Anda di halaman 1dari 57

Forensik Entomologi

1. Pendahuluan
Entomology adalah ilmu yang mempelajari tentang serangga (classic
insecta)
Serangga merupakan spesies terbanyak di dunia, lebih dari 50% keberadaannya
di dunia dengan lebih dari 900.000 spesies serangga sudah terdefinisi. Peran
Serangga dalam ekosistem alami, dalam agroekosistem, dalam kesehatan dan
dalam forensik.
Serangga memiliki jumlah spesies beragam lebih besar dari spesies lain
dengan kemampuan bertahan hidup (survive) tinggi. Dalam ekosistem alami
Fluktuasi pertumbuhannya sendiri di pengaruhi oleh lingkungan biotik dan
abiotik. Serangga merupakan hewan berdarah dingin (poikiloterm) yang berarti
dalam laju metabolismenya dipengaruhi oleh lingkungan, seperti suhu. Pada
serangga spesies yang sama, jika ditempatkan di dua wilayah berbeda dengan
suhu yang satu lebih hangat dari pada suhu wilayah lain, ada kemungkinan hal
ini juga memberi pengaruh pada life cyclenya. Hal ini disebabkan laju
metabolisme merupakan reaksi enzimatis dimana pada reaksi ini, enzim bekerja
pada suatu suhu dan apabila berada pada wilayah hangat maka dapat
mendukung enzim dapat bekerja secara optimal.
Berbagai spesies serangga memiliki peran tersendiri dalam
agroekosistem. Dalam agroekosistem: Ditinjau dari kebutuhan manusia
terhadap serangga: Sebagai hama, Sebagai , predator, Sebagai vector. Dapat
berperan sebagai vektor. Sebagai contoh, vektor Plasmodium sp. Sebagai hospes
penyakit malaria adalah salah satu dari spesies nyamuk Anopheles. Dalam
bidang kesehatan: Dalam bidang forensik: Entomology forensic digunakan
pertama kali pada abad ke-13 dan digunakan serta dikembangkan secara besar-
besaran pada abad ke-19. Memahami dan mendalami kitar hayat sesuatu spesies
lain, ahli entomologi forensic boleh menganggarkan waktu kematian
berdasarkan suhu persekitaran di tempat kejadian jenayah, jenis spesies lalat
dan peringkat instar larva lalat yang berad pada mayat dengan lebih tepat. Jika
mayat dijumpai di luar rumah, maka lalat betina dianggap meletakkan telurnya
pada mayat dalam masa yang singkat, iaitu dalam lingkungan satu jam selepas
kematian berlaku. Namun, masa bertelur akan berubah jika mayat dijumpai di
dalam rumah atau di dalam bilik yang tertutup. Hal ini demikian kerana terdapat
halangan fizikal (contohnya, pintu dan dinding) untuk lalat betina bertemu
dengan mayat. Begitu juga dengan factor cucaca, jika hari hujan lebat semasa
kematian berlaku, maka lalat betina akan terlewat ke mayat jika mayat berada di
dalam perigi, ditanam bawah tanah, di dalam gua, disimpan dalam kereta,
direndam di dalam air ataupun dijumpai di tingkat 20 di sebuah bangunan tinggi
di Kuala Lumpur. Jika kematian berlaku pada waktu malam, adakah lalat betina
akan terus bertelur pada mayat atau bertelur pada keesokan hari? Lalat adalah
serangga yang bersifat diurnal, yaitu aktif pada waktu pagi dan bertelur pada
waktu siang. Namun, oviposisi nokturnal masih dalam keadaan kontroversi
kerana sesetengah lalat bertelur dalam keadaan gelap.

1. Pengertian Forensik Entomologi


Bidang forensik, serangga digunakan untuk mengetahui lama waktu
kematian suatu mayat. Untuk mengetahuinya, digunakan 2 metode yaitu:

a. Using successional waves of insects


Metode ini adalah melihat lama waktu kematian dengan mengidentifikasi
serangga yang ada pada mayat tersebut. Hal ini dapat dilakukan karena ada jenis
serangga yang menyukai mayat yang masih baru, namun ada juga serangga
yang menyukai mayat yang sudah membusuk, salah satunya Piophilidae yang
datang ke mayat setelah terjadi proses fermentasi. Secara kronologis, jika ada
mayat yang mati dan masih baru, serangga yang menyukainya akan langsung
menuju mayat tersebut, melakukan reaksi enzimatis pada mayat tersebut (dapat
berupa proses fermentasi) dan apabila sudah selesai, maka gelombang serangga
yang berikutnya akan datang, dan melakukan reaksi enzimatis pula, begitu
seterusnya.
b. Using maggot age and development
Adanya telur, larva, pupa, maupun imago pada mayat tersebut, dapat
diketahui berapa lama waktu meninggal pada mayat tersebut, karena pada
serangga, tiap perubahan dari satu fase ke fase lain mempunyai waktu-waktu
tertentu yang pasti, sehingga dapat mengidentifikasi mayat dengan metode
tersebut. Walau tetap terdapat kemungkinan tidak akurat karena adanya berbagai
faktor, salah satunya perpindahan yang menyebabkan perbedaan suhu yang
berimbas pada metabolisme perkembangbiakan serangga tersebut.
Pembagian serangga yang ditemukan pada entomology forensic:
a. necrophages
b. omnivores
c. parasites and predators
d. incidentals
Poin-poin penting serangga yang datang ke mayat adalah serangga betina
karena mayat digunakan sebagi tempat untuk telur serangga. Di tiap daerah,
serangga yang digunakan sebagai sebagai entomology forensik dapat berbeda
spesies, bergantung pada karakternya, ketertarikan pada mayat baru, maupun
pada mayat yang sudah membusuk. Serangga pada entomology forensik ini
digunakan untuk mengetahui lama waktu kematian si mayat.
Belatung sebenarnya adalah larva lalat, kutu dan kumbang. Umumnya larva
hidup sebagai parasit dan merusak jaringan makhluk lain, dan kebanyakan
belatung yang terdapat pada mayat yang terpapar berasal dari larva lalat. Karena
mayat mengeluarkan bau busuk terutama ketika terpapar udara bebas, maka
lalat, kutu atau kumbang sebagai makhluk yang paling doyan dengan bau-bau
busuk merasa terpanggil untuk mendekat dan melekat kemudian meletakkan
telurnya pada bagian tubuh mayat, nah telur tersebut menetas dan mengeluarkan
larva yang lazim disebut belatung.

Bukan hanya mayat yang digemari para larva ini, mahkluk yang masih
hiduppun bisa menjadi rumah favorit bagi belatung.

2. Langkah- langkah Forensik Entomologi


1. Saat menghembuskan nafas terakhir
Memastikan waktu kematian tanpa ada saksi tentu sangat sulit, paling
tidak memperkirakan dengan melihat keadaan mayat. Misal kekakuan mayat,
lebam pada mayat dan lain-lain. Belatung dapat memberikan kontribusi untuk
perkiraan waktu kematian. Caranya memeriksa alat pernafasan belatung, sebab
alat pernafasan ini terus mengalami perubahan sejalan dengan waktu. Tentu saja
yang bisa mengetahuinya adalah para ahli forensik.

2. Perpindahan mayat
Belatung dapat membantu menentukan apakah lokasi ditemukannya
mayat sama dengan lokasi kematian. Caranya mencocokkan jenis belatung atau
serangga lain yang ditemukan di tubuh mayat dengan tipe lalat atau serangga
lain yang hidup di sekitar lokasi ditemukannya mayat.

3. Identitas mayat
Seringkali ditemukan tubuh mayat sudah tak berbentuk, sulit dikenal atau
tanpa petunjuk identitas yang jelas. Sebagai contoh, mayat yang harus digali
dari kuburan untuk sebuah visum. Untuk memastikan identitas mayat tersebut,
belatung sangat berperan. Caranya : karena kebisaan belatung yang mencerna
jaringan tubuh mayat, maka saluran cerna belatung diperiksa melalui tes DNA
untuk proses identifikasi. Selain itu belatung juga memakan cairan sperma atau
cairan vagina, sehingga selain identifikasi korban belatung dapat juga
digunakan untuk mencari identitas pelaku dalam kasus kekerasan seksual.

4. Mencari Penyebab Kematian


Untuk yang satu ini, belatung benar-benar unjuk gigi, sebab mengungkap
misteri penyebab kematian bukanlah hal yang mudah. Caranya bagian tubuh
mayat yang menjadi tempat paling favorit berkumpulnya belatung merupakan
sebuah petunjuk penting. Belatung umumnya paling menyukai hidup dibagian
mata, hidung, telinga, mulut. Intinya bagian berlobang dari tubuh, karena
belatung suka kegelapan di lobang.

3. Proses Terjadinya Pembusukan


1. Suhu Tubuh
Cara yang paling umum bagi seorang Ahli Forensik ketika datang ke TKP
adalah mengukur suhu tubuh mayat korban, patut diketahui hal yang dapat
diukur pada awal kematian adalah suhu tubuh (mayat) korban mulai menurun,
Suhu tubuh manusia normal adalah 36 derajat C, suhu tubuh menurun 1 derajat
per jam, namun sangat dipengaruhi oleh besar badan korban, tebal pakaian
korban, dan udara disekitar korban. Dalam 12 jam kedepan suhu tubuh mayat
sudah berkurang setengahnya. Namun apabila korban tenggelam di air suhu
tubuh akan turun lebih cepat.

Mayat Jim Jones, pemimpin sekte yg melakukan bunuh diri masal meminum
racun cyanida

2. Kaku Mayat
Kaku Mayat disebut juga Rigor Mortis dalam bahasa latinnya, hal ini
terjadi karena efek kimia dalam tubuh dari asam menuju basa, biasanya sekira 2
jam setelah waktu kematian. Otot manusia yang lemas menjadi keras dan
kenyal, proses kekakuan ini dimulai dari kelopak mata kemudian otot muka dan
rahang, kemudian kebagian tangan dan terakhir kaki. Rigor Mortis merupakan
proses yang berkelanjutan dan setelah 12 jam mayat berubah menjadi kaku
seperti balok kayu. Mayat akan tetap dalam kondisi ini selama 12 sampai 48
jam sampai kimia tubuh berubah kembali menjadi asam dan tubuh kembali
menjadi lemas. Kejang otot ternyata dapat juga terjadi pada kematian tiba tiba,
memang cirinya hampir sama dengan Rigor Mortis namun hanya bertahan
beberapa jam. Sering terjadi pada saat kematian, korban memegang sesuatu, hal
itu akan berlangsung beberapa jam. Apabila penyidik beruntung, pegangan erat
korban terhadap tersangka pada saat menjelang kematian menyisakan rambut,
kulit atau bahan pakaian tersangka, hal ini bisa dikembangkan di laboratorium
forensik untuk mencari TSK nya.
TKP penemuan Mayat korban dari TSK Ryan Jombang
3. Lebam Mayat
Lebam mayat atau bahasa latinnya disebut Livor Mortis, terjadi ketika
jantung berhenti berdetak dan darah berhenti bersirkulasi, sel darah merah turun
ke bawah pada bagian tubuh yang bersentuhan dengan tanah karena kekuatan
gravitasi. Hal inilah yang menyebabkan lebam pada mayat sekira 2 jam setelah
kematian, ini disebabkan karena tubuh tidak bergerak, terjadinya warna pada
kulit karena sel darah merah pecah dan terpisah dan masuk ke dalam serat otot.
lain halnya dengan kasus keracunan, korban yang mati karena gas karbon
monoksida akan terlihat merah terang pada bagian bawah tubuh, sedangkan
kalau teracuni cyanida akan terlihat warna pink.

4. Menentukan Waktu Kematian yang sudah lama terjadi


Pada kasus mayat yang ditemukan setelah beberapa waktu, kerusakan
yang terjadi pada mayat akan menjadi indikator lamanya peristiwa kematian
telah terjadi. Pada umumnya bakteri bekerja merusak darah menghasilkan noda
berwarna hijau setelah 2 hari, setelah 2 hari noda hijau itu menyebar ke tangan,
kaki, leher dan tubuh mulai membengkak dan setelah seminggu kulit sudah
mulai melepuh. Pada cuaca panas atau tropis banyaknya serangga menentukan
waktu rusaknya mayat, lalat hitam dan lalat hijau biasanya menaruh telur
mereka pada daging yang masih segar, dan telur menetas antara 8 hingga 14 jam
kemudian tergantung suhu disekitarnya. Belatung berkembang dalam 3 tahap,
selalu berganti kulit hingga berkembang sempurna menjadi lalat setelah 10
sampai 12 hari. Setelah itu lalat meninggalkan mayat itu untuk melanjutkan
perkembangbiakan ditempat lain. Lalat mempunyai siklus yang selalu sama
sehingga para ahli Forensik bisa menduga waktu kematian walaupun mayat
baru ditemukan setelah beberapa hari.
4. Dekomposisi

1. pembusukan

Pembusukan adalah proses degradasi jaringan pada tubuh mayat yang


terjadi sebagai akibat proses autolisis dan aktivitas mikroorganisme. autolisis
adalah perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril
melalui proses kimia yang disebabkan oleh enzim-enzim intraseluler, sehingga
organ-organ yang kaya dengan enzim-enzim akan mengalami proses autilisis
lebih cepat daripada organ-organ yang tidak memiliki enzim, dengan demikian
pancreas akan mengalami autolisis lebih cepat dari pada jantung.

