipara 9 x 10 cm.
Berat uterus sebelum hamil adalah 70-80 gr, saat hamil 1100 gr, dengan volume saat hamil 5
liter. Peritoneum penutup uterus melekat erat kecuali di bagian bawahnya plika vesikouterina dan
bagian lateralnya membentuk ligamentum latum, terus menuju dinding pelvis melalui
ligamentum infundibulopelvikum.1
Ligamen-ligamen penyokong uterus antara lain:
-
Ligamentum latum adalah lapisan longgar sehingga dapat mengikuti pembesaran
kehamilan. Merupakan pelipatan peritoneum di tepi lateral uterus, menuju pelvis sehingga
membagi ruangan pelvis menjadi bagian anterior dan posterior. 2/3 bagian tengahnya
menutupi mesosalping, yang mengandung tuba Fallopii, dan 1/3 bagian lateralnya
khususnya dari tepi bawah fimbriae tuba, terdapat penebalan menjadi ligamentum
infundibulopelvikum. Di bagian bawah dekat serviks terjadi penebalan menjadi satu
dengan jaringan ikat tulang pelvis menjadi ligamentum kardinale Mackenrodt.1

3
-
Ligamentum kardinale Mackenrodt menghubungkan supravaginal dengan tulang pelvis,
dan merupakan tempat masuknya arteri uterina, serta dekat tempat menyilangnya ureter.
Berfungsi mempertahankan kedudukan rahim sehingga tetap pada posisinya.
-
Ligamentum rotundum berasal di bagian depan dan sedikit bawah insersio tuba Fallopii,
ditutupi oleh peritoneum parietale dan menjadi lanjutan ligamentum latum menuju kanalis
inguinalis, dan berakhir di ujung labium mayus. Besarnya sekitar 3-5 mm, karena
kehamilan ligamentum rotundum ikut mengalami hipertrofi panjang dan tebalnya.
Berfungsi mempertahankan agar uterus dalam posisi antefleksi.
-
Ligamentum sakrouterina, di posterolateral supravaginal dan serviks melingkari rektum
menuju tulang S2 dan S3. Terdiri : jar ikat, otot polos & ditutupi peritoneum, menjadi batas
lateral kavum Douglas.Fungsi:penyangga uterus agar tetap pada posisinya.1

4
Otot rahim terdiri dari bentuk miring dari dua ostium tuba sehingga keseluruhannya
membentuk anyaman. Komposisinya menurut Dubrauszky (1966) semakin kecil ke bagian
bawah sehingga sekitar serviks hanya 10%. Dengan komposisi demikian, postpartum akan
menjepit pembuluh darah, menghindari terjadinya perdarahan postpartum. Pembuluh darah
uterus terdiri atas arteri uterina dan arteri ovarika. Arteri uterina, cabang arteri hipogastrika
interna, masuk melalui ligamentum latum menuju uterus dengan bercabang: 1) arteri uterina
desendens untuk serviks dan vagina bagian atas, 2) arteri uterina asendens berjalan sepanjang
tepi uterus sambil memberikan cabangnya menuju otot rahim, 3) bagian atasnya akan
memberikan cabangnya pada fundus uteri, tuba Fallopii, dan ovarium, 4) cabang tuba Fallopii
akan memberikan darahnya ke ovarium, 5) cabang arteri ovarika, arteri uterina mengadakan
anastomosis dengan arteri ovarika dari infundibulopelvikum, 6) arteri uterina menyilang ureter
sekitar 2 cm di lateral serviks.1
Arteri ovarika merupakan cabang dari aorta melalui ligamentum infundibulopelvikum.
Membentuk beberapa cabang menuju hilum ovarii dan sepanjang ovarium di tepi bagian atasnya
dan mengadakan anastomosis dengan cabang arteri ovarika dari arteri uterina. Pembuluh darah
vena di sekitar uterus pada ligamentum latum terbentuk pleksus Pampiniformis yang
menuangkan darah ke vena ovarika. Vena ovarika kanan langsung ke vena kava inferior, vena
ovarika kiri menuju vena renalis kiri. Pembuluh limfa uterus menuju beberapa arah yaitu: serviks

5
menuju kelenjar iliaka atau percabangan arteri iliaka interna, lainnya menuju kelenjar getah
bening periaorta.1
Serviks uteri berada di bawah isthmus, bagian atas setinggi plika vesikouterina. Bagian
belakangnya tertutup peritoneum sedangkan lateralnya dihubungkan dengan pelvis oleh
ligamentum kardinale Mackenrodt. Sebagian menonjol ke vagina disebut portio vaginalis.
Bentuk pada nulipara bulat utuh sedangkan pada multipara terdapat bibir atas dan bibir bawah.
Jaringan serviks didominasi oleh jaringan ikat hanya 10% otot polos. Kanalis servisis dilapisi sel
kolumnar bersilia, intinya di dasar sedangkan bagian atasnya bening diisi lendir, terdapat kelenjar
serviks uteri. Serviks seluruhnya tertutup oleh sel bertatah vagina, sedangkan kanalis servisis
tertutup oleh epitel kubus dengan batas yang jelas.1
Inervasi uterus berasal simpatikus, serebrospinal, dan parasimpatikus. Parasimpatikus
berasal dari S2, S3 dan S4 dekat dengan serviks menuju pleksus Frankenhauser. Simpatikus
berasal dari pleksus pada aorta menuju pleksus iliaka interna. Selanjutnya masuk pleksus
Frankenhauser, dalam bentuk ganglion berbagai besar, sedikit serviks dan di bagian belakang
forniks di depan rektum. Serat saraf ini memelihara uterus, vesika urinaria dan vagina bagian
atas. Beberapa ujungnya berakhir bebas di antara otot dan masuk menuju endometrium. Serat
saraf sensori berasal dari T11, T12 menujukan rasa sakit ke SSP. Rasa sakit sekitar serviks dan
bagian atas jalan lahir menuju sakrum melalui S2, S3 dan S4. Rasa sakit jalan lahir bagian bawah
menuju nervus pudendalis.1,2

