Anda di halaman 1dari 99

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO KAWIN BERULANG

PADA SAPI PERAH PADA TINGKAT PETERNAK


DI DESA LEBBANG KECAMATAN CANDANA
KABUPATEN ENREKANG

SKRIPSI

LA ODE MAKSAR MUHURUNA


O 111 10 134

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO KAWIN BERULANG
PADA SAPI PERAH PADA TINGKAT PETERNAK
DI DESA LEBBANG KECAMATAN CANDANA
KABUPATEN ENREKANG

LA ODE MAKSAR MUHURUNA


O 111 10 134

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Program Studi Kedokteran Hewan
Fakultas Kedokteran

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
PERNYATAAN KEASLIAN

1. Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : La Ode Maksar Muhuruna
NIM : O111 10 134
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
a. Karya skripsi saya adalah asli.
b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari skripsi ini, terutama dalam bab hasil
dan pembahasan, tidak asli atau plagiasi, maka saya bersedia dibatalkan dan
dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.

Makassar, 22 Januari 2016

La Ode Maksar Muhuruna


RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap La Ode Maksar


Muhuruna, SKH., Lahir di Kota Raha, Kabupaten Muna,
Sulawesi Tenggara pada tanggal 02 Januari 1992 dari
pasangan La Ode Santila dan Wa Ode Nuru, S.pd yang
merupakan anak ketiga dari enam bersaudara. Penulis
sekarang bertempat tinggal di Jl. Bontomene No. 14A
(Asrama Mahasiswa Sulawesi Tenggara) Kelurahan
Rappocini, Kecamatan Banta-Bantaeng, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Jenjang
pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah SD Negeri 11 Raha lulus tahun 2004,
SMP Negeri 2 Raha lulus pada tahun 2007, SMA Negeri 1 Raha lulus tahun 2010 dan
pada tahun 2010 penulis diterima sebagai Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Program
Studi Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Selama perkuliahan penulis aktif dalam berbagai Organisasi Kemahasiswaan,
dan Kepemudaan antara lain : Wakil Ketua Himpunan Mahasiswa Kedokteran
Hewan (HIMAKAHA) periode 2011-2012, Kordinator Fakultas (Korfak) Liga
Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) periode 2013-2014, Pengurus Harian
Kerukunan Pemuda Pelajar Mahasiswa Indonesia (PB-KEPPMI) Muna-Makassar
periode 2013-2015, Ketua Divisi Gunung Rimba MAPALA ANOA Program Studi
Kedokteran Hewan, Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Makassar
Timur periode 2014-2015.
ABSTRAK
LA ODE MAKSAR MUHURUNA. O11110134. Prevalensi dan Faktor Risiko
Kawin Berulang Pada Sapi Perah Pada Tingkat Peternak di Desa Lebbang,
Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang. Dibimbing oleh FIKA YULIZA
PURBA dan NURLINA SAKING.

Usaha peternakan sapi perah di Desa Lebbang, Kecamatan cendana, Kabupaten


Enrekang sampai saat ini masih menghadapi banyak kendala, yang mengakibatkan
produktivitas ternak masih rendah. Salah satu penyebab rendahnya tingkat
reproduktivitas sapi perah adalah kejadian kawin berulang. Kawin berulang
merupakan suatu keadaan sapi betina yang mengalami kegagalan untuk bunting
setelah dikawinkan tiga kali atau lebih dengan pejantan fertil tanpa adanya
abnormalitas yang teramati. Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui
prevalensi dan faktor risiko kawin berulang pada sapi perah pada tingkat peternak di
Desa lebbang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang. Jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini dilakukan
pada 89 ekor sapi perah dari 21 peternak, pemilihan sampel ternak menggunakan
metode Simple Random Sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan
pengamatan secara langsung di peternakan. Data di olah dengan program data SPSS
21.0. Uji Chi Square (X2) digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel,
sedangkan Odd Ratio (OR) digunakan untuk mengetahui besaran kekuatan hubungan.
Prevalensi kejadian kawin berulang pada sapi perah pada tingkat peternak sebesar
47,6%. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pengaruh pengetahuan peternak
terhadap penyakit atau gangguan reproduksi berkorelasi positif terhadap kejadian
kawin berulang.

Kata kunci: Prevalensi, kawin berulang, sapi perah, peternak, faktor risiko,
Enrekang.
ABSTRACT

LA ODE MAKSAR MUHURUNA. O11110134. Prevalence and Risk Factor of


Repeat Breeder Dairy Cows at Farmer Level in Lebbang Village, Cendana District,
Enrekang Regency. Supervised by FIKA YULIZA PURBA and NURLINA
SAKING.

The Dairy Farming in Lebbang Village, Cendana District, Enrekang Regency


until now still faced a lot of constraint, that resulted in low reproducibility livestock.
One of the causes of low reproducibility of dairy cows was the incidence of repeat
breeding. Repeat breeding is one of the circumstances where female failed to
pregnant after mated three times or more without reproductive disorders observed.
The main purpose of this study is to measure prevalence and risk factors of repeat
breeder dairy cows at farmer level in Lebbang Village, Cendana District, Enrekang
Regency. The research was conducted descriptively. Eighty-nine dairy cows from 21
farmer were used as samples in this study, selected by Simple Random Sampling
method. Data was collecting using questionnaires and direct observations at the farm.
Data was analized with SPSS 21.0 program. Chi Square test (X2) was used to
determine the relationship between variables, while Odd Ratio (OR) to determine the
strength of the relationship. The prevalence of repeat breeding in dairy cows at the
farmer level was 47.6%. The results showed that farmers knowledge on reproductive
disorders positively correlated to the repeat breeding.

Key word: Prevalence, recurrent mating of milch cows, grazier, a risk of factor,
Enrekang.
KATA PENGANTAR

Segala Puja dan Puji kehadirat Allah Swt, Tuhan dengan berbagai macam
sebutan, Yang di sembah dengan berbagai macam cara, Yang Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang atas segala limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga
penulis di beri kesehatan dan kesempatan. Shalawat dan salam penulis sampaikan
kepada baginda Rasulullah Saw dan Keluarganya, Sahabat Nabi, para Syuhada dan
tabi'in yang telah menunjukkan jalan dan ilmu-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul Prevalensi dan Faktor Risiko Kawin
Berulang Pada Sapi Perah Pada Tingkat Peternak di Desa Lebbang, Kecamatan
Cendana, Kabupaten Enrekang.
Skripsi ini menjadi salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana kedokteran
hewan pada Program Studi Kedokteran Hewan Universitas Hasanuddin Makassar.
Dalam penelitian dan penulisan skripsi ini dapat terlaksana dengan baik karena
bantuan dan peran serta berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada dosen pembimbing utama drh. Fika Yuliza Purba M.Sc dan dosen
pembimbing anggota drh. Nurlina Saking M.kes yang telah banyak memberikan
bimbingan, nasehat dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam, Sp.BS selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin,
2. Prof. Dr. drh. Lucia Muslimin, M.Sc selaku Ketua Program Studi Kedokteran
Hewan Universitas Hasanuddin,
3. Dosen penguji Dr. drh. Dwi Kesuma Sari, drh. Zainal Abidin Khoilullah, Dr.
Muhammad Yusuf, S.Pt atas ilmu, kritik dan saran kepada penulis,
4. Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Enrekang; drh. Junwar, M.Si
beserta staf pegawai yang telah memberikan data dan bantuan selama penelitian,
5. Seluruh dosen dan pegawai tata usaha di Program Studi Kedokteran Hewan
Universitas Hasanuddin yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama
proses pendidikan,
6. Secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada yang tercinta
Ibunda Wa Ode Nuru, S.pd, Ayahanda La Ode Santila dan kakak-adikku yang
telah banyak memberikan masalah, dukungan dan pengorbanan sehingga penulis
dapat menyelesaikan studi tepat waktu,
7. Keluarga Besar Seperantauan di kota Daeng, di Asrama Riski Rantau (Texas)
yang telah melengkapi drama kehidupan, yang selalu mendekap ceriakan hati
kala terpuruk dan pembentuk pria Intelektual,
8. Wanita-wanita yang di takdirkan untuk mencintaiku, pematah hati, memberikan
nasihat, menambah problem kehidupan, penjelas tawa dan bahagia, serta
motivasi dalam melaksanakan studi dan penyusunan skripsi ini,
9. Keluarga Ikatan Alumni SMA Negeri 1 Raha, khususnya Angkatan 2010 yang
berada di Makassar : Muhammad Iqbal ST, La Ode Bahrusyawal Nur SH, Gagat
Indra Yuda, Arif Rahman Ando, Adi Pranata Sofyan, Jabbar Thariq, Riez Kifli
Kolewora, Nur Fatihah, Hilman Erwin P, Eman, Yuyu, M Tasrin, Ogar,
10. Para sahabat seperjuangan selama menempuh pendidikan di Program Studi
Kedokteran Hewan Universitas Hasanuddin : Andi Sofyan, Zarkawi Sujuti, Deny
Fajar Bayu, Khaidir Kafil, Ashari Natosusilo, Azwar, Muhtadin Wahyu, Muh.
Asyraf, dan Muh. Syukur Hamdan.
11. Saudara-saudaraku angakatan 2010 (V-Gen) Mahasiswa Program Studi
Kedokteran Hewan Universitas Hasanuddin yang telah memberi dukungan
penulis dalam penyusunan skripsi ini,
12. Peternak di desa Lebbang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang yang telah
memberikan bantuan,
13. Sahabat KKN GEL. 73 UNHAS Kecamatan Libureng, Kebupaten Bone,
khususnya (Dia) yang banyak memberi pergolakan Inspirasi
14. Sahabat terbaik penulis di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Makassar
Timur, Himpunan Mahasiswa Kedokteran Hewan (HIMAKAHA) Universitas
Hasanuddin dan Mahasiswa Pecinta Alam (ANOA) Program Studi Kedokteran
Hewan Unhas, serta sahabat seperjuangan yang telah banyak memberi hikmah
kehidupan di Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi (LMND) Kom. Universitas
Hasanuddin
15. Mereka yang tak terlupakan yang sangat berjasa atas bantuan serta pergolakan
pemikiran dalam menempuh studi, penelitian dan penulisan sripsi ini.
Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Apabila terdapat kekurangan dalam
skripsi ini, sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Kritik dan saran akan lebih
menyempurnakan kehadiran skripsi ini.

Makassar, 22 Januari 2016

Penulis
i

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR ii
DAFTAR LAMPIRAN ii
1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaat Penelitian 3
1.5 Hipotesis 3
1.6 Keaslian Penelitian 4
2 TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Sapi Perah 5
2.2 Kawin Berulang 6
2.2.1 Faktor Faktor Penyebab Terjadinya Kawin Berulang 7
2.2.1.1 Reproduktivitas Hewan Betina 8
2.2.1.2 Reproduktivitas Pejantan 9
2.2.1.3 Pengalaman dan Pengetahuan Beternak 9
2.2.1.4 Pakan dan Air Minum 10
2.2.1.5 Perkandangan dan lingkungan Pemeliharaan 12
2.2.1.6 Efisiensi Inseminasi Buatan 13
2.3 Alur Penelitian 15
3 MATERI DAN METODE PENELITIAN 16
3.1 Waktu dan Tempat 16
3.2 Materi Penelitian 16
3.3 Metode Penelitian 16
3.3.1 Metode Sampling 16
3.3.2 Metode Penentuan Besaran Sampel 17
3.3.3 Variabel Penelitian 18
3.3.4 Bahan 18
3.3.5 Alat 18
3.3.6 Prosedur Pengumpulan Data 18
3.3.7 Analisis Data 19
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 20
4.1 Prevalensi Kejadian Kawin Berulang Pada Tingkat Peternak 20
4.2 Identifikasi dan Hubungan antara Faktor Risiko dengan Kejadian
Kawin Berulang Pada Sapi Perah Pada Tingkat Peternak 20
4.2.1 Karakteristik Peternak 26
4.2.2 Pengetahuan Peternak Tentang Siklus Estrus 27
4.2.3 Pengetahuan Peternak Tentang Reproduksi Ternak 28
4.2.4 Faktor Perkandangan 28
4.2.5 Pakan dan Air Minum 29
4.2.6 Pelaksanaan Inseminasi Buatan 30
5 KESIMPULAN DAN SARAN 36
5.1 Kesimpulan 36
5.2 Saran 36
DAFTAR PUSTAKA 37
LAMPIRAN 45
ii

DAFTAR TABEL
1. Populasi sapi perah Kabupaten Enrekang tahun 2015 .........................................6
2. Deskripsi Faktor Risiko Kejadian Kawin Berulang Pada Sapi Perah Pada
Tingkat Peternak pada sapi perah pada tingkat peternak di Desa Lebbang,
Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang. ........................................................20
3. Analisis Hubungan Antara Faktor Risiko Dengan Kejadian Kawin
Berulang pada sapi perah pada tingkat peternak di Desa Lebbang,
Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang. ........................................................31

DAFTAR GAMBAR
1. Sapi Perah ...........................................................................................................6
2. Kerangka Alur Penelitian .....................................................................................15
3. Kandang Sapi Perah FH. ......................................................................................29

DAFTAR LAMPIRAN
1. Rancangan jadwal penelitian ..............................................................................45
2. Kuesioner Penelitian prevalensi dan faktor risiko kawin berulang pada sapi
perah pada tingkat peternak Di Desa Lebbang, Kecamatan Cendana,
Kabupaten Enrekang ...........................................................................................46
3. Data sensus populasi ternak sapi perah di Desa Lebbang, Kecamatan
Cendana, Kabupaten Enrekang tahun 2014 ........................................................52
4. Data peternak sapi perah di Desa Lebbang,Kecamatan Cendana, Kabupaten
Enrekang tahun 2015 ..........................................................................................53
5. Dokumentasi penelitian ......................................................................................54
6. Hasil Analisis Data ............................................................................................55
1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemenuhan kebutuhan masyarakat akan pangan hewani terutama susu dapat


terpenuhi melalui usaha peternakan. Peternakan adalah segala urusan yang
berkaitan dengan sumber daya fisik, benih, bibit dan atau bakalan, pakan, alat dan
mesin peternakan, budi daya ternak, panen, pascapanen, pengolahan, pemasaran,
dan pengusahaannya. Usaha peternakan bertujuan untuk mengelola sumber daya
hewan secara bermartabat, bertanggung jawab, dan berkelanjutan untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat untuk mencukupi kebutuhan pangan, barang, dan jasa
asal hewan secara mandiri, berdaya saing, dan berkelanjutan bagi peningkatan
kesejahteraan peternak dan masyarakat menuju pencapaian ketahanan pangan
nasional (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009).
Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan
produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan
taraf hidup rakyat. Untuk mencapai tujuan tersebut, sub sektor peternakan
meletakkan salah satu prioritas utamanya pada pengembangan usaha ternak sapi
perah (Putranto, 2006). Ternak sapi, khususnya sapi perah merupakan salah satu
sumber daya penghasil susu yang memiliki nilai ekonomi tinggi, dan penting
artinya di dalam kehidupan masyarakat. Sapi perah merupakan komoditas
unggulan mengingat pasar yang bagus seiring dengan meningkatnya permintaan
(Sudarmono, 2008). Sapi perah mampu menghasilkan susu melebihi kebutuhan
anak-anaknya, produksi susu tersebut dapat di pertahankan sampai waktu tertentu
atau selama masa hidupnya walaupun anak-anaknya sudah disapih atau sudah
tidak disusui lagi. Dengan demikian susu yang dihasilkan dapat dimanfaatkan
oleh manusia (Tri Eko, dkk., 2008).
Di Indonesia populasi sapi perah semakin meningkat, karena sudah mulai
dikembangkan di daerah luar pulau Jawa seperti di Sumatera Utara, Sumatera
Barat dan Sulawesi Selatan. Besarnya populasi sapi perah di Indonesia mencapai
48.301 ribu ekor (Badan Pusat Statistik, 2014). Data populasi sapi perah di
Sulawesi Selatan mengalami peningkatan dan penurunan, pada tahun 2010
tercatat jumlah populasi sapi perah di Sulawesi Selatan berjumlah 2.198 ekor
kemudian di tahun berikutnya 2011 tercatat turun menjadi 18.94 ekor. Pada tahun
2012 naik dengan jumlah populasi 1.961 ekor kemudian pada tahun 2013
menurun -4,3% menjadi 1.426 ekor. Di tahun 2014 populasi sapi perah di propinsi
Sulawesi Selatan mencapai 14.10 ekor yang tersebar di 11 kabupaten atau kota
dari 24 kabupaten atau kota di Sulawesi Selatan (Dinas Peternakan Dan
Kesehatan Hewan Sulawesi Selatan, 2014). Populasi sapi perah diperkirakan akan
terus meningkat jika berhasil dikembangkan di luar pulau Jawa karena masih
banyak lahan yang cocok dan mendukung untuk peternakan sapi perah
(Akramuzzein, 2009).
Kondisi peternakan sapi perah rakyat di Indonesia pada umumnya masih
bersifat tradisional. Sapi perah yang diternakkan di Indonesia umumnya adalah
jenis Friesian Holstein (FH), peranakan Friesian Holstein (PFH), maupun
silangannya. Sapi PFH merupakan sapi kelahiran Indonesia dari induk FH atau
2

silangannya dengan pejantan atau semen beku FH. Sapi PFH merupakan ternak
yang sudah mengalami aklimatisasi dan adaptasi fisiologis, sehingga lebih sesuai
dengan daerah tropis dari pada sapi FH asli. Adaptasi tersebut juga menyangkut
perubahan aspek reproduksi dan permasalahannya secara umum (Anonim, 2007).
Kabupaten Enrekang merupakan pusat peternakan sapi perah terbanyak
yang berada di propinsi Sulawesi Selatan dengan jumlah populasi 1080 ekor, dan
kecamatan yang paling banyak populasi sapi perah berada Kecamatan Cendana
sebanyak 560 ekor. Melihat prospek pengembangan sapi perah yang dapat
meningkatkan pendapatan dan pengembangan sapi perah di Kabupaten Enrekang
mendapat perhatian khusus dari pemerintah daerah, propinsi dan pusat (BPS
Enrekang, 2014). Usaha sapi perah di Kabupaten Enrekang memiliki karakteristik
yang berbeda dengan usaha sapi perah pada umumnya di Indonesia. Peternak
tidak menjual susu, tetapi mengolahnya menjadi dangke untuk dijual. Adopsi
teknologi di bidang pakan, manajemen dan reproduksi masih berada pada kategori
rendah dan sedang, padahal kebutuhan ternak perah yang dipelihara intensif
sangat beragam mulai dari teknologi reproduksi, manajemen pemeliharaan,
teknologi pakan, pengelolaan kesehatan ternak (Baba, 2008).
Sapi perah yang dikembangkan di Kabupaten Enrekang adalah sapi perah
Fries Holland. Sapi perah Fries Holland berasal dari negara-negara Eropa yang
memiliki iklim sedang dengan kisaran suhu termonetral rendah (13-25C).
Berdasarkan kondisi iklim asal tersebut, sapi perah FH sangat peka terhadap
perubahan suhu tinggi. Apabila sapi FH ditempatkan pada lokasi yang memiliki
suhu tinggi, maka sapi-sapi tersebut akan mengalami cekaman panas terus
menerus yang berakibat menurunnya reproduktivitas sapi FH. Cekaman panas
yang diterima oleh sapi FH sebenarnya dapat direduksi dengan modifikasi
lingkungan ternak (Yani dan Purwanto, 2005).
Besarnya potensi dan prospek pengembangan usaha sapi perah di
Kabupaten Enrekang, khususnya di Kecamatan Cendana cukup besar tetapi usaha
ini masih mengalami berbagai kendala seperti pengetahuan peternak dalam
manajemen pemeliharaan sapi perah, terjadi penurunan produksi susu, dan
peternakan yang masih dipelihara secara tradisional (Saputra, 2012).
Permasalahan reproduksi yang sering terjadi pada sapi perah di Indonesia
adalah rendahnya efisiensi reproduksi. Rendahnya efisiensi reproduksi pada sapi
perah tersebut menandakan ada gangguan reproduksi dan salah satu gejala
gangguan reproduksi adanya kejadian kawin berulang (repeat breeder). Kawin
berulang adalah suatu keadaan sapi betina yang mengalami kegagalan untuk
bunting setelah dikawinkan 3 kali atau lebih dengan pejantan fertil tanpa adanya
abnormalitas yang teramati (Amiridis, dkk., 2009).
Sapi yang mengalami kawin berulang pada umumnya ditandai dengan
panjangnya calving interval (18-24 bulan), rendahnya angka kosepsi (< 40%)
serta tingginya service per conception (> 3) (Wahyuningsih, 1987; Rustamaji,
dkk., 2007). Persentase kejadian kawin berulang pada sapi di seluruh dunia
berkisar antara 5,5-33,3 % (Gustafsson dan Emanuelsson, 2002; Yusuf, dkk.,
2010). Di pulau Jawa kejadian kawin berulang berkisar antara 13-15% (Purnomo,
2007). Kasus kawin berulang di Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 29,4%,
(Prihatno, dkk., 2013). Prevalensi kawin berulang di Kabupaten Pringsewu
Provinsi Lampung sebesar 19,85% (Juliana, dkk., 2015). Tingginya kejadian
3

kawin berulang ini merupakan permasalahan di dunia peternakan khususnya


peternak sapi perah yang harus segera diatasi karena sangat merugikan.
Tingkat keberhasilan pengawinan sapi perah di Indonesia khususnya di
Desa Lebbang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang sudah selayaknya
menjadi perhatian. Beberapa hal yang menyebabkan rendahnya tingkat
keberhasilan pengawinan adalah minimnya informasi mengenai penyebab kawin
berulang pada sapi perah yang sampai saat ini belum diketahui dengan pasti
sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian.