2. utolisis
Proses autolisis ini tidak dipengaruhi oleh mikroorganisme oleh karena
itu pada mayat yang steril misalnya mayat bayi dalam kandungan proses
autolisis ini tetap terjadi. Auotolisis terjadi sebagai akibat dari pengaruh enzim
yang dilepaskan pasca mati. Mula-mula yang terkena ailah nukleoprotein yang
terdapat pada kromatin dan sesudah itu sitoplasmanya, kemudian dinding sel
akan mengalami kehancuran sebagai akibatnya jaringan akan menjadi lunak dan
mencair. mayat yang dibekukan pelepasan enzim akan terhambat oleh pengaruh
suhu yang rendah maka proses autolisis ini akan dihambat demikian juga pada
suhu tinggi enzim-enzim yang terdapat pada sel akan mengalami kerusakan
sehingga proses ini akan terhambat pula.
Pembusukan adalah proses penghancuran jaringan pada tubuh yang
disebabkan terutama oleh bakteri anaerob yang berasal dari traktus
gastrointestinal. Dimana basil Coliformis dan Clostridium Welchii merupakan
penyebab utamanya, sedangkan bakteri yang lain seperti Streptococcus,
Staphylococcus, B.Proteus,jamur dan enzim-enzim seluler juga memberikan
kontribusinya sebagai organisme penghancur jaringan pada fase akhir dari
pembusukan. Setelah seseorang meninggal, maka semua sistem pertahanan
tubuh akan hilang,bakteri yang secara normal dihambat oleh jaringan tubuh
akan segera masuk ke jaringan tubuh melalui pembuluh darah, dimana darah
merupakan media yang terbaik bagi bakteri untuk berkembang biak.
Bakteri ini menyebabkan hemolisa, pencairan bekuan darah yang terjadi
sebelum dan sesudah mati, pencairan trombus atau emboli, perusakan jaringan-
jaringan dan pembentukan gas pembusukan. Bakteri yang sering menyebabkan
destruktif ini sebagian besar berasal dari usus dan yang paling utama adalah Cl.
Welchii. Bakteri ini berkembang biak dengan cepat sekali menuju ke jaringan
ikat dinding perut yang menyebabkan perubahan warna. Perubahan warna ini
terjadi oleh karena reaksi antara H2S (gas pembusukan yang terjadi dalam usus
besar) dengan Hb menjadi Sulf-Meth-Hb.
Tanda pertama pembusukan baru dapat dilihat kira-kira 24 jam - 48 jam
pasca mati berupa warna kehijauan pada dinding abdomen bagian bawah, lebih
sering pada fosa iliaka kanan dimana isinya lebih cair, menngandung lebih
banyak bakteri dan letaknya yang lebih superfisial. Perubahan warna ini secara
bertahap akan meluas keseluruh dinding abdomen sampai ke dada dan bau
busukpun mulai tercium. Perubahan warna juga dapat dilihat pada permukaan
organ dalam seperti hepar, dimana hepar merupakan organ yang langsung
kontakdengan kolon transversum.
Bakteri ini kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan berkembang
biak didalamnya yang menyebabkan hemolisa yang kemudian mewarnai
dinding pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Bakteri ini memproduksi gas-
gas pembusukan yang mengisi pembuluh darah yang menyebabkan pelebaran
pembuluh darah superfisial tanpa merusak dinding pembuluh darahnya sehingga
pembuluh darah beserta cabang-cabangnya tampak lebih jelas seperti pohon
gundul (arborescent pattern atau arborescent mark) yang sering disebut
marbling.
Selain bakteri pembusukan ini banyak terdapat dalam intestinal dan paru
bakteri-bakteri ini cenderung berkumpul dalam sistem vena, maka gambaran
marbling ini jelas terlihat pada bahu,dada bagian atas, abdomen bagian bawah
dan paha. Bila Cl.Welchii mulai tumbuh pada satu organ parenchim, maka
sitoplasma dari organ sel itu akan mengalami desintegrasi dan nukleusnya akan
dirusak sehingga sel menjadi lisis atau rhexis. Kemudian sel-sel menjadi lepas
sehingga jaringan kehilangan strukturnya. Secara mikroskopis bakteri dapat
dilihat menggumpal pada rongga-rongga jaringan dimana bakteri tersebut
banyak memproduksi gelembung gas. Ukuran gelembung gas yang tadinya
kecil dapat cepat membesar menyerupai honey combed appearance. Lesi ini
dapat dilihat pertama kali pada hati .
Permukaan lapisan atas epidermis dapat dengan mudah dilepaskan
dengan jaringan yang ada dibawahnya dan ini disebut skin slippage. Skin
slippage ini menyebabkan identifikasi melalui sidik jari sulit dilakukan.
Pembentukan gas yang terjadi antara epidermis dan dermis mengakibatkan
timbulnya bula-bula yang bening, fragil, yang dapat berisi cairan coklat
kemerahan yang berbau busuk. Cairan ini kadang-kadang tidak mengisi secara
penuh di dalam bula. Bula dapat menjadi sedemikian besarnya menyerupai
pendulum yang berukuran 5 - 7.5cm dan bila pecah meninggalkan daerah yang
berminyak, berkilat dan berwarna kemerahan, ini disebabkan oleh karena
pecahnya sel-sel lemak subkutan sehingga cairan lemak keluar ke lapisan
dermis oleh karena tekanan gas pembusukan dari dalam(9). Selain itu epitel
kulit, kuku, rambut kepala, aksila dan pubis mudah dicabut dan dilepaskan oleh
karena adanya desintegrasi pada akar rambut.
Selama terjadi pembentukan gas-gas pembusukan, gelembung-gelembung
udara mengisi hampir seluruh jaringan subkutan. Gas yang terdapat di dalam
jaringan dinding tubuh akan menyebabkan terabanya krepitasi udara. Gas ini
menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, dan tubuh berada dalam
sikap pugilistic attitude. Scrotum dan penis dapat membesar dan membengkak,
leher dan muka dapat menggembung, bibir menonjol seperti frog-like-
fashion, Kedua bola mata keluar, lidah terjulur diantara dua gigi, ini
menyebabkan mayat sulit dikenali kembali oleh keluarganya. Pembengkakan
yang terjadi pada seluruh tubuh mengakibatkan berat badan mayat yang tadinya
57 - 63 kg sebelum mati menjadi 95 - 114 kg sesudah mati.
Tekanan yang meningkat didalam rongga dada oleh karena gas
pembusukan yang terjadi didalam cavum abdominal menyebabkan pengeluaran
udara dan cairan pembusukan yang berasal dari trachea dan bronchus terdorong
keluar, bersama-sama dengan cairan darah yang keluar melalui mulut dan
hidung. Cairan pembusukan dapat ditemukan di dalam rongga dada, ini harus
dibedakan dengan hematotorak dan biasanya cairan pembusukan ini tidak lebih
dari 200 cc.
Pengeluaran urine dan feses dapat terjadi oleh karena tekanan intra
abdominal yang meningkat. Pada wanita uterus dapat menjadi prolaps dan fetus
dapat lahir dari uterus yang pregnan. Pada anak-anak adanya gas pembusukan
dalam tengkorak dan otak menyebabkan sutura-sutura kepala menjadi mudah
terlepas. Organ-organ dalam mempunyai kecepatan pembusukan yang berbeda-
beda dalam. Jaringan intestinal,medula adrenal dan pancreas akan mengalami
autolisis dalam beberapa jam setelah kematian. Organ-organ dalam lain seperti
hati, ginjal dan limpa merupakan organ yang cepat mengalami pembusukan.
Perubahan warna pada dinding lambung terutama di fundus dapat dilihat dalam
24 jam pertama setelah kematian. Difusi cairan dari kandung empedu
kejaringan sekitarnya menyebabkan perubahan warna pada jaringan sekitarnya
menjadi coklat kehijauan. Pada hati dapat dilihat gambaran honey combs
appearance, limpa menjadi sangat lunak dan mudah robek, dan otak menjadi
lunak.
Organ dalam seperti paru, otot polos, otot lurik dan jantung mempunyai
kecendrungan untuk lambat mengalami pembusukan. Sedangkan uterus non
gravid, dan prostat merupakan organ yang lebih tahan terhadap pembusukan
karena strukturnya yang berbeda dengan jaringan yang lain yaitu jaringan
fibrousa. Organ-organ ini cukup mudah dikenali walaupun organ-organ lain
sudah mengalami pembusukan lanjut. Ini sangat membantu dalam penentuan
identifikasi jenis kelamin. Yang menarik pada pembusukan lanjut dari organ
dalam ini adalah pembentukan granula-granula milliary atau milliary plaques
yang berukuran kecil dengan diameter 1-3 mm yang terdapat pada permukaan
serosa yang terletak pada endotelial dari tubuh seperti pleura, peritoneum,
pericardium dan endocardium. Milliary plaques ini pertama kali ditemukan
oleh Gonzales yang secara mikroskopis berisi kalsium pospat, kalsium
karbonat, sel-sel endotelial, massa seperti sabun dan bakteri, yang secara
medikolegal sering dikacaukan dengan proses peradangan atau keracunan.
Orang yang obese, lemak-lemak tubuh terutama perirenal, omentum dan
mesenterium dapat mencair menjadi cairan kuning yang transluscent yang
mengisi rongga badan diantara organ yang dapat menyebabkan autopsi lebih
sulit dilakukan dan juga tidak menyenangkan. Disamping bakteri pembusukan
insekta juga memegang peranan penting dalam proses pembusukan sesudah
mati. Beberapa jam setelah kematian lalat akan hinggap di badan dan
meletakkan telur-telurnya pada lubang-lubang mata, hidung, mulut dan telinga.
Biasanya jarang pada daerah genitoanal. Bila ada luka ditubuh mayat lalat lebih
sering meletakkan telur-telurnya pada luka tersebut, sehingga bila ada telur atau
larva lalat didaerah genitoanal ini maka dapat dicurigai adanya kekerasan
seksual sebelum kematian. Telur-telur lalat ini akan berubah menjadi larva
dalam waktu 24 jam. Larva ini mengeluarkan enzim proteolitik yang dapat
mempercepat penghancuran jaringan pada tubuh.
Insekta tidak hanya penting dalam proses pembusukan tetapi meraka juga
memberi informasi penting yang berhubungan dengan kematian. Insekta dapat
dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian, memberi petunjuk bahwa
tubuh mayat telah dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lainnya, memberi tanda
pada badan bagian mana yang mengalami trauma, dan dapat dipergunakan
dalam pemeriksaan toksikologi bila jaringan untuk specimen standart juga
sudah mengalami pembusukan. Hasil akhir dari proses pembusukan ini adalah
destruksi jaringan pada tubuh mayat. Dimana proses ini dipengaruhi oleh
banyak faktor.Aktifitas pembusukan sangat optimal pada temperatur berkisar
antara 70-100F (21,1-37,8C) aktifitas ini dihambat bila suhu berada dibawah
50F(10C) atau pada suhu diatas 100F (lebih dari 37,8C).
Bila mayat diletakkan pada suhu hangat dan lembab maka proses
pembusukan akan berlangsung lebih cepat. Sebaliknya bila mayat diletakkan
pada suhu dingin maka proses pembusukan akan berlangsung lebih lambat.
Pada mayat yang gemuk proses pembusukan berlangsung lebih cepat dari pada
mayat yang kurus oleh karena kelebihan lemak akan menghambat hilangnya
panas tubuh dan kelebihan darah merupakan media yang baik untuk
perkembangbiakkan organisme pembusukan. Pada bayi yang baru lahir
hilangnya panas tubuh yang cepat menghambat pertumbuhan bakteri disamping
pada tubuh bayi yang baru lahir memang terdapat sedikit bakteri sehingga
proses pembusukan berlangsung lebih lambat.
Proses pembusukan juga dapat dipercepat dengan adanya septikemia yang
terjadi sebelum kematian seperti peritonitis fekalis, aborsi septik, dan infeksi
paru. Disini gas pembusukan dapat terjadi walaupun kulit masih terasa hangat.
Media di mana mayat berada juga memegang peranan penting dalam kecepatan
pembusukan mayat. Kecepatan pembusukan ini di gambarkan dalam rumus
klasik Casper dengan perbandingan tanah : air : udara = 1 : 2 : 8 artinya mayat
yang dikubur di tanah umumnya membusuk 8 x lebih lama dari pada mayat
yang terdapat di udara terbuka. Ini disebabkan karena suhu di dalam tanah yang
lebih rendah terutama bila dikubur ditempat yang dalam, terlindung dari
predators seperti binatang dan insekta, dan rendahnya oksigen menghambat
berkembang biaknya organisme aerobik.
Bila mayat dikubur didalam pasir dengan kelembaban yang kurang dan
iklim yang panas maka jaringan tubuh mayat akan menjadi kering sebelum
terjadi pembusukan. Penyimpangan dari proses pembusukan ini di sebut
mumifikasi. Mayat yang tenggelam di dalam air pengaruh gravitasi tidaklah
lebih besar dibandingkan dengan daya tahan air akibatnya walaupun mayat
tenggelam diperlukan daya apung untuk mengapungkan tubuh di dalam air,
sehingga mayat berada dalam posisi karakteristik yaitu kepala dan kedua
anggota gerak berada di bawah sedangkan badab cenderung berada di atas
akibatnya lebam mayat lebih banyak terdapat di daerah kepala sehingga kepala
menjadi lebih busuk dibandingkan dengan anggota badan yang lain. Mayat yang
tenggelam di dalam air proses pembusukan umumnya berlangsung lebih lambat
dari pada yang di udara terbuka. Pembusukan di dalam air terutama dipengaruhi
oleh temperatur air, kandungan bakteri di dalam air. Kadar garam di dalamnya
dan binatang air sebagai predator. Degradasi dari sisa-sisa tulang yang dikubur
juga cukup bervariasi. Penghancuran tulang terjadi oleh karena demineralisasi,
perusakan oleh akar tumbuhan. Derajat keasaman yang terdapat pada tanah juga
berpengaruh terhadap kecepatan penghancuran tulang. Sisa-sisa tulang yangn
dikubur pada tanah yang mempunyai derajat keasaman yang tinggi lebih cepat
terjadi penghancuran daripada tulang yang di kubur di tanah yang bersifat basa.

5. Penganggaran waktu kematian


Banyak kajian telah membuktikan bahawa lalat adalah serangga pertama
yang sampai kepada mayat untuk tujuan pengovipositan. Lalat dikatakan
mempunyai organ deria yang amat sensitif dengan bau autolisis sel-sel badan
dan amat peka terhadap penurunan suhu badan orang yang baru mati. Lalat
betina akan meletakkan telurnya dalam longgokan (lebih kurang 300 biji telur)
pada bahagian lubang hidung, orbit mata, rongga mulut, bahagian genitalia (jika
bahagian tersebut terdedah tanpa pakaian). ataupun luka-luka yangbberdarah.
Kitar hayat lalat bermula dengan telur, larva, kemudian pupa dan seterusnya
menjadi dewasa. Jenis kitar hayat ini deikenali sebagai holometabolus atau
metamorfosis lengkap. Telur lalat akan menetas dalam jangka masa antara 12-
24 jam. Larva lalat yang baru menetas daripada telur dikenal sebagai instar
pertama. Larva ini bersaiz kecil (kurang 2.5mm) dan aktiviti pemakanannya
sangat aktif. Selepas 12 jam, larva instar pertama akan menyalin kulitnya
(ekdisis) dan menjadi larva instar kedua yang bersaiz 8 mm. Larva ini
meneruskan proses tumbesaran dengan pemakanan yang aktif dan selepas 18
jam, larva instar kedua akan menjadi instar ketiga yang bersaiz 15 mm.
Selepas 72 jam, larva instar ketiga akana mengalamai transformasi kepada
peringkat pupa. Pupa ialah satu peringkat yang larva lalat dibaluti dengan kulit
kitin yang keras dan larva tersebut adalaha pegun dan tidak menjalankan
sebarang aktiviti pemakanan. Selepas 90 jam, lalat dewasa akan menetas
daripada pupa. Lalat dewasa merupakan peringkat yang matang dari segi
seksualnya dan berupaya untuk melahirkan generasi seterusnya.
Biasanya, jangka hayat seekot lalat dewasa islah selama satu bulan
hingga dua bula. Secara amnya, kitar hayat keseluruhan untuk telur lalat
menjadi lalat dewasa ialah selama 9-14 hari, bergantung peada suhu dan jenis
spesiesnya. Hal ini demikian kerana suhu memainkan peranan yang penting
dalam kadar perkembangan lalat. Jika suhu persekitarannya tinggi, maka kadar
perkembangan lalat akan menjadi lebih cepat dan sebaliknya. Spesies lalat yang
berlainan juga mempunyai kitar hayat yang agak berbeza, disebabkan oleh
unsure genetic dan cirri-ciri biologi yang berbeza antara satu sama lain.
Contohnya, lalat daging (famili Sarcophagidae), kebanyakan lalat betina ini
bersifat larviparus, iaitu melahirkan larva secara hidup tanpa melalui peringkat
telur, maka tempoh kitar hayatnya lebih singkat berbanding dengan lalat langau
dalam famili Calliphoridae yang bersifat oviparous (melahirkan telur).

6. Punca kematian
Pengambilan dadah, racun atau ubat yang terlebih dosnya boleh
membawa kematian. Jika mayat dijumpai dalam keadaan segar, maka doktor
patologi forensik masih boleh mengesan jenis dadah atau racun daripada sampel
darah, urin, specimen hati dan tisu ginjal untuk analisis jenis racun dan
kandungan dadah. Jika mayat dijumpai selepas seminggu dan berada dalam
keadaan pereputan lanjut, maka tiada lagi sampel darah, urin ataupun tisu hati
boleh didapati untuk ujian pengesanan dadah.
Walaupun begitu, larva lalat yang berada di atas mayat atau sekelilingnya
boleh digunakan untuk tujuan tersebut. Contohnya, dalam kes bunuh diri,
selepas si mati mengambil racun rumpai, racun tersebut akan dibawa ke seluruh
badan oleh system peredaran darah dan diserap ke dalam tisu badan. Apabila
larva lalat memakan daging mayat untuk tumbersaran, secara tidak langsung
sisa-sisa racun ini juga dimakan oleh larva lalat. Dengan adanya teknologi
canggih dan sensitif seperti kromatografi gas (GC) dan kromatografi cecair
berprestrasi tinggi (HPLC), maka kehadiran racun dalam tisu si mati dpat
dikesan dengan cara mengekstrak daripada usus larva lalat, walaupun racun
tersebut dalam kuantiti yang sangat kecil. Bidang ini dikenali sebagai
entomotoksikologi dan banyak kajian sedang dijalankan tentang kesan dadah
seperti heroin dan morfin akan melambatkan kadar perkembangan lalat dan
dadah seperti kokain dan metamfetamin akan mempercepatkan kadar
perkembangan lalat. Selain itu, penyemburan insektisid seperti malation pada
badan mayat akan melambatkan masa ketibaan lalat kepada mayat selama satu
minggu

Sabtu, 17 Mei 2014

ENTOMOLOGI FORENSIK

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Defenisi
Entomologi forensik atau medikolegal adalah
ilmu yang mempelajari serangga yang berhubungan dengan jasad tubuh. Pada
lingkungan yang sesuai
serangga akan membentuk koloni pada jasad tubuh beberapa saat setel
ah kematian. Perkembangan serangga seiring dengan waktu dapat digunakan
untuk menentukan waktu kematian dengan tepat.1

