Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun oleh:
Nama : Sofyan Dwi Nugroho
NIM : 16708251021 / Pendidikan Sains B
1
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi kepada Allah SWT, Rabb semesta alam yang telah
memberikan kemudahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan
praktikum Biologi. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah
Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan orang-orang yang mengikuti Beliau
hingga akhir zaman.
Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat tugas akhir semester sekaligus
melaporkan hasil yang diperoleh selama kegiatan praktikum. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Djukri dan Dr. Heru Nurcahyo, M.Kes, selaku
dosen Pengampuh mata kuliah praktikum Biologi yang telah meluangkan waktu,
tenaga, dan pikiran sehingga kami memperoleh ilmu yang sangat bermanfaat untuk
bekal mengajar dan membantu dalam mengembangkan wawasan keilmuan sains.
Penyusun juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang telah membantu
dalam menyelesaikan laporan ini.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul............................................................................................... i
Kata Pengantar.............................................................................................. ii
A. Tujuan......................................................................................................... 1
C. Metode Praktikum....................................................................................... 2
D. Hasil Pengamatan........................................................................................ 5
E. Analisa Data................................................................................................. 8
F. Pembahasan ................................................................................................. 18
G. Kesimpulan................................................................................................. 19
H. Daftar Pustaka............................................................................................. 19
3
PRAKTIKUM EKOLOGI DI HUTAN WANAGAMA
A. TUJUAN
B. LATAR BELAKANG
Vegetasi (komunitas tumbuhan) diberi nama atau di golongkan berdasarkan
spesies atau bentuk hidup yang dominan, habitat fisik atau kekhasan yang fungsional.
Oleh karena itu maka kita dapat menyatakan suatu komunitas seperti; vegetasi
padang rumput, vegetasi pantai pasir, vegetasi kebun teh, vegetasi hutan bakau.
Dalam mempelajari vegetasi, pengamat melakukan penelitian terhadap unit penyusun
vegetasi di tempat mana di lakukan penelitian. Unit penyusun vegetasi (komunitas)
adalah populasi, sedangkan unit penyusun populasi adalah semua individu yang
berada ditempat pengamatan dilakukan. Oleh karena itu, dalam penelitian mengenai
vegetasi tumbuhan di lakukan dengan cara mengamati individu dalam menyusun
populasi.
Untuk mengamati unit penyusun vegetasi yang luas secara tepat sangat sulit di
lakukan karena pertimbanagan kompleksitas, luas area waktu dan biaya. Oleh karena
itu dalam pelaksanaannya peneliti bekerja dengan melakukan pencuplikan
(sampling). Unit cuplikan atau unit sampling dalam analisis vegetasi dapat berupa
bidang (plot, kuadrat), garis atau titik. Dalam perkembangannya unit cuplikan yang
dipergunakan untuk suatu analisis vegetasi menggambarkan metode yang digunakan.
Dengan demikian dalam pencuplikan mengenai suatu vegetasi di gunakan berbagai
alternatif metode diantaranya: metode kuadrat (quadrat methods), metode garis (line
intercept, strip transect, bisect methods) dan metode titik (point methods)
4
C. DASAR TEORI
Vegetasi
Vegetasi merupakan unsur yang dominan yang mampu berfungsi sebagai
pembentuk ruang, pengendalian suhu udara, memperbaiki kondisi tanah dan
sebagainya. Vegetasi dapat menghadirkan estetika tertentu yang alamiah dari garis,
bentuk, warna, dan tekstur yang ada dari tajuk, daun, batang, cabang, kulit batang,
akar, bunga, buah maupun aroma yang ditimbulkan dari daun, bunga maupun
buahnya (Rochman, 2005).
Hutan hujan tropis mencapai perkembangan sepenuhnya pada bagian belahan
bumi sebelah barat dan pada bagian tengah dan selatan mempunyai spesies yang
sangat beragam. Disana, jarang dijumpai dua pohon dari spesies yang sama yang
tumbuh berdekatan. Vegetasinya sedemikian rapat, sehingga cahaya sangat sedikit
yang sampai kedasar hutan (Kimball, 2005).