1.2 Rumusan Masalah

1. Berapa besar prevalensi kawin berulang pada sapi perah pada tingkat peternak
di Desa Lebbang Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang ?
2. Bagaimana pengaruh dan hubungan antara faktor risiko dengan kejadian
kawin berulang pada sapi perah pada tingkat peternak di Desa Lebbang,
Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi sapi perah yang mengalami kawin berulang di Desa Lebbang


Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang.
2. Mengidentifikasi dan mengetahui pengaruh serta hubungan antara faktor
risiko dengan kejadian kawin berulang pada sapi perah pada tingkat peternak
di di Desa Lebbang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam


pengembangan ilmu pengetahuan mengenai kejadian kawin berulang dan faktor-
faktor penyebab yang mempengaruhinya, serta hubungan antara prevalensi dan
faktor risiko yang ditemukan pada tingkat peternak. Informasi ini diharapkan
dapat berguna sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan
(Pemerintah Daerah, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Enrekang, dan
peternak) dalam upaya program penanganan dan pengendalian kejadian kawin
berulang serta meningkatkan efisiensi reproduksi dan produktivitas sapi perah di
Desa Lebbang Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang.

1.5 Hipotesis

1. Tingkat Kejadian kawin berulang pada sapi perah pada tingkat peternak di
Desa Lebbang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang, mencapai 29,4%.
2. Adanya pengaruh dan hubungan antara faktor risiko dengan kejadian kawin
berulang pada sapi perah pada tingkat peternak di di Desa Lebbang,
Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang.
4

1.6 Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai prevalensi dan faktor risiko kawin berulang pada sapi
perah pada tingkat peternak di Desa Lebbang, Kecamatan Cendana, Kabupaten
Enrekang belum pernah dilakukan. Penelitian terhadap prevalensi dan faktor
risiko kawin berulang pada sapi perah ditingkat peternak di Indonesia telah
dilakukan, namun fokus, tujuan, dan lokasinya berbeda, seperti halnya Prevalensi
dan Faktor Risiko Kawin Berulang pada Sapi Perah pada Tingkat Peternak di
Daerah Istimewa Yogyakarta (Prihatno, dkk., 2013).
5

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sapi Perah

Sapi perah merupakan penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak
perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi kebutuhan
konsumsi bagi manusia. Susu merupakan makanan yang secara alami paling
sempurna, karena merupakan sumber utama protein, kalsium, fospor, dan vitamin
(Makin, 2011).
Usaha sapi perah untuk menghasilkan susu segar sangat prospektif karena
masih terdapat kesenjangan yang cukup besar antara ketersediaan dan permintaan
susu. Kebutuhan protein hewani yang berasal dari susu di Indonesia sebesar 5
kg/kapita/tahun, tetapi hanya sekitar 32% dipenuhi dari produksi dalam negeri dan
sisanya sekitar 68% harus diimpor. Perkembangan usaha peternakan sapi perah di
Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, salah satunya akibat peningkatan
permintaan susu. Peningkatan permintaan sejalan dengan meningkatnya jumlah
penduduk dan kesadaran masyarakat terhadap gizi seimbang akan sumber protein
hewani (Londa, dkk., 2013).
Bangsa sapi perah memiliki sifat-sifat tersendiri dalam menghasilkan susu,
baik dalam kualitas maupun kuantitasnya. Bangsa sapi perah yang ada diantaranya
Fries Holland, Jersey, Guernsey, Ayrshire dan Shorthorn. Bangsa sapi perah
yang dikembangkan di Indonesia adalah Fries Holland. Bangsa sapi Fries
Holland merupakan penghasil susu tertinggi dibandingkan bangsa-bangsa sapi
yang lain baik di daerah sub-tropis maupun di daerah tropis (Akramuzzein, 2009).
Secara taksonomi, sapi perah dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Syaifudin,
2013):
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalian
Ordo : Artiodactylia
Subordo : Ruminansia
Famili : Boviadae
Genus : Bos
Spesies : Bos Taurus

Ciri-ciri sapi perah Fries Holland yang ada adalah warna rambut hitam
dengan bercak-bercak putih, rambut pada ujung ekor dan ujung kaki berwarna
putih; rambut dada, perut bawah, kaki dan ekor berwarna putih; berambing besar;
tanduk kecil, pendek, menjurus ke depan; pada dahi terdapat tanda segitiga
berwarna putih; kepala besar dan sempit lambat dewasa kelamin; temperamen
sapi betina tenang dan jinak sedangkan sapi jantan agak liar; bobot tubuh betina
dewasa mencapai 625 kg, sedangkan sapi jantan dewasa 800 kg. Produksi susu
dapat mencapai 4500-5000 liter/ekor/laktasi (Akramuzzein, 2009). Pada gambar 1
dapat diamati dengan seksama ciri-ciri dari bangsa sapi perah Fries Holland.
6

Gambar 1. Sapi Perah FH (Sasono, dkk., 2011)

Di Kabupaten Enrekang pada tahun 2014, jumlah sapi perah yaitu sebanyak
1145 ekor dengan jumlah peternak sebanyak 364 peternak (Tabel 1).

Tabel 1. Populasi sapi perah Kabupaten Enrekang tahun 2014


JUMLAH SAPI
KABUPATEN KECAMATAN PETERNAK
(EKOR)
Enrekang Maiwa 10 3
Bungin 7 0
Enrekang 89 80
Cendana 557 141
Baraka 113 14
Buntu batu 16 3
Anggeraja 193 61
Malua 15 3
Alla 91 40
Curio 10 11
Masalle 5 3
Baroko 39 5
JUMLAH 1145 364
Sumber: Dinas Peternakan Kab. Enrekang 2015

2.2 Kawin Berulang

Usaha peternakan di Indonesia sampai saat ini masih menghadapi banyak


kendala, yang mengakibatkan produktivitas ternak masih rendah. Salah satu
kendala tersebut adalah masih banyak kasus gangguan reproduksi menuju
kemajiran ternak betina. Hal ini ditandai dengan rendahnya tingkat reproduksi
ternak tersebut. Salah satu penyebab rendahnya tingkat reproduksi ternak adalah
kejadian kawin berulang. Kawin berulang merupakan suatu keadaan sapi betina
yang mengalami kegagalan untuk bunting setelah dikawinkan tiga kali atau lebih
dengan pejantan fertil tanpa adanya abnormalitas yang teramati (Amiridis, 2009).
Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjopranjoto (1995) bahwa kawin berulang
adalah induk hewan yang memiliki siklus birahi yang normal dan gejala birahi
7

yang jelas, tetapi bila dikawinkan dengan pejantan yang subur atau diinseminasi
buatan dengan sperma yang bermutu tinggi berulang-ulang tidak pernah menjadi
bunting.
Dalam rangka mendukung peningkatan populasi secara nasional dengan cara
meningkatkan jumlah kelahiran pedet dan calon induk sapi perah dalam jumlah
besar. Untuk mendukung peningkatan populasi tersebut terutama pada usaha
peternakan rakyat diperlukan suatu teknologi tepat guna sesuai kondisi
agroekosistem dan kebutuhan pengguna yang pada akhirnya dapat meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan peternak. Namun dalam usaha ternak sapi masih
sering muncul beberapa permasalahan, diantaranya masih terjadi kawin berulang.
Fenomena tersebut berdampak terhadap rendahnya perkembangan populasi sapi
per tahun (Dikman, dkk., 2010).
Gangguan reproduksi tersebut menyebabkan kerugian ekonomi sangat besar
bagi petani yang berdampak terhadap penurunan pendapatan peternak, umumnya
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya : (1) penyakit reproduksi, (2)
buruknya sistem pemeliharaan, (3) tingkat kegagalan kebuntingan, dan (4) masih
adanya pengulangan inseminasi, yang kemungkinan salah satu penyebabnya
adalah adanya gangguan reproduksi (Riady, 2006).
Permasalahan rendahnya efisiensi reproduksi sering terjadi pada sapi perah di
Indonesia. Rendahnya efisiensi reproduksi pada sapi perah mengindikasikan
terjadinya gangguan reproduksi yaitu kawin berulang. Sapi yang mengalami
kawin berulang pada umumnya ditandai dengan panjangnya calving interval (18-
24 bulan), rendahnya angka konsepsi (<40%), dan tingginya service per
conception (>3) (Rustamaji, dkk., 2007).

2.2.1 Faktor Faktor Penyebab Terjadinya Kawin Berulang


Penyebab kawin berulang pada dasarnya disebabkan oleh 2 faktor utama
yaitu kegagalan pembuahan (fertilisasi) dan akibat kematian embrio dini.
Kematian embrio dini sering tidak memperlihatkan kelainan yang jelas pada induk
dan diikuti dengan siklus birahi yang diperpanjang menjadi 27 sampai 30 hari.
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya kematian embrio dini yaitu genetik,
infeksi, lingkungan, ketidakseimbangan hormon, pakan, umur induk, jumlah
embrio atau fetus dalam uterus (Hardjopranjoto, 1995).
Kembalinya estrus setelah dikawinkan atau diinseminasi buatan dapat
disebabkan oleh kegagalan pembuahan atau kematian embrio dini. Sejumlah
penelitian menyimpulkan bahwa pada betina yang subur terjadi kegagalan
pembuahan sebesar 10% dan tiga minggu setelah pembuahan karena kematian
embrio dini sebesar 30%. Total kegagalan pembuahan dan kematian embrio dini
pada tiga minggu pasca kawin ada 40% (Gustafsson dan Emanuelson, 2002).
Menurut Fahey (2002), salah satu penyebab kawin berulang adalah
kesalahan manajemen, terutama nutrisi. Hubungan antara reproduksi dengan
status nutrisi pada sapi sangat erat kaitannya (Wettemann, 2003). Kekurangan
nutrisi telah dilaporkan sebagai faktor utama yang menghambat sistem produksi
sapi di daerah-daerah tropis. Kekurangan nutrisi atau masukan nutrisi yang tidak
cukup dapat berpengaruh langsung terhadap efisiensi reproduksi, seperti
rendahnya kinerja reproduksi dan produktivitas. Selain itu, defisiensi nutrisi juga
menyebabkan aktivitas ovarium tidak optimal, gangguan hormon, dan skor
kondisi tubuh yang rendah, menyebabkan calving interval panjang, yang pada
8

akhirnya menyebabkan kawin berulang (Salem, 2006). Faktor kesalahan


manajemen (peternak) dapat menyebabkan kegagalan kebuntingan yang ditandai
dengan adanya gejala kawin berulang (Windig, 2005). Kegagalan dalam
mendeteksi estrus merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan problem
reproduksi dan rendahnya angka kebuntingan pada kelompok ternak sapi perah
(Thatcher, 2006).
Di tambahkan oleh Noakes (2009), kebersihan kandang dan sapi merupakan
syarat yang harus dipenuhi agar terhindar dari gangguan reproduksi terutama
infeksi reproduksi. Salah satu gangguan reproduksi yang ditandai dengan gejala
kawin berulang adalah endometritis. Pengetahuan peternak tentang siklus estrus
dan estrus merupakan salah satu faktor penting terhadap keberhasilan perkawinan.
Peternak yang mengetahui tentang siklus estrus dan estrus akan mengawinkan
sapi perah mereka dalam waktu yang tepat. Ketepatan waktu Inseminasi Buatan
(IB) berdasarkan deteksi estrus, teknik IB yang benar, tingat kesuburan ternak
pejantan dan betina yang digunakan, pakan yang baik saat dan sesudah
pelaksanaan IB sangat berpengaruh terhadap angka kebuntingan.

2.2.1.1 Reproduktivitas Hewan Betina


Dalam bidang peternakan, produktivitas ternak tidak dapat dipisahkan
dengan proses reproduksi. Inefisiensi reproduksi pada sapi perah betina dapat
menimbulkan berbagai kerugian seperti menurunkan produksi susu, meningkatkan
biaya perkawinan dan laju pengafkiran sapi betina. Banyak faktor mempengaruhi
penampilan reproduksi individu sapi yang sering kali sulit teridentifikasi. Bahkan
dalam kondisi optimum sekalipun, proses reproduksi dapat berjalan tidak
sempurna disebabkan kontribusi berbagai faktor, sehingga berpengaruh selama
proses kebuntingan sampai anak terlahir dengan selamat. Memahami keterkaitan
berbagai faktor dalam mempengaruhi fertilitas ternak menjadi hal yang sangat
penting dalam upaya mengoptimalkan penampilan reproduksi sapi betina dan
usaha peternakan. Upaya meningkatkan penampilan reproduksi, maka harus
diperhatikan proses kompleks terkait dengan sifat reproduksi yang melibatkan
aspek genetik, fisiologi, nutrisi, manajemen dan lingkungan (Anggraeni, 2008).
Fertilitas merupakan rangkaian proses biologis yang kompleks, maka
cukup sulit untuk mendefinisikan daya fertilitas induk sapi perah yang mencakup
semua aspek reproduksi. Meskipun demikian dalam pemeriksaan kemampuan
fertilitas, metode konvesional dapat diterapkan dengan cara menghitung sejumlah
penampilan reproduksi sebagai indikator tingkat efisiensi reproduksi sapi perah.
Penampilan reproduksi sebagai ukuran tingkat fertilitas dihitung berdasarkan
informasi data reproduksi seperti penggunaan straw dalam inseminasi, tanggal
perkawinan dan tanggal melahirkan (Pryce, dkk., 2004). Kelainan ovulasi dapat
menyebabkan kegagalan pembuahan sehingga akan menghasilkan sel telur yang
belum cukup dewasa sehingga tidak mampu dibuahi oleh sperma dan
menghasilkan embrio yang tidak sempurna (Hardjopranjoto, 1995).
Beberapa tipe morfologi dan abnormalitas fungsi sel telur yang telah
teramati, seperti sel telur yang tidak subur, sel telur raksasa, sel telur berbentuk
lonjong (oval), sel telur berbentuk seperti kacang dan zona pellucida yang ruptur
(Hafez, 1993). Kematian embrio dini pada sapi terjadi di usia kebuntingan 8-16
hari dan pada fase blastosis. Penyebabnya antara lain kekurangan hormon
progesteron untuk mempertahankan kebuntingan, perkawinan inbreeding, faktor
9

immunologik, kesalahan waktu inseminasi dan kelainan kromosom. Faktor itulah


yang menyebabkan kematian embrio dini (Hardjopranjoto, 1995).
Siklus estrus pada sapi berlangsung selama 21 hari. Rata-rata estrus
berlangsung selama 18 jam dan ovulasi dimulai 11 jam kemudian (Rioux dan
Rajjote, 2004). Menurut Prihatno (2006), bahwa pengamatan estrus merupakan
salah satu faktor penting dalam manajemen reproduksi sapi perah. Kegagalan
dalam deteksi estrus dapat menyebabkan kegagalan kebuntingan. Masalah utama
deteksi estrus umumnya dijumpai sapi-sapi yang subestrus karena tidak semua
peternak mampu mendeteksinya, untuk itu diperlukan metode untuk mendeteksi
estrus. Deteksi estrus paling sedikit dilaksanakan dua kali dalam satu hari, pagi
hari dan sore/malam hari. estrus pada ternak di sore hari hingga pagi hari
mencapai 60%, sedangkan pada pagi hari sampai sore hari mencapai 40%
(Laming, 2004). Menurut Ihsan (1992), bahwa deteksi estrus umumnya dapat
dilakukan dengan melihat tingkah laku ternak dan keadaan vulva.

2.2.1.2 Reproduktivitas Pejantan


Sapi jantan akan mengalami perkembangan organ reproduksinya selaras
dengan pertambahan umur dan perkembangan kondisi badan ternak selama
pencapaian masa pubertas dan dewasa tubuh (Wijono, 1999). Salah satu cara
pemilihan pejantan yang baik yaitu dengan mengevaluasi kualitas semen
(Ramsiyati, dkk., 2004). Semen segar yang diproduksi oleh tiap pejantan
berbeda-beda kualitas dan kuantitasnya. Brito (2002) menyatakan umur dan
kelompok genetik mempengaruhi karakteristik skrotum, testes, dan Testicular
Vascular Cones (TVC).
Feradis (2010) menyatakan bahwa setiap sapi mempunyai kualitas semen
yang berbeda-beda tergantung dari umur, kondisi ternak, libido dan bangsa. Salah
satu faktor yang mempunyai pengaruh terhadap kualitas semen adalah bangsa dari
pejantan yang ditampung semennya.
Sperma yang mempunyai bentuk abnormal menyebabkan kehilangan
kemampuan untuk membuahi sel telur di dalam tuba falopi. Kasus kegagalan
proses pembuahan karena sperma yang bentuknya abnormal mencapai 24-39%
pada sapi induk yang menderita kawin berulang dan 12-13% pada sapi dara yang
menderita kawin berulang (Hardjopranjoto, 1995).

