PEKERJAAN
REHABILITASI RUANG UTAMA SEKRETARIAT DAERAH KOTA SUKABUMI
LOKASI
JL. R. SYAMSUDIN, S.H., NO : 25 KOTA SUKABUMI
I. IMPLEMENTASI
METODA PENCAPAIAN SASARAN
Untuk menjamin sistem manajemen dapat berlangsung dengan baik, pihak kontraktor pelaksana harus
menyampaikan program kebijakan mutu, sesuai prosedur mutu ISO 9001. Sistem manajemen tersebut
diatas, dalam pelaksanaannya ditunjang oleh sarana-sara lain, berupa perangkat lunak (Software)
sebagai sarana pengendali, dan perangkat keras (Hardware) yang berupa peralatan-peralatan sebagai
sara penunjang pelaksanaan pekerjaan.
Dalam pelaksanaan nanti akan dipakai form-form sebagai berikut yang dapat dilihat pada lampiran :
- KS : 1. Laporan Ketidaksesuaian
2. Registrasi Ketidaksesuaian
- PP : Pengendalian Proses
Proses pengendalian mutu mencakup segala bidang yang terlibat dalam proses produksi baik SDM,
Material, Peralatan, proses, Sarana Kerja, dan Subkontraktor.
a. SDM
Memilih SDM yang bermoral baik dan mempunyai pengalaman sejenis;
Pengarahan, Pembinaan, dan Monitor dan Pelaporan.
b. Material
Pengujian sample bahan;
Pemilihan sumber material (Kuantitas dan kualitas) yang memadai;
Pemilihan supplier;
Jadwal kebutuhan material;
Cara penyimpanan dan cara handling;
Monitor dan pelaporan.
c. Peralatan
Pemilihan jenis alat yang sesuai;
Kalibrasi untuk alat tertentu (ukuran, takaran, timbangan);
Pemilihan sumber alat (kuantitas, umur, dan kualitas) yang memadai;
Pemilihan supplier alat yang baik;
Pemilihan operator yang baik dan berpengalaman;
Jadwal kebutuhan alat;
Penyediaan bahan bakar, penyediaan suku cadang;
Control service;
Monitor dan pelaporan.
d. Proses
Trial mix;
Peralatan yang sesuai;
Komposisi yang sesuai;
Standar proses;
Metoda pelaksanaan;
Cek hasil;
Monitor dan pelaporan.
e. Sarana kerja
Ruang yang memenuhi syarat keselamatan dan kesehatan;
Kemudahan akses;
Terpenuhinya alat kerja;
Kemudahan mobilitas dan komunikasi.
f. Subkontraktor
Seleksi;
Pengawasan dan pengarahan.
8. Schedule Pekerjaan
Schedule kerja dibuat berdasarkan asumsi dan logika yang benar dan berdasarkan data-data pada
gambar dan spesifikasi teknis. Schedule dan urutan kerja dalam bentuk bartchart, network
planning, dan S-curve planning (dibuat tersendiri sebagai lampiran dokumen tender).
Tujuan pengelolaan dan pemantauan lingkungan untuk mengetahui tingkat pencemaran terhadap
kualitas air, biota air serta pengaruh social dan ekonomi pada masyarakat setempat (kesempatan
kerja dan keselamatan pelayaran) sebagai akibat pekerjaan tersebut.
Metode dan cara pemantauan serta pengelolaan lingkungan agar tetap memenuhi kualitas
lingkungan yang diharapkan akan ditentukan pada waktu pelaksanaan pekerjaan minimal untuk
memenuhi standar yang ditentukan.