Wilayah hutan hujan tropis mencakup 30% dari luas permukaan bumi dan
terdapat mulai dari Amerika Selatan, bagian tengah dari benua Afrika, sebagian anak
benua India, sebagian besar wilayah Asia Selatan dan wilayah Asia Tenggara,
gugusan kepulauan di samudera Pasifik, dan sebagian kecil wilayah Australia. Pada
umumnya wilayah hutan hujan tropis dicirikan oleh adanya 2 musim dengan
perbedaan yang jelas, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Ciri lainnya
adalah suhu, kelembaban udara yang tinggi, dan curah hujan, sedangkan hujan
merata sepanjang tahun (Ewusie, 1980).
Menurut Soedjiran et all (1993) hutan hujan tropis (tropical rain forest) terdapat
di daerah tropis yang basah dengan curah hujan yang tinggi dan tersebar sepanjang
tahun, seperti di Amerika tengah dan selatan, Asia tenggara, Indonesia dan Australia
timur laut. Dalam hutan ini pohon-pohonnya tinggi dan pada umumnya berdaun
lebar dan selalu hijau, jumlah jenis besar. Sering terdapat paku-paku pohon, tanaman
merambat berkayu liana yang sering dapat mencapai puncak pohon-pohon yang
tinggi dan epifit. Hutan ini kaya akan jenis-jenis hewan invertebrata dan vertebrata.
Analisis vegetasi hutan merupakan studi untuk mengetahui komposisi dan
struktur hutan. Kegiatan analisis vegetasi pada dasarnya ada dua macam, yaitu
metode dengan petak dan tanpa petak. Salah satu metode dengan petak yang banyak
digunakan adalah kombinasi antara metode jalur (untuk risalah pohon) dengan
5
metode garis petak (untuk risalah permudaan) dalam kegiatan-kegiatan penelitian di
bidang ekologi hutan seperti halnya pada bidang-bidang ilmu lainnya yang
bersangkut paut dengan Sumber Daya Alam (Latifah, 2005). Analisis vegetasi dibagi
dalam 2 teknik plot yaitu sebagai berikut.
a. Quadrat Sampling Techniques
Penggambaran pengambilan vegetasi dalam teknik quadrat sampling dengan
plot untuk menentukkan jumlah minimal plot.
I II IV VI VIII DAN
III SETERUSNYA
HINGGA
V
VEGETASI
VII
TERLIHAT
HOMOGEN
GARIS
SAMPLING POINT KEDUA
Struktur Vegetasi
Struktur vegetasi merupakan susunan anggota komunitas vegetasi pada suatu
area yang dapat dinilai dari tingkat densitas (kerapatan) individu dan diversitas
(keanekaragaman) jenis. Komposisi dan struktur suatu vegetasi merupakan fungsi
dari beberapa faktor seperti: flora setempat, habitat, (iklim, tanah dan lain-lain),
waktu dan kesempatan. Komposisi dan struktur vegetasi tumbuhan tidak dapat
6
dilepaskan dari pentingnya mengetahui air tanah dan ketersediaan air tanah bagi
tumbuhan di sekitarnya. Ketersediaan air dalam tanah ditentukan oleh kemampuan
partikel tanah memegang air. Air tanah adalah air yang bergerak dalam tanah yang
terdapat dalam ruang-ruang antar butir tanah yang membentuknya. Air tanah dapat
dibedakan menjadi dua yaitu air tanah dangkal dan air tanah dalam. Air tanah
dangkal terdapat pada bidang tanah yang mempunyai pengaruh besar terhadap proses
pembentukan tanaman.
Melalui profil, kedalaman air dapat diduga berdasarkan tinggi, maka air tanah
yang selalu mengalami periode naik turun sesuai dengan keadaan musim atau faktor
lingkungan luar lainnya. Kedalaman muka air tanah yang dimaksud adalah
kedalaman muka priotik yaitu kedalaman muka air tanah sumur-sumur galian yang
ada (Kusumawati, 2008). Cara memperoleh angka penting adalah sebagai berikut.
b. Densitas Relatif = (densitas setiap spesies / jumlah densitas semua spesies) x 100 %
c. Dominansi Absolut = nilai area tertutup / luas area
d. Dominansi Relatif = (dominasi setiap spesies / jumlah dominasi seluruh spesies) x 100%
e. Frekuensi Absolut = jumlah plot yang di tempati spesies ybs / jumlah seluruh plot
f. Frekuensi Relatif = (frekuensi setiap spesies / jumlah frekuensi seluruh spesies) x 100%
g. Nilai Penting = densitas relatif + dominansi relatif + frekuensi relatif
7
aspek kesehatannya terbagi atas tiga komponen yakni dari sisi pemanfaatan yakni
pada tegakkan hutan, lingkungan yakni terhadap sebuah komunitas dan kesehatan
ekosistem yang lebih menjurus pada landscape (Marsono, 2004).
