Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan merupakan peristiwa yang dinantikan oleh hampir setiap


pasangan usia subur. Sebagian besar kehamilan berlangsung dengan aman.
Namun sebagian kecil mengalami komplikasi selama kehamilan dan persalinan.
Komplikasi yang sering terjadi antar lain: perdarahan, hipertensi dalam
kehamilan, infeksi, partus macet, dan abortus.
Abortus adalah berakhirnya kehamilan baik secara spontan maupun
disengaja, sebelum janin viabel. Pada umumnya abortus didefinisikan sebagai
berakhirnya kehamilan sebelum umur kehamilan 20 minggu atau kurang dari 500
gram. Secara klinis, abortus yang paling sering dijumpai dirumah sakit adalah
abortus inkomplit. Pasien pada umumnya datang dalam keadaan perdarahan dan
nyeri perut yang hebat, dari pemeriksaan fisik ditemukan pembukaan serviks dan
tampak keluarnya sebagian dari produk konsepsi.
Mekanisme penyebab abortus tidak selalu dapat ditentukan dengan jelas,
karena pada umumnya lebih dari satu faktor yang berperan. Secara umum
penyebab abortus dapat dibagi menjadi faktor fetus dan faktor maternal. Faktor
fetus seperti kelainan kromosom menjadi penyebab sekitar 50% kejadian abortus
spontan, dimana kelainan yang paling sering ditemukan berupa autosomal trisomi.
Faktor Maternal yang turut berperan seperti: usia ibu, kelainan anatomis, faktor
imunologis, infeksi, penyakit kronis, kelainan endokrin, nutrisi, penggunaan obat-
obatan dan pengaruh lingkungan.
Pada saat ini akan dibahas kasus pada pasien yang mengalami abortus pada
pasien yang berniat untuk mengakhiri kehamilannya yang dirawat di RSU
Anutapura.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu abortus spontan dan

abortus provokatus. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi tanpa

tindakan mekanis dan disebabkan oleh faktor-faktor alamiah. Abortus

provokatus adalah abortus yang terjadi akibat tindakan atau disengaja, baik

dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat.

Abortus adalah pengeluaran hasil pembuahan (konsepsi) dengan berat

badan janin < 500 gram atau kehamilan kurang dari 20 minggu. Insiden 15%

dari semua kehamilan yang diketahui.

Abortus inkomplit adalah keluarnya sebagian, tetapi tidak seluruh hasil

konsepsi, sebelum umur kehamilan lengkap 20 minggu dan sebelum berat

janin 500 gram.

B. Etiologi

Abortus yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan umumnya

disebabkan oleh Factor ovofetal, pada minggu - minggu berikutnya (11 12

minggu), abortus yang terjadi disebabkan oleh factor maternal.

Faktor ovofetal : Pemeriksaan USG janin dan histopatologis selanjutnya

menunjukkan bahwa pada 70% kasus, ovum yang telah dibuahi gagal untuk

berkembang atau terjadi malformasi pada tubuh janin. Pada 40% kasus,

diketahui bahwa latar belakang kejadian abortus adalah kelainan

2
chromosomal. Pada 20% kasus, terbukti adanya kegagalan trofoblast untuk

melakukan implantasi dengan adekuat.

Faktor maternal : Sebanyak 2% peristiwa abortus disebabkan oleh adanya

penyakit sistemik maternal (systemic lupus erythematosis) dan infeksi

sistemik maternal tertentu lainnya. 8% peristiwa abortus berkaitan dengan

abnormalitas uterus ( kelainan uterus kongenital, mioma uteri submukosa,

inkompetensia servik). Terdapat dugaan bahwa masalah psikologis memiliki

peranan pula dengan kejadian abortus meskipun sulit untuk dibuktikan atau

dilakukan penilaian lanjutan.

Penyebab abortus inkompletus bervariasi, Penyebab terbanyak di antaranya

adalah sebagai berikut.

1. Faktor genetik. Sebagian besar abortus spontan, termasuk abortus

inkompletus disebabkan oleh kelainan kariotip embrio. Paling sedikit 50%

kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik.

Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama

berupa trisomi autosom. Insiden trisomy meningkat dengan bertambahnya

usia. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah 1 : 80, pada usia diatas 35 tahun

karena angka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan meningkat setelah

usia 35 tahun. Selain itu abortus berulang biasa disebabkan oleh penyatuan

dari 2 kromosom yang abnormal, dimana bila kelainannya hanya pada

salah satu orang tua, faktor tersebut tidak diturunkan. Studi yang pernah

dilakukan menunjukkan bahwa bila didapatkan kelainan kariotip pada

kejadian abortus, maka kehamilan berikutnya juga berisiko abortus.

3
2. Kelainan kongenital uterus. Defek anatomik uterus diketahui sebagai

penyebab komplikasi obstetrik. Insiden kelainan bentuk uterus berkisar

1/200 sampai 1/600 perempuan dengan riwayat abortus, dimana

ditemukan anomaly uterus pada 27% pasien. Penyebab terbanyak abortus

karena kelainan anatomik uterus adalah septum uterus (40 - 80%),

kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikornis (10 - 30%).