II. PROGRAM
MUTU PROYEK
Program Mutu Proyek adalah suatu metode/ pedoman yang menjelaskan proses pekerjaan untuk
memperoleh mutu hasil pekerjaan yang sesuai dengan persyaratan spesifikasi, dimana dalam
penyusunannya berdasarkan acuan :
1. Peppres RI Nomor 70 tahun 2012;
2. Kepmen PU Nomor 362 tahun 2004;
3. Dokumen Kontak.
Program mutu minimal menjelaskan mengenai hal-hal yang mempunyai kaitan administratif proyek, teknis,
dan kebutuhan lainnya, yaitu :
a. Informasi proyek;
b. Organisasi proyek termasuk organisasi konsultan pengawas dan kontraktor;
c. Jadwal pelaksanaan;
d. Prosedur pelaksanaan dari tiap-tiap jenis pekerjaan yang meliputi : standar pekerjaan, prosedur kerja,
dan daftar inspeksi dan persyaratan testing;
e. Instruksi kerja
Instruksi kerja harus mencakup rincian tentang (minimal) :
Urutan kegiatan pelaksanaan;
Prosedur kerja untuk mengawali kegiatan;
Bagaimana proses kegiatan akan dipantau;
Perawatan pemeliharaan yang diperlukan;
Bagaimana output suatu proses dinilai untuk memastikan kesesuaian dengan spesifikasi.
Program mutu yang telah disusun oleh proyek harus disampaikan kepada para pihak yang terkait dalam
kegiatan manajemen proyek dan selanjutnya pihak-pihak yang mempunyai kaitan langsung dengan
kegiatan proyek tersebut mengkaji program mutu proyek apakah sesuai dengan yang dikehendaki dalam
spesifikasi dan dapat dilaksanakan secaraefaktif dan efesien.
Aktifitas proyek yang nantinya, bisa diuraikan secara sederhana melalui diagram aktifitas yang mana
sebagai berikut:
a. Prosedur pengajuan material
PENGAJUAN MATERIAL
MULAI
SELESAI
FLOWCHART PEKERJAAN KONSTRUKSI
POLA PENGENDALIAN MANAJEMEN WAKTU DAN TEKNIS
Pekerjaan konstruksi dapat disajikan dalam diagram alur yang intinya mencerminkan aktifitas yang harus
dilaksanakan dengan tertib, dan terencana. Dengan pelaksanaan yang terencana dan terukur secara tidak
langsung memberikan gambaran tentang pola Manajemen Waktu dan Teknis.
Menyusun dan Menetapkan Sasaran Mutu dalam RMP dan RMK
Dalam penyusunan Rencana Mutu baik Rencana Mutu Proyek maupun Rencana Mutu Kontrak diwajibkan
untuk mencantumkan Sasaran Mutu yang ditetapkan oleh Dokumen lelang dari Pengguna Jasa untuk
membuat RMP atau Penanggung Jawab badan Usaha Penyedia Jasadalam menyusun RMK nya.
Sasaran mutu merupakan persyaratan yang sifatnya sangat strategis untuk menilai kinerja system
manajemen mutu penyelenggaraan proyek. Semua pihak yang terkait, baik pimpinan maupun Direksi
atasan Penanggung Jawab Penyedia Jasa akan mudah mengukur dan memonitor kinerja proyek sejauh apa
pencapaian mutunya, sehingga dimungkinkan untuk segera mengambil tindakan yang efektif menuju
perbaikan yang berkelanjutan.
Secara umum sasaran mutu harus dinyatakan dalam bentuk target-target yang direncanakan bagi
pelakasanaan proyek, terutama yang terkait dengan kendala keterbatasan Biaya, Mutu dan Biaya (BMW)
pelaksanaan proyek. Agar ketiga unsure tersebut dapat dicapai sesuai kebutuhannya.
Adapun kretiria bagi penempatan sasaran mutu adal kegiatan apa saja yang dapat diukur atau dapat
dijadikan terukur terkait dengan system manajemen mutu, misalnya : perolehan laba, target pemasaran,
target pelaksanaan pelatihan, target perolehan omzet, efesien kinerja, tingkat kedisiplinan pegawai dan
sebagainya, contoh hal tersebut adalah :
1. Atas target waktu pelaksanaan (jangka waktu sesuai kontrak, contoh : 210 hari kalender.
2. Target pencapaian efesiensi biaya, contoh : efesien biaya langsung proyek < 20% dari nilai kontrak.
3. Target atas pencapaian efesiensi material, contoh : material terpasang > 93% jumlah material yang
datang.