2.2.1.3 Pengalaman dan Pengetahuan Beternak


Pengalaman beternak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kemampuan kerja seorang peternak untuk menentukan keberhasilan usaha sapi
perah (Sembada, 2012). Pengalaman beternak merupakan lamanya waktu yang
telah ditempuh peternak dalam menekuni usaha peternakan. Setiana (2005)
mengatakan bahwa pengalaman beternak berhubungan dengan kemampuan
peternak dalam menguasai teknik-teknik beternak yang baik. Semakin banyak
pengalaman seorang peternak, maka akan semakin tinggi pula kemampuan
peternak dalam memelihara ternaknya, dengan demikian hasilnya akan semakin
baik pula. Peternak berpengalaman akan memiliki banyak pengetahuan yang lebih
dibandingkan dengan peternak yang baru memulai.
Notoatmodjo (2003) menyatakan pendidikan adalah suatu kegiatan atau
proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan
tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Tingkat pendidikan
10

turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami


pengetahuan yang mereka peroleh. Pada umumnya semakin tinggi pendidikan
seseorang maka semakin baik pula pengetahuannya. Pengetahuan dan pengalaman
peternak dalam mengelola peternakan menjadi faktor penting terhadap kesehatan
reproduksi. Konstruksi kandang sampai dengan kebersihan kandang sangat
mempengaruhi status reproduksi ternak. Bakteri, jamur, dan organisme mikro
lainnya tumbuh subur dalam kondisi kandang yang kotor, becek, dan tidak
terawat, sehingga jika sapi hidup dalam lingkungan ini dapat di mungkinkan
rentan terinfeksi, sehingga muncul penyakit reproduksi seperti endometritis.
Kasus ini sering terjadi pada sapi post partus, karena pada saat itu serviks
membuka sampai mengalami proses involusi selesai, sehingga uterus sangat
rentan kemasukan kuman dari lingkungan sapi (Nurwanto, 2014).
Kurangnya pemahaman peternak tentang manajemen reproduksi dan
kesehatan ternak yang dipelihara merupakan permasalahan yang sering terjadi.
Masyarakat sebagai pelaku peternak masih banyak yang tidak mengetahui arti
penting kesehatan ternak baik secara ekonomi ataupun kesehatan masyarakat.
Gangguan kesehatan ternak masih sering terjadi tanpa adanya penanganan yang
serius dari pemilik ternak. Ternak sapi yang sehat akan menunjukkan
produktivitas dan reproduktivitas yang baik serta hasil ternak yang berkualitas
sehingga kegiatan pengembangan ternak sapi oleh masyarakat mampu
meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat itu sendiri (Murtidjo,
2000).

2.2.1.4 Pakan dan Air Minum


Dalam peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 23 tahun
2015 pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah
maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan
hidup, berproduksi, dan berkembang biak. Sedangkan bahan pakan adalah bahan
hasil pertanian, perikanan, peternakan, atau bahan lain serta yang layak
dipergunakan sebagai pakan, baik yang telah diolah maupun yang belum diolah
(Permentan Nomor 23 tahun 2015).
Pakan yang diberikan kepada sapi perah harus benar-benar diperhatikan dan
dihitung sesuai kondisi dan kebutuhan ternak tersebut. Nutrisi yang terkandung di
dalam ransum harus dalam keadaan seimbang dan sesuai dengan kebutuhan.
Apabila ternak mengalami kekurangan asupan makanan akan berpengaruh
terhadap penampilan gejala birahi yang kurang jelas karena proses sintesa dan
regulasi hormon-hormon reproduksi terganggu. Kondisi peternakan yang masih
menggunakan sistem pemeliharaan tradisional dan di daerah yang kurang subur
mengakibatkan ternak mengalami kekurangan nutrisi yang sangat diperlukan oleh
proses fisiologi reproduksi dalam tubuh ternak tersebut (Abidin, dkk., 2012).
Pengelolaan pemberian pakan dapat dilakukan dengan cara ad libitum
(dengan jumlah yang selalu tersedia) dan pemberian dalam jumlah yang dibatasi.
Cara pemberian ad libitum seringkali tidak efisien disebabkan karena pakan
banyak terbuang dan yang tersisa menjadi busuk sehingga akan membahayakan
ternak bila termakan. Cara pemberian pakan yang baik yaitu membatasi jumlah
pakan namun dengan kualitas dan kuantitas yang mencukupi kebutuhan (Santosa,
2004).
11

Sumber pakan sapi perah umumnya dibagi menjadi tiga yaitu hijauan,
konsentrat, dan limbah pertanian. Sumber pakan hijauan antara lain meliputi
rumput-rumputan dan kacang-kacangan. Rumput-rumputan yang biasanya
diberikan antara lain : rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput benggala
(Pennisetum maximum), rumput lapangan, dan rumput signal (Brachiaria
decumbens). Kacang-kacangan yang biasa diberikan antara lain : daun lamtoro,
turi, dan gamal. Bahan konsentrat yang umum diberikan sebagai pakan antara lain
: dedak, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, jagung, kedelai, atau campuran
dari bahan-bahan tersebut. Limbah pertanian yang umum dimanfaatkan untuk
pakan antara lain : jerami padi, jerami jagung, dan jerami kedelai (Santosa, 2004).
Tingkat konsumsi pakan sapi perah dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
kompleks. Faktor-faktor tersebut antara lain faktor hewan (bobot badan, jenis
kelamin, umur, faktor genetik dan tipe bangsa sapi), faktor pakan (kecernaan dan
kualitas pakan) dan faktor lingkungan. Pakan yang berkualitas baik, tingkat
konsumsinya lebih tinggi dibandingkan dengan pakan berkualitas rendah
(Parakkasi,1999).
Pemberian pakan (nutrisi) yang berkualitas rendah dapat berpengaruh
langsung terhadap efisiensi reproduksi (Salem, dkk., 2006), Salah satu penyebab
kawin berulang adalah kesalahan manajemen, terutama nutrisi (Fahey, dkk.,
2002). Seperti rendahnya performa reproduksi dan produkitivitas. Defisiensi
nutrisi juga menyebabkan aktivitas ovarium tidak optimal, gangguan hormon dan
Skor Kondisi Tubuh (SKT) yang rendah, menyebabkan kawin berulang, dan
akhirnya menyebabkan calving interval panjang (Salem, dkk., 2006).
Pemenuhan nutrien bagi ternak sapi perah bertujuan untuk a) Memenuhi
kebutuhan hidup pokok, (b) Mempertahankan produksi, dan (c) Mendukung
berbagai proses produksi lain seperti kebuntingan dan lain-lain. Nutrien yang
dimaksud dapat dikelompokkan menjadi : energi, protein, karbohidrat, mineral,
dan vitamin. Apabila di dalam pakan yang disajikan terjadi kekurangan nutrien
tersebut di atas maka tingkat produktivitas ternak akan terganggu. Namun, jumlah
nutrien yang dibutuhkan sangat tergantung pada fase fisiologis ternak. Misalnya,
pada sapi perah dewasa, tingkat energi yang terkandung di dalam pakannya, pada
umumnya asupan pakan yang cukup akan mendukung fungsi anatomis dan
fisiologis ternak terjamin. Dari hasil pengamatan sapi rakyat oleh drh. Agung
bahwa faktor nutrisi merupakan faktor yang kritis, yang memiliki pengaruh
langsung maupun tidak langsung terhadap fenomena reproduksi dibanding faktor
lainnya. Nutrisi yang cukup dapat mendorong proses biologis untuk mencapai
potensi genetiknya, mengurangi pengaruh negatif dari lingkungan yang tidak
nyaman dan meminimalkan pengaruh-pengaruh dari teknik manajemen yang
kurang baik. Nutrisi yang kurang baik tidak hanya akan mengurangi performans
dibawah potensi genetiknya, tetapi juga memperbesar pengaruh negatif dari
lingkungan (Nurwanto, 2014).
Kondisi kurangnya pakan baik kualitas maupun kuantitasnya, merupakan
salah satu penyebab menurunnya efisiensi reproduksi dan gangguan reproduksi
yang menyebabkan timbulnya gangguan reproduksi hingga kemajiran pada ternak
betina. Apabila didapati sapi umur 13 bulan tidak memperlihatkan tanda-tanda
birahi untuk pertama kalinya, perlu dilakukan pemeriksaan, untuk mengetahui
kondisi ovariumnya dan dilakukan penanganan untuk memperbaiki fertilitasnya
(Nurwanto, 2014).
12

Konsumsi air minum sapi perah di lingkungan nyaman berkisar sangat


menentukan tingkat produksi susunya (Abdullah, 2008). Konsumsi air minum
sapi perah di lingkungan nyaman berkisar antara 3-3,5 liter/kilogram konsumsi
bahan kering dan akan meningkat dalam kondisi cekaman panas. Penurunan atau
kenaikan konsumsi air minum dipengaruhi oleh suhu lingkungan, jumlah
makanan, produktivitas dan suhu tubuh. Sapi darah mengkonsumsi air minum
sebanyak 10,58-12,76 dari bobot badan pada kondisi lingkungan tidak nyaman
dengan suhu lingkungan malam hari sekitar 24C dan siang hari 33,34C.
Meskipun secara umum keperluan air akan naik, hubungan konsumsi air yang
diminum dengan kenaikan suhu lingkungan tidak mudah untuk ditentukan (Yani
dan Purwanto, 2005).
Suharno dan Nazaruddin (2004) menyatakan pemberian air minum
sebaiknya dilakukan secara ad libitum untuk mencukupi kebutuhan minum ternak
sapi. Air sebagai komponen utama dalam metabolisme dan sebagai kontrol suhu
tubuh sehingga ketersediaan air harus selalu ada. Air minum harus bersih, segar,
jernih, dan tidak mengandung mikroorganisme berbahaya. Kebutuhan air minum
dapat berasal dari air minum khusus yang disediakan pada bak-bak air di kandang.

2.2.1.5 Perkandangan dan lingkungan Pemeliharaan


Upaya peningkatan reproduktivitas ternak sapi perah dapat dilakukan
dengan jalan usaha memberi kenyamanan dalam pemeliharaan. Menurut Budianto
(2002) bahwa daerah kenyamanan ternak merupakan rentangan suhu udara yang
paling sesuai untuk hidup seekor ternak, dimana suhu tubuh dipertahankan untuk
tetap konstan dengan usaha minimal dalam mekanisme pengaturan panas. Kisaran
suhu tersebut menyebabkan ternak tidak menggunakan banyak energi untuk
mengoptimalkan proses reproduksi. Beberapa studi menyebutkan bahwa individu
ternak dan faktor-faktor manajemen pemeliharaan mempengaruhi efisiensi
reproduksi, khususnya angka kebuntingan (Grimanrd, 2006).
Dari hasil penelitian Prihatno (2011) terhadap uterus sapi yang mengalami
kawin berulang, menunjukkan adanya jamur Aspergillus Fumigatus (60%).
Kemudian, penelitian yang terbaru menunjukan bahwa sapi yang mengalami
kawin berulang mengandung bakteri lebih banyak ketimbang sapi yang fertil
(62,5% berbanding 28.6%). Penelitian Agus menunjukkan adanya beberapa
bakteri, seperti : Streptococus 10%, Staphylococcus 40%, Bacillus 50%, dan
Escherichia Coli 20%. Pemeliharaan sapi sapi perah pada masa laktasi
memerlukan kehati-hatian baik dari pakan, kesehatan dan kandang. Sapi yang
sedang produksi sangat sensitif terhadap keadaan lingkungan sekelilingnya dan
oleh sesuatu keadaan yang berubah-ubah. Oleh sebab itu, untuk menjaga
kelangsungan produksi susu tetap stabil, maka kegiatan pemeliharaan yang teratur
dan menjadi kebutuhan sapi perah harus dilakukan secara pasti (Dirjen
Peternakan, 2009 ).
Sistem perkandangan merupakan aspek penting dalam usaha peternakan
sapi perah. Kandang bagi sapi perah bukan hanya berfungsi sebagai tempat
tinggal saja, akan tetapi harus dapat memberikan perlindungan dari segala aspek
yang menganggu (Siregar, 1993), seperti untuk menghindari ternak dari terik
matahari, hujan, angin kencang, gangguan binatang buas, dan pencuri (Sugeng,
2001). Sanitasi kandang dilakukan dengan cara membersihkan tempat pakan dan
tempat minum, feses serta sisa pakan yang tercecer pada lantai kandang.
13

Lingkungan kandang yang bersih dimaksudkan agar sapi tidak terserang penyakit
dan susu yang dihasilkan tidak terkontaminasi oleh kotoran. Hal ini sesuai dengan
pendapat Williamson (1993) bahwa lingkungan kandang sapi harus bersih supaya
saat pemerahan susu tidak terkontaminasi serta menjaga kesehatan sapi.
Cekaman panas di lokasi usaha peternakan dapat mempengaruhi
penampilan reproduksi ternak sapi perah. Menurut Calderon (2005), menyatakan
bahwa terdapat perbedaan yang nyata penampilan reproduksi ternak di daerah
panas dengan daerah dingin. Perbedaan reproduktivitas ini berkaitan erat dengan
faktor suhu dan kelembaban udara. Dampak stress panas pada fertilitas dapat
menurunkan tingkat konsepsi, menyebabkan kawin berulang dengan tingkat
inseminasi 4 sampai 6 kali (Turner, dkk., 2006).
Menurut Payne dan Wilson (1999) unsur iklim paling mempengaruhi
reproduksi adalah suhu, kelembaban. Suhu udara sangat berpengaruh terhadap
sifat reproduksi misalnya pada sapi yang dikandangkan dengan suhu udara 24-
35C, lama birahi kurang lebih 11 jam, sedangkan pada suhu udara 17-18C lama
birahi rata-rata 20 jam. Dari hasil penelitian membuktikan bahwa sapi perah yang
mempunyai siklus birahi kurang dari 18 hari sebanyak 5%, 18-24 hari sebanyak
85% dan yang lebih dari 24 hari sebanyak 10%.
Ternak akan mengalami cekaman panas apabila kombinasi faktor
lingkungan menyebabkan suhu efektif lingkungan lebih tinggi dari daerah nyaman
ternak. Ekspresi ternak yang terkena cekaman panas antara lain adalah:1)
Peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan; 2) Peningkatan konsumsi air;
3) Penurunan konsumsi pakan; 4) Penurunan produksi susu; 5) Peningkatan laju
peredaran darah dan pembesaran pembuluh darah di permukaan kulit; 6)
Berkeringat; 7) Perubahan aktivitas hormon; 8) Perubahan pola tingkah laku; dan
9) Perubahan dalam penggunaan air (Qisthon, 1999).
Iklim tropis di Indonesia menjadi tantangan terbesar dalam upaya
optimalisasi produksi susu sapi perah. Hal ini dikarenakan kenyataan bahwa sapi
perah akan dapat berproduksi dengan baik apabila dipelihara pada kondisi
lingkungan yang nyaman dengan batas maksimum dan minimum temperatur dan
kelembaban lingkungan berada pada Thermo Neutral Zone (ZTN). Diluar kondisi
tersebut sapi perah akan mudah mengalami stres. Stres panas terjadi ketika
temperatur dan kelembaban berada di atas ZTN (Rumetor, 2003). Lebih lanjut
Wagner (2001) menjelaskan bahwa stres panas akan terjadi ketika panas yang
masuk ke dalam tubuh ternak tidak seimbang dengan panas yang dapat
dikeluarkan oleh tubuh.

2.2.1.6 Efisiensi Inseminasi Buatan


Peningkatan produktivitas dilakukan melalui penyediaan pejantan
berkualitas, memperbaiki performa induk, sistem perkawinan, penyediaan pakan
yang cukup dan sistem manajemen yang memadai. Peningkatan produktivitas sapi
perlu didukung teknologi reproduksi (Affandhy, dkk., 2004). Teknologi
reproduksi yang umum diterapkan yaitu Inseminasi Buatan (IB). Inseminasi
Buatan adalah memasukkan mani/semen ke dalam alat kelamin hewan betina
sehat dengan menggunakan alat inseminasi agar hewan tersebut menjadi bunting
(Hartati, 2010). Dengan menerapkan IB maka potensi sapi pejantan unggul dapat
dioptimalkan. Salah satu kegiatan dari IB adalah memproduksi semen beku.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas semen beku yang dihasilkan
14

seperti kualitas semen segar, jenis sapi yang digunakan dan proses produksi
semen beku (Nugraha, 2012).
Teknologi IB adalah salah satu teknologi reproduksi yang mampu dan
telah berhasil untuk meningkatkan perbaikan mutu genetik ternak, sehingga dalam
waktu pendek dapat menghasilkan anak dengan kualitas baik dalam jumlah yang
besar dengan memanfaatkan pejantan unggul (Susilawati, 2011). Menurut
Madyawati dan Srianto (2007), IB merupakan cara untuk meningkatkan efisiensi
reproduksi dan memperbaiki mutu genetik ternak, sehingga semen yang
digunakan harus berasal dari pejantan unggul.
Tingkat keberhasilan IB sangat dipengaruhi oleh empat faktor yang saling
berhubungan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya yaitu pemilihan sapi
akseptor, pengujian kualitas semen, akurasi deteksi birahi oleh para peternak dan
keterampilan inseminator. Dalam hal ini inseminator dan peternak merupakan
ujung tombak pelaksanaan IB sekaligus sebagai pihak yang bertanggung jawab
terhadap berhasil atau tidaknya program IB di lapangan (Hastuti, 2008).
Dalam pelaksanaan IB pada hewan ternak agar memperoleh hasil yang
lebih efektif, maka deteksi dan pelaporan birahi harus tepat, disamping
pelaksanaan dan teknik inseminasi itu sendiri dilaksanakan secara cermat oleh
tenaga terampil. Penggunaan semen fertil pada waktu inseminasi adalah sangat
esensial untuk mendapatkan tingkat kesuburan yang tinggi, sedangkan hewan
betina yang akan di IB haruslah dalam kondisi reproduksi yang optimal. Semen
yang diinseminasikan ke dalam saluran reproduksi betina pada waktu dan tempat
yang terbaik untuk memungkinkan pertemuan antara spermatozoa dan ovum
sehingga berlangsung proses pembuahan (Tolihere, 2005). Waktu terbaik untuk
melakukan inseminasi pada sapi menurut Partodihardjo (2004) yaitu pada enam
jam kedua sejak hewan menunjukkan gejala birahi akan menghasilkan angka
konsepsi tertinggi berkisar antara 72% dibandingkan dengan bila dilakukan pada
enam jam yang pertama sejak timbulnya gejala birahi.
Inseminasi yang dilakukan pada enam jam pertama dan enam jam terakhir
akan menghasilkan angka konsepsi yang lebih rendah daripada yang enam jam
kedua. Enam jam sebelum estrus berakhir menunjukkan angka rata-rata lebih
baik, daripada angka konsepsi pada enam jam sejak estrus dimulai. Angka
konsepsi setelah terjadinya ovulasi, yaitu pada fase luteum, adalah angka konsepsi
yang paling buruk (Tolihere, 2005).
Keahlian dan keterampilan inseminator dalam akurasi pengenalan birahi,
sanitasi alat, penanganan (handling) semen beku, pencairan kembali (thawing)
yang benar, serta kemampuan melakukan IB akan menentukan keberhasilan.
Kesalahan yang umum yang sering dilakukan inseminator adalah salah
menempatkan semen dalam saluran reproduksi, yaitu memasukkan ke serviks
bukan pada tempat yang benar di uterus. Kesalahan umum lainnya yang terjadi
adalah waktu deposit semen ke serviks sementara sambil menarik straw.
Inseminator juga harus dapat memastikan bahwa spermatozoa yang sudah
dicairkan kembali sesegera mungkin digunakan untuk IB. Waktu optimum untuk
melakukan inseminasi juga harus diperhitungkan dengan waktu kapasitasi, yaitu
suatu proses fisiologik yang dialami oleh spermatozoa di dalam saluran kelamin
betina untuk memperoleh kapasitas atau kesanggupan membuahi ovum.
Pengetahuan ini semua harus betul-betul dikuasai inseminator untuk keberhasilan
IB (Herawati, 2012).
15

Keberhasilan IB dapat dievaluasi dari beberapa parameter, parameter yang


digunakan untuk menilai tampilan reproduksi sapi perah adalah service per
conception (S/C), days open (DO), dan calving interval (CI). Semua parameter
tersebut merupakan evaluasi dari peranan teknologi IB yang diketahui dapat
berpengaruh terhadap peningkatan populasi sapi perah yang nantinya mampu
untuk meningkatkan produksi (Atabany, dkk., 2011).

2.3. Alur Penelitian

Berdasarkan tinjauan pustaka dan landasan teori maka disusun suatu alur
penelitian dalam kajian prevalensi dan faktor risiko kawin berulang pada sapi perah
pada tingkat peternak di Desa lebbang, Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang.

