Angina Pectoris
Angina Pectoris
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit tidak menular yang
menyebabkan sebanyak >17 juta kematian di dunia setiap tahun (30% dari
semua kematian), 80% dari yang terjadi pada negara-negara dengan
pendapatan rendah dan menengah, dan angka ini diperkirakan akan meningkat
menjadi 23,6 juta pada tahun 2030. Menurut data World Health Organization
(WHO) pada tahun 2012 penyakit kardiovaskular merupakan penyebab
kematian utama dari seluruh penyakit tidak menular dan bertanggung jawab
atas 17,5 juta kematian atau 46% dari seluruh kematian penyakit tidak menular.
Sindrom koroner akut (SKA) seperti angina pektoris tidak stabil (UAP,
Unstable angina pectoris), infark miokard dengan non elevasi segmen ST
(NSTEMI, non ST segment elevation myocardial infarction), infark miokard
dengan elevasi segmen ST (STEMI, ST segment elevation myocardial
infarction) merupakan bagian dari PJK. Pada SKA, suplai darah ke jantung
tiba-tiba berkurang bahkan terhenti akibat penumpukan kolesterol dan formasi
dari gumpalan darah di dalam arteri jantung. Menyebabkan berkurangnya
suplai oksigen ke jantung sehingga memicu angina pektoris serta infark
miokard, dimana terjadi kerusakan pada otot jantung.
Salah satu penyakit kardiovaskular adalah angina pektoris, yaitu suatu
penyakit dengan gejala klinik sakit dada yang khas, seperti ditekan atau terasa
berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan kiri. Sakit dada tersebut
biasanya timbul pada waktu melakukan aktivitas dan segera menghilang bila
pasien beristirahat. Sakit dada pada angina pektoris merupakan salah satu
manifestasi iskemia miokard yang disebabkan karena timbulnya
ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan penyediaan oksigen otot jantung
yang disebabkan oleh aliran darahkoroner yang berkurang. Aliran pembuluh
darah koroner yang berkurang ini disebabkan oleh penyempitan pembuluh
darah koroner yang terjadi akibat proses aterosklerosis arteri koronaria.
1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Angina pektoris adalah rasa tidak enak di dada sebagai akibat dari suatu
iskemik miokard tanpa adanya infark. Gejala angina pektoris pada dasarnya
timbul karena iskemik akut yang tidak menetap akibat ketidakseimbangan
antara kebutuhan dan suplai oksigen ke jantung.
Angina pektoris, atau angina, adalah gejala dari nyeri dada atau tekanan
yang terjadi saat jantung tidak menerima cukup darah dan oksigen untuk
memenuhi kebutuhannya. Secara umum, angina hasil dari plak yang terbuat
dari lemak kolesterol atau bangunan lainnya di arteri koroner. Akumulasi plak
ini dikenal sebagai penyakit arteri koroner (CAD).
B. Klasifikasi
1. Angina Pektoris Stabil (Angina Klasik)
Pada biopsi biasanya didapatkan aterosklerosis koroner. Pada keadaan
ini, obstruksi koroner tidak selalu menyebabkan terjadinya iskemik seperti
waktu istirahat. Akan tetapi bila kebutuhan aliran darah melebihi jumlah
yang dapat melewati obstruksi tersebut, akan terjadi iskemik dan timbul
gejala angina. Angina pektoris akan timbul pada setiap aktifitas yang dapat
meningkatkan denyut jantung, tekanan darah dan status inotropik jantung
sehingga kebutuhan O2 akan bertambah seperti pada aktifitas fisik, udara
dingin dan makan yang banyak.
2. Angina Prinzmetal
Bentuk ini jarang terjadi dan biasanya timbul pada saat istirahat,
akibat penurunan suplai oksigen darah ke miokard secara tiba-tiba.
Penelitian terbaru menunjukkan terjadinya obsruksi yang dinamis akibat
spasme koroner baik pada arteri yang sakit maupun yang normal.
Peningkatan obstruksi koroner yang tidak menetap ini selama terjadinya
angina waktu istirahat jelas disertai penurunan aliran darah arteri koroner.