II. Fisiologi Uterus

Sistem reproduksi wanita ditandai oleh siklus-siklus kompleks yang terhenti oleh
perubahan yang lebih kompleks lagi sewaktu terjadi kehamilan. Ovarium berfungsi
menghasilkan ovum dan mengeluarkan hormon estrogen dan progesteron. Estrogen pada wanita
bertanggungjawab untuk berbagai fungsi, yaitu pematangan dan pemeliharaan seluruh sistem
reproduksi wanita serta pembentukan karakteristik seks sekunder wanita. Progesteron penting
untuk mempersiapkan lingkungan yang sesuai untuk janin yang sedang tumbuh.3
Siklus ovarium terdiri atas fase folikel dan luteal. Folikel bekerja pada paruh pertama
siklus untuk menghasilkan telur matang pada saat ovulasi. Korpus luteum mengambil alih peran
pada paruh kedua siklus untuk mempersiapkan saluran reproduksi wanita untuk kehamilan jika
terjadi pembuahan. Folikel terdiri atas sel granulosa dan sel teka, yang berfungsi sebagai satu

6
kesatuan untuk mensekresikan estrogen, yang ditandai oleh pembentukan antrum yang berisi
cairan. Sewaktu sel folikel mulai menghasilkan estrogen, sebagian dari hormon ini disekresikan
ke dalam darah untuk disebarkan ke seluruh tubuh. Pada hari keempat belas, folikel matang
menjadi folikel de Graaf dan kemudian terjadi ovulasi. Kemudian ovarium memasuki fase luteal,
di mana folikel yang telah ruptur membentuk korpus luteum (proses luteinisasi) yang
menghasilkan progesteron. Jika tidak terjadi kehamilan maka korpus luteum menjadi korpus
albikans. Siklus menstruasi dipengaruhi pula oleh FSH dan LH untuk mendorong maupun
menghambat sekresi hormon ovarium.3

7
Estrogen merangsang pertumbuhan miometrium dan endometrium. Hormon ini juga
meningkatkan sintesis reseptor progesteron di endometrium agar dapat dipertahankan setelah
dipersiapkan oleh estrogen. Di bawah pengaruh progesteron, jaringan ikat endometrium menjadi
longgar dan edematosa akibat penimbunan elektrolit dan air untuk mempermudah implantasi,
merangsang kelenjar endometrium agar mengeluarkan dan menyimpan glikogen, menyebabkan
pertumbuhan pembuluh darah endometrium. Progesteron juga menurunkan kontraktilitas uterus
agar kondusif untuk implantasi. Saat menstruasi terjadi penurunan kadar hormon ovarium
sehingga merangsang prostaglandin uterus yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
endometrium, penurunan oksigenasi sehingga terjadi disintegrasi pembuluh darah yang
dikeluarkan. Prostaglandin juga merangsang kontraksi ritmik ringan miometrium, untuk
membantu mengeluarkan darah dan debris sebagai darah haid.3

III. Definisi

Mioma uteri merupakan tumor jinak yang struktur utamanya adalah otot polos rahim dan
jaringan ikat yang menyokongnya, sering juga disebut sebagai fibromioma, leiomioma, fibroid.4,5

IV. Epidemiologi

Mioma uteri terjadi pada 20-25% perempuan di usia reproduktif, tetapi oleh faktor yang
tidak diketahui secara pasti. Insidensnya 3-9 kali lebih banyak pada ras kulit berwarna
dibandingkan dengan ras kulit putih. Selama 5 dekade terakhir, ditemukan 50% kasus mioma
uteri terjadi pada ras kulit berwarna.4
Mioma uteri merupakan tumor pelvis yang terbanyak pada organ reproduksi wanita. Jarang
sekali ditemukan pada wanita berumur 20 tahun dan belum pernah (dilaporkan) terjadi sebelum
menarche, paling banyak ditemukan pada wanita berumur 35-45 tahun. Setelah menopause hanya
kira-kira 10% mioma masih tumbuh. Mioma uteri lebih banyak ditemukan pada wanita berkulit
hitam, karena wanita berkulit hitam memiliki lebih banyak hormon estrogen dibanding wanita
kulit putih.6

V. Etiologi

8
Penyebab pasti mioma uteri tidak diketahui secara pasti. Mioma jarang sekali ditemukan
sebelum usia pubertas, sangat dipengaruhi oleh hormon reproduksi, dan hanya bermanifestasi
selama usia reproduktif. Umumnya mioma terjadi di beberapa tempat. Pertumbuhan mikroskopik
menjadi masalah utama dalam penanganan mioma karena hanya tumor soliter dan tampak secara
makroskopik yang memungkinkan untuk ditangani dengan cara enukleasi. Ukuran rerata tumor
ini adalah 15 cm, tetapi cukup banyak yang melaporkan kasus mioma uteri dengan berat
mencapai 45 kg.4
Tidak ada bukti yang kuat untuk mengatakan bahwa estrogen menjadi penyebab mioma.
Telah diketahui bahwa hormon memang menjadi prekursor pertumbuhan miomatosa.
Konsentrasi reseptor estrogen dalam jaringan mioma memang lebih tinggi dibandingkan dengan
miometrium sekitarnya tetapi lebih rendah dibandingkan dengan di endometrium. Mioma
tumbuh cepat saat penderita hamil atau terpapar estrogen dan mengecil atau menghilang setelah
menopause. Walaupun progesteron dianggap sebagai penyeimbang estrogen tetapi efeknya
terhadap pertumbuhan mioma termasuk tidak konsisten.4

VI. Faktor Risiko

1. Usia penderita
Wanita kebanyakannya didiagnosa dengan mioma uteri dalam usia 40-an; tetapi masih
tidak diketahui pasti apakah mioma uteri yang terjadi adalah disebabkan peningkatan
formasi atau peningkatan pembesaran secara sekunder terhadap perubahan hormon pada
waktu usia begini. Faktor lain yang bisa mengganggu insidensi sebenar kasus mioma uteri
adalah karena dokter merekomendasi dan pasien menerima rekomendasi tersebut untuk
menjalani histerektomi hanya setelah mereka sudah melepas usia melahirkan anak. Mioma
belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke dan setelah menopause hanya 10%
mioma yang masih bertumbuh.7,8
2. Hormon endogen
Mioma uteri sangat sedikit ditemukan pada spesimen yang diambil dari hasil histerektomi
wanita yang telah menopause, diterangkan bahwa hormon esterogen endogen pada wanita-
wanita menopause pada kadar yang rendah atau sedikit. Awal menarke (usia di bawah 10

