Anda di halaman 1dari 14

Laporan Pendahuluan

(Halusinasi)

A. Pengertian Halusinasi
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa
ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca
indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien merasa
melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu
rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin, 2006).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).

B. Etiologi Faktor
Menurut Trimelia S.Skp ( 2012 ), bahwa faktor terjadinya halusinasi meliputi :
1. Faktor predisposisi
a. Faktor Biologis
Terdapat lesi pada area frontal, temporal dan limbik.
b. Faktor Perkembangan
Rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan individu tidak
mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan
terhadap stress.
c. Faktor Sosiokultural
Individu yang merasa tidak diterima lingkungannya akan merasa tersingkirkan,
kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.
d. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami individu maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang
dapat bersufat halusnogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytransferase
(DMP). Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivitasnya neurtransmiter
otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan Acetylcholin dan Dopamin.
e. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penyalahgunaan zat adiktif. Selain itu, ibu yang pencemas, overprotektif,
dingin, tidak sensitif, pola asuh tidak adekuat juga berpengaruh pada
ketidakmampuan individu dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa
depannya. Individu lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju
alam nyata.
f. Faktor genetik
Penelitian menunjukan bahwa anak yang di asuh oleh orang tua skizofrenia
cenderung akan mengalami skizofrenia.
2. Faktor presipitasi
Factor presipitasi adalah factor pencetus sebelum timbul gejala
a. Stresor social budaya
Stress dan kecemasan akan meningkat apabila terjadi penurunan stablitas
keluarga, perpisahan dengan orang terpentng atau disingkirkan dari kelompok.
b. Faktor biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamine, inhalan, non epineprin, zat halusigenik,
diduga berkaitan dengan halusinasi
c. Faktor pskologi
Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk mengatasi
masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang
menyenangkan.

C. Patofisiologi
Banyak teori diajukan menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik
dan lain-lain. Ada mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga normal otak dibombardir
oleh aliran stimulus yang datang dari dalam tubuh ataupun dari luar tubuh. Input ini
akan menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam sadar. Bila input ini
dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang dijumpai pada keadaan normal atau
patologis, maka materi-materi ada dalam unconsicisus atau preconscious bisa
dilepaskan dalam bentuk halusinasi. Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi
dimulai dengan adanya keinginan direpresi ke unconsicious dan kemudian karena
sudah retaknya kepribadian dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan tadi
diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna. Ketidakefektifan koping
keluarga/individu menyebabkan HDR berlanjut menarik sehingga isolasi diri. Isolasi
diri menyebabkan kemauaan menurun sehingga defisit perawatan diri yang berakibat
penampilan diri terganggu.

