PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Gambar 1. Development of The Midgut: General Introduction
Review of Medical Embriology Book by Ben Panksy, Ph.D, M.D.
3
2.1.1 Anatomi Usus Halus
Usus halus memiliki tiga bagian yaitu duodenum (25-3- cm), jejenum (2/5
panjang total) dan ileum (3/5 panjang total). Duodenum berawal di pylorus
lambung dan berakhir pada fleksura denojejunalis. Selain bagian pertamanya (pars
superior), duodenum menetap pada posisi retroperitoneal dan terpisah dari bagian
usus halus lainnya. Sebaliknya, bagian yang tergulung intraperitoneal yaitu
jejenum dan ileum tidak dapat dipisahkan secara makroskopis dan mencapai
bagian distal menuju valva iliocaecalis (katup bauhini) saat transisi menjadi usus
besar. Diverikulum meckel biasanya terletak pada ileum sekitar 100 cm di
proksimal valva iliocaecalis pada sisi berlawanan dengan mesenterium.
Divertikula meckel dapat berisi mukosa lambung diseminata dan bilang meradang
atau mengalami perdarahan, dapat menyerupai gejala apendisitis.11
Usus besar memiliki panjang sekitar 1,5 m dan teridiri dari empat bagian,
yaitu caecum dengan apendiks vermiformis, kolon (kolon ascendens, kolon
transversum, kolon descendens, dan kolon sigmoideum), rektum dan canalis
analis. Caecum dengan apendiks vermiformis, kolon transversum, dan kolon
sigmoideum terletak intraperitoneal dan memiliki mesenterium sendiri. Kolon
ascendens, kolon descendens dan sebagian besar rektum merupakan organ
4
retroperitoneal, sedangkan rektum distal dan canalis merupakan organ
subperitoneal.11
Divertikula pada kolon didapat melalui herniasi mukosa kolon, yang
menonjol melalui mukosa sirkuler pada titik dimana pembuluh darah memberikan
vaskularisasi pada dinding kolon. Divertikula cenderung muncul diantara barisan
otot longitudinal, yang terkadang diliputi oleh appendices epiploicae. Pada rektum
dengan susunan otot yang lengkap tidak dapat terbentuk divertikula. 8 Divertikula
banyak ditemukan pada kolon sigmoid dikarenakan jumlah sel absortif kolumnar
pada epitel kolon semakin ke distal semakin banyak, hal tersebut menyebabkan
konsistensi feses akan semakin pada di kolon distal. Konsistensi feses juga
berkaitan dengan konsumsi serat harian, semakin sedikit konsumsi serat, feses
akan semakin keras dan lebih susah untuk di defekasi sehingga dapat
menimbulkan tekanan intrakolon yang tinggi.1
Gambar 3. Divertikula
2.2 Epidemiologi
5
Prevalensi divertikulosis hampir sama pada laki-laki maupun perempuan
dan meningkat seiring dengan pertambahan usia, mulai dari 10% pada orang
dewasa muda di bawah 40 tahun hingga 50-70% pada pasien dengan usia 80
tahun ke atas. Sebanyak 80% pasien yang mengalami divertikulitis rata-rata
berusia di atas 50 tahun.1,7 Diperkirakan sekitar 20% pasien dengan divertikulosis
akan mengalami komplikasi inflamasi mulai dari pembentukan abses, perforasi
dan perdarahan pada serangan akut, hingga obstruksi serta pembentukan fistula
pada keadaan kronis.6 Estimasi tingkat mortalitas divertikulosis di Eropa sebesar
23.600 kematian pertahun.7
Divertikel meckel ditemukan pada 2% penduduk dengan rasio pada laki-
laki dan perempuan sebesar 2:1. Komplikasi divertikel meckel hanya terlihat pada
5% dari penderita kelainan kongenital ini dan biasanya muncul pada usia 2 tahun.
Sebagian besar penderita berasal dari ras kulit putih. Komplikasi divertikulitis
kebanyakan baru dijumpai saat pasien telah dewasa.5,9
2.3 Etiologi
Berikut adalah faktor-faktor resiko yang membuat seseorang lebih rentan
terhadap divertikula, yaitu:1
6
menyebabkan peningkatan tekanan intrakolon. Peningkatan tekanan intrakolon
dapat memicu terbentuknya divertikula pada dinding kolon.1,2,3,6,8
Penelitian lain menyatakan bahwa korelasi antara diet rendah serat dengan
terjadinya divertikulosis masih bias dan tidak cukup signifikan. Penelitian tersebut
berfokus pada peran neurotransmiter serotonin. Penurunan kadar neurotransmiter
serotonin dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan relaksasi dan
meningkatnya spasme otot pada dinding kolon. Namun masih dibutuhkan
penelitian lebih lanjut terkait hubungan neurotransmiter serotonin dengan kejadian
divertikulosis.2,7
b) Usia
Usia merupakan salah satu faktor resiko dari divertikula. Seiring
bertambahnya usia, maka organ-organ tubuh akan mengalami penurunan fungsi
sehingga akan mudah ditemukan daerah lemah pada dinding kolon. Daerah lemah
tersebut berpotensi memicu timbulnya divertikula pada orang tua terutama pada
usia 50 tahun ke atas.2
7
yang dapat menyebabkan induksi sintesis nitric oxide, sehingga disinilah
kemungkinan mekanisme hubungan antara lemak viseral dengan pembetukan
divertikula.7
d) NSAID
NSAID telah banyak diketahui memiliki efek samping pada saluran
pencernaan atas, begitu pula obat-obat tersebut dapat menyebabkan komplikasi
pada saluran pencernaan bawah. Sejumlah penelitian case-control study
menunjukkan signifikansi pada prevalensi divertikulosis yang lebih tinggi pada
penggunaan NSAID bila dibandingkan dengan kontrol. NSAID dapat merusak
kolon baik dengan cidera topikal langsung maupun melalui gangguan sintesis
prostaglandin sebagai penjaga integritas mukosa. NSAID juga dapat
meningkatkan permeabilitas sehingga memungkinkan terjadinya influks bakteri
dan toksin ke dalam divertikula yang dapat meingkatkan resiko terjadinya
divertikulitis.12
2.4 Patofisiologi
Divertikula terbentuk oleh karena adanya bagian lemah pada dinding usus
yang merupakan tempat penetrasi vasa recta pada otot polos kolon. Teori yang
paling banyak diterima adalah teori mengenai peran asupan serat dalam
pembentukan konsistensi feses. Semakin kecil volume feses maka akan
menyebabkan perubahan motilitas usus sehingga terjadi peningkatan tekanan
intaluminal. Tekanan intraluminal yang tinggi disebabkan oleh karena adanya
segmentasi, yaitu proses dimana kontraksi otot polos memisahkan usus ke dalam
kompartemen fungsional yang berbeda. Hal tersebut sesuai dengan hukum
Laplace sebagai berikut.6
8
paling besar. Pada pemeriksaan spesimen bedah dan post mortem ditemukan
bahwa terjadi penebalan lipatan kolon yang tampak kontraksi pada pasien dengan
divetikulosis, yang disebut dengan istilah mychosis.
9
Gambar 4. Obstruksi Fekal pada Divertikula
10
ringan muncul dan semakin memburuk pada beberapa hari berikutnya. Sifat nyeri
divertikulitis adalah fluktuatif. Meskipun hanya terjadi inflamasi lokal, namun
tanda dan gejala nyeri dapat dirasakan hingga ke selutuh lapang perut seperti
peritonitis. Massa divertikula sigmoid mungkin dapat teraba melalui rektum.
Adanya peningkatan suhu dan tingginya sel leukosit juga dapat menggambarkan
terjadinya proses inflamasi. Gejala yang dapat muncul juga apabila terjadi
irritable bowel syndrome adalah distensi, kembung dan sensasi berat pada perut
kiri bawah. 2,3,8
Selain tanda dan gejala tersebut, divertikulitis juga dapat disertai dengan
demam dan menggigil, mual dan muntah, perubahan buang air besar (konstipasi
atau diare), serta perdarahan divertikular. Apabila sudah terjadi perdarahan
divertikular, maka dapat timbul gejala lemah, pusing dan kram perut. Komplikasi
lain dari divertikulitis adalah timbulnya abses, perforasi yang dapat memicu
peritonitis, obstruksi, serta fistula ke kandung kemih (sistisis, ISK berulang), ke
vagina (keluar feses dari vagina), ke usus halus (diare). 2,6
2.6 Diagnosa
Sebagian besar pasien hadir dengan nyeri perut kiri bawah dan nyeri tekan
baik dengan atau tanpa demam serta leukositosis. Efek massa juga tidak selalu
timbul pada pemeriksaan fisik. Oleh karena itu dibutuhkan bantuan dari
pemeriksaan penunjang sesuai dengan skema klasifikasi pasien dengan
divertikulitis akut menurut The European Assosiation for Endoscopic Surgeons
(EAES) sebagai berikut.6
11
Tabel 2. EAES Clinical Classification
Clinical Description Recommended
Diagnostic Testing
Grade I Fever, crampy abdominal pain Colonoscopy
Symptomatic, Barium enema
Uncomplicated (to rule out
Disease malignancy, colitis)
Grade II Recurrence of fever, crampy CT Scan
Reccurent, abdominal pain Barium enema
Symptomatic
Disease
12
Gambar 5. Hinchey Classification Scheme
13
Namun pemilihan barium sebagai kontras harus dipertimbangkan apabila
telah adanya indikasi ruptur pada divertikula. Barium yang masuk ke dalam
rongga peritoneum akan melindungi bakteri dan meningkatkan virulensinya.
Barium yang sudah terlanjur masuk ke dalam rongga peritonium tidak akan
mudah dihilangkan bahkan sampai operasi berikutnya. Oleh karena itu, apabila
sudah tersedia CT Scan maka tidak ada indikasi untuk menggunakan pemeriksaan
barium enema sebagai pemeriksaan penunjang, selain untuk menentukan adanya
obstuksi atau tidak.3
2.6.1 CT Scan
Computed tomography (CT) direkomendasikan sebagai pemeriksaan
radiologis awal, yang memiliki sensitivitas tinggi (sekitar 93-97%) dan
spesifisitas mendekati 100% untuk diagnosis serta memungkinkan untuk
menggambarkan tingkatan proses pada penyakit. Sesekali, diperlukan pemakaian
kontras ketika sulit untuk membedakan antara diverticulitis dengan karsinoma,
studi kontras terbatas pada kolon descenden dan rektum dengan penggunaan
kontras yang larut dalam air. Visualisasi bahan kontras ekstra-kolon atau kontras
dalam kandung kemih akan menjadi bukti adanya perforasi usus atau fistula
colovesical. Gelembung udara dengan bentukan urinary ladder secara signifikan
menunjukkan adanya fistula.1,2
Menurut Ambrosetti et aldi Jenewa, kriteria tingkat divertikulitis akut pada
CT scan yang bermakna secara klinis ada dua, yaitu serangan sederhana dan berat.
Serangan sederhana apabila ketebalan dinding usus lebih dari 5 mm dengan tanda-
tanda peradangan dari lemak pericolic. Sedangakn pada serangan berat tampak
seperti serangam sederhana dengan ditambah adanya gas ectraluminal dan
kebocoran kontras. Klasifikasi lain disebutkan oleh Buckley seperti pada tabel
berikut.2,6
14
Tabel 3. Buckley Classification 6
CT Findings
Mild Bowel wall thickening, fat stranding
Moderate Bowel wall thickening > 3mm, phlegmon or small
abscess
Severe Bowel wall thickening > 5mm, frank perforation
with subdiaphragmatic free air, abscess > 5cm
CT scan rutin dengan kriteria berat atau parah pada pasien dengan
diverticulitis akut tidak selalu diindikasikan untuk dilakukannya oeprasi. Operasi
harus dilaukakn secara selektif terutama untuk pasien yang gagal satu atau dua
hari therapy konservatif untuk mendiagnosis abses atau fistulization. Temuan CT
scan digunakan bersama-sama dengan gambaran klinis dalam menyesuaikan
manajemen penanganan divertikulitis yang tepat. CT scan juga dapat
mengeliminasi diagnosis banding lain dengan gejala yang sama yaitu nyeri perut
bagian bawah, seperti apendistis, tubo-ovarium abses, atau crohn disease.2 Berikut
adalah beberapa contoh hasil CT Scan divertikulitis dengan 4 stage yang berbeda.
(Courtesy of dr. Erik Paulson, Departemen of Radiology, Duke University
Medical Center).1
15
Gambar 7. Peridivertikular abscess (dilingkari) yang ditemukan pada Hinchey
stage 2
Gambar 8. Drain dengan divertikular abses yang besar dan terbatas pada kolon,
yang merupakan gambaran Hinchey stage 3
16
Gambar 9. Perforasi bebas (panah) yang dekat dengan penebalan dinding kolon
pada Hinchey stage 3 dan 4
1. Apendisitis
2. Crohn Disease
3. Tuba-ovarium absess
4. Ovarian Torsion
5. Colorectal Ca
6. Cystitis
7. IBS
8. Ischemic Colitis
9. Mesenteric Infaction
2.8 Terapi
17
Tabel 4. Acute diverticulitis sigmoid: spectrum and treatment 6
Spectrum Treatment
- Simple acute diverticulitis Antibiotics
(local phlegmon, no pus)
- Peri-colonic abscess Antibiotics
Possibly Pericutaneous drainage
Possibly Surgery
- Free perforation with purulent Surgery
or fecal peritonitis
18
4. Pembedahan rumit kolon sebelah kiri (misalnya fistula kolovesika) dengan
cara reseksi, anastomosis primer (mungkin dapat menggantikan fungsi
stoma proksimal).
Pada masa lalu, tiga operasi sekuensial terpisah dilakukan pada pasien
dengan komplikasi (gambar 10), tetapi teknik pembedahan ini sudah tidak
direkomendasikan lagi untuk kebanyakan pasien karena tingginya tingkat
morbiditas dan mortalitasnya. Banyak pasien, terutama mereka yang berusia tua,
tidak pernah mendapatkan hasil kolostomi yang baik karena bebagai resiko,
termasuk kebocoran anastomosis, trauma usus kecil, herniasi akibat insisi atau
cedera iatrogenik lainnya. Sehingga banyak ahli bedah sekarang lebih suka satu
operasi bila memungkinkan, meskipun dua operasi mungkin masih diperlukan
(gambar 11).
19
Gambar 11. Two-Stage Operative Approach to Diverticulitis.
Untuk pasien yang membutuhkan operasi darurat, status fisik dan tingkat
pra operasi disfungsi organ, secara klinis signifikan digunakan sebagai prediktor
hasil. Hipotensi pra operasi, gagal ginjal, diabetes, kekurangan gizi,
immunodefisiensi, dan ascites dikaitkan dengan penurunan survival rate.
Keputusan untuk melakukan proksimal prosedur mengalihkan didasarkan pada
penilaian dokter bedah terhadap risiko kerusakan anastomosis dan komplikasi
lainnya. Faktor-faktor lain yang dipertimbangkan termasuk status gizi pasien,
kualitas jaringan, jumlah usus yang terkontaminasi, banyaknya jumlah darah yang
hilangan, dan kondisi stabilitas intraoperatif. Reseksi dan anastomosis primer
dapat dengan aman dilakukan pada pasien tertentu, bahkan mereka yang memiliki
phlegmons, pembentukan abses dengan peritonitis lokal, difus purulen peritonitis,
obstruksi, atau fistula formation. Pada komplikasi diverticulitis kronis, termasuk
fistula, striktur atau stenosis, dan kebanyakan kasus obstruksi kolon, juga
diperlakukan pembedahan. Beberapa pasien mungkin memerlukan intervensi
20
bedah ketika mereka pertama kali hadir, tetapi dalam banyak kasus,
Kondisi dapat dikelola elektif dan dengan satu tahap operasi.1
Prosedur laparoskopi merupakan prosedur teknis menantang
dan cenderung memakan waktu lebih lama dan karena relatif sedikit
ahli bedah telah dilatih selama residensi atau persekutuan untuk melakukan itu.
Data dari acak, percobaan terkontrol terbuka terhadap kolektomi laparoskopi
belum tersedia. Namun, data pengamatan menunjukkan bahwa dibandingkan
dengan pasien yang menjalani reseksi terbuka, pasien yang menjalani reseksi
laparoskopi cenderung memiliki waktu hospitalisasi pendek, sedikit rasa sakit
pada periode pasca operasi, risiko komplikasi yang lebih kecil (termasuk
komplikasi paru seperti atelektasis), dan komplikasi lokal yang lebih sedikit.
Banyak ahli bedah sekarang menganjurkan laparoskopi reseksi untuk pasien
dengan stadium 1 atau 2, tetapi pendekatan ini diterima kurang baik untuk
tahap 3 dan 4. Kolektomi laparoskopi mungkin menjadi pendekatan bedah standar
yang tidak rumit pada diverticulitis.1
2.9 Prognosa
Penyakit divertikular merupakan penyakiut yang jinak, namun memiliki
morbiditas dan mortalitas yang sangat signifikan akibat komplikasi.13
21
BAB III
KESIMPULAN
22
DAFTAR PUSTAKA
23