Anda di halaman 1dari 7

8.

Pedoman Rujukan Penyakit Hipertensi (Primer)

A. Pengertian
Hipertensi Esensial

Adalah kondisi terjadi nya peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
atau diastolik 90 mmHg. Kondisi ini sering tanpa gejala. Peningkatan tekanan darah yang
tidakterkontrol dapat mengakibatkan komplikasi, seperti stroke, aneurisma, gagal jantung,
serangan jantung dan kerusakan ginjal.

Hipertensi Non Esensial

Adalah hipertensi sekunder yang terjadi karena adanya penyebab lain yang mendasari. Pada
kondisi hipertensi non esensian dilakukan rujukan ke dokter spesialis untuk dilakukan
evaluasi dan pengobatan terlebih daghulu. Jika pasien dalam kondisi stabil dan dapat
ditangani di Puskesmas, maka rumah sakit melakukan rujukan balik ke
Puskesmas.Contohnyadari kasus ini adalah hipertensi yang terdapat pada pasien dengan
stroke, cedera kepala, gagal jantung, diabetes mellitus takterkontrol, penyakit gangguan
ginjal dan penyakit-penyakit lain yang menimbulkan komplikasi hipertensi.

B. Tujuan
Tujuan dari manual rujukan khusus penyakit hipertensi esensial ini adalah sebagai kendali
mutu dan biaya terhadap pengobatan yang diberikan pada pasien pasien dengan kondisi
tersebut, sehingga mendapatkan tatalaksana yang efektif dan efisien.

C. KebijakandanPrinsipDasar
Kebijakan rujukan kasus hipertensi dari puskesmas ke Rumah Sakit harus sesuai dengan
prinsip rujukan yang diatur dalam PMK no 1 tahun 2012 pasal 9, tentang sistem rujukan.
Pasal tersebut mengatakan bahwa faskes dapat melakukan rujukan vertikal apabila pasien
membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau sub spesialistik dan perujuk tidak
dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengankebutuhan pasien karena
keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atauketenagaan, tidak berdasarkan indikasi sosial.
Rujukan ulangan juga dapat diberikan kembali apabila terapi oleh dokter spesialis di rumah
sakit belum selesai.Pada kasus hipertensi esensial, kebijakan rujukan baru dapat dilakukan
apabila pasien telah diterapi selama 2-3 bulan sesuai dengan panduan terapi pada PMK no 5
tahun 2014 namun target tekanan darah tidak tercapai, sehingga rujukan tidak dapat
diberikan atas permintaan pasien. Untuk detail proses rujukan dapat dilihat pada bagian
kriteria rujukan.
D. KriteriaRujukan
Prinsipdalampemberianterapiobat antihipertensi haruslahada kerjasama antara pasien dengan
tenaga kesehatan sehingga selain modifikasi gaya hidup pasien juga harus rutin melakukan
kunjungan untuk evaluasi terapi yang diberikan. Berikutadalah guideline
pengobatanhipertensisesuai dengan PMK no 5 tahun 2014, mengenai panduan praktek klinis bagi
dokter di puskesmas yang dikombinasikandenganindikasirujukan

Guideline TerapiHipertensi KriteriaRujukan

Fase 1 KeteranganFase 1

Rujukan tidak boleh diberikan pada fase


ini.Rujukan diberikan bila pasien terbukti
memiliki hipertensi non esensial,

Fase 2 KeteranganFase 2

Terapi stage I dilakukandengan 1 obat,


danterapi stage II dengankombinasi 2
obat, rujukan dilarang diberikan pada
pasien dengan kondisi hipertensi esensial
tanpa indikasi khusus yang belum
mendapatkan terapi.

Rujukan diberikan apabila target tidak


tercapai setelah pemberian obat selama
2-3 bulan atau pasien memiliki hipertensi
non esensial

Fase 3 KeteranganFase 3

Puskesmas harus merujuks esuai dengan


prosedur rujukan apabila dengan terapi
kombinasi 2 obat, pasien tidak
mendapatkan target tekanandarah yang
Catatan: pasien dengan krisis hipertensi (diastole > 140) harus segera diinginkan, rujukan dilakukan kerumah
dirujuk ke RS sakit yang dianggap mampu menangani
kondisi tersebut.
E. Tata Cara Pelaksanaan Rujukan Kasus Hipertensi
Sebelum dirujuk pada fasilitas kesehatan lain, maka pasien haruslah memenuhi criteria
untuk dirujuk seperti yang tertera padahal aman sebelumnya, seperti pasien memiliki
hipertensi non esensial atau pasien tidak mencapai target tekanan darah setelah 2-3 bulan
pengobatan. Setelah criteria terpenuhi maka dokter di puskesmas harus mengisi surat
rujukan sebanyak 3 rangkap yang berisi :

