Anda di halaman 1dari 11

KEPEMIMPINAN EFEKTIF DAN MOTIVASI KERJA DALAM PENERAPAN

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT


(Effective Leadership and Work Motivation in the Aplication
of Nurse Therapeutic Communication)

Farida
Stikes Hutama Abdi Husada, Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo No. 1 Tulungagung
E-mail: dahliafa@yahoo.com

ABSTRACT
Introduction: The objective of this study was to identify effective leadership and the work motivation
with the implementation of therapeutic communication, Method: Design used in this study was
descriptive design of the correlation with the approach cross sectional study. The population of this
study was all of the practising nurse in the in-patient (hospitalized) ward at the Dr. Iskak Tulungagung
hospital. All datas were taken by using the method of total population of the 98 practising nurses.
Result: The result of this study showed that the big proportion of the practising nurses whose ages
are less than 30 years old, graduated from Diploma, status are single (unmarried), duration of work
was less or same as 6 years, generally never followed a training of communication, whereas effective
leadership was in the good category and the category of work motivation wasnt better. Analysis using
chi-square with alpha 0,05 showed that there was relations between the age, old the work, effective
leadership and the work motivation and the implementation of therapeutic communication. The marital
status and training had not relationship with the implementation of therapeutic communication.
Discussion: It is suggested that hospital should encoverage nurse manager to promote therapeutic
communication among nurses.

Keywords: the effective leadership, work motivation, implementation of therapeutic communication

PENDAHULUAN merupakan salah satu indikator keberhasilan


Persaingan jasa pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang efektif dan efisien. Ilyas
yang semakin ketat dalam era globalisasi (2004) menjelaskan bahwa sumber daya
ini, perlu upaya peningkatan mutu pelayanan manusia merupakan kunci yang sangat penting
kesehatan dan hal ini tidak dapat ditunda- untuk keberhasilan dan kemajuan organisasi.
tunda lagi. Pelayanan kesehatan yang Sumber daya yang berhubungan langsung
bermutu yang dimaksud adalah pelayanan dengan manusia dalam pemberian pelayanan
yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa kesehatan di rumah sakit yang dimaksud di
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan antaranya adalah tenaga perawat.
tingkat kepuasan rata-rata penduduk serta yang Sumber daya manusia terbesar dalam
penyelenggaraannya sesuai dengan standar pelayanan kesehatan di rumah sakit diduduki
dan kode etik profesi yang telah ditetapkan oleh tenaga perawat, di mana mereka siap
(Azwar, 1996). Mutu Rumah Sakit sangat membantu pasien setiap saat dan bekerja
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang selama 24 jam setiap harinya, secara bergilir
paling dominan mempengaruhi adalah sumber dan berkesinambungan untuk memberikan
daya manusia. Tenaga kesehatan termasuk asuhan keperawatan yang komprehensif dan
fungsi fundamental yang memengaruhi mutu profesional (Departemen Kesehatan, 1994).
pelayanan kesehatan (Wijono, 2000). Tenaga perawat memiliki posisi yang cukup
Sumber daya manusia yang cukup menentukan dalam tinggi rendahnya mutu
dengan kualitas yang tinggi, profesional, pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena
sesuai dengan fungsi dan tugas setiap personil merekalah yang sehari-harinya mengadakan