2. Karakteristik serangga
Serangga adalah anggota dari kelas insekta hewan tidak bertulang
belakangfilum artropoda. Serangga dapat berupa lalat, nyamuk, jengkrik, kecoa,
rayap, kumbang, kupu-kupu, ngengat, semut, tawon dan lebah. Serangga
dewasa biasanya dapat dibedakan dari binatang lainnya dengan beberapa ciri
khas yang jelas. Hampir beberapa di antaranya ditutupi permukaan luar yang
keras disebut exoskeleton, yang terbagi atas kepala, dada, perut, 3 pasang kaki
yang menempel pada dada, 1 pasang antena di kepala, mata yang besar dan 1
atau 2 pasang sayap.
Serangga dewasa akan menetaskan telur dan serangga yang imatur
akan keluar dari telur dan beberapa kelompok terlihat sangat mirip dengan
induknya, kecuali bila berukuran lebih kecil dan tidak punya sayap. Serangga
yang imatur ini disebut nimfa, secara periodik melepaskan kulitnya dan
bertambah besar. Nimfa melewati fase pergantian kulit dan menunjukkan
semua karakteristik dewasa. Jangkrik, kecoa dan turunan dari beberapa
serangga yang dikenal, tumbuh perlahan-lahan seperti siklus di atas. Tetapi,
beberapa serangga melewati 3 stadium yang berbeda dalam perkembangannya
yaitu telur. larva, dan pupa. Tidak satupun dari stadium ini yang menyerupai
bentuk induknya. Larva yang menetas dari telurnya, umumnya memilikitubuh
yang lunak dan menyerupai ulat bulu, belatung. Dalam pertumbuhannya, larva
melepaskan kulitnya dan bertambah besar. Pada dasarnya, larva
akan menyelubungi permukaan luar kulitnya menjadi kepompong, yang akan
menjalani stadium perkembangan sebelum dewasa. Stadium ini disebut pupa.
Serangga bentuk dewasa nantinya akan keluar dari pupa tersebut. Kupu-
kupu, rayap, lalat, kumbang, dan beberapa serangga lain berkembang dengan
cara ini. Banyak dari spesies serangga yang penting dalam forensik melewati
tahap perkembangan yang terakhir ini.2

3. Memperkirakan waktu post mortem dengan teknik entomologi


Ahli patologi forensik menggunakan beberapa metode yang lazi
m digunakan dalam membuat perkiraan saat kematian adalah pengukuran
penurunan suhu tubuh (algor mortis), interpretasi lebam (livor mortis) dan kaku
mayat (rigor
mortis), interpretasi proses dekomposisi, pengukuran perubahan kimia p
ada vitreous, interpretasi isi dan pengosongan lambung. Akan tetapi, parameter
medis tersebut sering dipengaruhi oleh banyak variabel lain, yang
sampai sekarang masih tidak diketahui dengan pasti dan parameter medis
tersebut dinilai sedikit atau bahkan tidak dapat dipergunakan sama sekali bila
lama kematian sudah lebih dari 72 jam. Setelah melewati waktu lebih dari 72
jam, bukti entomologis merupakan bukti yang paling akurat dan merupakan
satu satunya metode yang tersedia untuk menentukan lama waktu
kematian. Walaupun parameter medis sering digunakan untuk
memperkirakan lama kematian yang baru terjadi dalam beberapa jam,
dalam
keadaan normal serangga selalu tertarik dengan jasad tubuh segera s
etelah kematian, sehingga serangga juga dapat digunakan dalam memperkirakan
waktu awal setelah kematian.3
Aplikasi yang paling sering dilakukan pada entomologi adalah
menentukan waktu kematian, petunjuk adanya manipulasi pergerakan terhadap
tubuh korban, letak luka, tanda-tanda penyiksaan, ciri-ciri kriminalitas d
an apakah korban menggunakan obat
obatan atau diracun. Serangga juga dapat
digunakan untuk analisis toksikologi dan sumber materi DNA untuk
analisa beberapa kasus dari ektoparasit seperti nyamuk atau kutu.3

4. Dasar penggunaan serangga sebagai indikator memperkirakan waktu


kematian
Tubuh yang membusuk merupakan mikrohabitat yang baik
sebagai sumber makanan bagi beberapa organisme seperti bakteri, jamur, hewan
pemakan bangkai. Dalam hal ini serangga merupakan yang paling
dominan. Serangga yang terdapat pada mayat biasanya menunjukkan spesies
tertentu yang hidup pada daerah tertentu. Sebagai contoh, di Hawaii, terdapat
satu spesies yang hanya ada di daerah tersebut, begitu juga di daerah tropis.
Namun dengan perkembangan zaman, perpindahan spesies dapat terjadi dengan
mudah. Sehingga spesies yang awalnya ditemukan di satu daerah, dapat
ditemukan juga di daerah lain. Serangga yang tertarik pada mayat, secara umum
dapat dikategorikan menjadi empat kelompok :
1. Spesies Necrofagus
Ini merupakan spesies yang biasanya memakan jaringan tubuh mayat. Yang
termasuk dalam spesies ini Diptera (Caliiphoridae dan Sarcophagidae)
dan Coleoptera (Silphidae dan Dermestidae). Spesies dalam kelompok ini
adalah yang
paling signifikan untuk memperkirakan waktu kematian selama stadium
awal pembusukan.2
2. Parasit dan predator yang memakan spesies necrofagus
Menurut Smith, kelompok ini adalah kelompok kedua terbanyak
yang ditemukan pada mayat.Yang termasuk kelompok ini adalah
Coleoptera (Silphidae, Staphylinidaedan Histeridae), Diptera (Calliphoridae
dan Stratiomyidae) dan parasit Hymenoptera. Larva Diptera, yang merupakan
necrofagus pada awal perkembangannya akan menjadi predator pada akhir
perkembangannya.2
3. Spesies Omnifora
Yang termasuk kategori ini adalah semut, tawon dan beberapa
kumbang yang memakan jaringan tubuh mayat serta serangga tertentu.
Dalam jumlah besar mereka dapat menurunkan waktu pembusukan dengan
memakan spesies necrofag.2
4. Spesies lainnya
Kategori ini termasuk spesies yang menggunakan mayat sebagai habitat
mereka, seperti pada kasus Collembola, laba-laba dan kelabang. Kategori ini
meliputi Acari pada famili Acaridae, Lardoglyphidae,Winterschmidtiida, yang
memakan jamur yang tumbuh pada mayat. Dan juga berhubungan dengan
Gamasida dan Actinedida, termasuk Macrochelidae, Parasitidae, Parholaspidae,
Cheyletidae dan Raphignathidae yang memakan
2
kelompok AcarinedanNematoda.

Kepentingan Menentukan Lama Kematian


Menentukan lama kematian adalah hal yang sangat penting, baik kriminal
ataupun tidak. Pada semua kasus kematian, merupakan hal yang penting
bagi keluarga korban untuk mengetahui kapan korban meninggal. Menentukan
waktu kematian juga diperlukan untuk mengetahui lama dari
suatu penipuan dilakukan. Sebagai contoh seseorang mengaku adalah sat
usatunya orang yang
menjaga kedua kakaknya yang sudah berumur dan orang tersebut menerima
tunjangan pensiun untuk dirinya dan kedua kakaknya. Ketika orang tersebut
akhirnya meninggal, ditemukan bahwa sebenarnya kedua kakaknya sudah lebih
dahulu meninggal dandimumifikasi. Dengan menentukan lama
kematian maka dapat dihitung besar dan lama penipuan yang dilakuka
n oleh orang tersebut.3

Menentukan Lama Kematian


Dalam ilmu kedokteran, memperkiraan saat kematian tidak dapat
dilakukan dengan 1 metode saja, gabungan dari 2 atau lebih metode akan
memberikan hasil perkiraan yang lebih akurat dengan rentang bias yang lebih
kecil. Metode yang pertama dengan memperkirakan
pertumbuhan dari larva diptera yang merupakan awal dari lalat (blow flies).
Tehnik ini dimulai sejak dari
ditaruhnya telur lalat hingga lalat yang pertama muncul dari pupa da
n
meninggalkan jasad, sehingga sangat berguna dalam hitungan jam hing
ga berminggu minggu setelah kematian. Metode yang
kedua adalah dengan berdasarkan prediksi, yaitubanyaknya kolonisasi pada
tubuh oleh serangga.Hal ini dapat digunakan sejak beberapa minggu setelah
kematian hingga yang tersisa hanya tulang tulang. Metode ini tergantung pada
umur dari sisa jasad dan jenis serangga yang ada.3

5. Perkembangan Larva Diptera


Lalat akan tertarik pada jasad tubuh segera setelah kematian. Lalat yang
pertama kali tertarik dengan jasad umumnya adalah blow flies (berukuran besar,
agak metalik, sering kali terlihat dekat makanan atau tempat sampah), akan
tetapi pada beberapa bagian dari dunia lalat flesh flies yang terlebih dahulu
tertarik dengan jasad.Blow flies tergolong pada family Calliphoridae,
ordo Diptera. Pada tahun 1958, ditemukan 13 spesies dari Calliphoridae
dan Sarcophagidae yang ditemukan pada mayat di Washington. Penelitian ini
menjadi dasar yang digunakan untuk memperkirakan usia belatung
yang didapat pada mayat. Belakangan ini, para peneliti mulai mengulang
dan memperbaiki penelitian tentang siklus perkembangan dan ukuran belatung
yang dipengaruhi oleh suhu. Data yang paling banyak ditemukan dalam
forensik adalah spesies diptera. Serangga
merupakan hewan berdarah dingin, sehingga temperatur
tubuhnya dipengaruhi oleh suhu sekitar lingkungan. Ketika suhu lingk
ungan
meningkat, laju pertumbuhan serangga lebih cepat, sedangkan ketika s
uhu
lingkungan menurun, laju pertumbuhan serangga menjadi lebih lambat.
Perkembangan dari serangga dapat diperkirakan, analisis dari serangga
paling tua
yang terdapat pada jasad, disertai dengan pengetahuan mengenai kond
isi meteorologis dapat digunakan untuk menentukan berapa lama serangga
berkoloni di jasad, sehingga dapat menentukan lama kematian.2
Pada penelitian tentang penguraian, aktivitas lalat biasanya dimulai 10
menit segera setelah kematian, tapi hal ini tidak selalu sama pada
beberapa kasus
seperti pada kasus tenggelam dan mayat dibungkus, aktivitas lalat bis
a lebih lambat. Faktor iklim seperti cuaca yang berawan, turun hujan, dapat
menghambat atau menghentikan aktivitas lalat dewasa. Lalat jantan dan betina
memerlukan makanan protein sebelum ovari dan testis berkembang dan
oogenesis dan spermatogenesis terjadi. Blow flies berkembang
dimulai dari telur melalui instar stages 1, instar stages 2, instar stages
3, pupa dan dewasa.
Lalat yang terbang akan hinggap pada mayat dan menetaskan sampai 300
telur dan sampai 3000 untuk sepanjang hidupnya. Stadium pertama larva akan
ditetaskan dari telur. Pada stadium ini larva sangat rentan dan mudah
mengalami kekeringan. Larva tidak dapat keluar dari kulit yang
membungkusnya, sehingga mereka bergantung pada cairan protein sebagai
asupan makanan, karena itu lalat betina akan menaruh telur pada tempat yang
memudahkan akses makanan bagi telur. Luka merupakan sumber protein yang
sangat baik, terutama darah, sehingga luka luka merupakan tempat bertelur
yang paling pertama. Apabila pada jasad tidak ada luka, lalat betina akan
menaruh telur di dekat orificium atau pada lapisan mukosa dikarenakan jaringan
tersebut lembab dan lebih mudah dipenetrasi bila
dibandingkan dengan epidermis normal. Daerah wajah umumnya dikolo
nisasi lebih dahulu, kemudian daerah genital, hal ini disebabkan karena daerah
genital hampir selalu ditutupi oleh pakaian. Pada kasus kasus pemerkosaan
benda benda seperti darah dan semen akan menarik perhatian lalatdengan
cepat.3
Setelah melewati waktu waktu tertentu, dipengaruhi oleh suhu dan jenis
spesies, larva stadium 1 akan melepas kutikula dan mulutnya, dan m
emasukiinstar stage 2 atau larva stadium 2. Larva stadium 2 berukuran lebih
besar, lebih bisa bertahan hidup dan dapat mempenetrasi kulit dengan
mengeluarkan enzim proteolitik dan menggunakan mulutnya yang lebih kuat.
Stadium ini adalah waktu
bagi larva untuk makan kemudian berkembang memasuki instar stages
3, meninggalkan kutikula dan mulut yang dipakai selama stadium 2. Larva
stadium tiga memiliki siklus hidup yang lebih panjang dari larva stadium satu
dan dua dan akan bertumbuh menjadi 7-8 kali ukuran awal. Pada instar stage
3 larva menjadi banyak makan dan berkumpul sebagai satu masa yang besar
sehingga dapat menghasilkan panas yang signifikan. Kumpulan larva ini dapat
menghabiskan banyak jaringan dalam waktu yang singkat. Pada stadium ini
bagian penyimpanan makanan yang terletak di foregut dapat terlihat
dengan warna hitam dan bentuk oval pada jaringan translusent dari belatung.1
Setelah periode makan yang intensif, instar stage 3 akan memasuki
stadium nonfeeding stage atau wandering stage. Pada stadium ini
tidak ditemukan perubahan fisik, walaupun terjadi perubahan fisiologis
pada organ internal, tetapi dapat ditemukan perubahan sikap yang
signifikan. Ketika larva memasuki nonfeeding stage, larva akan menjauh
dari sumber makanan dan mencari tempat yang sesuai untuk menjadi pupa.
Tempat itu antara lain adalah tanah disekitar, karpet, rambut atau baju dari
jasad. Larva mungkin akan mengubur diri beberapa sentimeter didalam tanah
atau merangkak bermeter meter untuk mendapatkan
tempat yang cocok untuk menjadi pupa. Pada stadium ini disebut de
ngan
prepupa.Pada akhir stadium ini larva akan memendek dan menjadi
translusen. Pupasi akan dimulai sejak belatung prepupa mulai berkontraksi.
Belatung tidak
akan mengelupaskan kutikula yang tumbuh pada instar stage 3, akan
tetapi
kutikula tersebut akan menghilang sedikit demi sedikit dan serangga
akan mensekresikan sejumlah substansi kedalam kutikula yang akan membuat
warna
pupa menjadi keras dan berwarna hitam untuk membentuk puparium.
Bagian yang disebut dengan pupa adalah serangga yang hidup, dengan bagian
kantung pupa yang mengalami pengerasan atau puparium yang berguna sebagai
struktur nonvital yang membungkus serangga. Akan tetapi pada umumnya
yang dianggap sebagai pupa adalah bagian puparium danserangga yang hidup
dalamnya, sedangkan kantung pupa yang ditinggalkan setelah lalat terbang
disebut sebagai kantung pupa.3
Didalam kantung pupa yang mengalami pengerasan, serangga
bermetamorfosis atau berubah menjadi lalat dewasa. Pada masa ini, jaringan
jaringan imatur akan rusak dan akan digantikan dengan jaringan yang
matur.
Setelah selesai lalat dewasa akan merobek ujung kantung pupa denga
n memperbesar dan mengkontraksikan ptilinum (kantung yang berisi darah
yang terdapat pada kepala). Bagian ujung dari kantung pupa atau operkulum
akan robek dan membelah menjadi dua bagian. Lalat dewasa yang baru akan
meninggalkan kantung pupa dan robekan operkulum sebagai bukti bahwa sudah
melewati siklus dengan sempurna. Lalat yang baru keluar dari pupa tidak
memiliki warna biru metalik atau kehijauan seperti pada lalat dewasa. Sayap
dari lalat baru keluar terlipat lipat, dengan kaki yang tinggi, kurus, dan
lemah, badan berwarna abu abu dan bagian kepala belum terbentuk sempurna
karena adanya ptilinum yang belum mengalami retraksi. Pada stadium ini lalat
sangat mudah dimangsa dan walaupun tidak dapat terbang lalat tersebut dapat
berlari dengan cepat dan akan bersembunyi hingga sayapnya kering dan dapat
terbang. Setelah itu tubuh lalat akan terlihat berwarna
hijau metalik. Lalat dewasa yang terbang merupakan tanda forensik yan
g signifikan karena mengindikasikan bahwa siklus dari lalat blow flies telah
lengkap terjadi pada jasad. Lalat yang dapat terbang tidak dapat
digunakan sebagai identifikasi karena tidak bisa dibedakan antara lalat yang
baru datang atau sudah berkembang,
tetapi lalat yang baru saja keluar dari pupa dan belum dapat terban
g dapat
digunakan untuk memperkirakan waktu kematian. Ditemukannya pupa
yang kosong juga mengindikasikan bahwa siklus dari lalat pada jasad telah
lengkap.Seluruh siklus hidup dari lalat dapat diprediksi. Siklus tersebu
t sangat dipengaruhi oleh temperatur lingkungan, spesies, nutrisi, kelembapan
dan lain
lain. Akan tetapi dari semua faktor diatas yang paling berpengaruh a
dalah temperatur. Ketika menggunakan perkembangan lalat untuk menentukan
waktu kematian perlu mengetahui beberapa hal antara lain:

a. Stadium tertua dari blow flies yang berhubungan dengan jasad


Sangatlah penting untuk mengetahui sampai sejauh mana siklus hidup
dari lalat yang sudah terjadi. Seperti halnya temperatur yang mempengaruhi
perkembangan serangga, serangga yang mengalami perkembangan paling
depan adalah serangga yang pertama kali mencapai jasad. Tidak ada
gunanya menentukan larva yang berada pada instar stage 2 bila dapat
ditemukan pupa kosong. Pupa yang kosong mengindikasikan bahwa ada
serangga yang sudah menyelesaikan siklus hidupnya. Apabila pada
pemeriksaan didapatkan larva pada stadium instar stage 3pemeriksa harus
memeriksa daerah baju, rambut dan sekitarnya untuk menentukan apakah
sudah ada larva yang memasuki nonfeeding stage. Apabila ditemukan
larva pada nonfeeding stage pemeriksa harus mencari apakah ada pupa atau
tidak. Bila tidak ditemukan pupa maka pemeriksa dapat mengambil kesimpulan
bahwa stadium terdepan yang dialami lalat adalah nonfeeding
stage atau prepupal third instar stage.2

b. Spesies serangga
Entomologis harus dapat mengidentifikasi spesies dari blow flies. Setiap
spesies memiliki perkembangan siklus yang berbeda beda, akibatnya
setiap spesies harus dapat dikenali. Lalat dewasa memiliki kriteria
diagnostik yang lebih banyak untuk dibedakan dengan antara yang satu dengan
yang lain, sedangkan larva harus dibedakan dari bagian mulut dan bentuk
morfologis lainnya. Pemeriksaan DNA juga dapat digunakan untuk menentukan
spesies serangga terutama pada keadaan seperti larva pada instar stage 1 yang
sulit untuk dibedakan dan bila spesimen mengalami kerusakan.2
c. Data temperatur
Serangga sangat bergantung pada temperatur, karena itu sangat penting
untuk mengetahui temperatur dilokasi. Biasanya temperatur ditentukan
dengan mengambil data dari Badan Meteorologi Geofisika. Sering terjadi
kesalahan dalam menentukan temperatur di tempat kejadian karena data
temperatur yang digunakan terkadang diambil bukan dari lokasi jasad,
sehingga data temperatur yang diperkirakan tidak mencerminkan
temperatur yang dialami serangga. Untuk mengatasi hal ini biasanya
digunakan alat perekam temperatur di lokasi yang akan mencatat
temperatur selama 2 hingga 3 minggu.2

d. Data perkembangan
Untuk dapat menentukan umur serangga yang paling tua, entom
ologi harus mengetahui kecepatan perkembangan siklus dari spesies serangga
yang berkoloni. Informasi ini dapat diambil dari literatur yang
menerangkan perkembangan siklus setiap spesies disertai dengan
pengaruh temperatur pada perkembangan serangga.
Setelah mendapatkan ke 4 informasi diatas kita dapat menjawab
pertanyaan Dalam kondisi seperti ini, berapa lama waktu yang dibut
uhkan spesies ini untuk mencapai stadium ini. Waktu kematian merupakan
salah satu hal yang menjadi pertanyaan yang biasanya diajukan pada kasus
pembunuhan, tetapi sangat sulit untuk dipecahkan. Entomologi dapat
memberikan titik terang untuk permasalahan ini.2

6. Penguraian
Banyak penelitian tentang penguraian yang dilakukan di seluruh negara
dan kondisi lingkungan yang berbeda. Mayoritas dari penelitian dilakukan pada
daerah tropis dan subtropis.Penelitian tersebut membagi proses penguraian ke
dalam lima stadium. :
1. Fresh Stage (Stadium awal)
Stadium ini dimulai saat kematian dan berakhir dengan adanya
pembengkakan. Serangga yang pertama kali ditemukan adalah lalat dari
famili Calliphoridae dan Sarcophagidae. Betina dewasa akan mencari
mayat, kemudian memakan dan menetaskan telur disekitar
mayat,umumnya dimulai dari bagian kepala dan anogenital.
Luka merupakan tempat kedua yang menarik bagi spesies daerah tropis di
Hawaii, tetapi juga dapat menjadi tempat utama.3

2. Bloated Stage (Stadium Pembengkakan)


Pembusukan merupakan komponen utama dari penguraian, dimulai dari
stadium ini. Gas diproduksi dari aktivitas metabolik oleh bakteri anaerobik
yang menyebabkan sedikit pengembangan dari abdomen dan pada
akhirnya mayat akan tampak seperti balon. Temperatur tubuh yang
meningkat selama stadium ini mengakibatkan proses pembusukan dan
aktivitas metabolik oleh larva Diptera yang memakannya. Calliphoridae sangat
menyukai mayat pada stadium ini. Saat mayat membengkak, cairan dipaksa
keluar dari rongga-rongga tubuh dan meresap ke dalam tanah.
Cairan ini berkombinasi dengan produksi amoniak yang berasal dari
aktivitas metabolik larva diptera, menyebabkan tanah di bawah mayat
tersebut menjadi alkalin dan binatang yang tinggal pada tanah tersebut
menjauh.3

3. Decay Stage (Stadium penghancuran)


Pada stadium ini dimulai dengan pengelupasan kulit, menyebabkan
keluarnya gas dan mayat mulai mengempis. Pada akhir dari stadium ini,
larva Diptera telah menghabiskan hampir seluruh daging mayat.
Sedangkan pada Calliphoridae dan Sarcophagidae pada akhir stadium
penghancuran, telah menyelesaikan stadium perkembangan mereka dan
telah meninggalkan mayat untuk kemudian masuk dalam stadium pupa.3

4. Post Decay Stage (Stadium setelah penghancuran)


Adapun sisa yang tertinggal berupa kulit, kartilago dan tulang , Diptera
tidak lagi menjadi spesies yang dominan. Coleoptera mendominasi
stadium ini. Selain dari peningkatan spesies ini, juga terjadi peningkatan parasit
dan predator dari kumbang.3

5. Skeletal Stage (Stadium skeletal)


Pada stadium ini hanya tertinggal tulang dan rambut, sudah tidak terdapat
daging bangkai dan mulai kembalinya binatang yang tinggal pada tanah di
bawah mayat tersebut. Tidak ada ketentuan lamanya stadium ini, stadium ini
dapat ditentukan lamanya dari variasi binatang normal pada tanah serta kondisi
lokal di mana mayat ditemukan.Pada dasarnya, perkiraan usia dari belatung
yang ditemukan pada mayat dapat menunjukan waktu minimal sejak kematian.
Misalnya jika usia belatung
diperkirakan lima hari maka kesimpulannya kematian seharusnya telah
terjadi paling sedikit lima hari tetapi kematian juga dapat terjadi 6 hari, 7 hari
atau lebih.
Dasar ilmu forensik entomologi adalah mengukur lama serangga
berkoloni
pada jasad, bukan menentukan waktu terjadinya kematian. Telur lalat
dapat diletakkan pada jasad dalam hitungan menit atau 1 hari kemudian jika
jasad dalam keadaan terkubur, terbungkus atau berada pada lokasi dengan
temperatur yang
rendah sehingga menghambat kolonisasi serangga. Bila kondisi dilingk
ungan memungkinkan untuk terjadinya kolonisasi segera setelah kematian,
terdapat hal hal lain yang dapat mempengaruhi proses kolonisasi, contohnya
pada satu kasus dimana seseorang dibunuh dimusim panas, ketika siang hari dan
ditinggal dalam keadaan berlumuran darah, maka dapat diperkirakan bahwa
serangga akan segera berkoloni dalam hitungan menit pada jasad. Akan tetapi
hal itu belum tentu benar.
Pada kasus kasus tertentu serangga memang menaruh telur pada jasad
dalam
hitungan menit, tetapi mayoritas dari telur yang pertama kali diletakkan
akan
dimakan oleh predator Vespa sp. Dalam jumlah yang besar Vespa sp.
dapat
memakan semua telur yang diletakkan pada hari pertama, sehingga s
aat pemeriksaan yang dilakukan pada beberapa hari kemudian hanya akan
didapatkan spesimen dalam usia yang muda. Selain itu terdapat kemungkinan
penyimpangan waktu sebesar 1 hari dalam menentukan waktu maksimum
setelah
kematianditentukan berdasarkan serangga yang ditemukan pada jasad.
Hal ini dapatmenyebabkan kesalahan yang signifikan. Sebagai contoh
pada satu kasus seseorang ditemukan 3 hari kemudian dalam keadaan
meninggal, artinya waktu lama minimal kematian yang diperkirakan
oleh entomologisnya adalah 2 hari, hal
itu adalah benar walaupun tidak benar benar tepat. Karena itu men
entukan waktu minimal kematian lebih aman dan terjamin oleh entomologis.
Hal hal yang biasa digunakan sebagai acuan oleh entomologis adalah
waktu minimal kematian dan perkembangan siklus serangga. Beberapa
serangga mungkin akan berkembang lebih lama dari perkiraan karena itu
menggunakan waktu minimal kematian dapat meningkatkan
keakuratan.Perkiraan waktu kematian sangat penting untuk kepentingan
investigasi
dalam mendukung atau menolak kesaksian. Sebagai contoh pada kasus
ditemukannya jasad yang sudah mengalami dekomposisi, kemudian ses
eorang datang dengan kesaksian bahwa dia baru saja melihat kejadian
pembunuhan yang
terjadi pada jasad tersebut; dapat dipastikan bahwa kesaksiannya tidak
dapat digunakan. Pada kasus lain dapat ditemukan dua kesaksian yang subjektif
dan sangat bertolak belakang, dengan menggunakan bukti bukti entomologi
yang bersifat objektif maka akan dapat diketahui kesaksian mana yang benar.2

Kolonisasi pada Jasad


Jasad dari suatu hewan atau manusia merupakan sumber nutrisi
yang
memfasilitasi perubahan ekosistem yang cepat. Dalam hitungan menit
atau bahkan detik setelah kematian, serangga (terutama blow flies) akan
hinggap di jasad untuk membentuk koloni. Seiring
dengan proses dekomposisi, jasad semakin tidak menarik bagi koloni
yang pertama dan menarik serangga lainnya. Perubahan biologis, kimia dan
fisik akan menarik serangga lain dan mengubah komposisi koloni yang akan
terus terjadi hingga tidak ada nutrisi yang dapat digunakan dari jasad. Jenis
serangga yang akan membentuk koloni pada jasad dipengaruhi oleh
keadaan nutrisi pada jasad, keadaan geografis, habitat, musim, kondisi
meteorologis.
Selain itu, juga dapat memperkirakan waktu kematian berdasarkan
adanya
fakta bahwa serangga yang ditemukan pada tubuh akan berganti seiri
ng berjalannya waktu dan terjadinya proses pembusukan. Tidak hanya jenis
serangga pada tubuh mayat saja yang dapat digunakan untuk menentukan waktu
kematian, jika tubuh mayat terbaring pada tanah untuk beberapa periode waktu,
serangga dan hewan tidak bertulang belakang lainnya yang ada pada tanah di
bawah mayat tersebut juga akan berganti. Jumlah spesies akan berkurang
setelah komunitas
baru dari spesies lain berkembang. Pengetahuan tentang kejadian ini
dapat
memungkinkan para entomologis untuk memperkirakan seberapa lama t
ubuh terbaring pada lokasi ditemukannya. Benda benda lain yang dapat
digunakan untuk kepentingan entomologis antara lain adalah kulit larva,
feses dan membrana peritropik yang berasal dari Coleoptera : Dermestidae.
Membran peritropik memberi garis pada bagian perut dari serangga dan
terbuang bersamaan ketika serangga tersebut defekasi pada kasus kasus
terkadang dapat ditemukan dilokasi sekitar jasad hingga bertahun tahun.1

Menentukan Apakah Jasad di Pindahkan


Pada keadaan tertentu, serangga dapat digunakan untuk menentukan hal
hal selain waktu kematian minimal. Salah satunya adalah untuk mene
ntukan
apakah setelah kematian jasad dipindahkan atau tidak. Tempat dimana
tubuh korban ditemukan tidak selalu menunjukkan tempat dia mati,
seringnya tubuh dipindahkan dari tempat awal dari kejadian kriminal. Sebagai
contoh, seseorang
dibunuh suatu tempat, kemudian jasadnya dipindahkan ke tempat lain de
ngan maksud untuk disembunyikan. Segera setelah kematian, serangga yang
berada di tempat itu akan hinggap di luka luka atau di orifisium yang ada pada
jasad dan berkoloni. Ketika jasad tersebut dibawa ke tempat baru
maka serangga serangga dari tempat lokasi pembunuhan terbawa ke tempat
baru.
Serangga dan spesies hewan tidak bertulang belakang yang
memakan tubuh korban yang berada di dalam tanah berbeda dengan yang di
lingkungan terbuka. Perbedaan binatang ini juga menjadi dasar
untuk menentukkan apakah korban telah dikuburkan sejak awal kematian atau
berada di lingkungan terbuka sebelum dikuburkan.3

Posisi Luka
Cara kematian berbeda dengan penyebab kematian. Sebagai contoh cara
kematian dengan tikaman atau bacokan, sedangkan penyebab kematian karena
kehilangan darah. Penyebab kematian menjadi wewenang patologi fore
nsik. Sedangkan ahli entomologi kadang-kadang dipanggil untuk memberikan
pendapat tentang cara kematian, khususnya pada kasus-kasus dimana tubuh
berada pada stadium lanjut pembusukan. Sebagai contoh, pada tubuh yang
dihinggapi belatung luka mungkin akan dimakan belatung sehingga
tidak mungkin mengetahui apa
yang menjadi penyebab luka. Dalam hal ini ahli entomologis dapat
banyak membantu.
Blow flies adalah serangga yang pertama kali hinggap ke jasad
dan
menaruh telurnya didekat luka supaya larva pada instar stage 1 mendapat
kan nutrisi yang cukup. Sesudah tubuh mengalami dekomposisi lebih lanjut
akan lebih sulit untuk menentukan ada atau tidaknya luka. Jika luka tersebut
tidak mengenai jaringan keras seperti tulang dan kartilago akan sangat mudah
tidak terdeteksi, akan tetapi serangga dapat mendeteksi adanya luka yang sangat
kecil. Lalat betina dapat mendeteksi adanya luka dalam ukuran yang kecil untuk
dapat menaruh telur
telurnya, lalat bahkan dapat mendeteksi adanya bekas punksi vena
yang menggunakan jarum paling kecil dimana tidak dapat dilihat oleh ahli
patologis.
Pada tahap dekomposisi lebih lanjut, kolonisasi dari
serangga dapat
digunakan untuk memperkirakan posisi luka, akan tetapi yang berhak
untuk menyatakan posisi lukaluka adalah forensik patologis, sedangkan
entomologis berhak untuk menyatakan bahwa ada pola kolonisasi serangga
yang tidak umum yang mungkin mengindikasikan adanya luka. Sebagai contoh,
pada suatu kasus
ditemukan adanya seorang wanita yang jasadnya ditemukan dalam
tahap dekomposisi yang lanjut. Didapatkan pola kolonisasi yang tidak umum
berupa lebih banyak
kolonisasi pada daerah dada dan tangan dibandingkan dengan kepala. At
as pernyataan itu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan akhirnya
ditemukan adanya tanda tanda bekas luka tusukan benda tajam disekitar dada
dan tangan.
Pemeriksaan untuk memeriksa bekas luka berdasarkan kolonisasi
serangga harus dilakukan dengan hati hati. Sebagai contoh, seringkali adanya
belatung
pada daerah genital dianggap sebagai kasus pemerkosaan. Apabila pad
a pemeriksaan lebih lanjut ditemukan bahwa serangga yang berkoloni di daerah
genitalia adalah yang paling tertua, hal ini mengindikasikan adanya
pemerkosaan (luka atau semen pada daerah genital mengakibatkan serangga
tertarik), tetapi bila pada pemeriksaan lebih lanjut ditemukan bahwa kolonisasi
pada daerah genitalia dan daerah lainnya sama atau bahkan lebih lambat hal itu
menunjukan bahwa kolonisasi yang terjadi adalah normal, tidak
mengindikasikan pemerkosaan.3
Menghubungkan Tersangka dengan Kejadian
Sebagai contoh, terjadi suatu pemerkosaan pada pertengahan mu
sim panas. Korban wanita mengaku bahwa pelaku menggunakan topeng ski.
Seorang
suspek teridentifikasi dan dalam proses penggeledahan rumahnya didap
atkan topeng ski, suspek mengaku bahwa tidak menggunakannya sejak musim
dingin
tahun lalu. Pada pemeriksaan lebih lanjut ditemukan pada topeng ters
ebut
didapatkan sedikit kecacatan berupa lekukan dan didalam lekukan ters
ebut didapatkan ulat. Setelah dilakukan analisis didapatkan bahwa topeng ski
tersebut
dipastikan digunakan pada musim panas. Setelah menunjukan bukti t
ersebut suspek mengakui pemerkosaan tersebut.3

Obat
Serangga yang berkolonisasi pada jasad memakan jaringan jasad
sehingga secara tidak langsung mengkonsumsi substansi yang terdapat pada
jasad. Zat zat tersebut dapat berupa alkohol, racun dan obat. Alkohol adalah
produk normal
yang dihasilkan dari proses dekomposisi, sehingga serangga umumnya
tidak dipengaruhi oleh adanya
substansi alkohol. Apabila kematian disebabkan oleh racun atau obat, baik
dalam maksud terapeutik atau pembunuhan, maka akan
mengakibatkanperkembangan dari serangga.

