Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit tidak menular yang
menyebabkan sebanyak >17 juta kematian di dunia setiap tahun (30% dari
semua kematian), 80% dari yang terjadi pada negara-negara dengan
pendapatan rendah dan menengah, dan angka ini diperkirakan akan meningkat
menjadi 23,6 juta pada tahun 2030. Menurut data World Health Organization
(WHO) pada tahun 2012 penyakit kardiovaskular merupakan penyebab
kematian utama dari seluruh penyakit tidak menular dan bertanggung jawab
atas 17,5 juta kematian atau 46% dari seluruh kematian penyakit tidak menular.
Sindrom koroner akut (SKA) seperti angina pektoris tidak stabil (UAP,
Unstable angina pectoris), infark miokard dengan non elevasi segmen ST
(NSTEMI, non ST segment elevation myocardial infarction), infark miokard
dengan elevasi segmen ST (STEMI, ST segment elevation myocardial
infarction) merupakan bagian dari PJK. Pada SKA, suplai darah ke jantung
tiba-tiba berkurang bahkan terhenti akibat penumpukan kolesterol dan formasi
dari gumpalan darah di dalam arteri jantung. Menyebabkan berkurangnya
suplai oksigen ke jantung sehingga memicu angina pektoris serta infark
miokard, dimana terjadi kerusakan pada otot jantung.
Salah satu penyakit kardiovaskular adalah angina pektoris, yaitu suatu
penyakit dengan gejala klinik sakit dada yang khas, seperti ditekan atau terasa
berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan kiri. Sakit dada tersebut
biasanya timbul pada waktu melakukan aktivitas dan segera menghilang bila
pasien beristirahat. Sakit dada pada angina pektoris merupakan salah satu
manifestasi iskemia miokard yang disebabkan karena timbulnya
ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan penyediaan oksigen otot jantung
yang disebabkan oleh aliran darahkoroner yang berkurang. Aliran pembuluh
darah koroner yang berkurang ini disebabkan oleh penyempitan pembuluh
darah koroner yang terjadi akibat proses aterosklerosis arteri koronaria.

1
2

Secara umum pengobatan angina pektoris bertujuan untuk


menghilangkan sakit dada, memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang
umur. Golongan obat yang paling sering digunakan pada serangan angina
pektoris ini adalah golongan nitrat organik, seperti short acting nitrat dalam
bentuk sublingual untuk mendapatkan efek segera, kemudian diiringi
pemberian long acting nitrat secara oral untuk terapi.
B. Tujuan Penulisan
1. Penulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada tenaga medis
dan dokter mengenai angina pektoris sehingga dapat dilakukan pengobatan
dengan cepat.
2. Penulisan ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti
kegiatan Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD
Sukoharjo.
C. Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapakan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan
pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis agar dapat lebih
mengetahui dan memahami mengenai penyakit jantung koroner khususnya
angina pektoris.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Angina pektoris adalah rasa tidak enak di dada sebagai akibat dari suatu
iskemik miokard tanpa adanya infark. Gejala angina pektoris pada dasarnya
timbul karena iskemik akut yang tidak menetap akibat ketidakseimbangan
antara kebutuhan dan suplai oksigen ke jantung.
Angina pektoris, atau angina, adalah gejala dari nyeri dada atau tekanan
yang terjadi saat jantung tidak menerima cukup darah dan oksigen untuk
memenuhi kebutuhannya. Secara umum, angina hasil dari plak yang terbuat
dari lemak kolesterol atau bangunan lainnya di arteri koroner. Akumulasi plak
ini dikenal sebagai penyakit arteri koroner (CAD).
B. Klasifikasi
1. Angina Pektoris Stabil (Angina Klasik)
Pada biopsi biasanya didapatkan aterosklerosis koroner. Pada keadaan
ini, obstruksi koroner tidak selalu menyebabkan terjadinya iskemik seperti
waktu istirahat. Akan tetapi bila kebutuhan aliran darah melebihi jumlah
yang dapat melewati obstruksi tersebut, akan terjadi iskemik dan timbul
gejala angina. Angina pektoris akan timbul pada setiap aktifitas yang dapat
meningkatkan denyut jantung, tekanan darah dan status inotropik jantung
sehingga kebutuhan O2 akan bertambah seperti pada aktifitas fisik, udara
dingin dan makan yang banyak.
2. Angina Prinzmetal
Bentuk ini jarang terjadi dan biasanya timbul pada saat istirahat,
akibat penurunan suplai oksigen darah ke miokard secara tiba-tiba.
Penelitian terbaru menunjukkan terjadinya obsruksi yang dinamis akibat
spasme koroner baik pada arteri yang sakit maupun yang normal.
Peningkatan obstruksi koroner yang tidak menetap ini selama terjadinya
angina waktu istirahat jelas disertai penurunan aliran darah arteri koroner.
4