9
tahun) dijumpai peningkatan resiko dan menarke lewat (usia setelah 16 tahun) menurunkan
resiko untuk menderita mioma uteri.7,9
3. Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri mempunyai
peningkatan 2.5 kali kemungkinan risiko untuk menderita mioma uteri dibanding dengan
wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma yang mempunyai
riwayat keluarga penderita mioma uteri mempunyai 2 kali lipat kekuatan ekspresi dari
VEGF- (a myoma-related growth factor) dibandingkan dengan penderita mioma yang
tidak mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri.7
4. Etnik
Dari studi yang dijalankan melibatkan laporan sendiri oleh pasien mengenai mioma uteri,
rekam medis, dan pemeriksaan sonografi menunjukkan golongan etnik Afrika-Amerika
mempunyai kemungkinan risiko menderita mioma uteri setinggi 2,9 kali berbanding wanita
etnik caucasia, dan risiko ini tidak mempunyai kaitan dengan faktor risiko yang lain.
Didapati juga wanita golongan Afrika-Amerika menderita mioma uteri dalam usia yang
lebih muda dan mempunyai mioma yang banyak dan lebih besar serta menunjukkan gejala
klinis. Namun masih belum diketahui jelas apakah perbedaan ini adalah kerana masalah
genetik atau perbedaan pada kadar sirkulasi estrogen, metabolisme estrogen, diet, atau
peran faktor lingkungan. Walaubagaimanapun, pada penelitian terbaru menunjukkan yang
Val/Val genotype untuk enzim essensial kepada metabolisme estrogen, catechol-O-
methyltransferase (COMT) ditemui sebanyak 47% pada wanita Afrika-Amerika
berbanding hanya 19% pada wanita kulit putih. Wanita dengan genotype ini lebih rentan
untuk menderita mioma uteri. Ini menjelaskan mengapa prevalensi yang tinggi untuk
menderita mioma uteri dikalangan wanita Afrika-Amerika lebih tinggi.7
5. Berat badan
Satu studi prospektif dijalankan dan dijumpai kemungkinan risiko menderita mioma uteri
adalah setinggi 21% untuk setiap kenaikan 10 kg berat badan dan dengan peningkatan
indeks massa tubuh. Temuan yang sama juga turut dilaporkan untuk wanita dengan 30%
kelebihan lemak tubuh. Ini terjadi kerana obesitas menyebabkan peningkatan konversi
androgen adrenal kepada estrone dan menurunkan hormon sex-binding globulin. Hasilnya
menyebabkan peningkatan estrogen secara biologikal yang bisa menerangkan mengapa

10
terjadi peningkatan prevalensi mioma uteri dan pertumbuhannya. Beberapa penelitian
menemukan hubungan antara obesitas dan peningkatan insiden mioma uteri.10
6. Diet
Ada studi yang mengaitkan dengan peningkatan terjadinya mioma uteri dengan pemakanan
seperti daging sapi atau daging merah atau ham bisa meningkatkan insidensi mioma uteri
dan sayuran hijau bisa menurunkannya. Studi ini sangat sukar untuk diintepretasikan
kerana studi ini tidak menghitung nilai kalori dan pengambilan lemak tetapi sekadar
informasi sahaja dan juga tidak diketahui dengan pasti apakah vitamin, serat atau
phytoestrogen berhubung dengan mioma uteri.
7. Kehamilan dan paritas
Peningkatan paritas menurunkan insidensi terjadinya mioma uteri. Mioma uteri
menunjukkan karakteristik yang sama dengan miometrium yang normal ketika kehamilan
termasuk peningkatan produksi extracellular matrix dan peningkatan ekspresi reseptor
untuk peptida dan hormon steroid. Miometrium postpartum kembali kepada berat asal,
aliran darah dan ukuran asal melalui proses apoptosis dan diferensiasi. Proses remodeling
ini berkemungkinan bertanggungjawab dalam penurunan ukuran mioma uteri. Teori yang
lain pula mengatakan pembuluh darah di uterus kembali kepada keadaan atau ukuran asal
pada postpartum dan ini menyebabkan mioma uteri kekurangan suplai darah dan
kurangnya nutrisi untuk terus membesar. Didapati juga kehamilan ketika usia
midreproductive (25-29 tahun) memberikan perlindungan terhadap pembesaran mioma.7,10
8. Kebiasaan merokok
Merokok dapat mengurangi insidensi mioma uteri. Banyak faktor yang bisa menurunkan
bioavalibiltas hormon estrogen pada jaringan seperti: penurunan konversi androgen kepada
estrone dengan penghambatan enzim aromatase oleh nikotin.7,11

VII. Patofisiologi
Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori onkogenik maka
patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu inisiator dan promotor. Faktor-faktor yang
menginisiasi pertumbuhan mioma masih belum diketahui pasti. Dari penelitian menggunakan
glucose-6-phosphatase dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan uniseluler.
Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi somatik dari

11
miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid seks dan growth factor lokal.
Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan tumor.11
Telah ditemukan banyak sekali mediator mioma uteri, seperti estrogen growth factor,
insulin growth factor-1 (IGF-1). Awal mulanya pembentukan tumor adalah terjadinya mutasi
somatik dari sel-sel miometrium. Mutasi ini mencakupi rentetan perubahan pada kromosom, baik
secara parsial maupun secara keseluruhan.12,13
Mioma terdiri dari reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding
dengan miometrium sekitarnya namun konsentrasinya lebih rendah dibanding endometrium.
Hormon progesteron meningkatkan aktivitas mitotik dari mioma pada wanita muda namun
mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara pasti. Progesteron
memungkinkan pembesaran tumor dengan cara down-regulation apoptosis dari tumor. Estrogen
berperan dalam pembesaran tumor dengan meningkatkan produksi matriks ekstraseluler.11,12
Walaupun mioma tidak mempunyai kapsul yang sesungguhnya, tetapi jaringannya dengan
sangat mudah dibebaskan dari miometrium sekitarnya sehingga mudah dikupas (enukleasi).
Mioma berwarna lebih pucat, relatif bulat, kenyal, berdinding licin, dan apabila dibelah bagian
dalamnya akan menonjol keluar sehingga mengesankan bahwa permukaan luarnya adalah
kapsul.