1. Identitas jelas pasien beserta jaminan kesehatan yang digunakan serta tanggal
rujukan
2. Mencantumkan Nama Rumah Sakit tujuan dan poliklinik yang dituju.Rumah sakit
tujuan untuk pasien hipertensi haruslah rumah sakit yang memiliki dokter
spesialis penyakit dalam.

3. Hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang yang sudah dilakukan


4. Mencantumkan tindakan serta terapi sementara yang telah diberikan
5. Mencantumkan tanda tangan dokter yang merujuk

Pasien tidak perlu di damping oleh tenaga medis apabila dirujuk ke poliklinik penyakit dalam
dengan kondisi stabil, namun bila terdapat krisis hipertensi (Diastole > 140), pasien wajib di
damping oleh tenaga medis dengan ambulan transport yang memadai, setelah sebelumnya
dokter menghubungi pihak rumah sakit tujuan, untuk dipastikan pasien tersebut
mendapatkan kamar.Petugas kesehatan mengaktifkan sistem SPGDT (Pusdaldukes) untuk
menghubungi RS dan mencari ketersediaan kamar

Apabila rumah sakit tujuan penuh dan tidak memiliki ruang, maka dokter harus mencarikan
rumahsakit alternative lain yang mampu menangani kasus tersebut, tanpa memandang
jaminan kesehatan yang digunakan.

Apabila setelah diusahakan dan tetap tidak mendapatkan ruang di 3 rumahsakit tujuan,
maka dokter harus menjelaskan kepada seluruh keluarga yang dating untuk menanda
tangani surat pernyataan untuk dititipkan sementara di puskesmas tersebut meskipun
fasilitas dan tenaga untuk melakukan pengawasan terbatas, sehingga saat terjadi kegawatan
tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Setelah ditandatangani, Dokter dapat melanjutkan
penanganan pada pasien lain yang mungkin sudah menunggu sembari sesekali mengecek
kondisi pasien. Penting untuk diketahui adalah tidak boleh merujuk tanpa adanya konfirmasi
kerumah sakit tujuan.

Referensi : Panduan rujukan penyakit hipertensi. Direktorat Kesehatan RI.


2014.
9.
a. Defek septum vertikel : merupakan pjb yang paling sering ditemukan , yaitu
30% dari semua jenis pjb . pada sebagian kasus , diagnosis kelainan ini
ditegakkan setelah me;lewati masa neonates , karena pada minggu minggiu
pertama bising yang bermakna biasanya belum terdengar oleh karena itu
resistensi vascular paru masih tinggi dan akan menurun setelah 8-10 minggu .
Hemodinamiknya : pada defek septum ventrikel kecil hanya terjadi pirau dari
kiri ke kanan yang minimal sehingga tidak terjadi gangguan hemodinamik yang
berarti . pada defek sedang dan besar terjadi pirau yang bermakna dari
ventrikel kiri ke kanan. Pada hari hari pertama pasca lahir belum terdapat pirau
kiri ke kanan yang bermakna karena resistensi vascular paru masih tinggi. Hal
inilah yang menyebabkan bising baru terdengar beberapa hari sampai
beberapa minggu after born. Pirau kiri ke kanan yang besar menyebabkan
meningkatnya tekanan ventrikel kanan yang bila tidak terdapat obstruksi jalan
keluar ventrikel kanan akan diteruskan ke a.pulmonalis.
Pada defek besar dapat terjadi perubahan hemodinamik akibat peningkatan
tekanan terus menerus pada ventrikel kanan yang diteruskan ke a.pulmonaslis
. pada suatu saat terjadi perubahan dari pirau kiri ke kanan menjadi kanan ke
kiri sehingga pasien menjadi sianosis. Hal ini disebut dengan sindrom eisen
mengeer.

b. defek septum atrium adalah kelainan anatomic jantung akibatkan terjadinya


kesalahan pada jumlah absorbs dan proliferasi jaringan pada tahap
perkembangan pemisahan ronggi atrium menjadi atrium kanan dan atrium kiri.
Defek septum merupakan lebih kurang dari 10 % pjb.
Hemodinamiknya : akibat adanya celah patologis antara atrium kanan dan kiri ,
pasien dsa mempunyai beban pada sisi kanan jantung , akibat pirau dari atrium
kiri ke kanan . beban tersebut merupakan volume overload.