3. Unstable Angina pektoris (Angina Tak Stabil/ATS)


Istilah lain yang sering digunakan adalah Angina preinfark, Angina
dekubitus, Angina kresendo. Insufisiensi koroner akut atau Sindroma
koroner pertengahan. Bentuk ini merupakan kelompok suatu keadaan yang
dapat berubah seperti keluhan yang bertambah progresif, sebelumnya
dengan angina stabil atau angina pada pertama kali. Angina dapat terjadi
pada saat istirahat maupun bekerja. Pada patologi biasanya ditemukan
daerah iskemik miokard yang mempunyai ciri tersendiri.
Klasifikasi angina menurut Canadian Cardiovascular Society
Sistem penilaian Canadian Cardiovascular Society pada angina yang
terkait usaha yang berhubungan dengan angina adalah banyak digunakan
karena merupakan klasifikasi sederhana dan praktis yang sering digunakan
untuk menggambarkan keparahan gejala. Sistem penilaiannya adalah sebagai
berikut:
1. Grade I : Aktivitas fisik biasa (misal berjalan kaki, naik tangga 1-2 lantai,
berkebun) tidak menyebabkan nyeri dada. Gejala hanya timbul
pada saat aktivitas yang berat, lama, berjalan cepat dan terburu-
buru sewaktu bekerja atau bepergian.
2. Grade II : Pasien mengalami keterbatasan ringan pada aktivitas biasa akibat
angina. Gejala timbul apabila melakukan aktivitas lebih berat
dari biasanya misalnya berjalan lebih dari dua blok pada tanah
mendatar, berjalan menanjak.
3. Grade III : Pasien mengalami keterbatasan saat melakukan aktivitas sehari-
hari
4. Grade IV: pasien mengalami nyeri dada saat istirahat, hampir semua
aktivitas dapat menimbulkan angina.
Klasifikasi angina menurut New York Heart Association (NYHA)
1. Grade I : Asimtomatik dengan aktivitas fisik biasa
2. Grade II : Simtomatik dengan aktivitas fisik biasa
3. Grade III : Simtomatik dengan aktivitas fisik yang ringan
4. Grade IV : Simtomatik saat istirahat
5

C. Patofisiologi
Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada ketidakadekuatan
suplai oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena penyempitan
lumen arteri koroner (aterosklerosis koroner). Tidak diketahui secara pasti apa
penyebab aterosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktor tunggal yang
bertanggungjawab atas perkembangan aterosklerosis. Aterosklerosis
merupakan penyakit arteri koroner yang paling sering ditemukan. Sewaktu
beban kerja suatu jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen juga
meningkat. Apabila kebutuhan meningkat pada jantung yang sehat maka arteri
koroner berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot
jantung. Namun apabila arteri koroner mengalami penyempitan akibat
aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan
kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan suplai darah)
miokardium.
Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi No
(nitrat Oksida) yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif.
Dengan tidak adanya fungsi ini dapat menyababkan otot polos berkontraksi dan
timbul spasmus koroner yang memperberat penyempitan lumen karena suplai
oksigen ke miokard berkurang. Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan
gejala yang begitu nampak bila belum mencapai 75 %. Bila penyempitan lebih
dari 75 % serta dipicu dengan aktifitas berlebihan maka suplai darah ke
koroner akan berkurang. Sel-sel miokardium menggunakan glikogen anaerob
untuk memenuhi kebutuhan energi mereka. Metabolisme ini menghasilkan
asam laktat yang menurunkan ph miokardium dan menimbulkan nyeri pada
angina. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang, maka suplai
oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali fosforilasi oksidatif untuk
membentuk energi melalui proses aerob. Proses ini tidak menghasilkan asam
laktat sehingga nyeri angina mereda, dengan demikian dapat disimpulkn
nyeri angina adalah nyeri yang berlangsung singkat .
6