3. Infeksi. Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai

diduga sejak 1917, ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan

pengamatan kejadian abortus berulang pada perempuan yang ternyata

terpapar brucellosis. Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan

peran infeksi terhadap risiko abortus, diantaraya sebagai berikut.

a. Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang

berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta.

b. Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat

sehingga janin sulit bertahan hidup.

c. Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut

kematian janin.

d. Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah

yang bias mengganggu proses implantasi.

4. Faktor Hematologik. Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan

efek plasentasi dan adanya mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta.

Bukti lain menunjukkan bahwa sebelum terjadi abortus, sering didapatkan

defek hemostatik. Penelitian Tulpalla dan kawan-kawan menunjukkan

4
bahwa perempuan dengan riwayat abortus berulang, sering terdapat

peningkatan produksi Tromboksan yang berlebihan pada usia kehamilan 4

6 minggu, dan penurunan produksi Prostasiklin saat usia kehamilan 8

11 minggu. Hiperhomosisteinemi, bisa congenital ataupun akuisita juga

berhubungan dengan thrombosis dan penyakit vascular dini. Kondisi ini

berhubungan dengan 21% abortus berulang.

5. Faktor Lingkungan. Diperkirakan 1 10% malformasi janin akibat dari

paparan obat, bahan kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan

abortus, misalnya paparan terhadap buangan gas anestesi dan tembakau.

Sigaret rokok diketahui mengandung ratusan unsur toksik, antara lain

nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga

menghambat sirkulasi uteroplasenta . Karbon monoksida juga menurunkan

pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan adanya

gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan

pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.

6. Faktor Hormonal. Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung

pada koordinasi yang baik sistem pengaturan hormon maternal . Oleh

karena itu, perlu Perhatian langsung terhadap sistem hormon secara

keseluruhan, fase luteal , dan gambaran hormon setelah konsepsi terutama

kadar progesterone. Perempuan diabetes dengan kadar HbA1c tinggi pada

trimester pertama , risiko abortus meningkat signifikan. Diabetes jenis

insulin dependen dengan kontrol glukosa tidak adekuat punya peluang 2

3 kali lipat mengalami abortus. Pada tahun 1929, allen dan Corner

5
mempublikasikan tentang proses fisiologi korpus luteum, dan sejak itu

diduga bahwa kadar progesteron yang rendah berhubungan dengan risiko

abortus. Sedangkan pada penelitian terhadap perempuan yang mengalami

abortus lebih dari atau sama dengan 3 kali, didapatkan 17% kejadian defek

fase luteal. Dan, 50% perempuan dengan histologi defek fase luteal punya

gambaran progesterone yang normal.

Selain penyebab-penyebab diatas kategori penyebab abortus inkompletus

antara lain :

1. Kelainan dari ovum. Menurut Hertig dkk pertumbuhan abnormal dari

fetus sering menyebabkan abortus spontan, termasuk abortus

inkompletus. Menurut penyelidikan mereka dari 1000 abortus

inkompletus: 48,9% disebabkan karena ovum yang patologis; 3,2%

disebabkan kelainan letak embrio; 9,6% disebabkan karena plasenta yang

abnormal. Abortus inkompletus yang disebabkan oleh karena kelainan

dari ovum berkurang kemungkinannya kalau kehamilan sudah lebih dari

satu bulan, artinya makin muda kehamilan waktu terjadinya abortus

makin besar kemungkinan disebabkan oleh kelainan ovum (50 80 %).

2. Kelainan genitalia ibu

a. Kongenital anomaly (hipoplasia uteri, uterus bikornis, dan lain-lain).

b. Kelainan letak dari uterus seperti retrofelsi uteri fiksata.

c. Tidak sempurnanya persiapan uterus untuk menanti nidasi daripada

ovum yang sudah dibuahi seperti kurangnya progesterone/oestrogen,

endometritis, mioma submukus.

6
d. Uterus terlalu cepat renggang (kehamilan ganda, mola).

e. Distorsio dari uterus : oleh karena didorong oleh tumor pelvis.

3. Gangguan sirkulasi plasenta kita jumpai pada penyakit nefritis, hipertensi,

toksemia- gravidarum, anomaly plasenta dan endartritis.

4. Penyakit-penyakit ibu. Penyakit infeksi yang menyebabkan demam tinggi

: pneumonia, tifoid, pielitis, rubeola, demam malta dan

sebagainya.Berdasarkan faktor ibu yang paling sering menyebabkan

abortus adalah infeksi. Sesuai dengan keluhan yang biasa ibu alami

kemungkinan penyebab terjadinya abortus adalah infeksi pada alat

genital. Tapi bisa saja juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lain.

