Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Divertikulitis adalah peradangan yang terjadi pada divertikulum atau


divertikula, yang umumnya sering disertai dengan adanya perforasi mikroskopis
maupun makroskopis. Divertikulum sendiri merupakan kantong kecil yang
terbentuk dan terdorong keluar melalui titik-titik lemah pada dinding kolon,
apabila jumlah kantong tersebut lebih dari satu maka dapat disebut sebagai
divertikula. Sedangkan istilah divetikulosis atau penyakit divertikular digunakan
untuk menggambarkan adanya divertikula yang tidak meradang (uninflamed
diverticula).1,2
Secara anatomis, divertikula digambarkan sebagai balloon-herniation
dari mukosa kolon yang dapat terjadi pada setiap bagian kolon, namun 95% dari
insidensi divertikula selalu melibatkan kolon sigmoid.3 Banyak pasien yang tidak
menyadari keberadaan divertikulosis karena sering kali bersifat asimptomatis.
Terkadang timbul keluhan seperti kram pada perut, kembung atau konstipasi.
Divertikulosis sering ditemukan pada saat melakukan pemeriksaan penunjang
untuk penyakit lain, seperti pada saat pemeriksaan kolonoskopi untuk screening
penyakit kanker.4
Divertikulitis juga dapat terjadi pada divertikel meckel, yaitu kelainan
kongenital yang umum terjadi pada usus halus, yang terbentuk akibat kegagalan
obliterasi duktus vitelline (omphalomesentric). Divertikel meckel ditemukan 2
kaki (45-60 cm) dari valvula ileocecal bauhini. Di dalam divertikulum tersebut
terdapat minimal 2 jaringan heteropik seperti mukosa lambung, jaringan pankreas,
kolon, dan intestinal lainnya. Divertikel meckel berukuran 2 inchi ini biasanya
ditemukan secara tidak sengaja. Komplikasi yang paling umum terjadi pada anak-
anak yaitu perdarahan yang disebabkan oleh ulkus pada ileum normal yang
lokasinya berdekatan dengan muskosa lambung divertikulum (produksi asam
lambung), sedangkan divertikulitis dan obstruksi merupakan komplikasi yang
jarang ditemukan dan umumnya terjadi pada orang dewasa.5

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embriologi dan Anatomi

2.1.1 Embriologi Usus

Pada mudigah 5 minggu, midgut tergantung pada dinding abdomen dorsal


oleh sebuah mesenterium pendek dan berhubungan dengan yolk sac melalui
duktus vitelinus atau yolk stalk. Seluruh midgut mendapat suplai darah dari arteri
vitelline dextra yang kemudian akan menjadi arteri mesenterika superior.
Kemudian, perkembangan midgut ditandai oleh pemanjangan cepat usus dan
mesenteriumnya sehingga terbentuk lengkung usus primer. Di puncaknya,
lengkung tetap berhubungan langsung dengan yolk sac melalui duktus vitelinus
yang semakin menyempit. Bagian sefalik dari lengkung berkembang menjadi
bagian distal duodenum, jejenum, dan sebagian ileum, sedangkan bagian kaudal
menjadi bagian bawah ileum, sekum, appendiks, kolon asendens dan dua pertiga
proksimal kolon tranversum.
Pada minggu ke-6 sampai minggu ke-10, bersamaan dengan pertambahan
panjangnya, lengkung usus primer berputar mengelilingi suatu sumbu yang
dibentuk oleh arteri mesenterika superior. Perputaran ini berlawanan arah jarum
jam, dan besarnya 270 sampai selesai. Sewaktu rotasi, lengkung usus halus terus
memanjang, jejenum dan ileum membentuk sejumlah lengkung berbentuk
kumparan, sedangkan usus besar juga memanjang namun tidak ikut membentuk
kumparan. Pada saat yang bersamaan duktus vitelinus akan menutup dan
kemudian tali fibrosa akan diabsorbsi. Apabila duktus vitelinus tidak menutup
sempurna maka akan terbentuk divertikel meckel. Mulanya lengkung usus akan
mengalami rotasi 90 dan masuk ke rongga esktraembrional di tali pusat.
Kemudian pada minggu ke-11 dan ke-12, lengkung usus mengalami rotasi 180
dan akam kembali ke dalam rongga abdomen. 10