4. Target jumlah complain temuan mutu produk, contoh : temuan produk cacat < 6 temuan selama
pelaksanaan.
5. Menurunkan tingkat kesalahan pekerjaan dari lima kali dalam sebulan menjadi hanya maksimum
satu kali dalam sebulan.
6. Meningkatkan tingkat kedisiplinan, yang mempunyai kaitan dengan Sumber Daya Manusia, yaitu
kehadiran pegawai dari 40% hingga 10%.
Dapat juga menggunakan unsur-unsur efisiensi dari kendala keterbatasan antara biaya, mutu (spesifikasi
produk) dan waktu, disamping itu juga boleh menggunakan unsur-unsur pencapaian kinerja proyek lainnya,
apabila dipandang perlu target yang lebih spesifik. Sasaran mutu sebaiknya dibuat secara sistematis, mudah
dipantau sehingga apabila disuatu saat terjadi perubahan program atau kontrak karena suatu kondisi
tertentu dalam pelaksanaan proyek, maka RMK atau RMP harus dikaji ulang dan direvisi, dan ditetapkan
sasaran mutu yang baru atau diperbaiki.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam membuat sasaran mutu harus memenuhi persyaratan dalam
peristilahan kata SMART yang selanjutnya diuraikan sebagai berikut:
Simple, yaitu sederhana dan mudah dipahami;
Measurereable, yaitu dapat diukur pencapaiannya;
Applicable, yaitu dapat diaplikasikan sesuai dengan kemampuan yang ada;
Reasonable, yaitu memiliki alasan yang jelas bagaimana sasaran tersebut digunakan dan
diterapkan;
Timely, yaitu waktu pencapaiannya jelas, ada batas waktu yang digunakan.
Disamping faktor-faktor diatas yng harus diperhatikan dalam pembuatan sasaran mutu, pimpinan
hendaknya juga memperhatikan :
Kebutuhan masa kini dan masa yang akan datang dari Satuan Kerja atau Penyedia Jasa pada
pelaksanaan kegiatan yang dilayaninya;
Temuan-temuan yang relevan berdasarkan tinjauan manajemen;
Kinerja proses dan produk pada saat ini dan rencana ke depan;
Tingkat kepuasan pelanggan dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya;
Hasil audit, baik audit internal maupun audit eksternal;
Tolak banding, analisis pesaing, peluang perbaikan dan;
Sumberdaya yang diperlukan untuk memenuhi sasaran mutu tersebut.
III. PROGRAM K3
1. LATAR BELAKANG
Jasa konstruksi adalah indrustri yang mempunyai peranan sangat penting dalam mendukung
pertumbuhan ekonomi, dengan menghasilkan bangunan baik berupa sarana maupun prasarana.
Indrustri ini diharapkan mampu mengembangkan peranannya dalam pembangunan nasional melalui
peningkatan kendala yang didukung oleh struktur usaha yang kokoh dan mampu mewujudkan hasil
pekerjaan konstruksi yang berkwalitas. Hal tersebut tercermin dalam daya saing dan kemampuan
menyelenggarakan pekerjaan konstruksi secara tertib untuk menjamin kesetaraan kedudukan antara
pengguna jasa dengan penyedia jasa dalam hal dan kewajiban.
Peningkatan jumlah perusahaan ini ternyata belum diikuti dengan peningkatan kualifikasi dan
kinerjanya, yang tercermin pada kenyataan bahwa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi belum
sebagaimana yang diharapkan, kesadaran hukum dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sebelum
ditingkatkan, termasuk kepatuhan para pihak dalam pemenuhan kewajibannya yang terkait dengan
aspek keselamatan dan kesehatan kerja, agar dapat mewujudkan bangunan yang berkwalitas dan
mampu berfungsi sebagaimana yang direncanakan.
Salah satu masalah yang paling sering terjadi dalam indrustri konstruksi adalah kecelakaan kerja.