PETERNAKAN
SAPI PERAH

KEJADIAN KAWIN
BERULANG

NEGATIF POSITIF
( Tidak mengalami (Mengalami kawin
kawin berulang) berulang)

FAKTOR RESIKO
KEJADIAN KAWIN
BERULANG

HUBUNGAN ANTARA
KEJADIAN KAWIN BERULANG
DENGAN FAKTOR RISIKO

Gambar 2. Alur Penelitian


16

3 MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2015. Pengambilan sampel


dilaksanakan di Desa Lebbang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang,
sedangkan identifikasi dan pengolahan data dilakukan di Makassar, Sulawesi
Selatan. Rancangan jadwal penelitian dapat dilihat pada lampiran 1.

3.2 Materi Penelitian

Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah peternak sapi perah
produktif di Desa Lebbang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang. Materi
penelitian adalah data kegagalan kebuntingan sapi perah setelah tiga kali di
Inseminasi Buatan yang berasal dari hasil sampling tingkat peternak sapi perah di
Desa Lebbang. Penelitian ini menggunakan kajian lintas seksional untuk
mengidentifikasi dan mengetahui hubungan faktor-faktor penyebab kejadian
kawin berulang pada tingkat peternak.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dan dikumpukan langsung dari peternakan sapi
Perah yang berupa hasil identifikasi kejadian kawin berulang di Desa Lebbang,
Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang, hasil kuesioner dari wawancara
dengan peternak, serta pengamatan langsung di peternakan guna mengetahui
faktor-faktor risiko penyebab kejadian kawin berulang. Model kuesioner kejadian
kawin berulang dan faktor risiko penyebab kejadian kawin berulang dapat dilihat
pada lampiran 2. Data sekunder adalah data yang didapatkan dari Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Enrekang berupa data sensus populasi
ternak sapi perah di Desa Lebbang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang
tahun 2015 (lampiran 4).

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Metode Sampling


Penelitian ini menggunakan metode sampling Purposive Sampling,
penentuan sampel mempertimbangkan kriteria-kriteria tertentu yang telah dibuat
terhadap obyek yang sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam hal ini penelitian
dilakukan pada peternakan sapi perah yang berada di Desa Lebbang (Kecamatan
Cendana, Kabupaten Enrekang, Propinsi Sulawesi Selatan). Adapun kriteria-
kriteria pemilihan peternakan di Desa Lebbang yang akan dijadikan lokasi
pengambilan sampel adalah (Dinas Peternakan dan perikanan Kabupaten
Enrekang, 2015):
a. Kabupaten Enrekang adalah satu daerah yang telah menjadi prioritas
pengembangan peternakan sapi perah di Sulawesi Selatan
b. Desa Lebbang merupakan Desa yang paling tinggi populasi sapi
perah dari tahun-ketahun
c. Laporan kejadian kawin berulang yang tinggi;
17

d. Iklim dan potensi wilayah di Kabupaten Enrekang mendukung untuk


pengembangan sapi perah.
e. Proses pelaksanaan penelitan yang baik karena dukungan peternak
dan Dinas peternakan Kabupaten Enrekang.

Pemilihan sampel ternak digunakan metode Simple Random Sampling di


Desa Lebbang dalam penentuan jumlah peternak sapi perah terpilih. Sapi perah
yang ada di lokasi penelitian diberi nomor urut dan sampel diambil secara acak
(lampiran 3).

3.3.2 Metode Penentuan Besaran Sampel


Populasi dalam penelitian ini berasal dari populasi peternak sapi Perah di
Desa Lebbang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang tahun 2014. Jumlah
sampel ditentukan dengan rumus:

n = 4 PQ/L (Martin, dkk., 1987)

Keterangan:
n : Besaran sampel ternak sapi perah
P : Asumsi tingkat kejadian di daerah penelitian (29,4%)
Q : (1-P)
L : Galat yang diinginkan

dengan tingkat konfidensi 95%, galat yang diinginkan 5% dan asumsi prevalensi
kejadian kawin berulang di desa Lebbang sebesar 29,4% dengan jumlah sapi
perah sebanyak 122 ekor dari 21 peternak yang ada, maka diperoleh jumlah
sampel ternak:

4 x 0,0294 x 0,706
n=
0,0025

0,830
n=
0,0025

n = 332

Oleh karena besaran sampel ternak sapi perah lebih besar dari 10% dari total
populasi ternak maka nilai besaran sampel peternakan sapi perah adalah :

n1 = 1 / (1/n + 1/N) (Budiharta, 2002)


n1 = 1 / (1/332 + 1/122)
n1 = 1 / (0,00301 + 0,00819)
n1 = 1 / 0,0112
n1 = 89
18

Dari masing-masing peternak diambil sampel secara simple random


sampling pada ternak sapi perah yang berada di Desa Lebbang di Kecamatan
Cendana, Kabupaten Enrekang yang diduga angka kejadian kawin berulang di
daerah tersebut tinggi serta faktor risiko yang mempengaruhi kejadian kawin
berulang sehingga meyebabkan gagalnya kebuntingan ternak sapi perah walaupun
telah di inseminasi buatan sebanyak tiga kali ataupun lebih. Kemudian dilakukan
analisis untuk mengidentifikasi adanya hubungan antara angka kejadian dan faktor
risiko yang ditemukan.

3.3.3 Variabel Penelitian


Hasil identifikasi kejadian kawin berulang merupakan variabel dependen (Y)
sedangkan variabel independen (X) adalah faktor risiko penyebab kejadian
meliputi karakteristik responden, pengetahuan siklus estrus, pelaksanaan
Inseminasi Buatan, perkandangan, pakan dan air minum, serta pengetahuan
peternak (lampiran 2). Pertanyaan kuesioner mengenai faktor risiko dikategorikan
menjadi beberapa kategori variabel. Tiap kategori variabel di ukur sebagai
variabel dikotomik (jawaban benar, skor 1 dan jawaban salah skor 0), sehingga
hasil kuesioner prevalensi dan faktor risiko kejadian pada ternak sapi perah dapat
dikelompokkan menjadi tujuh kategori variabel yaitu peternak dengan nilai
variabel buruk (jika memiliki nilai total skor responden (x) > mean skor total
responden) dan peternak dengan nilai variabel baik (jika memiliki nilai skor
responden (x) mean total skor responden) (Riwidikdo, 2009).

3.3.4 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi perah betina dewasa
yang produktif dalam kondisi sehat dari 21 peternak yang terdapat di Desa
Lebbang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang.

3.3.5 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuesioner yang
berisi pertanyaan-pertanyaan untuk responden mengenai informasi kejadian dan
faktor risiko kawin berulang pada sapi perah di Desa Lebbang, Kecamatan
Cendana, Kabupaten Enrekang.

3.3.6 Prosedur Pengumpulan Data


Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juni-Juli 2015. Penelitian ini
dilakukan dengan mendatangi ke rumah peternak satu-persatu atau ke kandang
kelompok ternak kemudian dilakukan wawancara terhadap peternak, pengamatan
secara langsung terhadap ternak dan kandang. Data diambil dengan wawancara
terhadap peternak, pengamatan secara langsung terhadap ternak dan kandang,
petugas dari dinas peternakan kabupaten Enrekang, dan inseminator.
Data yang dicatat mengenai karakteristik responden, variabel kejadian kawin
berulang, variabel pengetahuan siklus estrus, variabel pelaksanaan inseminasi
buatan, variable perkandangan, variabel pakan dan air minum, variabel
pengetahuan beternak. Kemudian diambil sampel dengan cara Random Sampling.
19

Random Sampling merupakan teknik dimana masing-masing satuan cuplikan


memiliki kemungkinan yang sama untuk dipilih.

3.3.7 Analisis Data


Setelah semua data dikumpulkan, selanjutnya dilakukan pengkodean pada
semua poin variabel data kuesioner hal ini dilakukan untuk memudahkan analisis.
Data hasil kuesioner dari perhitungan prevelensi dan faktor risiko kawin berulang
pada sapi perah pada tingkat peternak kemudian di olah dalam program data SPSS
21.0.
Hasil tabulasi data jumlah kejadian dan faktor risiko kawin berulang
penyebab kawin berulang pada pada sapi perah pada tingkat peternak dianalisis
secara deskriptif dan diuji chi square (X2) untuk mengukur hubungan faktor-faktor
tersebut terhadap kejadian kawin berulang dengan tingkat kepercayaan 95%. Jika
terdapat besaran hubungan signifikan faktor-faktor terhadap kejadian kawin
berulang maka akan dilakukan uji odd ratio (OR) untuk melihat kekuatan
hubungan pada tingkat kepercayaan 95%.
20

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Prevalensi Kejadian Kawin Berulang Pada Sapi Perah Pada Tingkat
Peternak
Sampel sapi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 89 ekor sapi yang
dipelihara oleh 21 peternak. Dari hasil analisis menunjukkan 10 peternak dengan
total 18 ekor sapi perah mengalami kawin berulang. Dengan demikian tingkat
prevalensi kejadian kawin berulang pada tingkat peternak di Desa Lebbang,
Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang mencapai 47,6%.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini ternyata lebih tinggi di
bandingkan kajian yang dilaporkan Prihatno, dkk., (2013) bahwa prevalensi
kejadian kawin berulang pada tingkat peternak sebesar 29,4%. Namun bila
dibandingkan dengan kajian yang dilaporkan Yusuf, dkk., (2012) bahwa kejadian
kawin berulang di daerah tropis bisa mencapai 62%. Kejadian kawin berulang
bervariasi tergantung faktor wilayah, lingkungan dan manajemen.

4.2 Identifikasi dan Hubungan antara Faktor Risiko dengan Kejadian


Kawin Berulang Pada Sapi Perah Pada Tingkat Peternak

Tabel 2. Deskripsi faktor risiko kejadian kawin berulang pada sapi perah pada tingkat peternak
di Desa Lebbang Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang.

No. Deskripsi Hasil Deskripsi

I. Deskripsi Faktor Risiko Kejadian Kawin Berulang Pada Tingkat Peternak


1. Karakteristik Peternak
1.1 Pendidikan terakhir peternak:
1. SD/SR = 19,0% (4/21)
2. SMP = 33,3% (7/21)
3. SMA = 42,9% (9/21)
3. PT = 4,8% (1/21)

1.2. Pengalaman beternak sapi:


1. < 5 tahun = 9,5% (2/21)
2. 5 tahun = 90,5% (19/21)

1.3 Lokasi peternak berdasarkan dusun/lingkungan:


1. Panette = 100% (21/21)

1.4 Jumlah sapi perah:


1. < 5 ekor = 66,7% (14/21)
2. 5 ekor = 33,3% (7/21)
21

No. Deskripsi Hasil Deskripsi


2. Pengetahuan Peternak Tentang Siklus Estrus
2.1 Siklus estrus terjadi satu kali\bulan:
a. Ya = 100% (21/21)
b. Tidak = 0% (0/21)

2.2 Masa siklus estrus berlangsung selama 21 hari:


a. Ya = 100% (21/21)
b. Tidak = 0% (0/21)

2.3 Siklus estrus secara normal tidak terjadi bersamaan pada semua
ternak sapi perah betina:
a. Ya = 100% (21/21)
b. Tidak = 0% (0/21)

2.4 Waktu estrus pada sapi perah terjadi selama 12-24 jam:
a. Ya = 100% (21/21)
b. Tidak = 0% (0/21)

2.5 Terdapat tanda tanda birahi:


a. Ya = 100% (21/21)
b. Tidak = 0% (0/21)

2.6 Saat birahi ternak betina siap untuk di Inseminasi Buatan:


a. Ya = 100% (21/21)
b. Tidak = 0% (0/21)

2.7 Jika ternak menunjukkan tanda- tanda birahi pada pagi hari, maka
waktu yang tepat untuk dikawinkan adalah sore harinya, dan jika
tanda birahi terlihat pada sore hari, maka waktu untuk dikawinkan
pagi keesokan harinya:
a. Ya = 100% (21/21)
b. Tidak = 0% (0/21)

2.8 Dalam sehari anda mengamati 3-4 kali estrus pada sapi perah siap
kawin:
a. Ya = 100% (21/21)
b. Tidak = 0% (0/21)

Maka penilaian variabel pengetahuan siklus estrus sebagai


berikut:
a. Jika nilai T mean nilai T = Tahu = 100% (21/21)
b. Jika nilai > mean nilai T= Tidak Tahu = 0% (0/21)
22

No. Deskripsi Hasil Deskripsi


3. Pengetahuan Peternak Tentang Reproduksi Ternak
3.1 Kejadian Kawin berulang dapat berpindah/menyebar dari satu
ternak ke ternak lainnya:
a. Ya = 0% (0/21)
b. Tidak = 100% (21/21)

3.2 Adakah faktor-faktor yang berpotensi dapat menyebabkan


terjadinya kawin berulang pada ternak sapi perah:
a. Ya = 100% (21/21)
b. Tidak = 0% (0/21)

3.3 Melaporkan kepada petugas (paramedic & dokter hewan) jika


ternak anda menunjukkan ciri-ciri kawin berulang
a. Ya = 100% (21/21)
b. Tidak = 0% (0/21)

3.4 Pernah mengikuti bimbingan teknis reproduksi ternak yang


diadakan pemerintah/swasta:
a. Ya = 100% (21/21)
b. Tidak = 0% (0/21)

3.5 Mengetahuai penyakit (gangguan) reproduksi ternak yang


berpengaruh terhadap kebuntingan ternak sapi perah
a. Ya = 42,9% (9/21)
b. Tidak = 57,1% (12/21)

3.6 Mengetahui ciri ciri sapi perah ketika mengalami kelainan


reproduksi atau gangguan penyakit reproduksi
c. Ya = 42,9% (9/21)
d. Tidak = 57,1% (12/21)

3.7 Melaporkan kepada petugas (paramedik & dokter hewan) jika


ternak anda menunjukkan ciri-ciri penyakit (gangguan) reproduksi
a. Ya = 100% (21/21)
b. Tidak = 0% (0/21)

3.8 Mengetahui mengenai teknologi inseminasi buatan


a. Ya = 100% (21/21)
b. Tidak = 0% (0/21)
23

No. Deskripsi Hasil Deskripsi


3.9 Menghubungi petugas kesehatan ketika ternak mengalami kawin
berulang:
a. Ya = 100% (21/21)
b. Tidak = 0% (0/21)

Maka penilaian variabel Pengetahuan Peternak Tentang


Reproduksi Ternak sebagai berikut:
a. Jika nilai T mean nilai T = Tahu = 100% (21/21)
b. Jika nilai > mean nilai T= Tidak Tahu = 0% (0/21)

4. Faktor Perkandangan
4.1 Terdapat tempat pakan dan air minum dalam kandang:
a. Ya = 100% (21/21)
b. Tidak = 0% (0/21)

4.2 Tersedia tempat penampungan kotoran sapi atau sisa sisa pakan
pada kandang:
a. Ya = 100% (21/21)
b. Tidak = 0% (0/21)

4.3 Terdapat genangan air atau kotoran di sekitar kandang sapi perah:
a. Ya = 0% (0/21)
b. Tidak = 100% (21/21)

4.4 Terdapat selokan saluran pembuangan kotoran dan air kencing


a. Ya = 95,2% (20/21)
b. Tidak = 4,8% (1/21)

4.5 Pembersihan kandang dilakukan dengan desinfektan atau deterjen:


a. Ya = 0% (0/21)
b. Tidak = 100% (21/21)

4.6 Alas kandang sering di bersihkan:


a. Ya = 95,2% (20/21)
b. Tidak = 4,8% (1/21)

4.7 Saluran pembuangan anda bermuara suatu tempat:


a. Ya = 95,2% (20/21)
b. Tidak = 4,8% (1/21)
24

No. Deskripsi Hasil Deskripsi


4.8 Dalam kandang tidak di temukan jenis hewan lain:

a. Ya = 23,8% (5/21)
b. Tidak = 76,2% (16/21)

Maka penilaian variabel Perkandangan sebagai berikut:


a. Jika nilai T mean nilai T = Baik = 100% (21/21)
b. Jika nilai > mean nilai T= Tidak Baik = 0% (0/21)

5. Pakan dan Air Minum


5.1 Pemberian pakan untuk sapi perah diberikan secara teratur:
a. Ya = 100% (21/21)
b. Tidak = 0% (0/21)

5.2 Pemberian pakan dalam sehari:


a. 3 kali = 66,7% (14/21)
b. > 3 kali = 33,3% (7/21)
5.3 Pemberian pakan untuk sapi perah diberikan pada waktu pagi,
siang, dan sore:
a. Ya = 66,7% (14/21)
b. Tidak = 33,3% (7/21)
5.4 Sumber pakan tersedia tidak jauh dari kandang atau mudah
diperoleh:
a. Ya = 100% (21/21)
b. Tidak = 0% (0/21)

5.5 Hijauan yang anda berikan sudah dilayukan:


a. Ya = 100% (21/21)
b. Tidak = 0% (0/21)

5.6 Jenis hijauan rumput gajah, dan Lamtoro:


a. Ya = 100% (21/21)
b. Tidak = 0% (0/21)

5.7 Pemberian makanan tambahan yang anda berikan pada ternak


untuk mencukupi kebutuhan nutrisinya:
a. Ya = 100% (21/21)
b. Tidak = 0% (0/21)

5.8 Sumber air tersedia tidak jauh dari kandang atau mudah di peroleh:
a. Ya = 100% (21/21)
b. Tidak = 0% (0/21)
25

No. Deskripsi Hasil Deskripsi


5.9 Persediaan air minum untuk ternak sapi perah anda dengan tidak
terbatas sesuai kebutuhan sapi perah:
a. Ya = 100% (21/21)
b. Tidak = 0% (0/21)

5.10 Memberikan ternak air minun yang bersih (air sumur, air sungai,
dll )
a. Ya = 100% (21/21)
b. Tidak = 0% (0/21)

Maka penilaian variabel Pakan dan Air Minum sebagai


berikut:
c. Jika nilai T mean nilai T = Baik = 100% (21/21)
d. Jika nilai > mean nilai T= Tidak Baik = 0% (0/21)

6. Pelaksanaan Inseminasi Buatan


6.1 Keberhasilan Inseminasi Buatan dapat ditentukan dengan
mengamati siklus estrus (birahi) sapi:
a. Ya = 100% (21/21)
b. Tidak = 0% (0/21)

6.2 Pelaksanaan waktu mengawinkan yang tepat dengan Inseminasi


Buatan:
a. Ya = 100% (21/21)
b. Tidak = 0% (0/21)

6.3 Memilih dilakukan kawin buatan (IB) di banding kawin alam pada
sapi perah:
a. Ya = 100% (21/21)
b. Tidak = 0% (0/21)

6.4 Tidak ada kendala terhadap Ketersediaan straw semen beku saat
anda meminta IB:
a. Ya = 100% (21/21)
b. Tidak = 0% (0/21)

6.5 Kualitas semen yang digunakan untuk IB:


a. Baik = 95,2% (20/21)
b. Tidak Baik = 4,8% (1/21)

6.6 Keterampilan inseminator saat malakukan IB:


a. Baik = 95,2% (20/21)
b. Tidak Baik = 4,8% (1/21)
26

No. Deskripsi Hasil Deskripsi


6.7 Tersedianya kartu IB dan pelaksanaan recording IB (termasuk
PKB) di tingkat peternak:
a. Ya = 0% (0/21)
b. Tidak = 100% (21/21)

6.8 Peternak mengetahui kebuntingan sapi perah dengan melihat siklus


birahi:
a. Ya = 100% (21/21)
b. Tidak = 0% (0/21)

6.9 Kesulitan untuk menemui Inseminator saat ternak sapi perah ingin
di IB:
a. Tidak sulit = 90,5% (2/21)
b. Sulit = 9,5% (19/21)

6.10 Waktu pelaporan saat terjadi estrus sapi perah anda sebelum di IB:
a. 6 jam = 100% (21/21)
b. 6 jam = 0% (0/21)

6.11 Kualitas sapi perah hasil perkawinan dengan IB:


a. Baik = 100% (21/21)
b. Tidak Baik = 0% (0/21)

Maka penilaian variabel Pelaksanaan Inseminasi Buatan


sebagai berikut:
a. Jika nilai T mean nilai T = Baik = 100% (21/21)
b. Jika nilai T > mean nilai T = Tidak Baik = 0% (0/21)

4.2.1 Karakteristik Peternak


Secara umum, pendidikan terakhir peternak sapi perah di Desa Lebbang,
Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang di dominasi oleh SMA sebesar 42,9%,
SMP 33,3%, di tingkat SD 19% dan 4,8% di perguruan tinggi. Pengalaman
beternak sapi selama 5 tahun sebesar 90,5%, Jumlah sapi perah <5 ekor sebesar
66,7%.
Perbedaan tingkat pendidikan memungkinkan terjadinya perbedaan tingkat
pola pikir, pola kerja, dan wawasan. Peternak yang berpendidikan lebih tinggi
lebih mudah menerima saran dan inovasi-inovasi baru, sedangkan peternak yang
berpendidikan rendah lebih sulit diberi saran. Peternak yang memiliki tingkat
pendidikan yang tinggi diharapkan dapat melakukan transfer ilmu, teknologi, dan
wawasannya untuk bisa menyeimbangkan dan mengembangkan peternakan yang
ada di daerah tersebut (Sembada, 2012).
Hal ini sesuai dengan pendapat Edwina dan Cepriadi (2006), tingkat
pendidikan yang relatif tinggi memungkinkan peternak mampu mengadopsi
inovasi penyuluhan serta bimbingan untuk meningkatkan usahanya. Oleh karena
itu, semakin tinggi pendidikan peternak maka diharapkan kinerja usaha
27

peternakan akan semakin berkembang. Menurut Nurlina (2007), umur dan latar
pendidikan peternak mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menerima
sesuatu yang baru atau mengadopsi inovasi.
Pengalaman beternak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kemampuan kerja seorang peternak untuk menentukan keberhasilan usaha sapi
perah. Pengalaman beternak merupakan lamanya waktu yang telah ditempuh
peternak dalam menekuni usaha peternakan (Sembada, 2012). Seluruh peternak di
Desa Lebbang merupakan peternak lama karena telah memulai beternak sapi
perah selama lebih dari lima tahun pada saat penelitian ini dilakukan. Hal tersebut
mempengaruhi peternak dalam mengatasi masalah-masalah yang muncul pada
saat mengelola peternakan.