2
Gambar 1. Development of The Midgut: General Introduction
Review of Medical Embriology Book by Ben Panksy, Ph.D, M.D.

3
2.1.1 Anatomi Usus Halus

Usus halus memiliki tiga bagian yaitu duodenum (25-3- cm), jejenum (2/5
panjang total) dan ileum (3/5 panjang total). Duodenum berawal di pylorus
lambung dan berakhir pada fleksura denojejunalis. Selain bagian pertamanya (pars
superior), duodenum menetap pada posisi retroperitoneal dan terpisah dari bagian
usus halus lainnya. Sebaliknya, bagian yang tergulung intraperitoneal yaitu
jejenum dan ileum tidak dapat dipisahkan secara makroskopis dan mencapai
bagian distal menuju valva iliocaecalis (katup bauhini) saat transisi menjadi usus
besar. Diverikulum meckel biasanya terletak pada ileum sekitar 100 cm di
proksimal valva iliocaecalis pada sisi berlawanan dengan mesenterium.
Divertikula meckel dapat berisi mukosa lambung diseminata dan bilang meradang
atau mengalami perdarahan, dapat menyerupai gejala apendisitis.11

Gambar 2. Divertickel Meckel

2.1.3 Anatomi Usus Besar

Usus besar memiliki panjang sekitar 1,5 m dan teridiri dari empat bagian,
yaitu caecum dengan apendiks vermiformis, kolon (kolon ascendens, kolon
transversum, kolon descendens, dan kolon sigmoideum), rektum dan canalis
analis. Caecum dengan apendiks vermiformis, kolon transversum, dan kolon
sigmoideum terletak intraperitoneal dan memiliki mesenterium sendiri. Kolon
ascendens, kolon descendens dan sebagian besar rektum merupakan organ

4
retroperitoneal, sedangkan rektum distal dan canalis merupakan organ
subperitoneal.11
Divertikula pada kolon didapat melalui herniasi mukosa kolon, yang
menonjol melalui mukosa sirkuler pada titik dimana pembuluh darah memberikan
vaskularisasi pada dinding kolon. Divertikula cenderung muncul diantara barisan
otot longitudinal, yang terkadang diliputi oleh appendices epiploicae. Pada rektum
dengan susunan otot yang lengkap tidak dapat terbentuk divertikula. 8 Divertikula
banyak ditemukan pada kolon sigmoid dikarenakan jumlah sel absortif kolumnar
pada epitel kolon semakin ke distal semakin banyak, hal tersebut menyebabkan
konsistensi feses akan semakin pada di kolon distal. Konsistensi feses juga
berkaitan dengan konsumsi serat harian, semakin sedikit konsumsi serat, feses
akan semakin keras dan lebih susah untuk di defekasi sehingga dapat
menimbulkan tekanan intrakolon yang tinggi.1

Gambar 3. Divertikula

2.2 Epidemiologi

Divertikulosis jarang terjadi di negara-negara berkembang, tetapi umum


terjadi di negara barat dan negara industri, dikarenakan terdapat perbedaan jumlah
asupan serat harian. Ada variasi geografis yang mendalam antara Asia dan negara-
negara barat dengan prevalensi dan patofisiologi divertikulosis. Pada pasien Asia
divertikulosis ditemukan pada bagian proksimal kolon sedangkan pada pasien
negara-negara barat divertukolisis sering ditemukan pada bagian kolon distal.6,8

5
Prevalensi divertikulosis hampir sama pada laki-laki maupun perempuan
dan meningkat seiring dengan pertambahan usia, mulai dari 10% pada orang
dewasa muda di bawah 40 tahun hingga 50-70% pada pasien dengan usia 80
tahun ke atas. Sebanyak 80% pasien yang mengalami divertikulitis rata-rata
berusia di atas 50 tahun.1,7 Diperkirakan sekitar 20% pasien dengan divertikulosis
akan mengalami komplikasi inflamasi mulai dari pembentukan abses, perforasi
dan perdarahan pada serangan akut, hingga obstruksi serta pembentukan fistula
pada keadaan kronis.6 Estimasi tingkat mortalitas divertikulosis di Eropa sebesar
23.600 kematian pertahun.7
Divertikel meckel ditemukan pada 2% penduduk dengan rasio pada laki-
laki dan perempuan sebesar 2:1. Komplikasi divertikel meckel hanya terlihat pada
5% dari penderita kelainan kongenital ini dan biasanya muncul pada usia 2 tahun.
Sebagian besar penderita berasal dari ras kulit putih. Komplikasi divertikulitis
kebanyakan baru dijumpai saat pasien telah dewasa.5,9