Hutan Wanagama
Wanagama terletak di wilayah Kabupaten Gunungkidul. Luasnya mencapai 600
hektar meliputi empat desa di dua kecamatan yang berbeda, yakni Kecamatan Patuk
dan Playen. Tepatnya di sebelah tenggara Kota Yogyakarta yang berjarak tempuh
kurang lebih satu jam perjalanan menggunakan kendaraan bermotor. Sepanjang jarak
sekitar 35 kilometer tersebut terhampar hijaunya pesona alam dan indahnya
pemandangan Kota Yogyakarta dari ketinggian. Kawasan hutan wanagama yang
luasnya hampir mencapai 600 hektar merupakan tumpuan harapan bagi banyak orang
yang bermukim di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan sekitarnya untuk
kepentingan ekonomis ataupun kebutuhan akan jasa lingkungan sebagai paru-paru
kota dan sebagai media pembelajaran alamiah ataupun oleh pemerintah daerah
sebagai salah satu aset wisata alam bagi daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Mengingat banyaknya manfaat yang dapat diperoleh lewat kehadiran kawasan Hutan
wanagama ini, maka upaya untuk mempertahankan fungsi dan peran kawasan ini
harus terus dilakukan (Irwanto, 2006).
8
deretan pohon akasia (Acacia auriculiformis), pohon penghasil bubur kayu yang
menjadi primadona banyak perusahaan HTI di Indonesia. Dilanjutkan dengan pohon
kayu putih (Melaleuca leucadendra, tanaman yang menghasilkan minyak atsiri yang
berkhasiat untuk menghangatkan badan. Selain itu ada juga barisan pohon pinus
(Pinus merkusii) yang meneduhkan kala matahari bersinar terik. Pohon ini banyak
ditemukan tumbuh di Sumatera Bagian Tengah. Wanagama masih memiliki aneka
ragam pepohonan lain, misalnya: eboni (Diospyros celebica), si kayu hitam dari
Sulawesi; cendana (Santalum album), si pohon wangi dari Nusa Tenggara Timur;
murbei (Morus alba) dan tak ketinggalan pohon jati (Tectona grandis) (Suwarni &
Heri Santoso, 2009).
Hutan yang sehat terbentuk apabila faktor-faktor biotik dan abiotik dalam hutan
tersebut tidak menjadi faktor pembatas dalam pencapaian tujuan pengelolaan hutan
saat ini maupun masa akan datang. Kondisi hutan sehat ditandai oleh adanya pohon-
pohon yang tumbuh subur dan produktif, akumulasi biomasa dan siklus hara cepat,
tidak terjadi kerusakan signifikan oleh organisme pengganggu tumbuhan, serta
membentuk ekosistem yang khas (Kimmins, 1987). Ekosistem hutan yang sehat
terbentuk setelah hutan mencapai tingkat perkembangan klimaks, yang ditandai oleh
tajuk berlapis, pohon-pohon penyusun terdiri atas berbagai tingkat umur, didominasi
oleh pohon-pohon besar, serta adanya rimpang yang terbentuk karena matinya
pohon. Ekosistem hutan yang sehat tercapai bila tempat tumbuhnya dapat
mendukung ekosistem untuk memperbaharui dirinya sendiri secara alami,
mempertahankan diversitas penutupan vegetasi, menjamin stabilitas habitat untuk
flora dan fauna, serta terbentuknya hubungan fungsional di antara komunitas
tumbuhan, hewan dan lingkungan (Widyastuti, 2004).
Kesehatan hutan dan kesehatan ekosistem tersebut menunjukkan bahwa
keduanya merupakan tingkatan-tingkatan integrasi biologis. Konsekuensinya ialah
antara keduanya mempunyai karakteristik yang sama, namun demikian terdapat
perbedaan yang fundamental. Aspek kesehatan ekosistem lebih berhubungan dengan
pola penutupan vegetasi dalam kisaran kondisi-kondisi ekologi yang luas, sedangkan
kesehatan hutan lebih menekankan pada kondisi untuk memperoleh manfaatnya
(Sumardi, 2004).