D. Manifestasi Klinis
Penderita mengeluh nyeri dada yang beragam bentuk dan lokasinya.
Lokasinya biasanya di dada, substernal atau sedikit dikirinya, dengan
penjalaran ke leher, rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari-jari
bagian ulnar, punggung/ pundak kiri. Rasa tidak enak dapat juga dirasakan di
ulu hati, tetapi jarang terasa di daerah apeks kordis.
Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri yang tumpul seperti rasa
tertindih/ berat di dada, rasa desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah
diafragma, seperti di remas-remas atau dada mau pecah dan biasanya pada
keadaan berat disertai keringat dingin, lemas dan sesak napas serta perasaan
takut mati. Biasanya bukanlah nyeri yang tajam, seperti rasa ditusuk-tusuk atau
diiris pisau, dan bukan pula mules. Tidak jarang pasien mengatakan bahwa ia
hanya merasa tidak enak di dadanya.
Nyeri berhubungan dengan aktivitas yang akan hilang dengan istirahat,
tapi tak berhubungan dengan gerakan pernapasan atau gerakan dada ke kiri dan
ke kanan. Nyeri juga dapat dipicu oleh stres fisik ataupun emosional.
Kuantitas nyeri yang pertama kali timbul biasanya agak nyata, dari
beberapa menit sampai kurang dari 20 menit. Bila lebih dari 20 menit dan berat
maka harus dipertimbangkan sebagai angina pektoris tak stabil (APTS)
sehingga dimasukkan kedalam sindrom koroner akut yang memerlukan
perawatan khusus. Nyeri dapat dihilangkan dengan nitrogliserin sublingual
dalam hitungan detik sampai beberapa menit. Nyeri yang timbul tidak terus-
menerus, tapi hilang timbul dengan intensitas yang makin bertambah atau
makin berkurang sampai terkontrol. Nyeri yang berlangsung terus-menerus
sepanjang hari, bahkan sampai berhari-hari biasanya bukanlah nyeri angina
pektoris.

Biasanya angina timbul saat melakukan kegiatan fisik (angina stabil).


Serangan ini akan hilang bila penderita menghentikan kegiatan fisik tersebut
dan beristirahat. Serangan berlangsung hanya beberapa menit (1 5 menit)
tetapi bisa sampai lebih dari 20 menit. Nyeri angina sifatnya konstan. Bila
terjadi perubahan misalnya lama serangan bertambah, nyeri lebih hebat,
7

ambang timbulnya serangan menurun atau serangan datang saat bangun tidur,
maka gangguan ini perlu diwaspadai. Perubahan ini mungkin merupakan tanda
prainfark (angina tidak stabil). Suatu bentuk ubahan (variant) yang disebut
angina Prinzmetal biasanya timbul saat penderita sedang istirahat. Angina
dikatakan bertambah berat apabila serangan berikutnya terjadi sesudah kerja
fisik yang lebih ringan, misalnya sesudah makan. Ini tergolong juga angina
tidak stabil. Pemeriksaan fisik diluar serangan umumnya tidak menunjukkan
kelainan yang berarti. Pada waktu serangan, denyut jantung bertambah,
tekanan darah meningkat dan di daerah prekordium pukulan jantung terasa
keras. Pada auskultasi, suara jantung terdengar jauh, bising sistolik terdengar
pada pertengahan atau akhir sistol dan terdengar bunyi keempat.

F. Diagnosis
Untuk membedakan nyeri dada akibat angina pektoris atau penyakit lain
yang paling awal adalah dengan melakukan anamnesis terperinci mengenai
keluhan utama yang dirasakan. Seperti lokasi nyeri dada, karena lokasi nyeri
dada pada angina juga bisa dirasakan sama pada orang dengan gastritis
(letaknya di regio epigastrium pada abdomen). Meskipun pada gastritis bukan
lagi di regio thorax melainkan di regio abdomen, namun kebanyakan pasien
sulit membedakan lokasi nyerinya, sehingga sering terjadi missed diagnostik.
Untuk kualitas nyeri dada pada Angina Pektoris adalah nyeri tumpul atau
nyeri seperti tertindih beban berat, dimana kualitas nyeri ini dapat dibedakan
dengan nyeri akibat trauma thorax, carsinoma, penyakit paru, maupun
penyakit jantung lain. Untuk nyeri dada yang dirasakan nyeri yang tajam
biasanya dirasakan pada kasus pleuritis pada pasien tersangka TB. Untuk
pasien asma bronkhial biasanya dirasakan nyeri dada seperti terikat dan sesak
nafas.
Untuk membedakan Angina Pektoris stabil dan tak stabil dilihat dari
awitan nyeri dadanya, sedangkan untuk untuk penyebab nyeri dipertimbangkan
apakah berasal dari jantung (akibat iskemi miokard) atau akibat kondisi di
luar jantung (emboli paru, refluks esofageal, di seksi Aorta, pleuritis, atau
penyakit pernafasan lain). Selain tentang keluhan utama, perlu digali lebih
8

lanjut mengenai riwayat nyeri dada sebelumnya, riwayat penyakit lain


(diabetes, hipertensi, dislipidemia, merokok), riwayat keluarga (riwayat gagal
jantung iskemi atau IHD / iskemia heart failure, kematian mendadak), dan juga
riwayat obat-obatan pasien.