VIII. Klasifikasi
Mioma uteri berasal dari miometrium dan klasifikasinya dibuat berdasarkan lokasinya.
Mioma submukosa menempati lapisan di bawah endometrium dan menonjol ke dalam (kavum
uteri). Pengaruhnya pada vaskularisasi dan luas permukaan endometrium menyebabkan
terjadinya perdarahan ireguler. Mioma jenis ini dapat bertangkai panjang sehingga dapat keluar
melalui ostium serviks. Yang harus diperhatikan dalam menangani mioma bertangkai adalah
kemungkinan terjadinya torsi dan nekrosis sehingga risiko infeksi sangatlah tinggi. Mioma
intramural atau interstisiel adalah mioma yang berkembang di antara miometrium. Mioma
subserosa adalah mioma yang tumbuh di bawah lapisan serosa uterus dan dapat bertumbuh ke
arah luar dan juga bertangkai. Mioma subserosa juga dapat menjadi parasit omentum atau usus
untuk vaskularisasi tambahan bagi pertumbuhannya.4
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uteri (1-3%) dan selebihnya adalah dari
korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya, maka mioma uteri
dibagi 4 jenis antara lain mioma submukosa, mioma intramural, mioma subserosa, dan mioma

12
intraligamenter. Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%), subserosa
(48,2%), submukosa (6,1%) dan jenis intraligamenter (4,4%).5,6

1. Mioma submukosa
Berada dibawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini di jumpai
6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan gangguan
perdarahan. Mioma uteri jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan
perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering memberikan keluhan
gangguan perdarahan. Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan
kuretase, dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai Currete bump. Tumor jenis
ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata. Mioma
submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor
ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau
mioma yang di lahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi, dan infark. Pada
beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena proses di atas.4
2. Mioma intramural
Terdapat di dinding uterus diantara serabut miometrium. Karena pertumbuhan tumor,
jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuklah semacam simpai yang mengelilingi
tumor. Bila didalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan mempunyai
bentuk yang berdungkul dengan konsistensi yang padat. Mioma yang terletak pada dinding
depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih
keatas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.4

13
3. Mioma subserosa
Apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus diliputi
oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh diantara kedua lapisan ligamentum latum
menjadi mioma intraligamenter.4
4. Mioma intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum atau
omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus. Jarang sekali ditemukan satu
macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada serviks dapat menonjol ke dalam satu
saluran serviks sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit. Apabila mioma
dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari berkas otot polos dan jaringan ikat yang
tersusun seperti kumparan (whorle like pattern) dengan pseudokapsul yang terdiri dari
jaringan ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan sarang mioma ini.

IX. Gambaran Klinik


Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan pelvik
rutin. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik meliputi besarnya mioma,
lokalisasi mioma, dan perubahan-perubahan pada mioma. Walaupun seringkali asimtomatik,
gejala yang mungkin ditimbulkan sangat bervariasi, seperti perut terasa penuh dan membesar,
metroragia, nyeri panggul kronik, menoragia, hingga infertilitas. Perdarahan hebat yang
disebabkan oleh mioma merupakan indikasi utama histerektomi di Amerika Serikat. Yang
menyulitkan adalah anggapan klasik bahwa mioma adalah asimtomatik karena hal ini seringkali
menyebabkan gejala yang ditimbulkan dari organ sekitarnya (tuba, ovarium, atau usus) menjadi
terabaikan. Masalah lain terkait dengan asimtomatik mioma adalah mengabaikan pemeriksaan
lanjutan dari spesimen hasil enukleasi atau histerektomi sehingga miosarkoma menjadi tidak
dikenali.4
Gejala klinik hanya terjadi pada 35-50% penderita mioma. Hampir sebagian besar
penderita tidak mengetahui bahwa terdapat kelainan di dalam uterusnya, terutama sekali pada
penderita dengan obesitas. Keluhan penderita sangat tergantung pula dari lokasi atau jenis mioma
yang diderita. Berbagai keluhan penderita dapat berupa:
- Perdarahan Abnormal Uterus
Perdarahan menjadi manifestasi klinik utama pada mioma dan hal ini terjadi pada 30%
penderita. Bila terjadi secara kronis maka dapat terjadi anemia defisiensi zat besi dan bila

14
berlangsung lama dan dalam jumlah yang besar maka sulit untuk dikoreksi dengan
suplementasi zat besi. Perdarahan pada mioma submukosa seringkali diakibatkan oleh
hambatan pasokan darah endometrium, tekanan, dan bendungan pembuluh darah di area
tumor (terutama vena) atau ulserasi endometrium di atas tumor. Tumor bertangkai
seringkali menyebabkan trombosis vena dan nekrosis endometrium akibat tarikan dan
infeksi (vagina dan kavum uteri terhubung oleh tangkai yang keluar dari ostium serviks).
Dismenorea dapat disebabkan oleh efek tekanan, kompresi, termasuk hipoksia lokal
miometrium.4
Mekanisme perdarahan abnormal pada mioma uteri dirangkum sebagai berikut:
o
Peningkatan ukuran permukaan endometrium
o
Peningkatan vaskularisasi aliran vaskuler ke uterus
o
Gangguan kontraktilitas uterus
o
Ulserasi endometrium pada mioma submukosa
o
Kompresi pada pleksus venosus di dalam miometrium

- Nyeri
Mioma tidak menyebabkan nyeri dalam pada uterus kecuali apabila kemudian terjadi
gangguan vaskuler. Nyeri bisa terjadi saat menstruasi, setelah berhubungan seksual, atau
ketika terjadi penekanan pada panggul. Nyeri lebih banyak terkait dengan proses
degenerasi akibat oklusi pembuluh darah, infeksi, torsi tangkai mioma atau kontraksi
uterus sebagai upaya untuk mengeluarkan mioma subserosa dari kavum uteri. Gejala
abdomen akut dapat terjadi bila torsi berlanjut dengan terjadinya infark atau degenerasi
merah yang mengiritasi selaput peritoneum (seperti peritonitis). Mioma yang besar dapat
menekan rektum sehingga menimbulkan sensasi untuk mengedan. Nyeri pinggang dapat
terjadi pada penderita mioma yang menekan persarafan yang berjalan di atas permukaan
tulang pelvis.4
- Efek Penekanan
Walaupun mioma dihubungkan dengan adanya desakan tekan, tetapi tidaklah mudah untuk
menghubungkan adanya penekanan organ dengan mioma. Mioma intramural sering
dikaitkan dengan penekanan terhadap organ sekitar. Parasitik mioma dapat menyebabkan
obstruksi saluran cerna, perlekatannya dengan omentum menyebabkan strangulasi usus.
Mioma serviks dapat menyebabkan sekret serosanguinea vaginal, perdarahan, dispareunia,
dan infertilitas. Bila ukuran tumor lebih besar lagi, akan terjadi penekanan ureter, kandung
kemih dan rektum. Semua efek penekanan ini dapat dikenali melalui pemeriksaan IVP,