9
D. Metode Praktikum
1. Jenis kegiatan : Observasi
2. Waktu kegiatan : Minggu, 21 Mei 2017
3. Tempat kegiatan : Hutan Wanagama
4. Obyek pengamatan : Species dan individu tiap plot
5. Bahan dan alat
Pada pengamatan analisis vegetasi memerlukan alat-alat dan bahan sebagai
berikut: patok, tali, meteran, pisau, kantong plastik, kertas label, cetok, dan
sabit
6. Cara kerja
a. Menentukan lokasi studi dan menentukan batas-batasnya.
Lokasi studi dapat berupa rerumputan, sesemakan, peperduan, dan
pepohonan. Daerah tersebut kemudian dibatasi
b. Menentukan luas minimal plot contoh (sample plot).
c. Menentukan jumlah minimal plot.
d. Pengamatan jumlah species dan jumlah individu tiap plot contoh.
e. Menghitung densitas, frekuensi, dominansi, dan nilai penting suatu jenis
pada vegetasi/tegakan/areal.
Untuk memperoleh nilai penting setiap spesies, perlu dihitung :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
10
b. Menghitung dan mencatat jumlah spesies pada kuadrat I
c. Memperluas kuadrat I menjadi 2 kali lipat luasnya, yang selanjutnya
kuadrat I ditambah perluasannya disebut kuadrat II, dan luasnya 4m x 8 m
= 32 m2
d. Menghitung dan mencatat jumlah spesies pada kuadrat II, dalam hal ini
berarti menghitung dan mencatat jumlah spesies baru yang belum
dijumpai pada kuadarat I, dan apabila ditambahkan pada jumlah spesies
pada kuadrat I akan diperoleh jumlah spesies pada kuadrat II.
e. Memperluas kuadrat II menjadi 2 kali lipat luasnya, sehingga luasnya
menjadi = 8 m x 8 m = 64 m2, selanjutnya kuadrat II ditambah
perluasannya disebut kuadrat III.
f. Menghitung dan mencatat jumlah spesies pada kuadrat III.
g. Perluasan dilanjutkan dan perhitungan diadakan setiap selesai
memperluas luas plot, sehingga jumlah kumulatif spesies tidak bertambah
lagi.
h. Membuat grafik atas dasar hasil yang dikerjakan mulai butir a sampai
degan g, dengan ketentuan, *sumbu X menunjukkan luas kuadrat dan
sumbu Y menunjukkan jumlah kumulatif spesies.
i. Setelah grafik terbentuk, menentukan titik pada sumbu X seharga 10%
dari luas kuadrat terbesar
j. Menentukan titik pada sumbu Y seharga 10% dari jumlah kumulatif
tertinggi spesies
k. Membuat garis ordinasi melalui titik temu 10% jumlah spesies dan 10%
luas plot terbesar
l. Membuat garis sejajar dengan garis ordinasi yang menyinggung grafik
harga-harga jumlah kumulatif spesies.
m. Dari titik singgung anatara garis sejajar dengan garfik, dibuat proyeksi ke
sumbu X, maka ditemukan luas minimal plot yang dimaksudkan
11
masing spesies tiap tegakan). Oleh karena itu, maka peletakan plot-plot
(dengan luas minimal seperti yang telah diketahui dari butir m, serta
jumlah spesies dan jumlah individu dari butir a), harus diusahakan dapat
mewakili seluruh daerah tagakan. Perlu diingat bahwa tegakan yang
dipilih bentuk dan komposisinya belum tentu beraturan
b. Setelah diperoleh catatan mengenai jumlah spesies tidak bertambah lagi
pada plot yang kesekian kali, maka dapat digambarkan garfik seperti pada
waktu menentukan luas minimal plot, hanya saja sumbu X bukan
menggambarkan luas plot melainkan jumlah plot, sehingga yang
ditemukan adalah jumlah minimal plot contoh
Cara mengamati spesies pada setiap plot contoh
a. Membuat plot seluas yang sama dengan luas minimal plot dan jumlahnya
sama dengan jumlah membuat plot dengan luas dan jumlah yang lebih
dari minimal.
b. Melakukan pengamatan dan penghitungan jumlah individu masing-
masing spesies setiap plot
Cara menghitung nilai penting spesies untuk masing-masing tegakan
Untuk memperoleh nilai penting setiap spesies pada masing-masing tegakan
maka perlu dihitung:
a. Densitas : Jumlah individu per luas areal
b. Densitas realatif : Densitas setiap spesies per jumlah densitas semua
spesies kali 100
c. Dominansi : Jumlah basal area, atau nilai areal tertutup, atau luas
areal yang ditumbuhi spesies per luas areal
d. Dominan relatif : dominansi setiap spesies per jumlah dominansi
seluruh spesies kali 100
e. Frekuensi : Jumlah plot yang ditempati spesies yang
bersangkutan per jumlah seluruh plot
f. Frekuensi relatif : Frekuensi setiap spesies per jumlah frekuensi seluruh
spesies kali 100.
g. Nilai penting : Densitas relatif + dominansi realatif + frekuensi
realatif.
E. Hasil Pengamatan
1. Data Pengamatan tiap plot yang berukuran 4 x 4 m
Tabel 1. Data pengamatan tiap plot berukuran 4 x 4 meter
12
Plot
Plot II Plot
I Plot IV
III
Spesies A (Podocarpus) 80% 50% 25% 25%
Spesies B (Leresede) 10% - - -
Spesies C (Akasia) - 40% 25% 50%
Spesies D (Mahoni) 5% 5% 10 % 2%
Spesies E (tanaman lain) 5% 2% 10% 3%
Spesies F (rumput) - 3% - -
Tanah/tidak dihuni - - 30% 20%
Densitas 8 10 9 8
F. Analisis Data
Dalam studi lanjut di lokasi Hutan Wanagama ini, untuk mempelajari
analisis vegetasi. Hal ini dimulai dengan membuat luas minimal plot,
menentukan jumlah minimal plot, menghitung jumlah spesies dan individu tiap
spesies sampai menghitung nilai penting suatu jenis dalam komunitas. Dari
serangkaian kegiatan tersebut di dapatkan data bahwa berdasarkan hasil
perhitungan, luas minimal plot yang didapat adalah 4 meter x 4 meter dengan
data jumlah spesies yang sampai pada jumlah konstan yaitu pada plot keenam
adalah sebanyak sepuluh spesies. Maka untuk melanjutkan pengamatan,
berdasarkan kesepakatan bersama luas minimal plot yang dipakai adalah 4 meter
x 4 meter.
13
Spesies F 0 0 0 0
PLOT II
Spesies A 0,16 18,51 0,5 27,77
Spesies B 0 0 0 0
Spesies C 0,128 14,81 0,4 34,78
Spesies D 0,016 0,858 0,05 22,72
Spesies E 0,0064 0,74 0,02 10
Spesies F 0,0096 1,11 0,03 100
PLOT III
Spesies A 0,08 4,25 0,25 13,8
Spesies B 0 0 0 0
Spesies C 0,08 9,25 0,25 21,70
Spesies D 0,032 3,7 0,1 45,45
Spesies E 0,032 3,7 0,1 50
Spesies F 0 0 0 0
PLOT IV
Spesies A 0,08 4,250 0,25 13,8
Spesies B 0 0 0 0
Spesies C 0,16 18,51 0,5 43,47
Spesies D 0,0064 0,74 0,02 9,09
Spesies E 0,0096 1,40 0,03 15
Spesies F 0 0 0 0
Plot I
8
Densitas A 80% x 0,256 spesies/m
25
8
Densitas B 10% x 0,032 spesies/m2
25
8
Densitas C 0% x 0 spesies/m2
25
8
Densitas D 5% x 0,016 spesies/m2
25
14
8
Densitas E 5% x 0,016 spesies/m2
25
8
Densitas F 80% x 0 spesies/m2
25
Plot II
8
Densitas A 50% x 0,16 spesies/m
25
8
Densitas B 0% x 0 spesies/m2
25
8
Densitas C 40% x 0,128 spesies/m2
25
8
Densitas D 5% x 0,016 spesies/m2
25
8
Densitas E 2% x 0,0064 spesies/m2
25
8
Densitas F 3% x 0,0096 spesies/m2
25
Plot III
8
Densitas A 25% x 0,08 spesies/m
