Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

ANTIBIOTIKA DI BIDANG BEDAH

Oleh:
Helena Azhar Ainun
1102012111

Pembimbing: dr. Herry Setya Yudha Utama, SpB, MHkes, FINACS

KEPANITERAAN ILMU BEDAH RSUD ARJAWINANGUN


UNIVERSITAS YARSI
JUNI 2017
BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi dapat terjadi pada luka operasi atau dalam sistem organ lain. Keadaan ini awalnya dapat
disebabkan oleh perubahan kondisi fisiologik pernapasan, genitourinaria, atau sistem kekebalan
tubuh yang berhubungan dengan pembedahan. Faktor risiko komplikasi infeksi pascabedah dapat
dikelompokkan menjadi faktor risiko yang muncul dari pembedahannya sendiri atau faktor risiko
khusus pasien. Faktor risiko pembedahan meliputi jenis prosedur, derajat kontaminasi luka, lama
pembedahan, dan tingkat kedaruratan. Faktor risiko khusus pada pasien meliputi usia, riwayat
diabetes, obesitas, penggunaan imunosupresan, malnutrisi, infeksi yang telah ada sebelumnya, dan
penyakit kronis.

Pada umumnya tiap tambahan jam operasi akan mengakibatkan naiknya angka infeksi menjadi 2
kali lipat. Pada penelitian prospektif mengenai faktor risiko infeksi pascahisterektomi, terdapat
hubungan antara peningkatan jangka waktu operasi dan penurunan efek antibiotik profilaksis
dalam mencegah infeksi luka operasi. Manfaat antibiotik profilaksis yang bermakna secara
statistik pada operasi yang berlangsung 1 jam jadi hilang jika operasi berlangsung lebih dari 3 jam.
Temuan ini berhubungan dengan farmakokinetik antibiotik dan peningkatan kolonisasi bakteri
dalam luka pada operasi yang berlarut-larut dan rumit. Jadi, operasi yang berlangsung lebih dari 3
jam harus dianggap sebagai operasi terkontaminasi.

Risiko infeksi pascabedah meningkat pada penderita usia lanjut, penderita penyakit kronis seperti
diabetes melitus, anemia, penderita malnutrisi, dan obesitas. Pada kontaminasi berat seperti patah
tulang terbuka atau cedera tembus di saluran cerna, pemberian antibiotic sebaiknya dimulai segera
setelah penderita masuk rumah sakit. Pencegahan infeksi dengan strategi non-antimikroba seperti
teknik asepsis yang ketat, mempertahankan suhu tubuh normal, mempertahankan kadar glukosa
darah normal, dan hiperoksigenasi, terbukti menurunkan risiko infeksi pascabedah. Antibiotik
profilaksis berperan menurunkan tingkat infeksi luka superfisial.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Antibiotik
Menurut definisinya, antibiotik adalah zat kimia yang mempunyai kemampuan dalam larutan
encer untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Antibiotik dengan toksisitas
minimal terhadap hospes dan toksisitas maksimal terhadap bakteri patogen adalah antibiotik yang
dipilih sebagai agen kemoterapi pada penyakit infeksi. Pada awalnya antibiotik hanya dibatasi
pada zat yang dihasilkan oleh bakteri alami, tetapi sekarang zat sintetik dan semisintetik dengan
efek serupa juga dapat digolongkan sebagai antibiotik.

Kemampuan antibiotik untuk memberikan efek toksik pada bakteri namun tidak pada manusia
disebut toksisitas selektif, hal ini disebabkan karena manusia struktur sel manusia berbeda dengan
struktur sel bakteri. Contohnya antibiotik jenis Beta lactam berfungsi menghambat sintesis
peptidoglycan pada dinding sel bakteri yang merupakan komponen penting untuk menjaga
integritas dinding sel bakteri, sedangkan manusia tidak memerlukan peptidoglycan untuk menjaga
integritas dinding sel.

