Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit dermatitis atau yang lebih dikenal secara luas adalah penyakit eksim, menjadi
salah satu kasus penyakit kulit terbanyak di Indonesia.1

Penyakit dermatitis terjadi karena gejala reaksi peradangan kulit terhadap berbagai
faktor, yang ditandai dengan berbagai macam bentuk kelainan pada kulit, seperti contohnya
pruritus menjadi keluhan tersering pasien. Sedangkan pada penemuan objektif dapat berupa
eritema, edema, papul, vesikel, skuama dan likenifikasi. Penyakit eksim ini apabila tidak
diobati akan mengakibatkan peningkatan derajat keparahan gejala klinis pada kulit yang dapat
berujung pada kejadian terinfeksi.1

Penyebab penyakit ini kadang-kadang tidak diketahui, akan tetapi sebagian besar kasus
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Gaya hidup masyarakat Indonesia turut berperan penting
menjadi salah satu faktor pemicu timbulnya penyakit ini. Faktor luar yang menjadi pemicu
utama berjangkitnya penyakit kulit ini adalah alam tropis Indonesia yang sangat panas dan
lembab, sehingga badan kita sering mengeluarkan keringat. Kegemukan, stress, penyakit
menahun seperti Diabetes Mellitus serta status social ekonomi yang rendah dapat menjadi
pemicu terjadinya penyakit eksim.1,2

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Dermatitis adalah peradangan kulit pada epidermis dan dermis sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, yang dapat menimbulkan kelainan klinis
berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan
keluhan gatal.1 Tanda polimorfik tidak selalu muncul bersamaan, bahkan mungkin hanya
beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan dapat menjadi kronik.2

2.2 Etiologi dan Patogenesis

Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia (contoh:
detergen, bahan asam, basa, oli, semen), fisik (contoh: sinar matahari, panas), mikroorganisme
(contoh: bakteri, jamur); dapat pula berasal dari dalam (endogen), misalnya dermatitis atopik.
Sebagian lain tidak diketahui etiologinya yang pasti.1 Banyak pula dermatitis yang belum
diketahui dengan pasti patogenesisnya, terutama yang banyak penyebab faktor endogen.1

2.3 Gejala Klinis

Pada umumnya penderita dermatitis mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada
stadium penyakit, batasnya dapat sirkumsrip, dapat pula difuse. Penyebarannya dapat setempat,
generalisata, dan universalis.1,2

1. Stadium akut kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dan
eksudasi, sehingga tampak basah (madidans).1
2. Stadium subakut, eritema dan edema berkurang, eksudat mengering menjadi krusta.1
3. Stadium kronis lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul, dan likenifikasi,
mungkin bisa terdapat erosi dan eksoriasi akibat garukan.1

Gambaran klinis tidaklah harus sesuai stadium, karena suatu penyakit dermatitis muncul
dengan gejala stadium kronis. Begitu pula dengan efloresensi tidak harus polimorfik, karena
dapat muncul oligomorfik (beberapa) saja. Keluhan penyakit dermatitis merupakan hal yang
sering terjadi, karena penyakit ini dapat menyerang pada orang dengan rentang usia yang
bervariasi, mulai dari bayi hingga dewasa serta tidak terkait dengan faktor jenis kelamin.3

2
2.4 Klasifikasi

Pembagian berdasarkan tatanama atau nomenklatur, morfologi ataupun stadium masih


menjadi kontroversial dimana belum terjadi kesepakatan.1 Berdasarkan patogenesisnya
dermatitis dibagi menjadi 6 jenis:2

1. Dermatitis Kontak
Dematitis Kontak Iritan
Dermatitis Kontak Alergi
1. Dermatitis Atopik
2. Dermatitis Numularis
3. Neurodermatitis
4. Dermatitis Statis
5. Dermatitis Autosensitisasi

A. DERMATITIS KONTAK

Definisi

Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang


menempel pada kulit dan menyebabkan alergi atau reaksi iritasi.2 Ada 2 macam
dermatitis kontak, yaitu:

1. Dermatitis kontak iritan

Dermatitis yang terjadi ketika kulit terpajan bahan iritan seperti detergen, asam,
basa, serbuk kayu, semen, dan sebagainya. Dapat menyebabkan kerusakan pada kulit
apabila teriritasi berulang selama periode tertentu.3

2. Dermatitis kontak alergi

Dermatitis yang terjadi ketika kulit tersensitisasi oleh suatu substansi (allergen),
dan kontak ulang dengan substansi tersebut. Ini merupakan reaksi kulit tipe lambat.3

3
DERMATITIS KONTAK IRITAN (DKI)

Dermatitis kontak iritan adalah suatu dermatitis kontak yang disebabkan oleh
bahan-bahan yang bersifat iritan yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan.
Dermatitis kontak iritan dibedakan menjadi 2 yaitu dermatitis kontak iritan akut dan
dermatitis kontak iritan kronik (kumulatif). 3

1. Dermatitis kontak iritan akut adalah suatu dermatitis iritan yang terjadi segera
setelah kontak dengan bahan bahan iritan yang bersifat toksik kuat, misalnya
asam sulfat pekat. 2,3
2. Dermatitis kontak iritan kronis (Kumulatif) adalah suatu dermatitis iritan yang
terjadi karena sering kontak dengan bahan- bahan iritan yang tidak begitu kuat,
misalnya sabun deterjen, larutan antiseptik. Dalam hal ini, dengan beberapa kali
kontak bahan tadi dapat menimbulkan iritasi dan terjadilah peradangan kulit yang
secara klinis umumnya berupa radang kronik.1,2