4.2.2 Pengetahuan Peternak Tentang Siklus estrus


Pengetahuan siklus estrus yang baik berpengaruh besar dalam keberhasilan
beternak sapi. Hasil penelitian yang dilakukan pada peternak di Desa Lebbang
menunjukkan 100% peternak mengetahui siklus estrus. Hal ini sesuai dengan
pendapat Van Eerdenburg (2002) yang melaporkan bahwa persyaratan utama
dalam pengelolaan peternakan sapi perah adalah pengetahuan tentang siklus estrus
dan estrus. Ketidaktahuan peternak tentang siklus estrus dan estrus dapat
meningkatkan angka infertilitas dan kegagalan kebuntingan yang ditandai dengan
kawin berulang (Noakes, dkk., 2009).
Pengetahuan siklus estrus terdiri dari : siklus estrus terjadi satu kali/bulan
100%, masa siklus estrus berlangsung selama 21 hari 100%, siklus estrus secara
normal tidak terjadi bersamaan pada semua ternak sapi perah betina 100%, waktu
estrus terjadi selama 12-24 jam 100%, terdapat tanda-tanda estrus 100%, saat
birahi ternak betina siap untuk di Inseminasi Buatan 100%, jika ternak
menunjukkan tanda-tanda birahi pada pagi hari, maka waktu yang tepat untuk
dikawinkan adalah sore harinya, dan jika tanda birahi terlihat pada sore hari, maka
waktu untuk dikawinkan pagi keesokan harinya 100%, dan dalam sehari
mengamati 3-4 kali estrus pada sapi perah siap kawin 100%.
Pada tingkat peternak, deteksi estrus oleh para peternak diduga merupakan
salah satu faktor penyebab rendahnya angka kebuntingan, hal ini sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Van Eerdenburg (2002), bahwa deteksi estrus yang jelek
memberikan kontribusi utama terhadap rendahnya fertilitas, sedangkan Lpez-
Gatius (2011) berpendapat, kesalahan dalam mendeteksi estrus dapat
menyebabkan kegagalan program inseminasi buatan. Intensitas deteksi estrus
yang rendah pada umumnya disebabkan peternak kurang memiliki komitmen atau
karena kesibukan peternak, sehingga prioritas deteksi estrus terabaikan.
Siklus birahi pada setiap hewan berbeda antara satu sama lain tergantung
dari bangsa, umur, dan spesies. Siklus birahi pada sapi berkisar antara 18-22 hari
(Partodiharjo, 2004). Interval antara timbulnya satu periode birahi ke permulaan
periode berikutnya disebut sebagai suatu siklus birahi. Siklus birahi pada dasarnya
dibagi menjadi 4 fase atau periode yaitu proestrus, estrus, meteestrus, dan
diestrus (Sonjaya, 2005). Menurut Hosein dan Gibson (2006), tanda-tanda sapi
birahi, yaitu: a) Sapi gelisah; b) Frekuensi sapi mengeluarkan urin meningkat; c)
Vulva terlihat merah, keluar lendir, dan bengkak; d) Diam apabila dinaiki; e)
Keluarnya bercak darah. Peternak umumnya hanya mengetahui dua sampai tiga
28

tanda-tanda birahi. Lama estrus pada sapi perah berlangsung sekitar 12-24 jam
(Putro, dkk., 2008).

4.2.3 Pengetahuan Peternak Tentang Reproduksi Ternak


Pengalaman beternak yang cukup lama memberikan indikasi bahwa
pengetahuan dan keterampilan beternak dan manajemen pemeliharaan ternak yang
dimiliki petani semakin baik. Edwina dan Cepriadi (2006) menyatakan bahwa
semakin lama pengalaman beternak seseorang maka peternak akan lebih mudah
mengatasi kesulitannya.
Dari hasil penelitian menunjukkan pengetahuan beternak 100% antara lain :
kejadian kawin berulang tidak dapat berpindah atau menyebar dari satu ternak ke
ternak lainnya 100%, terdapat faktor-faktor yang berpotensi dapat menyebabkan
terjadinya kawin berulang pada ternak sapi perah 100%, melaporkan kepada
petugas (paramedik & dokter hewan) jika ternak menunjukkan ciri-ciri kawin
berulang 100%, pernah mengikuti bimbingan teknis reproduksi ternak yang
diadakan pemerintah/swasta 100%, mengetahuai penyakit (gangguan) reproduksi
ternak yang berpengaruh terhadap kebuntingan ternak sapi perah 42,9%,
mengetahui ciri ciri sapi perah ketika mengalami kelainan reproduksi atau
gangguan penyakit reproduksi 42,9%, melaporkan kepada petugas (paramedik &
dokter hewan) jika ternak anda menunjukkan ciri-ciri penyakit (gangguan)
reproduksi 100%, mengetahui mengenai teknologi inseminasi buatan 100%,
menghubungi petugas kesehatan ketika ternak mengalami kawin berulang 100%.
Hal ini sesuai dengan pendapat Sirajuddin (2004) bahwa salah satu faktor
yang mempengaruhi produktivitas kerja adalah pengalaman bekerja. Seseorang
yang memiliki banyak pengalaman akan memiliki tingkat kemampuan dan
keterampilan yang lebih baik. Pengalaman beternak sapi merupakan peubah yang
sangat berperan dalam menentukan keberhasilan peternak dalam meningkatkan
pengembangan usaha ternak sapi dan sekaligus upaya peningkatan pendapatan
peternak. Pengalaman beternak adalah guru yang baik, dengan pengalaman beternak
sapi yang cukup peternak akan lebih cermat dalam berusaha dan dapat memperbaiki
kekurangan di masa lalu (Murwanto, 2008).

4.2.4 Faktor Perkandangan


Kandang diperlukan untuk melindungi ternak sapi dari keadaan lingkungan
yang merugikan sehingga dengan adanya kandang ini ternak akan memperoleh
kenyamanan (Suharno dan Nazaruddin, 2004).
Faktor perkandangan 100% terdiri dari : terdapat tempat pakan dan air
minum dalam kandang 100%, tersedia tempat penampungan kotoran sapi atau sisa
sisa pakan pada kandang 100%, terdapat genangan air atau kotoran di sekitar
kandang sapi perah 100%, terdapat selokan saluran pembuangan kotoran dan air
kencing 95,2%, pembersihan kandang tidak dengan desinfektan atau deterjen
100%, alas kandang sering di bersihkan 95,2%, saluran pembuangan anda
bermuara suatu tempat 95,2%, dalam kandang tidak di temukan jenis hewan lain
76,2%.
Kandang sebagai tempat pemeliharaan sapi perah mestinya memiliki
konstruksi yang kuat; drainase dan saluran pembuangan limbah baik; tempat
kering dan tidak tergenang air; lantai dengan kemiringan 2-5 derajat, tidak licin,
tidak kasar, mudah kering dan tahan injakan serta menggunakan alas
29

(karpet/matras); dan luas kandang sesuai peruntukannya (Direktorat Perbibitan


Ternak, 2014). Kandang sapi perah dapat dilihat pada gambar 3:

Gambar 3. Skema Kandang Sapi Perah Bentuk Ganda (Leonardus, 2008)

Hal ini sesuai dengan Sudono (2004) kandang sapi perah dilengkapi tempat
pakan yang lebar, sehingga memudahkan sapi mengkonsumsi pakan yang
diberikan. Tempat air dibuat agar air selalu tersedia sepanjang hari atau tidak
terbatas (ad libitum). Setiawan (2007) kandang sapi perah di bagian depan
kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan saluran pembuangan kotoran berupa
selokan kecil yang memanjang di bagian belakang posisi sapi. Sementara lantai
kandang harus selalu dalam kondisi kering. Hal ini bertujuan untuk mencegah
perkembangan sumber penyakit seperti jamur (kondisi lembab) dan agar sapi
tidak mudah terpeleset karena lantai licin. Lantai kandang diusahakan dibuat dari
semen dengan kondisi kedap air dan tidak licin. (Suharno dan Nazaruddin, 2004).

4.2.5 Pakan dan Air Minum


Pakan merupakan hal paling penting dalam usaha peternakan sapi perah.
Kekurangan pakan menyebabkan terjadinya penurunan produksi, derajat
kesehatan dan berpengaruh buruk terhadap reproduksi (Saptahidayat, 2005).
Faktor pakan merupakan faktor yang sangat menentukan terhadap produktivitas
sapi perah. Aspek pakan meliputi bahan pakan, formulasi ransum dan cara
pemberiannya merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan
(Nurhadi, 2010).
Hasil penelitian variabel pakan dan air minum 100% terdiri dari : pemberian
pakan untuk sapi perah diberikan secara teratur 100%, pemberian pakan 3 kali
dalam sehari 66,7% peternak memberikan 3 kali dalam sehari, pemberian pakan
untuk sapi perah diberikan pada waktu pagi, siang, dan sore 66,7%, sumber pakan
tersedia tidak jauh dari kandang atau mudah diperoleh 100%, jenis hijauan
Rumput Gajah dan Lamtoro 100%, pemberian makanan tambahan yang anda
berikan pada ternak untuk mencukupi kebutuhan nutrisinya 100%, sumber air
tersedia tidak jauh dari kandang atau dapat dengan mudah di peroleh 100%,
persediaan air minum untuk ternak sapi perah anda dengan tidak terbatas sesuai
30

kebutuhan sapi perah 100%, sumber air tersedia tidak jauh dari kandang
atau dapat dengan mudah di peroleh 100%.
Kualitas dan kuantitas ransum ternak merupakan salah satu faktor yang
menentukan keberhasilan suatu peternakan sapi perah. Tanpa makanan yang baik
dan dalam jumlah yang memadai, maka meskipun bibit ternak unggul akan
kurang dapat memperhatikan keunggulannya jika makanannya sangat terbatas.
Pakan merupakan faktor utama yang akan mempengaruhi kesehatan tubuh
maupun kesehatan reproduksi ternak (Sudono, dkk., 2004).
Hal ini ini sesuai dengan pendapat Laryska dan Nurhajati (2013) pakan yang
diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan yang berupa jerami padi, pucuk
daun tebu, lamtoro, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja. Pakan
berupa rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot
badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB. Sapi yang sedang
menyusui (laktasi) memerlukan pakan tambahan sebesar 25% hijauan dan
konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya
ditambah dengan jenis kacang-kacangan (legum). Fungsi utama konsentrat adalah
untuk mencukupi kebutuhan protein, karbohidrat, lemak dan mineral yang tidak
dapat dipenuhi oleh hijauan (Eniza, 2004).
Pemberian air minum sebaiknya dilakukan secara ad libitum untuk
mencukupi kebutuhan minum ternak sapi (Setiadi 2001). Air berfungsi sebagai
komponen utama dalam metabolisme dan sebagai kontrol suhu tubuh sehingga
ketersediaan air harus selalu ada. Air minum harus bersih, segar, jernih, dan tidak
mengandung mikroorganisme berbahaya. Kebutuhan air minum dapat berasal dari
air minum khusus yang disediakan pada bak-bak air di kandang.

4.2.6 Pelaksanaan Inseminasi Buatan


Pelaksanaan kegiatan Inseminasi Buatan merupakan salah satu upaya
penerapan teknologi tepat guna yang merupakan pilihan utama untuk peningkatan
mutu genetik ternak. Melalui kegiatan IB, penyebaran bibit unggul ternak sapi
dapat dilakukan dengan murah, mudah dan cepat, serta diharapkan dapat
meningkatkan pendapatan para peternak (Hartati, 2010).
Sesuai hasil penelitian pelaksanaan inseminasi buatan terdiri dari
keberhasilan inseminasi buatan yang ditentukan dengan mengamati siklus estrus
sapi 100%, pelaksanaan waktu mengawinkan yang tepat dengan inseminasi
buatan 100%, memilih melakukan IB dibanding kawin alam pada sapi perah
100%, tidak ada kendala ketersedian straw semen beku pada saat meminta IB
100%, kualitas semen yang digunakan untuk IB 95.2 %, keterampilan inseminator
saat melakukan IB 95,2 %, peternak mengetahui kebuntingan sapi perah dengan
melihat siklus birahi 100%, tidak ada kesulitan menemui inseminator saat ternak
sapi perah ingin di IB 90,5 %, waktu pelaporan saat terjadi estrus sapi perah > 6
jam sebelum di IB 100% dan kualitas sapi perah hasil perkawinan dengan IB baik
100%.
Hal ini sesuai dengan Herawati, dkk., (2012) inseminator berperan sangat
besar dalam keberhasilan pelaksanaan IB. Keahlian dan keterampilan inseminator
dalam akurasi pengenalan birahi, sanitasi alat, penanganan (handling) semen
beku, pencairan kembali (thawing) yang benar, serta kemampuan melakukan IB
akan menentukan keberhasilan. Indikator yang paling mudah untuk menilai
keterampilan inseminator adalah dengan melihat persentase atau angka tingkat
31

kebuntingan (conception rate, CR) ketika melakukan IB dalam kurun waktu dan
pada jumlah ternak tertentu. Nurtini (2008) menyatakann bahwa faktor manusia
merupakan faktor yang sangat penting pada keberhasilan program IB, karena
memiliki peran sentral dalam kegiatan pelayanan IB. Faktor manusia, sarana dan
kondisi lapangan merupakan faktor yang sangat dominan. Berkaitan dengan
manusia sebagai pengelola ternak, motivasi seseorang untuk mengikuti program
atau aktivitas-aktivitas baru banyak dipengaruhi oleh aspek sosial dan ekonomi.
Deteksi birahi yang tepat dan pengetahuan peternak tentang waktu optimum
untuk inseminasi disertai pelaporan pada waktu yang tepat akan sangat membantu
dalam keberhasilan kegiatan IB. Menurut Pramono, dkk., (2008), service per
conception dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ketepatan mendeteksi birahi,
kondisi ternak sendiri serta keterampilan dan ketepatan inseminator dalam
menginseminasi sapi perah.

Tabel 3. Analisis hubungan antara faktor risiko dengan kejadian kawin berulang pada sapi perah
pada tingkat peternak di Desa Lebbang Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang.

Kejadian
Kawin Chi
No Variabel Keterangan Berulang Square
(X2)
Pos Neg

I. Karakteristik Peternak
1 Pendidikan Terakhir
a. SD SD 2 2 0.502 NS
Bukan SD 7 10
b. SMP SMP 2 5
Bukan SMP 8 6
c. SMA SMA 5 4
Bukan SMA 5 7
d. PT PT 0 1
Bukan PT 9 11
2 Pengalaman beternak sapi <5 Tahun 0 1 1.000 NS
5 Tahun 10 10
II. Pengetahuan peternak tentang Siklus Estrus
1 Ya 10 11 -
Siklus estrus terjadi satu kali\bulan
Tidak 0 0
2 Masa siklus estrus berlangsung selama 21 Ya 10 11 -
hari: Tidak 0 0
3 Siklus estrus secara normal tidak terjadi Ya 10 11 -
bersamaan pada semua ternak sapi perah Tidak 0 0
betina:
4 Waktu estrus pada sapi perah terjadi selama 12- Ya 10 11 -
24 jam: Tidak 0 0

S
Ket: : Signifikan (p0,05), NS : Non Signifikan (p>0,05), - : tidak ada hubungan
32

Kejadian
Kawin Chi
No Variabel Keterangan Berulang Square
Pos Neg (X2)
5 Terdapat tanda tanda birahi: Ya 10 11 -
Tidak 0 0
6 Saat birahi ternak betina siap untuk di IB: Ya 10 11 -
Tidak 0 0
7 Jika ternak menunjukkan tanda- tanda birahi Ya 10 11 -
pada pagi hari, maka waktu yang tepat untuk Tidak 0 0
dikawinkan adalah sore harinya, dan jika tanda
birahi terlihat pada sore hari, maka waktu untuk
dikawinkan pagi keesokan harinya:
8 Dalam sehari anda mengamati 3-4 kali estrus Ya 0 0 -
pada sapi perah siap kawin Tidak 10 11
Maka penilaian variabel pengetahuan siklus estrus Tahu 10 11 -
Tidak 0 0
Tahu

III. Pengetahuan Peternak Tentang Reproduksi Ternak


1 Kejadian kawin berulang dapat berpindah/ Ya 0 0 -
menyebar dari satu ternak ke lainnya Tidak 10 11
2 Adakah faktor-faktor yang berpotensi dapat Ya 10 11 -
menyebabkan terjadinya kawin berulang pada Tidak 0 0
ternak sapi perah
3 Melaporkan kepada petugas (paramedic & Ya 10 11 -
dokter hewan) jika ternak menunjukkan ciri- Tidak 0 0
ciri kawin berulang
4 Pernah mengikuti bimbingan teknis reproduksi Ya 10 11 -
ternak yang diadakan pemerintah/swasta Tidak 0 0
5 Mengetahui penyakit (ganggun) reproduksi Ya 0 9 0.000 S
ternak yang berpengaruh terhadap kebuntingan Tidak 10 2
ternak sapi
6 Mengetahui ciri-ciri sapi perah ketika Ya 0 9 0.000 S
mengalami kelainan reproduksi atau gangguan Tidak 10 2
penyakit reproduksi
7 Melaporkan kepada petugas (paramedic Ya 10 11 -
&dokter hewan) jika ternak anda menunjukkan Tidak 0 0
ciri-ciri penyakit (gangguan) reproduksi
8 Mengetahui mengenai teknologi inseminasi Ya 10 11 -
buatan Tidak 0 0
9 Menghubungi petugas kesehatan ketika ternak Ya 10 11 -
mengalami kawin berulang Tidak 0 0
Maka penilaian variabel Pengalaman Tahu 10 11 -
(Pengetahuan) Beternak Tidak 0 0
Tahu