Pada kasus pembunuhan dan keracunan jaringan tubuh hampir seluruhnya


dimakan oleh belatung. Belatung mempunyai kemampuan untuk menyi
mpan jaringan berupa cairan toksik sehingga dapat digunakan untuk analisa
toksikologi. Walaupun tidak seluruh mayat dimakan oleh belatung, tetapi masih
lebih baik melakukan tes pada belatung daripada pada sisa pembusukan
manusia, karena jaringan hidup akan lebih mudah untuk di analisa
toksikologinya daripada tubuh yang sudah membusuk. Analisis serangga untuk
menentukan racun atau obat dapat dilakukan pada larva dan diptera dan
coleoptera dewasa dan coleoptera
exuviae. Obat dapat mempengaruhi perkembangan dari serangga, yaitu
mempercepat atau memperlambat perkembangan, karena itu entomologis harus
memperhatikan pernyataan dari ahli toksikologi.2
Kelalaian Manusia
Pada kasus kasus ditemukan bahwa larva hanya memakan bagian
jaringan yang sudah nekrotik, ganggren dan jaringan-jaringan yang rus
ak. Sebagai contoh, pada pengadilan entomologis dapat memberi pernyataan
bahwa popok seorang bayi tidak diganti selama 5 hari karena dalam 4 5 hari
pada pemeriksaan didapatkan belatung yang memakan jaringan jaringan yang
sudah rusak.

6. Pengumpulan Bukti Entomologis


Sebaiknya bukti bukti entomologis dikumpulkan oleh seorang
ahlientomologis karena seorang entomologis sudah terlatih untuk
mengidentifikasi, mengumpulkan serangga dan dapat mengetahui mana yang
penting dan mana yang tidak penting.

Pengumpulan bukti entomologis pada lokasi kejadian


Bukti bukti entomologis yang diambil harus berasal dari lokasi
kejadian. Pada suatu kasus yang besar, setiap sentimeter dari lantai harus
diperiksa dengan teliti dan setiap bukti potensial harus difoto, dibuat sketsanya
dan dikumpulkan. Sebelum bukti entomologis diambil dari lokasi, lingkungan
di sekitar lokasi harus diamati dan difoto terlebih dahulu.
Deskripsi hasil juga meliputi:
1. Daerah geografi: kota, desa, alamat jika ada, dsb
2.Tipe Habitat: gurun, hutan, di dalam apartmen, daerah kumuh, padang
rumput dsb.
3. Area : berbatu, pegunungan, atau dataran rendah
4. Tipe vegetasi: tanaman yang ada., jika spesifik dikirim ke botanis
5. Tipe tanah: berpasir, berkerikil, berlumpur, atau artificial (semen, batu-
batuan dsb)
Deskripsi tentang mayat termasuk:
1.Jenis kelamin, berat badan, tinggi badan
2. Ada atau tidaknya pakaian dan deskripsi tentang pakaian.
3. Postur mayat: duduk, berbaring, tengkurap dsb
4. Benda benda di sekitar mayat: terbungkus, tertutup dengan tanaman.
5. Kerusakan fisik: luka terbuka, memar dan daerah kerusakan.
6. Penyebab kematian
7. Stadium pembusukan
8. Serangga yang ditemukan,jika memungkinkan termasuk fotografi lengkap.
Dicatat juga data tentang iklim yang lengkap tiap jam. perkembangan
serangga berupa aktivitas dewasa, termasuk penetasan telur
dan perkembangan imatur. Juga dicatat hal-hal yang aneh ditemukan p
ada
TKP. Jika terdapat konsentrasi belatung, temperatur pada setiap konsent
rasi
harus dihitung dengan cara meletakkan termometer secara perlahan dia
tas konsentrasi belatung, kemudian tekan dengan lembut pada permukaan. Hal
ini akan mengakibatkan belatung belatung bergerak disekitar termometer
sehingga mengurangi kemungkinan kerusakan pada jasad.3

Pengumpulan bukti blow flies


Perkembangan blow flies adalah bukti entomologis yang paling penting
untuk menentukan waktu kematian pada hari pertama dan seminggu s
etelahkematian. Setiap stadium sangat penting. Berikut adalah ringkasa
n teknik mengumpulkan bukti entomologis blow flies.

Telur
Lokasi : Dekat luka dan orifisium
Koleksi hidup : Simpan setengah dari sampel untuk keperluan
identifikasi nanti letak dalam vial diatas potongan hati sapi
dan tutup menggunakan 2 lapis handuk dan ikat
menggunakan karet pengikat. Tulis pada vial tempat dan
waktu pengambilan sampel.
Koleksi cadangan : Simpan setengah sampel pada vial dengan ethanol 75-
90%
atau isopropil alkohol 50% dengan segera setelah
pengambilan sampel. Tulis pada vial tempat dan w
aktu pengambilan sampel.
Catatan :Kumpulkan sampel secara terpisah dengan cara
mengambil dari beberapa area observasi dan catat waktu
menetasnya telur. Telur menjadi bukti yang
tidak penting jika sudah didapatkan belatung.
Feeding larvae
Lokasi : Pada tubuh, luka atau orifisium dapat ditemukan
padakonsentrasi belatung dapat ditemukan
diseluruh tubuh.
Koleksi hidup : Sama seperti telur
Koleksi cadangan :Sama seperti telur, jika memungkinkan, taruh larva pada
air panas dengan cepat sebelum ditaruh pada
alkohol.
Catatan : Ambil sampel sebanyak 100 200,
ambil dari beberapa
tempat berbeda dan simpan terpisah, ambil
menggunakan
forcep tumpul, kuas kecil atau spatula. J
angan menaruh larva berlebihan pada 1 vial.
Prepupal nonfeeding larvae
Lokasi : Pada tanah, rambut, baju, benda yang membungkus
jasad.
Koleksi hidup : Sama seperti telur dan feeding larvae.
Koleksi cadangan : Sama seperti feeding larvae.
Catatan : Tidak memerlukan makanan

Pupae
Lokasi : Sama seperti prepupal dan nonfeeding larvae.
Koleksi
hidup : Simpan pada vial dengan s
edikit potongan handuk yang lembab untu
k mencegah kerusakan, tutup menggunakan
handuk kering dan ikat dengan karet pengikat,
tidak perlu memberikan makanan.
Catatan : Pupae bewarna coklat gelap dan sering ditemukan jauh
dari jasad, seringkali terlihat seperti bagian dari
tanaman. Dapat
berukuran sangat kecil dari milimeter hin
gga 1,5 sentimeter.

Puparia atau kantung pupa


Lokasi : Sama seperti pupae dan nonfeeding larvae.
Koleksi hidup : Tidak ada, kantung pupa tidak hidup
Koleksi cadangan : Simpan dalam keadaan kering pada vial, gunakan
handuk
sebagai bantal untuk puparia dalam vial, tutup menggunakan tutup vial.
Catatan : Kantung pupa menandakan bahwa siklus hidup s
udah lengkap.

Blow flies dewasa


Lokasi : Diseluruh bagian jasad. Ambil menggunakan kuas
kecil yang basah.
Koleksi hidup : Simpan pada vial, tidak memerlukan udara.
Koleksi cadangan : Jangan simpan jika sayap masih terlipat; taruh pada
vial
kering dan biarkan mongering, beri tanda sebagai lalat yang baru menetas.
Catatan : Berguna jika baru saja menetas

Lalat jenis lain


Lokasi : Diseluruh bagian jasad, mungkin ditemukan pada baju
dan persendian. Gunakan jaring atau kuas
kecil yang basah
Koleksi
dewasa : Dapat disimpan di dalam v
ial dan tetap hidup tidak memerlukan
udara.
Koleksi imatur : Simpan dan jaga
agar tetap hidup dalam vial dengan
potongan handuk basah. Simpan sebagian
dalam alkohol. Semua pupa sebaiknya
disimpan dalam keadaan hidup.
Catatan : Serangga yang dewasa dan imatur sangat penting

Beetles
Lokasi : Dimana saja, dibawah jasad, disekitar jasad atau di baju.
Ambil menggunakan jaring atau kuas kecil yang basah.
Koleksi
dewasa : Dapat disimpan dalam kead
aan hidup atau taruh dalam alkohol.
Koleksi
imatur : Simpan dalam keadaan hid
up dengan handuk basahsimpan per
individu karena beetles punya sifat
kanibalisme.
Simpan sebagian dalam alkohol. Setiap p
upa sebaiknya disimpan dalam keadaan hidup.
Catatan : Serangga dewasa dan imatur sangatlah penting, k
edua
duanya bergerak dengan cepat. Kulit larv
a dan kantung pupa sebaiknya juga
disimpan.
Sampel tanah
Serangga tanah dan hewan tidak bertulang belakang sebaiknya
tidak usah disingkirkan. Sample tanah
dikumpulkan dan dibawa ke laboratotium.
Ambil sebanyak kurang lebih 4 gelas. Taruh pada kaleng yang ukurannya 2
kali dari sampel. Sampel tanah biasanya
diperiksa entomologis di laboratorium.
Protokol pengumpulan specimen entomologi :

Prosedur koleksi

1. Serangga yang terbang


Lebih kurang 10-15 menit daerah sekitar mayat harus dikosongkan, agar
dapat menangkap serangga menggunakan net. Serangga yang sudah ditangkap
dimasukkan ke dalam gelas yang berisi 70-80% etil alkohol atau
isopropyl alkohol. Perbandingan isopropyl alkohol dan air adalah 1:1, Jika tidak
serangga akan mengeras dan susah diidentifikasi. Sebaiknya tidak
menggunakan formalin, kecuali jika terdesak. Perlu untuk diketahui tempat di
mana lalat ditemukan,
diberi label, bagaimana cara mengumpulkan, siapa yang mengumpulkan
dan waktu pengumpulan.2

2. Serangga yang merayap


Serangga dikumpulkan harus dilabel berdasarkan tempat
ditemukannya. Serangga diambil menggunakan forcep atau tangan. Harus
menggunakan sarung tangan setiap waktu. Serangga yang ditangkap ada 2 jenis:
serangga dengan badan yang keras, seperti
kumbang dan serangga dengan badan lunak. Tindakan terhadap
serangga yang berbadan keras dilakukan sama halnya dengan
serangga yang terbang. Untuk yang berbadan lunak perlu perlakuan
khusus, karena lebih susah diidentifikasi. Mereka terdiri dari dewasa dan belum
matur. Serangga yang belum matur lebih
susah untuk diidentifikasi, sehingga biasanya mereka dibiarkan
terlebih dahulu. Serangga ini dibagi menjadi dua kelompok, kelompok
yang pertama akan dibunuh dan dianalisa entomologi,
sedangkan kelompok yang kedua dibiarkan hidup untuk identifikasi
spesies. Serangga yang belum matur umumnya berupa belatung, dibunuh dan
dimasukkan kedalam solusi KAA selama 5-10 menit tergantung ukuran
belatung kemudian dipindahkan ke etil
alkohol 70% atau isopropyl alkohol yang ditambah air dengan
perbandingan 1:1. Solusi KAA digunakan untuk melepaskan
bagian luar permukaan serangga atau kutikula. . Jika tidak
dilakukan, alkohol akan masuk ke dalam tubuh dan membuat tubuh
serangga menjadi hitam dan busuk. Solusi KAA terdiri atas 1 bagian asam
asetat, 1 bagian minyak tanah, 30 bagian etil alkohol 95%. Jika KAA tidak ada,
dapat digunakan air panas76,7 oC selama 2-3 menit dan ditransfer ke etil
alkohol 70% untuk penyimpanan.1

3. Pemberian Label
a. Tanggal pengumpulan
b. Waktu pengumpulan
c. Lokasi ditemukan pada tubuh, sespesifik mungkin.
d. Tempat ditemukan tubuh: di dalam rumah, di semak-semak, di pegunungan
e.Daerah tubuh dimana spesimen ditemukan, jangan bercampur dengan
specimen dari daerah tubuh lain.
f.Nama, alamat, dan nomor telepon dari kolektor.

Myasis
Myasis adalah suatu penyakit yang disebabkan masuknya belatun
g ke
jaringan hidup. Beberapa spesies lalat termasuk yang umum ditemukan
pada orang atau binatang hidup. Salah satu manifestasi yang ditemukan sheep-
strike. Dimana lalat meletakkan telurnya pada kulit yang tidak terluka,
binatang menjadi
lemah dan kematian pun mulai terjadi. Kemungkinan orang-orang yan
g menderita myasis akan meninggal dengan cepat dengan tanda-tanda adanya
larva pada tubuh.
Halangan untuk Forensik Entomologi
Temperatur
Seperti yang
sudah disebutkan sebelumnya bahwa temperatur sangat mempengaruhi
perkembangan, sedangkan pada kenyataannya temperatur dilokasi sangat sulit
untuk ditentukan dengan pasti. Data temperatur dapat diambil pada stasiun
cuaca, akan tetapi akan lebih baik jika dilakukan pencatatan data
temperatur pada lokasi secara langsung. Data statistik yang lengkap a
kan
mempermudah entomologis untuk memprediksi temperatur yang ada di
lokasi dengan memperbandingkan data dari stasiun cuaca dan data dari lokasi.
Musim
Perkembangan serangga dipengaruhi oleh musim. Pada musim musim
tertentu dimana temperaturnya sangat rendah akan menghambat perkembangan.
Eksklusi Serangga
Serangga dapat pergi dari jasad dengan beberapa alasan. Jasad mungkin
mengalami pembekuan sehingga serangga yang sudah berkoloni akan
pergi. Pembekuan juga dapat mempengaruhi dekomposisi, sehingga akan
mempengaruhi kolonisasi serangga.Penguburan juga mempengaruhi kolonisasi
serangga hal ini disebabkan
karena kedalaman dan jenis tanah sangat mempengaruhi. Pembungkus
tubuh dapat membatasi atau menghambat aktivitas serangga. Serangga mungkin
akan
kesulitan untuk mencapai jasad yang dibungkus sehingga akan menam
bah perkiraan waktu kematian, tetapi perkembangan pada jasad tetap sama
sehingga waktu kematian minimal tetap dapat diprediksi.

Pelaporan
Laporan entomologis akan sangat berguna untuk kepentingan
penyelidikan dan juga dapat digunakan sebagai bukti di pengadilan. Laporan
yang digunakan
untuk pengadilan harus dipisahkan dari laporan lainnya agar pembaca
dapat memahami dasar-dasar ilmu mengenai dari entomologi sehingga mereka
dapat mengambil kesimpulan tanpa perlu mencari literatur lebih lanjut. Laporan
sebaiknya dimulai dengan deskripsi singkat mengenai kejadian, tempat
kejadian, korban dan kumpulan sampel yang ditemukan yang berkaitan dengan
entomologi. Pada laporan harus dijelaskan mengenai bagaimana, kapan dan
siapa yang menghubungi ahli entomologi serta bagaimana bukti entomologi
tersebut diterima oleh ahli entomologi. Harus dijelaskan pula mengenai
prosedur yang digunakan, data yang digunakan dan hasil identifikasi dari
serangga. Selain itu, di dalam laporan juga harus terdapat mengenai latar
belakang ilmu forensik ilmu entomologi dan harus dapat menyimpulkan
mengenai spesies mana yang terlibat dan bagaimana perkembangan spesies
tersebut sesuai dengan literatur.2

MATERI 3

serangga juga dapat digunakan dalam memperkirakan waktu awal setelah kematian. (Anderson

and Cervenka, 2002).