Etiologi

Bahan yang menyebabkan iritasi sebagian besar adalah bahan kimia, dalam
bentuk padat, cair, atau gas, ada juga yang termasuk mineral atau partikel
tumbuhan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas,oli, asam, alkali, dan
serbuk kayu.(4) Dalam beberapa menit kontak langsung dengan zat kimia yang
korosif dapat merusak kulit sehingga kulit tampak seperti terbakar. Kelainan kulit
yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentasi bahan
tersebut, dan vehikulum, juga dipengaruhi oleh faktor lain yaitu; lama kontak,
kekerapan pajanan (terus-menerus atau berselang), demikian pula gesekan dan
trauma fisis, suhu, kelembaban lingkungan juga ikut berperan.3 Ambang batas
untuk iritasi bervariasi dari satu orang ke orang lain, faktor individu juga ikut
berpengaruh pada DKI, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat
menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di bawah 8 tahun dan usia lanjut
lebih mudah teriritasi, penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang
rangsang terhadap bahan iritan menurun).1

4
Namun, dengan paparan yang cukup dan konsentrasi yang cukup tinggi, semua
orang rentan terhadap dermatitis kontak iritan.4

Patogenesis

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan
melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi
keratin, menyingkirkan lemak, lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit.
Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran lemak, sebagian dapat
menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria, atau komponen inti.
Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat,
diasilgliserida dan platelet activating factor (PAF). Asam arakidonat diubah menjadi
prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi dan
meningkatkan permeabilitas vaskular. PG dan LT juga bertindak sebagai
kemoaktratan kuat untk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifkan sel mast
melepaskan histamin. Diasilgliserida dan second messenger lain menstimulasi
ekspresi gen dan sintesis protein misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte
macrophage. IL-1 mengaktifkan sel T-penolong mengeluarkan IL-2 dan
mengekspresikan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut. Rentetan kejadian
tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat terjadinya kontak di kulit
berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila iritan kuat. Bahan iritan lemah akan
menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan
stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan
fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel di bawahnya oleh iritan.2,3,4

5
Gejala Klinis

Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan. Iritan kuat
memberikan gejala akut, sedang iritan lemah memberikan gejala kronis.1,3

1. Dermatitis Kontak Iritan Akut

Penyebabnya iritan kuat, biasanya karena kecelakaan dan reaksi segera timbul. Kulit
terasa pedih atau panas, eritema, vesikel, atau bula dapat muncul. Luas kelainan umumnya
sebatas daerah yang terkena dan berbatas tegas. Penyebabnya adalah iritan kuat seperti larutan
asam sulfat dan asam hidrokloid, atau basa kuat seperti natrium dan kalium3,4

2. Dermatitis Kontak Iritan Lambat

Gambaran klinis dan gejala sama dengan DKI akut, tetapi baru muncul 8 sampai 24
jam atau lebih setelah kontak. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga
yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih esok harinya,
pada awalnya terlihat eritema dan sore harinya sudah menjadi vesikel atau bahan nekrosis.2

6
3. Dermatitis Kontak Iritan Kumulatif

Jenis dermatitis kontak ini paling sering terjadi. Penyebabnya ialah kontak berulang-
ulang dengan iritan yang lemah. Faktor fisis misalnya; gesekan, trauma mikro, kelembaban
rendah, panas atau dingin, juga bahan lain misalnya; detergen, sabun, pelarut, tanah, bahkan
juga air. DKI kumulatif/kronis mungkin terjadi karena kerjasama berbagai faktor. Kelainan
baru nyata setelah kontak berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun
kemudian, sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor yang sangat penting.1

Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal
(hiperkeratosis) dan likenifikasi difus. Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat retak
seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus
menerus dengan detergen. Keluhan penderita umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit retak,
ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema. DKI kumulatif
sering berhubungan dengan pekerjaan.3,4

7
Diagnosis

Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis.
DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat. Sebaliknya DKI kronis
timbulnya lebih lambat serta mempunyai gambaran klinis yang luas, sehingga adakalanya sulit
dibedakan dengan dermatitis kontak alergik. Untuk ini diperlukan uji tempel dengan bahan
yang dicurigai.2,3

Pengobatan

Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan, baik
yang bersifat mekanik, fisis, maupnun kimiawi, serta menyingkirkan faktor yang memperberat.
Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan sempurna dan tidak terjadi komplikasi, maka DKI
tersebut akan sembuh sempurna. Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat
diberikan kortikosteroid topical, misalnya hidrokortison atau untuk kelainan yang kronis dapat

8
diawali dengan kortikosteroid yang lebih kuat. Kortikosteroid oral Prednison dengan dosis Anak-
anak : 0,4 - 1,6 mg/kg BB/hari Dewasa: 4 - 48 mg/hari. Pemakaian alat pelindung diri yang
adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan, sebagai salah satu upaya
pencegahan.4,6

Prognosis

Bila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan dengan sempurna, maka
prognosisnya kurang baik. Keadaan ini sering terjadi pada DKI kronis yang penyebabnya multi
factor, juga pada penderita atopi.1

DERMATITIS KONTAK ALERGI (DKA)

Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis atau peradangan kulit yang timbul
setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitasi. Dermatitis kontak alergi merupakan
dermatitis kontak karena sensitasi alergi terhadap substansi yang beraneka ragam yang
menyebabakan reaksi peradangan pada kulit bagi mereka yang mengalami hipersensivitas
terhadap alergen sebagai suatu akibat dari pajanan sebelumnya.1,2

Etiologi

Penyebab dermatitis kontak alergi adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia
dengan berat kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis
yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi
di kulit.1
Dermatitis kontak alergik terjadi bila alergen atau senyawa sejenis menyebabkan reaksi
hipersensitvitas tipe lambat pada paparan berulang. Dermatitis ini biasanya timbul sebagai
dermatitis vesikuler akut dalam beberapa jam sampai 72 jam setelah kontak. Perjalanan
penyakit memuncak pada 7 sampai 10 hari, dan sembuh dalam 2 hari bila tidak terjadi paparan
ulang. Reaksi yang palning umum adalah dermatitis rhus, yaitu reaksi alergi terhadap poison
ivy dan poison cak. Faktor predisposisi yang menyebabkan kontak alergik adalah setiap
keadaan yang menyebabkan integritas kulit terganggu, misalnya dermatitis statis.2