D. Pathway
E.
M

anifestasi Klinik
Menurut Yosep (2009) manifestasi kliniknya terbagi menjadi 4 tahap yaitu:
1. Tahap pertama ( Comporting)
Yaitu fase yang menyenangkan. Pada tahap ini masuk dalam golongan
nonpsikotik. Karakteristik: klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa
bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien mulai
melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong
sementara.
Perilaku klien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir
tanpa suara, pergerakan mata cepat, respons verbal yang lambat jika sedang asyik
dengan halusinasinya, dan suka menyendiri
2. Tahap kedua (Condemming)
Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap menyalahkan dengan tingkat
kecemasan yang berat yaitu halusinasi menjadi menjijikkan, termasuk dalam psikotik
ringan. Karakteristik: pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan, kecemasan
meningkat, melamun, dan berfikir snediri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan
yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan iya tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku klien : meningkatkannya tanda-tanda system syaraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinnya
dan tidak bias membedakan realitas.
3. Tahap ketiga (Controlling)
Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap ansietas berat yaitu pengalaman
sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik: bisikan,
suara, isi halusinasi semakinmenonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien
menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien: kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya
bebrapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor, dan
tidak mampu mematuhi perintah.
4. Tahap keempat (Conquering)
Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap menakutkan dengan tingkat
ansietas panic.termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik: halusinasinya berubah
menjadi mengancam,memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak
berdaya, hilang kontrol, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain
di lingkungan.
Perilaku klien: perilaku terror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik, tidak mampu merespons terhadap
perintah kompleks, dan tidak mampu merespons lebih dari satu orang.
F. Klasifikasi
Menurut Maramis, (2005) terdapat beberapa jenis halusinasi di antaranya:
1. Halusinasi penglihatan (visual, optik) seperti tak berbentuk (sinar, kalipan atau pola
cahaya) atau berbentuk (orang, binatang atau barang lain yang dikenalnya), berwarna
atau tidak
2. Halusinasi pendengaran (auditif, akustik) seperti suara manusia, hewan atau mesin,
barang, kejadian alamiah dan musik
3. Halusinasi pencium (olfaktorik) seperti mencium sesuatu bau
4. Halusinasi pengecap (gustatorik) seperti merasa/mengecap sesuatu
5. Halusinasi peraba (taktil) seperti merasa diraba, disentuh, ditiup,disinari atau seperti
ada ulat bergerak dibawah kulitnya
6. Halusinasi kinestetik seperti merasa badannya bergerak dalam sebuah ruang, atau
anggota badannya bergerak (umpamanya anggota badan bayangan atau phantom
limb).
7. Halusinasi viseral seperti perasaan tertentu timbul didalam tubuhnya
8. Halusinasi hipnagogik seperti terdapat ada kalanya pada seorang yang normal, tepat
sebelum tertidur persepsi sensorik bekerja salah
9. Halusinasi hipnopompik seperti seperti no.8, tetapi terjadi tepat sebelum terbangun
samasekali dari tidurnya. Disamping itu ada pula pengalaman halusinatorik dalam
impian yang normal.
10. Halusinasi histerik timbul pada nerosa histerik karena konflik emosional.
G. Komplikasi
Dampak dari gangguan sensori persepsi : Halusinasi ( Stuart and Laraia, 2005 )
1. Risiko perilaku kekerasan
Hal ini terjadi bahwa klien dengan halusinasinya cenderung untuk marah-marah dan
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2. Isolasi sosial
Hal ini terjadi karena prilaku klien yang sering marah-marah dan risiko prilaku
kekerasan maka lingkungan akan menjauh dan mengisolasi.
3. Harga diri rendah
Hal ini terjadi karena klien menjauhi dan mengisolasi dari lingkungan klien
beranggapan dirinya merasa tidak berguna dan tidak mampu.
4. Defisit perawatan diri : kebersihan diri
Hal ini terjadi karena klien mersa tidak berguna dan tidak mampu sehingga klien
mengalami penurunan motivasi dalam hal kebersihan dirinya.