4
C. Patofisiologi
Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada ketidakadekuatan
suplai oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena penyempitan
lumen arteri koroner (aterosklerosis koroner). Tidak diketahui secara pasti apa
penyebab aterosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktor tunggal yang
bertanggungjawab atas perkembangan aterosklerosis. Aterosklerosis
merupakan penyakit arteri koroner yang paling sering ditemukan. Sewaktu
beban kerja suatu jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen juga
meningkat. Apabila kebutuhan meningkat pada jantung yang sehat maka arteri
koroner berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot
jantung. Namun apabila arteri koroner mengalami penyempitan akibat
aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan
kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan suplai darah)
miokardium.
Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi No
(nitrat Oksida) yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif.
Dengan tidak adanya fungsi ini dapat menyababkan otot polos berkontraksi dan
timbul spasmus koroner yang memperberat penyempitan lumen karena suplai
oksigen ke miokard berkurang. Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan
gejala yang begitu nampak bila belum mencapai 75 %. Bila penyempitan lebih
dari 75 % serta dipicu dengan aktifitas berlebihan maka suplai darah ke
koroner akan berkurang. Sel-sel miokardium menggunakan glikogen anaerob
untuk memenuhi kebutuhan energi mereka. Metabolisme ini menghasilkan
asam laktat yang menurunkan ph miokardium dan menimbulkan nyeri pada
angina. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang, maka suplai
oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali fosforilasi oksidatif untuk
membentuk energi melalui proses aerob. Proses ini tidak menghasilkan asam
laktat sehingga nyeri angina mereda, dengan demikian dapat disimpulkn
nyeri angina adalah nyeri yang berlangsung singkat .
6
D. Manifestasi Klinis
Penderita mengeluh nyeri dada yang beragam bentuk dan lokasinya.
Lokasinya biasanya di dada, substernal atau sedikit dikirinya, dengan
penjalaran ke leher, rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari-jari
bagian ulnar, punggung/ pundak kiri. Rasa tidak enak dapat juga dirasakan di
ulu hati, tetapi jarang terasa di daerah apeks kordis.
Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri yang tumpul seperti rasa
tertindih/ berat di dada, rasa desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah
diafragma, seperti di remas-remas atau dada mau pecah dan biasanya pada
keadaan berat disertai keringat dingin, lemas dan sesak napas serta perasaan
takut mati. Biasanya bukanlah nyeri yang tajam, seperti rasa ditusuk-tusuk atau
diiris pisau, dan bukan pula mules. Tidak jarang pasien mengatakan bahwa ia
hanya merasa tidak enak di dadanya.
Nyeri berhubungan dengan aktivitas yang akan hilang dengan istirahat,
tapi tak berhubungan dengan gerakan pernapasan atau gerakan dada ke kiri dan
ke kanan. Nyeri juga dapat dipicu oleh stres fisik ataupun emosional.
Kuantitas nyeri yang pertama kali timbul biasanya agak nyata, dari
beberapa menit sampai kurang dari 20 menit. Bila lebih dari 20 menit dan berat
maka harus dipertimbangkan sebagai angina pektoris tak stabil (APTS)
sehingga dimasukkan kedalam sindrom koroner akut yang memerlukan
perawatan khusus. Nyeri dapat dihilangkan dengan nitrogliserin sublingual
dalam hitungan detik sampai beberapa menit. Nyeri yang timbul tidak terus-
menerus, tapi hilang timbul dengan intensitas yang makin bertambah atau
makin berkurang sampai terkontrol. Nyeri yang berlangsung terus-menerus
sepanjang hari, bahkan sampai berhari-hari biasanya bukanlah nyeri angina
pektoris.
ambang timbulnya serangan menurun atau serangan datang saat bangun tidur,
maka gangguan ini perlu diwaspadai. Perubahan ini mungkin merupakan tanda
prainfark (angina tidak stabil). Suatu bentuk ubahan (variant) yang disebut
angina Prinzmetal biasanya timbul saat penderita sedang istirahat. Angina
dikatakan bertambah berat apabila serangan berikutnya terjadi sesudah kerja
fisik yang lebih ringan, misalnya sesudah makan. Ini tergolong juga angina
tidak stabil. Pemeriksaan fisik diluar serangan umumnya tidak menunjukkan
kelainan yang berarti. Pada waktu serangan, denyut jantung bertambah,
tekanan darah meningkat dan di daerah prekordium pukulan jantung terasa
keras. Pada auskultasi, suara jantung terdengar jauh, bising sistolik terdengar
pada pertengahan atau akhir sistol dan terdengar bunyi keempat.