9
Patogenesis

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah mengikuti
respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi tipe IV.
Reaksi hipersensititas di kullit timbulnya lambat (delayed hipersensivitas), umumnya dalam
waktu 24 jam setelah terpajan dengan alergen.2

Sebelum seseorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik, terlebih dahulu
mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya. Perubahan ini terjadi karena adanya
kontak dengan bahan kimia sederhana yang disebut hapten yang terikat dengan protein,
membentuk antigen lengkap. Antigen ini ditangkap dan diproses oleh makrofag dan sel
langerhans, selanjutnya dipresentasikan oleh sel T. Setelah kontak dengan antigen yang telah
diproses ini, sel T menuju ke kelenjar getah bening regional untuk berdiferensisi dan
berploriferasi membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Sel-
sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid, sehingga
menyebabkab keadaan sensivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase saat kontak pertama
sampai kulit menjadi sensitif disebut fase sensitisasi yang berlangsung selama 2-3 minggu.2,3

Reaksi sensitisasi ini dipengaruhi oleh derajat kepekaan individu, sifat sensitisasi
alergen (sensitizer), jumlah alergen, dan konsentrasi. Sensitizer kuat mempunyai fase yang
lebih pendek, sebaliknya sensitizer lemah seperti bahan-bahan yang dijumpai pada kehidupan
sehari-hari pada umumnya kelainan kulit pertama muncul setelah lama kontak dengan bahan
tersebut, bisa bulanan atau tahunan. Sedangkan periode saat terjadinya pajanan ulang dengan

10
alergen yang sama atau serupa sampai timbulnya gejala klinis disebut fase elisitasi umumnya
berlangsung antara 24-48 jam.4

Gejala Klinis

Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan


dermatitis dan lokasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas
jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah
menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). DKA akut ditempat tertentu, misalnya kelopak mata,
penis, skrotum, eritema dan edema lebih dominan daripada vesikel. Pada yang kronis terlihat
kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi, dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas.
Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis (DKI). DKA dapat meluas
ketempat lain misalnya dengan autosensitisasi.1

Diagnosis

Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis yang
teliti. Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan oleh kelainan kulit yang
ditemukan. Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat
topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui dapat
menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, riwayat atopi baik dari yang

11
bersangkutan maupun dari keluarganya. Pada pemeriksaan fisik dilihat lokasi dan pola kelainan
kulit.2

Diagnosis Banding

Kelainan kulit DKA sering tidak menunjukkan gambaran morfologik yang khas, dapat
menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau psoriasis.5
Diagnosis banding yang terutama ialah dengan DKI. Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel
perlu dipertimbangkan untuk menentukan apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi.1

Uji Tempel

Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel :1,3

1. Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan akut atau berat
dapat terjadi reaksi angry back atau excited skin, reaksi positif palsu dapat pula
menyebabkan penyakit yang diderita pasien semakin memburuk.1,3
2. Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian kortikosteroid
sistemik dihentikan, sebab dapat menyebabkan reaksi positif palsu. Pemberian
kortikosteroid topikal dihentikan sekurang-kurangnya satu minggu sebelum tes
dilaksanakna. Luka bakar matahari (sunburn) yang terjadi 1-2 minggu sebelum tes
dilakukan juga dapat member hasil negatif palsu. Sedangkan antihistamin sistemik
tidak mempengaruhi hasil tes kecuali diduga karena urtikaria kontak.1,3
3. Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan kedua dilakukan pada
hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.1,3
4. Penderita dilarang melakukan kativitas yang menyebabkan uji temple menjadi longgar
(tidak menempel dengan baik) karena memberikan hasil negatif palsu. Penderita juga
dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48 jam dan menjaga agar lokasi penempelan
tetap kering.1,3

12
5. Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita yang mempunyai
riwayat tipe urtikaria dadakan (immediate urticarial type), karena dapat menimbulkan
urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis.1,3

Daerah tempat tes, pilihan utama punggung, oleh karena:3

- Lapisan tanduk cukup tipis, sehingga penyerapan bahan cukup besar3


- Tampatnya luas, sehingga banyak bahan yang dapat di tes bersamaan3
- Tempatnya cukup terlindung sehingga tidak mudah lepas3
- Bahan yang menempel tidak banyak mengalami gerakan, lepas atau kendor3
- Pilihan lain yaitu pada bagian lengan atas bagian lateral, atau lengan bawah volar.3

Bahan tes, mungkin dapat berupa benda padat atau cair. Jika bahan tersebut dilakukan
secara langsung mungkin akan memberikan reaksi yang tidak kita diharapkan, misalnya reaksi
iritasi. Bahan padat atau cair dilarutkan atau dicampurkan dalam bahan tertentu dan dalam
konsentrasi tertentu pula, sehingga kemungkinan yang timbul benar benar reaksi alergi, bukan
reaksi iritasi.6
Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan pertama
dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang diuji telah menghilang
atau minimal. Hasilnya dicatat sebagai berikut;1,3,4,6
1 = reaksi lemah (nonvesikular) : eritema, infiltrat, papul (+)
2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)