Berdasarkan spektrum aktivitasnya, antibiotik dibagi menjadi dua kelompok yaitu antibiotik
dengan spektrum sempit (narrow spectrum) yaitu antibiotik yang dapat membunuh bakteri tertentu
tanpa membunuh bakteri flora normal, contohnya streptomisin dan antibiotik dengan spektrum
luas (broad spectrum) yaitu antibiotik yang dapat membunuh bermacam macam bakteria termasuk
bakteri flora normal, contohnya tetracycline dan chloramphenicol.

2.1.1. Mekanisme Kerja Antibiotik


Antibiotik dibagi menjadi lima kelompok berdasarkan cara kerjanya:
a) Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel mikroba (contohnya penicillin,
cephalosporin,vancomycin, bacitracin)
b) Antibiotik yang bekerja mengganggu permeabilitas membran sel sehingga menyebabkan
keluarnya berbagai komponen penting sel (contohnya polymyxin)

2
c) Antibiotik yang menghambat sintesis protein sel mikroba (contohnya tetracycline,
erythromycin, clindamycin, chloramphenicol dan aminoglycoside)
d) Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat (contohnya rifampin dan quinolone)
e) Agen yang menghambat metabolime sel mikroba (contohnya trimethoprim dan sulfonamide)

2.1.2. Peruntukan Penggunaan Antibiotik


Pemberian antibiotik pada pasien operasi dibagi atas 3 kategori, yaitu terapi profilaksis, terapi
empiris, dan terapi antibiotika directed.
Terapi antibiotik profilaksis diberikan dengan indikasi untuk mengurangi insidensi post
operative surgical site infection yang diakibatkan oleh flora normal kulit maupun infeksi
iatrogenic dari prosedur pembedahan yang tidak sesuai. Diberikan kepada pasien operasi
clean contaminated, misalnya pada operasi traktus biliaris, reseksi usus, operasi hernia
dengan mesh, pemasangan plate & screw. Antibiotik diberikan secara intravena pada saat
pasien tiba di kamar operasi setelah pemasangan infus atau sebelum irisan kulit dibuat.
Terapi antibiotik empiris merupakan terapi awal yang diberikan kepada pasien, diberikan
kepada pasien operasi yang belum memiliki data mikrobiologi spesifik berupa hasil kultur
dan sensitivitas. Biasanya diberikan antibiotik satu macam yang berspektrum luas. setelah
diketahui bakteri dari infeksi maka terapi empiris akan diganti dengan terapi definitif.
Terapi antibiotik directed (definitif) diberikan setelah ada hasil kultur dan tes sensitivitas.
Secara umum, antibiotik diberikan setelah pasien stabil secara klinis dan tidak panas
selama 48 jam.

3
Tabel 1. Dosis Rekomendasi dan Interval Antimikroba pada Profilaksis Bedah

4
2.2. Antibiotik Profilaksis

Pemberian antibiotik profilaksis harus disertai dengan pertimbangan yang benar, yakni indikasi,
waktu, dan lama pemberian, serta pilihan antibiotiknya. Karena bertujuan mencegah infeksi
pascabedah, antibiotik profilaksis hanya diberikan dalam jangka waktu pendek, yaitu untuk
melindungi penderita selama dilakukan tindakan bedah dan pada masa segera setelah pembedahan,
ketika daya pertahanan penderita masih tertekan.

Tabel 2. Klasifikasi Luka Operatif dan Risiko Infeksi

Pada pembedahan bersih, hampir tidak ada kontaminasi kuman, sehingga antibiotik profilaksis
tidak perlu diberikan. Pada pembedahan bersih terkontaminasi, perlu diberikan antibiotik
profilaksis karena kontaminan bakteri yang ada di bed luka dikhawatirkan dapat berkembang
menjadi infeksi. Pada pembedahan terkontaminasi dan kotor, hampir pasti akan terjadi infeksi

5
sehingga antibiotik harus diberikan, dalam hal ini pemberian antibiotik lebih disebut sebagai
antibiotik terapeutik dini.