15
kontras saluran cerna, rontgen, dan MRI. Abortus spontan dapat disebabkan oleh efek
penekanan langsung mioma terhadap kavum uteri.4

- Gejala lainnya adalah:


o
Gejala gangguan berkemih akibat mioma yang besar dan menekan saluran kemih
menyebabkan gejala frekuensi (sering berkemih) dan hidronefrosis (pembesaran
ginjal).
o
Penekanan rektosigmoid yang mengakibatkan konstipasi atau sumbatan usus.
o
Prolaps atau keluarnya mioma melalui leher rahim dengan gejala nyeri hebat, luka,
dan infeksi.
o
Bendungan pembuluh darah vena daerah tungkai serta kemungknan tromboflebitis
sekunder karena penekanan rongga panggul.4
- Infertilitas dan abortus
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars interstisialis
tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan terjadinya abortus oleh kerana
distorsi rongga uterus. Mioma yang terletak di daerah kornu dapat menyebabkan sumbatan
dan gangguan transportasi gamet dan embrio akibat terjadinya oklusi tuba bilateral. Dapat
menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus yang sebenarnya diperlukan untuk

16
motilitas sperma di dalam uterus. Gangguan implantasi embrio dapat terjadi pada
keberadaan mioma akibat perubahan histologi endometrium di mana terjadi atrofi karena
kompresi massa tumor.4,11

X. Diagnosis

1. Anamnesis
a. Timbul benjolan di perut bagian bawah dalam waktu yang relatif lama.
b. Kadang-kadang disertai gangguan haid, buang air kecil atau buang air besar.
c. Nyeri perut bila terinfeksi, terpuntir, pecah.
2. Pemeriksaan fisik
Dapat berupa pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan pelvik. Pada pemeriksaan abdomen,
uterus yang besar dapat dipalpasi pada abdomen. Tumor teraba sebagai nodul ireguler dan
tetap, area perlunakan memberi kesan adanya perubahan degeneratif. Konsistensi padat,
kenyal, mobil, permukaan tumor umumnya rata. Teraba massa tumor pada abdomen bagian
bawah serta pergerakan tumor dapat terbatas atau bebas. Pada pemeriksaan pelvis, serviks

17
biasanya normal, namun pada keadaan tertentu mioma submukosa yang bertangkai dapat
mengakibatkan dilatasi serviks dan terlihat pada ostium servikalis. Uterus cenderung
membesar tidak beraturan dan noduler. Perlunakan tergantung pada derajat degenerasi dan
kerusakan vaskular. Uterus sering dapat digerakkan, kecuali apabila terdapat keadaan
patologik pada adneksa. Pemeriksaan ginekologik dengan pemeriksaan bimanual
didapatkan tumor tersebut menyatu dengan rahim atau mengisi kavum Douglasi.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Dari pemeriksaan laboratorium, anemia merupakan akibat paling sering dari mioma.
Hal ini disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi.
Kadang-kadang mioma menghasilkan eritropoetin yang pada beberapa kasus
menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal
diduga akibat penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan peninggian
tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan eritropoetin ginjal.
b. Dapat dilakukan USG, untuk tentukan jenis, lokasi mioma, ketebalan endometrium
dan keadaan adneksa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan CT
scan/ MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus
sebaik USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak dapat
membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya membutuhkan diagnosa jaringan.
Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola gemanya pada
beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga bergabung dengan uterus; lebih
lanjut uterus membesar dan berbentuk tak teratur.
c. Foto BNO/IVP, pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis serta
menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
d. Histerografi & histeroskopi untuk nilai pasien mioma submukosa disertai infertilitas.
e. Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.6
3. Gambaran mikroskopik
Mioma uteri umumnya bersifat multipel, berlobus yang tidak teratur maupun berbentuk
sferis. Biasanya berbatas jelas dengan miometrium sekitarnya, sehingga pada tindakan
enukleasi mioma dapat dilepaskan dengan mudah dari jaringan miometrium di sekitarnya.
Pada pembelahan jaringan mioma tampak lebih putih dari jaringan sekitarnya. Pada
pemeriksaan secara mikroskopik dijumpai sel-sel otot polos panjang, yang membentuk

18
bangunan yang khas sebagai kumparan. Inti sel juga panjang dan bercampur dengan
jaringan ikat. Pada pemotongan tranversal, sel berbentuk polihedral dengan sitoplasma
yang banyak mengelilinginya, berwarna lebih pucat dibanding miometrium di
sekelilingnya, halus, dan biasanya lebih keras dibanding jaringan sekitar, dan terdapat
pseudocapsule. Pada pemotongan longitudinal inti sel memanjang, dan ditemukan adanya
mast cells diantara serabut miometrium sering diinterprestasi sebagai sel tumor atau sel
raksasa (giant cells).5

XI. Diagnosis Banding


Pada mioma subserosa, diagnosa bandingnya adalah tumor ovarium yang solid, atau
kehamilan uterus gravidus. Sedangkan pada mioma submucosum yang dilahirkan diagnosa
bandingnya adalah inversio uteri. Kemudian, pada mioma intramural, diagnosa bandingnya
adalah adenomiosis, khoriokarsinoma, karsinoma korporis uteri atau sarcoma uteri.5

XII. Penatalaksanaan
Terapi harus memperhatikan usia, paritas, kehamilan, konservasi fungsi reproduksi,
keadaan umum, dan gejala yang ditimbulkan. Bila kondisi pasien sangat buruk, lakukan upaya
perbaikan yang diperlukan termasuk nutrisi, suplementasi zat esensial, ataupun transfusi. Pada
keadaan gawat darurat akibat infeksi atau gejala abdominal akut, siapkan tindakan bedah gawat
darurat untuk menyelamatkan penderita. Pilihan prosedur bedah terkait dengan mioma uteri
adalah miomektomi atau histerektomi. Pilihan pengobatan mioma tergantung umur pasien,
paritas, status kehamilan, keinginan untuk mendapatkan keturunan lagi, keadaan umum dan
gejala serta ukuran lokasi serta jenis mioma uteri itu sendiri.4

1. Konservatif
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah ataupun medikamentosa
terutama bila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulkan gangguan atau keluhan.
Penanganan konservatif, bila mioma yang kecil pada pra dan post menopause tanpa gejala.
Cara penanganan konservatif sebagai berikut:
-
Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
-
Bila anemia, Hb < 8 g% transfusi PRC.
-
Pemberian zat besi.
-
Obat-obatan simtomatik seperti antinyeri dan antiinflamasi.