Pemeriksaan fisik yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan tanda vital


yang meliputi pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan, dan
pemeriksaan fisik jantung yang meliputi inspeksi, perkusi, palpasi, dan
auskultasi

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan angina
pektoris adalah sebagai berikut:

1. Elektrokargiografi (EKG)
Pemeriksaan EKG sangat penting baik untuk diagnosis maupun
stratifikasi risiko pasien angina tak stabil. yang dijumpai pada pasien dengan
keluhan angina cukup bervariasi, yaitu: normal, nondiagnostik, LBBB (Left
Bundle Branch Block) baru/ persangkaan baru, elevasi segmen ST yang
persisten (=20 menit) maupun tidak persisten, atau depresi segmen ST
dengan atau tanpa inversi gelombang T.
Pada pemeriksaan EKG bisa didapatkan gambaran iskemi yaitu ST
depresi, T inverse, atau keduanya.
2. Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi digunakan untuk menganalisis fungsi
miokardium segmental bila serangan terjadi pada penderita angina pektoris
stabil (APS) kronik atau bila pernah terjadi infark miokar sebelumnya,
namun tidak dapat memperlihatkan iskemia yang baru terjadi.
Ekokardiografi bermanfaat untuk memperlihatkan ada tidaknya stenosis
aorta atau kardiomiopati hipertrofi yang terjadi pada pasien dengan murmur
sistolik. Pemeriksaan ini juga dapat memperlihatkan luasnya iskemia bila
dilakukan pemeriksaan saat nyeri dada sedang berlangsung. Angiografi
koroner diperlukan pada pasien dengan Angina Pektoris stabil kelas 3-4
9

meskipun telah mendapatkan terapi atau pasien risiko tinggi tanpa


mempertimbangkan beratnya angina.
Pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis
angina pektoris tak stabil (APTS) secara langsung, tetapi bila tampak
adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya insufisiensi mitral dan
abnormalitas gerakan dinding regional jantung, menandakan prognosis
kurang baik.
3. Pemeriksaan Enzim Jantung
Pada pemeriksaan laboratorium penanda paling penting adalah
troponin T atau I, dan CK-MB. Menurut European Society of Cardiology
(ESC) dan ACC dianggap terjadi mionekrosis apabila troponin T atau I
positif dalam 24 jam dan menetap hingga 2 minggu. Risiko bertambah
dengan tingkat kenaikan troponin. CK-MB kurang spesifik untuk diagnosis
karena ditemukan juga di otot skeletal, tetapi berguna untuk menunjukkan
proses infak akut dan akan meningkat dalam beberapa jam dan kembali
normal dalam 48 jam.
Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan enzim
nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark miokard.
Troponin I/T sebagai marka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan enzim jantung hanya
menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai untuk
menentukan penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab
koroner/nonkoroner). Troponin I/T juga dapat meningkat oleh sebab
kelainan kardiak nonkoroner seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal
jantung, hipertrofi ventrikel kiri, miokarditis/perikarditis. Keadaan
nonkardiak yang dapat meningkatkan kadar troponin I/T adalah sepsis, luka
bakar, gagal napas, penyakit neurologik akut, emboli paru, hipertensi
pulmoner, kemoterapi, dan insufisiensi ginjal. Pada dasarnya troponin T dan
troponin I memberikan informasi yang seimbang terhadap terjadinya
nekrosis miosit, kecuali pada keadaan disfungsi ginjal. Pada keadaan ini,
troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi dari troponin T. Dalam
10

keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau troponin I/T


menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah awitan SKA,
4. Foto Thoraks
Pemeriksaan ini dapat melihat adanya kalsifikasi koroner ataupun
katup jantung, serta pasien yang cenderung nyeri dada karena kelainan paru-
paru. Tujuan pemeriksaan adalah untuk membuat diagnosis banding,
identifikasi komplikasi dan penyakit penyerta
5. Treadmill
Pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan
menunjukkan tanda risiko tinggi perlu pemeriksaan exercise test dengan alat
tradmill. Hasil negatif maka prognosisnya baik, sedangkan bila hasilnya
positif dan didapatkan depresi segmen ST yang dalam, dianjurkan untuk
dilakukan pemeriksaan angiografi koroner, untuk menilai keadaan
pembuluh koronernya apakah perlu dilakukan tindakan revascularisasi (PCI
atau CABG) karena risiko terjadinya komplikasi kardiovaskular dalam
waktu mendatang cukup besar.