Berbagai antibiotik membutuhkan waktu yang berbeda-beda untuk mencapai kadar dalam darah
yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan kuman. Kadar ini biasanya 3-4 kali kadar
hambat minimal, yaitu konsentrasi terendah antibiotik yang diberikan untuk menghambat
pertumbuhan suatu organisme dengan nama lain minimal inhibitory concentration (MIC). Oleh
karena itu, antibiotik profilaksis biasanya diberikan secara parenteral. Untuk mencapai kadar di
jaringan yang cukup tinggi pada waktu pembedahan, antibiotik profilaksi harus diberikan 1-2 jam
prabedah. Pemberian antibiotik pascabedah yang dilanjutkan lebih lama ternyata tidak
menurunkan risiko infeksi lebih lanjut, kecuali pada pembedahan tertentu, bahkan cenderung
menimbulkan resistensi kuman yang akan menjadi masalah bila timbul infeksi nosokomial.

Antibiotik sebaiknya tidak digunakan dalam kombinasi karena kombinasi antibiotik


memudahkan terjadinya superinfeksi dan resistensi kuman. Namun, antibiotik kombinasi
diindikasikan pada keadaan tertentu, yaitu pada infeksi campuran, misalnya pada pembedahan
reseksi usus yang selalu tercemar banyak kuman yang kepekaannya berbeda. Antibiotik kombinasi
juga diberikan pada pengobatan awal infeksi berat yang penyebabnya belum jelas, misalnya
septisemia atau meningitis purulenta. Kadang diperlukan antibiotik kombinasi untuk mendapatkan
efek sinergi, misalnya kombinasi golongan penisilin dan golongan aminoglikosida. Sementara itu,
kombinasi antituberkulosis pada tuberkulosis justru menghambat terjadinya resistensi kuman
tuberkulosis.

Antibiotik perlu diberikan kepada penderita yang mengalamai penurunan imunitas, misalnya
karena infeksi HIV atau terapi steroid jangka lama, demikian pula pada operasi yang lama dan
berat yang menyebabkan depresi faali yang besar. Antibiotik juga diberikan bila dampak infeksi
yang mungkin terjadi sangat serius meskipun kemungkinannya kecil. Sebagai contoh, infeksi pada
prosthesis sendi bersemen atau pada prosthesis katup jantung karena infeksi di sekitar benda asing
sangat sukar diatasi.

6
Pada pemberian antibiotik profilaksis, harus diperhatikan kuman yang diperkirakan akan
menyebabkan infeksi, dan antibiotik yang dipilih disesuaikan dengan kuman tersebut. Misalnya,
infeksi pada bedah vaskular biasanya disebabkan oleh Kokus gram positif sehingga dapat
digunakan penisilin dan sefalosporin, sedangkan penyebab infeksi bedah usus biasanya kuman
anaerob sehingga diperlukan antibiotik yang membunuh kuman anaerob.

2.2.1. Bedah Kolorektal


Infeksi akibat kontaminasi dengan feses merupakan infeksi yang serius. Kuman yang terutama
terdapat di kolon dan rectum adalah kuman aerob E.coli, dan Streptococcus faecalis, dan kuman
anaerob B.fragilis dan klostridium.

Untuk operasi elektif perlu dikakukan pembersihan kolon diikuti dengan pemberian antibiotik oral.
Pembersihan kolon dimulai dengan pemberian diet cair 5 hari prabedah dan diakhiri dengan
pembersihan kolon secara mekanis dengan pencahar atau klisma. Cara lain adalah lavase usus yang
dilakukan dengan minum air (atau melalui pipa lambung) selama beberapa jam sampai saluran
cerna kosong.

Antibiotik umumnya diberikan secara oral dan digunakan antibiotik yang dapat mencegah infeksi
oleh kuman anaerob maupun aerob dan tidak diserap di usus sehingga tetap berada di kolon.
Penggunaan antibiotik untuk persiapan kolon dapat menyebabkan colitis pseudomembranosa.
Kelainan ini timbul karena gangguan keseimbangan antara berbagai golongan bakteri tertentu di
usus besar. Oleh karena itu, antibiotik harus dipilih dengan seksama untuk mencegah penyulit yang
berbahaya ini. Antibiotik yang terkenal sering menyebabkan kolitis pseudomembranosa adalah
golongan linkomisin.

2.2.2. Bedah Usus Halus


Umumnya, kuman hanya terdapat di ileum terminal, kecuali dalam keadaan obstruksi, iskemia,
atau ileus paralitik. Dalam keadaan itu, usus akan cepat dipenuhi kuman yang berasal dari massa
tinja sehingga persiapan prabedahnya sama dengan persiapan prabedah kolorektal.

7
2.2.3. Bedah Apendiks
Pada apendisitis tanpa perforasi, kejadian infeksi pascabedah jarang sekali terjadi, sedang pada
apendisitis perforata, infeksi sering terjadi sehingga antibiotik profilaksis golongan penisilin,
sefalosporin, atau tertrasiklin parenteral, atau metronidazole intravena atau rektal sangat
diperlukan. Bila ternyata tidak ada apendisitis perforata, antibiotic prabedah tidak diteruskan,
tetapi bila ditemukan apendisitis gangrenosa, antibiotic diteruskan 1-2 hari. Bila terdapat
peritonitis, antibiotic harus diberikan lebih lama karena sifatnya sebagai terapi.

2.2.4. Bedah Gastroduodenum


Kejadian infeksi pasca bedah pada operasi lambung, bergantung pada keadaan lambung prabedah.
Keasaman dengan pH <4 umumnya membuat lambung steril yang memang merupakan
mekanisme pertahanan terhadap infeksi. Jika pH >4, microflora lebih mudah berkembang, seperti
pada tukak lambung, karsinoma lambung, refluks empedu, anasiditas, sedang dalam terapi
antagonis H-2, penurunan motilitas, dan adanya darah di dalam lambung. Pemberian sefalosporin
atau penisilin semisintetik terbukti baik untuk mencegah infeksi pascabedah. Klindamisin dapat
diberikan untuk menghadapi kemungkinan infeksi anaerob sebab golongan ini juga efektif
terhadap Kokus gram positif dari mulut, terutama pada penderita karsinoma, perforasi tukak, atau
perdarahan kronik. Pada keadaan ini, B.fragilis lebih banyak berkembang biak.

2.2.5. Bedah Saluran Empedu


Normalnya, saluran empedu steril, tetapi pada striktur atau batu, sering ditemukan infeksi kuman
Gram negatif, kuman aerob fakultatif, dan enterokokus. Pasien yang berisiko tinggi adalah mereka
yang punya riwayat kolangitis, pernah menjalani bedah empedu, fistula biliodigestif, penderita
batu duktus koledokus, ikterus obstruktif, usia >60-70 tahun, penderita kolangitis, dan
pembedahan gawat darurat. Jenis antibiotik yang banyak digunakan adalah jenis sefalosporin.

2.2.6. Bedah Vaskular


Mikroba yang sering menyebabkan infeksi pascabedah vaskular adalah S.aureus, diikuti dengan
S.epidermidis dan kokus Gram positif lainnya, kemudian kuman Gram negatif. Antibiotik
golongan sefalosporin lazim diberikan selama 1-3 hari pascabedah sampai pipa endotrakeal,

8
kateter urin, dan kateter intravena dicabut. Prosthesis pembuluh yang sering digunakan merupakan
benda asing sehingga infeksi yang ditimbulkannya dapat berdampak berat.

2.2.7. Bedah Kardiotoraks


Pada bedah kardiotoraks, bedah jantung, dan bedah nonjantung, risiko infeksi cukup tinggi
mengingat biasanya digunakan berbagai pipa penyalur dan berbagai kateter intravena intracardial,
dan intraarteri. Selain itu, pemakaian mesin jantung-paru untuk bedah jantung terbuka memberikan
kemungkinan kontaminasi kuman lingkungan langsung ke darah.

Kuman penyebab infeksi adalah S.aureus dan S.epidermidis diikuti dengan kuman Gram negatif,
seperti E.coli dan klebsiela. Antibiotik golongan sefalosporin sering digunakan dengan hasil baik.