31
Jurnal Ners Vol. 6 No. 1 April 2011: 3141

kontak langsung dan mempunyai waktu sedangkan variabel psikologis termasuk


terbanyak dalam berinteraksi dengan klien. persepsi, sikap, kepribadian, dan motivasi, dan
Peningkatkan kualitas perawat dalam variabel organisasi terdiri dari sumber daya,
memberikan asuhan keperawatan yang kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain
berkualitas kepada klien membutuhkan peran pekerjaan. Dengan demikian karakteristik
kepemimpinan dalam memengaruhi dan individu, kepemimpinan kepala ruangan dan
menggerakkan perawat. Seorang pemimpin motivasi kerja perawat turut berpengaruh
yang efektif harus dapat menciptakan terhadap kinerja perawat. Kinerja perawat
lingkungan kerja yang konduksif bagi staf yang dimaksud di antaranya adalah penerapan
keperawatan dan mempunyai pengetahuan komunikasi dalam berhubungan perawat-
tentang kepemimpinan dalam keperawatan, klien.
kesadaran diri, komunikasi, mobilisasi energi, Rumah Sakit Dr. Iskak Tulungagung
penentuan tujuan dan tindakan (Tappen, 1998). terus berusaha meningkatkan mutu pelayanan
Kepala ruangan sebagai seorang pemimpin agar kepuasan pelanggan terpenuhi, karena
secara langsung dan tidak langsung dapat peningkatan mutu pelayanan adalah tujuan
memengaruhi motivasi dan kinerja bawahan utama Rumah Sakit. Visi Rumah Sakit yaitu
dalam mencapai tujuan keperawatan. terwujudnya pelayanan kesehatan yang
Motivasi merupakan salah satu elemen bermutu sehingga menjadi idaman pelanggan,
yang ada pada diri seseorang untuk menghasilkan dengan motto kepuasan pelanggan dambaanku.
perilaku yang dapat meningkatkan kinerja Untuk mewujudkan visi tersebut, Rumah
dengan cara memenuhi kebutuhan. Hal ini Sakit Dr. Iskak Tulungagung menanamkan
sesuai dengan yang dijelaskan oleh Asad budaya kerja Panca Karya Citra Husada
(2003) tentang kebutuhan menimbulkan yaitu lima budaya kerja yang di antaranya
tingkah laku seseorang. Motivasi kerja perawat adalah citra pelayanan, kebersihan lingkungan
merupakan dorongan dari dalam diri perawat Rumah Sakit, tertib pelaksanaan pelayanan,
untuk mau meningkatkan kinerjanya untuk keramahan dan ikhlas bekerja. Keramahan
memenuhi kebutuhannya. Kinerja perawat yang diperlukan dalam budaya kerja yaitu
yang dimaksud adalah kegiatan perawat penampilan yang baik, sopan, murah senyum
sesuai dengan tugas yang harus dicapai oleh dan tidak membeda-bedakan. Ikhlas dalam
perawat. Salah satunya adalah kegiatan dalam arti terampil, ringan tangan, tanpa pamrih dan
proses keperawatan, di mana dalam setiap penuh tanggung jawab.
langkah-langkah proses keperawatan, perawat Pencapaian BOR Rumah Sakit
diharapkan dapat menerapkan komunikasi adalah 66,4% (2006), dan 82,75% (2007),
terapeutik agar proses keperawatan dapat dengan kapasitas 178 tempat tidur (Profil RS
berjalan secara optimal. Dr. Iskak, 2007). Menurut Wijono (2000), bahwa
Penerapan komunikasi terapeutik antara BOR ideal adalah 60%-85%. Berdasarkan
perawat - klien merupakan kinerja perawat yang parameter tersebut, BOR Rumah Sakit
penting untuk dikaji dalam rangka peningkatan Dr. Iskak Tulungagung termasuk ideal. Tenaga
mutu pelayanan asuhan keperawatan. Kajian- perawat yang ada di Rumah Sakit sebagian
kajian mengenai komunikasi terapeutik antara besar berpendidikan DIII keperawatan yaitu
perawat klien dapat memberikan kejelasan sebesar 70% dan sisanya SPK, jumlah tenaga
tentang faktor-faktor yang berpengaruh kontrak 40%. Berdasarkan pengamatan
terhadap perilaku dan kinerja perawat peneliti, dari jumlah tersebut masih ada perawat
khususnya dalam pelaksanaan komunikasi yang belum menggunakan teknik komunikasi
terapeutik. Gibson (1997) menjelaskan ada tiga terapeutik, hubungan perawat-pasien hanya
variabel yang berpengaruh terhadap perilaku bersifat melaksanakan tanggung jawab sebagai
dan kinerja seseorang yaitu variabel individu, perawat, bahkan kadang disertai sikap yang
variabel psikologis, dan variabel organisasi. kurang bersahabat pada saat merawat pasien.
Variabel individu menyangkut kemampuan dan Hasil wawancara peneliti tanggal
keterampilan, latar belakang, dan demografis, 8 Pebruari 2008 dengan kepala bidang

32
Kepemimpinan Efektif dan Motivasi Kerja (Farida)

keperawatan bahwa jabatan kepala ruangan dalam asuhan keperawatan di ruang rawat inap
diberikan pada mereka yang telah memasuki Rumah Sakit Dr. Iskak Tulungagung.
masa kerja tertentu, mempunyai kemampuan
dalam kepemimpinan, dan berlatar belakang
BAHAN DAN METODE
pendidikan Akper. Peran kepala ruangan
sebagai penggerak perawat diharapkan dapat Tujuan penelitian ini untuk
secara optimal mengarahkan bawahan dalam mengidentifikasi hubungan antara
meningkatkan kinerjanya, serta supervisi dapat kepemimpinan efektif dan motivasi kerja
dilaksanakan secara teratur terhadap perawat dengan penerapan komunikasi terapeutik
pelaksana sehingga motivasi kerja perawat perawat pelaksana di Rumah Sakit
meningkat. Penghargaan juga diberikan kepada Dr. Iskak Tulungagung. Desain yang digunakan
perawat yang berprestasi baik, kebijakan adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan
rumah sakit terhadap perawat Pegawai Negeri cross-sectional. Variabel yang diukur
Sipil dan perawat kontrak dalam kegiatan dan adalah karakteristik perawat meliputi umur,
berprestasi adalah sama dan perawat diberikan pendidikan, status perkawinan, lama kerja,
kebebasan untuk mengeluarkan pendapat dalam pelatihan komunikasi, kepemimpinan efektif
rangka peningkatan kinerja, dengan demikian dilihat dari persepsi perawat pelaksana, dan
kinerja perawat diharapkan akan menjadi baik, motivasi kerja perawat pelaksana.
termasuk penerapan komunikasi terapeutik. Penelitian dilakukan di 7 ruang rawat
Data awal melalui wawancara terhadap inap Rumah Sakit Dr. Iskak Tulungagung pada
tiga orang perawat dari 7 ruang rawat inap, total sampel berjumlah 98 perawat pelaksana.
mereka mengatakan masih belum merasakan Data dikumpulkan dengan menggunakan
manfaat pengarahan dan bimbingan kepala kuesioner. Pengumpulan data dilakukan
ruangan terhadap penerapan komunikasi peneliti dan dibantu 7 perawat pembimbing
terapeutik, sehingga perawat kurang klinik. Uji validitas instrumen kepemimpinan
termotivasi untuk menerapkan komunikasi efektif didapatkan 1 pernyataan yang nilai
terapeutik. Kondisi ini dapat mengakibatkan r < 0,361 dengan Alpha Cronbach 0,95,
perawat kurang termotivasi untuk menerapkan motivasi kerja 1 pernyataan nilai r < 0,361
komunikasi terapeutik, sehingga sering muncul dengan Alpha Cronbach 0,9297, dan penerapan
keluhan pasien tentang pelayanan perawat yang komunikasi terapeutik 3 pernyataan yang nilai
kurang ramah. r < 0,361 dengan Alpha Cronbach 0,9445.
Sampai dengan saat ini belum ada Analisa data yang digunakan dalam penelitian
penelitian tentang faktor-faktor yang ini adalah univariat menggunakan distribusi
memengaruhi kinerja perawat bahkan belum frekuensi, bivariat menggunakan Chi Square
ada juga hasil penelitian tentang penerapan dan multivariat menggunakan regresi logistik
komunikasi terapeutik di ruang rawat inap ganda model prediksi.
RS Dr. Iskak Tulungagung. Selain itu Rumah
Sakit tersebut merupakan satu-satunya rumah
HASIL
sakit pemerintah di Tulungagung, dengan
tipe B maka keberadaannya difungsikan Hasil pengumpulan data pada 98 perawat
sebagai rujukan dari Rumah Sakit yang berada pelaksana yang ada di 7 ruang rawat inap
di wilayah tersebut. Melihat pentingnya Rumah Sakit Dr. Iskak Tulungagung didapatkan
komunikasi terapeutik dan berdasarkan hasil bahwa perawat berumur < 30 tahun
keluhan yang ada tersebut, maka perlu kiranya sebesar 52%, berlatar belakang pendidikan
melakukan penelitian mengenai penerapan Akper sebanyak 73,5%, dan yang sudah kawin
komunikasi terapeutik perawat sehingga dapat sebanyak 80,6%. Lama kerja perawat pelaksana
diketahui hubungan kepemimpinan efektif yang 6 tahun sebesar 52,2%, dan yang tidak
kepala ruangan dan motivasi kerja perawat pernah mengikuti pelatihan komunikasi sebesar
terhadap penerapan komunikasi terapeutik 95,9%. Penerapan komunikasi terapeutik