IV. Perkandangan
1 Terdapat tempat pakan dan air minum dalam Ya 10 11 -
kandang Tidak 0 0
2 Tersedia tempat penampungan kotoran sapi Ya 10 11 -
atau sisa pakan dalam kandang Tidak 0 0

S
Ket: : Signifikan (p0,05), NS : Non Signifikan (p>0,05), - : tidak ada hubungan
33

Kejadian
Kawin Chi
No Variabel Keterangan Berulang Square
(X2)
Pos Neg
3 Terdapat genangan air/kotoran dikandang Ya 0 0 -
Tidak 10 11
4 Terdapat selokan saluran pembuangan kotoran Ya 9 11 0.476 NS
dan air kencing Tidak 1 0
5 Pembersihan kandang dilakukan dengan Ya 0 0 -
desinfektan/deterjen Tidak 10 11
6 Alas kandang sering dibersihkan Ya 9 11 0.476 NS
Tidak 1 0
7 Saluran pembungan bermuara suatu tempat Ya 9 11 0.476 NS
Tidak 1 0
8 Dalam Kandang tidak ditemukan jenis hewan Ya 4 1 1.149 NS
lain Tidak 6 10
Maka penilaian variabel Perkandangan Tahu 10 11 -
Tidak 0 0
Tahu

V. Pakan dan Air Minum


1 Pemberian pakan untuk sapi perah diberikan Ya 10 11 -
secara teratur: Tidak 0 0
2 Pemberian pakan dalam sehari: 3 kali 5 2 0.183 NS
> 3 kali 5 9
3 Pemberian pakan untuk sapi perah diberikan Ya 5 2 0.183 NS
pada waktu pagi, siang, dan sore: Tidak 5 9
4 Sumber pakan tersedia tidak jauh dari kandang Ya 10 11 -
atau mudah diperoleh: Tidak 0 0
5 Hijauan yang anda berikan sudah dilayukan: Ya 10 11 -
Tidak 0 0
6 Jenis hijauan rumput gajah, dan Lamtoro: Ya 10 11 -
Tidak 0 0
7 Pemberian makanan tambahan pada ternak Ya 10 11 -
untuk mencukupi kebutuhan nutrisi Tidak 0 0
8 Sumber air tersedia tidak jauh dari kandang Ya 10 11 -
atau dapat dengan mudah di peroleh: Tidak 0 0
9 Persediaan air minum untuk ternak sapi perah Ya 10 11 -
anda dengan tidak terbatas sesuai kebutuhan Tidak 0 0
sapi perah:
10 Memberikan ternak air minum yang bersih (air Ya 10 11 -
sumur, air sungai, air sumur, dll) tidak tercemar Tidak 0 0
Maka penilaian variabel Pakan dan Air Minum Tahu 10 11 -
Tidak 0 0
Tahu

VI. Pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB)


1 Keberhasilan Inseminasi Buatan dapat Ya 10 11 -
ditentukan dengan mengamati siklus estrus Tidak 0 0
(birahi) sapi:
Ket: S : Signifikan (p0,05), NS : Non Signifikan (p>0,05), - : tidak ada hubungan
34

Kejadian
Kawin Chi
No Variabel Keterangan Berulang Square
(X2)
Pos Neg
2 Pelaksanaan waktu mengawinkan yang tepat Ya 10 11 -
dengan Inseminasi Buatan: Tidak 0 0
3 Memilih dilakukan kawin buatan (IB) di Ya 10 11 -
banding kawin alam pada sapi perah: Tidak 0 0
4 Kendala terhadap Ketersediaan straw semen Ya 0 0 -
beku saat anda meminta IB: Tidak ada 10 11
5 Kualitas semen yang digunakan untuk IB: Baik 0 11 0.476 NS
Buruk 1 9
6 Keterampilan inseminator saat malakukan IB: Baik 0 11 0.476 NS
Buruk 1 9
7 Tersedianya kartu IB dan pelaksanaan Ya 0 0 -
recording IB (termasuk PKB) di tingkat Tidak 10 11
peternak:
8 Peternak mengetahui kebuntingan sapi perah Ya 10 11 -
dengan melihat siklus birahi: Tidak 0 0
9 Kesulitan untuk menemui Inseminator saat Sulit 2 2 0.476 NS
ternak sapi perah ingin di IB: Tidak Sulit 10 9
10 Waktu pelaporan saat terjadi estrus sapi perah 6 jam 0 0 -
anda sebelum di IB: 6 jam 10 11
11 Kualitas sapi perah hasil perkawinan dengan Baik 10 11 -
IB: Buruk 0 0
Maka penilaian variabel Pelaksanaan Inseminasi Tahu 10 11 -
Buatan Tidak 0 0
Tahu

S
Ket: : Signifikan (p0,05), NS : Non Signifikan (p>0,05), - : tidak ada hubungan

Hasil penelitian analisa hubungan antara prevalensi dan faktor risiko kawin
berulang pada sapi perah pada tingkat peternak secara bivariate. Hasil analisa uji
chi square menunjukkan pengaruh faktor risiko yang terdiri 1) Karakteristik
peternak: pendidikan terakhir SD (X2 = 0.502), dan pengalaman beternak sapi (X2
= 1.00), 2) Variabel perkandangan: terdapat selokan saluran pembuangan kotoran
dan air kencing (X2 = 0.476), alas kandang sering dibersihkan (X2= 0.476),
saluran pembungan bermuara suatu tempat (X2 = 0.476), dalam kandang tidak
ditemukan jenis hewan lain (X2 = 1.149), 3) Variabel pakan air minum: pemberian
pakan dalam sehari (X2 0.183), pemberian pakan untuk sapi perah diberikan pada
waktu pagi, siang, dan sore (X2 = 0.183), 4) Variabel pelaksaanaan IB: kualitas
semen yang digunakan untuk IB (X2 0.476), keterampilan inseminator saat
malakukan IB (X2 = 0.476), dan kesulitan untuk menemui inseminator saat ternak
sapi perah ingin di IB (X2 0.476) dengan hasil tidak ada hubungan signifikan.
Hasil analisa dari uji chi square yang memiliki hubungan signifikan
(p0,05) terdapat pada mengetahui penyakit atau gangguan reproduksi ternak
yang berpengaruh terhadap kebuntingan ternak sapi memiliki hubungan yang
sangat bermakna (X2 = 0,00), dan mengetahui ciri-ciri sapi perah ketika
mengalami kelainan reproduksi atau gangguan penyakit reproduksi (X2 = 0,00).
Khusus untuk gangguan reproduksi yang diakibatkan oleh agen infeksius atau
penyakit menular, Bearden dan Fuquay (1997) menerangkan bahwa penyakit
35

reproduksi menular dapat mengakibatkan kematian embrio, endometritis,


kemajiran, pyometra. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjopranjoto (1995)
bahwa salah satu penyebab kawin berulang pada dasarnya akibat kematian embrio
dini. Kematian embrio dini sering tidak memperlihatkan kelainan yang jelas pada
induk dan diikuti dengan siklus birahi yang diperpanjang menjadi 27 sampai 30
hari. Salah satu faktor yang mendorong terjadinya kematian embrio dini yaitu
infeksi. Efisiensi reproduksi tidak dapat berjalan optimal apabila terjadi gangguan
reproduksi. Gangguan reproduksi akan menghambat dan menurunkan kualitas dan
hasil yang akan diperoleh. Gangguan reproduksi yang menyerang pada sapi perah
antara lain : mastitis, retensi placenta, distokia, metritis, prolaps uteri, kawin
berulang, Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) dan Infectious Pustular
Vulvovaginitis (IPV). Dampak gangguan reproduksi antara lain : calving interval
atau jarak antar beranak melebihi 400 hari, jarak antar melahirkan sampai bunting
kembali melebihi 120 hari, angka kebuntingan kurang dari 50%, rata-rata jumlah
perkawinan per kebuntingan lebih besar dari dua, dan jumlah induk sapi yang
membutuhkan lebih dari tiga kali IB untuk terjadinya kebuntingan melebihi 30%
(Wulan, Dian., 2013).
Nilai () dari analisa uji chi square pada penilaian tiap variabel karakteristik
peternak, pengetahuan peternak tentang siklus estrus, pengetahuan peternak
tentang reproduksi ternak, faktor perkandangan, pakan dan air minum, dan
pelaksanaan inseminasi buatan menunjukkan bahwa analisis hubungan antara
prevalensi dan faktor risiko kejadian kawin berulang pada sapi perah pada tingkat
peternak tidak ada pengaruh yang dihasilkan.
Uji chi square menggunakan tabel 2x2 untuk mengetahui apakah ada
hubungan antar variabel, sedangkan odds ratio adalah untuk untuk mengetahui
seberapa besar ukuran kekuatan hubungan atau probabilitas yang terjadi antara
variabel kawin berulang dan faktor risiko. OR tidak dapat dilakukan karena tidak
memenuhi syarat (surga, 2010).
36

5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian prevalensi dan faktor risiko kejadian kawin


berulang pada sapi perah pada tingkat peternak di Desa Lebbang, Kecamatan
Cendana, Kabupaten Enrekang dapat disimpulkan bahwa :
1. Prevalensi kejadian kawin berulang pada sapi perah pada tingkat peternak di
Desa Lebbang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang sebesar 47,6%.
2. Pengaruh pengetahuan peternak terhadap penyakit atau gangguan reproduksi
berkorelasi positif terhadap kejadian kawin berulang.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, tingginya prevelensi kawin berulang pada sapi


perah pada tingkat peternak yang berada lokasi penelitian sehingga disarankan
untuk :
1. Pemerintah Daerah khususnya Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Enrekang diharapkan mengadakan sosialisasi ke peternak mengenai masalah
gangguan dan penyakit reproduksi pada sapi perah.
2. Pelaksanaan manajemen tahapan inseminasi buatan secara lengkap dan teratur
pada tingkat inseminator.
3. Penelitian lebih lanjut terhadap kejadian kawin berulang sehingga mampu
mendorong percepatan populasi dan kesejahteraan peternak di Desa Cendana,
Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang.
37

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Bamualim., Kusmartono dan Kuswandi. 2008. 3 Jurnal Profil Usaha


Peternakan Sapi Perah Di Indonesia.

Abidin, Z., Y.S. Ondho dan B. Sutiyono. 2012. Penampilan Berahi Sapi Jawa
Berdasarkan Poel 1, Poel 2, dan Poel 3. Fakultas Peternakan dan
Pertanian Universitas Diponegoro.

Affandi, L., Dikman, D. M., dan Aryogi. 2004. Petunjuk Teknis Manajemen
Perkawinan Sapi Potong. Loka Penelitian Sapi Potong. Pasuruan. Hal: 1-
51.

Akramuzzein. 2009. Program Evaluasi Pemberian Pakan Sapi Perah Untuk


Tingkat Peternak dan Koperasi Menggunakan Microsoft Acces. Skripsi.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Amiridis, GS., Tsiligianni Th, Dovolou E, Rekkas C, Vouzaras D, Menegatosi.


2009. Combined Administration Of Gonadotropin-Releasing Hormone,
Progesterone, And Meloxicam Is An Effective Treatment For The Repeat-
Breeder Cow. Theriogenology 72: 542548.

Anggraeni A. 2008. Perbaikan Genetik Sifat Produksi Susu Dan Kualitas Susu
Sapi Friesian Holstein Melalui Seleksi. J. Wartazoa. 22(1):1-11.

Anonim. 2007. Laporan Direktorat Budidaya Ruminansia. Jakarta. Direktorat


Jerndral Peternakan, Departemen Pertanian RI.

Atabany, A., B.P. Purwanto dan A. Anggraeni. 2011. Hubungan Masa Kosong
Dengan Produktivitas Pada Sapi Perah Friesian Holstein Di Baturraden,
Indonesia. Media Peternakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor 34 (2) : 77 - 82.

Baba, S. 2008. Analisis Tingkat Adopsi Usaha Ternak Sapi Perah di Kabupaten
Enrekang. Jurnal Vegeta Vol. 2 No. 2:17-24.

Badan Pusat Statistik. 2014. Potret Usaha Pertanian Kabupaten Enrekang


Menurut Subsektor, Badan Pusat Statistik Kabupaten Enrekang.

Badan Pusat Statistik. 2014. Potret Usaha Pertanian Kabupaten Enrekang Menurut
Subsektor.

Bearden, J. H. dan Fuquay, J. W. 1997. Applied animal reproduction. Prentice-


Hall, Inc. USA,

Budianto, A. 2002. Respon Pertumbuhan Sapi Peranakan Friesian Holstein


(PFH) Jantan terhadap Pemberian berbagai Ampas Bir dalam Pakan
38

Konsentrat. Tesis. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro,


Semarang.

Budiharta S. 2002. Kapita Selekta Epidemiologi Veteriner. Yogyakarta (ID):


Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Gadjah Mada.

Calderon, A., D.V. Armstrong, D.E. Ray, S.K. Denise, R.M. Enns dan C.M
Howison. 2005. Productive and Reproductive Response of Holstein and
Brown Swiss Heat Stressed Dairy Cows to Two Different Cooling Systems.
J. Anim vet 4:572-578.

Dian Untari Ade Wulan. 2013. Gangguan Reproduksi Sapi Perah di Unit
Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Bibit Pakan Ternak dan
Diagnostik Kehewanan Yogyakarta Tahun 2009-2012. Universitas Gadjah
Mada:Yogyakarta

Dikman, D. M., L. Affandu dan D. Ratnawati. 2010. Petuntuk Teknis Perbaikan


Teknologi Reproduksi Sapi Potong Induk. Loka Penelitian Sapi Potong.
Pasuruan. Hal: 1-20.

Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Sulsel, 2014. Statistik Peternakan dan
Kesehatan Hewan Tahun 2014. Makassar

Dinas Peternakan Dan Perikanan Kabupaten Enrekang. 2015. Data Sensus Ternak
Sapi Perah. Enrekang

Direktorat Perbibitan Ternak. 2014. Pedoman Pembibitan Sapi Perah Yang Baik.
Direktorat Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan Kementerian
Pertanian.

Dirjen Peternakan. 2009. Petunjuk Pemeliharaan Sapi Perah. Balai Besar


Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah Baturaden. Baturaden.

Edwina S, dan Cepriadi. 2006. Analisa Pendapatan Peternakan Ayam Brioler


Pola Kemitraan Di Kota Pekanbaru. Jurnal Peternakan. Fakultas
Peternakan UIN SUSKA Riau, 3(1) Februari 2006.

Eniza Saleh. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Program
Studi Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Sumatera.

Fahey, J., K. O Sullivan, J. Crilly dan J.F Mee. 2002. The Effect Of Feeding And
Management Practices On Calving Rate In Dairy Herds. Anim. Reprod.
Sci

Feradis. 2010. Bioteknologi Reproduksi Pada Ternak. Alfabeta: Bandung.


39

Grimard, B., Freret S, Chevallier A, Pinto A Ponsart C, dan Humblot P. 2006.


Genetic and Environmental Factor influencing First Service Conception
Rate and late Embryonic/Foental Mortality In Low Fertility Dairy Herds.
Animal Reproduction Science 91.p.31-44

Gustafsson, H. 2002. Clinical, morphological and endocrine studies in repeat


Breeder heifers and their embryos. Doctoral Thesis, ISBN 91-576-2305-8,
SLU, Uppsala. 40.

Hafez B. 1993. Reproduction in Farm animals, 7th ed. Lippincott Williams and
Wilkins, USA.

Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemanjiran pada Ternak. Surabaya : Airlangga


University Press.

Hartati, S. 2010. Pedoman Pelaksanaan Inseminasi Buatan Pada Ternak Sapi.


Direktorat Jenderal Peternakan. Jakarta

Hastuti, D. 2008. Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan Sapi Potong Ditinjau


Dari Angka Konsepsi Dan Service Per Conception. Jurnal Fakultas
Pertanian Universitas Wahid Hasyim. Mediagro vol.4. No.1. Semarang

Herawati, T., A. Anggraeni, L. Praharani, D. Utami dan A. Argiris. 2012. Peran


Inseminator Dalam Keberhasilan Inseminasi Buatan Pada Sapi Perah.
Jurnal informatika pertanian, vol. 21 no.2, Desember:81 88.

Hosein A, Gibson N. 2006. Dairy cattle management: Heat detection for


improved breeding management. Dalam: Facthsheet Caribbean
Agricultural Research and Development Institute. Trinidad dan Tobago
(TT): Caribbean Agricultural Research and Development Institute.

Ihsan, A. K. 1992. Budidaya Ternak Sapi Perah. Angkasa, Jakarta.

Juliana, Amita., Madi Hartono dan Sri Suharyati. 2015. Repeat Breeder Pada
Sapi Bali Di Kabupaten Pringsewu. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu
Vol. 3(2): 42-47

Laming, S. 2004. Performans Reproduksi Sapi Perah dan Sahiwal Cross di


Kabupaten Enrekang. Skripsi, Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin, Makassar.

Laryska, Nabila Dan Tri Nurhajati. 2013. Peningkatan Kadar Lemak Susu Sapi
Perah Dengan Pemberian Pakan Konsentrat Komersial Dibandingkan
Dengan Ampas Tahu. Airlangga University, Surabaya

Leonardus Nababan, Randy. 2008. Kegiatan Usaha Pemeliharaan Sapi Perah di


PT. Taurus Dairy Farm Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi.
Universitas Jenderal Soedirman: Purwokerto
40

Londa, priska. K, Paula O.V. Waleleng, Rommy A,J. Legrans-A, dan Fehmi H.
Elly. 2013. Analisis Break Even Point (BEP) Usaha Ternak Sapi Perah
TAREKAT MSC di Kelurahan Pinaras Kota Tomohon. Universitas Sam
Ratulangi; Manado.

Lpez-Gatius F. 2011. Factors of a noninfectious nature affecting fertility after


artificial insemination in lactating dairy cows.

Madyawati. S. P. dan Srianto. S. 2007. Optimasi Aktivitas Tyrosin Kinase Hasil


Isolasi dari Spermatozoa Sapi Perah Frisian Holstein (FH). Jurnal Media
Kedokteran Hewan 23 (3): 151-154.

Makin, Moch. 2011. Tata Laksana Peternakan Sapi Perah. Graha Ilmu;
Yogyakarta.

Martin, SW., Meek AH, Willeberg P. 1987. Veterinary Epidemiology Principles


and Methods. Ioawa. Ioawa States University Press.

Murtidjo BA. 2000. Sapi potong. Kanisius. Yogyakarta.

Murwanto, A. G. 2008. Karakteristik Peternak dan Tingkat Masukan Teknologi


Peternakan Sapi Potong di Lembah Prafi Kabupaten Manokwari (Farmer
Characteristic and Level of Technology Inputs of Beef Husbandry at Prafi
Valley, Regency of Manokwari). Jurnal Ilmu Peternakan, Vol. 3 No.1 hal.
8 15

Noakes , DE. 2009. Veterinary Reproduction and Obstetrics, ninth ed. Edinburgh
London Elsevier Sci : 399408.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka
Cipta. Jakarta.

Nugraha, Arya, Anita Fitriani, dan Dadi Suryadi. 2012. Analisis Kelayakan Pola
Bagi Hasil Usahaternak Sapi Perah Rakyat. Universitas Padjajaran:
Jatinangor

Nurhadi, Muflich. 2010. Dimensi Sosiologis dalam upaya Meningkatkan kualitas


susu sapi Perah. Sosiologi Fisip Universitas Sebelas Maret Surakarta
Nurlina, Lilis. 2007. Upaya Transformasi Peternak Sapi Perah Melalui
Keseimbangan Dimensi Sosio-Kultural Dan Teknis-Ekonomis. Universitas
Padjadjaran.Bandung

Nurtini, S. 2008. Kajian Sosial Ekonomi Pelaksanaan Inseminasi Buatan Sapi


Potong Di Kabupaten Kebumen. Jurnal mediagro 1 vol 4. no 2: hal 1 -12.