13
3 = reaksi sangat kuat (ekstrem) : bula atau ulkus (+++)
4 = meragukan, hanya makula eritematosa
5 = iritasi seperti terbakar, pustul atau purpura
6 = reaksi negatif
7 = excited skin
8 = tidak dites (NT= not tested)
Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi, biasanya 72
atau 96 jam setelah aplikasi. Pembacaan kedua ini penting untuk membantu membedakan antar
respon alergik atau iritasi dan juga mengidentifikasi lebih banyak lagi respon positif alergen.1,3
1. Reaksi Positif
Ini menunjukkan bahwa penderita bersifat alergik terhadap bahan yang diteskan. Hasil
ini akan sangat berarti bila bahan tersebut sesuai dengan dugaan yang diperoleh dari
riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik hingga diagnosis yang mantap bisa ditegakkan.1
2. Reaksi Positif palsu
Terjadi bila konsentrasi bahan terlalu tinggi, atau bahan tersebut bersifat iritan bila
tertutup. Kulit dalam keadaan terlalu peka, misalnya bekas dermatitis, sedang
menderita dermatitis yang akut atau luas.1,2
3. Reaksi Negatif
Kemungkinannya adalah; memang penderita tidak peka terhadap bahan yang diteskan.
Atau negatif palsu, yaitu yang semestinya positif, tetapi oleh karena beberapa kesalahan
teknik, reaksinya negatif. Pembacaan bisa dilakukan lagi setelah 72 jam setelah
penempelan tanpa menempelkan lagi bahan tes tersebut. Kemungkinan terjadi reaksi
tertunda (delayed reaction),hingga reaksi menjadi positif.1,3

Pengobatan

Hal yang terpenting dalam penanganan DKA adalah upaya pencegahan terulangnya
kontak kembali dengan alergen penyebab dan menekan kelainan kulit yang timbul.
Kortikosteroid dapat diberikian dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan akut yang
ditandai dengan eritema, edema, vesikel, atau bula serta eksudatif (madidans), misalnya
prednisone dengan dosis Anak-anak : 0,4 - 1,6 mg/kg BB/hari, Dewasa : 4 - 48 mg/hari.4

14
Untuk dermatitis kontak alergik yang ringan, atau dermatitis akut yang telah mereda
(setelah mendapat pengobatan kortikesteroid sistemik), cukup diberikan kortikosteroid topikal.
Secara bertahap, dapat diakukan hal-hal dibawah ini :3,4

1. Identifikasi agen-agen penyebab dan jauhkanlah pasien dari paparan, walaupun


seringkal hal ini sukar, khususnya pada kasus kronik.3
2. Tindakan simtomatik untuk mengontrol rasa gatal dengan penggunaaan tunggal atau
dalam bentuk kombinasi:3

Antihistamin (CTM) dengan dosis3

Dewasa: 3 - 4 kali sehari 0.5 - 1 tablet


Anak-anak 6 - 12 tahun: 1/2 dosis dewasa.
Anak-anak 1 - 6 tahun : 1/4 dosis dewasa

Prognosis

Prognosis DKA umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat disingkirkan. Prognosis
kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen
(dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis) atau terpajan dengan alergen yang tidak
mungkin dihindari, misalnya berhubungan dengan pekerjaaan tertentu atau yang terdapat
didalam lingkungan penderita.1

15
B. DERMATITIS ATOPIK

Definisi

Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit kulit reaksi inflamasi yang didasari oleh faktor
herediter dan faktor lingkungan, bersifat kronik residif dengan gejala eritema, papula, vesikel,
kusta, skuama dan pruritus yang hebat. Bila residif biasanya disertai infeksi, atau alergi, faktor
psikologik, atau akibat bahan kimia atau iritan.5

Penyakit ini dialami


sekitar 10-20% anak.
Umumnya episode pertama
terjadi sebelum usia 12 bulan
dan episode-episode
selanjutnya akan hilang
timbul hingga anak melewati
masa tertentu. Sebagian besar
anak akan sembuh dari
eksema sebelum usia 5 tahun. Sebagian kecil anak akan terus mengalami eksema
hingga dewasa.3

Penyakit ini dinamakan dermatitis atopik oleh karena kebanyakan penderitanya


memberikan reaksi kulit yang didasari oleh IgE dan mempunyai kecenderungan untuk
menderita asma, rinitis atau keduanya di kemudian hari yang dikenal sebagai allergic
march. Walaupun demikian, istilah dermatitis atopik tidak selalu memberikan arti
bahwa penyakit ini didasari oleh interaksi antigen dengan antibodi. Nama lain untuk
dermatitis atopik adalah eksema atopik, eksema dermatitis, prurigo Besnier, dan
neurodermatitis.6
Diperkirakan angka kejadian di masyarakat adalah sekitar 1-3% dan pada anak < 5
tahun sebesar 3,1% dan prevalensi DA pada anak meningkat 5-10% pada 20-30 tahun
terakhir.1,2
Sangat mungkin peningkatan prevalensi ini berasal dari faktor lingkungan,
seperti bahan kimia industri, makanan olahan, atau benda asing lainnya. Ada dugaan
bahwa peningkatan ini juga disebabkan perbaikan prosedur diagnosis dan pengumpulan
data.5

16
Patogenesis

Sampai saat ini etiologi maupun mekanisme yang pasti DA belum semuanya diketahui,
demikian pula pruritus pada DA. Tanpa pruritus diagnosis DA tidak dapat ditegakkan. Rasa
gatal dan rasa nyeri sama-sama memiliki reseptor di taut dermoepidermal, yang disalurkan
lewat saraf C tidak bermielin ke saraf spinal sensorik yang selanjutnya diteruskan ke talamus
kontralateral dan korteks untuk diartikan. Rangsangan yang ringan, superfisial dengan
intensitas rendah menyebabkan rasa gatal, sedangkan yang dalam dan berintensitas tinggi
menyebabkan rasa nyeri. Sebagian patogenesis DA dapat dijelaskan secara imunologik dan
nonimunologik.3

- Reaksi imunologis DA
Sekitar 70% anak dengan DA mempunyai riwayat atopi dalam keluarganya seperti asma
bronkial, rinitis alergi, atau dermatitis atopik. Sebagian besar anak dengan DA (sekitar 80%),
terdapat peningkatan kadar IgE total dan eosinofil di dalam darah. Anak dengan DA terutama
yang moderat dan berat akan berlanjut dengan asma dan/atau rinitis alergika di kemudian hari
(allergic march), dan semuanya ini memberikan dugaan bahwa dasar DA adalah suatu penyakit
atopi.1,2