2.3 Etiologi
Berikut adalah faktor-faktor resiko yang membuat seseorang lebih rentan
terhadap divertikula, yaitu:1

a) Ras dan Diet


Divertikula dianggap sebagai penyakit penduduk negara barat (Disease of
Western Civilization) karena divertikulosis sangat umum terjadi di negara-negara
barat terutama negara industri. Sebaliknya, divertikulosis sangat jarang ditemukan
pada daerah Asia maupun Afrika karena kecenderungan konsumsi serat yang lebih
tinggi dibandingkan konsumsi serat penduduk barat. Asupan serat dianggap
sebagai faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya divertikulosis. Dengan diet
tinggi serat, maka konsistensi feses akan lebih lunak dan dapat dengan mudah di
evakuasi oleh usus. Sebalinya apabila asupan serat kurang, maka feses akan
memiliki konsistensi yang lebih padat dan keras serta dapat mengakibatkan waktu
transit pada gastrointestinal semakain panjang. Pada akhirnya hal tersebut akan
menimbulkan segmentasi dan hipertrofi dari muskularis dinding kolon dan

6
menyebabkan peningkatan tekanan intrakolon. Peningkatan tekanan intrakolon
dapat memicu terbentuknya divertikula pada dinding kolon.1,2,3,6,8
Penelitian lain menyatakan bahwa korelasi antara diet rendah serat dengan
terjadinya divertikulosis masih bias dan tidak cukup signifikan. Penelitian tersebut
berfokus pada peran neurotransmiter serotonin. Penurunan kadar neurotransmiter
serotonin dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan relaksasi dan
meningkatnya spasme otot pada dinding kolon. Namun masih dibutuhkan
penelitian lebih lanjut terkait hubungan neurotransmiter serotonin dengan kejadian
divertikulosis.2,7

b) Usia
Usia merupakan salah satu faktor resiko dari divertikula. Seiring
bertambahnya usia, maka organ-organ tubuh akan mengalami penurunan fungsi
sehingga akan mudah ditemukan daerah lemah pada dinding kolon. Daerah lemah
tersebut berpotensi memicu timbulnya divertikula pada orang tua terutama pada
usia 50 tahun ke atas.2

c) Aktivitas Fisik Kurang dan Obesitas


Berdasarkan penelitian yang dilakukan Miguel Afonso et al, BMI
merupakan faktor resiko independent terjadinya divertikulosis selain usia. BMI
dengan kriteria obese sangat berkaitan erat dengan aktivitas fisik masing-masing
induvidu, apabila aktivitas fisik kurang maka individu tersebut akan cenderung
memiliki BMI yang tinggi. Beberapa pebelitian lain juga menunjukkan bahwa
pasien dengan perforasi dan divertikulitis rekuren secara signifikan menujukkan
korelasi dengan obesitas.
Lemak viseral berhubungan dengan peningkatan kadar serum beberapa
sitokin pro-inflamasi, dimana inflamasi memegang peran penting di dalam
patogenesis divertikulitis dan komplikasinya. Penelitian fisiologis pada
divertikulitis kolon sinistra menunjukkan adanya penurunan aksi saraf non
adrenergik non kolinergik inhibitor oleh nitric oxide, yang menginduksi
peningkatan tekanan intraluminal melalui segmentasi kolon. Hasil yang sama juga
ditemukan pada divertikulosis pada kolon dextra. Lemak viseral adalah salah satu

7
yang dapat menyebabkan induksi sintesis nitric oxide, sehingga disinilah
kemungkinan mekanisme hubungan antara lemak viseral dengan pembetukan
divertikula.7

d) NSAID
NSAID telah banyak diketahui memiliki efek samping pada saluran
pencernaan atas, begitu pula obat-obat tersebut dapat menyebabkan komplikasi
pada saluran pencernaan bawah. Sejumlah penelitian case-control study
menunjukkan signifikansi pada prevalensi divertikulosis yang lebih tinggi pada
penggunaan NSAID bila dibandingkan dengan kontrol. NSAID dapat merusak
kolon baik dengan cidera topikal langsung maupun melalui gangguan sintesis
prostaglandin sebagai penjaga integritas mukosa. NSAID juga dapat
meningkatkan permeabilitas sehingga memungkinkan terjadinya influks bakteri
dan toksin ke dalam divertikula yang dapat meingkatkan resiko terjadinya
divertikulitis.12