Infeksi vagina pada kehamilan sangat berhubungan dengan terjadinya

abortus atau partus sebelum waktunya (Mochtar, 1998)

Macam-macam infeksi pada vagina, yaitu:

a. Infeksi vagina akibat bakteri disebabkan karena tidak seimbangnya

ekosistem bakteri pada vagina. Biasanya ditandai dengan adanya

keputihan yang encer dan berbau busuk/ amis.

b. Infeksi vagina akibat trikomonas disebabkan oleh parasit yang

berflagela yaitu trikhomonas. Keputihan yang ditimbulkan sangat

banyak, purulen, berbau busuk dan disertai rasa gatal.

c. Infeksi vulva dan vagina akibat jamur penyebabnya candida albicans

yang merupakan 90 % infeksi jamur di vagina. Faktor predisposisinya

adalah penggunaan antibiotik pada kehamilan dan diabetes melitus .

Keputihan yang terjadi sangat khas seperti bubuk keju dan sangat

7
gatal. Bila perjalanan penyakitnya kronik dapat menyebabkan rasa

nyeri dan panas.

d. Infeksi akibat proses peradangan pada vagina penyebab pasti belum

diketahui. Gejala yang ditimbulkan keputihan yang banyak, purulen

dan menimbulkan gejala iritasi/ panas pada vulva dan vagina disertai

nyeri panggul.

5. Keracunan Pb, nikotin, gas racun, alcohol, dan lain-lain.

a. Ibu yang asfiksia seperti pada dekom.kordis, penyakit paru berat,

anemi gravis.

b. Malnutrisi, avitaminosis dan gangguan metabolisme, hipotiroid, avit

A/C/E, diabetes mellitus.

6. Rhesus antagonism. Pada rhesus antagonism darah ibu yang melalui

plasenta merusak darah fetus sehingga terjadinya anemi pada fetus yang

menyebabkan-nya mati.

7. Terlalu cepat korpus luteum menjadi atrofis

8. Perangsangan pada ibu sehingga menyebabkan uterus berkontraksi,

umpamanya : terkejut sangat, obat-obat uterus tonika, ketakutan,

laparotomi dan lain-lain.

9. Trauma langsung terhadap fetus : selaput janin rusak langsung karena

instrument, benda dan obat-obatan.

10. Penyakit bapak : umur lanjut, penyakit kronis seperti : TBC, anemi,

dekompensasi kordis, malnutrisis, nefritis, sifilis , keracunan (alcohol,

nikotin, Pb, dan lain-lain), sinar rontgen, avitaminosis.

8
11. Faktor serviks : inkompetensi serviks, sevisitis

C. Faktor Resiko

Faktor Yang Mempengaruhi Abortus Inkompletus

1. Umur. Resiko abortus semakin tinggi dengan semakin bertambahnya usia

ibu. Insiden abortus dengan trisomy meningkat dengan bertambahnya

usia ibu. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah 1 : 80, pada usia diatas 35

tahun karena angka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan meningkat

setelah usia 35 tahun.

2. Usia Kehamilan. Usia kehamilan saat terjadinya abortus bisa memberi

gambaran tentang penyebabnya. Paling sedikit 50% kejadian abortus

pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik. Separuh dari

abortus karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa

trisomi autosom.

3. Paritas. Risiko abortus semakin tinggi dengan bertambahnya paritas ibu.

4. Riwayat Penyakit. Riwayat penyakit ibu seperti pneumonia, typhus

abdominalis, pielonefritis, malaria dan lain-lain dapat menyebabkan

abortus. Begitu pula dengan penyakit-penyakit infeksi lain juga

memperbesar peluang terjadinya abortus.

5. Riwayat Abortus. Riwayat abortus pada penderita abortus merupakan

predisposisi terjadinya abortus berulang. Kejadiannya sekitar 3 5 %.

Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1 kali abortus

pasangan punya risiko 15% untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan

bila pernah 2 kali, risikonya akan meningkat 25%. Beberapa studi

9
meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 kali abortus berurutan adalah

30 45% (Prawirohardjo, 2009)

D. Patogenesis

Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau

seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua.

Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut

menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali proses abortus. Pada

kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih

terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan

secara in toto, meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam

cavum uteri atau di canalis servicalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat

proses pengeluaran hasil konsepsi. Pada kehamilan 814 minggu, mekanisme

diatas juga terjadi atau diawali dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu

dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih

tertinggal dalam cavum uteri. Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis

servikalis atau masih melekat pada dinding cavum uteri. Jenis ini sering

menyebabkan perdarahan pervaginam yang banyak. Pada kehamilan minggu

ke 14 22, Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya

plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal

dalam uterus sehingga menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi

perdarahan pervaginam yang banyak. Perdarahan umumnya tidak terlalu

banyak namun rasa nyeri lebih menonjol. Dari penjelasan diatas jelas bahwa

10
abortus ditandai dengan adanya perdarahan uterus dan nyeri dengan intensitas

beragam.

Pengeluaran hasil konsepsi didasarkan 4 cara:

i. Keluarnya kantong korion pada kehamilan yang sangat dini,

meninggalkan sisa desidua.

ii. Kantong amnion dan isinya (fetus) didorong keluar, meninggalkan

korion dan desidua.

iii. Pecahnya amnion terjadi dengan putusnya tali pusat dan pendorongan

janin ke luar, tetapi mempertahankan sisa amnion dan korion (hanya janin

yang dikeluarkan).

iv. Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utuh.

Kuretasi diperlukan untuk membersihkan uterus dan mencegah perdarahan

atau infeksi lebih lanjut.

Pembagian abortus secara klinis adalah sebagai berikut :

1. Abortus Iminens merupakan tingkat permulaan dan ancaman terjadinya

abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan

hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.

2. Abortus Insipiens adalah abortus yang sedang mengancam ditandai

dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan

tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteridan dalam proses

pengeluaran.

3. Abortus Inkompletus adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari

kavum uteri dan masih ada yang tertinggal.

11
4. Abortus Komplit adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum

uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari

500 gram.

5. Missed Abortion adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus

telah meninggal dalam kehamilan sebelum kehamilan 20 minggu dan

hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan.

6. Abortus Habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih

berturut-turut.

7. Abortus Infeksious ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia.

8. Abortus Terapeutik adalah abortus dengan induksi medis

E. Manifestasi Klinis

Adapun gejala-gejala dari abortus inkompletus adalah sebagai berikut:

1. Amenorea

2. Perdarahan yang bias sedikit dan bias banyak, perdarahan biasanya

berupa darah beku

3. Sakit perut dan mulas mulas dan sudah ada keluar fetus atau jaringan

4. Pada pemeriksaan dalam jika abortus baru terjadi didapati serviks terbuka,

kadang kadang dapat diraba sisa-sisa jaringan dalam kantung servikalis

atau kavum uteri dan uterus lebih kecil dari seharusnya kehamilan.

Aspek klinis abortus spontan dibagi menjadi abortus iminens (threatened

abortion), abortus insipiens (inevitable abortion), abortus inkompletus

(incomplete abortion) atau abortus kompletus (complete abortion), abortus

12
tertunda (missed abortion), abortus habitualis (recurrent abortion), dan

abortus septik (septic abortion).

1. Abortus Iminens (Threatened abortion)

Vagina bercak atau perdarahan yang lebih berat umumnya terjadi

selama kehamilan awal dan dapat berlangsung selama beberapa hari atau

minggu serta dapat mempengaruhi satu dari empat atau lima wanita

hamil. Secara keseluruhan, sekitar setengah dari kehamilan ini akan

berakhir dengan abortus (Cunningham et al., 2005). Abortus iminens

didiagnosa bila seseorang wanita hamil kurang daripada 20 minggu

mengeluarkan darah sedikit pada vagina. Perdarahan dapat berlanjut

beberapa hari atau dapat berulang, dapat pula disertai sedikit nyeri perut

bawah atau nyeri punggung bawah seperti saat menstruasi. Polip serviks,

ulserasi vagina, karsinoma serviks, kehamilan ektopik, dan kelainan

trofoblast harus dibedakan dari abortus iminens karena dapat memberikan

perdarahan pada vagina. Pemeriksaan spekulum dapat membedakan polip,

ulserasi vagina atau karsinoma serviks, sedangkan kelainan lain

membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi

2. Abortus Insipiens (Inevitable abortion)

Abortus insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan

perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai

nyeri karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks

sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba. Kadang-

kadang perdarahan dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan

13
yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus

segera dilakukan. Janin biasanya sudah mati dan mempertahankan

kehamilan pada keadaan ini merupakan kontraindikasi.

3. Abortus Inkompletus atau Abortus Kompletus

Abortus inkompletus didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi

telah lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya

jaringan plasenta). Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak, dan

membahayakan ibu. Sering serviks tetap terbuka karena masih ada benda

di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing (corpus alienum).

Oleh karena itu, uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan

mengadakan kontraksi sehingga ibu merasakan nyeri, namun tidak

sehebat pada abortus insipiens. Jika hasil konsepsi lahir dengan lengkap,

maka disebut abortus komplet. Pada keadaan ini kuretasi tidak perlu

dilakukan. Pada abortus kompletus, perdarahan segera berkurang setelah

isi rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan

berhenti sama sekali karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan

epitelisasi telah selesai. Serviks juga dengan segera menutup kembali.

Kalau 10 hari setelah abortus masih ada perdarahan juga, abortus

inkompletus atau endometritis pasca abortus harus dipikirkan.

4. Abortus Tertunda (Missed abortion)

Abortus tertunda adalah keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap

berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. Pada

abortus tertunda akan dijimpai amenorea, yaitu perdarahan sedikit-sedikit

14
yang berulang pada permulaannya, serta selama observasi fundus tidak

bertambah tinggi, malahan tambah rendah. Pada pemeriksaan dalam,

serviks tertutup dan ada darah sedikit (Mochtar, 1998).

5. Abortus Habitualis (Recurrent abortion)

Anomali kromosom parental, gangguan trombofilik pada ibu hamil,

dan kelainan struktural uterus merupakan penyebab langsung pada

abortus habitualis (Jauniaux et al.,2006). Menurut Mochtar (1998),

abortus habitualis merupakan abortus yang terjadi tiga kali berturut-turut

atau lebih. Etiologi abortus ini adalah kelainan dari ovum atau

spermatozoa, dimana sekiranya terjadi pembuahan, hasilnya adalah

patologis. Selain itu, disfungsi tiroid, kesalahan korpus luteum dan

kesalahan plasenta yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan

progesterone sesudah korpus luteum atrofis juga merupakan etiologi dari

abortus habitualis.

6. Abortus Septik (Septic abortion)

Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan

penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau

peritoneum. Hal ini sering ditemukan pada abortus inkompletus atau

abortus buatan, terutama yang kriminalis tanpa memperhatikan syarat-

syarat asepsis dan antisepsis. Antara bakteri yang dapat menyebabkan

abortus septik adalah seperti Escherichia coli, Enterobacter aerogenes,

Proteus vulgaris, Hemolytic streptococci dan Staphylococci.

15
F. Penegakan Diagnosis

Diagnosis abortus inkompletus ditegakkan berdasarkan :

1. Anamnesis

a. Adanya amenore pada masa reproduksi

b. Perdarahan pervaginam disertai jaringan hasil konsepsi

c. Rasa sakit atau keram perut di daerah atas simpisis

2. Pemeriksaan Fisik

a. Abdomen biasanya lembek dan tidak nyeri tekan

b. Pada pemeriksaan pelvis, sisa hasil konsepsi ditemukan di dalam

uterus, dapat juga menonjol keluar, atau didapatkan di liang vagina.

c. Serviks terlihat dilatasi dan tidak menonjol.

d. Pada pemeriksaan bimanual didapatkan uterus membesar dan lunak.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium berupa tes kehamilan, hemoglobin,

leukosit, waktu bekuan, waktu perdarahan, dan trombosit.

b. Pemeriksaan USG ditemukan kantung gestasi tidak utuh, ada sisa


hasil konsepsi

G. Penatalaksanaan

Setiap fasilitas kesehatan seharusnya menyediakan dan mampu

melakukan tindakan pengobatan abortus inkompletus sesuai dengan

kemampuannya. Sehingga peningkatan kemampuan melakukan tindakan

pengobatan abortus inkompletus di setiap tingkat jaringan pelayanan sesuai

dengan kemampuannya akan mengurangi risiko kematian dan kesakitan.

16
Tindakan pengobatan abortus inkompletus meliputi :

1. Membuat diagnosis abortus inkompletus

2. Melakukan konseling tentang keadaan abortus inkompletus dan rencana

pengobatan.

3. Menilai keadaan pasien termasuk perlu atau tidak dirujuk.

4. Mengobati keadaan darurat serta komplikasi sebelum dan setelah

tindakan.

5. Melakukan evakuasi sisa jaringan dari rongga rahim.

Pada abortus insipiens dan abortus inkompletus, bila ada tanda-tanda

syok maka diatasi dulu dengan pemberian cairan dan transfuse darah.

Kemudian, jaringan dikeluarkan secepat mungkin dengan metode digital dan

kuretase. Setelah itu, beri obat-obat uterotonika dan antibiotika. Pada keadaan

abortus kompletus dimana seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan

fetus), sehingga rongga rahim kosong, terapi yang diberikan hanya

uterotonika. Untuk abortus tertunda, obat diberi dengan maksud agar terjadi

his sehingga fetus dan desidua dapat dikeluarkan, kalau tidak berhasil, dilatasi

dan kuretase dilakukan. Histerotomia anterior juga dapat dilakukan dan pada

penderita, diberikan tonika dan antibiotika. Pengobatan pada kelainan

endometrium pada abortus habitualis lebih besar hasilnya jika dilakukan

sebelum ada konsepsi daripada sesudahnya. Merokok dan minum alkohol

sebaiknya dikurangi atau dihentikan. Pada serviks inkompeten, terapinya

adalah operatif yaitu operasi Shirodkar atau McDonald

17
H. Komplikasi

Komplikasi yang dapat ditimbulkan abortus inkompletus adalah sebagai

berikut:

1. Perdarahan.

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa

hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena

perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada

waktunya.

2. Perforasi

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus

dalam posisi hiperretrofleksi. Dengan adanya dugaan atau kepastian

terjadinya perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan

luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan alat-alat lain.

3. Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan dan karena infeksi

berat.

4. Infeksi

Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri


yang merupakan flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu
staphylococci, streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma,
Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas
vaginalis, sedangkan pada vagina ada lactobacili, streptococci,
staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides
sp, Listeria dan jamur.

18
I. Prognosis

Kecuali adanya inkompetensia serviks, angka kesembuhan yang terlihat


sesudah mengalami tiga kali abortus spontan akan berkisar antara 70-85%
tanpa tergantung pada pengobatan yang dilakukan. Abortus inkomplit yang
dievakuasi lebih dini tanpa disertai infeksi memberikan prognosis yang baik
terhadap ibu.

Abortus Provokatus

Abortus provokatus yang dikenal di Indonesia dengan istilah aborsi berasal

dari bahasa latin yang berarti pengguguran kandungan karena kesengajaan.

Abortus provocatus merupakan salah satu dari berbagai macam jenis abortus.

Menurut Nainggolan (2006) dalam Kusmariyanto (2002), pengertian aborsi atau

abortus provokatus adalah penghentian atau pengeluaran hasil kehamilan dari

rahim sebelum waktunya. Dengan kata lain pengeluaran itu dimaksudkan

bahwa keluarnya janin disengaja dengan campur tangan manusia, baik melalui

cara mekanik atau obat. Abortus elektif atau sukarela adalah pengakhiran

kehamilan sebelum janin mampu hidup atas dasar permintaan wanita, dan tidak

karena kesehatan ibu yang terganggu atau penyakit pada janin.

Abortus terapeutik adalah pengakhiran kehamilan sebelum saatnya janin

mampu hidup dengan maksud melindungi kesehatan ibu. Antara indikasi untuk

melakukan abortus therapeutik adalah apabila kelangsungan kehamilan dapat

membahayakan nyawa wanita tersebut seperti pada penyakit vaskular hipertensif

tahap lanjut dan invasive karsinoma pada serviks. Selain itu, abortus terapeutik

juga boleh dilakukan pada kehamilan akibat perkosaan atau akibat hubungan

saudara (incest) dan sebagai pencegahan untuk kelahiran fetus dengan deformitas

19
fisik yang berat atau retardasi mental (Cunningham et al.,2005). Kontraindikasi

untuk melakukan abortus terapeutik adalah seperti kehamilan ektopik, insufiensi

adrenal, anemia, gangguan pembekuan darah dan penyakit kardiovaskular.

Abortus terapeutik dapat dilakukan dengan cara:

1. Kimiawi pemberian secara ekstrauterin atau intrauterin obat abortus,

seperti: prostaglandin, antiprogesteron, atau oksitosin.

2. Mekanis:

a. Pemasangan batang laminaria atau dilapan akan membuka serviks secara

perlahan dan tidak traumatis sebelum kemudian dilakukan evakuasi

dengan kuret tajam atau vakum.

b. Dilatasi serviks dilanjutkan dengan evakuasi, dipakai dilator Hegar

dilanjutkan dengan kuretasi.

c. Histerotomi / histerektomi

20
BAB III
LAPORAN KASUS

Tanggal Pemeriksaan :10-04-2017


Ruangan IGD Kebidanan RSUD UNDATA
Jam :19.15 WITA

IDENTITAS
Nama : Nn. N Nama suami : Tn. A
Umur : 46 tahun Umur : 49 tahun
Alamat : Jl. Kelinci Alamat : Jl. Kelinci
Pekerjaan : URT Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam Agama : islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : Sarjana

ANAMNESIS
G4P3A0 Usia Kehamilan : 7-8 minggu (USG)
HPHT : lupa Menarche : 14 tahun
TP :- Perkawinan : pertama

Keluhan Utama : Perdarahan pervaginam


Riw. Penyakit Sekarang : Pasien datang ke IGD Kebidanan dengan keluhan
perdarahan pervaginam sejak pukul 18.30,
perdarahan banyak, menggumpal, haid terakhir
05/01/2017, riwayat menstruasi sebelumnya lancar
tiap bulan selama 4 hari. Nyeri perut bagian bawah
(+), mual (+), muntah (-), pusing (+), demam (-).
BAB dan BAK lancar. Pasien sebelumnya sudah
USG di Poli KIA
Riwayat Penyakit Dahulu :Riwayat menstruasi sebelumnya teratur (+),
Riwayat Hipertensi (-),

21
Riwayat Diabetes Mellitus (-),
Asma (-),
Alergi (-).
Riwayat Obstetri :
No Tempat Tahun Kehamilan Jenis penyulit Anak
persalinan persalinan Jenis BBL keadaan
kelamin
1 Rumah/bidan 1991 Aterm Normal - Laki-laki 3.9kg Hidup
2 Undata/bidan 2007 Aterm Normal - Perempuan 3.7kg Hidup
3 Undata/bidan 2001 Aterm Normal - Perempuan 3.4kg Hidup

Riwayat ANC :-
Riwayat Imunisasi :-

PEMERIKSAAN FISIK
KU : Sedang Tek. Darah :100/70 mmHg
Kesadaran : Kompos mentis Nadi : 76x/menit
BB : 46 Kg Respirasi : 24x/menit
TB : 157 cm Suhu : 36.8C
Kepala Leher :
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), edema palpebra (-/-), pembesaran
KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-).

Thorax :
I : Pergerakan thoraks simetris, sikatrik (-)
P : Nyeri tekan (-), massa tumor (-)
P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada area jantung, batas paru-hepar
SIC VII
LMD, batas jantung DBN
A : Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-. Bunyi jantung I/II
murni Reguler

22
Abdomen :
Pemeriksaan Obstetri :
Leopold I :setinggi pusat
Leopold II :tidak teraba
Leopold III :tidak teraba
Leopold IV :tidak teraba
HIS :-
Pergerakan Janin : -
Janin Tunggal :-
Genitalia :
Pemeriksaan Dalam (VT) :teraba jaringan di depan portio
Vulva : tidak ada kelainan
Vagina : tidak ada kelainan
Portio : lunak
Pembukaan : 1 cm
Pelepasan : darah segar
Ekstremitas :
Atas :Akral hangat, Edema -/-
Bawah :Akral hangat, Edema -/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin:
WBC : 9.4 103/uL
RBC : 4.01 106/uL
HGB : 10,4 g/dL
HCT : 32.3 %
PLT : 234 103/Ul
CT : 4
BT : 8 30
HbSAg : non reaktif
Urine : hCG test (+)

23
USG : kesan abortus inkomplit

RESUME
Pasien perempuan , umur 46 tahun masuk dengan perdarahan pervaginam
sejak pukul 18.30, volume banyak dan menggumpal. Nyeri suprapubis (+), mual
(+), pusing (+).
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan TD : 100/70 mmHg, N : 76x/m,
R : 24x/m, S: 36.8C. Pemeriksaan obstetri : TFU setinggi pusat. nyeri tekan
suprapubis.
Pada Pemeriksaan Dalam (VT) : portio lunak, pembukaan 1 cm, pelepasan
darah segar.
Pada pemeriksaan darah rutin WBC (9.4), RBC (4.01), HGB (10.4), HCT
(32.3), PLT (234), HbSAg (non reaktif), hCG (+).

DIAGNOSIS
Abortus Inkomplit
PENATALAKSANAAN
IVFD RL 28 tpm
Drips oxitocin 1 ampul setiap ganti cairan
Injeksi cefotaxime/12 jam
Rencana kuret 11/04/17

24
Follow UP

11 april 2017
S :Pengeluaran darah (+), nyeri perut bagian bawah (+)
O: TD : 100/70 mmHg N : 82 x/menit
P : 20 x/mnt S : 36.6oC
A: Abortus Inkomplit
P:
Terapi lanjut
Rencana kuretase ditunda
Pasang gastrul 2 tab/vagina/6jam
IVFD RL + oxitocin 1 ampul 28 tpm
Jika portio sudah terbuka rencana kuretase besok

12 april 2017
S: pengeluaran darah dari jalan lahir (+), dilakukan kuretase jam 11.15 di
kamar bersalin RSU Anutapura.
O: TD : 100/60mmHg N : 68x/m
P : 20x/m S : 36.8 C
A: abortus inkomplit
P:
Terapi lanjut
Kuretase hari ini
Instruksi post kuret
IVFD RL 28 tpm
Ceftriaxone 1 gr/12jam
Metronidazole 0.5g/8jam
Methergin tab 3x1
Oxytocin 1 amp setiap ganti cairan sampai 24 jam
SF 1x1

25
Cek DR 2 jam post kuret jika Hb<8 gr/dL transfusi 1 labu PRC

13 april 2017
S: perdarahan (+) sedikit, nyeri perut bagian bawah (-)
O: TD : 120/70 mmHg N : 80 x/menit
P : 20 x/mnt S : 36.8oC
Hb 9.4 g/dL
A: post kuretase hari 1
P:
ciprofloxacin 2 x 500 mg
Metilergometrin 3 x 1
SF 2x1
RawatJalan

26
BAB IV

PEMBAHASAN

Abortus adalah berakhirnya kehamilan baik secara spontan maupun

disengaja, sebelum janin viabel. Pada umumnya abortus didefinisikan sebagai

berakhirnya kehamilan sebelum umur kehamilan 20 minggu atau kurang dari 500

gram. Secara klinis, abortus yang paling sering dijumpai dirumah sakit adalah

abortus inkomplit. Pasien pada umumnya datang dalam keadaan perdarahan dan

nyeri perut yang hebat, dari pemeriksaan fisik ditemukan pembukaan serviks dan

tampak keluarnya sebagian dari produk konsepsi.

Pada kasus ini, perempuan 46 tahun dengan usia kehamilan 7-8 minggu

datang dengan keluhan keluar darah bergumpal dari jalan lahir,disertai nyeri perut

dan pusing. Dari pemeriksaan fisik dan obstetri didapatkan serviks membuka dan

terdapat adanya gumpalan jaringan diportio yang menunjukkan arah diagnosa

yaitu abortus inkomplit.

