Anda di halaman 1dari 4

Mata Merah

Mata merah merupakan keluha penderita yang sering kita dengar. Keluhan ini timbul
akibat terjadinya perubahan warna bola mata yang sebelumnya berwarna putih berubah
menjadi merah.

Pada mata normal sklera terlihat berwarna putih karena sklera dapat terlihat melalui
bagian konjungtiva dan kapsul tenon yang tipis dan tembus sinar. Hiperemia konjungtiva
terjadi akibat bertambahnya asupan pembuluh darah ataupun berkurangnya pengeluaran
darah seperti pada pembendungan pembuluh darah. Bila terjadi pelebaran pembuluh darah
konjungtiva atau episklera tau perdarahan antara konjungtiva dan sklera maka akan terlihat
warna merah pada mata yang sebelumnya berwarna putih.

Mata terlihat merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada
peradangan mata akut, misalnya pada keratitis, pleksus arteri konjungtiva permukaan
melebar, pada iritis dan glaukoma kaut kongestif, pembuluh darah arteri perikornea yang
terletak lebih dalam akan melebar, sedangkan pada konjungtivitis pembuluh darah superfisial
yang melebar, maka bila diberi epinefrin topikal akan terjadi vasokonstriksi sehingga mata
akan kembali puth.

Pada konjungtiva terdapat pembuluh darah:

- Arteri konjunhgtiva posterior yang memperdarahi konjungtiva bulbi


- Arteri siliar anterior atau episklera yang memberikan cabang:
Arteri episklera masuk kedalam bola mata dengan arteri siliar posterior longus
bergabung membentuk arteri sirkular mayor atau pleksus siliar, yang akan
memperdarahi iris dan badan siliar.
Arteri perikornea, yang memperdarahi kornea.
Arteri episklera yang terletak diatas sklera, merupakan bagian arteri siliar
anterior yang memberikan perdarahan ke dalam bola mata.

Bila terjadi pelebaran pembuluh-pembuluh darah diatas mata akan terjadi mata merah.

Selain melebarnya pembuluh dara, mata merah dapat juga terjadi akibat pecahnya salah
satu dari kedua pembuluh darah diatas dan darah tertimbun dibawah jaringan konjungtiva.
Keadaan ini disebut sebagai perdarahan subkonjungtiva.

Injeksi konjungtiva

Melebarnya pembuluh darah arteri konjungtiva posterior atau injeksi konjungtiva ini
terjadi akibat pengaruh mekanis, alergi, ataupun infeksi pada jaringan konjungtiva.

Injeksi konjungtiva mempunyai sifat:

- Mudah digerakkan dari dasarnya. Hal ini disebabkan arteri konjungtiva posterior
melekat secara longgar pada konjungtiva bulbi yang mudah dilepas dari dasar sklera.
- Pada radang konjungtiva pembuluh darah ini terutama didapatkan didaerah forniks.
- Ukuran pembuluh darah makin besar kebagian perifer, karena asalnya dari bagian
perifer atau arteri siliar anterior.
- Berwarna merah yang segar
- Dengan tetes adrenalin 1:1000 injeksi akan lenyap sementara.
- Gatal
- Fotopobia (-)
- Pupil ukuran normal dengan reaksi normal.

Injeksi Siliar

Melebarnya pembuluh darah perikornea (a. Siliar anterior) atau injeksi siliar atau
injeksi perikornea terjadi akibat radang kornea, tukak kornea, benda asing pada kornea,
radang jaringan uvea, glaukoma, endoftalmitis ataupun panoftalmitis.

Injeksi siliar ini mempunyai sifat:

- Berwarna ungu dibanding dengan pelbaran pembuluh darah konjungtiva.


- Pembuluh darah tidak tampak.
- Tidak ikut serta dengan pergerakan konjungtiva bila digerakkan, karena menempel
erat dengan jaringan perikornea.
- Ukuran sangat halus terletak disekitar kornea, paling padat sekitar kornea, dan
berkurang ke arah forniks
- Pembuluh darah perikornea tidak menciut bila diberi epinefrin atau adrenalin 1:1000
- Hanya lakrimasi
- Fotopobia
- Sakit pada penekanan sekitar kornea
- Pupil iregular kecil (iritis) dan lebar (glaukoma)
Mata merah yang disebabkan injeksi siliar atau injeksi konjungtival dapat
memberikan gejala bersama-sama dengan keluhan dan gejala tambahan lain berikut:
1. Penglihatan normal/menurun
2. Terdapat atau tidak terdapatnya sekret
3. Disertai fotopobia atau tidak
4. Terdapatnya peningkatan tekanan bola mata pada keadaan mata merah tertentu
sehingga diperlukan pemeriksaan tekanan bola mata.