- Faktor non imunologis


Faktor non imunologis yang menyebabkan rasa gatal pada DA antara lain adanya faktor
genetik, yaitu kulit DA yang kering (xerosis). Kekeringan kulit diperberat oleh udara yang
lembab dan panas, banyak berkeringat, dan bahan detergen yang berasal dari sabun. Kulit yang
kering akan menyebabkan nilai ambang rasa gatal menurun, sehingga dengan rangsangan yang
ringan seperti iritasi wol, rangsangan mekanik, dan termal akan mengakibatkan rasa gatal.2,3

Faktor-Faktor Pencetus

- Genetika
Banyak gen telah dikaitkan dengan dermatitis atopik, terutama gen yang mengkode
epidermal protein struktural dan gen yang mengkode elemen kunci dari sistem kekebalan
tubuh. Sebuah penemuan genetik baru dan menarik adalah hubungan yang kuat
didokumentasikan antara dermatitis atopik dan mutasi pada gen filaggrin, diposisikan pada
kromosom 1 . Gen filaggrin adalah yang terkuat dikenal faktor risiko genetik untuk dermatitis
atopik. Sekitar 10% dari orang-orang dari populasi barat membawa mutasi pada gen filaggrin,

17
sedangkan sekitar 50% dari semua pasien dengan dermatitis atopik membawa mutasi tersebut.
Mutasi gen Filaggrin menimbulkan gangguan fungsional dalam protein filaggrin dan dengan
demikian mengganggu penghalang kulit. Gangguan klinis tersebut adalah kulit kering dengan
celah dan risiko yang lebih tinggi dari eksim. Tidak semua pasien dengan dermatitis atopik
memiliki mutasi ini dan varian genetik lainnya juga telah dicurigai . Ini adalah aksi gabungan
dari semua varian genetik ini bersama dengan faktor risiko lingkungan dan pembangunan yang
menyebabkan dermatitis atopik.8
- Makanan
Berdasarkan hasil Double Blind Placebo Controlled Food Challenge (DBPCFC),
hampir 40% bayi dan anak dengan DA sedang dan berat mempunyai riwayat alergi terhadap
makanan. Bayi dan anak dengan alergi makanan umumnya disertai uji kulit (skin prick test)
dan kadar IgE spesifik positif terhadap pelbagai macam makanan. Walaupun demikian uji kulit
positif terhadap suatu makanan tertentu, tidak berarti bahwa penderita tersebut alergi terhadap
makanan tersebut, oleh karena itu masih diperlukan suatu uji eliminasi dan provokasi terhadap
makanan tersebut untuk menentukan kepastiannya.8,9

- Alergen hirup
Alergen hirup sebagai penyebab DA dapat lewat kontak, yang dapat dibuktikan dengan
uji tempel, positif pada 30-50% penderita DA, atau lewat inhalasi. Reaksi positif dapat terlihat
pada alergi tungau debu rumah (TDR), dimana pada pemeriksaan in vitro (RAST), 95%
penderita DA mengandung IgE spesifik positif terhadap TDR dibandingkan hanya 42% pada
penderita asma di Amerika Serikat. Perlu juga diperhatikan bahwa DA juga bisa diakibatkan
oleh alergen hirup lainnya seperti bulu binatang rumah tangga, jamur atau ragweed di negara-
negara dengan 4 musim.8

Gejala Klinis

Gejala utama DA adalah pruritus dapat hilang timbul sepanjang hari, tetapi umumnya
lebih hebat pada malam hari. Akibatnya penderita akan sering menggaruk sehingga timbul
bermacam-macam kelainan kulit berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, aksoriasi, eksudasi
dan krusta. DA dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu; DA infantil, DA pada anak, dan DA pada
remaja dan dewasa.1,2,3,8,9

18
1. DA infantil (2 bulan sampai 2 tahun)

DA paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan, biasanya setelah 2 bulan. Lesi
mulai di muka (dahi, pipi) berupa eritema, papulo-vesikel yang halus, karena digaruk dapat
pecah, eksudatif, lalu timbul krusta. Lesi kemudian meluas ke tempat lain yaitu ke scalp, leher,
pergelangan tangan, lengan dan tungkai. Rasa gatal yang timbul sangat mengganggu sehingga
anak gelisah, susah tidur, dan sering menangis. Pada umumnya lesi DA infantile eksudatif,
banyak eksudat, erosi, krusta, dan mengalami infeksi. Lesi dapat meluas generalisata, lambat
laun lesi dapat menjadi kronis dan residif. Sekitar usia 18 bulan lesi mulai tampak likenifikasi.
Pada sebagian penderita sembuh setelah berusia 2 tahun, sebagian lagi berlanjut menjadi DA
anak.1,2,8

2. DA anak (2 tahun sampai 10 tahun)

Lesi lebih kering, tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul, likenifikasi, dan sedikit
skuama. Letak kelainan kulit di lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian fleksor,
kelopak mata, leher, dan lebih jarang pada wajah. Garukan dapat menyebabkan erosi,
likenifikasi, mungkin juga mengalami infeksi sekunder.1,9

19
3. DA remaja dan dewasa (lebih dari 10 tahun)

Lesi berupa plak popular-eritematosa dan berskuama, atau plak likenifikasi yang gatal.
Pada DA remaja lokalisasi lesi di lipat siku, lipat lutut, dan samping leher, dahi, dan sekita
mata. Pada DA dewasa, distribusi lesi kurang karakteristik, sering mengenai tangan dan
pergelangan tangan, dapat pula ditemukan di bibir (kering, pecah, berisisik), vulva, putting
susu, atau scalp. Kadang erupsi meluas, paling parah di lipatan, mengalami likenifikasi. Lesi
kering agak menimbul, papul datar, dan cenderung bergabung menjadi plak likenifikasi dan
sedikit skuama, dan sering terjadi eksoriasi dan eksudasi karena garukan. Lambat laun terjadi
hiperpigmentasi. DA remaja atau dewasa berlangsung lama, dan cenderung menurun pada usia
30 tahun, hanya sebagian kecil yang berlangsung sampai tua.8,9