Pada kasus ini, pasien tidak memiliki riwayat abortus. Mekanisme penyebab

abortus tidak selalu dapat ditentukan dengan jelas, karena pada umumnya lebih

dari satu faktor yang berperan. Secara umum penyebab abortus dapat dibagi

menjadi faktor fetus dan faktor maternal. Faktor fetus seperti kelainan kromosom

menjadi penyebab sekitar 50% kejadian abortus spontan, dimana kelainan yang

paling sering ditemukan berupa autosomal trisomi. Faktor Maternal yang turut

berperan seperti : usia ibu, kelainan anatomis, factor imunologis, infeksi, penyakit

kronis, kelainan endokrin, nutrisi, penggunaan obat-obatan dan pengaruh

27
lingkungan. Abortus yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan

umumnya disebabkan oleh Factor ovofetal, pada minggu - minggu berikutnya

(11 12 minggu), abortus yang terjadi disebabkan oleh factor maternal.

Faktor Yang Mempengaruhi Abortus Inkompletus

1. Umur. Resiko abortus semakin tinggi dengan semakin bertambahnya usia

ibu. Insiden abortus dengan trisomy meningkat dengan bertambahnya

usia ibu. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah 1 : 80, pada usia diatas 35

tahun karena angka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan meningkat

setelah usia 35 tahun.

Pada pasien ini, dari segi usia yaitu 46 tahun telah meningkatkkan resiko

terjadinya abortus.

2. Usia Kehamilan. Usia kehamilan saat terjadinya abortus bisa memberi

gambaran tentang penyebabnya. Paling sedikit 50% kejadian abortus

pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik. Separuh dari

abortus karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa

trisomi autosom. Usia kehamilan pada pasien masih dalam trimester

pertama sehingga penyebab kemungkinan terbesarnya yaitu adanya

kelainan sitogenik.

3. Paritas. Risiko abortus semakin tinggi dengan bertambahnya paritas ibu.

Pada kasus ini pasien telah hamil sebanyak 3 kali.

4. Riwayat Penyakit. Riwayat penyakit ibu seperti pneumonia, typhus

abdominalis, pielonefritis, malaria dan lain-lain dapat menyebabkan

abortus. Begitu pula dengan penyakit-penyakit infeksi lain juga

28
memperbesar peluang terjadinya abortus. Pada kasus, riwayat penyakit

lain disangkal oleh pasien.

5. Riwayat Abortus. Riwayat abortus pada penderita abortus merupakan

predisposisi terjadinya abortus berulang. Kejadiannya sekitar 3 5 %.

Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1 kali abortus

pasangan punya risiko 15% untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan

bila pernah 2 kali, risikonya akan meningkat 25%. Beberapa studi

meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 kali abortus berurutan adalah

30 45% (Prawirohardjo, 2009). Pasien telah mengalami abortus

sehingga memiliki risiko untuk terjadi aborsi kembali.

Pada abortus insipiens dan abortus inkompletus, bila ada tanda-tanda syok

maka diatasi dulu dengan pemberian cairan dan transfuse darah. Kemudian,

jaringan dikeluarkan secepat mungkin dengan metode digital dan kuretase.

Setelah itu, beri obat-obat uterotonika dan antibiotika. Pada keadaan abortus

kompletus dimana seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan fetus),

sehingga rongga rahim kosong, terapi yang diberikan hanya uterotonika. Untuk

abortus tertunda, obat diberi dengan maksud agar terjadi his sehingga fetus dan

desidua dapat dikeluarkan, kalau tidak berhasil, dilatasi dan kuretase dilakukan.

Histerotomia anterior juga dapat dilakukan dan pada penderita, diberikan tonika

dan antibiotika. Pengobatan pada kelainan endometrium pada abortus habitualis

lebih besar hasilnya jika dilakukan sebelum ada konsepsi daripada sesudahnya.

Merokok dan minum alkohol sebaiknya dikurangi atau dihentikan. Pada kasus ini,

29
pasien dilakukan kuretase untuk mengevakuasi sisa jaringan dan diberikan

antibiotik setelahnya untuk mecegah terjadinya infeksi.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Cuninngham F.G, dkk. Obstetri William. Edisis 21. Vol 2. EGC : Jakarta.
2006.

2. Mansjoer, A, dkk. Mola hidatidosa. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI. Jilid I.


media Aesculapius : Jakarta. 2001.

3. Martaadisoebrata, D. dan Sumapradja, Ilmu kebidanan. Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo : Jakarta. 2002.

4. Mochtar, R. Sinopsis Obstetri. Jilid 1 edisi 2. EGC : Jakarta.

5. Prawirohadjo, S. dan Wiknjosastro, H. Ilmu kandungan. Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo : Jakarta. 1999.

31

Anda mungkin juga menyukai