Entomologi adalah ilmu yang mempelajari tentang vector, kelainan dan penyakit yang

disebabkan oleh arthropoda. ( Parasitologo Kedokteran : 1998 ). Entomologi forensik merupakan

salah satu cabang dari sains forensik yang memberikan informasi mengenai seranggayang

digunakan untuk menarik kesimpulan ketika melakukan investigasi yang berhubungan dengan
kasus-kasus hukumyang berkaitan dengan dengan manusia atau satwa (Gaensslen, 2009;

Gennard, 2007).Pada lingkungan yang sesuai serangga akan membentuk koloni pada jasad tubuh

beberapa saat setelah kematian. Perkembangan serangga seiring dengan waktu dapat digunakan

untuk menentukan waktu kematian dengan tepat.. Dengan mengidentifikasi tahap-tahap

perkembangan serangga atau arthropoda dan dengan menganalisis data untuk interpretasi suatu

serangga dapat memberikan bukti yang signifikan dalam kasus kematian dimana tubuh manusia

atau mayat telah dinvasi oleh serangga. Sehingga dapat ditentukan periode invasi mayat oleh

serangga dengan memperhatikan tahap-tahap perkembangan serangga yang berbeda seperti

telur, larva, pupa, dan dewasa untuk memperkirakan waktu sejak kematian atau Post Mortem

Interval (PMI) berdasarkan perkembangan jumlah dan ekologi dari spesies serangga

tertentu yang ditemukan pada mayat.

4,5,6

Dalam kasus entomologi forensik, lalat merupakan

invertebrata primer yang mendekomposisi komponen organik pada hewan termasuk juga mayat

manusia. Pada saat lalat mengambil materi organik yang ada di dalam tubuh mayat, maka

lalat tersebut akan memindahkan telur yang akan berkembang menjadi larva dan pupa. (7).

Serangga merupakan hewan berdarah dingin, sehingga temperatur tubuhnya dipengaruhi

oleh suhu sekitar lingkungan. Ketika suhu lingkungan meningkat, laju pertumbuhan serangga

lebih cepat, sedangkan ketika suhu lingkungan menurun, laju pertumbuhan serangga menjadi

lebih lambat. Selain itu terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi siklus perkembangan larva

yaitu, nutrisi, kelembapan, dan lain lain. Akan tetapi dari semua faktor diatas yang paling

berpengaruh adalah temperatur (Anderson and Cervenka, 2002)

Serangga yang tertarik pada mayat, secara umum dapat dikategorikan menjadi empat

kelompok yaitu spesies necrofagus, parasit dan predator yang memakan spesies necrofagus,

spesies omnifora, dan spesies lainnya. Spesies necrofagus merupakan spesies yang biasanya

memakan jaringan tubuh mayat yang termasuk didalamnya yakni Ordo Diptera dengan family

Caliiphoridae dan Sarcophagidae. famili Calliphoridae terdiri atas banyak jenis, umumya
berukuran sedang sampai besar, dengan warna hijau, abu-abu, perak mengkilat atau abdomen

gelap. Biasanya lalat ini berkembangbiak di bahan yang cair atau semi cair yang berasal dari

hewan, termasuk daging, ikan, daging busuk, bangkai, sampah penyembelihan, sampah ikan,

sampah dan tanah mengandung kotoran hewan. Beberapa jenis juga berkembang biak di tinja

dan sampah hewan lainnya bertelur pada luka hewan dan manusia7. Di Indonesia, lalat hijau

umumnya ditemukan di daerah pemukiman, yakni Chrysomya Megacephala. Lalat jantan

berukuran panjang 8 mm, mempunyai mata merah besar. Ketika populasinya tinggi, lalat ini

akan memasuki dapur, meskipun tidak sesering lalat rumah. Lalat ini banyak terlihat di pasar

ikan dan daging yang berdekatan dengan kakus.

Selain family Calliphoridae, Ordo Necrofagus juga terdiri dari family Sarcophagidaeatau

disebut dengan lalat daging. Lalat ini berwarna abu-abu tua, berukuran sedang sampai besar,

kira-kira 6-14 mm panjangnya. Lalat ini mempunyai tiga garis gelap pada bagian dorsal

toraks, dan perutnya mempunyai corak seperti papan catur. Lalat ini bersifat viviparus dan

mengeluarkan larva hidup pada tempat perkembangbiakannya seperti daging, bangkai, kotoran

dan sayur- sayuran yang sedang membusuk. Tahap larva makan berlangsung beberapa hari,

kemudian keluar dari tempat makanya untuk populasi di daerah yang lebih kering. Siklus hidup

lalat ini berlangsung 2-4 hari. Lalat ini umum ditemukan di pasar dan warung terbuka, pada

daging, sampah dan kotoran, tetapi jarang memasuki rumah.

Spesies Omnifora misalnya semut, tawon, dan beberapa kumbang yang memakan

jaringan tubuh mayat serta serangga tertentu. Dalam Jumlah besar mereka dapat menurunkan

waktu pembusukan, dengan memakan spesies necrofag. Serta spesies lainnya meliputi Acari

pada famili Acaridae, Lardoglyphidae, Winterschmidtiidae, yang memakan jamur yang tumbuh

pada mayat. Dan juga berhubungan dengan Gamasida dan Actinedida, termasuk Macrochelidae,

Parasitidae, Parholaspidae, Cheyletidae dan Raphignathidae, yang memakan kelompok Acarine

dan Nematoda.

Spesies necrofagus merupakan spesies terbanyak dan yang paling signifikan untuk

memperkirakan waktu kematian selama stadium awal pembusukan. Jenis serangga yang
pertama mendatangi mayat adalah Calliphoridae. Lalat ini mendatangi mayat dengan hanya

melalui bau walaupun dari jarak jauh sekitar beberapa menit sehingga beberapa jam setelah

kematian. Tetapi blow flies tidak mendatangi mayat yang sudah mengalami

mumifikasi dan pengeringan.

Lalat jantan dan betina memerlukan makanan protein sebelum ovari dan testes

berkembang; dan oogenesis dan spermatogenesis terjadi. Jenis Calliphoridae berkembang

dimulai dari telur melalui instar stages 1, instar stages 2, instar stages 3, pupa, dan dewasa.

Lalat yang terbang akan hinggap pada mayat dan menetaskan sampai 300 telur dan

sampai 3000 untuk sepanjang hidupnya. Stadium pertama larva akan ditetaskan dari telur. Pada

stadium ini larva sangat rentan dan mudah mengalami kekeringan. Larva tidak dapat keluar dari

kulit yang membungkusnya, sehingga mereka bergantung pada cairan protein sebagai asupan

makanan; karena itu lalat betina akan menaruh telur pada tempat yang memudahkan akses

makanan bagi telur. Luka merupakan sumber protein yang sangat baik, terutama darah, sehingga

luka luka merupakan tempat bertelur yang paling pertama. Apabila pada jasad tidak ada luka,

lalat betina akan menaruh telur di dekat orificium atau pada lapisan mukosa dikarenakan jaringan

tersebut lembab dan lebih mudah dipenetrasi bila dibandingkan dengan epidermis normal.

Daerah wajah umumnya dikolonisasi lebih dahulu, kemudian daerah genital, hal ini disebabkan

karena daerah genital hampir selalu ditutupi oleh pakaian. Pada kasus kasus pemerkosaan

benda benda seperti darah dan semen akan menarik perhatian lalat dengan cepat.

Setelah melewati waktu waktu tertentu, dipengaruhi oleh suhu dan jenis spesies, larva

stadium 1 akan melepas kutikula dan mulutnya, dan memasuki instar stage 2 atau larva stadium

2. Larva stadium 2 berukuran lebih besar, lebih bisa bertahan hidup, dan dapat mempenetrasi

kulit dengan mengeluarkan enzim proteolitik dan menggunakan mulutnya yang lebih kuat.

Stadium ini adalah waktu bagi larva untuk makan kemudian berkembang memasuki instar

stages 3, meninggalkan kutikula dan mulut yang dipakai selama stadium 2.

Larva stadium tiga memiliki siklus hidup yang lebih panjang dari larva stadium satu dan

dua, dan akan bertumbuh menjadi 7-8 kali ukuran awal. Pada instar stage 3 larva menjadi
banyak makan dan berkumpul sebagai satu masa yang besar sehingga dapat menghasilkan panas

yang signifikan. Kumpulan larva ini dapat menghabiskan banyak jaringan dalam waktu yang

singkat. Pada stadium ini bagian penyimpanan makanan yang terletak di foregut dapat terlihat

dengan warna hitam dan bentuk oval pada jaringan translusent dari belatung.

Setelah periode makan yang intensif, instar stage 3 akan memasuki stadium nonfeeding

stage atau wandering stage. Pada stadium ini tidak ditemukan perubahan fisik, walaupun terjadi

perubahan fisiologis pada organ internal, tetapi dapat ditemukan perubahan sikap yang

signifikan. Ketika larva memasuki nonfeeding stage, larva akan menjauh dari sumber makanan

dan mencari tempat yang sesuai untuk menjadi pupa. Tempat itu antara lain adalah tanah

disekitar, karpet, rambut, atau baju dari jasad. Larva mungkin akan mengubur diri beberapa

sentimeter didalam tanah atau merangkak bermeter meter untuk mendapatkan tempat yang

cocok untuk menjadi pupa. Pada stadium ini disebut dengan prepupa.

Pada akhir stadium ini larva akan memendek dan menjadi translusen. Pupasi akan

dimulai sejak belatung prepupa mulai berkontraksi. Belatung tidak akan mengelupaskan kutikula

yang tumbuh pada instar stage 3, akan tetapi kutikula tersebut akan menghilang sedikit demi

sedikit dan serangga akan mensekresikan sejumlah substansi kedalam kutikula yang akan

membuat warna pupa menjadi keras dan berwarna hitam untuk membentuk puparium. Bagian

yang disebut dengan pupa adalah serangga yang hidup, dengan bagian kantung pupa yang

mengalami pengerasan atau puparium yang berguna sebagai struktur nonvital yang membungkus

serangga. (Erzinclioglu, 1996; Fraenkel and Bhaskaran, 1973). Akan tetapi pada umumnya yang

dianggap sebagai pupa adalah bagian puparium dan serangga yang hidup dalamnya, sedangkan

kantung pupa yang ditinggalkan setelah lalat terbang disebut sebagai kantung pupa.

Didalam kantung pupa yang mengalami pengerasan, serangga bermetamorfosis atau

berubah menjadi lalat dewasa. Pada masa ini, jaringan jaringan imatur akan rusak dan akan

digantikan dengan jaringan yang matur. Setelah selesai lalat dewasa akan merobek ujung

kantung pupa dengan memperbesar dan mengkontraksikan ptilinum (kantung yang berisi darah

yang terdapat pada kepala). Bagian ujung dari kantung pupa atau operkulum akan robek dan
membelah menjadi dua bagian. Lalat dewasa yang baru akan meninggalkan kantung pupa dan

robekan operkulum sebagai bukti bahwa sudah melewati siklus dengan sempurna.

Lalat yang baru keluar dari pupa tidak memiliki warna biru metalik atau kehijauan seperti

pada lalat dewasa. Sayap dari lalat baru keluar terlipat lipat, dengan kaki yang tinggi, kurus, dan

lemah; badan berwarna abu abu; dan bagian kepala belum terbentuk sempurna karena adanya

ptilinum yang belum mengalami retraksi. Pada stadium ini lalat sangat mudah dimangsa, dan

walaupun tidak dapat terbang lalat tersebut dapat berlari dengan cepat dan akan bersembunyi

hingga sayapnya kering dan dapat terbang. Setelah itu tubuh lalat akan terlihat berwarna hijau

metalik ( Erzinclioglu, 1996)

Lalat dewasa yang terbang merupakan tanda forensik yang signifikan karena

mengindikasikan bahwa siklus dari lalat blow flies telah lengkap terjadi pada jasad. Lalat yang

dapat terbang tidak dapat digunakan sebagai identifikasi karena tidak bisa dibedakan antara lalat

yang baru datang atau sudah berkembang, tetapi lalat yang baru saja keluar dari pupa dan belum

dapat terbang dapat digunakan untuk memperkirakan waktu kematian. Ditemukannya pupa yang
kosong juga mengindikasikan bahwa siklus dari lalat pada jasad telah lengkap.
Gambar 7.

Hipotesis perkembangan lalat (blow fly)

17

Cara Pembuatan

Larvae Revolver dibuat dalam bentuk cetak dimulai dengan pembuatan 2 lingkaran, yaitu

lingkaran luar dan dalam, menggunakan program computer Microsoft Word. Diameter masing-

masing dibuat sesuai kebutuhan dengan lingkaran luar > lingkaran dalam. Lingkaran luar

merupakan komponen waktu sedangkan lingkaran dalam merupakan komponen siklus hidup

larva. Lingkaran luar dan dalam dibagi menjadi 24 juring sama besar (sudut 15oC) dengan tiap

juring menggambarkan satuan waktu 1 hari. Selain itu terdapat 6 juring lain yang

menggambarkan masing-masing siklus hidup larva berurutan searah jarum jam yaitu egg, larva I,

larva II, larva III, post-feeding larva III, dan puparium.

Cara Penggunaan

Pemeriksaan mayat untuk mengumpulkan data Larvae Revolver adalah dipastikan dahulu

bahwa korban sudah meninggal dan lebih dari 24 jam. Karena apabila kurang dari 24 jam maka

belum ada siklus larva yang muncul pada pemeriksaan. Terdapat faktor lain yang dapat

mempengaruhi penerapan Larva Revolver yaitu, temperatur, nutrisi, kelembapan yang dapat

mempengaruhi perkembangan dari siklus hidup larva.


Contoh Kasus

Kesimpulan dan Saran

Beberapa metode yang lazim digunakan dalam membuat perkiraan saat kematian adalah

pengukuran penurunan suhu tubuh (argor mortis), interpretasi lebam (livor mortis), kaku mayat
(rigor mortis), interpretasi proses dekomposisi, pengukuran perubahan kimia pada vitreous,

interpretasi isi dan pengosongan lambung. Akan tetapi, parameter medis tersebut sering

dipengaruhi oleh banyak variabel lain dan parameter medis tersebut dinilai sedikit atau bahkan

tidak dapat dipergunakan sama sekali bila lama kematian sudah lebih dari 72 jam. Setelah

melewati waktu lebih dari 72 jam, bukti entomologis merupakan bukti yang paling akurat. Salah

satu serangga yang dipakai dalam studi forensik entomologi adalah lalat dan larvanya.

Setelah melalui percobaan pengaplikasian Larva Revolve pada beberapa kasus, Larva

Revolve terbukti dapat digunakan untuk menentukan waktu kematian secara efesien
pada

jenazah yang sudah mengalami pembusukan post mortem. Dengan keterbatasan akan adanya
CARA MENGETAHUI WAKTU KEMATIAN
MAYAT
Hello pada tulisan kali ini saya akan membahas bagaimana caranya agar kita
dapat mengetahui waktu kematian mayat. Setiap makhluk yang bernyawa pasti
suatu saat akan mati. Jelas sangat sulit untuk mengetahui waktu kematian
seseorang jika tidak ada saksi. Kita hanya bisa mengira-ngira. Berikut ini cara-cara
yang dilakukan tim forensic dalam mengidentifikasi waktu kematian mayat :

Body Temperature (Suhu tubuh mayat)

Saat polisi tiba di TKP, dia harus mampu memperkirakan berapa lama seseorang
telah mati, dengan menilai dari suhu tubuh dan kekakuan mayat. Namun, evaluasi
yang lebih akurat dari waktu sejak kematian harus dilakukan oleh ahli patologi
forensik di laboratorium forensik. Para ahli patologi / koroner mencatat suhu tubuh,
suhu di TKP, berat korban dan semua variabel lain yang sesuai, yang kemudian
diterapkan pada formula yang dirancang untuk memprediksi waktu sejak kematian.
Suhu inti tubuh turun pada tingkat diperkirakan 0.8K setiap jam dari saat kematian,
tetapi selalu berubah tergantung sekitarnya suhu, tingkat kelembaban, pergerakan
udara dan lemak tingkat dalam tubuh. Dengan demikian, semakin sedikit waktu yang
telah melampaui sejak kematian, semakin sedikit variabel yang akan mempengaruhi
prediksi.