Nurwanto, Heru. 2014. Resolusi Swasembada Daging Dan Susu Melalui


Optimalisasi Reproduksi Dan Perbibitan. Jogjavet (diakses 11 Oktober
2015)
41

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. UI Press:


Jakarta.

Partodihardjo, S. 2004. Ilmu Reproduksi Hewan. PT. Mutiara Sumber Widya:


Jakarta.

Payne, W. J.A. dan R. T. Wilson. 1999. An Introduction to Animal Iusbandry in


the Tropics. Fifth Edition. Blackwell Science Ltd, London.

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor


23/Permentan/Pk.130/4/2015 Tentang Pemasukan Dan Pengeluaran Bahan
Pakan Asal Hewan Ke Dan Dari Wilayah Negara Republik Indonesia

Pramono, A., Kustono dan H. Hartadi. 2008. Calving Interval Sapi Perah di
Daerah Istimewa Yogyakarta Ditinjau Dari Kinerja Reproduksi. Buletin
Peternakan. 32(1) : 38-50.

Prihatno, Surya Agus., Asmarani Kusumawati, Ni Wayan Kurniani Karja,


Bambang Sumiarto. 2013. Prevalensi dan Faktor Risiko Kawin Berulang
pada Sapi Perah pada Tingkat Peternak. Jurnal Veteriner.

Prihatno, A. 2006. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. PT. Agromedia Pustaka,
Jakarta.

Prihatno, Surya Agus. 2011 . Kajian Epidemiologi Kawin Berulang Pada Sapi
Perah Di Daerah Istimewa Yogyakarta. Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.

Pryce, J.E., M.D. Royal, P.C. Garnsworthy dan I.L Mao. 2004. Fertility In High
Producing Dairy Cow. Livest. Prod. Sci. 86: 125135 Sleman. Laporan
Pengabdian Masyarakat. FKH-UGM.

Purnomo, P.D., 2007. Survei Ekonomika Problem Kawin Berulang Pada


Beberapa Kelompok Ternak Sapi Perah Di Jawa Tahun 2005. Buletin
laboratorium veteriner, Balai Besar Veteriner Wates Yogyakarta. Vol 7,
No: 3.

Putro, P.P., Raden Wasito, Hastari Wuryastutuy dan Soedarmanto Indarjulianto.


2008. Dinamika Perkembangan Folikel Dan Profil Progesteron Plasma
Selama Siklus Estrus Pada Sapi Perah. J. Anim. prod. 73-77.

Ramsiyati, D.T., Sriyana dan B. Sudarmadi. 2004. Evaluasi Kualitas Semen Sapi
Potong Pada Berbagai Umur Di Peternakan Rakyat. Prosiding Temu
Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian. Pusat Penelitian Dan
Pengembangan Peternakan. Loka Penelitian Sapi Potong. Pasuruan.

Rioux , H. U., dan Rajjote, W., G. 2004. Veterinary Reproduction and Obstetric.
6 th Ed. The English Language Book Society and Baillere Tinda London.
p:86.
42

Riwidikdo H. 2009. Statistik Penelitian Kesehatan dengan Aplikasi Program R


dan SPSS. Yogyakarta: Pustaka Rihama.

Rumetor, S.D. 2003. Stres Panas Pada Sapi Perah Laktasi. Makalah Falsafah
Sains. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rustamadji B., Ahmadi, Kustono, Sutarno T. 2007. Kinerja Usaha Peternakan


Sapi Perah Rakyat Sebagai Tulang Punggung Pembangunan Persusuan
Nasional. Paper. Disampaikan pada Lokakarya Persusuan Nasional.
Yogyakarta. Dies 38 Fapet UGM.

Salem, M.B., Djeamali M, Koyouli C, Majdoub A. 2006. A Review Of


Environmental And Management Factors Affecting The Reproductive
Performance Of Holstein-Friesian Dairy Herds In Tunisia. Livestock
Research for Rural Development. 18 (4).

Santosa U. 2004. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya :


Jakarta.

Saptahidayat, N. 2005. Manajemen Pakan Sapi Perah. Edisi Februari 2005.


Poultry Indonesia. P 64-65.

Saputra. 2012. Kontribusi Pendapatan Usaha Sapi Perah Terhadap Total


Pendapatan Rumah Tangga Petani Peternak Sapi Perah Di Kecamatan
Cendana Kabupaten Enrekang. Skripsi

Sasono, Adi, R. Fina Rosdiana dan Budi S. Setiawan. 2011. Berternak Sapi Perah
Secara Intensif. Jakarta: Agromedia.

Sembada P. 2012. Kondisi Pemeliharaan Sapi Perah Di Peternakan Rakyat


Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Cibungbulang Kabupaten Bogor
(Skripsi). Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Setiadi B. 2001. Beternak Sapi dan masalahnya. Semarang (ID): Aneka Ilmu.

Setiana, L., 2005. Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat. Ghalian


Indonesia. Bogor.

Setiawan, Putra. 2007. Proses Pembuatan Pupuk Kompos Organik. Grasindo.


Jakarta

Sirajuddin, N. 2004. Analisis Produktivitas Kerja Peternak Pada Usaha Ayam


Ras Pedaging Pola Kemitraan dan mandiri Di Kabupaten Maros. Tesis.
Universitas Hasanuddin. Makassar.

Siregar S. B. 1993. Sapi Perah, Jenis, Tekhnik Pemeliharaan Dan Analisis Usaha.
Angkasa, Bandung.

Sonjaya, H. 2005. Materi Mata Kuliah Ilmu Reproduksi Ternak. Fakultas


Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
43

Sudarmono, A.S dan Sugeng, Y.B., 2008. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sudono, A, Rosdiana RF, Setiawan BS. 2004. Beternak Sapi Perah Secara
Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Sugeng, Y.B. 2001. Laporan Feasibility Study Sapi Perah Di Daerah Sumatera
Utara, Survey Agro Ekonomi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suharno B, dan Nazarudin. 2004. Ternak Komersial. Penebar Swadaya :Jakarta.

Surga Hastin Mutiara. 2010. Perbedaan Indeks Prestasi Mahasiswa Merokok Dan
Tidak Merokok. Universitas sebelas maret: Surakarta

Susilawati, T. 2011. Spermatology. Penerbit Universitas Barwijaya Press. Malang.

Syaifudin, arif. 2013. Profil Body Condition Score (Bcs) Sapi Perah Di Wilayah
Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (Kpsbu) Lembang (Studi
Kasus). Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Thatcher, WW., Bilby TR, Bartolome JA, Silvestie F, Staples CR, Santos JEP.
2006. Strategies for improving fertility in themodern dairy cow.
Theriogenology 65: 3044

Tolihere. 2005. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa: Bandung.

Tri Eko, Manik Erry Sawitri dan Muharlien. 2008. Budidaya 22 Ternak Potensial.
Jakarta : Penebar Swadaya

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan


dan Kesehatan Hewan.

Van Eerdenburg, Karthaus MAD, Tavernem, Meries I, Szeneio. 2002. The


relationship between estrous behavioral score and time of ovulation in
dairy cattle. J Dairy Sci 85:11501156.

Wagner, P.E. 2011. Heat Stres On Dairy Cows. Dairy Franklin Country
Publishers.

Wahyuningsih, R. S. 1987. Penampilan Reproduksi Sapi Perah di Daerah


Istimewa Yogyakarta. Tesis. Fak. Pasca Sarjana UGM.

Wettemann, R.P., C.A Lents, N.H Ciccioli, F.J White dan I. Rubio. 2003.
Nutritional And Suckling-Mediated Anovulation In Beef Cows. J. Anim.
Sci. 81 (E. Suppl. 2): E48-E59.
Widjaja, K., 1999. Analisis Pengambilan Keputusan Usaha Produksi Peternakan.
Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Wijono, Djoko. 199. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan Vol 2. Airlangga


Press. Surabaya
44

Williamson, G. dan W.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan Di Daerah


Tropis.Diterjemahkan oleh Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Windig, JJ., Calus MP, Veerkamp RF. 2005. Influence of herd environment on
health and fertility and their relationship with milk production. J Dairy Sci
88:33547.

Yani, A. dan B. P. Purwanto, 2005. Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respons


Fisiologis Sapi Peranakan Fries Holland dan Modifikasi Lingkungan
untuk Meningkatkan Produktivitasnya. Fakultas Peternakan, IPB Bogor.

Yusuf, M., Rahim L, Asja MA, Wahyudi A. 2012. The Incidence Of Repeat
Breeding In Dairy Cows Under Tropical Condition. J Media Peternakan
April : 28-31

Yusuf, M., Nakao T, Ranasinghe YMK, Gautam G, Long ST, Yoshida CI,
Koikek, Hayashi A. 2010. Reproductive performance of repeat breeders in
dairy herds. Theriogenology. 73: 12201229.
LAMPIRAN
45

Lampiran 1. Rancangan jadwal penelitian

JADWAL KEGIATAN
KEGIATAN PENELITIAN BULAN / TAHUN 2015-2016
03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 01
Persiapan dan seminar Proposal
Pelaksanaan Penelitian
Pengolahan Data
Laporan dan Seminar Hasil
Persiapan dan Ujian Skripsi
46

Lampiran 2. Kuesioner Penelitian prevalensi dan faktor risiko kawin berulang pada sapi
perah pada tingkat peternak Di Desa Lebbang, Kecamatan Cendana Kabupaten
Enrekang

KUESIONER PENELITIAN

Peneliti : La Ode Maksar Muhuruna


Judul Penelitian : Prevalensi Dan Faktor Risiko Kawin Berulang Pada Sapi Perah
Pada Tingkat Peternak Di Desa Lebbang, Kecamatan Cendana
Kabupaten Enrekang

Kepada yang Terhormat Bapak/Ibu/Sdr(i) diharapkan untuk memberikan jawaban terhadap


pertanyaan yang diajukan guna mendukung validitas data yang diperlukan. Baik tidaknya penilaian
ini tergantung dari kejujuran dan ketepatan yang digunakan dalam menilai.

No. Responden : .. Tanggal : . Juni/Juli 2015

I. Karakteristik Responden (Peternak)

1. Nama peternak/pengelola :
Jenis kelamin : (pria) (wanita)
Umur : .tahun
Pendidikan terakhir : (TK) / ( SD / ( SMP ) / ( SMA ) / (Akademi) / ( PT )
Pengalaman beternak sapi : .tahun
2. Alamat : ..
Desa : ..
Dusun : ..
3. Jumlah ternak sapi Perah : . ekor
4. Pengalaman beternak sapi : a. < 5 tahun
b. 5 tahun

Tolong isi dan centang () kolom yang diinginkan dan tuliskan pada lembar isian (form) yang
telah disediakan.
47

II. Prevalensi Kawin Berulang

NO PERTANYAAN SKOR
YA TIDAK
1 Menurut anda, adakah Kejadian kawin berulang pada 1 0
ternak sapi perah anda (3 kali atau lebih di kawinkan
dengan Inseminasi Buatan (IB) sapi perah tidak
bunting) ?

III. Variabel Pengetahuan Peternak Tentang Siklus Estrus

NO PERTANYAAN SKOR
YA TDK
1. Menurut Anda, apakah siklus estrus terjadi satu kali pada satu 1 0
bulan ?
2. Menurut anda, apakah masa siklus estrus berlangsung 1 0
selama 21 hari ?
3. Menurut Anda, apakah siklus estrus (birahi) secara normal 1 0
terjadi serempak (bersamaan) pada semua ternak sapi perah
betina ?
4. Menurut anda apakah waktu estrus (birahi) pada sapi perah 1 0
terjadi selama 12-24 jam ?
5. Menurut anda, apakah estrus (birahi) ditandai dengan 1 0
Selalu gelisah, ingin melepaskan diri dari ikatan, selalu
bersuara/ berteriak-teriak/ adanya suara mengaung
Bibir kemaluan bengkak merah dan hangat.
sapi betina yang berusaha dinaiki oleh sapi pejantan, ,
keluarnya cairan bening (lendir) dari vulva (kemaluan),
ternak agresif, peningkatan sirkulasi sehingga tampak
merah dan penurunan nfsu makan ?
6. Menurut Anda, apakah saat estrus (birahi) ternak betina siap 1 0
untuk di kawinkan atau di Inseminasi Buatan ?
7. Menurut anda, jika ternak menunjukkan tanda- tanda berahi pada 1 0
pagi hari, maka waktu yang tepat untuk dikawinkan adalah sore
harinya, dan jika tanda- tanda berahi itu terlihat pada sore hari,
maka waktu untuk dikawinkan pagi keesokan harinya ?
8. Berapa kali dalam sehari anda mengamati estrus pada sapi
perah ?
a. 3-4 kali dalam sehari
b. Bukan 3-4 kali dalam sehari
48

IV. Pengetahuan Peternak Tentang Reproduksi Ternak

NO PERTANYAAN SKOR
YA TDK
1. Menurut anda, apakah Kejadian Kawin berulang dapat 0 1
berpindah/menyebar dari satu ternak ke ternak lainnya?
2. Menurut anda, adakah faktor-faktor yang berpotensi dapat 1 0
menyebabkan terjadinya kawin berulang pada ternak sapi anda?
Jika ya, apa saja ?..................................................................
3. Apakah anda melaporkan kepada petugas (paramedic & dokter 1 0
hewan) jika ternak anda menunjukkan ciri-ciri kawin berulang ?
4. Apakah anda pernah mengikuti bimbingan teknis reproduksi 1 0
ternak yang diadakan pemerintah/swasta/dll
5. Apakah anda mengetahuai penyakit (gangguan) reproduksi 1 0
ternak yang berpengaruh terhadap kebuntingan ternak sapi
perah anda ?
Jika Iya, penyakit (gangguan) apa saja.
6. Apakah anda mengetahui ciri ciri sapi perah ketika mengalami 1 0
kelainan reproduksi atau gangguan penyakit reproduksi ?
Jika Iya, apa saja...
7. Apakah anda melaporkan kepada petugas (paramedic & dokter 1 0
hewan) jika ternak anda menunjukkan ciri-ciri penyakit
(gangguan) reproduksi ternak anda ?
8. Apakah anda mengetahui mengenai teknologi inseminasi 1 0
buatan ?
Jika Iya, Apa itu
..
......
9. Apakah tindakan anda ketika anda mengetahi ternak sapi perah 1 0
anda mengalami peyakit reproduksi atau gangguan reproduksi
yang menyebabkan Kejadian Kawin berulang yaitu
melaporkannya ke (petugas dinas/Paramedik/Dokter Hewan)
serta diberi terapi Seperti Obat, Hormon, Dll

V. Variabel Perkandangan
NO PERTANYAAN SKOR
YA TDK
1. Adakah terdapat tempat pakan dan air minum dalam kandang 1 0
anda ?
2. Apakah tersedia tempat penampungan kotoran sapi atau sisa 1 0
sisa pakan pada kandang anda ?
3. Apakah terdapat genangan air atau kotoran dikandang 0 1
ternak sapi perah anda
49

4. Apakah terdapat selokan saluran pembuangan kotoran dan 1 0


air kencing yang berada dibelakang kandang ternak anda ?
5. Apakah pembersihan kandang dilakukan dengan 1 0
desinfektan atau deterjen ?
6. Apakah alas kandang sering di bersihkan ? 1 0
7. Apakah saluran pembuangan anda bermuara suatu tempat ? 1 0
8. Apakah dalam kandang tidak di temukan jenis hewan lain 1 0
(sapi potong, kuda, kerbau, kambing) ?

VI. Variabel Pakan dan Air Minum

NO PERTANYAAN SKOR
YA TDK
1 Apakah pemberian pakan untuk sapi perah diberikan secara 1 0
teratur ?
2 Berapa kali dalam sehari anda anda memberikan pakan untuk
sapi perah anda ?
a. 3 kali
b. > 3 kali
3 Apakah pemberian pakan untuk sapi perah diberikan pada 1 0
waktu pagi, siang, dan sore ?
4 Apakah Sumber pakan tersedia tidak jauh dari kandang 1 0
atau dapat dengan mudah mencapai kandang anda dalam
jumlah yang cukup ?
5 Apakah hijauan yang anda berikan sudah dilayukan ? 1 0
6 Apakah Jenis Hijauan Rumput gajah, Rumput Biasa atau 1 0
Lamtoro yang anda berikan untuk pakan ternak sapi perah anda ?
7 Adakah pemberian makanan tambahan yang anda berikan pada 1 0
ternak untuk mencukupi kebutuhan nutrisinya ?
Jika Iya, Sebutkan.
..
8 Apakah sumber air tersedia tidak jauh dari kandang atau dapat 1 0
dengan mudah di peroleh ?
9 Apakah persediaan air minum untuk ternak sapi perah anda 1 0
dengan tidak terbatas sesuai kebutuhan sapi perah ?
10 Menurut anda, apakah telah memberikan ternak anda air minum 1 0
yang bersih (air sumur, air sungai, dll) yang tidak tercemar ?
50

VII. Variabel Pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB)

NO PERTANYAAN SKOR
YA TDK
1. Menurut anda, apakah salah satu keberhasilan Inseminasi 1 0
Buatan dapat ditentukan dengan mengamati siklus estrus
(birahi) sapi ?
2. Menurut anda, Saat Mengawinkan yang tepat dengan 1 0
Inseminasi Buatan (IB) yaitu :
Saat sapi mulai birahi pagi hari -- dikawinkan pada
siang atau sore hari.
Saat sapi mulai birahi pada siang hari -- dikawinkan
pada sore hari
Saat sapi mulai birahi pada sore hari -- dikawinkan pada
esok hari.
3 Menurut anda, apakah anda memilih dilakukan kawin buatan
(IB) di banding kawin alam pada sapi perah anda ?
a. Iya
b. Tidak
4 Menurut anda, adakah kendala terhadap Ketersediaan straw
semen beku saat anda meminta IB teknak sapi perah peliharaan
anda ?
a. Ada
b. Tidak ada
5 Menurut anda, bagaimana kualitas semen yang digunakan
untuk IB pada sapi Perah ?
a. Baik
b. Buruk
6 Menurut anda, bagaimana keterampilan inseminator saat
malakukan IB ?
a. Baik
b. Buruk
7 Adakah kartu IB dan pelaksanaan recording IB (termasuk PKB)
yang di sediakan Inseminator atau Dinas Peternakan di tingkat
peternak ?
a. Ya
b. Tidak
8 Menurut anda, dengan cara apa anda mengetahui kebuntingan
sapi perah setelah di IB
a. USG
b. mengukur kadar hormon
c. Melihat siklus birahi berikutnya
d. PKB (palpasi perektal)
9 Menurut anda, apakah dengan perkawinan secara Inseminasi
Buatan (IB) apakah bapak merasa kesulitan untuk menemui
51

Inseminator ?
a. Sulit
b. Tidak sulit
10 Berapa lama waktu pelaporan saat terjadi estrus sapi perah
anda sebelum di Inseminasi Buatan (IB) ?
a. < 6 jam
b. > 6 jam
11 Menurut anda, bagaimana kualitas sapi perah hasil perkawinan
dengan IB ?
a. Baik
b. Buruk
52

Lampiran 3. Data sensus populasi ternak sapi perah di Kabupaten Enrekang tahun 2014

JUMLAH SAPI
KABUPATEN KECAMATAN PETERNAK
(EKOR)
Enrekang Maiwa 10 3
Bungin 7 0
Enrekang 89 80
Cendana 557 141
Baraka 113 14
Buntu batu 16 3
Anggeraja 193 61
Malua 15 3
Alla 91 40
Curio 10 11
Masalle 5 3
Baroko 39 5
JUMLAH 1145 364

Keterangan: Lokasi Kecamatan terpilih adalah Kecamatan yang dicetak tebal.