Diagnosis Banding

Sebagai diagnosis banding DA ialah; dermatitis seboroik (terutama pada bayi),


dermatitis kontak, skabies, dan iktiosis psoriasis (terutama daerah palmoplantar).8

Pengobatan

1. Pengobatan Topikal
- Hidrasi kulit
Kulit penderita DA kering dan fungsi sawarnya berkurang, mudah retak sehingga
mempermudah masuknya mikroorganisme pathogen, bahan iritan, dan alergen. Berikan
pelembab misalnya; krim hidrofilik urea 10% dapat pula ditambahkan hidrokortison
1% didalamnya.1
- Kortikosteroid topikal
Digunakan sebagai antiinflamasi lesi kulit. Namun demikian harus waspada karena
dapat terjadi efek samping yang tidak diinginkan. Pada bayi digunakan salep steroid

20
berpotensi rendah, mislanya hidrokortison 1%-2,5%. Pada anak dan dewasa digunakan
steroid berpotensi menengah misalnya triamnisolon, kecuali pada muaka digunakan
steroid berpotensi lebih rendah.8,

2. Pengobatan Sistemik
- Kortikosteroid
Digunakan untuk mengendalikan eksarsebasi akut, dalam jangka pendek dan dosis
rendah. Diberikan berselang-seling (alternate) atau diturunkan secara bertahap
(tapering), kemudian segera diganti dengan kortikosteroid topikal.8
- Antihistamin
Memebantu mengurangi rasa gatal yang hebat, terutama di malam hari. Oleh karena itu
antihistamin yang dipakai adalah yang memiliki efek sedative, misalnya; hidroksisin
atau difenhidramin. 9

3. Terapi sinar
Untuk DA yang berat dan luas dapat digunakan PUVA (photochemotherapy) seperti
yang dipakai pada psoriasis. Terapi UVB juga efektif. Kombinasi UVA dan UVB lebih
baik dibandingkan hanya dengan UVB. UVA bekerja pada sel Langerhans dan
eosinofil, sedangkan UVB mempunyai efek imunosupresif.2,3

Prognosis

Faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang baik DA diantaranya; DA luas pada
anak, menderita rhinitis alergik dan asma bronchial, riwayat DA pada orang tua dan saudara
kandung, awitan DA pada usia muda, anak tinggal, dan kadar serum IgE yang tinggi. Ada
kecendrungan perbaikana spontan pada masa anak, dan sering ada yang kambuh pada masa
remaja. Dan sebagian kasus menetap pada usia diatas 30 tahun.2

21
C. NEURODERMATITIS

Definisi

. Peradangan kulit kronis, gatal, dengan batas yang jelas, ditandai dengan penebalan
kulit dan garis kulit tampak lebih menonjol (likenifikasi) menyerupai kulit batang kayu, akibat
garukan atau gosokan yang berulang-ulang karena berbagai rangsangan pruritogenik. Penyakit
ini menyebabkan bercak-bercak penebalan kulit yang kering, bersisik dan berwarna lebih
gelap, dengan bentuk lonjong atau tidak beraturan Nama lain neurodermatitis sirkumskripta
ialah liken simpleks kronikus.1,5

Etiologi

Liken simpleks kronis bisa terjadi sebagai akibat sesuatu (misalnya baju)
yang bersentuhan dengan kulit atau mengiritasi kulit sehingga seseorang menggaruk-garuk
daerah tersebut. Sebagai akibat dari iritasi menahun akan terjadi penebalan kulit. Kulit yang
menebal ini menimbulkan rasa gatal sehingga merangsang penggarukan yang akan semakin
mempertebal kulit. Penyakit ini menimbulkan warna kecoklatan pada daerah yang terkena.7
Penyakit ini biasanya berhubungan dengan:7
- Dermatitis atopik
- Psoriasis
- Kecemasan, depresi ataupun gangguan psikis lainnya.
Lebih banyak ditemukan pada wanita dan biasanya timbul pada usia 20-50 tahun.1
Gejala Klinis

Liken simpleks kronis bisa timbul di setiap bagian tubuh, termasuk anus (pruritus ani)
dan vagina (pruritus vulva). Pada stadium awal, kulit tampak normal tetapi terasa gatal.

22
Selanjutnya timbul bercak-bercak bersisik, kering dan berwarna lebih gelap sebagai akibat dari
penggarukan dan penggosokan.3

Diagnosis

Diagnosis neurodermatitis sirkumskripta didasarkan gambaran klinis, biasanya tidak


terlalu sulit. Namun perlu dipikirkan kemungkinan penyakit kulit lain yang memberikan gejala
pruritus, misalnya liken planus, liken amiloidosis, psoriasis, dan dermatitis atopik.2,10

Pengobatan

Untuk mengurangi rasa gatal dapat diberikan antipuritus atau kortikosteroid topikal.
Antipruritus dapat berupa antihistamin dengan efek sedative contoh difenhidramin.
Kortikosteroid yang dipakai biasanya berotensi kuat, kalau masih tidak berhasil dapat diberikan
secara suntikan intra lesi. Ada pula yang mengobati dengan UVB dan PUVA. Perlu dicari
kemungkinan penyakit yang mendasarinya, dan ditangani terlebih dahulu. Prognosisnya
tergantung pada penyebab pruritus, penyakit yang mendasarinya.1-3