c. duktus arteriousus persisten adalah duktus arteiosus yang tetap terbuka


setelah bayi lahir. Kelainan ini merupakan 7% dari seluruh pjb . duktus ini
sering dijumpai pada bayi premature .
hemodinamiknya : sebagian besar pds mengubungkan antara aorta dan
pangkan a pulmonalis sinstra.

d. tetralogi of fallot adalah pjb sianotik yang paling sering .


hemodinamiknya : tetralogi fallot terjadi bila terdapat kegagalan
perkembangan infundibulum sindrom ini terdiri dari 4 kelainan 1. Vsd 2.
Stenosis pulmonal . 3. Overriding Aorta 4.hipertrofi vemntrikel kanan.
Obstruksi jalan keluar ventrikel kanan dissertai dengan defek septum ventrikel
besar menyebabkan terjadinya pirau dari ventrikel kanan ke kiri/ aorta
sehingga pasien mengalami kekuranga darah ke paru dan kelebihan darah ke
tubuh. Beratnya sianosis di tentukan oleh beratnya stenosis pulmonal.

Referensi : mansjoer A. dkk, 2006. Kapita Selekta Kedokteran. FK UI. Media


Aesculapius: Jakarta.

System kardiovaskular janin hingga neonates :


Perubahan mendadak dari kehidupan intrauterine ke ekstrauterine
memerlukan penyesuaian sirkulasi neonates berupa :
1. Pengalihan dari darah ke paru
2. Penutupan ductus arteriosus bottali dan foramen ovale
3. Obliterasi ductus venosus arantii dan vasa umbilikalis

Sirkulasi bayi terdiri atas 3 fase :


1. Fase intrauterine dimana janin sangat tergantung pada plasenta
2. Fase transisi yang dimulai segera setelah lahir dan tangisan pertama
3. Fase dewasa yang umumnya berlangsung secara lengkap pada bulan
pertama kehidupan

Fase intrauterine :
Vena umbilikalis membawa darah yang teroksigenasi dari plasenta menuju
janin .
Lebih dari 50% cardiac out-put berjalan menuju plasenta melewati arteri
umbilikalis. Cardiac out put terus meningkat sampai dengan aterm dengan nilai
200 ml/min. frekuensi detak jantung untuk mempertahankan cardiac output
110 150 kali/ min.
Tekanan darah fetus terus meningkat sampai aterm , pada kehamilan 35
minggu tekanan sistolik 75mmHg dan tekanan diastolic 55mmHg.

Fase transisi :
Saat persalinan , terjadi dua kejadian yang merubah hemodinamika janin
1. Ligasi tali pusat yang menyebabkan kenaikan tekanan arterial
2. Kenaikan kada CO2 dan penurunan PO2 yang menyebabkan awal
pernafasan janin.
Setelah beberapa tarikan nafas , tekanan intrathoracal neonates masih rendah
(-40 sampai 50 mmhg) setelah jalan nafas mengembang , tekana meningkat
kea rah nilai dewasa yaitu (-78mmhg)
Tahanan vascular dalam paru yang semula tinggi terus menurun sampai 75-
80%. Tekanan dalam arteri pulmonalis menurun sampai 50% saat tekanan
atrium kiri meningkat dua kali lipat.
Sirkulasi neonates menjadi sempurna setelah penutupan duktus arteriousus
dan foramen ovale berlangsung, namun proses penyesuaian terus berlangsung
sampai 1-2 bulan kedepan.

Fase ektrauterine
Ductus arteriousus umumnya mengalami obliterasi pada awal periode post
natal sebagai refl[ek adanya kenaikan oksigen dan prostaglandin .
Bila ductus tetap terbuka , akan terdengar bising crescendo yang berkurang
saat diastolic machinery murmur yang terdengar diatas celah intercostae 2
kiri.
Obliterasi foramen ovale biasanya berlangsung dalam 6-8 week. Foramen tetap
ada pada beberapa individu tanpa menimbulkan gejala. Obliterasi dictus
venonsus dari hepar ke vena cava menyisahkan lig venosum, sisa penutupan
vena umbulikalis menjadi lig teres hepatis.

Referensi : widjanarko bambang, 2013. Fisiologi Janin. FK UI: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai