Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Istilah protoplasma pertama kali diperkenalkan oleh Hanstein pada tahun 1880,
yang dimaksud dengan istilah tersebut adalah sel tumbuhan yang telah dikupas bagian
diding selnya atau sel tumbuhan telanjang tanpa dibungkus oleh dinding sel. Isolasi
protoplasma dapat dilakukan dengan dua cara:
1. Metode mekanikal.
Isolasi protoplasma menggunakan metode ini dikenalkan pertama kali oleh
Klercker pada tahun 1892. Isolasi protoplasma dilakukan dengan cara mengupas
dinding sel menggunakan alat bedah mikro. Metode ini telah berhasil mengisolasi
protoplasma dari daun Saintpaulia ionantha dan dikulturkan hingga tumbuh kalus.
Kelebihan dari metode ini adalah bila sel yang digunakan mempunyai vakuola sel
yang relatif besar sedangkan kelemahannya adalah: 1) Keberhasilannya rendah; 2)
Pekerjaan yang membutuhkan tenaga banyak dan membosankan; 3) Viabilitas
protoplasma rendah, karena seng terjadi kerusakan protoplasma selama proses
pengupasan dinding sel.
2. Metode enzimatik
Isolasi protoplasma menggunakan bantuan enzim. Orang pertama yang
melakukan metode ini adalah Cocking pada tahun 1960, ia mengisolasi protoplasma
menggunakan enzim selulase. Enzim selulase diisolasi dari jamur Myrothecium
verrucaria. Namun orang pertama yang menggunakan enzim komersial untuk
mengisolasi protoplasma dan berhasil meregenerasikan adalah Takabe dan kawan-
kawan pada tahun 1968.
Organ sebagai sumber protoplas
Protoplasma yang telah berhasil diisilasi berasal dari organ-organ seperti:
daun, tangkai daun, pucuk, akar, buah, koleoptil, embrio dan mikrospora. Diantara
organ tersebut sel yang paling mudah dan bagus untuk diisolasi protoplasmanya
adalah berasal dari jaringan mesofil daun, karena:
1. Bentuk selnya relatif seragam.
2. Tdak perlu membunuh tanamannya.
3. Dinding sel mudah terkelupas oleh enzim.
Sumber protoplasma selain diperoleh dari organ tersebut di atas tetapi juga
berasal dari kalus dan sel suspensi. Untuk sumber yang berasal kalus, paling baik
berasal dari kalus yang remah (friable) dengan kandungan karbohidrat rendah
sedangkan yang berasal sel suspensi, paling baik diambil pada fase pertumbuhan
exponensial.
Salah satu teknik kultur jaringan yang dewasa ini berkembang pesat adalah teknik
kultur protoplasma. Bagian-bagaian sel tumbuhan, termasuk protoplasma, secara umum
dijelaskan pada Gambar 49. Protoplasma ini dapat diisolasi dari sel dan kemudian
dikulturkan secara in-vitro. .
Kultur protoplasma dapat digunakan untuk berbagai macam tujuan seperti
perbanyakan dan untuk memperoleh
varietas baru. Teknik yang
digunakan untuk memperoleh
hibrida ini antara lain perlakuan
protoplasma dengan mutagen dan
manipulasi genetik ditingkat sel
melalui fusi (penggabungan) dua
protoplasma dari varietas atau
spesies yang berbeda serta
penggunaan protoplasma dalam
rekayasa genetika ditingkat
molekuler dengan teknik
elektroporasi, mikro injeksi atau partikel bombardment.
Jaringan tanaman yang digunakan sebagai eksplan untuk kultur protoplasma ini
bermacam-macam termasuk jaringan yang masih memiliki sel-sel parenchyma
(dindingnya belum berlignin).
Biasanya jaringan tanaman diiris halus lalu diplasmolisis (sedikit) dalam larutan
manitol untuk mengurangi daya tarik menarik (adhesi) sitoplasma dg dinding selnya.
Setelah dimodifikasi, di dalam kultur protoplasma akan membentuk dinding sel
kemudian membelah membentuk koloni sel seperti kalus (callus-like cells). Protoplasma
memerlukan media tanam yang lebih kompleks untuk dapat bertahan hidup dan
beregenerasi. Biasanya ditambahkan suatu osmotikum (misalnya sorbitol, manitol) ke
dalam media awal sebelum dinding selnya terbentuk untuk mencegah plasmolisis.
Gambar 49. Sel mesofil daun.
1. Persipan eksplan.
Jaringan tanaman yang digunakan untuk isolasi protoplasma ini beragam,
umumnya jaringan yang lebih muda dan berasal dari tanaman yang mempunyai umur
fisiologis muda, seperti pucuk muda (seperti dari kecambah, bibit, plantlet), pucuk
adventif hasil pangkasan. Protoplasma dari sel jaringan tersebut lebih mudah diisolasi
protoplasmanya karena dinding selnya masih sederhana dan hanya terdiri dari dinding
sel primer saja dan jaringannya masih memiliki sel-sel parenchyma (dindingnya
belum berlignin). Selain itu, ada juga yang menggunakan jaringan yang telah dewasa,
namun media untuk isolasi protoplasma dari jaringan ini lebih kompleks karena
dinding selnya telah berlignin, telah memiliki dinding sel primer dan dinding sel
sekunder.
2. Sterilsasi eksplan.
Bagian tanaman yang akan digunakan sebagai eksplan terlebih dahulu dicuci
kemudian disterilakan, umumnya menggunakan sodium hypoklorit 1 – 2 % selama 10
– 30 menit tergantung jenis eksplan yang digunakan. Eksplan tersebut selanjutnya
dicuci dengan air steril (3 – 4 kali) untuk mencuci sisa sodium hipoklorit pada
eksplan.
3. Isolasi Protoplasma.
Isolasi protoplasma dilakukan dengan menggunakan enzym yang dapat
mengahancurkan dinding sel. Enzym yang digunakan bervariasi jenis dan konsentrasinya
tergantung kondisi fisologis eksplan, terutama umur jaringan yang erat kaitannya dengan
komposisi dinding selnya. Berikut dikemukanan perbandingan antara dinding sel primer
dan sekunder pada sel tumbuhan.
7. Kultur protoplasma
Protoplasma yang hidup diambil dalam jumlah memadai (frekuensi protoplas
viable 100 – 200 sel) selanjutnya ditanam pada media yang telah disediakan dan
dikulturkan dan disimpan tempat gelap pada temperatur 28 oC selama semalam.
Kultur proplasma dipindahkan pada cahaya rendah (10 – 20 µmol.detik-1m-2) dengan
cahaya lampu putih yang dingin dan fotoperiode 16 jam, selama 2 hari. Kultur
dipindahkan pada intensitas cahaya yang lebih tinggi (50 – 75 µmol.detik-1m-2).
Media yang digunakan untuk kultur protoplasma dapat berupa media media cair
yang diletakkan dalam cawan petri kecil atau media padat media padat (dengan
pemadat agarose). Media yang digunakan untuk kultur protoplasma jauh lebih
kompleks dibandingkan dengan media untuk teknik kultur lainnya, karena
protoplasma belum memiliki dinding sel sehingga perlu ditanam pada media awal
yang diperkaya dengan osmotikum (misalnya sorbitol atau mannitol) untuk:
menghindari plasmolisis. Salah satu contoh media kultur protoplasma tembakau
(tabel 14).
Tabel 14. Formula media kultur protoplasma tembakau
Formula mg/l Formula mg/l Formula
Ca(H2PO4).H2) 100,000 H2BO3 3,00 Mannitol 1
CCl2.2H2O 50,000 KI 0,75 Inositol
KNO3 500,000 MnSO4.4H2O 13,20 Nicotinic acid
MgSO4.7H2O 50,000 Na2MoO4.2H2O 0,25 Pyridoxine-HCl
NaH2PO4.2H2O 170,000 ZnSO4.7H2O 2,00 Thiamine-HCl
(NH4)SO4 134,000 Sequestrene 330 28,00 2,4-D
CoCl2.6H2O 0,025 sucrose 10.000,00 NAA
CuSO4.5H2O 0,025 Glukose 18.000,00 BA
Catatan: pH: 5,8
Silangan Somatik
Secara alamiah persilangan terjadi hanya persilangan sexual antar kerabat dekat
dalam satu jenis (species). Persilangan sexual telah dipergunakan bertahun-tahun untuk
perbaikan tanaman budidaya. Sayangnya persilangan sexual hanya terbatas pada kultivar-
kultivar dalam satu spesies atau yang terbaik pada beberapa spesies liar yang mempunyai
hubungan kekerabatan terdekat dengan tanaman budidaya. Adanya pembatas antar
spesies tanaman maka persilangan seksual kurang berfungsi.