H. Pengobatan
1. Farmakoterapi
a. Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita skizoprenia yang
menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi dalam dua tahun penyakit.
b. Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi bermanfaat pada penderita dengan
psikomotorik yang meningkat.
Obatan yang sering digunakan:
a. Clorpromazine (CPZ)
1) Aturan pakai : 3 x 25 mg/hari, kemudian dinaikan sampai dosis optimal.
2) Indikasi : Untuk pengobatan psikosa untuk mengurangi gejala anemis
3) Efek samping : Hipotensi, aritmis kordis, takikardi, penglihatan kabur.
b. Tritopirazine (Stelazine)
1) Aturan pakai : 3 x 1 samapi 5 mg dosis tertinggi 50 mg/hari.
2) Indikasi : Diberikan pada pasien gangguan mental organic dan gejala spikotik
yang menarik.
3) Efek samping : Gejala extrapiramidal.
c. Diazepam
1) Indikasi : Psikoneuronesis anxietas
2) Efek samping : Mengantuk, mual, kadang-kadang konstipasi.
d. Triheksifenidil HCL (Arxne)
1) Indikasi : Berbagai bentuk parkinsonisme
2) Aturan pakai : Hari pertama diberikan 1 mg, hari ke 1 diberikan 2 mg/hari
sehingga mencapai 6-10 mg/hari yang diberikan 3-4 kali pada waktu makan.
e. Amitripilin (Laxori)
1) Indikasi : Dosis awal 75-100 mg/hari, pemulihan 25-75 mg/hari.
2) Aturan pakai : Diberikan pada klien dengan gejala depresi akibat keluhan
somatic.
2. Terapi kejang listrik.
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall
secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang dipasang pada
satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizoprenia yang tidak
mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik.
3. Psikoterapi dan Rehabilitasi.
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena
berhubungan dengan praktis dengan maksud mempersiapkan klien kembali ke
masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong klien bergaul dengan
orang lain, klien lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya klien tidak mengasingkan
diri karena dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk
mengadakan permainan atau latihan bersama, seperti therapy modalitas terdiri dari :
a. Terapi aktivitas berfokus dengan berbagai aktivitas pasien seperti bertani
b. Terapi music berfokus mendengar, memainkan alat musik, bernyanyi. Yaitu
menikmati dengan relaksasi musik yang disukai klien.
c. Terapi seni berfokus untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai pekerjaan
seni.
d. Terapi menari berfokus pada : ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh
e. Terapi relaksasi untuk koping/prilaku mal adaptif /deskriptif, meningkatkan
partisipasi dan kesenangan klien dalam kehidupan.
f. Terapi sosial.
g. Klien belajar bersosialisasi dengan klien lain
h. Terapi kelompok : Terapi kelompok (Group therapy), Terapi group, (kelompok
terapeutik), Terapi aktivitas kelompok ( Adjunctive group activity therapy ).
i. Terapi lingkungan
j. Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana di dalam keluarga ( home like
atmosphere ).
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HALUSINASI
A. Pengkajian Pasien Halusinasi
1. Identitas klien meliputi Nama, umur, jenis kelamin, tanggal dirawat, tanggal
pengkajian, nomor rekam medic
2. Faktor predisposisi merupakan factor pendukung yang meliputi factor biologis, factor
psikologis, social budaya, dan factor genetic
3. Factor presipitasi merupakan factor pencetus yang meliputi sikap persepsi merasa tidak
mampu, putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, merasa malang, kehilangan, rendah
diri, perilaku agresif, kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan penanganan gejala
stress pencetus pada umunya mencakup kejadian kehidupan yang penuh dengan stress
seperti kehilangan yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan
dengan orang lain dan menyebabkan ansietas.
4. Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan social dan spiritual
5. Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas motorik, alam
perasaan, afek pasien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir,
tingkat kesadaran, memori, tingkat kosentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian, dan
daya tilik diri.
6. Mekanisme koping: koping yang dimiliki klien baik adaptif maupun maladaptive
7. Aspek medic yang terdiri dari diagnose medis dan terapi medis
8. Jenis halusinasi
Berikut adalah jenis-jenis halusinasi, data objektif dan subjektifnya. Data objektif
dapat dikaji dengan cara melakukan wawancara dengan pasien. Melalui data ini
perawat dapat mengetahui isi halusinasi pasien.
Jenis Data objektif Data subjektif
halusinasi
Halusinasi 1. Bicara atau tertawa sendiri 1. Mendengar suara atau
2. Marah-marah tanpa sebab
dengar kegaduhan
3. Menyedengkan telinga
2. Mendengar suara yang
kearah tertentu
bercakap-cakap
4. Menutup telinga
3. Mendengar suara menyuruh
melakukan sesuatu yang
berbahaya
Halusinasi 1. Menunjuk-nunjuk kearah Melihat bayangan, sinar, bentuk
Penglihatan tertentu geometris, bentuk kartoon,
2. Ketakutan pada sesuatu Yang
melihat hantu atau monster
tidak jelas
Halusinasi Mencium seperti sedang Membaui bau-bauan sperti bau
penciuman membaui bau-bauan tertentu darah, urin, feces, kadang-kadang
Menutup hidung
bau itu menyenangkan
Halusinasi 1. Sering meludah Merasakan rasa seprti darah, urin
2. Muntah
pengecapan atau feces
Halusinasi Menggaruk-garuk permukaan 1. Mengatakan ada serangga
Perabaan
kulit dipermukaan kulit
2. Merasa seperti tersengat listrik
B. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji
1. Masalah keperawatan
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi.
c. Isolasi sosial : menarik diri
2. Data yang perlu dikaji
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Data subjektif: Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin
membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
Data objektif: Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang,
melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
Data Subjektif:
1. Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus
nyata.
2. Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata.
3. Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus.
4. Klien merasa makan sesuatu.
5. Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.
6. Klien takut pada suara/ bunyi/ gambar yang dilihat dan didengar.
7. Klien ingin memukul/ melempar barang-barang.
Data Objektif:
1. Klien berbicara dan tertawa sendiri.
2. Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.
3. Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu.
4. Disorientasi.
c. Isolasi sosial : menarik diri
Data Subjektif:
1. Klien mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi.
2. Klien mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain.
3. Klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain.
Data Objektif:
1. Klien terlihat lebih suka sendiri.
2. Bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan.
3. Ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.
C. Intervensi
Perencanaan
Tgl No Dx Dx Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi
Gangguan sensori TUM: Klien dapat
persepsi: mengontrol
halusinasi halusinasi yang
(lihat/dengar/peng dialaminya
hidu/raba/kecap) Tuk 1 : 1. Setelah.. x interaksi klien 1. Bi
Klien dapat menunjukkan tanda tanda dengan meng
membina hubungan percaya kepada perawat : terapeutik :
saling percaya Ekspresi wajah Sapa klien
bersahabat. maupun no
Menunjukkan rasa Perkenalka
senang. tujuan pera
Ada kontak mata. Tanyakan n
Mau berjabat tangan. panggilan
Mau menyebutkan Buat kontr
nama. Tunjukkan
Mau menjawab salam. setiap kali
Mau duduk Tunjukan s
berdampingan dengan adanya
perawat. Beri perha
Bersedia kebutuhan
mengungkapkan Tanyakan p
masalah yang dihadapi. dihadapi k
Dengarkan
perasaan k
TUK 2 : 2. Setelah .. x interaksi klien Adaka
Klien dapat menyebutkan : be
mengenal o Isi Obser
halusinasinya o Waktu de
o Frekunsi /li