33
Jurnal Ners Vol. 6 No. 1 April 2011: 3141

perawat pelaksana dalam kategori baik > 40 tahun. Tidak ada hubungan yang bermakna
mencapai 55,1%, kepemimpinan efektif kepala antara tingkat pendidikan dengan penerapan
ruangan yang dipersepsikan perawat pelaksana komunikasi terapeutik (p = 0,401). Tidak
dalam kategori baik yaitu 51%, dan motivasi ada hubungan yang bermakna antara status
kerja perawat pelaksana dalam kategori baik perkawinan dengan penerapan komunikasi
hanya mencapai 46,9%. terapeutik (p = 0,119). Ada hubungan yang
Ada hubungan yang bermakna antara bermakna antara lama kerja dengan penerapan
umur perawat dengan penerapan komunikasi komunikasi terapeutik (p = 0,028).
terapeutik (p = 0,003). Dari nilai OR dapat Tidak ada hubungan yang bermakna
disimpulkan bahwa perawat yang berumur antara pelatihan dengan penerapan komunikasi
< 30 tahun berpeluang 6,5 kali untuk menerapkan terapeutik (p = 1,00). Ada hubungan yang
komunikasi terapeutik baik dibandingkan bermakna antara kepemimpinan efektif kepala
perawat yang berumur > 40 tahun, dan perawat ruangan yang dipersepsikan perawat pelaksana
yang berumur 3040 tahun berpeluang 3,3 dengan penerapan komunikasi terapeutik
untuk menerapkan komunikasi terapeutik perawat pelaksana (p = 0,016). Nilai OR dapat
baik dibandingkan perawat yang berumur disimpulkan bahwa perawat pelaksana yang

Tabel 1. Hubungan karakteristik perawat dengan penerapan komunikasi terapeutik


Penerapan komunikasi
Karakteristik perawat terapeutik P Value OR/CI 95%

Umur:
> 40 tahun 15 (75%) 5 (25%) 1
3040 tahun 13 (48,1%) 14 (51,9%) 0,003* 3,231 (0,91411,420)
< 30 tahun 16 (31,4%) 35 (68,6%) 6,562 (2,03221,193)
Pendidikan:
SPK 14 (53,8%) 12 (46,2%) 1
Akper 30 (41,7%) 42 (58,3%) 0,401 1,633 (0,6634,026)
Status perkawinan
Belum kawin 5 (26,3%) 14 (73,7%) 1
Kawin 39 (49,4%) 40 (50,6%) 0,119 0,366 (0,1201,114)
Lama kerja:
> 6 tahun 27 (57,4%) 20 (42,6%) 1
6 tahun 17 (33,3%) 34 (66,7%) 0,028* 2,700 (1,1896,134)
Pelatihan:
Tidak pernah 42 (44,7%) 52 (55,3%) 1
Pernah 2 (50%) 2 (50%) 1,000 0,808 (0,1095,978)