Berdasarkan data dari Organisasi Buruh Dunia (ILO), konstruksi merupakan indrustri yang paling
rentan akan kecelakaan kerja. Hal ini disebabkan karena indrustri jasa konstruksi membutuhkan
pengetahuan, pemahaman, perencanaan, persiapan, serta koordinasi kerja yang terintegrasi dengan
baik mulai dari material, peralatan, dan tenaga kerja selama masa pelaksanaan konstruksi. Kecelakaan
yang paling sering terjadi pada indrustri ini antara lain :
30% - Pengangkutan dan lalu lintas;
29% - Kejatuhan benda;
26% - Tergelincir, terpukul;
10% - Jatuh dari ketinggian;
5% - Kebakaran.
Sumber laporan ASTEK
Kecelakaan-kecalakaan yang terjadi dapat dihindari atau dikurangi, jika peraturan keselamatan dan
kesehatan kerja benar-benarditerpakan pada lingkungan pekerjaan.
Mengingat gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja bukan hanya menimbulkan kerugian berupa
materi yang besar namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang merupakan satu-satunya
sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi apapun.
3. PENGERTIAN
berdasarkan definisinya, keselamatan berarti suatu keadaan dimana seseorang terbebas dari peristiwa
celaka dan nyaris celaka. Sedangkan kesehatan memiliki arti tidak hanya terbebas dari penyakit namun
juga sehat atau sejahtera secara fisik, mental, serta sosial.
Tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja (K3) ditempat kerja adalah:
1. Menciptakan system kerja yang nyaman;
2. Menjamin terciptanya kesejahteraan pada pekerja, property, dan lingkungan dalam melaksanakan
pekerjaannya.
3.1 Hazard
Hazard adalah suatu bahan/ kondisi yang berpotensi menimbulkan keruksakan/ kerugian. Pada
dasarnya hazard selamanya akan tetap menjadi hazard, walaupun tidak menimbulkan kerugian
konsekuansi pada manusia. Kerugian/ konsekuensi baru muncul setelah adanya kontak dengan
manusia, melalui beberapa cara :
1. Manusia yang menghampiri bahaya;
2. Bahaya yang menghampiri manusia;
3. Manusia dan bahaya saling menghampiri.
3.2 Resiko
Resiko adalah suatu kemungkinan terjadinya dampak/ konsekuensi pada kelompok/ individu yang
terpapar dengan hazard. Untuk mengelola resiko perlu adanya suatu manajemen resiko (Risk
management). Tujuan dari manajemen resiko adalah minimisasi kerugian dan meningkatkan
kesempatan ataupun peluang.
4. LANDASAN HUKUM
Ada tiga alasan yang menyebabkan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja, yaitu :
1. Keselamatan adalah Hak Asasi Manusia (HAM);
2. HAM dilindungi oleh peraturan perundang-undangan;
3. Efesiensi atau mengurangi kerugian akibat kecelakaan kerja.
Untuk menjamin perlindungan pekerja atas keselamatan dan kesehatannya dalam bekerja, maka
pemerintah mengatur pelaksanaannya dalam undang-undang :
1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1969 Tentang Persetujuan Konvensi ILO No. 120 mengenai
Hygiene dalam Perniagaan dan Kantor-Kantor;
2. Undang-Undang No. 14 Tahun 1996 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja
(Lembaran Negara No. 55 Tahun 1969);
3. Undang-Undang No. 1 tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara No. 1 tahun
1970);
4. Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja;
5. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan;
6. Undang-Undang RI NO. 25 Tahun 1991 Tentang Ketenagakerjaan;
7. Keputusan Presiden RI No. 22 tahun 1993 Tentang Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja;
8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per. 01/Men/1980 Tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja pada Konstruksi Bangunan;
9. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per. 05/Men/1996 Tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3);
10. Keputusan bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja Kep 174/Men/1986 /
104/KPTS/1986 Tentang Pedoman Keselamatan dan kesehatan kerja pada tempat Kegiatan
Konstruksi.
Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja Tahun 1986,
menetapkan berlakunya Buku Dokumen Pelaksanaan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
Tempat Kegiataan Konstrruksi.