25
8
Densitas B 0% x 0 spesies/m2
25
8
Densitas C 25% x 0,08 spesies/m2
25
15
8
Densitas D 10% x 0,032 spesies/m2
25
8
Densitas E 10% x 0,032 spesies/m2
25
8
Densitas F 0% x 0 spesies/m2
25
Plot IV
8
Densitas A 25% x 0,08 spesies/m
25
8
Densitas B 0% x 0 spesies/m2
25
8
Densitas C 50% x 0,16 spesies/m2
25
8
Densitas D 2% x 0,0064 spesies/m2
25
8
Densitas E 3% x 0,0096 spesies/m2
25
8
Densitas F 0% x 0 spesies/m2
25
Densitas Relatif
Plot I
0,256
Densitas relatif A = 0,864 x 100 = 29,63
16
0,032
Densitas relatif B = 0,864 x 100 = 2,66
0
Densitas relatif C = 0,864 x 100 = 0
0,016
Densitas relatif D = 0,864 x 100 = 0,858
0,016
Densitas relatif E = 0,864 x 100 = 0,858
0
Densitas relatif F = 0,864 x 100 = 0
Plot II
0,16
Densitas relatif A = 0,864 x 100 = 18,51
0
Densitas relatif B = 0,864 x 100 = 0
0,128
Densitas relatif C = 0,864 x 100 = 14,81
0,016
Densitas relatif D = 0,864 x 100 = 0,858
0,0064
Densitas relatif E = 0,864 x 100 = 0,74
0,0096
Densitas relatif F = 0,864 x 100 = 1,11
Plot III
17
0,08
Densitas relatif A = 0,864 x 100 = 9,25
0
Densitas relatif B = 0,864 x 100 = 0
0,08
Densitas relatif C = 0,864 x 100 = 9,25
0,032
Densitas relatif D = 0,864 x 100 = 3,7
0,032
Densitas relatif E = 0,864 x 100 = 3,7
0
Densitas relatif F = 0,864 x 100 = 0
Plot IV
0,08
Densitas relatif A = 0,864 x 100 = 9,25
0
Densitas relatif B = 0,864 x 100 = 0
0,16
Densitas relatif C = 0,864 x 100 = 18,51
0,0064
Densitas relatif D = 0,864 x 100 = 0,74
18
0,0096
Densitas relatif E = 0,864 x 100 = 1,11
0
Densitas relatif F = 0,864 x 100 = 0
Dominansi relatif
Plot I
0,8
Dominansi relatif spesies A = 1,8 x 100 = 44,44
0,1
Dominansi relatif spesies B = 0,1 x 100 = 100
0
Dominansi relatif spesies C = 1,15 x 100 = 0
0,05
Dominansi relatif spesies D = 0,22 x 100 = 22,72
0,05
Dominansi relatif spesies E = 0,2 x 100 = 25
0
Dominansi relatif spesies F = 0,03 x 100 = 0
Plot II
0,5
Dominansi relatif spesies A = 1,8 x 100 = 27,77
19
0
Dominansi relatif spesies B = 0,1 x 100 = 0
0,4
Dominansi relatif spesies C = 1,15 x 100 = 34,78
0,05
Dominansi relatif spesies D = 0,22 x 100 = 22,72
0,02
Dominansi relatif spesies E = 0,2 x 100 = 10
0,03
Dominansi relatif spesies F = 0,03 x 100 = 100
Plot III
0,25
Dominansi relatif spesies A = 1,8 x 100 = 13,8
0
Dominansi relatif spesies B = 0,1 x 100 = 0
0,25
Dominansi relatif spesies C = 1,15 x 100 = 21,74
0,1
Dominansi relatif spesies D = 0,22 x 100 = 45,45
0,1
Dominansi relatif spesies E = 0,2 x 100 = 50
0
Dominansi relatif spesies F = 0,03 x 100 = 0
20
Plot IV
0,25
Dominansi relatif spesies A = 1,8 x 100 = 13,8
0
Dominansi relatif spesies B = 0,1 x 100 = 0
0,5
Dominansi relatif spesies C = 1,15 x 100 = 43,47
0,02
Dominansi relatif spesies D = 0,22 x 100 = 9,09
0,03
Dominansi relatif spesies E = 0,2 x 100 = 15
0
Dominansi relatif spesies F = 0,03 x 100 = 0
21
Frekuensi spesies C = 3/4 = 0,75
22
Spesies A 46,64 99,77 23,53 169,94
G. Pembahasan
Analisis vegetasi dilaksanakan di Hutan Wanagama pada Minggu, 21 Mei
2017. Hal yang pertama dilakukan dalam menganalisis vegetasinya adalah