34
Kepemimpinan Efektif dan Motivasi Kerja (Farida)

Tabel 2. Hubungan kepemimpinan efektif kepala ruangan yang dipersepsikan perawat pelaksana
dengan penerapan komunikasi terapeutik
Penerapan komunikasi
Kepemimpinan efektif terapeutik P Value OR/CI 95%
Kurang Baik
Kepemimpinan efektif
Kurang 28 (58,3%) 20 (41,7%) 1
Baik 16 (32%) 34 (68%) 0,016* 2,975 (1,3026,796)
Pengetahuan
Kurang 28 (51,9%) 26 (48,1) 1
Baik 16 (36,4) 28 (63,6%) 0,184 1,885 (0,8354,252)
Kesadaran diri
Kurang 29 (48,3%) 31 (51,7%) 1
Baik 15 (39,5%) 23 (60%) 0,515 1,434 (0,6293,271)
Komunikasi
Kurang 28 (54,9%) 23 (45,1%) 1
Baik 16 (34%) 31 (66%) 0,061 2,359 (1,0415,342)
Mobilisasi energi
Kurang 24 (54,5%) 20 (45,5%) 1
Baik 20 (37%) 34 (63%) 0,126 2,040 (0,9074,589)
Tujuan
Kurang 24 (61,5%) 15 (38,5%) 1
Baik 20 (33,9%) 39 (66,1%) 0,013* 3,120(1,3467,232)
Tindakan
Kurang 28 (50%) 28 (50%) 1
Baik 16 (38,1%) 26 (61,9%) 0,333 1,625(0,7203,667)

Tabel 3. Hubungan motivasi kerja dengan penerapan komunikasi terapeutik perawat pelaksana
Penerapan komunikasi terapeutik
Motivasi kerja P. Value OR/CI 95%
Kurang Baik
Motivasi kerja:
Kurang 33 (63,5%) 19 (36,5%) 1
Baik 11 (23,9%) 35 (76,1%) 0,000* 5,526 (2,28813,347)
Kebutuhan berprestasi:
Kurang 29 (53,7%) 25 (46,3%) 1
Baik 15 (34,1%) 29 (65,9%) 0,082 2,234 (0,9865,099)
Kebutuhan kekuasaan:
Kurang 33 (61,1%) 21 (38,9%) 1
Baik 11 (25%) 33 (75%) 0,001* 4,714 (1,96611,305)
Kebutuhan afiliasi
Kurang 34 (63%) 20 (37%) 1
Baik 10 (22,7%) 34 (77,3%) 0,000* 5,78 (2,3614,155)

mempersepsikan kepemimpinan efektif kepala kepala ruangan kurang baik. Apabila ditelusuri
ruangan baik akan mempunyai peluang sebesar hubungan setiap komponen, hanya ada 1
2,9 kali menerapkan komunikasi terapeutik komponen yaitu penetapan tujuan yang
baik dibanding dengan perawat pelaksana berhubungan dengan penerapan komunikasi
yang mempersepsikan kepemimpinan efektif terapeutik perawat pelaksana.

35
Jurnal Ners Vol. 6 No. 1 April 2011: 3141

Hasil analisis variabel motivasi kerja Dr. Iskak Tulungagung secara keseluruhan
perawat pelaksana dan komponen yang terdiri masuk kategori baik karena diatas rata-rata
dari kebutuhan akan berprestasi, kebutuhan yaitu sebesar 55,1%, sedangkan kategori
akan kekuasaan, dan kebutuhan akan afiliasi kurang baik sebesar 44,9%. Penyebab dari
dengan penerapan komunikasi terapeutik. belum optimalnya penerapan komunikasi
Ada hubungan yang bermakna antara motivasi terapeutik tersebut ada beberapa faktor
kerja perawat pelaksana dengan penerapan yang mempengaruhi antara lain selama ini
komunikasi terapeutik perawat pelaksana Rumah Sakit belum pernah melakukan pelatihan
(p = 0,000). Dari nilai OR dapat disimpulkan tentang komunikasi terapeutik terhadap
bahwa perawat pelaksana yang mempunyai perawat, sehingga perawat menerapkan
motivasi kerja baik, akan mempunyai peluang komunikasi terapeutik berdasarkan ilmu yang
sebesar 5,5 kali menerapkan komunikasi diperoleh dari bangku sekolah.
terapeutik baik dibanding dengan perawat yang Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa
mempunyai motivasi kerja kurang. Apabila untuk meningkatkan kemampuan seseorang
ditelusuri secara rinci hubungan dari masing- perlu dilakukan pelatihan, dan ditambahkan
masing komponen motivasi kerja perawat Triton (2005) bahwa untuk meningkatkan
pelaksana dapat dijelaskan bahwa hanya kemampuan dan keterampilan diperlukan
kebutuhan akan kekuasaan dan kebutuhan akan pelatihan. Pendapat ini telah dibuktikan dari
afiliasi yang berhubungan dengan penerapan hasil penelitian Bhakti (2003) bahwa pelatihan
komunikasi terapeutik perawat pelaksana. komunikasi menyimpulkan bahwa perawat
Analisis regresi logistik ganda sebanyak yang telah mendapat pelatihan melaksanakan
5 variabel yaitu kepemimpinan efektif, motivasi fase-fase komunikasi hubungan terapeutik
kerja, umur, status perkawinan, dan lama kerja lebih baik dari perawat yang belum pernah
diuji secara bersama-sama untuk mendapatkan mengikuti pelatihan. Dengan demikian peneliti
variabel yang paling berhubungan dengan yakin bahwa apabila dilakukan pelatihan
penerapan komunikasi terapeutik. Hasil komunikasi akan meningkatkan kemampuan
analisis regresi logistik ganda tahap akhir penerapan komunikasi terapeutik perawat
menunjukkan bahwa umur memiliki nilai OR pelaksana. Hal ini dapat menyebabkan belum
lebih besar dibanding dengan motivasi kerja. bisa optimalnya penerapan komunikasi
Kesimpulannya variabel umur merupakan terapeutik. Berdasarkan hasil observasi
variabel yang paling dominan berhubungan penerapan komunikasi terapeutik terhadap
dengan penerapan komunikasi terapeutik 15 perawat pelaksana juga menunjukkan
perawat pelaksana. belum sesuai dengan standar. Sebagian besar
perawat pada fase orientasi dan fase terminasi
sudah menggunakan komunikasi dengan
PEMBAHASAN
baik, tetapi sebagian besar pada fase kerja
Hasil penelitian menggambarkan bahwa perawat tidak menjelaskan langkah-langkah
penerapan komunikasi terapeutik perawat pada saat melakukan tindakan keperawatan,
pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit mereka hanya menjelaskan maksud dilakukan

