Kata Pengantar
Kata Pengantar
Pertama-tama penulis panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkah dan rahmat yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang
berjudul Demam Berdarah Dengue ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan pembuatan
referat ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan ilmu kesehatan anak di RSU RAA.
Soewondo Pati, serta agar dapat menambah kemampuan dan ilmu pengetahuan bagi para
pembacanya.
Pada kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Djoko Soenaryo, SpA
2. dr. Isfandiyar Fahmi, SpA
3. dr. Hesti Kartikasari, SpA
serta berbagai pihak yang telah membantu dan membimbing penulis dalam mengerjakan
referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan referat ini tentu tidak terlepas dari
kekurangan karena keterbatasan waktu, tenaga, dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu,
penulis berharap saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak guna
penyempurnaan referat ini. Semoga referat ini bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata
penulis ucapkan terima kasih.
Penulis
i
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
DEMAM BERDARAH DENGUE
Penyusun Mengetahui
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
LEMBAR PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II PEMBAHASAN 2
2.1 Epidemiologi 2
2.2 Patogenesis 6
2.3 Morfologi Plak Aterosklerosis 11
2.4 Konsekuensi aterosklerosis 13
BAB III PENUTUP 16
DAFTAR PUSTAKA 17
BAB I
iii
PENDAHULUAN
Virus Dengue
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus
dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang
dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu ;
DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap
serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang,
sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut.
Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama
hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di
Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit
menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3
merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik
yang berat.
BAB II
iv
DEMAM BERDARAH DENGUE
2.1 Definisi
Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple leede)
positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada
bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus, petekia halus ditemukan tersebar di
daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatumole, yang biasanya ditemukan pada fase
awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan
saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar
dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan.
Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit
namun pembesar hati lebih sering ditemukan pada penderita dengan syok. Masa kritis
dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi penurunan suhu yang
tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-
ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi
minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok.
Laboratorium
v
VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai
setengah kasus DBD. Fungsi trombosit juga terganggu. Asidosis metabolik dan
peningkatan BUN ditemukan pada syok berat. Pada pemeriksaan radiologis bisa
ditemukan efusi pleura, terutama sebelah kanan. Berat-ringannya efusi pleura
berhubungan dengan berat-ringannya penyakit. Pada pasien yang mengalami syok,
efusi pleura dapat ditemukan bilateral.
2.2 Epidemiologi
Beberapa tahun terakhir, kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) seringkali muncul di
musim pancaroba, khususnya bulan Januari di awal tahun seperti sekarang ini. Karena
itu, masyarakat perlu mengetahui penyebab penyakit DBD, mengenali tanda dan
gejalanya, sehingga mampu mencegah dan menanggulangi dengan baik. Pada tahun
2014, sampai pertengahan bulan Desember tercatat penderita DBD di 34 provinsi di
Indonesia sebanyak 71.668 orang, dan 641 diantaranya meninggal dunia. Angka
tersebut lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, yakni tahun 2013 dengan
jumlah penderita sebanyak 112.511 orang dan jumlah kasus meninggal sebanyak 871
penderita.
Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain
status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan
(virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat. Dalam kurun waktu 30 tahun
sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita
maupun daerah penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang pesat. Sampai saat ini
DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan
adanya kejadian luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000
penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk. Pola
berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada
suhu yang panas (28-32C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap
bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan
kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak
berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi
mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar
bulan April-Mei setiap tahun.
vi
2.3 Cara Penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada
manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes
polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun
merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung
virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia.
Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari
(extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada
saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada
telurnya (transovanan transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak
penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk,
nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh
manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period)
sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat
terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari
sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.
2.3 Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk dalam group B arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal
sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul
4x106 .
vii
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat
serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak.
Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap
serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungnan terhadap serotipe yang lain.
Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau
bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat jenis serotipe virus dengue dapat
ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.5
Virus Dengue dapat ditularkan oleh Nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes
albopictus. Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang paling sering ditemukan.
Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak
di dalam rumah, yaitu tempat penampungan air jernih atau tempat penampungan air
sekitar rumah. Nyamuk ini sepintas lalu tampak berlurik, berbintik bintik putih,
biasanya menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore hari. Jarak terbang
nyamuk ini 100 meter. Sedangkan nyamuk Aedes albopictus memiliki tempat habitat
di tempat air jernih. Biasanya nyamuk ini berada di sekitar rumah dan pohon pohon,
tempat menampung air hujan yang bersih, seperti pohon pisang, pandan, kaleng bekas.