Hardening (Pengerasan mayat)

Kaku mayat terjadi antara hanya 30 menit dan 3 jam setelah kematian. Proses ini
disebut rigor mortis dan terjadi sebagai otot-otot dalam tubuh mulai kaku dari
kekurangan darah dan oksigen. Rigor mortis pertama menjadi jelas di kelopak mata
dan rahang korban dan menyebar ke seluruh tubuh kira-kira 6 sampai 12 jam,
sebelum surut lagi setelah lain 6 sampai 12 jam. Kadang-kadang, kaku tubuh
bahkan mungkin tidak terjadi jika suhu sekitarnya sangat rendah, sedangkan proses
terjadi jauh lebih cepat pada otot yang cukup aktif sebelum kematian. Seperti suhu
tubuh, bukti yang diberikan oleh tingkat kekakuan otot menjadi sedikit digunakan
setelah lama sejak kematian.

Truth Lies in The Eyes (Melihat kondisi mata mayat)

Mata korban juga dapat menyelenggarakan jawaban saat kematian, sebagai film
berawan tipis dikembangkan atas mata dalam waktu 3 jam setelah kematian telah
terjadi. Bola mata menjadi lebih halus akibat kurang tekanan cairan di belakang
mata dan sejauh mana hal ini telah terjadi dapat digunakan sebagai ukuran waktu
sejak kematian. Sekali lagi, prosedur yang kurang umum untuk kematian yang
ternyata terjadi dari batas beberapa hari.

Skin colour (Warna kulit)

Warna mayat juga akan membantu menentukan waktu kematian dari sekitar 48 jam
dan seterusnya. Dari sekitar 48 jam setelah kematian, bakteri mulai berkembang
biak pada kulit, memberikan kulit nada jelas kehijauan. Semburat dimulai di daerah
perut bawah, menyebar ke luar dan mempengaruhi tangan dan kaki lalu. Sekitar 4-7
hari setelah kematian, kulit akan mendapatkan penampilan seperti marmer, seperti
pembuluh darah dalam tubuh menjadi lebih dekat ke permukaan, sehingga menjadi
lebih mudah terlihat.

Blood pooling (Penyatuan darah)

Penyatuan darah dapat menjadi petunjuk penting dalam menentukan saat kematian
dan dikenal sebagai hypostasis. Hal ini terjadi ketika darah berhenti mengalir,
menetap di bagian terendah dari tubuh dan pada gilirannya, menyebabkan kulit
menjadi merah muda dan berwarna merah. Proses ini selesai dalam sampai 6 jam
setelah kematian. Penggunaan utama dari analisis pooling darah sebenarnya
terletak dalam membantu untuk menentukan cara kematian (mencatat bahwa lokasi
kolam darah menunjukkan posisi tegak tubuh pada saat penyatuan darah) Proses ini
bagaimanapun, membentuk metode memprediksi kalinya sejak kematian.

Digestive system (Sistem Pencernaan)

Sistem dan usus isi pencernaan korban dapat memberikan petunjuk penting untuk
waktu kematian korban. Makanan dikunyah akan terlebih dahulu melewati
kerongkongan dan kemudian turun ke dalam perut dalam hitungan detik dari
menelan awal. Setelah 3 jam, makanan kemudian meninggalkan perut dan kepala
menuju usus kecil. 6 jam setelah makan makan, makanan akan telah bepergian
setengah jalan melalui usus kecil dan mulai bergerak melalui usus besar. Dimana
usus kecil korban kosong, itu menunjukkan bahwa korban makan makanan terakhir
nya sekitar 8 jam sebelum kematian. Proses pencernaan biasanya memakan waktu
sedikit lebih dari satu hari, tetapi dapat dipengaruhi oleh penyakit, asupan cairan,
rasa takut atau asupan obat.

Patolog juga sempat mencatat bahwa tingkat yang benar pencernaan makanan
sesuai dengan lokasinya di sistem pencernaan . Dalam kasus yang jarang terjadi
bahwa pembunuh pintar ingin menipu peneliti dengan mencoba untuk membawa ke
depan waktu makan terakhir korban (memberi mereka penjelasan di mana mereka
berada saat korban kematian), dia mungkin secara manual makan makanan olahan
(menyerupai makanan dikunyah) ke perut korban. Jika demikian , makanan yang
dikumpulkan dalam perut akan jauh lebih sedikit daripada dicerna ennormal, karena
gerak periodik perut berhenti setelah kematian. Makanan mungkin memang terlihat
sedikit rusak, karena adanya asam lambung, tetapi setiap abennormalities
sebaliknya terdeteksi. Pada orang tua atau mereka yang terkena efek yang
disebutkan sebelumnya (sakit, ketakutan, obat / asupan cairan), efisiensi alter
pencernaan makanan itu diserahkan kepada patolog untuk menentukan apakah
sejauh mana makanan yang tidak tercerna cukup besar untuk menyarankan
disebutkan skenario .

Forensic Entomology (Entomologi Forensik)

Lalat dan belatung juga memberikan perkiraan waktu kematian, sangat berguna
untuk kasus-kasus di mana tubuh telah lama mati. Hanya serangga tertentu akan
memberi makan dan bertelur pada mayat dan ahli entomologi forensik mempelajari
serangga ini, siklus larva mereka dan selanjutnya dapat menentukan apakah tubuh
telah mati hanya untuk satu hari atau sampai dengan 3 atau 4 minggu.

0-3 hari, protein dan karbohidrat dalam tubuh almarhum mulai rusak. Hewan yang
muncul adalah alat langau, lalat Syrphidae

4-7 hari, tubuh mulai membusuk dan menyebabkan perut mengembang karena gas
di dalam. Hewan yang muncul adalah arva lalat dan kumbang misalnya Rove
Beetles

8-18 hari, organ dalam mulai membusuk, dinding perut mulai rusak. Hewan yang
muncul adalah semut, kecoa, lalat dan kumbang.

19-30 hari, tubuh membusuk dalam kondisi lembab, tubuh lengket dan basah, dalam
kondisi kering panas, tubuh kering. Hewan yang muncul adalah kumbang dan
tungau, misalnya Acari, Nematocera (hadir hanya selama bulan-bulan musim
dingin), Brachycera.

31 hari dan lebih dari itu, tulang, kulit dan rambut yang tetap tidak lagi
mengeluarkan bau yang kuat dan bau seperti tanah sekitarnya.

The Body Farm

Pembusukan juga dapat menentukan berapa lama seseorang telah mati, dan di
Tennessee, daerah penelitian khusus telah dibentuk untuk mempelajari bagaimana
pembusukan tubuh. Pertanian penelitian, yang dikenal sebagai The Body Farm,
didirikan pada tahun 1981 oleh Bill Bass, seorang profesor antropologi forensik.
Dengan memiliki tubuh membusuk tersedia untuk belajar, Bass dan murid-muridnya
menemukan sejumlah faktor yang berkontribusi terhadap kerusakan tubuh.
Beberapa hal yang mereka temukan termasuk bahwa lalat dan belatung akan
mengubah tubuh ke kerangka di bawah dua minggu di cuaca yang lebih hangat dan
wajah akan selalu membusuk pertama karena belatung suka tempat-tempat yang
basah. Ia juga mengamati bagaimana tubuh cepat pembusukan ketika terendam air,
disimpan dalam bagasi mobil, atau dibungkus plastik dan bahwa ketika kepala
seseorang dibakar, bahwa tengkorak mencapai titik didih yang sangat cepat,
menyebabkan tengkorak meledak. Jika kepala orang tidak meledak, itu berarti
bahwa korban mungkin telah ditembak di kepala, yang memungkinkan uap untuk
melarikan diri.

Untuk kematian pada kondisi temperatur dingin, tampaknya metode pengukuran


temperatur dan pengerasan (hardening) mayat tidak memungkinkan. Tetapi bisa
diestimasikan dari pengecekan bola mata, pengendapan darah, dan kondisi sistem
pencernaan.

Selain cara-cara diatas biasanya tim forensic juga bisa mengetahui waktu kematian
lewat belatung. Kenapa belatung? Karena biasanya kebanyakan mayat yang telah
membusuk biasanya terdapat belatung disekitar mayat tersebut. Kalau pengen tau
caranya ini dia :

1. Saat menghembuskan nafas terakhir.

Memastikan waktu kematian tanpa ada saksi tentu sangat sulit, paling tidak
memperkirakan dengan melihat keadaan mayat. Misal kekakuan mayat, lebam pada
mayat dll. Belatung dapat memberikan kontribusi untuk perkiraan waktu kematian.

Caranya : memeriksa alat pernafasan belatung, sebab alat pernafasan ini terus
mengalami perubahan sejalan dengan waktu. Tentu saja yang bisa mengetahuinya
adalah para ahli forensik.

2. Perpindahan mayat

Belatung dapat membantu menentukan apakah lokasi ditemukannya mayat sama


dengan lokasi kematian.

Caranya : mencocokkan jenis belatung atau serangga lain yang ditemukan di tubuh
mayat dengan tipe lalat atau serangga lain yang hidup di sekitar lokasi
ditemukannya mayat.

3. Identitas mayat

Seringkali ditemukan tubuh mayat sudah tak berbentuk, sulit dikenal atau tanpa
petunjuk identitas yang jelas. Sebagai contoh, mayat yang harus digali dari kuburan
untuk sebuah visum. Untuk memastikan identitas mayat tersebut, belatung sangat
berperan.

Caranya : karena kebisaan belatung yang mencerna jaringan tubuh mayat, maka
saluran cerna belatung diperiksa melalui tes DNA untuk proses identifikasi. Selain itu
belatung juga memakan cairan sperma atau cairan vagina, sehingga selain
identifikasi korban belatung dapat juga digunakan untuk mencari identitas pelaku
dalam kasus kekerasan seksual.

4. Mencari Penyebab Kematian

Untuk yang satu ini, belatung benar-benar unjuk gigi, sebab mengungkap misteri
penyebab kematian bukanlah hal yang mudah.

Caranya : Bagian tubuh mayat yang menjadi tempat paling favorit berkumpulnya
belatung merupakan sebuah petunjuk penting. Belatung umumnya paling menyukai
hidup dibagian mata, hidung, telinga, mulut. Intinya bagian berlobang dari tubuh,
karena belatung suka kegelapan di lobang

Bagaimana jika belatung ditemukan pada bagian tubuh yang lain? Nah ini dia
petunjuknya.

* Apabila belatung ditemukan di lengan misalnya, maka diidentifikasi ada luka di


lengan, sebab luka yang mengeluarkan darah merupakan hal yang amat menarik
dan disukai para belatung sehingga mereka berkumpul dibagian luka tersebut.