Tabel 4. Analisis regresi logistik ganda tahap akhir terhadap karakteristik perawat, kepemimpinan
efektif yang dipersepsikan perawat pelaksana, dan motivasi kerja perawat pelaksana
Variabel B P wald OR CI 95%
Umur (1) 0,993 0,146 2,700 0,70710,313
Umur (2) 1,596 0,012* 4,934 1,42717,059
Motivasi kerja 1,533 0,001* 4,634 1,85611,573
-2 Log likehood = 111,833 G = 23,002 p = 0,000

36
Kepemimpinan Efektif dan Motivasi Kerja (Farida)

tindakan. Menurut hasil wawancara beberapa kategori baik, sedangkan dari hasil uji bivariat
kepala ruang rawat inap bahwa perawat belum hanya ada 1 komponen saja yang berhubungan
optimal dalam implementasi standar asuhan dengan penerapan komunikasi terapeutik yaitu
keperawatan (SAK) dan tidak menggunakan komponen penetapan tujuan di mana diperoleh
strategi penerapan komunikasi terapeutik nilai p = 0,013. Berdasarkan observasi masih
(SP). Selain itu belum adanya penghargaan ada kepala ruangan yang tidak fleksibel serta
khusus dari Rumah Sakit bagi perawat yang tidak selalu menerima usulan bawahan tersebut.
menerapkan komunikasi terapeutik dengan Hal ini perlu menjadi bahan pemikiran bagi
baik sehingga menyebabkan kurang optimalnya pengelola Rumah Sakit terutama bidang
penerapan komunikasi terapeutik. Untuk keperawatan guna meningkatkan kemampuan
meningkatkan penerapan komunikasi terapeutik kepala ruangan dalam kepemimpinan melalui
perlu pihak Rumah Sakit melakukan penilaian pendidikan berkelanjutan secara formal atau
kinerja dan melakukan pelatihan komunikasi, melalui pelatihan-pelatihan yang terkait
serta usaha peningkatan motivasi kerja. dengan kepemimpinan efektif sehingga
Kepemimpinan efektif kepala ruangan kemampuan kepemimpinan kepala ruangan
yang dipersepsikan perawat pelaksana dapat ditingkatkan. Selain itu hasil penelitian ini
berhubungan dengan penerapan komunikasi dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
terapeutik perawat pelaksana. Hubungan yang kepala bidang keperawatan dalam menetapkan
bermakna ini kemungkinan disebabkan karena dan memilih kepala ruangan selanjutnya.
di Rumah Sakit Dr. Iskak Tulungagung sudah Motivasi kerja perawat pelaksana
menempatkan kepala ruangan berdasarkan berhubungan dengan penerapan komunikasi
kemampuan atau perawat senior dengan terapeutik perawat pelaksana. Hasil penelitian
latar belakang pendidikan Akper, sehingga ini sejalan dengan teori McClelland bahwa
kemampuan manajerial sudah dimiliki mereka. timbulnya motivasi untuk berperilaku karena
Mereka mempunyai power dan mampu dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhan yang
memengaruhi bawahan dalam bekerja. Hal ada dalam diri manusia. Hal ini mungkin
ini sejalan dengan teori Tappen (1995) bahwa dikarenakan sebagian besar perawat mempunyai
pemimpin yang efektif adalah seseorang masa kerja 6 tahun dan masih dalam rentang
yang berhasil memengaruhi orang lain untuk usia produktif yaitu umur 40 tahun, memiliki
bekerja sama dalam keadaan produktif dan semangat cukup tinggi untuk berkompetensi
keadaan yang memuaskan, serta teori Gibson dan bekerja lebih baik dari orang lain, sehingga
(1997) mengatakan bahwa salah satu faktor mereka lebih inovatif dan kreatif dalam
yang memengaruhi kinerja individu dalam menerapkan komunikasi terapeutik (kebutuhan
organisasi adalah kepemimpinan. Ini artinya akan berprestasi). Masih banyaknya perawat
jika pemimpin efektif dalam memimpin dengan status kepegawaian kontrak ( 40%)
maka akan memberi dampak positif terhadap mendorong mereka untuk bekerja lebih
kinerja perawat, dan sebaliknya apabila baik dan berjuang demi persahabatan dalam
pemimpin tidak efektif akan memberikan situasi yang kooperatif agar dapat diterima
dampak yang negatif terhadap kinerja perawat. dalam kelompok (kebutuhan akan afiliasi),
Kualitas kepemimpinan kepala ruangan serta berjuang agar mendapat wewenang
mempunyai hubungan dengan kualitas perawat untuk mandiri, dan dihargai orang lain
dalam penerapan komunikasi terapeutik. (kebutuhan akan kekuasaan). Data tersebut
Kepemimpinan yang efektif akan menciptakan di atas juga dapat dijadikan masukan bagi
suasana kerja yang nyaman bagi perawat institusi pelayanan kesehatan terhadap mutu
pelaksana sehingga perawat pelaksana akan pelayanan kesehatan yang diupayakan saat
menyadari dan mau meningkatkan kemampuan ini. Artinya bahwa dengan sistem pegawai
penerapan komunikasi terapeutik dalam asuhan kontrak cenderung meningkatkan motivasi
keperawatan. Bila dilihat dari masing-masing dan kinerja perawat pelaksana. Hal tersebut
komponen kepemimpinan efektif, proporsi meningkatkan keyakinan penulis tentang
terbesar penerapan komunikasi terapeutik dalam hubungan yang bermakna antara prosentase