Nyamuk ini menggigit pada siang hari dan memiliki jarak terbang 50 meter.
Gambar 1.4 Distribusi nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus (WHO,
2011)
viii
2.4 Patogenesis
Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup.
Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai
pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut
sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi
penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan
penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian.
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom Syok Dengue) masih merupakan masalah
yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah
hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis
immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien
yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang
heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat.
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan
menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian
berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh
karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan
bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai
antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan
infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan
terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan
keadaan hipovolemia dan syok.
ix
Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus
antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen.
Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang
intravaskular ke ruang ekstravaskular.Pada pasien dengan syok berat, volume plasma
dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam.
Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit,
penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura,
asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan
anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting
Secondary heterologous dengue infection
guna mencegah kematian.
Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang
Replikasi virus
lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan Anamnestic antibody
sewaktu virus response
mengadakan
Komplekmaupun
replikasi baik pada tubuh manusia virus-antibodi
pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik
dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi
virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan
Aktivasi komplemen
wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan
Komplemen
wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan
laboratoris. Anafilatoksin (c3a,c5a)
Histamin dalam
urin meningkat
Permeabiliitas kapiler meningkat
Ht meningkat
>30% pada kasus Perembesan plasma
syok 24-28 jam
Natrium menurun
Syok
Anoksia Asidosis x
Meninggal
Gambar 1. Patogenesis terjadinya syok pada DBD
xi
Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III
mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular
deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product)
sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.
Plasma aktivasi
Penghancuran trombosit Pengeluaran platelet factor III faktor hageman
oleh RES
Anafilaktoksi
trombositopenia
Koagulopati Sistem kinin
a
konsumtif
Peningkatan
Penurunan faktor permeabilitas
pembekuan kapiler
FDP
meningkat
xii
oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi
trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan
memperberat syok yang terjadi.
2.5 Diagnosis
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal
dibawah ini dipenuhi:
xiii
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah
rendah (hipotensi), kulit dingin, lembab dan gelisah, sianosis disekitar mulut,
hidung dan jari (tanda-tand adini renjatan).
d. Renjatan berat (DSS) / Derajat 4
Syok berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur
xiv
pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit namun nyeri tekan
pada daerah tepi hati berhubungan dengan adanya perdarahan.
d. Renjatan (Syok)
Syok biasanya terjadi pada saat demam mulai menurun pada hari ke-3 dan ke-7
sakit. Syok yang terjadi lebih awal atau periode demam biasanya mempunyai
prognosa buruk (Bagian Patologi Klinik, 2009). Kegagalan sirkulasi ini
ditandai dengan denyut nadi terasa cepat dan lemah disertai penurunan tekanan
nadi kurang dari 20 mmHg. Terjadi hipotensi dengan tekanan darah kurang dari
80 mmHg, akral dingin, kulit lembab, dan pasien terlihat gelisah.
xv
Pada pemeriksaan foto thorax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya posisi
lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan) lebih baik dalam mendeteksi
cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.
c. USG
Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai pada anak dan dijadikan sebagai
pertimbangan karena tidak menggunakan system pengion (Sinar X) dan dapat
diperiksa sekaligus berbagai organ pada abdomen. Adanya acites dan cairan
pleura pada pemeriksaan USG dapat digunakan sebagai alat menentukan
diagnose penyakit yang mungkin muncul lebh berat misalnya dengan melihat
ketebalan dinding kandung empedu dan penebalan pancreas.
d. Diagnosis Serologis
1) Uji hemaglutinasi inhibisi (Uji HI)
Tes ini adalah gold standard pada pemeriksaan serologis, sifatnya sensitive
namun tidak spesifik artinya tidak dapat menunjukkan tipe virus yang
menginfeksi. Antibody HI bertahan dalam tubuh lama sekali (>48 tahun)
sehingga uji ini baik digunakan pada studi serologi-epidemioligi. Untuk
diagnosis pasien, Kenaikan titer konvalesen 4x lipat dari titer serum akut
atau titer tinggi (> 1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap
sebagai presumtif (+) atau diduga keras positif infeksius dengue yang baru
terjadi (Vasanwala dkk, 2011).