menentukan lokasi dimana daerah hutan yang menjadi objek studi dan
menentukan batasnya. Kemudian membuat kuadrat dan menghitung jumlah
spesies pada kuadrat tersebut. Meluaskan kuadrat dengan skala tertentu dan
menghitung jumlah spesies, begitu seterusnya sampai jumlah kumulatif spesies
tidak bertambah lagi. Kemudian membuat grafik untuk menentukan luas
minimal plot. Tujuannya adalah agar objek kajian tidak meluas atau dalam hal
ini mengambil sampel dari populasi area yang akan distudi. Setelah luas minimal
plot diketahui maka dilakukan observasi dengan batas tepi pantai antara pasir
dan keberadaan tumbuhan, sedangkan batas daratan ialah area tempat aktivitas
manusia. Dari hasil observasi dan analisa data diketahui bahwa terdapat 15 jenis
spesies yaitu podocarpus, leresede, akasia, mahoni, rumput, dan masih ada 10
spesies lagi yang praktikan belum mengetahui namanya. Dalam pelaksanaan
praktikum vegetasi di hutan, praktikan hanya melakukan pengambilan data
empat kali (4 plot) yang berukuran 4 x 4 meter. Jumlah spesies masing-masing
plot berbeda antara dari ketiga plot tersebut terdapat 15 jenis spesies, spesies
yang memiliki nilai penting tertinggi adalah podocarpus. Tumbuhan ini
memiliki karakteristik epimatium pada buahnya, daun tunggal, alternate,
pertulangan sejajar, ujung daun runcing, daun, tebal, panjang.
23
Dari hasil analisa data diketahui bahwa, untuk plot I didominasi oleh
podocarpus yang hampir mencapai 80%. Pada plot I juga terdapat tanaman
pandan sekitar 10%, selebihnya merupakan tanaman lain, jumlah spesies
tumbuhan yang ada di plot I ialah 8 jenis. Untuk plot II tumbuhan podocarpus
juga masih memdominasi namun jumlah berkurang hanya sekitar 50%,
sedangkan 40% tumbuhan akasia, sedangkan jumlah spesies tumbuhan lebih
banyak yaitu ada 10 jenis. Untuk plot III berbeda dengan plot I dan II, plot III
didominasi oleh tanah sekitar 30%, podocarpus sekitar 25%, dan akasia sekitar
25% dengan jumlah spesies tumbuhan 9 jenis. Untuk plot IV, akasia
mendominasi mencapai 50%, sedangkan podocarpus hanya 25%, sedangkan
tanah 20% dengan jumlah spesies tumbuhan 8 jenis.
Dari hasil kumulatif masing-masing plot didapatkan bahwa tumbuhan
yang mendominansi yaitu tumbuhan A (podocarpus) dengan densitas relatifnya
29,63 dominan relatifnya 44,44 dan frekuansi relatif 23,53. Maka dari itu dapat
diasumsikan bahwa pada vegetasi hutan wanagama didominansi oleh tumbuhan
podocarpus.
H. Kesimpulan
Tumbuhan podocarpus mendominansi daerah hutan wanagama, maka
vegetasi yang memiliki nilai penting tertinggi adalah Spinifex littoralis.
Tumbuhan ini berkontribusi sebagai penstabil tanah sehingga memfasilitasi
kehadiran tumbuhan lain untuk tumbuh.
I. Daftar Pustaka
24
Djukri dan Heru Nurcahyo.(2009). Petujuk praktikum biologi.Yogyakarta:
Program studi pendidikan sains program pascasarjana UNY.
J. Lampiaran
25
ANALISIS VEGETASI
26
Jenis : Laporan kelompok
Penyusun :
Pendidikan Sains
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
2017
27