37
Jurnal Ners Vol. 6 No. 1 April 2011: 3141

pegawai kontrak dengan kinerja perawat Keadaan ini menunjukkan bahwa komunikasi
pelaksana, khususnya yang berkaitan dengan terapeutik sangat dipengaruhi oleh umur
penerapan komunikasi terapeutik. Keyakinan perawat pelaksana. Jumlah perawat pelaksana
ini didasari adanya peraturan penerimaan dan di Rumah Sakit Dr. Iskak Tulungagung lebih
perpanjangan perawat kontrak berdasarkan banyak umur produktif yaitu sampai umur 40
keputusan Direktur Rumah Sakit Dr. Iskak tahun. Secara teori, semakin bertambah umur
Tulungagung tentang penerimaan pegawai akan semakin terampil dan akan semakin
kontrak. Masa kerja kontrak adalah selama matang emosinya karena banyak pengalaman
1 tahun, kemudian apabila kinerjanya baik yang diperoleh, tetapi bila dilihat dari potensi/
maka bisa diperpanjang setiap satu tahun sekali. kemauan, umur muda lebih berpotensi karena
Selain itu perawat yang diangkat menjadi mempunyai fisik yang kuat. Umur muda lebih
pegawai negeri sipil diutamakan pegawai ideal sehingga ingin selalu menampilkan jati
kontrak. Hal ini mendorong motivasi kerja dirinya, selain itu lebih inovatif dan kreatif
perawat termasuk motivasi dalam penerapan sehingga mempunyai kemampuan lebih baik
komunikasi terapeutik. Kinerja yang lebih baik dalam berkomunikasi terapeutik dibanding
pada pegawai kontrak dengan pegawai negeri umur tua. Berdasarkan hal tersebut, peneliti
sipil, dapat dijadikan bahan pertimbangan sependapat dengan teori Sarwono(2000)
Rumah Sakit untuk mempertahankan sistem yang mengatakan usia produktif maksimal
kontrak yang ada bahkan bila memungkinkan, umur 40 tahun lebih mampu berkinerja dalam
jumlah tenaga kontrak dapat ditingkatkan lagi. ilmu pengetahuan dan kesenian, karena
Masih rendahnya prosentase motivasi kerja kreatifitasnya lebih tinggi dibanding umur
yang baik (46,9%) dan kebutuhan berprestasi diatas 40 tahun. Juga teori Robbin (2003) yang
yang tidak signifikan, dapat memberikan mengatakan bahwa semakin bertambah umur
dampak penerapan komunikasi terapeutik kemampuan dan motivasi kerja akan menurun,
belum bisa optimal. Penerapan komunikasi sebaliknya semakin muda umur seseorang
terapeutik yang tidak optimal akan memberikan maka akan semakin kreatif dan inovatif.
dampak terhadap mutu asuhan keperawatan, Dalam berinteraksi dengan pasien, perawat
karena komunikasi terapeutik dapat digunakan membutuhkan pengetahuan, ketrampilan, dan
sebagai salah satu indikator mutu pelayanan kreatifitas agar komunikasi terapeutik berjalan
keperawatan. Hal ini dapat menjadikan bahan dengan baik.
pikiran dari pimpinan Rumah Sakit terutama Pendidikan tidak berhubungan dengan
bidang keperawatan, untuk mencari penyebab penerapan komunikasi terapeutik. Menurut
serta solusi dalam rangka meningkatkan Green (1980) bahwa pendidikan merupakan
motivasi kerja perawat pelaksana. faktor penentu terhadap perilaku kerja
Umur perawat berhubungan dengan seseorang. Pendidikan sangat penting dalam
penerapan komunikasi terapeutik, ada menentukan kemampuan maupun ketrampilan,
kecenderungan penerapan komunikasi karena semakin tinggi pendidikan akan semakin
terapeutik dengan baik pada umur muda, kritis, logis dan sistematis cara berpikirnya
sedangkan perawat berumur tua cenderung (Notoatmodjo, 2003). Tidak ada hubungan
menerapkan komunikasi terapeutik kurang dalam penelitian ini dimungkinkan karena uraian
baik. Hal ini kemungkinan disebabkan tugas dan tanggung jawab perawat pelaksana
karena perawat yang berumur muda baru di ruang rawat inap Rumah Sakit Dr. Iskak
menyelesaikan sekolah sehingga masih segar Tulungagung antara perawat yang berpendidikan
dalam ingatan tentang penerapan komunikasi Akper dan SPK tidak ada perbedaan, termasuk
terapeutik yang baik, sedangkan pada umur tua penerapan komunikasi terapeutik dalam asuhan
semakin menurun karena tidak ada pendidikan keperawatan, sehingga tidak ada motivasi untuk
berkelanjutan. Bila dilihat dari uji regresi logistik lebih meningkatkan komunikasi terapeutik
ganda ternyata variabel umur merupakan pada perawat yang mempunyai latar belakang
variabel yang paling dominan berhubungan pendidikan Akper. Selain itu faktor lain yang
dengan penerapan komunikasi terapeutik. dimungkinkan memengaruhi hasil analisis