F. Diagnosis
Untuk membedakan nyeri dada akibat angina pektoris atau penyakit lain
yang paling awal adalah dengan melakukan anamnesis terperinci mengenai
keluhan utama yang dirasakan. Seperti lokasi nyeri dada, karena lokasi nyeri
dada pada angina juga bisa dirasakan sama pada orang dengan gastritis
(letaknya di regio epigastrium pada abdomen). Meskipun pada gastritis bukan
lagi di regio thorax melainkan di regio abdomen, namun kebanyakan pasien
sulit membedakan lokasi nyerinya, sehingga sering terjadi missed diagnostik.
Untuk kualitas nyeri dada pada Angina Pektoris adalah nyeri tumpul atau
nyeri seperti tertindih beban berat, dimana kualitas nyeri ini dapat dibedakan
dengan nyeri akibat trauma thorax, carsinoma, penyakit paru, maupun
penyakit jantung lain. Untuk nyeri dada yang dirasakan nyeri yang tajam
biasanya dirasakan pada kasus pleuritis pada pasien tersangka TB. Untuk
pasien asma bronkhial biasanya dirasakan nyeri dada seperti terikat dan sesak
nafas.
Untuk membedakan Angina Pektoris stabil dan tak stabil dilihat dari
awitan nyeri dadanya, sedangkan untuk untuk penyebab nyeri dipertimbangkan
apakah berasal dari jantung (akibat iskemi miokard) atau akibat kondisi di
luar jantung (emboli paru, refluks esofageal, di seksi Aorta, pleuritis, atau
penyakit pernafasan lain). Selain tentang keluhan utama, perlu digali lebih
8
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan angina
pektoris adalah sebagai berikut:
1. Elektrokargiografi (EKG)
Pemeriksaan EKG sangat penting baik untuk diagnosis maupun
stratifikasi risiko pasien angina tak stabil. yang dijumpai pada pasien dengan
keluhan angina cukup bervariasi, yaitu: normal, nondiagnostik, LBBB (Left
Bundle Branch Block) baru/ persangkaan baru, elevasi segmen ST yang
persisten (=20 menit) maupun tidak persisten, atau depresi segmen ST
dengan atau tanpa inversi gelombang T.
Pada pemeriksaan EKG bisa didapatkan gambaran iskemi yaitu ST
depresi, T inverse, atau keduanya.
2. Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi digunakan untuk menganalisis fungsi
miokardium segmental bila serangan terjadi pada penderita angina pektoris
stabil (APS) kronik atau bila pernah terjadi infark miokar sebelumnya,
namun tidak dapat memperlihatkan iskemia yang baru terjadi.
Ekokardiografi bermanfaat untuk memperlihatkan ada tidaknya stenosis
aorta atau kardiomiopati hipertrofi yang terjadi pada pasien dengan murmur
sistolik. Pemeriksaan ini juga dapat memperlihatkan luasnya iskemia bila
dilakukan pemeriksaan saat nyeri dada sedang berlangsung. Angiografi
koroner diperlukan pada pasien dengan Angina Pektoris stabil kelas 3-4
9
H. Penatalaksanaan
1. Terapi awal
Yang dimaksud dengan terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien
dengan diagnosis kerja Kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan
angina di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG
dan/atau marka jantung. Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin,
Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat MONA)
a. Tirah baring
b. Oksigenasi harus harus diberikan sesegera mungkin bagi mereka dengan
saturasi oksigen arteri <95% atau yang mengalami distres respirasi
c. Oksigenasi dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam
pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi oksigen arteri
d. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak
diketahui intoleransinya terhadap aspirin. Aspirin tidak bersalut lebih
terpilih mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat
11
ventrikel kiri selama tidak ada indikasi kontra. Pemberian penyekat beta
pada pasien dengan riwayat pengobatan penyekat beta kronis yang
datang dengan SKA tetap dilanjutkan. Beberapa penyekat beta yang
sering dipakai dalam praktek klinik dapat dilihat pada tabel
b. Nitrat
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang
mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir diastolik
ventrikel kiri sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. Efek
lain dari nitrat adalah dilatasi pembuluh darah koroner baik yang normal
maupun yang mengalami aterosklerosis.