23
D. DERMATITIS NUMULARIS

Definisi

Dermatitis berupa lesi mata uang logam koin atau agak lonjong, berbatas tegas dengan
efloresensi berupa papulovesikel, biasanya mudah pecah sehingga basah.1 Nama lain dari
dermatitis nummular adalah ekzem nummular; ekzem discoid; atau neurodermatitis
nummular.2

Epidemiologi

Dermatitis numularis pada dewasa lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada
wanita. Usia puncak awitan pada kedua jenis kelamin antara 55 dan 65 tahun, pada wanita usia
puncak juga terjadi pada usia 15 sampai 25 tahun. Dermatitis numularis tidak biasa diteukan
pada anak bila ada timbulnya jarang pada usia sebelum satu tahun, umumnya kejadian
meningkat seiring dengan meningkatnya usia.1,2

Etiologi

Penyebabnya tidak diketahui, banyak faktor yang ikut berperan. Diduga stafilokokus
dan mikrokokus ikut berperan, mengingat jumlah koloninya meningkat walaupun tanda infeksi
secara klinis tidak tampak. Eksarsebasi terjadi bila koloni bakteri meningkat di atas 10 juta
kuman/cm2. Dermatitis kontak mungkin ikut memegang peranan pada berbagai kasus
dermatitis numularis, misalnya alergi terhadap nikel, krom, kobal, demikian pula iritasi dengan
wol dan sabun. Trauma fisis dan kimiawi juga dapat berperan. Kulit penderita dermatitis
numularis cenderung kering, hidrasi stratum korneum rendah. Pada anak-anak lesi numularis
terjadi pada dermatitis atopik.11

Gejala Klinis

Penderita dermatitis numularis umumnya mengeluh sangat gatal. Lesi akut berupa
vesikel dan papulovesikel (0,3-1,0 cm), kemudian membesar dengan cara berkonfluensi atau
meluas ke samping, membentuk satu lesi karakteristik saperti uang logam (koin), eritematosa,
sedikit edematosa, dan berbatas tegas. Lambat laun vesikel pecah menjadi eksudasi,

kemudian mengering menjadi krusta kekuningan. Ukuran garis tengah lesi dapat menjadi 5 cm,
jarang sampai 10 cm. Lesi lama berupa likenifikasi dan skuama. Jumlah lesi dapat hanya satu,
dapat pula banyak dan tersebar, bilateral atau simetris, dengan ukuran yang bervariasi mulai

24
dari miliar sampai nummular, bahkan plakat. Tempat predileksi di tungkai bawah, badan,
lengan, termasuk punggung tangan. Dermatitis numularis cenderung hilang timbul, ada pula
yang terus menerus, kecuali dalam periode pengobatan. Bila terjadi kekambuhan umumnya
timbul pada tempat semula.1-3,11

Diagnosis Banding

Diagnosis dermatitis numularis didasarkan atas gambaran klinis. Sebagai diagnosis


banding antara lain ialah dermatitis kontak, dermatitis atopik, neurodermatitis sirkumskripta,
dan dermatomikosis.1

Tatalaksana

Sedapat-dapatnya mencari penyebab atau faktor yang memprovokasi. Bila kulit kering,
diberi pelembab atau emolien. Secara topikal lesi dapat diobati dengan obat antiinflamasi,
misalnya preparat ter, glukokortikoid, takrolimus, atau pimekrolimus. Bila lesi masih
eksudatif, sebaiknya dikompres dahulu misalnya dengan larutan permanganas kalikus
1:10.000. Kalau ditemukan infeksi bakterial, diberikan antibiotik secara sistemik.
Kortikosteroid sistemik hanya diberikan pada kasus yang berat dan refrakter, dalam jangka
pendek. Pruritus dapat diobati dengan antihistamin golongan H1, misalnya hidroksisilin HCl.3

25
E. DERMATITIS STASIS

Definisi

Dermatitis Stasis adalah suatu peradangan menahun (berupa kemerahan, pembentukan


sisik dan pembengkakan) pada tungkai bawah yang teraba hangat, yang sering meninggalkan
bekas berupa kulit yang berwarna coklat gelap.1,12

Etiologi

Dermatitis stasis merupakan akibat dari penimbunan darah dan cairan di bawah kulit,
sehingga cenderung terjadi pada penderita vena varikosa (varises) dan pembengkakan
(edema).2

Gejala

Dermatitis stasis biasanya timbul di pergelangan kaki. Pada awalnya kulit menjadi
merah dan sedikit bersisik. Setelah beberapa minggu atau beberapa bulan, warna kulit berubah
menjadi coklat gelap. Pengumpulan darah dibawah kulit yang terjadi sebelumnya sering tidak
dihiraukan, sehingga terjadi pembengkakan dan kemungkinan infeksi, yang akhirnya
menyebabkan kerusakan kulit yang berat (ulserasi).2,3

Tatalaksana

Pengobatan jangka panjang bertujuan mengurangi kemungkinan penimbunan darah di


dalam vena di sekitar pergelangan kaki.12

Mengangkat kaki dalam posisi yang lebih tinggi dari dada akan menghentikan
penimbunan darah di dalam vena dan penimbunan cairan di dalam kulit.1,12
Menggunakan stoking penyangga yang tepat bisa membantu mencegah kerusakan kulit
yang serius dengan cara mencegah penimbunan cairan di tungkai yang lebih bawah.1
Biasanya tidak diperlukan pengobatan tambahan.1

26
Kadang diambil kulit dari bagian tubuh lainnya untuk dicangkokkan guna menutupi luka
terbuka yang sangat lebar. Jika penderita merasa tidak nyaman mengenakan sepatu ini, pasta
yang sama bisa digunakan dibawah balutan penyangga elastik 12

27
F. DERMATITIS AUTOSENSITISASI

Definisi

Dermatitis autosensitisasi ialah dermatitis akut yang timbul pada tempat jauh dari
fokus inflamasi lokal, sedangkan penyebabnya tidak berhubungan langsung dengan
penyebab fokus inflamasi tersebut.2,3