38
Kepemimpinan Efektif dan Motivasi Kerja (Farida)

tersebut karena perawat di Rumah Sakit tersebut optimalnya penerapan komunikasi terapeutik.
belum optimal dalam implementasi standar asuhan Perawat yang telah menikah akan membagi
keperawatan (SAK) dan tidak menggunakan tenaga dan pikirannya dalam pekerjaan dan
strategi penerapan komunikasi terapeutik (SP). tanggung jawab dalam keluarga, perhatian
Meskipun sebagian besar pendidikan Akper, banyak di keluarga sehingga tidak mudah untuk
tidak akan memberikan arti yang bermakna berkomunikasi secara terapeutik.
terhadap peningkatan penerapan komunikasi Lama kerja berhubungan dengan
terapeutik jika pelaksanaan asuhan keperawatan penerapan komunikasi terapeutik. Ada
tidak berdasarkan standar. Penghargaan juga kecenderungan penerapan komunikasi
dapat meningkatkan kinerja perawat, dengan terapeutik yang baik pada lama kerja 6
tidak adanya penghargaan bagi perawat yang tahun. Penelitian ini didukung teori Martoyo
baik dalam menerapkan komunikasi terapeutik (1998) mengatakan bahwa semakin lama kerja
di Rumah Sakit tersebut dapat menyebabkan makin mundur motivasi kerja, karena tidak
menurunnya motivasi, sehingga meskipun ada tantangan dalam pekerjaannya. Tetapi
pendidikannya Akper tidak ada motivasi untuk teori Robbins (2003) mengatakan bahwa
lebih meningkatkan penerapan komunikasi semakin lama masa kerja maka karyawan akan
terapeutik. menghasilkan produktivitas yang tinggi. Lama
Status perkawinan tidak berhubungan kerja menentukan seseorang menjalankan
dengan penerapan komunikasi terapeutik. fungsinya sehari-hari, makin lama masa
Menurut Robbins (2003) bahwa karyawan kerja perawat maka makin terampil dan
yang telah menikah sedikit absensi karena berpengalaman menghadapi masalah dalam
perkawinan memaksakan peningkatan tanggung melaksanakan tugas. Hal ini dapat dipahami
jawab yang membuat suatu pekerjaan menjadi peneliti bahwa secara tehnik semakin lama
lebih berharga dan penting. Ditambahkan seseorang bekerja akan semakin meningkat
Siagian (1999) bahwa karyawan yang telah keterampilan dan pengalamannya dan akan
menikah memiliki motivasi kerja yang tinggi menghasilkan produktivitas tinggi. Tetapi
dibanding yang belum menikah. Menurut penerapan komunikasi terapeutik bukan
kedua teori tersebut seharusnya perawat keterampilan secara teknikal yang dibutuhkan,
yang sudah menikah cenderung lebih baik melainkan perlu kemampuan hubungan
penerapan komunikasi terapeutiknya, karena interpersonal. Untuk mampu berhubungan secara
perawat mempunyai harapan dan motivasi yang baik dengan pasien diperlukan kemampuan
tinggi. Dalam penelitian ini tidak ditemukan hubungan interpersonal dan ini dapat dilakukan
hubungan status perkawinan dengan penerapan dengan kreativitas seseorang. Bila dikaitkan
komunikasi terapeutik, hal ini mungkin dengan lama kerja, maka lama kerja 6
disebabkan oleh karena perawat pelaksana tahun terbanyak adalah perawat pelaksana
yang telah kawin sebagian mempunyai masa dengan status kepegawaian kontrak dan umur
kerja > 6 tahun. Pada masa kerja tersebut < 40 tahun, mereka mempunyai kreativitas
perawat cenderung menurun motivasi kerjanya tinggi, lebih inovatif, ingin menunjukkan
seperti yang dikemukakan Martoyo (1998) kemampuannya sehingga komunikasi dapat
bahwa semakin lama kerja makin mundur lebih baik.
motivasi kerja, karena tidak ada tantangan Pelatihan tidak berhubungan dengan
dalam pekerjaannya. Hal lain yang menjadi penerapan komunikasi terapeutik. Menurut
penyebab tidak signifikan hasil analisis ini Notoatmodjo (2003) bahwa pelatihan
mungkin dikarenakan budaya komunikasi yang merupakan bagian dari proses pendidikan untuk
kurang baik dalam keluarga yang sudah melekat memperoleh pengetahuan dan keterampilan
pada diri perawat. Karena sudah menjadi dan pendapat Triton (2005) bahwa pelatihan
kebiasaan di rumah, maka dibawa dalam bertujuan memperbaiki penguasaan berbagai
bekerja, sehingga komunikasi dengan pasien keterampilan dan tehnik pelaksanaan kerja.
menjadi tidak terapeutik. Beban kerja yang Program pelatihan sebaiknya diberikan baik
terlalu banyak dapat menjadi penyebab kurang pada pegawai baru maupun yang telah ada untuk