2.4 Patofisiologi
Divertikula terbentuk oleh karena adanya bagian lemah pada dinding usus
yang merupakan tempat penetrasi vasa recta pada otot polos kolon. Teori yang
paling banyak diterima adalah teori mengenai peran asupan serat dalam
pembentukan konsistensi feses. Semakin kecil volume feses maka akan
menyebabkan perubahan motilitas usus sehingga terjadi peningkatan tekanan
intaluminal. Tekanan intraluminal yang tinggi disebabkan oleh karena adanya
segmentasi, yaitu proses dimana kontraksi otot polos memisahkan usus ke dalam
kompartemen fungsional yang berbeda. Hal tersebut sesuai dengan hukum
Laplace sebagai berikut.6

P (Pressure) = T (Wall Tension) / r (Radius)

Berdasarkan hukum tersebut, tekanan intraluminal berbanding terbalik dengan


diameter lumen, sehingga kejadian terbanyak dari divertikula ini timbul pada
kolon sigmoid yang memiliki diameter terkecil dengan tekanan intaluminal yang

8
paling besar. Pada pemeriksaan spesimen bedah dan post mortem ditemukan
bahwa terjadi penebalan lipatan kolon yang tampak kontraksi pada pasien dengan
divetikulosis, yang disebut dengan istilah mychosis.

Tabel 1. Tahapan terjadinya divertikulosis.6


Stage 0 Development of diverticular disease
Stage I Asymptomatic disease
Stage II Symptomatic disease
a. Single episode
b. Reccurent
c. Chronic (pain, diarrhea, IBD overlap/SCAD)
Stage III Complicated
- Abscess
- Phlegmon
- Obstruction
- Fistulization
- Bleeding
- Sepsis
- Stricture

Patogenesis divertikulitis masih belum jelas, namun leher divertikula yang


sempit dapat dengan mudah terhalang oleh feses sehingga dapat terjadi statis atau
obstruksi. Obstruksi pada leher divertikula dapat menyebabkan terjadinya distensi
kantung divertikula dan pertumbuhan bakteri yang berlebih akibat terdapatnya
suasana yang baik untuk pertumbuhan bakteri anaerob seperti bacteroides,
peptostreptococcus, clostridium dan fusobacterium. Selain itu, divertikulitis juga
dapat disebabkan oleh karena berkurangnya jumlah flora normal pada kolon.
Obstruksi kolon tingkat tinggi, meskipun jarang, dapat mengakibatkan
pembentukan abses, edema ataupun striktur setelah serangan berulang dari
diverticulitis. Adanya statis dan obstruksi pada divertikula juga dapat
menimbulkan gangguan vaskular yang dapat menyebabkan iskemi jaringan lokal
(temuan tampak seperti pada kejadian apendisitis) bahkan dapat terjadi perforasi
pula. Peritonitis generalisata terjadi akibat perforasi divertikula maupun abses
peridiverticular (12% pasien).1,3,6

9
Gambar 4. Obstruksi Fekal pada Divertikula

Komplikasi dari diverticulitis dapat lebih berat pada pasien


immunocompromised, termasuk pada pasien yang melakukan transplantasi organ,
pasien HIV dan juga orang-orang yang sering mengkonsumsi obta-obatan
kortikosteroid. Pasien dengan immunocompromise memiliki tanda dan gejala yang
atipikal, sehingga lebih seperti kejadian perforasi bebas dan cenderung kurang
responsif terhadap pengobatan konservatif, serta memiliki resiko pasca operasi
yang lebih tinggi.1

2.5 Gambaran Klinis

Gambaran klinis dari divertikulitis bervariasi sesuai tingkat keparahannya,


Divertikulitis simpel akut manifestasi klinisnya menyerupai apendisitis namun
berada di perut kiri. Nyeri pada perut kiri merupakan tanda yang paling umum
dari divertikulitis, tiba-tiba muncul dan menjadi parah. Terkadang, nyeri perut

10
ringan muncul dan semakin memburuk pada beberapa hari berikutnya. Sifat nyeri
divertikulitis adalah fluktuatif. Meskipun hanya terjadi inflamasi lokal, namun
tanda dan gejala nyeri dapat dirasakan hingga ke selutuh lapang perut seperti
peritonitis. Massa divertikula sigmoid mungkin dapat teraba melalui rektum.
Adanya peningkatan suhu dan tingginya sel leukosit juga dapat menggambarkan
terjadinya proses inflamasi. Gejala yang dapat muncul juga apabila terjadi
irritable bowel syndrome adalah distensi, kembung dan sensasi berat pada perut
kiri bawah. 2,3,8
Selain tanda dan gejala tersebut, divertikulitis juga dapat disertai dengan
demam dan menggigil, mual dan muntah, perubahan buang air besar (konstipasi
atau diare), serta perdarahan divertikular. Apabila sudah terjadi perdarahan
divertikular, maka dapat timbul gejala lemah, pusing dan kram perut. Komplikasi
lain dari divertikulitis adalah timbulnya abses, perforasi yang dapat memicu
peritonitis, obstruksi, serta fistula ke kandung kemih (sistisis, ISK berulang), ke
vagina (keluar feses dari vagina), ke usus halus (diare). 2,6

2.6 Diagnosa
Sebagian besar pasien hadir dengan nyeri perut kiri bawah dan nyeri tekan
baik dengan atau tanpa demam serta leukositosis. Efek massa juga tidak selalu
timbul pada pemeriksaan fisik. Oleh karena itu dibutuhkan bantuan dari
pemeriksaan penunjang sesuai dengan skema klasifikasi pasien dengan
divertikulitis akut menurut The European Assosiation for Endoscopic Surgeons
(EAES) sebagai berikut.6

11
Tabel 2. EAES Clinical Classification
Clinical Description Recommended
Diagnostic Testing
Grade I Fever, crampy abdominal pain Colonoscopy
Symptomatic, Barium enema
Uncomplicated (to rule out
Disease malignancy, colitis)
Grade II Recurrence of fever, crampy CT Scan
Reccurent, abdominal pain Barium enema
Symptomatic
Disease

Grade III Abscess CT Scan


Complicated Disease Hemorrhage
Obstruction
Fistula
Phlegmon
Purulent and fecal peritonitis
Sepsis
Stricture

Staging tingkat keparahan divertikulitis dapat dinilai dengan menggunakan


kriteria Hinchey, meskipun sistem klasifikasi ini tidak memperhitungkan efek dari
kondisi yang sudah ada pada tingkat keparahan tertentu. Pasien dengan stadium 1
memiliki divertikula yang berukuran kecil, terbatas pada pericolic atau
mesenterika abses, sedangkan pasien dengan diverikulitis stadium 2 memiliki
abses yang lebih besar dan biasanya terbatas pada panggul. Stadium 3
diverticulitis, atau perforasi divertikulitis, hadir ketika abses peridiverticular telah
pecah dan menyebabkan peritonitis purulen. Pecahnya divertikula yang tidak
mengalami inflamasi dan obstruksi secara bebas ke dalam rongga peritoneum
bersamaan dengan kontaminasi feses yang disebut dengan free ruptur
menandakan divertikulitis stadium 4 dan memiliki resiko yang paling tinggi.
Resiko kematian kurang dari 5% pada pasien dengan stadium 1 atau 2
divertikulitis, sekitar 13% bagi pasien dengan stadium 3, serta 45% bagi penderita
divertikulitis stadium 4.1

12
Gambar 5. Hinchey Classification Scheme

2.6.1 Barium Enema


Barium enema yang digunakan adalahh low-pressure-gentle enema dengan
kontras yang larut dalam air (gastrografin). Barium enema dapat menunjukkan
divertikula, edema mukosa, ketidakberaturan lumen usus, dan ekstravasai kontras.
Pemeriksaan penunjang ini juga dapat menunjukkan adanya obstruki sigmoid dan
jugafistula pada organ yang berdekatan dengan munculnya kontras extraluminal
serta adanya udara bebas yang berarti menujukkan parahnya divertikulitis.

13
Namun pemilihan barium sebagai kontras harus dipertimbangkan apabila
telah adanya indikasi ruptur pada divertikula. Barium yang masuk ke dalam
rongga peritoneum akan melindungi bakteri dan meningkatkan virulensinya.
Barium yang sudah terlanjur masuk ke dalam rongga peritonium tidak akan
mudah dihilangkan bahkan sampai operasi berikutnya. Oleh karena itu, apabila
sudah tersedia CT Scan maka tidak ada indikasi untuk menggunakan pemeriksaan
barium enema sebagai pemeriksaan penunjang, selain untuk menentukan adanya
obstuksi atau tidak.3

2.6.1 CT Scan
Computed tomography (CT) direkomendasikan sebagai pemeriksaan
radiologis awal, yang memiliki sensitivitas tinggi (sekitar 93-97%) dan
spesifisitas mendekati 100% untuk diagnosis serta memungkinkan untuk
menggambarkan tingkatan proses pada penyakit. Sesekali, diperlukan pemakaian
kontras ketika sulit untuk membedakan antara diverticulitis dengan karsinoma,
studi kontras terbatas pada kolon descenden dan rektum dengan penggunaan
kontras yang larut dalam air. Visualisasi bahan kontras ekstra-kolon atau kontras
dalam kandung kemih akan menjadi bukti adanya perforasi usus atau fistula
colovesical. Gelembung udara dengan bentukan urinary ladder secara signifikan
menunjukkan adanya fistula.1,2
Menurut Ambrosetti et aldi Jenewa, kriteria tingkat divertikulitis akut pada
CT scan yang bermakna secara klinis ada dua, yaitu serangan sederhana dan berat.
Serangan sederhana apabila ketebalan dinding usus lebih dari 5 mm dengan tanda-
tanda peradangan dari lemak pericolic. Sedangakn pada serangan berat tampak
seperti serangam sederhana dengan ditambah adanya gas ectraluminal dan
kebocoran kontras. Klasifikasi lain disebutkan oleh Buckley seperti pada tabel
berikut.2,6

14
Tabel 3. Buckley Classification 6
CT Findings
Mild Bowel wall thickening, fat stranding
Moderate Bowel wall thickening > 3mm, phlegmon or small
abscess
Severe Bowel wall thickening > 5mm, frank perforation
with subdiaphragmatic free air, abscess > 5cm

CT scan rutin dengan kriteria berat atau parah pada pasien dengan
diverticulitis akut tidak selalu diindikasikan untuk dilakukannya oeprasi. Operasi
harus dilaukakn secara selektif terutama untuk pasien yang gagal satu atau dua
hari therapy konservatif untuk mendiagnosis abses atau fistulization. Temuan CT
scan digunakan bersama-sama dengan gambaran klinis dalam menyesuaikan
manajemen penanganan divertikulitis yang tepat. CT scan juga dapat
mengeliminasi diagnosis banding lain dengan gejala yang sama yaitu nyeri perut
bagian bawah, seperti apendistis, tubo-ovarium abses, atau crohn disease.2 Berikut
adalah beberapa contoh hasil CT Scan divertikulitis dengan 4 stage yang berbeda.
(Courtesy of dr. Erik Paulson, Departemen of Radiology, Duke University
Medical Center).1

Gambar 6. Divertikula (panah) dan adanya inflamasi serta penebalan dinding


(mata panah) pada Hinchey stage 1

15
Gambar 7. Peridivertikular abscess (dilingkari) yang ditemukan pada Hinchey
stage 2

Gambar 8. Drain dengan divertikular abses yang besar dan terbatas pada kolon,
yang merupakan gambaran Hinchey stage 3

16
Gambar 9. Perforasi bebas (panah) yang dekat dengan penebalan dinding kolon
pada Hinchey stage 3 dan 4

Kolonoskopi dan sigmoidoskopi biasanya dihindari saat dicurigai


diverticulitis akut karena adanya resiko perforasi atau eksaserbasi penyakit. Para
ahli berpendapat bahwa tes ini dapat dilakukan ketika perjalanan akut penyakit
telah diselesaikan, biasanya setelah sekitar 6 minggu, untuk menyingkirkan
adanya penyakit lain, seperti kanker dan penyakit inflamasi usus.

2.7 Diagnosa banding1,2

1. Apendisitis
2. Crohn Disease
3. Tuba-ovarium absess
4. Ovarian Torsion
5. Colorectal Ca
6. Cystitis
7. IBS
8. Ischemic Colitis
9. Mesenteric Infaction

2.8 Terapi

Terapi pada divertikulitis akut sigmoid disesuaikan dengan spectrum


seperti pada tabel berikut.3

17
Tabel 4. Acute diverticulitis sigmoid: spectrum and treatment 6
Spectrum Treatment
- Simple acute diverticulitis Antibiotics
(local phlegmon, no pus)
- Peri-colonic abscess Antibiotics
Possibly Pericutaneous drainage
Possibly Surgery
- Free perforation with purulent Surgery
or fecal peritonitis

Pada divertikulitis dengan nyeri sederhana atau yang bersifat


asimptomatis, cukup dilakuakn terapi konservatif dengan cara diberikan diet
tinggi serat (sayur, buah, roti gandum) dan meningkatkan asupan cairan. Untuk
divertikulitis akut (Hinchey stage 1) dapat diberikan antibiotik dan
mengistirahatkan usus. Sedangkan untuk Hinchey stage 2 dapat dilakukan
drainase yang dipandu oleh radiologi untuk abses lokal. Sedangkan indikasi pada
pembedahan emergency adalah apabila terjadi peritonitis generalisata, sepsis yang
tidak terkontrol, perforasi viseral yang tidak terkontrol, abses yang besar dan
undrainable, serta tidak didapatnya perubahan setelah sudah melakukan terapi
medika mentosa selama 3 hari, hal tersebut adalah karakteristik dari Hanchey
stage 3 atau 4. Teknik pembedahan dilakukan pada kasus tenterntu sebagai
berikut.1,13
1. Divertikulitis dengan komplikasi atau pada divertikulitis yang sering
kambuh dan gagal dengan terapi medikamentosa.
2. Pembedahan efektif untuk kolon sebelah kiri tanpa peritonitis atau dengan
peritonitis minimal yakni dengan cara reseksi segmen yang terlibat
kemudian anastomose primer.
3. Pembedahan emergency kolon sebelah kiri dengan peritonitis difus
dilakukan dengan cara reseksi segmen yang terlibat, tutup dengan usus
distal (yaitu rektum bagian atas) dan mengeluarkan usus proksimal sebagai
ujung kolostomi (prosedur Hartmann)

18
4. Pembedahan rumit kolon sebelah kiri (misalnya fistula kolovesika) dengan
cara reseksi, anastomosis primer (mungkin dapat menggantikan fungsi
stoma proksimal).
Pada masa lalu, tiga operasi sekuensial terpisah dilakukan pada pasien
dengan komplikasi (gambar 10), tetapi teknik pembedahan ini sudah tidak
direkomendasikan lagi untuk kebanyakan pasien karena tingginya tingkat
morbiditas dan mortalitasnya. Banyak pasien, terutama mereka yang berusia tua,
tidak pernah mendapatkan hasil kolostomi yang baik karena bebagai resiko,
termasuk kebocoran anastomosis, trauma usus kecil, herniasi akibat insisi atau
cedera iatrogenik lainnya. Sehingga banyak ahli bedah sekarang lebih suka satu
operasi bila memungkinkan, meskipun dua operasi mungkin masih diperlukan
(gambar 11).

Gambar 10. Three-Stage Operative Approach to Diverticulitis.

19
Gambar 11. Two-Stage Operative Approach to Diverticulitis.

Untuk pasien yang membutuhkan operasi darurat, status fisik dan tingkat
pra operasi disfungsi organ, secara klinis signifikan digunakan sebagai prediktor
hasil. Hipotensi pra operasi, gagal ginjal, diabetes, kekurangan gizi,
immunodefisiensi, dan ascites dikaitkan dengan penurunan survival rate.
Keputusan untuk melakukan proksimal prosedur mengalihkan didasarkan pada
penilaian dokter bedah terhadap risiko kerusakan anastomosis dan komplikasi
lainnya. Faktor-faktor lain yang dipertimbangkan termasuk status gizi pasien,
kualitas jaringan, jumlah usus yang terkontaminasi, banyaknya jumlah darah yang
hilangan, dan kondisi stabilitas intraoperatif. Reseksi dan anastomosis primer
dapat dengan aman dilakukan pada pasien tertentu, bahkan mereka yang memiliki
phlegmons, pembentukan abses dengan peritonitis lokal, difus purulen peritonitis,
obstruksi, atau fistula formation. Pada komplikasi diverticulitis kronis, termasuk
fistula, striktur atau stenosis, dan kebanyakan kasus obstruksi kolon, juga
diperlakukan pembedahan. Beberapa pasien mungkin memerlukan intervensi

20
bedah ketika mereka pertama kali hadir, tetapi dalam banyak kasus,
Kondisi dapat dikelola elektif dan dengan satu tahap operasi.1
Prosedur laparoskopi merupakan prosedur teknis menantang
dan cenderung memakan waktu lebih lama dan karena relatif sedikit
ahli bedah telah dilatih selama residensi atau persekutuan untuk melakukan itu.
Data dari acak, percobaan terkontrol terbuka terhadap kolektomi laparoskopi
belum tersedia. Namun, data pengamatan menunjukkan bahwa dibandingkan
dengan pasien yang menjalani reseksi terbuka, pasien yang menjalani reseksi
laparoskopi cenderung memiliki waktu hospitalisasi pendek, sedikit rasa sakit
pada periode pasca operasi, risiko komplikasi yang lebih kecil (termasuk
komplikasi paru seperti atelektasis), dan komplikasi lokal yang lebih sedikit.
Banyak ahli bedah sekarang menganjurkan laparoskopi reseksi untuk pasien
dengan stadium 1 atau 2, tetapi pendekatan ini diterima kurang baik untuk
tahap 3 dan 4. Kolektomi laparoskopi mungkin menjadi pendekatan bedah standar
yang tidak rumit pada diverticulitis.1