2.2.8. Bedah Urologi


Infeksi saluran kemih sering menyebabkan septisemia. Tingginya angka infeksi saluran kemih
pascabedah disebabkan oleh sistitis, seperti pada batu buli-buli, pemasangan kateter, dan
prostatitis. Kateter di uretra menyebabkan bacteriuria setelah 3-4 hari sehingga sebaiknya dipasang
kateter sistem tertutup yang perlu diganti setiap minggu.

Kuman tersering penyebab infeksi saluran kemih adalah E.coli disusul dengan Proteus mirabilis,
Enterobacter sp., dan Pseudomonas. Antibiotik yang dipakai disesuaikan dengan kuman yang
ditemukan. Untuk antibiotik oral, dapat dipakai sediaan nitrofurantoin dan ampisilin.

2.2.9. Bedah Ortopedi


Pemasangan implant selalu disertai risiko tinggi karena kemungkinan terdapat kuman pada benda
asing itu. Pemasangan implang sering tidak menyebabkan infeksi selama antibiotik diberikan,
tetapi infeksi masih dapat muncul beberapa bulan, bahkan 1-2 tahun setelah operasi. Kuman yang
sering menyebabkan infeksi pascabedah ortopedi adalah S.aureus, S.epidermidis, dan kuman
Gram negatif seperti Pseudomonas dan enterobakter. Antibiotik yang diberikan adalah golongan
sefalosporin atau isoksazolil penisilin.

9
10
11
Tabel 3. Rekomendasi Antimikroba Profilaksis Bedah

12
BAB III
KESIMPULAN

Profilaksis antibiotik yang diberikan dengan tepat mengurangi insidensi infeksi luka bedah.
Profilaksis direkomendasikan secara seragam untuk semua prosedur luka yang terkontaminasi,
terkontaminasi dan kotor. Hal ini dianggap opsional untuk sebagian besar prosedur bersih,
walaupun dapat diindikasikan untuk pasien tertentu dan prosedur bersih yang memenuhi kriteria
risiko spesifik.

Waktu pemberian antibiotik sangat penting untuk keberhasilan. Dosis pertama harus selalu
diberikan sebelum prosedur, sebaiknya dalam 30 menit sebelum sayatan. Readministrasi pada satu
sampai dua masa paruh antibiotik direkomendasikan selama prosedur berlangsung. Secara umum,
administrasi pasca operasi tidak disarankan.

Seleksi antibiotik dipengaruhi oleh organisme yang paling sering menyebabkan infeksi luka pada
prosedur spesifik dan dengan biaya relatif dari agen yang tersedia. Dalam prosedur gastrointestinal
tertentu, pemberian agen oral dan intravena dengan aktivitas melawan bakteri gram negatif dan
anaerob diperlukan, dan juga persiapan mekanis usus. Cefazolin menyediakan cakupan yang
memadai untuk kebanyakan jenis prosedur lainnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

ASHP Therapeutic Guidelines. Clinical Practica Guidelines for Antimicrobial Prophylaxis in


Surgery. Available at: https://www.ashp.org/-/media/assets/policy-guidelines/docs/therapeutic-
guidelines-antimicrobial-prophylaxis-surgery.pdf

de Jong dan Sjamsuhidajat. 2012. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 3. EGC: Jakarta.

Mohabir, MD Paul K. dan MD Jennifer Gurney. 2015. Antibiotic Prophylaxis for Surgical
Procedures. University of Health Sciences: Bethesda. Available at:
http://www.merckmanuals.com/professional/special-subjects/care-of-the-surgical-
patient/antibiotic-prophylaxis-for-surgical-procedures

Waridiarto, DS. 2015. Penggunaan Antibiotik pada Kasus Bedah Orthopedi. Universitas
Diponogoro: Semarang.

Woods, M.D. Ronald K dan M.D. E. Patchen Dellinger. 1998. Current Guidelines for Antibiotic
Prophylaxis of Surgical Wounds. University of Washington Medical Center: Seattle, Washington.
American Family Physician. Available at: http://www.aafp.org/afp/1998/0601/p2731.html

14

Anda mungkin juga menyukai