Peleburan sel (fusi sel) somatik dapat mengarah ke pembentukan sel hibrid viable
yang dapat digunakan sebagai cara/ metode untuk menghilankan pembatas antar spesies
yang terjadi pada persilangan seksual. Protoplasma tanaman merupakan ladang dari
genetik sel somatik untuk perbaikan tanaman. Teknik produksi hibrid melalui fusi
protoplasma yang telah diisolasi dari sel somatik (tubuh) secara in vitro dan berkembang
menjadi heterokarion yang menjadi satu persilangan tanaman, dikenal sebagai
Hybridisasi somatik. Prosedur ini termasik mengabaikan unsur sel dalam hibridisasi.
Dalam persilangan somatik, inti dan sitoplasma dari kedua induk menyatu dalam sel
silangan. Kadang-kadang genom inti dari berasal hanyadari satu induk yang melebur,
tetapi kadang juga terjadi gen sitoplasmik (plastome) berasal dari kedua induk yang ada
dalam proses peleburan, hal ini dikenal dengan cybrid (cytoplasmic hybrid).
Jadi teknik peleburan protoplasma dapat digunakan untuk menghilangkan
pembatas dari incompatibilitas dan sebagai manipulasi genetik dari sel tanaman.
Persilangan somatik bermanfaat untuk persilangan antar spesies yang berbeda takson dari
tingkat marga sampai tingkat divisi, untuk menciptakan sel-sel dengan genetik baru, inti
yang sebagus pada sitoplasmik yang tidak mungkin didapatkan dengan metode
persilangan seksual..
Kegiatan persilangan somatik meliputi:
• Peleburan protoplasma (fusi protoplasma)
• Seleksi sel silangan
• Identifikasi tanaman silangan.
Tabel 15. Jumlah kromosom dalam beberapa persilangan interspesifik dan intergenerik
yang diproduksi melalui peleburan protoplasma.
No Jenis tanaman dengan Jumlah kromosom
jumlah kromosomnya hasil persilangan
INTERSPESIFIK
1 Brassica oleracea (2n = 18) Variasi luas
+ B. campestris (2n = 18)
2 Nicotiana tabacum (2n = 50-58
48) + N.
glutinosa (2n = 24)
3 Nicotiana tabacum (2n = 96
48) + N.
nesophila (2n = 48)
4 Lycopersicon esculentum 72
(2n = 24) + L.
peruviarum (2n = 24)
5 Solanum tuberosum (2n = 60
24, 48) + S.
chacoense (2n = 14)
INTERGENERIK
No Jenis tanaman dengan Marga (Genus)
jumlah kromosomnya baru
6 Raphanus sativus (2n = 18) Raphanobrassica
+ B. oleracea (2n = 18)
7 Solanum tuberosum (2n = Solanopersicon
24) + L.
esculentum (2n = 24)
Nicotiana tabacum (2n = Nicotiopersicon
24) + L.
esculentum (2n = 24)
1. Dixon, R.A., 1985. Plant cell culture a practical approach. IRL Press Limited.
England. 236 p.
2. Dodds, B., 1993. Plant tissue culture for horticulture. Queensland University of
Technology Printing Unit Garden's Point Campus. Queensland. 80p.
3. Drew, R., M. Smith, J. Moisander & J. James, 1991. Plant tissue culture general
principles and commercial applications. Queensland Department of Primary
Industries. Brisbane. 31 p.
4. Gunawan, L.W., 1988. Teknik kultur jaringan tumbuhan. Laboratorium Kultur
Jaringan Tumbuhan, Pusat Antar Universitas (PAU), Institut Pertanian Bogor.
Bogor. 304 h.
5. Han, H. (ed.), 1981. Plant tissue culture. Proceedings of syposium on plant tissue
culture. Pitman Publishing Pty Ltd., Melbourne. 531 p.
6. Sharp, R.R., D.A. Evans, P.V. Ammirato & Y. Yamada, 1985. Handbook of plant
cell culture. Vol. 2. Crop species. Collier Macmillan Publisher. London.
7. Street, H.E., 1974. Tissue culture and plant science. Academic Press. London.
502 p.
8. Trigiano, R.N. & D.J. Gray, 2000. Plant Tissue culture concepts and laboratory
exercises. 2nd Adt. CRC Press. New York
9. Vasil, K., 1984. Cell culture and somatic cell genetics of plant. Vol. I. Laboratory
procedures and their aplication. Academic Press. Inc. London.
10. Winkelmann, T., 1993. Use of a Protoplast Regeneration System for African Violet
Improvement African Violet Vol. 46(6), Pp. 50-52 (1993). Diakses dari http://aggie-
horticulture.tamu.edu/tisscult/proto/wink/wink.html, 5-2-2007.