Etiologi

Penyakit ini lebih banyak karena hiperiritabilitas kulit yang diinduksi oleh stimulus
imunologik maupun non-imunologik. Faktor seperti iritasi, sensitisasi, infeksi, dan
luka, yang diketahui mencetuskan otosensitisasi, dilaporkan melepaskan berbagai
sitokin epidermal. Bila sitokin ini menyebar hematogen dalam jumlah yang cukup,
maka sitokin tersebut dapat meningkatkan sensitivitas kulit terhadap berbagai stimuli
dan menghasilkan reaksi yang secara klasik dinamai otosensitisasi.2

Gambaran Klinis

Autosensitisasi umumnya dalam bentuk erupsi vesikular akut dan luas, sering
berhubungan dengan ekzem kronis di tungkai bawah ( dermatitis stasis) dengan atau
tanpa ulkus.2

Dapat pula terjadi pada dermatitis lain,aplikasi bahan kimia yang bersifat iritan,
maupun sensitizer, dan radiasi ion, juga karena angry back (excited skin)
syndrome.1

Kelainan muncul 1 sampai beberapa minggu setelah terjadinya peradangan lokal


pertama (biasanya dermatitis pada tungkai bawah ), berupa erupsi akut yang tersebar
simetris, sangat gatal, terdiri atas eritema, papul dan vesikel. Erupsi tersebut mengenai
lengan bawah, paha, tungkai bawah, batang tubuh, muka, tangan , leher dan kaki
(sesuai dengan urutan kekerapan kejadian). Bila mengenai telapak tangan, menyerupai
pomfoliks. Kelainan ini baru menghilang, bila penyakit utamanya disembuhkan.1,3

Diagnosis

Diagnosis dermatitis autosensitisasi adalah ekslusif, yaitu bila tidak dapat


dibuktikan bahwa suatu kelainan berupa erupsi akut papulovesikel yang tersebar
(setelah adanya fokus inflammasi di suatu tempat) bukan disebabkan oleh dermatitis
kontak alergi sekunder dan atau infeksi sekunder oleh bakteri, jamur, virus atau parasit.2
28
Pengobatan

Pengobatan ditujukan kepada penyakit awal yang memicu timbulnya dermatitis


autosensitisasi. Bila lesi basah, di kompres. Dapat diberikan kortikosteroid sistemik, bila lesi
cukup berat, dan topikal, bila kelainan kulitnya ringan. Untuk mengurangi rasa gatal dapat
diberikan antihistamin, atau antipruritus topikal. Bila ada infeksi sekunder diberi antibiotik per
oral.1,3

29
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dermatitis merupakan epidermo-dermatitis dengan gejala subjektif pruritus. Objektif


tampak inflamasi eritema, vesikula, eksudasi dan pembentukan skuama. Tanda-tanda polimorfik
tersebut tidak selalu timbul pada saat yang sama. Penyakit bertendensi residif dan menjadi kronik.

Penyebab dermatitis kadang-kadang tidak diketahui, sebagian besar merupakan respon


kulit terhadap agen-agen, misalnya zat kimia, protein, bakteri dan fungi. Respon tersebut dapat
berhubungan dengan alergi dan iritasi. Dimana alergi adalah perubahan kemampuan tubuh yang
didapat dan spesifik untuk bereaksi dengan allergen tertentu.

Dermatitis yang merupakan kelainan kulit sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Dari
segi penanganannya, kelainan ini dapat dimasukkan dalam kelompok kelainan yang responsive
terhadap steroid. Steroid adalah senyawa anti inflamasi kuat yang digunakan sejak kurang lebih
lima puluhan. Secara alamiah bahan ini merupakan hormone endogen yang dihasilkan oleh korteks
adrenal. Dalam pembuatan bahan sintetik, analognya telah berkembang pesat dan merupakan
terapi utama pada dermatitis.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda Adhi, Hamzah Mochtar, Aisah Siti. Dermatitis. 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Ed 7. Jakarta: FKUI. Hal: 126-38.
2. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis of Clinical
Dermatology. 8th Ed. New York: McGraw-Hill, 2012. Hal:152-164
3. James William D, Berger Timothy G, Elston Dirk M. 2011. Andrews Dieases of The
Skin: Clinical Dermatoloy. Ed 11th. Saunders : Elsevier. Canada. Hal: 88-92
4. Jovanovi, D.L. 2003. Chronic Contact Allergic and Irritant Dermatitis of Palms and
Soles: Routine Histopatologgy not suitable for Differentiation. Acta Dermoven APA
Vol.12. Hal : 112-130
5. Kartowigno, Soenarto. 2012. Sepuluh Besar Kelompok Penyakit Kulit. Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya. Hal: 53-57.
6. Bolognia Jean, Joseph. 2003. In Bolonia Dermatology Vol:2. Bolognia : Humana Press. Hal:
1940-1942
7. Wolfman, Stery. 2006. Dermatology Fifthy Edition. German : Theime. Hal: 1243-1254
8. Thomsen, Simon Francis. 2014 . Atopic Dermatitis: Natural History Diagnosis, and Treatment.
New England Journal of Medicine, vol.2014. Hal: 1155
9. H. C. Williams, 2005 . Atopic dermatitis, New England Journal of Medicine, vol. 352, no. 22,
Hal: 23142366
10. Holden AC,Berth-jones J. in : Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, Editors.Rooks textbook
of dermatology ; Eczema, prurigo, lichenification, and erithroderma.7th.Italy : Blackwell . 2004.
Hal: 1741-1743
11. Hertl Michael, Autoimmun Disease of the Skin.3rd edition. Germany: Springer Wien New
York: 2011. Hal: 373-388
12. Flugman Scott L. 2016. Statis Dermatitis. American Academy of Dermatology. Hal: 493-494

31

Anda mungkin juga menyukai