Umumnya pada mata merah terdapat beberapa kemungkinan penyebab seperti


konjungtivitis akut, iritis akut, keratitis, tukak kornea, skleritis, episkleritis, glaukoma
akut, endoftalmitis, dan panoftalmitis.

Konjungtivitis

Radang konjungtiva (konjungtivitis) adalah penyakit mata paling umum didunia. Penyakit
ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat
dengan banyak sekret purulen kental. Penyebab umumnya eksogen, tetapi bisa endogen.
Konjungtivitis karena agen infeksi

Jenis konjungtivitis dan berbagai penyebab yang paling sering dijumpai. Karena
lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan
lain yang mengganggu. Beberapa mekanisme melindungi permukaan mata dari substansi
luar: Pada film air mata, komponen akueosa mengencerkan materi infeksi, mukus menangkap
debris, dan aktivitas pompa palpebra membilas air mata mengandung substansi antimikroba,
termasuk lisozim dan antibodi (IGA dan IgG).

Patogen umum yang dapat menyebabkan konjungtivitis adalah Streptococcus


pneumoniae, Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, Neisseria meningitidis,
sebagian besar strain adenovirus manusia, virus herpes simpleks tipe 1 dan 2, dan dua
picornavirus. Dua agen yang ditularkan secara seksual dan dapat menimbulkan konjungtivitis
adalah Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhoeae.

Sitologi Konjungtivitis

Cedera epitel konjungtiva oleh agen perusak dapat diikuti oleh edema epitel, kematian sel
dan eksfoliasi, hipertrofi epitel, atau pembentukan granuloma. Selain itu mungkin juga terjadi
edema stroma konjungtiva (kemosis) dan hipertrofi lapisan limfoid stroma (pembentukan
folikel). Dapat ditemukan sel-sel radang termasuk neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit, dan
sel plasma, yang sering kali menunjukkan sifat agen perusaknya. Sel-sel radang bermigrasi
dari stroma konjungtiva melalui epitel ke permukaan. Sel-sel ini kemudian bergabung dengan
fibrin dan mukus dari sel-sel goblet untuk membentuk eksudat konjungtiva, yang
menyebabkan perlengketan tepi palpebra (terutama di pagi hari).

Sel-sel radang terlihat dalam eksudat atau kerokan yang diambil dengan spatula palatina
steril dari permukaan konjungtiva yang telah di anastesi. Bahan itu dipulas dengan pulasan
Gram (untuk mengidentifikasi organisme bakteri) dan dengan pulasan Giemsa (untuk
menetapkan jenis dan morfologi sel). Banyaknya leukosit polimorfonuklear adalah ciri khas
konjungtivitis bakteri. Secara umum, sel mononuklear dalam jumlah banyak- khususnya
limfosit-khas untuk konjungtivitis virus. Jika ditemukan pseudomembran atau membran sejati
(mis, keratokonjungtivitis epidemika atau konjungtivitis virus herpes simpleks), neutrofil
akan menjadi sel terbanyak karena adanya nekrosis yang menyertai. Pada konjungtivitis
klamidia, jumlah neutrofil dan limfosit biasanya setara.

Pada konjungtivitis alergik, eosinofil dan basofil sering ditemukan dalam biopsi
konjungtiva, tapi jarang pada sediaan hapus konjungtiva; eosinofil atau granul eosinofilik
biasanya ditemukan pada keratokonjungtivitis vernal (musim semi). Sejumlah protein yang
disekresikan eosinofil (mis., protein kation eosinofil) dapat ditemukan dalam air mata pasien
konjungtivitis vernal, atopik, atau alergika. Eosinofil dan basofil terdapat pada konjungtivitis
alergika, dan sebaran granul eosinofilik dan eosinofil terdapat dalam keratokonjungtivitis
vernal. Pada semua jenis konjungtivitis terdapat sel-sel plasma dalam stroma konjungtiva.
Mereka tidak bermigrasi melalui epitel sehingga tidak tampak dalam hapusan eksudat atau
kerokan permukaan konjungtiva, kecuali epitelnya telah nekrotik, seperti pada trakoma;
dalam hal ini, pecahnya sebuah folikel memungkinkan sel-sel plasma mencapai permukaan
epitel. Karena folikel matang pada trakoma mudah pecah, ditemukannya sel-sel limfoblastik
besar berwarna pucat (sel pusat-germinal) pada kerokan merupakan indikasi kuat trakoma

Anda mungkin juga menyukai