1) Nitrat oral atau intravena efektif menghilangkan keluhan dalam fase
akut dari episode angina.
2) Pasien dengan UAP/NSTEMI yang mengalami nyeri dada berlanjut
sebaiknya mendapat nitrat sublingual setiap 5 menit sampai maksimal
3 kali pemberian, setelah itu harus dipertimbangkan penggunaan nitrat
intravena jika tidak ada kontra indikasi
3) Nitrat intravena diindikasikan pada iskemia yang persisten, gagal
jantung, atau hipertensi dalam 48 jam pertama UAP/NSTEMI.
Keputusan menggunakan nitrat intravena tidak boleh menghalangi
pengobatan yang terbukti menurunkan mortalitas seperti penyekat
beta atau angiotensin converting enzymes inhibitor (ACE-I)
4) Nitrat tidak diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90
mmHg atau >30 mmHg di bawah nilai awal, bradikardia berat (<50
kali permenit), takikardia tanpa gejala gagal jantung, atau infark
ventrikel kanan
5) Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien yang telah mengkonsumsi
inhibitor fosfodiesterase: sidenafil dalam 24 jam, tadalafil dalam 48
jam. Waktu yang tepat untuk terapi nitrat setelah pemberian vardenafil
belum dapat ditentukan.
13
c. Antagonis Kalsium
Nifedipin dan amplodipin mempunyai efek vasodilator arteri dengan
sedikit atau tanpa efek pada SA Node atau AV Node. Sebaliknya
verapamil dan diltiazem mempunyai efek terhadap SA Node dan AV
Node yang menonjol dan sekaligus efek dilatasi arteri. Semua CCB
tersebut di atas mempunyai efek dilatasi koroner yang seimbang. Oleh
karena itu CCB, terutama golongan dihidropiridin, merupakan obat
pilihan untuk mengatasi angina vasospastik. Studi menggunakan CCB
pada UAP dan NSTEMI umumnya memperlihatkan hasil yang seimbang
dengan penyekat beta dalam mengatasi keluhan angina.
a. CCB dihidropiridin direkomendasikan untuk mengurangi gejala bagi
pasien yang telah mendapatkan nitrat dan penyekat beta
b. CCB non-dihidropiridin direkomendasikan untuk pasien NSTEMI
dengan indikasi kontra terhadap penyekat beta
c. CCB nondihidropiridin (long-acting) dapat dipertimbangkan sebagai
pengganti terapi penyekat beta
d. CCB direkomendasikan bagi pasien dengan angina vasospastik
e. Penggunaan CCB dihidropiridin kerja cepat (immediate-release) tidak
direkomendasikan kecuali bila dikombinasi dengan penyekat beta.
Antikogulan
Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet secepat
mungkin.
Statin
Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa
mempertimbangkan modifikasi diet, inhibitor hydroxymethylglutary-
coenzyme A reductase (statin) harus diberikan pada semua penderita
UAP/NSTEMI, termasuk mereka yang telah menjalani terapi revaskularisasi,
jika tidak terdapat indikasi kontra. Terapi statin dosis tinggi hendaknya
dimulai sebelum pasien keluar rumah sakit, dengan sasaran terapi untuk
mencapai kadar kolesterol LDL <100 mg/dL. Menurunkan kadar kolesterol
LDL sampai <70 mg/dL mungkin untuk dicapai.