o Situasi dan kondisi m

yang menimbulkan ha
halusinasi Tanyakan
( halusina
kecap )
Jika klien
sedang di
Katakan b
mengalam
sendiri tid
bersahaba
menghak
Katakan b
mengalam
Katakan b
klien
Jika klien tid
tentang ad
diskusikan de
Isi, w
halus
atau s
Situas
atau t
2. Setelah..x interaksi klien D
menyatakan perasaan dan di
responnya saat mengalami be
halusinasi : m
Marah D
Takut di
Sedih te
Senang D
Cemas ak
Jengkel m

TUK 3 : 3.1. Setelah.x interaksi Identifikasi bersa


Klien dapat klien menyebutkan dilakukan jika te
mengontrol tindakan yang biasanya menyibukan diri
halusinasinya dilakukan untuk
mengendalikan
halusinasinya Diskusikan cara
3.2. Setelah ..x interaksi Jika cara
klien menyebutkan cara pujian.
baru mengontrol halusinasi Jika cara
diskusikan ker
3.3. Setelah.x interaksi Diskusikan cara
klien dapat memilih dan timbulnya halusi
memperagakan cara Katakan pa
mengatasi halusinasi nyata ( saya t
(dengar/lihat/penghidu/raba raba /kecap pad
/kecap ) Menemui o
keluarga) untuk
halusinasinya.
Membuat d
kegiatan sehari
Meminta k
jika sedang ber
3.4. Setelah x interaksi Bantu klien mem
klien melaksanakan cara dan latih untuk m
yang telah dipilih untuk
mengendalikan
halusinasinya
3.5. Setelah X pertemuan 1. Beri kesempa
klien mengikuti terapi dipilih dan dila
aktivitas kelompok 2. Pantau pelaksa
, jika berhasil b
3. Anjurkan kli
kelompok, orie
TUK 4 : 4.1. Setelah X pertemuan Buat kontrak den
Klien dapat keluarga, keluarga ( waktu, tempat d
dukungan dari menyatakan setuju untuk
keluarga dalam mengikuti pertemuan
mengontrol dengan perawat
halusinasinya 4.2. Setelah x interaksi Diskusikan denga
keluarga menyebutkan keluarga/ kunjung
pengertian, tanda dan Pengertian
gejala, proses terjadinya Tanda dan
halusinasi dan tindakan Proses terj
untuk mengendali kan Cara yang
halusinasi keluarga u
Obat- obat
Cara meraw
halusinasi
biarkan sen
bersama, m
pemberian
Beri inform
dan bagaim
halusinasi
TUK 5 : 5.1. Setelah x interaksi Diskusikan denga
Klien dapat klien menyebutkan; kerugian tidak mi
memanfaatkan obat o Manfaat minum obat cara , efek terapi
dengan baik o Kerugian tidak minum
obat
o Nama,warna,dosis,
efek terapi dan efek
samping obat
5.2. Setelah ..x 1. Pantau klien

interaksi klien 2. Beri pujia

mendemontrasikan dengan benar

penggunaan obat dgn benar 1. Diskusikan a

5.3. Setelah .x interaksi konsultasi deng

klien menyebutkan akibat 2. Anjurkan k

berhenti minum obat tanpa dokter/perawat


konsultasi dokter inginkan .
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, S. S. (2003). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Perubahan sensoro
Persepsi : Halusinasi. Dibuka pada website http://www.nersgun.multiply.multiply
content.com /27 September 2014.
Izzudin. (2006). Analisis Pengaruh Faktor Personality terhadap Asuhan Keperawatan pada
Perawat Rawat Inap RSJ dr. Amino Gondohutomo Semarang. Diambil pada tanggal 27
September 2014 dari http://eprints.undip.ac.id/
Maramis W.F. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press; 2005. p.
63-9.

Anda mungkin juga menyukai