2) Uji komplemen fiksasi (uji CF)
Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit dan
butuh tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi bertahan
beberapa tahun saja (sekitar 2-3 tahun).
3) Uji neutralisasi
Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue. Biasanya memamkai
cara Plaque Reduction Neutralization Test (PNRT) yaitu berdasarkan
adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Anti body neutralisasi dapat
dideteksi dalam serum bersamaan dengan antibody HI tetapi lebih cepat
dari antibody komplemen fiksasi dan bertahan lama (>4-8 tahun). Prosedur
uji ini rumit dan butuh waktu lama sehingga tidak rutin digunakan
(Vasanwala dkk, 2011).
4) IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)
Banyak sekali dipakai. Uji ini dilakukan pada hari ke-4-5 infeksi virus
dengue karena IgM sudah timbul kamudian akan diikuti IgG. Bila IgM
xvi
negative uji ini perlu diulang. Apabila hari sakit ke-6 IgM msih negative
maka dilaporkan sebagai negative. IgM dapat bertahan dalam darah samapi
2-3 bulan setelah adanya infeksi. Sensitivitas uji Mac Elisa sedikit di bawah
uji HI dengan kelebihan uji Mac Elisa hanya memerlukan satu serum akut
saja dengan spesifitas yang sama dengan uji HI (Vasanwala dkk, 2011).
5) Identifikasi Virus
Cara diagnostic baru dengan reverse transcriptase polymerase chain
reaction (RTPCR) sifatnya sangat sensitive dan spesifik terhadap serotype
tertentu, hasil cepat didapat dan dapat diulang dengan mudah. Cara ini
dapat mendeteksi virus RNA dari specimen yang berasal dari darah,
jaringan tubuh manusia, dan nyamuk. Sensitifitas PCR sama dengan isolasi
virus namun PCR tidak begitu dipengaruhi oleh penanganan specimen yang
kurang baik bahkan adanya antibody dalam darah juga tidak mempengaruhi
hasil dari PCR (Vasanwala dkk, 2011).
xvii
infeksi. Disamping itu jelas terdapat leukositosis disertai dominasi sel
polimorfonuklear (pergeseran kekiri pada hitung jenis) pemeriksaan LED dapat
dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada meningitis
meningokokus, jelas terdapat gejala rangsangan meningeal dan kelainan pada
pemeriksaan cairan serebrospinal
d. Idiophatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD
derajat II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan dibawah kulit.
Pada hari-hari pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD,
tetapi pada ITP demam cepat menghilang, tidak dijumpai leukopeni, tidak
dijumpai hemokonsentrasi, tidak dijumpai pergeseran kekanan pada hitung
jenis. Pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali
normal daripada ITP.
e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada
leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat
anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan
memperjelasdiagnosis leukemia. Pada anemia aplastik akan sangat anemic,
demam timbul karena infeksi sekunder. Pada pemeriksaan darahditemukan
pansitopenia (leukosit, hemoglobin, trombosit menurun). Pada pasien dengan
perdarahan hebat pemeriksaan foto toraks dan atau kadar protein dapat
membantu menegakkan diagnosis. Pada DBD ditemukan efusi pleura dan
hipoproteinemia sebagai tanda perembesan plasma
2.9 Penatalaksanaan
a.Pre Hospital7
Penatalaksanaan prehospital DBD bisa dilakukan melalui 2 cara yaitu
pencegahan dan penanganan pertama pada penderita demam berdarah.
Pgencegahan yang dilakukan meliputi kegiatan pemberantasan sarang
nyamuk (PSN), yaitu kegiatan memberantas jentik ditempat
perkembangbiakan dengan cara 3M Plus:
xviii
2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong
air/tempayan, dan lain-lain (M2).
3) Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat
menampung air hujan (M3).