19
-
Penggunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada hari 1-3 menstruasi
setiap minggu sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan pengerutan tumor dan
menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi gonadotropin dan menciptakan
keadaan hipoestrogenik yang serupa yang ditemukan pada periode postmenopause.
Efek maksimum dalam mengurangi ukuran tumor diobservasi dalam 12 minggu.
Pengobatan GnRH agonis selama 12 minggu pada mioma uteri menghasilkan
degenerasi hialin di miometrium hingga uterus menjadi kecil. Setelah pemberian
GnRH agonis dihentikan mioma yang mengecil itu akan tumbuh kembali di bawah
pengaruh estrogen oleh karena mioma itu masih mengandung reseptor estrogen
dalam konsentrasi tinggi. Terapi agonis GnRH ini dapat pula diberikan sebelum
pembedahan, karena memberikan beberapa keuntungan: mengurangi hilangnya darah
selama pembedahan, dan dapat mengurangi kebutuhan akan transfusi darah.
-
Terapi hormonal yang lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat progesteron akan
mengurangi gejala pendarahan tetapi tidak mengurangi ukuran mioma uteri. Baru-
baru ini, progestin dan antiprogestin dilaporkan mempunyai efek terapeutik.
Kehadiran tumor dapat ditekan atau diperlambat dengan pemberian progestin dan
levonorgestrol intrauterin.11
2. Pengobatan operatif
Dilakukan penanganan operatif, bila:
- Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.
- Pertumbuhan tumor cepat.
- Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
- Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.
- Hipermenorea pada mioma submukosa.
- Penekanan pada organ sekitarnya.

Jenis operasi yang dilakukan dapat berupa :


a) Enukleasi mioma
Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih menginginkan anak atau
mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh ini tampaknya aman,
efektif, dan masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan bila

20
ada kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau sarkoma uterus, juga
dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini seharusnya dibatasi pada tumor dengan
tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit dan diikat. Bila miomektomi
menyebabkan cacat yang menembus atau sangat berdekatan dengan endometrium,
kehamilan berikutnya harus dilahirkan dengan seksio sesarea.11
b) Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Apabila
wanita sudah dilakukan miomektomi kemungkinan dapat hamil sekitar 30-50%.
Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi maupun
dengan laparoskopi. Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding abdomen untuk
mengangkat mioma dari uterus. Keunggulan melakukan miomektomi adalah
lapangan pandang operasi yang lebih luas sehingga penanganan terhadap perdarahan
yang mungkin timbul pada pembedahan miomektomi dapat ditangani dengan segera.
Namun pada miomektomi secara laparotomi resiko terjadi perlengketan lebih besar,
sehingga akan mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien, disamping masa
penyembuhan paska operasi lebih lama, sekitar 4-6 minggu.11
Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan terhadap mioma submukosum
pada kavum uteri. Keunggulan: masa penyembuhan paska operasi sekitar 2 hari.
Komplikasi jarang, tapi dapat timbul perlukaan dinding uterus, ketidakseimbangan
elektrolit dan perdarahan. Miomamektomi juga dapat dilakukan dengan
menggunakan laparoskopi. Mioma yang bertangkai diluar kavum uteri dapat
diangkat dengan mudah secara laparoskopi. Mioma subserosum yang terletak
didaerah permukaan uterus juga dapat diangkat dengan tehnik ini. Keunggulan
laparoskopi : masa penyembuhan 2-7 hari. Resiko yang terjadi pada pembedahan ini
termasuk perlengketan, trauma organ sekitar seperti usus, ovarium, rektum serta
perdarahan. Sampai saat ini miomektomi dengan laparoskopi merupakan prosedur
standar mioma uteri yang masih ingin mempertahankan fungsi reproduksinya.11

Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut American College of Obstetricians and
Gyneclogist (ACOG) dan American Society of Reproductive Medicine (ASRM):
a) Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif
b) Sangkaan adanya keganasan

21
c) Pertumbuhan mioma pada masa menopause
d) Infertilitas kerana ganggaun pada cavum uteri maupun kerana oklusi tuba
e) Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu
f) Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
g) Anemia akibat perdarahan

c) Histerektomi
Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang
memiliki leiomioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala. Histerektomi
adalah pengangkatan uterus, yang umumnya adalah tindakan terpilih. Tindakan
histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh kasus. Histerektomi
dijalankan apabila didapati keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi
pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu.6,11

Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah sebagai berikut:


Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar dan
dikeluhkan olah pasien.
Perdarahan uterus berlebihan:
- Perdarahan banyak bergumpal-gumpal atau berulang-ulang selama lebih dari 8 hari.
- Anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.
Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma meliputi:
- Nyeri hebat dan akut.
- Rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis.
- Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang berulang-ulang dan tidak disebabkan
infeksi saluran kemih.

Tindakan histerektomi dapat dilakukan secara abdominal (laparotomi), vaginal dan pada
beberapa kasus dilakukan laparoskopi. Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2
cara yaitu total abdominal hysterectomy (TAH) dan subtotal abdominal histerectomy (STAH).
Masing-masing prosedur ini memiliki kelebihan dan kekurangan. STAH dilakukan untuk
menghindari resiko operasi yang lebih besar seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi

22
pada ureter, kandung kemih dan rektum. Namun dengan melakukan STAH kita meninggalkan
serviks, di mana kemungkinan timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Pada TAH, jaringan
granulasi yang timbul pada tungkul vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan
perdarahan paska operasi di mana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH.11

Histerektomi juga dapat dilakukan pervaginam, dimana tindakan operasi tidak melalui
insisi pada abdomen. Secara umum histerektomi vaginal hampir seluruhnya merupakan prosedur
operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang dibuka sangat minimal sehingga trauma yang
mungkin timbul pada usus dapat diminimalisasi. Maka histerektomi pervaginam tidak terlihat
parut bekas operasi sehingga memuaskan pasien dari segi kosmetik. Selain itu kemungkinan
terjadinya perlengketan paska operasi lebih minimal dan masa penyembuhan lebih cepat
dibandng histerektomi abdominal.11

d) Penanganan radioterapi
-
Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient).
-
Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.
-
Bukan jenis submukosa.
-
Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.
-
Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan menopause.
-
Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan.11

