A. Pengertian
Hipertensi Esensial
Adalah kondisi terjadi nya peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
atau diastolik 90 mmHg. Kondisi ini sering tanpa gejala. Peningkatan tekanan darah yang
tidakterkontrol dapat mengakibatkan komplikasi, seperti stroke, aneurisma, gagal jantung,
serangan jantung dan kerusakan ginjal.
Adalah hipertensi sekunder yang terjadi karena adanya penyebab lain yang mendasari. Pada
kondisi hipertensi non esensian dilakukan rujukan ke dokter spesialis untuk dilakukan
evaluasi dan pengobatan terlebih daghulu. Jika pasien dalam kondisi stabil dan dapat
ditangani di Puskesmas, maka rumah sakit melakukan rujukan balik ke
Puskesmas.Contohnyadari kasus ini adalah hipertensi yang terdapat pada pasien dengan
stroke, cedera kepala, gagal jantung, diabetes mellitus takterkontrol, penyakit gangguan
ginjal dan penyakit-penyakit lain yang menimbulkan komplikasi hipertensi.
B. Tujuan
Tujuan dari manual rujukan khusus penyakit hipertensi esensial ini adalah sebagai kendali
mutu dan biaya terhadap pengobatan yang diberikan pada pasien pasien dengan kondisi
tersebut, sehingga mendapatkan tatalaksana yang efektif dan efisien.
C. KebijakandanPrinsipDasar
Kebijakan rujukan kasus hipertensi dari puskesmas ke Rumah Sakit harus sesuai dengan
prinsip rujukan yang diatur dalam PMK no 1 tahun 2012 pasal 9, tentang sistem rujukan.
Pasal tersebut mengatakan bahwa faskes dapat melakukan rujukan vertikal apabila pasien
membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau sub spesialistik dan perujuk tidak
dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengankebutuhan pasien karena
keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atauketenagaan, tidak berdasarkan indikasi sosial.
Rujukan ulangan juga dapat diberikan kembali apabila terapi oleh dokter spesialis di rumah
sakit belum selesai.Pada kasus hipertensi esensial, kebijakan rujukan baru dapat dilakukan
apabila pasien telah diterapi selama 2-3 bulan sesuai dengan panduan terapi pada PMK no 5
tahun 2014 namun target tekanan darah tidak tercapai, sehingga rujukan tidak dapat
diberikan atas permintaan pasien. Untuk detail proses rujukan dapat dilihat pada bagian
kriteria rujukan.
D. KriteriaRujukan
Prinsipdalampemberianterapiobat antihipertensi haruslahada kerjasama antara pasien dengan
tenaga kesehatan sehingga selain modifikasi gaya hidup pasien juga harus rutin melakukan
kunjungan untuk evaluasi terapi yang diberikan. Berikutadalah guideline
pengobatanhipertensisesuai dengan PMK no 5 tahun 2014, mengenai panduan praktek klinis bagi
dokter di puskesmas yang dikombinasikandenganindikasirujukan
Fase 1 KeteranganFase 1
Fase 2 KeteranganFase 2
Fase 3 KeteranganFase 3
1. Identitas jelas pasien beserta jaminan kesehatan yang digunakan serta tanggal
rujukan
2. Mencantumkan Nama Rumah Sakit tujuan dan poliklinik yang dituju.Rumah sakit
tujuan untuk pasien hipertensi haruslah rumah sakit yang memiliki dokter
spesialis penyakit dalam.
Pasien tidak perlu di damping oleh tenaga medis apabila dirujuk ke poliklinik penyakit dalam
dengan kondisi stabil, namun bila terdapat krisis hipertensi (Diastole > 140), pasien wajib di
damping oleh tenaga medis dengan ambulan transport yang memadai, setelah sebelumnya
dokter menghubungi pihak rumah sakit tujuan, untuk dipastikan pasien tersebut
mendapatkan kamar.Petugas kesehatan mengaktifkan sistem SPGDT (Pusdaldukes) untuk
menghubungi RS dan mencari ketersediaan kamar
Apabila rumah sakit tujuan penuh dan tidak memiliki ruang, maka dokter harus mencarikan
rumahsakit alternative lain yang mampu menangani kasus tersebut, tanpa memandang
jaminan kesehatan yang digunakan.
Apabila setelah diusahakan dan tetap tidak mendapatkan ruang di 3 rumahsakit tujuan,
maka dokter harus menjelaskan kepada seluruh keluarga yang dating untuk menanda
tangani surat pernyataan untuk dititipkan sementara di puskesmas tersebut meskipun
fasilitas dan tenaga untuk melakukan pengawasan terbatas, sehingga saat terjadi kegawatan
tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Setelah ditandatangani, Dokter dapat melanjutkan
penanganan pada pasien lain yang mungkin sudah menunggu sembari sesekali mengecek
kondisi pasien. Penting untuk diketahui adalah tidak boleh merujuk tanpa adanya konfirmasi
kerumah sakit tujuan.
Fase intrauterine :
Vena umbilikalis membawa darah yang teroksigenasi dari plasenta menuju
janin .
Lebih dari 50% cardiac out-put berjalan menuju plasenta melewati arteri
umbilikalis. Cardiac out put terus meningkat sampai dengan aterm dengan nilai
200 ml/min. frekuensi detak jantung untuk mempertahankan cardiac output
110 150 kali/ min.
Tekanan darah fetus terus meningkat sampai aterm , pada kehamilan 35
minggu tekanan sistolik 75mmHg dan tekanan diastolic 55mmHg.
Fase transisi :
Saat persalinan , terjadi dua kejadian yang merubah hemodinamika janin
1. Ligasi tali pusat yang menyebabkan kenaikan tekanan arterial
2. Kenaikan kada CO2 dan penurunan PO2 yang menyebabkan awal
pernafasan janin.
Setelah beberapa tarikan nafas , tekanan intrathoracal neonates masih rendah
(-40 sampai 50 mmhg) setelah jalan nafas mengembang , tekana meningkat
kea rah nilai dewasa yaitu (-78mmhg)
Tahanan vascular dalam paru yang semula tinggi terus menurun sampai 75-
80%. Tekanan dalam arteri pulmonalis menurun sampai 50% saat tekanan
atrium kiri meningkat dua kali lipat.
Sirkulasi neonates menjadi sempurna setelah penutupan duktus arteriousus
dan foramen ovale berlangsung, namun proses penyesuaian terus berlangsung
sampai 1-2 bulan kedepan.
Fase ektrauterine
Ductus arteriousus umumnya mengalami obliterasi pada awal periode post
natal sebagai refl[ek adanya kenaikan oksigen dan prostaglandin .
Bila ductus tetap terbuka , akan terdengar bising crescendo yang berkurang
saat diastolic machinery murmur yang terdengar diatas celah intercostae 2
kiri.
Obliterasi foramen ovale biasanya berlangsung dalam 6-8 week. Foramen tetap
ada pada beberapa individu tanpa menimbulkan gejala. Obliterasi dictus
venonsus dari hepar ke vena cava menyisahkan lig venosum, sisa penutupan
vena umbulikalis menjadi lig teres hepatis.