53

Lampiran 4. Data peternak sapi perah di Desa Lebbang, Kecamatan Cendana, Kabupaten
Enrekang tahun 2015

No Nama Dusun Jumlah Jumlah Sampel Positif (+)


Peternak Ternak Kawin Berulang
1 Mahyuddin Dusun Panette 18 2
2 Bakri Dusun Panette 3 -
3 Abdul Halim Dusun Panette 4 -
4 H. Alimin Dusun Panette 4 5
5 Dahlan Dusun Panette 2 -
6 Muh. Saad Dusun Panette 1 -
7 Muh. Iksan Dusun Panette 4 3
8 Nasruddin Dusun Panette 2 -
9 H. Ismail Dusun Panette 3 1
10 Abd. Majid Dusun Panette 6 -
11 Paibing Dusun Panette 2 1
12 Tahir Dusun Panette 3 -
13 Muh. Saleh Dusun Panette 7 -
14 Basri Dusun Panette 4 1
15 Muhaidir Dusun Panette 6 -
16 Nasir Dusun Panette 9 -
17 Hasbullah Dusun Panette 4 -
18 Kahar Dusun Panette 2 1
19 Agus Salim Dusun Panette 6 1
20 Tamrin Dusun Panette 9 1
21 Ismail Dusun Panette 4 2
Total 105 18
54

Lampiran 5. Dokumentasi penelitian

Peternakan sapi perah di Desa Lebbang

Wawancara dan pengisian kuesioner pada peternak


55

Wawancara dan pengisian kuesioner pada peternak

Tempat pakan dan air Minum sapi perah


Lampiran 6. Hasil Analisis Data Chi Square

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Pendidikan Terakhir


Crosstab
Count
Pendidikan Terakhir Total

SD SMP SMA PT

Prevalensi kawin berulang Positif 2 2 5 1 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 2 5 4 0 11
Total 4 7 9 1 21

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)


a
Pearson Chi-Square 2.355 3 .502
Likelihood Ratio 2.778 3 .427
Linear-by-Linear Association .967 1 .326
N of Valid Cases 21

a. 8 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .48.

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Jumlah ternak sapi perah Betina (ekor)
Crosstab
Count

Jumlah ternak sapi perah Betina (ekor)


1 2 3 4 6 7 9

Prevalensi kawin berulang Positif 0 3 1 1 2 1 1


(3x/lebih dengan IB) Negatif 1 2 1 5 1 0 1
Total 1 5 2 6 3 1 2
Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)


Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Pengalam Beternak Sapi
Crosstab
Count
Pengalam Beternak Sapi Total

<5 Tahun 5 Tahun

Prevalensi kawin berulang Positif 0 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 1 10 11
Total 1 20 21

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
a
Pearson Chi-Square .955 1 .329
b
Continuity Correction .000 1 1.000
Likelihood Ratio 1.339 1 .247
Fisher's Exact Test 1.000 .524
Linear-by-Linear Association .909 1 .340
N of Valid Cases 21

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .48.
b. Computed only for a 2x2 table

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Siklus Estrus terjadi satu kali/perbulan
Crosstab
Count

Siklus Estrus terjadi satu kali/perbulan Total


Ya

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21
Chi-Square Tests
Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Masa siklus estrus berlangsung selama 21 hari
Crosstab
Count
Masa siklus estrus berlangsung Total
selama 21 hari

Ya

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21
Chi-Square Tests

Value
a
Pearson Chi-Square .
N of Valid Cases 21

a. No statistics are computed because


Masa siklus estrus berlangsung selama
21 hari is a constant.

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Siklus estrus terjadi bersamaan pada semua sapi p
Crosstab
Count

Siklus estrus terjadi bersamaan pada Total


semua sapi perah betina

Ya

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21
Chi-Square Tests

Value
a
Pearson Chi-Square .
Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Waktu estrus terjadi selama 12-24 jam
Crosstab
Count
Waktu estrus terjadi selama 12-24 jam Total

Ya

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21

Chi-Square Tests

Value
a
Pearson Chi-Square .
N of Valid Cases 21

a. No statistics are computed because


Waktu estrus terjadi selama 12-24 jam
is a constant.

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Tanda-Tanda estrus


Crosstab
Count

Tanda-Tanda Total
estrus

Ya

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21
Chi-Square Tests

Value
a
Pearson Chi-Square .
Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Saat estrus ternak betina siap di inseminasi
Crosstab
Count
Saat estrus ternak betina siap di inseminasi Total

Ya

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21

Chi-Square Tests

Value
a
Pearson Chi-Square .
N of Valid Cases 21

a. No statistics are computed because


Saat estrus ternak betina siap di
inseminasi is a constant.

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Tanda birahi pada pagi hari, dilakukan sore hari da
dilakukan keesokan harinya
Crosstab
Count

Tanda birahi pada pagi hari, dilakukan sore hari dan Total
Tanda birahi pada sore hari, dilakukan keesokan harinya
Ya

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21

Chi-Square Tests
Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Pengamatan Estrus 3-4 kali pada sapi perah siap k
Crosstab
Count
Pengamatan Estrus 3-4 kali Total
pada sapi perah siap kawin

Tidak

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21

Chi-Square Tests

Value
a
Pearson Chi-Square .
N of Valid Cases 21

a. No statistics are computed because


Pengamatan Estrus 3-4 kali pada sapi
perah siap kawin is a constant.

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Variabel Pengetahuan Siklus Estrus
Crosstab
Count

Variabel Total
Pengetahuan
Siklus Estrus
Tahu

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21
Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Keberhasilan Inseminasi buatan dengan mengama
Crosstab
Count
Keberhasilan Inseminasi buatan dengan Total
mengamati siklus estrus

Ya

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21

Chi-Square Tests

Value
a
Pearson Chi-Square .
N of Valid Cases 21

a. No statistics are computed because


Keberhasilan Inseminasi buatan
dengan mengamati siklus estrus is a
constant.

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Waktu tepat melakukan IB


Crosstab
Count

Waktu tepat Total


melakukan IB
Ya

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21
Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Memilik dilakukan IB dibanding kawin alam

Crosstab
Count

Memilik dilakukan Total


IB dibanding
kawin alam

Ya

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21

Chi-Square Tests

Value
a
Pearson Chi-Square .
N of Valid Cases 21

a. No statistics are computed because


Memilik dilakukan IB dibanding kawin
alam is a constant.

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Kendala ketersediaan strawsemen beku saat mem
Crosstab
Count

Kendala ketersediaan strawsemen Total


beku saat meminta IB
Tidak Ada

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21
Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Kualitas semen yang digunakan IB
Crosstab
Count
Kualitas semen yang digunakan IB Total

Buruk Baik

Prevalensi kawin berulang Positif 1 9 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 0 11 11
Total 1 20 21

Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 1.155 1 .283
b
Continuity Correction .002 1 .961
Likelihood Ratio 1.539 1 .215
Fisher's Exact Test .476 .476
Linear-by-Linear Association 1.100 1 .294
N of Valid Cases 21
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .48.
b. Computed only for a 2x2 table

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Keterampilan inseminator melakukan IB


Crosstab
Count
Keterampilan inseminator melakukan Total
IB

Buruk Baik

Prevalensi kawin berulang Positif 1 9 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 0 11 11
Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 1.155 1 .283
b
Continuity Correction .002 1 .961
Likelihood Ratio 1.539 1 .215
Fisher's Exact Test .476 .476
Linear-by-Linear Association 1.100 1 .294
N of Valid Cases 21

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .48.
b. Computed only for a 2x2 table

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Tersedia kartu IB dan Pelaksana recording IB (term

Crosstab
Count

Tersedia kartu IB dan Pelaksana Total


recording IB (termasuk PKB)

Tidak

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21

Chi-Square Tests

Value
a
Pearson Chi-Square .
N of Valid Cases 21

a. No statistics are computed because


Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Peternak mengetahui kebuntingan sapi perah deng
hormon/ melihat siklus birahi

Crosstab
Count
Peternak mengetahui kebuntingan sapi perah dengan Total
PKB/USG/Mengukur kadar hormon/ melihat siklus birahi

Ya

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21

Chi-Square Tests

Value
a
Pearson Chi-Square .
N of Valid Cases 21

a. No statistics are computed because


Peternak mengetahui kebuntingan sapi
perah dengan PKB/USG/Mengukur
kadar hormon/ melihat siklus birahi is a
constant.

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Kesulitan menemui inseminator dikawinkan secara
Crosstab
Count

Kesulitan menemui inseminator Total


dikawinkan secara IB
Sulit Tidak Sulit
Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 2.010 1 .156
b
Continuity Correction .453 1 .501
Likelihood Ratio 2.778 1 .096
Fisher's Exact Test .476 .262
Linear-by-Linear Association 1.914 1 .167
N of Valid Cases 21

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .95.
b. Computed only for a 2x2 table

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Waktu pelaporan saat terjadi estrus

Crosstab
Count

Waktu pelaporan Total


saat terjadi estrus

6 Jam

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21

Chi-Square Tests

Value
Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Kualitas sapi perah hasil IB

Crosstab
Count

Kualitas sapi perah hasil IB Total


Baik

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21

Chi-Square Tests

Value
a
Pearson Chi-Square .
N of Valid Cases 21
a. No statistics are computed because
Kualitas sapi perah hasil IB is a
constant.

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Variabel Pelaksanaan IB


Crosstab
Count
Variabel Pelaksanaan IB Total

Baik

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21
Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Terdapat tempat pakan dan air minum dalam kand

Crosstab
Count

Terdapat tempat pakan dan Total


air minum dalam kandang

Ya

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21
Chi-Square Tests

Value
a
Pearson Chi-Square .
N of Valid Cases 21

a. No statistics are computed because


Terdapat tempat pakan dan air minum
dalam kandang is a constant.

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Tersedia tempat penampungan kotoran sapi atau s
Crosstab
Count

Tersedia tempat penampungan kotoran sapi atau Total


sisa pakan dalam kandang
Ya

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21
Chi-Square Tests
Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Terdapat genangan air/kotoran dikandang

Crosstab
Count

Terdapat genangan Total


air/kotoran dikandang

Tidak

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21
Chi-Square Tests

Value
a
Pearson Chi-Square .
N of Valid Cases 21

a. No statistics are computed because


Terdapat genangan air/kotoran
dikandang is a constant.

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Terdapat selokan saluran pembuangan kotoran da

Crosstab
Count

Terdapat selokan saluran Total


pembuangan kotoran dan
air kencing

Tidak Ya

Prevalensi kawin berulang Positif 1 9 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 0 11 11
Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-


(2-sided) (2-sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 1.155 1 .283
b
Continuity Correction .002 1 .961
Likelihood Ratio 1.539 1 .215
Fisher's Exact Test .476 .476
Linear-by-Linear Association 1.100 1 .294
N of Valid Cases 21
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .48.
b. Computed only for a 2x2 table

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Pembersihan kandang dilakukan dengan desinfekt
Crosstab
Count

Pembersihan kandang dilakukan Total


dengan desinfektan/deterjen

Tidak

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21

Chi-Square Tests
Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Alas kandang sering dibersihkan
Crosstab
Count
Alas kandang sering dibersihkan Total

Tidak Ya

Prevalensi kawin berulang Positif 1 9 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 0 11 11
Total 1 20 21

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 1.155 1 .283
b
Continuity Correction .002 1 .961
Likelihood Ratio 1.539 1 .215
Fisher's Exact Test .476 .476
Linear-by-Linear Association 1.100 1 .294
N of Valid Cases 21
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .48.
b. Computed only for a 2x2 table

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Saluran pembuangan anda bermuara suatu tempat

Crosstab
Count
Saluran pembuangan anda bermuara Total
suatu tempat
Tidak Ya
Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 1.155 1 .283
b
Continuity Correction .002 1 .961
Likelihood Ratio 1.539 1 .215
Fisher's Exact Test .476 .476
Linear-by-Linear Association 1.100 1 .294
N of Valid Cases 21

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .48.
b. Computed only for a 2x2 table

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Dalam kandang tidak ditemukan jenis hewan lain
Crosstab
Count

Dalam kandang tidak ditemukan jenis Total


hewan lain
Tidak Ya

Prevalensi kawin berulang Positif 6 4 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 10 1 11
Total 16 5 21

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 2.759 1 .097
b
Continuity Correction 1.318 1 .251
Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Variabel Perkandangan
Crosstab
Count
Variabel Total
Perkandangan

Baik

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21

Chi-Square Tests

Value
a
Pearson Chi-Square .
N of Valid Cases 21
a. No statistics are computed because
Variabel Perkandangan is a constant.

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Pemberian pakanuntuk sapi perah diberikan secar
Crosstab
Count
Pemberian Total
pakanuntuk sapi
perah diberikan
secara teratur

Ya

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21
Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Pemberian pakan dalam sehari
Crosstab
Count
Pemberian pakan dalam sehari Total

>3 kali 3 kali

Prevalensi kawin berulang Positif 5 5 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 2 9 11
Total 7 14 21

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 2.386 1 .122
b
Continuity Correction 1.169 1 .280
Likelihood Ratio 2.440 1 .118
Fisher's Exact Test .183 .140
Linear-by-Linear Association 2.273 1 .132
N of Valid Cases 21

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.33.
b. Computed only for a 2x2 table

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Pemberian pakan dilakukan pada waktu pagi, siang
Crosstab
Count

Pemberian pakan dilakukan pada Total


waktu pagi, siang, dan sore

Tidak Ya

Prevalensi kawin berulang Positif 5 5 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 2 9 11
Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 2.386 1 .122
b
Continuity Correction 1.169 1 .280
Likelihood Ratio 2.440 1 .118
Fisher's Exact Test .183 .140
Linear-by-Linear Association 2.273 1 .132
N of Valid Cases 21
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.33.
b. Computed only for a 2x2 table

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Sumber pakan tersedia tidak terlalu jauh dari kand
Crosstab
Count
Sumber pakan tersedia tidak terlalu jauh Total
dari kandang atau mudah dicapai
Ya

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21

Chi-Square Tests
Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Hijauan yang diberikan sudah dilayukan
Crosstab
Count
Hijauan yang diberikan sudah dilayukan Total

Ya

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21

Chi-Square Tests

Value
a
Pearson Chi-Square .
N of Valid Cases 21

a. No statistics are computed because


Hijauan yang diberikan sudah dilayukan
is a constant.

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Jenis hijauan (rumput gajah dan lamtoro)
Crosstab
Count

Jenis hijauan (rumput gajah dan lamtoro) Total

Ya

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21
a. No statistics are computed because
Jenis hijauan (rumput gajah dan
lamtoro) is a constant.

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Memberikan Makanan tambahan pada ternak untuk
nutrisinya
Crosstab
Count
Memberikan Makanan tambahan pada ternak Total
untuk mencukupi keebutuhan nutrisinya

Ya

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21

Chi-Square Tests

Value
a
Pearson Chi-Square .
N of Valid Cases 21
a. No statistics are computed because
Memberikan Makanan tambahan pada
ternak untuk mencukupi keebutuhan
nutrisinya is a constant.

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * sumber sair tersedia tidak jauh dari kandang/muda
Crosstab
Count
sumber sair tersedia tidak jauh dari Total
kandang/mudah diperoleh
Chi-Square Tests

Value
a
Pearson Chi-Square .
N of Valid Cases 21
a. No statistics are computed because
sumber sair tersedia tidak jauh dari
kandang/mudah diperoleh is a constant.

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Persediaan air minum tidak terbatas
Crosstab
Count
Persediaan air minum tidak terbatas Total

Ya

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21

Chi-Square Tests

Value
a
Pearson Chi-Square .
N of Valid Cases 21

a. No statistics are computed because


Persediaan air minum tidak terbatas is a
constant.

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Memberikan ternak air minum yang bersih (air sum
tercermar
Chi-Square Tests

Value
a
Pearson Chi-Square .
N of Valid Cases 21
a. No statistics are computed because
Memberikan ternak air minum yang
bersih (air sumur, air sungai, dll) yang
tidak tercermar is a constant.

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Variabel Pakan dan Air Minum
Crosstab
Count
Variabel Pakan dan Air Minum Total

Baik

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21

Chi-Square Tests

Value
a
Pearson Chi-Square .
N of Valid Cases 21

a. No statistics are computed because


Variabel Pakan dan Air Minum is a
constant.

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Prevalensi kawin berulang dapat berpindah/menye
Crosstab
Chi-Square Tests

Value
a
Pearson Chi-Square .
N of Valid Cases 21
a. No statistics are computed because
Prevalensi kawin berulang dapat
berpindah/menyebar is a constant.

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Terdapat faktor-faktor yang berpotensi dapat meny
berulang

Crosstab
Count

Terdapat faktor-faktor yang berpotensi dapat Total


menyebabkan terjadinya kawin berulang

Ya

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21

Chi-Square Tests

Value
a
Pearson Chi-Square .
N of Valid Cases 21

a. No statistics are computed because


Terdapat faktor-faktor yang berpotensi
dapat menyebabkan terjadinya kawin
berulang is a constant.
Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Melaporkan kepada petugas jika ternak menunjukk
Crosstab
Count
Melaporkan kepada petugas jika ternak Total
menunjukkan ciri-ciri kawin berulang

Ya

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21
Chi-Square Tests

Value
a
Pearson Chi-Square .
N of Valid Cases 21

a. No statistics are computed because


Melaporkan kepada petugas jika ternak
menunjukkan ciri-ciri kawin berulang is a
constant.
Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Pernah mengikuti bimbingan teknis reproduksi ter
pemerintah/swasta/dll
Crosstab
Count
Pernah mengikuti bimbingan teknis reproduksi Total
ternak yang diadakan pemerintah/swasta/dll

Ya

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21

Chi-Square Tests
Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Mengetahui penyakit (gangrep) yang berpengaruh
Crosstab
Count
Mengetahui penyakit Total
(gangguan) reproduksi yang
berpengaruh terhadap
kebuntingan

Tidak Ya

Prevalensi kawin berulang Positif 10 0 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 2 9 11
Total 12 9 21

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 14.318 1 .000
b
Continuity Correction 11.172 1 .001
Likelihood Ratio 18.251 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 13.636 1 .000
N of Valid Cases 21
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.29.
b. Computed only for a 2x2 table

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Mengetahui ciri-ciri sapi perah ketika mengalami k
Crosstab
Count

Mengetahui ciri-ciri sapi perah ketika Total


mengalami kelainan reproduksi
Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 14.318 1 .000
b
Continuity Correction 11.172 1 .001
Likelihood Ratio 18.251 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 13.636 1 .000
N of Valid Cases 21

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.29.
b. Computed only for a 2x2 table

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Melaporkan ke petugas jika terna menunjukkan cir

Crosstab
Count

Melaporkan ke petugas jika terna Total


menunjukkan ciri-ciri penyakit reproduksi

Ya

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21

Chi-Square Tests

Value
a
Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Mengetahui teknologi inseminasi buatan
Crosstab
Count
Mengetahui teknologi inseminasi buatan Total

Ya

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21

Chi-Square Tests

Value
a
Pearson Chi-Square .
N of Valid Cases 21

a. No statistics are computed because


Mengetahui teknologi inseminasi buatan
is a constant.

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Menghubungi petugas kesehatan ketika ternak me
yg menyebabkan Prevalensi kawin berulang

Crosstab
Count

Menghubungi petugas kesehatan ketika ternak mengalami Total


gangguan reproduksi yg menyebabkan Prevalensi kawin berulang

Ya

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21
a. No statistics are computed because
Menghubungi petugas kesehatan ketika
ternak mengalami gangguan reproduksi
yg menyebabkan Prevalensi kawin
berulang is a constant.

Prevalensi kawin berulang (3x/lebih dengan IB) * Variabel Pengalaman (Pengetahuan) Beternak
Crosstab
Count

Variabel Pengalaman Total


(Pengetahuan) Beternak
Baik

Prevalensi kawin berulang Positif 10 10


(3x/lebih dengan IB) Negatif 11 11
Total 21 21

Chi-Square Tests

Value
a
Pearson Chi-Square .
N of Valid Cases 21

a. No statistics are computed


because Variabel Pengalaman
(Pengetahuan) Beternak is a
constant.

Anda mungkin juga menyukai