23
XIII. Komplikasi
1. Perdarahan sampai terjadi anemia.
2. Degenerasi ganas. Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32 0,6
% dari seluruh mioma serta merupakan 50 75 % dari semua sarkoma uterus. Keganasan
umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat.
Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi
pembesaran sarang mioma dalam menopause.6,14
3. Torsi. Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi
akut sehingga mengalami nekrosis. Keadaan ini dapat terjadi pada semua bentuk mioma
tetapi yang paling sering adalah jenis mioma submukosa pendinkulata. Dengan demikian
terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak
terjadi. Hal ini hendaklah dibedakan dengan suatu keadaan di mana terdapat banyak sarang
mioma dalam rongga peritoneum. Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi
yang diperkirakan kerana gangguan sirkulasi darah padanya. Misalnya terjadi pada mioma
yang dilahirkan hingga perdarahan berupa metroragia atau menoragia disertai leukore dan
gangguan yang disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri.6

24
XIV. Prognosis
Histerektomi dengan mengangkat seluruh mioma adalah kuratif. Miomektomi yang
ekstensif dan secara signifikan melibatkan miometrium atau menembus endometrium, maka
diharuskan SC pada persalinan berikutnya. Mioma yang kambuh kembali setelah miomektomi
terjadi pada 15-40% pasien dan 2/3-nya memerlukan tindakan lebih lanjut.11

BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Ny. M
Usia : 42 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Alamat : Kali Wedi Lor

Nama Suami : Tn. S


Pekerjaan : wiraswasta
Status Pasien : BPJS
MRS : 14/12/16 pukul 17.30 WIB

25
No. RM : 714553

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Terasa ada benjolan pada perut bagian bawah

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien mengeluhkan terasa ada benjolan diperut bagian bawah yang tidak nyeri sejak beberapa
bulan ini. Pasien juga mengeluhkan keluar darah pervaginam yang banyak saat menstruasi sejak
2 tahun terakhir dan nyeri selama menstruasi. Darah yang keluar bergumpal dan haid yang
dialami lama, serta ganti pembalut 4-5x/ hari lebih dari 8 hari. Pasien juga mengaku haidnya
tidak teratur. Gangguan keputihan, BAB dan BAK, serta sesak disangkal pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Adanya riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, dan asma disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Menurut pasien di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan seperti pasien. Riwayat
penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, dan asma disangkal.

Riwayat Alergi :
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan makanan.

Riwayat Kontrasepsi : -

Riwayat Perkawinan : suami ke I, menikah 1x selama 22 tahun

Riwayat Obstetri :
Pasien mengatakan mengalami haid pertama (menarke) pada usia 12 tahun. Pasien memiliki
siklus haid yang teratur 5-7 hari dan mengganti pembalut 2-3 kali sehari. Pasien memiliki
riwayat kehamilan sebagai berikut :
1. Aterm; 1993; lahir dirumah; spontan; perempuan ; bidan; BBL
= 4000 g, tidak hidup
2. Aterm; 1994; lahir dirumah; spontan; perempuan ; bidan; BBL
= - g, hidup

26
3. Aterm; - ; lahir dirumah; spontan; perempuan ; bidan;
BBL = 1500 g, tidak hidup
4. Aterm; 1997 ; lahir dirumah; spontan; perempuan ; bidan; BBL
= 3000 g, hidup

III. STATUS GENERALIS

Keadaan umum : Baik


Kesadaran : compos mentis

Tanda Vital
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Frekuensi nadi: 82 x/menit
- Frekuensi napas: 21 x/menit
- Suhu : 36,7oC

Pemeriksaan Fisik Umum


- Mata : anemis +/+, ikterus -/-
- H/T/M : DBN
- Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru : vesikuler +/+, rhonki (-), wheezing (-)

IV. Ekstremitas :
- edema - - akral teraba hangat + +
- - + +

V. GINEKOLOGI

Abdomen :
Inspeksi : Tidak ada tanda-tanda peradangan, bekas operasi (-).
Palpasi : Teraba massa padat, kenyal, permukaan licin, mobile pada perut bagian bawah, nyeri
tekan (-).

Pemeriksaan Inspekulo :
Vulva vagina tidak ada kelainan, Porsio ukuran normal, tampak licin, erosi (-), fluksus (-), livide
(-), OUE (-), fluor albus (-), perdarahan aktif (-), massa (-), peradangan (-).

Pemeriksaan Dalam (VT) :


Dinding vagina normal, massa (-)
Porsio licin, (-), nyeri goyang porsio (-)
Corpus uteri antefleksi ukuran lebih besar dari normal 12 minggu

27
Adneksa Parametrium dan Cavum Douglass dextra et sinistra dbn

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium (14/12/16):


Hb : 11.7 g%
SGOT : 32 U/L
SGPT : 12 U/L

Ultrasonografi (USG) Abdomen :


Uterus antefleksi dengan ukuran membesar
Adneksa kiri dan kanan normal
Kesan Mioma uteri

VII. DIAGNOSIS PRE OPERASI


Mioma uteri

VIII. RENCANA TINDAKAN


Observasi keadaan umum dan vital sign pasien
Cek DL, fungsi ginjal, fungsi hepar dan gula darah
USG Mioma uteri rawat ruang KB utk persiapan operasi laparatomi (histerektomi)
informconsent pasien dan keluarganya

IX. POST OPERASI

Tindakan Operasi : Histerektomi per laparatomi

Penemuan Intra Operasi :


Uterus ukuran 24 x 24 x 22 cm
Perdarahan 300 cc

Instruksi Post Operasi :


Pemeriksaan laboratorium post-operatif
IVFD RL:D5 2:1 = 30 gtt/i
Injeksi Cefotaxime 2x1 g/12 jam
Injeksi Ketorolac 2x1gr 30 mg/12 jam
Injeksi As. Traneksamat 3x500gr /12 jam
Injeksi Metronidazol 2x500gr IV /12 jam
Supp ketoprofen 2x1gr
Cek HB post, bila <8 = transfusi
Observasi tanda vital dan keluhan pasien

28
Pemeriksaan Laboratorium (15/12/16):
Hb : 10,3 g%

BAB IV

ANALISA KASUS

Pada laporan kasus berikut diajukan suatu kasus seorang wanita berusia 42 tahun dengan
diagnosa mioma uteri. Diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik-
ginekologik, serta pemeriksaan penunjang berupa USG dan pemeriksaan laboratorium.

Dari hasil anamnesis didapatkan adanya keluhan menometroragi serta munculnya


benjolan pada perut bagian bawah pasien. Ada beberapa kemungkinan diagnosis untuk pasien
dengan menometroragi disertai benjolan pada perut bagian bawah antara lain yaitu mioma uteri
dan endometriosis.