H. Penatalaksanaan
1. Terapi awal
Yang dimaksud dengan terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien
dengan diagnosis kerja Kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan
angina di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG
dan/atau marka jantung. Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin,
Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat MONA)
a. Tirah baring
b. Oksigenasi harus harus diberikan sesegera mungkin bagi mereka dengan
saturasi oksigen arteri <95% atau yang mengalami distres respirasi
c. Oksigenasi dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam
pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi oksigen arteri
d. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak
diketahui intoleransinya terhadap aspirin. Aspirin tidak bersalut lebih
terpilih mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat
11

e. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)


1) Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan
dengan dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien STEMI
yang direncanakan untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik
atau
2) Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk terapi
reperfusi menggunakan agen fibrinolitik, penghambat reseptor ADP
yang dianjurkan adalah clopidogrel)
f. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri
dada yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat. Jika nyeri
dada tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima
menit sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada
pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual.
Dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat
dipakai sebagai pengganti
g. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi
pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual
2. Medikamentosa
Obat Anti Iskemia
a. Beta Blocker
Keuntungan utama terapi penyekat beta terletak pada efeknya terhadap
reseptor beta-1 yang mengakibatkan turunnya konsumsi oksigen
miokardium. Terapi hendaknya tidak diberikan pada pasien dengan
gangguan konduksi atrio-ventrikler yang signifikan, asma bronkiale, dan
disfungsi akut ventrikel kiri. Pada kebanyakan kasus, preparat oral
cukup memadai dibandingkan injeksi. Penyekat beta direkomendasikan
bagi pasien UAP atau NSTEMI, terutama jika terdapat hipertensi
dan/atau takikardia, dan selama tidak terdapat indikasi kontra. penyekat
beta oral hendaknya diberikan dalam 24 jam pertama (Kelas I-B).
Penyekat beta juga diindikasikan untuk semua pasien dengan disfungsi
12

ventrikel kiri selama tidak ada indikasi kontra. Pemberian penyekat beta
pada pasien dengan riwayat pengobatan penyekat beta kronis yang
datang dengan SKA tetap dilanjutkan. Beberapa penyekat beta yang
sering dipakai dalam praktek klinik dapat dilihat pada tabel
b. Nitrat
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang
mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir diastolik
ventrikel kiri sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. Efek
lain dari nitrat adalah dilatasi pembuluh darah koroner baik yang normal
maupun yang mengalami aterosklerosis.
1) Nitrat oral atau intravena efektif menghilangkan keluhan dalam fase
akut dari episode angina.
2) Pasien dengan UAP/NSTEMI yang mengalami nyeri dada berlanjut
sebaiknya mendapat nitrat sublingual setiap 5 menit sampai maksimal
3 kali pemberian, setelah itu harus dipertimbangkan penggunaan nitrat
intravena jika tidak ada kontra indikasi
3) Nitrat intravena diindikasikan pada iskemia yang persisten, gagal
jantung, atau hipertensi dalam 48 jam pertama UAP/NSTEMI.
Keputusan menggunakan nitrat intravena tidak boleh menghalangi
pengobatan yang terbukti menurunkan mortalitas seperti penyekat
beta atau angiotensin converting enzymes inhibitor (ACE-I)
4) Nitrat tidak diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90
mmHg atau >30 mmHg di bawah nilai awal, bradikardia berat (<50
kali permenit), takikardia tanpa gejala gagal jantung, atau infark
ventrikel kanan
5) Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien yang telah mengkonsumsi
inhibitor fosfodiesterase: sidenafil dalam 24 jam, tadalafil dalam 48
jam. Waktu yang tepat untuk terapi nitrat setelah pemberian vardenafil
belum dapat ditentukan.
13

c. Antagonis Kalsium
Nifedipin dan amplodipin mempunyai efek vasodilator arteri dengan
sedikit atau tanpa efek pada SA Node atau AV Node. Sebaliknya
verapamil dan diltiazem mempunyai efek terhadap SA Node dan AV
Node yang menonjol dan sekaligus efek dilatasi arteri. Semua CCB
tersebut di atas mempunyai efek dilatasi koroner yang seimbang. Oleh
karena itu CCB, terutama golongan dihidropiridin, merupakan obat
pilihan untuk mengatasi angina vasospastik. Studi menggunakan CCB
pada UAP dan NSTEMI umumnya memperlihatkan hasil yang seimbang
dengan penyekat beta dalam mengatasi keluhan angina.
a. CCB dihidropiridin direkomendasikan untuk mengurangi gejala bagi
pasien yang telah mendapatkan nitrat dan penyekat beta
b. CCB non-dihidropiridin direkomendasikan untuk pasien NSTEMI
dengan indikasi kontra terhadap penyekat beta
c. CCB nondihidropiridin (long-acting) dapat dipertimbangkan sebagai
pengganti terapi penyekat beta
d. CCB direkomendasikan bagi pasien dengan angina vasospastik
e. Penggunaan CCB dihidropiridin kerja cepat (immediate-release) tidak
direkomendasikan kecuali bila dikombinasi dengan penyekat beta.