3. Non Medikamentosa
Selain dengan mengkonsumsi obat-obatan juga diperlukan terapi non
medikamentosa terhadap faktor risiko yaitu
a. Penurunan kolesterol LDL pada psien yang jelas menderita PJK atau
dicurigai menderita PJK dengan LDL antara 100-129 mg/dl, dengan
target LDL adalah dibawah 100 mg/dl
b. Merubah gaya hidup (berhenti merokok, olahraga teratur, menurunkan
berat badan, penyesuaian diet dan lain-lain)
c. Penurunan BB dan peningkatan latihan pada sindrom metabolik
18
I. Pencegahan
Dalam kebanyakan kasus, pencegahan terbaik adalah mencegah sesuatu
yang dapat menyebabkan serangan angina tersebut. Mulai dari mengontrol
berat badan, kadar kolesterol darah, tekanan darah, merokok, aktivitas yang
berlebih dan lain-lain yang menjadi penyebab timbulnya angina pektoris. Jika
ia telah diberi obat darah tinggi oleh dokter, kepatuhan adalah suatu keharusan
dan harus menjadi prioritas
J. Prognosis
Umumnya pasien dengan angina pektoris dapat hidup bertahun-tahun
dengan hanya sedikit pembatasan dalam kegiatan sehari-hari. Mortalitas
bervariasi dari 2% - 8% setahun. Apalagi dengan angina pectoris stabil dimana
hanya dengan beristirahat sudah dapat sembuh dan angka kematianpun akan
sangat kecil kemungkinannya.
Faktor yang mempengaruhi prognosis adalah beratnya kelainan
pembuluh koroner. Pasien dengan penyempitan di pangkal pembuluh koroner
kiri mempunyai mortalitas 50% dalam lima tahun. Hal ini jauh lebih tinggi
dibandingkan pasien dengan penyempitan hanya pada salah satu pembuluh
darah lainnya. Juga faal ventrikel kiri yang buruk akan memperburuk
prognosis. Dengan pengobatan yang maksimal dan dengan bertambah
majunya tindakan intervensi dibidang kardiologi dan bedah pintas koroner,
harapan hidup pasien angina pektoris menjadi jauh lebih baik.
19
BAB III
KESIMPULAN
Angina pektoris, atau angina, adalah gejala dari nyeri dada atau tekanan
yang terjadi saat jantung tidak menerima cukup darah dan oksigen untuk
memenuhi kebutuhannya. Angina pectoris terdiri dari tiga macam yaitu angina
pektoris stabil, variant angina dan angina pektoris tak stabil, dimana terdapat
klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA) dikatakan grade I jika
Asimtomatik dengan aktivitas fisik biasa, grade II Simtomatik dengan aktivitas
fisik biasa, grade III Simtomatik dengan aktivitas fisik yang ringan, grade IV
Simtomatik saat istirahat.
Manifestasi klinis yang timbul pada penderita angina, penderita mengeluh
nyeri dada yang beragam bentuk dan lokasinya. Lokasinya biasanya di dada,
substernal atau sedikit dikirinya, dengan penjalaran ke leher, rahang, bahu kiri
sampai dengan lengan dan jari-jari bagian ulnar, punggung/ pundak kiri. Kualitas
nyeri biasanya merupakan nyeri yang tumpul seperti rasa tertindih/ berat di dada,
rasa desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah diafragma, seperti di remas-
remas atau dada mau pecah dan biasanya pada keadaan berat disertai keringat
dingin, lemas dan sesak napas serta perasaan takut mati. Nyeri berhubungan
dengan aktivitas yang akan hilang dengan istirahat, tapi tak berhubungan dengan
gerakan pernapasan atau gerakan dada ke kiri dan ke kanan. Nyeri juga dapat
dipicu oleh stres fisik ataupun emosional.
Diagnosis ditegakkan dengan melakukan anamnesis terperinci mengenai
keluhan utama yang dirasakan. Untuk membedakan Angina Pektoris stabil dan tak
stabil dilihat dari awitan nyeri dadanya, sedangkan untuk untuk penyebab nyeri
dipertimbangkan apakah berasal dari jantung (akibat iskemi miokard) atau akibat
kondisi di luar jantung.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada angina pektoris yaitu
Elektrokargiografi (EKG), Ekokardiografi, Pemeriksaan Marka Jantung, Foto
Thoraks, Uji Latih.
20
DAFTAR PUSTAKA
Rahman. A. M. 2009. Angina Pectoris Stabil Dalam: Aru, W. S., Bambang, S.,
Idrus, A., Marcellus, S. K., Siti, S (ed). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi 5, Jilid I. Jakarta: Interna Publishing.
Tumade. B., Jim. L. E., Joseph. V. F. F. 2016. Prevalensi Sindrom Koroner Akut
di RSUP Prof Dr. R. P. Kamdou Manado Periode 1 Januari 2014 sampai 31
Desember 2014. Jurnal E-Clinic. Vol. 4 No.1