2.9 Prognosa
Penyakit divertikular merupakan penyakiut yang jinak, namun memiliki
morbiditas dan mortalitas yang sangat signifikan akibat komplikasi.13

21
BAB III
KESIMPULAN

Divertikulitis adalah peradangan yang terjadi pada divertikulum atau


divertikula, yang umumnya sering disertai dengan adanya perforasi mikroskopis
maupun makroskopis. Divertikulum sendiri merupakan kantong kecil yang
terbentuk dan terdorong keluar melalui titik-titik lemah pada dinding kolon,
apabila jumlah kantong tersebut lebih dari satu maka dapat disebut sebagai
divertikula.
Etiologi terjadinya divertikulitis adalah karena terjadinya peradangan pada
divertikula oleh karena adanya statis dan obstruksi. Divetickel meckel yaitu
divertikula yang muncul secara kongenital dapat terjadi apabila duktus vitelinus
tidak menutup sempurna pada minggu ke 6-10 embriologi. Faktor resiko dari
timbulnya divertikula pada orang dewasa antara lain karena ras dan diet, usia,
aktivitas fisik dan obesitas, serta penggunaan obat-obatan seperti NSAID.
Pada pemeriksaan klinis biasanya didapatkan nyeri pada kiri bawah yang
kurang spesifik. Biasanya tanda dan gejala muncul ketika telah terjadi komplikasi
pada divertikulitis seperti obstruksi, fistula, abses, perforasi dan juga peritonitis.
Diperlukan pemeriksaan barium enema dan CT scan untuk menegakkan diagnosis
pasti dari divertikulitis. Dengan CT Scan dapat ditentukan staging dari
divertikulitis sesuai dengan gambaran yang ditemukan.
Perawatan divertikulitis dapat dilakukan secara konservatif pada Hinchey
stage 1, kemudian dapat dilakukan dengan drainage abses pada Hinchey stage 2,
dan tindakan pembedahan pada Hinchey stage 3 dan 4. Pembedahan dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu, three-stage ataupun dengan cara twostage sesuai
dengan kondisi divertikulitis, namun yang lebih banyak dipakai adalah dengan
cara two-stage karena lebih meminimalkan resiko yang ada.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Danny O. Jacobs. Diverticulitis. The New England Journal of Medicine


357;2057, 2007.
2. National Institute of Diabetes, Dygestive and Kidney Disesae. Diverticular
Disease. National institute of Health publication No. 13-1163, 2013.
3. Moshe Schein, Ramesh Paladugn. Diverticulitis. Textbook of Surgical
Treatment: Evidence-Based and Problem Oriented. Cornell University
Medical College, Department of Surgery, New York Methodist Hospital,
New York, USA, 2001.
4. Medline Plus. Diverticulosis and Diverticulitis. U.S. National Library of
Medicine.
https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/diverticulosisanddiverticulitis.html
5. James A. Chamber. Tarascon General Surgery Pocketbook. Jones and
Barelett Learning, 2013.
6. Anish A. Sheth et al. Diverticular Disease and Diverticulitis. American
Journal of Gastroenterology 103:1550-1556, 2008.
7. Miguel Afonso et al. Visceral fat: A key factor in diverticular disease of
the colon. Portuguese Journal of Gastroenterology, Elseveier, 2011.
8. Bailey and Loves. Short Practice of Surgery 25th Edition. CRC Press,
Taylor and Francis Group, 2008.
9. Simon S. Raboniwitz. Pediatric Meckel Diverticulum. Medscape, 2015.
http://emedicine.medscape.com/article/931229-overview#a6
10. T.W. Sadler. Langman Embriologi Kedokteran, Edisi 10, EGC, 2012.
11. F. Paulsen, J. Waschke. Sobotta Atlat Anatomi Manusia Jilid 2. EGC,
2013.
12. Lisa L. Strate et al. Use of Apirin or Nonsteroidal Anti-inflammatory
Drugs Increase Risk for Divertikulitis and Diverticular Bleeding. National
Institute of Health, 2011.
13. Pierce A. Grace, Neil R. Borley. At a Glance Ilmu Bedah Edisi 3. Erlangga
Medical Center, 2006.

23

Anda mungkin juga menyukai