Obat Anti Agregas Trombosit/ Anti Platelet


a. Aspirin
Banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat mengurangi
angka kematian jantung dan mengurangi infark fatal maupun non fatal
dari 51% sampai 72% pada pasien dengan angina tak stabil .
Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanpa kontraindikasi
dengan dosis loading 150-300 mg dan dosis pemeliharaan 75-100 mg
setiap harinya untuk jangka panjang, tanpa memandang strategi
pengobatan yang diberikan.
14

b. Penghambat Reseptor Adenosindiphospate


Penghambat reseptor Adenosindiphospate (ADP) perlu diberikan
bersama aspirin sesegera mungkin dan dipertahankan selama 12 bulan
kecuali ada kontraindikasi seperti risiko perdarahan berlebih.
Penghambat pompa proton (sebaiknya bukan omeprazole)
diberikan bersama DAPT (dual antiplatelet therapy - aspirin dan
penghambat reseptor ADP) direkomendasikan pada pasien dengan
riwayat perdarahan saluran cerna atau ulkus peptikum, dan perlu
diberikan pada pasien dengan beragam faktor risiko seperti infeksi H.
pylori, usia =65 tahun, serta konsumsi bersama dengan antikoagulan atau
steroid.
Penghentian penghambat reseptor ADP lama atau permanen dalam
12 bulan sejak kejadian indeks tidak disarankan kecuali ada indikasi
klinis
c. Ticagrelor
Ticaglerol direkomendasikan untuk semua pasien dengan risiko
kejadian iskemik sedang hingga tinggi (misalnya peningkatan troponin)
dengan dosis loading 180 mg, dilanjutkan 90 mg dua kali sehari.
Pemberian dilakukan tanpa memandang strategi pengobatan awal.
Pemberian ini juga dilakukan pada pasien yang sudah mendapatkan
clopidogrel (pemberian clopidogrel kemudian dihentikan)
d. Clopidogrel
Clopidogrel direkomendasikan untuk pasien yang tidak bisa
menggunakan ticagrelor. Dosis loading clopidogrel adalah 300 mg,
dilanjutkan 75 mg setiap hari . Pemberian dosis loading clopidogrel 600
mg (atau dosis loading 300 mg diikuti dosis tambahan 300 mg saat IKP)
direkomendasikan untuk pasien yang dijadwalkan menerima strategi
invasif ketika tidak bisa mendapatkan ticagrelor
Dosis pemeliharaan clopidogrel yang lebih tinggi (150 mg setiap
hari) perlu dipertimbangkan untuk 7 hari pertama pada pasien yang
dilakukan IKP tanpa risiko perdarahan yang meningkat
15

Pada pasien yang telah menerima pengobatan penghambat reseptor


ADP yang perlu menjalani pembedahan mayor non-emergensi
(termasukCABG), perlu dipertimbangkan penundaan pembedahan selama 5
hari setelah penghentian pemberian ticagrelor atau clopidogrel bila secara
klinis memungkinkan, kecuali bila terdapat risiko kejadian iskemik yang
tinggi .

Ticagrelor atau clopidogrel perlu dipertimbangkan untuk diberikan


(atau dilanjutkan) setelah pembedahan CABG begitu dianggap aman. Tidak
disarankan memberikan aspirin bersama NSAID (penghambat COX2
selektif dan NSAID non-selektif).

Penghambat Reseptor Glikoprotein IIb/IIIa

Pemilihan kombinasi agen antiplatelet oral, agen penghambat reseptor


glikoprotein IIb/IIIa dan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko kejadian
iskemik dan perdarahan. Penggunaan penghambat reseptor glikoprotein
IIb/IIIa dapat diberikan pada pasien IKP yang telah mendapatkan DAPT
dengan risiko tinggi (misalnya peningkatan troponin, trombus yang terlihat)
apabila risiko perdarahan rendah. Agen ini tidak disarankan diberikan secara
rutin sebelum angiografi atau pada pasien yang mendapatkan DAPT yang
diterapi secara konservatif.

Antikogulan
Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet secepat
mungkin.

a. Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yang


mendapatkan terapi antiplatelet.
b. Pemilihan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko perdarahan dan
iskemia, dan berdasarkan profil efikasi-keamanan agen tersebut.
c. Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki profil keamanan berbanding
risiko yang paling baik. Dosis yang diberikan adalah 2,5 mg setiap hari
secara subkutan.
16

d. Bila antikoagulan yang diberikan awal adalah fondaparinuks,


penambahan bolus UFH (85 IU/kg diadaptasi ke ACT, atau 60 IU untuk
mereka yang mendapatkan penghambat reseptor GP Iib/IIIa) perlu
diberikan saat IKP.
e. Enoksaparin (1 mg/kg dua kali sehari) disarankan untuk pasien dengan
risiko perdarahan rendah apabila fondaparinuks tidak tersedia.
f. Heparin tidak terfraksi (UFH) dengan target aPTT 50-70 detik atau
heparin berat molekul rendah (LMWH) lainnya (dengan dosis yang
direkomendasikan) diindaksikan apabila fondaparinuks atau
enoksaparintidak tersedia.
g. Dalam strategi yang benar-benar konservatif, pemberian antikoagulasi
perlu dilanjutkan hingga saat pasien dipulangkan dari rumah sakit.
h. Crossover heparin (UFH and LMWH) tidak disarankan.