Gejala yang timbul sangat tergantung pada tempat sarang mioma (serviks, intramural,
submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala yang
ditimbulkan dapat digolongkan menjadi empat yaitu perdarahan abnormal, rasa nyeri, gejala dan
tanda penekanan, serta infertilitas dan abortus. Pada kasus ini, beberapa dari gejala tersebut
didapatkan pada Ny.M. Perdarahan abnormal berupa hipermenorhea dapat disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain pengaruh ovarium sehingga terjadilah hiperplasia endometrium,
permukaan endomerium yang lebih luas daripada biasa, atrofi endometrium diatas mioma
submukosum, miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma
diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh di antara serabut
miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik. Rasa
nyeri yang dikeluhkan pasien dapat disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah pada sarang
mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Gejala penekanan berupa gangguan
BAB dan BAK tidak didapatkan pada pasien karena ukuran mioma yang tidak terlalu besar.
(Hanifa dkk, 2008).

29
Pemeriksaan status generalis menunjukkan keadaan umum serta vital sign pasien dalam batas
normal sehingga menunjukkan gangguan perdarahan serta nyeri sudah berlangsung lama dan
tubuh telah melakukan penyesuaian diri. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan konjungtiva tampak
anemis. Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan perdarahan
uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang mioma menghasilkan
eritropoeitin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia.

Pada pemeriksaan abdomen, palpasi daerah suprapubik kesan uterus membesar, padat,
mobile serta permukaannya licin. Pada mioma uteri, perlunakan tergantung pada derajat
degenerasi dan kerusakan vaskuler. Uterus sering dapat digerakan, kecuali apabila keadaan
patologik pada adneksa

Pada pemeriksaan pelvis, serviks dalam batas normal. Namun, pada keadaan tertentu,
mioma submukosa yang bertangkai dapat mengawali dilatasi serviks dan terlihat pada osteum
servikalis. Hasil pemeriksaan inspekulo didapatkan bentuk, warna dan permukaan porsio dalam
batas normal, tidak terlihat adanya fluksus yang berasal dari dalam (kanalis servikalis atau
kavum uteri). Didapatkan pula sekret/lendir berwarna putih pada forniks dan dinding vagina.

Pemeriksaan penunjang dengan USG pada pasien ini didapatkan gambaran uterus
antefleksi yang membesar, dengan kesan mioma uteri.

Penatalaksanaan mioma uteri berdasarkan besar kecilnya tumor, ada tidaknya keluhan,
umur dan paritas penderita. Pada pasien ini dilakukan tindakan operatif mengingat pada hasil
pasien memiliki keluhan subjektif berupa perdarahan pervaginam abnormal yang berat, terlihat
dari hasil pemeriksaan Hb yang rendah.

Pada pasien dilakukan tindakan histerektomi. Tindakan histerektomi pada pasien dengan
mioma uteri merupakan indikasi bila didapatkan keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan
obstruksi pada traktus urinarius, dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu.
Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu total abdominal
histerektomi (TAH) dan subtotal abdominal histerektomi (STAH). Masing-masing prosedur
histerektomi ini memiliki kelebihan dan kekurangan. STAH dilakukan untuk menghindari risiko
operasi yang lebih besar, seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung
kemih dan rektum. Namun dengan melakukan STAH akan menyisakan serviks, dimana

30
kemungkinan timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Dengan menyisakan serviks, menurut
penelitian didapatkan data bahwa terjadinya dyspareunia akan lebih rendah dibandingkan dengan
yang menjalani TAH sehingga akan tetap mempertahankan fungsi seksual. Pada TAH, jaringan
granulasi yang timbul pada vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan
perdarahan pasca operasi dimana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH.

Daftar Pustaka

1. Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGF. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC; 2003.
2. Sherwood L. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. 2nd ed. Jakarta: EGC; 1996.
3. Thomas EJ. The Etiology and Pathogenesis of Fibroids. In: Shaw RW, ed. Advances in Reproductive
Endocrinology. New Jersey: The Phartenon Publishing Group; 1992.
4. Schwartz SM, Marshall LM, Baird DD. Epidemiologic contributions to understanding the etiology of
uterine leiomyomata. Environ Health Perspect, 2000 Oct; 108 Suppl 5: 821-7. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11035989. Accessed Agustus 27, 2016.
5. Parker WH.Etiology,symptomatology,and diagnosis of uterine myomas.Fertil Steril,2007Apr; 87(4):725-
36.Available at:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17430732.Accessed Agustus 27, 2016.
6. Blake RE. Leiomyomata uteri: hormonal and molecular determinants of growth. J Natl Med Assoc, Oct
2007; 99(10): 1170-84. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2574407/. Accessed
Agustus 27, 2016.
7. Baird DD, Travlos G, Wilson R, Dunson DB, Hill MC, DAloisio AA, et al. Uterine leiomyomata in
relation to insulin-like growth factor-I, insulin, and diabetes. Epidemiology, 2009 Jul; 20(4): 604-10.
Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19305350. Accessed Agustus 26, 2016.
8. Flake GP, Andersen J, Dixon D. Etiology and pathogenesis of uterine leimyomas: a review. Environ Health
Perspect, Jun 2003; 111(8): 1037-54. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1241553/. Accessed Agustus 26, 2016.
9. Baziad A. Endokrinologi Ginekologi. 3rd ed. Jakarta: Media Aesculapius FKUI; 2008.
10. Ciarmela P, Islam MS, Reis FM, Gray PC, Bloise E, Petraglia F, et al. Growth factors and myometrium:
biological effects in uterine fibroid and possible clinical implications. Hum Reprod Update, 2011 Nov-Dec;
17(6): 772-90. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21788281. Accessed Agustus 27, 2016.
11. Schwartz PE, Kelly MG. Malignant transformation of myomas: myth or reality?. Obstet Gynecol Clin
North Am, 2006 Mar; 33(1): 183-98. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16504815.
Accessed Agustus 27, 2016.

31
12. Schindler AE. Gonadotropin-releasing hormone agonists for prevention of postoperative adhesions: an
overview. Gynecol Endocrinol, 2004; 19(1): 51-55. Available at:
http://informahealthcare.com/doi/abs/10.1080/09513590410001725495. Accessed Agustus 27, 2016

32

Anda mungkin juga menyukai