* Demikian juga bila belatung ditemukan di bagian kemaluan dan anus, padahal
bagian ini termasuk tempat yang tidak disukai belatung (tahu diri juga nih makhluk),
tetapi jika ada bau-bau khusus yang menarik mereka untuk berkumpul disana (misal
bau cairan sperma dan vagina) maka belatung akan banyak ditemukan didaerah ini,
jadi dapat diidentifikasi bahwa sebelum kematian terjadi kekerasan seksual.
BAB II
PEMBAHASAN
Ilmu forensik (biasa disingkat forensik) adalah sebuah penerapan dari
berbagai ilmu pengetahuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
penting untuk sebuah sistem hukum yang mana hal ini mungkin terkait dengan
tindak pidana. Namun disamping keterkaitannya dengan sistem hukum, forensik
umumnya lebih meliputi sesuatu atau metode-metode yang bersifat ilmiah
(bersifat ilmu) dan juga aturan-aturan yang dibentuk dari fakta-fakta berbagai
kejadian, untuk melakukan pengenalan terhadap bukti-bukti fisik (contohnya
mayat, potongan tubuh, bangkai, dan sebagainya) (Khaizuran, 2010).
Untuk pengertian yang lebih mudahnya, ilmu forensik adalah ilmu untuk
melakukan pemeriksaan, pengumpulan, dan penganalisaan bukti-bukti fisik
yang ditemukan di tempat kejadian perkara dan kemudian dihadirkan di dalam
sidang pengadilan. Ada beberapa subdivisi dari ilmu forensik, diantaranya yaitu
entomologi forensik (Khaizuran, 2010).
Entomologi forensik adalah pemanfaatan serangga untuk
menginvestigasi sebuah kejahatan. Dalam hal ini, teknik yang digunakan adalah
mengidentifikasi jenis-jenis serangga pemakan bangkai (disebut nekrofagus)
yang muncul pada korban kejahatan. Kemampuan serangga sebagai perombak
bahan organik, termasuk mayat manusia, dimanfaatkan di dalam bidang
kedokteran forensik untuk mengetahui waktu kematian mayat (Postmortem
Period Investigation, PMI) (Goff, 2003).
Menurut catatan sejarah, bangsa Cina sudah mulai mengembangkan
teknik pemeriksaan mayat menggunakan serangga (blow fly, famili
Calliphoridae, ordo Diptera) pada abad ke-12 (Benecke, 2001). Pada
perkembangannya, kelompok-kelompok serangga nekrofagus yang banyak
digunakan untuk mengidentifikasi umur mayat berasal dari ordo Diptera,
Coleoptera, Hymenoptera (terutama semut), dan beberapa Lepidoptera (Jiron &
Cartin, 1981). Serangga-serangga tersebut diklaim dapat menentukan waktu
kematian mayat dengan sangat pas, bahkan melebihi teknik lain (Nurul, 2010).
Penelitian Jiron dan Cartin (1981) pada bangkai anjing menjelaskan
bahwa kelompok-kelompok serangga tertentu akan muncul pada tahap-tahap
pembusukan bangkai. Pada tahap pertama, disebut discoloration
stage (berlangsung selama kurang lebih 3-4 hari), muncul serangga semut
(Camponotus sp.), lalat muscoid, lalat sarcophagid, lalat drosophilid, dan
banyak lalat calliphorid (Phaenicia eximia). Pada tahap berikut,
disebut emphysematic stage (berlangsung mulai hari keempat sampai ke-8).
Pada tahap ini muncul serangga P. eximia dalam jumlah besar, kumbang
histerid,Euspilotus aenicollis, beberapa kumbang scarabid, dan beberapa lalat
muscoid. Tahap berikut disebut liquefaction yang berlangsung pada hari ke-8
sampai ke-28. Pada tahap ini serangga yang datang paling melimpah adalah dua
spesies lalat calliphorid, yaitu P. eximia dan Hemilucilia segmentaria, lalat
piophilid, kumbang staphylinid, histerid, Dermaptera, tawon ichneumonid,
lipas, lebah (genus Trigona) dan dua famili ngengat (pyralid dan noctuid).
Tahap yang terakhir adalah mummified, yang didominasi oleh kumbang
dermestid (Nurul, 2010).
Meskipun demikian, teknik ini juga mempunyai kelemahan yang cukup
mendasar, yaitu sangat tergantung dari keadaan cuaca, misalnya suhu,
kelembaban, dan curah hujan, atau oleh perlakuan manusia, yang secara
langsung akan menentukan proses dekomposisi yang menjadi dasar kehadiran
serangga-serangga tersebut (Goff, 2003).
Entomologi forensik mengevaluasi aktifitas serangga dengan berbagai
teknik untuk membantu memperkirakan saat kematian dan menentukan apakah
jaringan tubuh atau mayat telah dipindahkan dari suatu lokasi ke lokasi lain.
Penetuan waktu kematian dapat dilakukan dengan mengidentifikasi umur
serangga maupun telur yang ada pada mayat, sehingga para patologis dapat
memperkirakan dengan lebih tepat waktu kematian mayat tersebut. Asumsi
pokok bahwa mayat manusia yang masih baru belum dikerumuni serangga
dan serangga tersebut belum berkembang dalam mayat. Dengan demikian umur
serangga yang semakin tua beserta telur yang ditemukan pada mayat dapat
dijadikan dasar perkiraan interval post-mortem minimum (Ksebiologiugm,
2009).
Untuk menentukan apakah suatu mayat telah dipindahkan dari lokasi
pembunuhan yang sebenarnya dapat dilakukan dengan mengidentifikasi
serangga yang terdapat pada mayat dan dibandingkan dengan serangga serupa
yang terdapat di sekitarnya. Identifikasi terutama secara molekular akan
diperoleh data apakah serangga yang terdapat pada mayat berasal dari daerah
tempat mayat tersebut ditemukan ataukah berasal dari tempat lain, karena pada
dasarnya bahkan serangga yang sejenis dapat memiliki variasi genetik yang
berbeda antara lokasi satu dengan yang lain(Ksebiologiugm, 2009).
Cabang entomologi forensik memanfaatkan pengetahuan, adanya
binatang yang langsung menyerbu mayat sesaat setelah meninggal. Faktor
penariknya bisa darah atau protein yang dikeluarkan mayat. Sejenis lalat
misalnya, langsung bertelur pada luka terbuka atau organ tubuh terbuka lainnya,
segera setelah seseorang meninggal. Lalat jenis lainnya, menunggu sampai
mayat agak membusuk untuk bertelur. Larva lalat itu dengan cepat menetas
menjadi belatung, dan memakan daging mayat. Dalam kondisi tertentu belatung
mampu memakan habis daging dalam waktu hanya beberapa hari, misalnya jika
cukup sinar matahari, cuaca hangat atau kelembaban cukup. Para ahli forensik
entomologi biasanya memeriksa mayat korban pembunuhan, dengan mengambil
makhluk hidup yang ada pada mayat tersebut. Belatung, lalat atau telur
kumbang dikumpulkan dan dianalisis di laboratorium. Setiap jenis binatang
yang berkembang biak pada mayat, menggambarkan tahapan waktu dari mulai
meninggalnya korban. Ibaratnya jam yang dapat dilacak dan diketahui, kapan
titik nolnya. Dengan begitu perkiraan waktu kematian dapat ditegakkan dengan
akurat, dalam kisaran ketepatan beberapa jam (Jurnal ilmu forensik entomology,
2010).
Pakar ilmu forensik entomologi dari AS, William Rodriguez mengatakan,
terdapat pola khas dari pembusukan mayat. Pola khas ini jika dikaitkan dengan
fase perkembangan serangga yang juga khas pada mayat, akan mampu
menunjukan saat kematian. Misalnya saja lalat yang biasa berkerumun di
tempat sampah, memerlukan waktu metamorfosa sekitar 500 jam untuk menjadi
lalat sempurna. Itupun dalam kondisi ideal, yakni suhu rata-rata 23 derajat
Celsius dan kelembaban cukup. Pada tahap awal, telur menetas menjadi larva
berupa belatung yang kerjanya hanya makan. Sekitar 30 jam kemudian,
belatung mamasuki tahapan kedua dan mulai menyiapkan diri untuk menjadi
kepompong. Belatung tahapan kedua ini umurnya sekitar 52 jam, setelah itu
memasuki tahapan ketiga, dengan kesiapan menjadi kepompong bertambah
matang. Tahapan ketiga ini umurnya sekitar 85 jam. Tahapan selanjutnya
belatung menjadi kepompong. Pada tahapan ini diperlukan waktu sekitar 280
jam untuk menetas menjadi lalat. Seekor lalat dewasa di sekitar mayat korban
pembunuhan, dipastikan sudah berumur sekitar 500 jam. Jadi jika dalam
penelitian ditemukan belatung pada fase akhir tahap ketiga misalnya, berarti
korban sudah meninggal sekitar 160 jam atau sekitar seminggu. Dengan
mengetahui identitas lainnya dari korban, dapat dilacak dimana seminggu lalu
terakhir kali ia berada, bersama siapa atau melakukan apa (Jurnal ilmu forensik
entomology, 2010).
Para pakar mengatakan, semua proses kegiatan serangga atau binatang
lainnya pasti meninggalkan jejak. Misalnya cangkang kepompong dan kulit luar
lainnya. Dengan meneliti sisa-sisa serangga tadi, para pakar forensik
entomology masih dapat menentukan umur kerangka bersangkutan. Seperti
misalnya dalam kasus penemuan sebuah kerangka di sebuah kota di AS.
Berdasarkan sisa-sisa serangga di sekitar kerangka, para ahli dapat menentukan
bahwa korban dibunuh dua tahun lalu. Semua data yang diungkapkan para ahli
forensik, tentu saja tidak langsung membuktikan siapa pembunuhnya. Namun
dari pengetahuan awal, polisi dapat melacak sampai ke jam perkiraan tewasnya
korban kejahatan atau korban bunuh diri (Jurnal ilmu forensik entomology,
2010).
Ditambah dengan cabang ilmu forensik lainnya, polisi dapat
mengumpulkan bukti akurat, untuk menjerat tersangka pelaku, agar tidak dapat
mengelak lagi. Misalnya sebuah kasus pembunuhan seorang wanita di sebuah
hutan kecil di perbatasan Jerman-Belanda belum lama ini, yang dapat diungkap
dengan pertolongan ilmu forensik entomologi. Setelah diketahui kapan waktu
tewasnya wanita tsb, indikasi pelaku mengarah kepada suaminya. Namun ia
punya alibi kuat, dengan mengatakan pada waktu perkiraan pembunuhan ia
berada di bar bersama sejumlah rekannya. Namun jejak tanah pada sepatunya,
menunjukan jenis tanah dan serangga yang khas di hutan perbatasan Jerman-
Belanda. Dengan bukti itu ia tidak dapat mengelak, dan dijatuhi hukuman berat.
Serangga ternyata berguna membantu para ahli forensik dan polisi melacak
pelaku kejahatan pembunuhan (Jurnal ilmu forensik entomology, 2010).
Menurut Gangsadar (2011), ada beberapa cara dalam mengidentifikasi
mayat yaitu sebagai berikut:
Memastikan waktu kematian tanpa ada saksi tentu sangat sulit, paling tidak
memperkirakan dengan melihat keadaan mayat. Misal kekakuan mayat, lebam
pada mayat dll. Belatung dapat memberikan kontribusi untuk perkiraan waktu
kematian. Caranya yaitu dengan memeriksa alat pernafasan belatung, sebab alat
pernafasan ini terus mengalami perubahan sejalan dengan waktu. Tentu saja
yang bisa mengetahuinya adalah para ahli forensik.
Belatung dapat membantu menentukan apakah lokasi ditemukannya mayat
sama dengan lokasi kematian. Caranya yaitu mencocokkan jenis belatung atau
serangga lain yang ditemukan di tubuh mayat dengan tipe lalat atau serangga
lain yang hidup di sekitar lokasi ditemukannya mayat.
Seringkali ditemukan tubuh mayat sudah tak berbentuk, sulit dikenal atau
tanpa petunjuk identitas yang jelas. Sebagai contoh, mayat yang harus digali
dari kuburan untuk sebuah visum. Untuk memastikan identitas mayat tersebut,
belatung sangat berperan. Caranya yaitu karena kebisaan belatung yang
mencerna jaringan tubuh mayat, maka saluran cerna belatung diperiksa melalui
tes DNA untuk proses identifikasi. Selain itu belatung juga memakan cairan
sperma atau cairan vagina, sehingga selain identifikasi korban belatung dapat
juga digunakan untuk mencari identitas pelaku dalam kasus kekerasan
seksual.
Untuk yang satu ini, belatung benar-benar unjuk gigi, sebab mengungkap
misteri penyebab kematian bukanlah hal yang mudah. Caranya yaitu bagian
tubuh mayat yang menjadi tempat paling favorit berkumpulnya belatung
merupakan sebuah petunjuk penting. Belatung umumnya paling menyukai
hidup dibagian mata, hidung, telinga, mulut. Intinya bagian berlobang dari
tubuh, karena belatung suka kegelapan di lobang.
Apabila belatung ditemukan di lengan misalnya, maka diidentifikasi ada luka
di lengan, sebab luka yang mengeluarkan darah merupakan hal yang amat
menarik dan disukai para belatung sehingga mereka berkumpul dibagian luka
tersebut. Demikian juga bila belatung ditemukan di bagian kemaluan dan anus,
padahal bagian ini termasuk tempat yang tidak disukai belatung, tetapi jika ada
bau-bau khusus yang menarik mereka untuk berkumpul disana (misal bau cairan
sperma dan vagina) maka belatung akan banyak ditemukan didaerah ini, jadi
dapat diidentifikasi bahwa sebelum kematian terjadi kekerasan seksual.
Bahkan, jika ada kecurigaan keracunan pun, dapat diketahui melalui belatung
yaitu belatung di ekstraksi dan dilakukan uji racun ( toksikologi).
Mahkluk kecil ini ternyata sangat bermanfaat dalam usaha mencari
kebenaran, tapi sepertinya dalam aplikasi penyelidikan di Indonesia belum
terlalu dimanfaatkan.
MATERI 5

Bagaimana jika korban sudah meninggal lama? apakah cara tersebut cukup
akurat?. Bau yang menyengat akan mengundang serangga untuk datang dan
mangkolonisasi tubuh korban. Serangga, terutama lalat (Diptera) yang sering
pertama kali datang. Mereka akan meletakkan telurnya di daerah yang
terbuka seperti mata, hidung, telinga atau mulut. Beberapa lama kemudian
telur menetas menjadi larva dan berlanjut dari instar 1 sampai 3 dan
membentuk pupa. Secara prinsip, perkiran waktu kematian atau yang lebih
dikenal dengan Post Mortem Interval (PMI), adalah sangat sederhana. Karena
serangga datang tidak lama setelah kematian, maka pengukuran umur
serangga yang berada di tubuh korban bisa merupakan petunjuk waktu
kematian.

Diptera dari genus Sarcophaga yg sering ditemukan pada mayat. By Euroento


Wikimedia common

Adapun waktu perkembangan serangga dipengaruhi banyak faktor, seperti


suhu dan kelembaban TKP (Tempat Kejadian Perkara). Telur biasanya
membutuhkan satu hari dari peletakan sampai menetas menjadi larva. Dalam
jangka waktu 4-5 hari setelah Oviposition (peletakan telur), akan terlihat larva
tingkat 3 dan dalam waktu 8-12 hari akan terlihat prepupa, terakhir adalah
terbentuknya pupa yang terjadi setelah 18-24 hari. Kosongnya pupa bisa
merupakan petunjuk bagi ahli forensik bahwa korban sudah meninggal lebih
dari 20 hari.

Sekarang, apabila pada tubuh korban hanya ditemukan telur yang belum
menetas, apakah bisa diperkirakan waktu kematiannya?. Tehnik lain yang
digunakan adalah Rearing, yaitu memelihara telur sampai menjadi larva. Ahli
forensik akan mencatat interval penemuan tubuh korban hingga menetasnya
larva instar 1 ,kita sebut waktu A. Mereka lalu mengambil beberapa untuk
dikembangkan dan bertelur di daging sapi, dan dicatat waktu
antara Oviposition sampai mencapi larva instar 1, kita sebut waktu B. Waktu
B dikurang A akan mendapat waktu C, dan C menunjukan rentang dari waktu
kematian sampai penemuan tubuh korban. Selain itu perbedaan waktu
kedatangan serangga ke tubuh korban dapat merupakan petunjuk berharga.
Beberapa serangga akan datang paling belakang seperti kumbang dan rayap.

Kasus yang terkenal dan dianggap sukses salah satunya pada tahun 1935, di
Edinburgh Inggris, telah ditemukan mayat 2 orang wanita di tepi sungai. Lebih
tepatnya potongan-potongan mayat dari 2 wanita. Bukti awal adalah, bungkus
koran yang digunakan untuk membungkus potongan tubuh Sunday
Graphic, hanya diterbitkan di daerah Lancaster. Dengan menghitung umur
telur dan larva Calliphora vicina yang ada di mayat mengindikasikan waktu
kematian kedua jenazah tersebut yaitu 12-14 hari. Kedua fakta tersebut,
kemungkinan lokasi pembunuhan dan waktu pembunuhan, membuat
penyelidikan terfokus pada masalah rumah tangga salah satu kalangan atas
seorang dokter di Lancaster. Laporan tersebut membantu investigasi kasus
yang membawa ke arah pelaku pembunuhan yaitu suami dan majikan korban,
dr Buck Ruxton.

Buck Ruxton mencekik istrinya, Isabella, sampai meninggal karena


kecemburuan tak berdasar. Pelayan rumahnya, Mary Jane, yang melihat
kejadian, juga dibunuh untuk menghilangkan saksi. Mayat keduanya dimutilasi
di bathtub dan dibuang secara sporadis di daerah Skotlandia sekitar 150 km
dari Lancaster, rumah dr. Ruxton. Pembuktian dari forensic
entomology membuat hakim menjatuhkan hukuman mati. Buck Ruxton
dihukum gantung untuk perbuatannya. Kasus ini sangat terkenal di era
1930an, sampai-sampai ada lagu yang populer sewaktu persidangan kasus ini:

Bloodstains on the carpet,


Bloodstains on the knives
Oh dr buck Ruxton
You murdered your wife.

Then Mary she saw you


You thought she would tell
So dr Buck Ruxton
You killed her as well.

*Update* Sewaktu mau upload tulisan ke blog gw nemu video dari


Smithsonian yg mengilustrasikan kejadian ini. Silahkan simak bagaimana
menangkap dr Buck Ruxton dengan larva.

Kasus lain yang menggunakan umur dari siklus larva serupa, yaitu
pembunuhan Kathleen McLung di malam antara tanggal 20 -21 Juni 1969.
Pemeriksaan Post mortem dilakukan tanggal 24 Juni. Dua hari setelah itu
ditemukan larva instar kedua pada jasad, namun masih sulit untuk
diidentifikasi. Larva berhasil di rearing di medium daging sapi, terdapat 8
pupa dan semua menetas tanggal 4-8 Juli. Sepuluh hari kemudian baru
teridentifikasi bentuk dewasa Calliphora vicina. Maka dari perkiraan
renggang waktu pupa, oviposition (peletakan telur) berlangsung antara 21
sampai 24 Juni yang berarti mendekati kebenaran waktu pembunuhan.

Apakah entomologi hanya digunakan untuk perkiraan waktu kematian saja?.


Pengembangan dari prinsip-prinsip dasar ini dapat menimbulkan hipotesa
yang menarik tentang sebab kematian. Kematian akibat bahan-bahan kimia
akan membekas pada larva serangga dan mempengaruhi perkembangannya.
Sarcophagids yang dipengaruhi kokain akan berkembang dengan cepat.
Contoh lain adalah penggunaan racun serangga Malathion untuk bunuh diri,
akan mengosongkan daerah mulut korban dari kolonisasi serangga karena
kebanyakan racun ini dimasukkan secara oral yakni diminum. Serangga
menempatkan telurnya pada bagian tubuh yang terbuka, seperti mata, mulut,
hidung dan daerah muka lainnya. Serangga jarang berkolonisasi di daerah
genital, bila terdapat kolonisasi didaerah tersebut terutama adanya telur dan
larva bisa diduga terdapat kejahatan seksual yang mengiringi pembunuhan.

Informasi habitat serangga juga menolong terhapusnya tuduhan yang


menimpa kapten kapal ferry. Kapten tersebut dituduh bersalah atas
pembunuhan karena ditemukan mayat di kapal pada pukul 18.00 tanpa saksi
mata siapapun. Pemeriksaan 8 tahun kemudian terbukti tidak ada lalat
bangkai yang aktif di Hungaria pada pukul 18.00 bulan September saat itu dan
perkembangan larva tidak cocok dengan habitat ditinjau dari suhu. Maka
disimpulkan pembunuhan terjadi jauh sebelum kapten kapal datang.

Apakah mayat dipindahkan atau tidak oleh pelaku juga dapat dibantu oleh
keberadaan serangga. Pada September 1983 ditemukan mayat wanita
tersembunyi di hutan kecil di Devon. Banyak larva dan pupa Ophyra di baju
namun hanya sedikit larva dan pupa Calliphora sp. Sedikitnya Calliphora di
luka terbuka mayat menunjukkan jasad sempat disimpan di tempat tertutup
selama beberapa bulan dan tempatnya dekat dari TKP. Preservasi secara
patologis, dari organ internal, mengestimasi waktu kematian 7 sampai 10
hari. Namun adanya Ophyramenandakan penyimpanan ditempat hangat dan
kering sesuai habitat jenis tersebut. Hal tersebut cocok dengan pengakuan
pelaku yang menyatakan korban setelah dibunuh kemudian disimpan di ruang
sauna selama 5 bulan, baru dibuang di hutan tempat jasad ditemukan.

Pengembangan lain dari forensic entomology ini adalah dalam kejahatan obat
bius. Dalam bungkus-bungkus heroin sering ditemukan serangga yang
terbawa dari tempat asal pembuatan atau penanaman. Ahli entomolgi dapat
membuat peta penyebaran serangga dan dengan mengidentifikasikan
serangga yang menumpang bungkus heroin itu, dapat diperoleh jalur
perdagangan obat bius di suatu kawasan.
Pengembangan bidang forensic entomology terus berkembang seiring dengan
kasus-kasus kejahatan baru. Beriringan dengan perkembangan teknik
forensik lainnya, sepertinya akan sulit sekali melakukan pembunuhan yang
cermat di masa depan tanpa meninggalkan jejak. Ahli forensik seperti
mengatakan bahwa tidak akan pernah ada kejahatan yang sempurna.

Anda mungkin juga menyukai