Kombinasi Antiplatelet dan Antikoagulan


a. Penggunaan warfarin bersama aspirin dan/atau clopidogrel meningkatkan
risiko perdarahan dan oleh karena itu harus dipantau ketat.
b. Kombinasi aspirin, clopidogrel dan antagonis vitamin K jika terdapat
indikasi dapat diberikan bersama-sama dalam waktu sesingkat mungkin
dan dipilih targen INR terendah yang masih efektif.
c. Jika antikoagulan diberikan bersama aspirin dan clopidogrel, terutama
pada penderita tua atau yang risiko tinggi perdarahan, target INR 2- 2,5
lebih terpilih.

Inhibitor ACE dan Penghambat Reseptor Angiotensin


Inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) berguna dalam mengurangi
remodeling dan menurunkan angka kematian penderita pascainfark-miokard
yang disertai gangguan fungsi sistolik jantung, dengan atau tanpa gagal
jantung klinis. Penggunaannya terbatas pada pasien dengan karakteristik
tersebut, walaupun pada penderita dengan faktor risiko PJK atau yang telah
terbukti menderita PJK, beberapa penelitian memperkirakan adanya efek
antiaterogenik.
17

a. Inhibitor ACE diindikasikan penggunaannya untuk jangka panjang,


kecuali ada indikasi kontra, pada pasien dengan fraksi ejeksi ventrikel
kiri =40% dan pasien dengan diabetes mellitus, hipertensi, atau penyakit
ginjal kronik (PGK).
b. Inhibitor ACE hendaknya dipertimbangkan pada semua penderita selain
seperti di atas. Pilih jenis dan dosis inhibitor ACE yang telah
direkomendasikan berdasarkan penelitian yang ada.
c. Penghambat reseptor angiotensin diindikasikan bagi pasien infark
mikoard yang intoleran terhadap inhibitor ACE dan mempunyai fraksi
ejeksi ventrikel kiri =40%, dengan atau tanpa gejala klinis gagal jantung.

Statin
Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa
mempertimbangkan modifikasi diet, inhibitor hydroxymethylglutary-
coenzyme A reductase (statin) harus diberikan pada semua penderita
UAP/NSTEMI, termasuk mereka yang telah menjalani terapi revaskularisasi,
jika tidak terdapat indikasi kontra. Terapi statin dosis tinggi hendaknya
dimulai sebelum pasien keluar rumah sakit, dengan sasaran terapi untuk
mencapai kadar kolesterol LDL <100 mg/dL. Menurunkan kadar kolesterol
LDL sampai <70 mg/dL mungkin untuk dicapai.

3. Non Medikamentosa
Selain dengan mengkonsumsi obat-obatan juga diperlukan terapi non
medikamentosa terhadap faktor risiko yaitu
a. Penurunan kolesterol LDL pada psien yang jelas menderita PJK atau
dicurigai menderita PJK dengan LDL antara 100-129 mg/dl, dengan
target LDL adalah dibawah 100 mg/dl
b. Merubah gaya hidup (berhenti merokok, olahraga teratur, menurunkan
berat badan, penyesuaian diet dan lain-lain)
c. Penurunan BB dan peningkatan latihan pada sindrom metabolik
18

I. Pencegahan
Dalam kebanyakan kasus, pencegahan terbaik adalah mencegah sesuatu
yang dapat menyebabkan serangan angina tersebut. Mulai dari mengontrol
berat badan, kadar kolesterol darah, tekanan darah, merokok, aktivitas yang
berlebih dan lain-lain yang menjadi penyebab timbulnya angina pektoris. Jika
ia telah diberi obat darah tinggi oleh dokter, kepatuhan adalah suatu keharusan
dan harus menjadi prioritas
J. Prognosis
Umumnya pasien dengan angina pektoris dapat hidup bertahun-tahun
dengan hanya sedikit pembatasan dalam kegiatan sehari-hari. Mortalitas
bervariasi dari 2% - 8% setahun. Apalagi dengan angina pectoris stabil dimana
hanya dengan beristirahat sudah dapat sembuh dan angka kematianpun akan
sangat kecil kemungkinannya.
Faktor yang mempengaruhi prognosis adalah beratnya kelainan
pembuluh koroner. Pasien dengan penyempitan di pangkal pembuluh koroner
kiri mempunyai mortalitas 50% dalam lima tahun. Hal ini jauh lebih tinggi
dibandingkan pasien dengan penyempitan hanya pada salah satu pembuluh
darah lainnya. Juga faal ventrikel kiri yang buruk akan memperburuk
prognosis. Dengan pengobatan yang maksimal dan dengan bertambah
majunya tindakan intervensi dibidang kardiologi dan bedah pintas koroner,
harapan hidup pasien angina pektoris menjadi jauh lebih baik.
19