39
Jurnal Ners Vol. 6 No. 1 April 2011: 3141

menghadapi situasi-situasi yang berubah. Salah efektif, motivasi kerja berhubungan dengan
satu faktor penyebab tidak ada hubungan yang penerapan komunikasi terapeutik perawat
paling memengaruhi adalah jumlah perawat pelaksana. Umur merupakan variabel paling
pelaksana yang telah mengikuti pelatihan dominan berhubungan dengan penerapan
hanya 4 orang dari keseluruhan 98 orang. komunikasi terapeutik perawat pelaksana.
Dengan jumlah yang sangat sedikit tersebut bila
analisis secara statistik hasilnya akan bias dan Saran
tidak dapat memberikan arti yang bermakna. Disarankan kepada pihak Rumah
Faktor lain adalah mengenai metode pelatihan Sakit terutama manajer keperawatan untuk
komunikasi yang cenderung lebih banyak menggunakan hasil penelitian ini sebagai
mengulas tentang teori dan konsep komunikasi bahan pertimbangan dalam menyusun program
terapeutik dan tidak ditekankan pada praktik. pelatihan komunikasi terutama perawat umur
Kualitas pelatihan juga memengaruhi perawat produktif, meningkatkan kemampuan kepala
yang mengikuti pelatihan komunikasi, pelatihan ruangan melalui pendidikan berkelanjutan
yang kurang maksimal akan menghasilkan dan pelatihan kepemimpinan, serta dalam
penerapan komunikasi kurang memadai. memilih kepala ruangan selanjutnya. Perlu
Selain faktor tersebut adalah mengenai waktu meningkatkan motivasi kerja dengan
pelaksanaan pelatihan yang pernah diikuti memberikan reward kepada perawat berprestasi
oleh perawat pelaksana sudah lebih dari 2 baik dan mempertahankan sistem kontrak, serta
tahun. Artinya hasil pelatihan yang terlalu mengevaluasi penerapan komunikasi terapeutik
lama dan tidak segera diimplementasikan secara berkesinambungan.
akan memberikan dampak yang tidak optimal,
apalagi tidak dilakukan supervisi. Evaluasi
kegiatan pelatihan komunikasi terapeutik juga KEPUSTAKAAN
merupakan faktor yang mempengaruhi, karena Asad, M., 2003. Psikologi Industri. Yogyakarta:
kegiatan pelatihan yang tidak diikuti dengan Liberty.
evaluasi cenderung kurang memberikan hasil Azwar, A., 1996. Pengantar Administrasi
yang optimal. Budaya juga memengaruhi Kesehatan Masyarakat Edisi Ketiga.
hasil pelatihan, artinya meskipun sudah ikut Jakarta: Binarupa Aksara.
pelatihan komunikasi tetapi budaya komunikasi Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
yang ada di Rumah Sakit tersebut kurang baik 1994. Pedoman Uraian Tugas Tenaga
sehingga memberikan dampak kurang optimal Kesehatan di Rumah Sakit. Jakarta.
mengimplementasikan hasil pelatihan. Ilyas, Y., 2004. Perencanaan SDM Rumah Sakit:
Teori, Metoda dan Formula. Jakarta:
Pusat kajian ekonomi kesehatan, FKM
SIMPULAN DAN SARAN UI.
Simpulan Gibson, L., et al., 1997. Organisasi, Perilaku,
Struktur, Proses. Editor: Agus Dharma.
Perawat pelaksana terbanyak umur Jakarta: Binarupa Aksara,
< 30 tahun, pendidikan terbanyak Akper, Green, L., 1980. Health Education Planning.
pada umumnya belum kawin, dan lama kerja Boston: Myfield Publishing Co,
terbanyak 6 tahun, dan hampir seluruh Johnhopkins Univ. Boston.
perawat pelaksana tidak pernah mengikuti Manurung, S., 2003. Hubungan Karakteristik
pelatihan, kepemimpinan efektif kepala Individu Perawat dan Organisasi dengan
ruangan yang dipersepsikan perawat pelaksana Penerapan Komunikasi Ierapeutik di
menunjukkan sebagian besar dalam kategori Ruang rawat inap perjan Rumah sakit
baik, motivasi kerja perawat pelaksana persahabatan Jakarta, 2003. Tesis
sebagian besar dalam kategori kurang baik, tidak dipublikasikan. Jakarta: Program
penerapan komunikasi terapeutik perawat Pascasarjana FIK UI.
pelaksana sudah relatif baik. Karakteristik Martoyo, S., 1998. Manajemen Sumber
perawat (umur, lama kerja), kepemimpinan Daya Manusia, Yogyakarta: BPFE
Yogyakarta.

40
Kepemimpinan Efektif dan Motivasi Kerja (Farida)

Notoatmodjo, S., 2003. Pendidikan dan Tappen, 1998. Essential of Nursing Leadership
Perilaku kesehatan. Jakarta: Penerbit and Management. Philadelphia:
Rineka Cipta. FA. Davis Company.
Robbins, S.P., 2003. Perilaku Organisasi. Triton, P.B., 2005. Paradigma Baru Manajemen
Jakarta: PT Indeks kelompok Sumber Daya Manusia; Kunci Sukses
gramedia. Meningkatkan Kinerja, Produktivitas,
Sarwono, S.W., 2000. Pengantar Umum Motivasi dan Kepuasan Kerja.
Psikologi. Jakarta: PT. Bulan Bintang. Yogyakarta: Tugu.
Siagian, 1999. Manajemen Sumber Daya Wijono, J., 2000. Manajemen Mutu Pelayanan
Manusia. Jakarta Bumi: Aksara. Kesehatan Cetakan 2. Surabaya:
Airlangga University Press.

41

Anda mungkin juga menyukai