Pada pasien anak yang rentan mempunyai riwayat kejang demam maka
perlu diwaspadai gejala kejang demam. Seiring dengan kehilangan cairan
akibat demam tinggi, kondisi demam tinggi juga dapat mencetuskan kejang
pada anak sehingga harus diberikan obat penurun panas. Untuk menurunkan
demam, berilah obat penurun panas. Untuk jenis obat penurun panas ini
harus dipilih obat yang berasal dari golongan parasetamol atau
asetaminophen, jangan diberikan jenis asetosal atau aspirin oleh karena
dapat merangsang lambung sehingga akan memperberat bila terdapat
perdarahan lambung. Kompres dapat membantu bila anak menderita
demam terlalu tinggi sebaiknya diberikan kompres hangat dan bukan
kompres dingin, oleh karena kompres dingin dapat menyebabkan anak
menggigil. Sebagai tambahan untuk anak yang mempunyai riwayat kejang
demam disamping obat penurun panas dapat diberikan obat anti kejang.
xx
6) Nyeri perut hebat
7) Timbul gejala syok, gelisah atau tidak sadarkan diri, nafas cepat, seluruh
badan teraba lembab, bibir dan kuku kebiruan, merasa haus, kencing
berkurang atau tidak ada sama sekali
8) Hasil laboratorium menunjukkan peningkatan kekentalan darah atau
penurunan jumlah trombosit
xxi
Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit.
Penurunan jumlah trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2
trombosit/ Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan
hematokrit dan sebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit
20% atau lebih mencermikan perembesan plasma dan merupakan indikasi
untuk pemberian caiaran. Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai
cairan awal pengganti volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat
ringan penyakit. Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan
hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah trombosit < 50.000.
1) Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD,
bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk
mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh
karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan,
maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-
kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak
dapat mengurangi lama demam pada DBD. Parasetamol
direkomendasikan untuk pemberian atau dapat di sederhanakan seperti
tertera pada Tabel 1. Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul
sebagai akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah. Pasien perlu
diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan
dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB
dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih minum asi, tetap harus
diberikan disamping larutan oralit. Bila terjadi kejang demam,
disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam
Tabel 1
xxii
Umur Parasetamol (tiap kali pemberian)
(Tahun) Dosis (mg) Tablet (1 tab = 500
mg)
<1 60 1/8
1-3 60-125 1/8-1/4
4-6 125-250 1/4-1/2
7-12 250-500 1/2-1
xxiii
dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung
untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih
sering (setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya
harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, dan
jumlah volume urin.
Tabel 2
xxiv
(defisit cairan 5 8 %)
Ada kedaruratan Mengingat pada saat awal pasien datang, kita belum selalu
Tidak ada kedaruratan
dapat menentukan diagnosis DD/DBD dengan tepat, maka sebagai
Tanda Syokpedoman Periksa uji tourniquet
tatalaksana awal dapat dibagi dalam 3 bagian, yaitu:2
Muntah terus menerus
1. Tatalaksana Uji
kasus tersangka
tourniquet (+) DBD, termasuk kasus
Uji tourniquet (-) DD, DBD
Kejang
derajat I dan(rumple
DBD derajat
leede) II tanpa peningkatan kadar hematokrit.
(rumple leede)
Kesadaran menurun
(Bagan 1 dan 2)
Muntah darah
2. Tatalaksana kasus DBD, termasuk kasus DBD derajat II dengan
Jumlah trombosit Jumlah trombosit Rawat jalan
Berak darah peningkatan kadar hematokrit. (Bagan 3)
Tatalaksana <100.000/ul >100.000/ul
disesuaikan (lihat 3. Tatalaksana kasus sindrom syok dengue, termasuk DBD derajat
bagan 3,4,5)
III dan IV. (Bagan 4)
Rawat inap
Rawat jalan
(lihat bagan 3)
periksa Hb, Ht, trombosit tiap kali Nilai tanda klinis dan jumlah trombosit,
HT, bila masih demam hari sakit ke-3
Gejala klinis:
Perbaikan
Bagan klinis dan laboratoris
2. Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II tanpa peningkatan hematokrit
Infus ganti RL (tetesan disesuaikan,
lihat bagan 4)
3 ml/kgBB/jam
Bagan 3. Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan
Distress pernafasan Ht turun
IVFD stop setelah 24-48 jam. hematokrit >20% [2] ht naik
Apabila tanda vital/Ht stabil dan
diuresis cukup Transfusi darah segar
Koloid 10 ml/kgBB
20-30 ml/kgBB
xxvii
Perbaikan
DBD derajat III & IV
10 ml/kgBB/jam
Lanjutkan cairan 15-20 ml/kgBB/jam
Evaluasi ketat
Tambahkan koloid/plasma (Dekstran/FFP)
Tanda vital Tanda
perdarahan Diuresis
Bagan 4. Tatalaksana
Pantau Hb, Ht, Koreksi asidosis
kasus DBD derajat III dan IV (Sindrom Evaluasi 1 jam
Syok Dengue/SSD)
Trombosit