BAB III
KESIMPULAN

Angina pektoris, atau angina, adalah gejala dari nyeri dada atau tekanan
yang terjadi saat jantung tidak menerima cukup darah dan oksigen untuk
memenuhi kebutuhannya. Angina pectoris terdiri dari tiga macam yaitu angina
pektoris stabil, variant angina dan angina pektoris tak stabil, dimana terdapat
klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA) dikatakan grade I jika
Asimtomatik dengan aktivitas fisik biasa, grade II Simtomatik dengan aktivitas
fisik biasa, grade III Simtomatik dengan aktivitas fisik yang ringan, grade IV
Simtomatik saat istirahat.
Manifestasi klinis yang timbul pada penderita angina, penderita mengeluh
nyeri dada yang beragam bentuk dan lokasinya. Lokasinya biasanya di dada,
substernal atau sedikit dikirinya, dengan penjalaran ke leher, rahang, bahu kiri
sampai dengan lengan dan jari-jari bagian ulnar, punggung/ pundak kiri. Kualitas
nyeri biasanya merupakan nyeri yang tumpul seperti rasa tertindih/ berat di dada,
rasa desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah diafragma, seperti di remas-
remas atau dada mau pecah dan biasanya pada keadaan berat disertai keringat
dingin, lemas dan sesak napas serta perasaan takut mati. Nyeri berhubungan
dengan aktivitas yang akan hilang dengan istirahat, tapi tak berhubungan dengan
gerakan pernapasan atau gerakan dada ke kiri dan ke kanan. Nyeri juga dapat
dipicu oleh stres fisik ataupun emosional.
Diagnosis ditegakkan dengan melakukan anamnesis terperinci mengenai
keluhan utama yang dirasakan. Untuk membedakan Angina Pektoris stabil dan tak
stabil dilihat dari awitan nyeri dadanya, sedangkan untuk untuk penyebab nyeri
dipertimbangkan apakah berasal dari jantung (akibat iskemi miokard) atau akibat
kondisi di luar jantung.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada angina pektoris yaitu
Elektrokargiografi (EKG), Ekokardiografi, Pemeriksaan Marka Jantung, Foto
Thoraks, Uji Latih.
20

Penatalaksaan awal sangat dibutuhkan pada pasien angina ketika terjadi


serangan yaitu dengan tirah baring, oksigenasi harus harus diberikan sesegera
mungkin bagi mereka dengan saturasi oksigen arteri <95% atau yang mengalami
distres respirasi, Oksigenasi dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam
pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi oksigen arteri, Aspirin 160-320 mg
diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui intoleransinya terhadap
aspirin. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate), Dosis awal ticagrelor
yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 2 x 90
mg/hari kecuali pada pasien STEMI yang direncanakan untuk reperfusi
menggunakan agen fibrinolitik atau, dosis awal clopidogrel adalah 300 mg
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 75 mg/hari, nitrogliserin (NTG)
spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang masih berlangsung
saat tiba di ruang gawat darurat. Jika nyeri dada tidak hilang dengan satu kali
pemberian, dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga kali. Morfin
sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi pasien yang tidak
responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual
21

DAFTAR PUSTAKA

Dimattia. S. T. 2012. Prosedur Diagnostik Penyakit Kardiovaskular Dalam:


Sylvia, A. P., Lorraine, M. W (ed). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 6, Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015. Pedoman


Tatalaksana Sindrom Koroner Akut Edisi 3. Jakarta: Centra Comunication

Rahman. A. M. 2009. Angina Pectoris Stabil Dalam: Aru, W. S., Bambang, S.,
Idrus, A., Marcellus, S. K., Siti, S (ed). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi 5, Jilid I. Jakarta: Interna Publishing.

Trisnohadi. H. B . 2009. Angina Pektoris tak stabil Dalam: Aru, W. S.,


Bambang, S., Idrus, A., Marcellus, S. K., Siti, S (ed). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi 5, Jilid I. Jakarta: Interna Publishing.

Tumade. B., Jim. L. E., Joseph. V. F. F. 2016. Prevalensi Sindrom Koroner Akut
di RSUP Prof Dr. R. P. Kamdou Manado Periode 1 Januari 2014 sampai 31
Desember 2014. Jurnal E-Clinic. Vol. 4 No.1

Anda mungkin juga menyukai