Persyaratan administrasi dan teknik mengenai K3 telah dirumuskan dalam buku pedoman tersebut.
Pihak-pihak yang terlibat pada penyelenggaraan konstruksi perlu memahaminya dan
membudayakannya.
Pokok-pokok yang diatur dalam buku pedoman adalah :
1. Persyaratan administrasi
a. Ruang lingkup berlakunya peraturan;
b. Kewajiban umum;
c. Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja;
d. Laporan kecelakaan;
e. Keselamatan dan kesehatan dan pertollongan pertama pada kecelakaan.
2. Persyaratan teknik
Pintu masuk/ keluar, lampu/ penerangan, ventilasi, kebersihan, pencegahan terhadap kebakaran/
perlindungan terhadap benda-benda jatuh dan bagian bangunan yang rubuh, terali pengaman,
kebisingan dan getaran (vibrasi), dan sebagainya.
3. Persyaratan/ ketentuan lain-lain
Ketentuan teknis mengenai perancah, tangga peralatan pengangkat, tali, rantai, permesinan,
peralatan, pekerjaan bawah tanah, penggalian-penggalian, pemancangan, pengerjaan beton,
pembongkaran.
5. ORGANISASI K3
Untuk menjamin pekerja agar sehat, selamat dan sejahtera serta mendapatkan kepuasan kerja, maka
perusahaan perlu mebentuk organisasi K3. Dibeberapa poerusahaan organisasi ini dinamakan bagian
Keselamatan dan kesehatan Kerja/ Occupational Safety and Health (OSH), atau bahkan digabungkan
dengan kesehatan lingkungan menjadi bagian keselamatan, kesehatan dan lingkungan/ Safety, Health,
and Environment (SHE). Organisasi ini biasanya berada di bawah pengawas Departemen Sumber Daya
Manusia atau Departemen Produksi.
Depnakertrans sendiri menyaratkan dibentuknya Panitia Pembinaan Keselamatan dan Keselamatan
Kerja (P2K3) yang anggotanya terdiri dari 50% wakil manajemen dan 50% wakil pekerja. Organisasi ini
berfungsi memahami masalah di bidang K3, membuat kebijakan atau prosedur kerja yang berguna
dalam melindungi keselamatan dan kesehatan pekerja.
Dibidang jasa konstruksi sendiri pelaksanaan K3 dilakukan dengan :
1. Menganjurkan kontraktor kulifikasi besar wajib membentuk unit K3 pada kantor pusat
perusahaannya yang harus dipimpin oleh orang yang telah mempunyai sertifikat.
2. Membenahi ketentuan pelaksanaan pada proyek konstruksi yakni :
a. Setiap proyek yang dikerjakan oleh kontraktor kualifikasi besar harus mengangkat satu orang
yang khusus mengamati keselamatan dan kesehatan kerja dan orang tersebut dinamakan
Safety Contruction Engineer dan petugas ini pada dasarnya harus mempunyai sertifikat.
b. Demikian pula pada proyek konstruksi tersebut, pemilik proyek harus mengangkat pula seorang
yang menangani keselamatan dan kesehatan kerja dan dinamakan Safety Construction
Officer.
6. MANAJEMEN K3
Dalam menciptakan tenaga kerja yang produktif, sehat dan berkwalitas dibutuhkan suatu sistem
manajemen yang khusus mengatur mengenai K3. Hal ini bertujuan untuk :
1. Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya, baik buruh,
petani, nelayan, pegawai negeri, atau pekerja-pekerja bebas.
2. Sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit dan kecelakaan-kecelakaan akibat kerja,
pemeliharaan, dan peningkatan kesehatan, dan gizi tenaga kerja, perawatan dan mempertinggi
efesiensi dan daya produktifitas tenaga manusia, pemberantasan kelelahan kelelahan kerja dan
melipatganda kegairahan serta kenikmatan kerja.
Manajemen memiliki kewenangan dalam mengontrol setiap aktivitas kerja. Namun seringkali aktivitas
tersebut tidak terkontrol dengan baik. Hal ini disebabkan oleh :
1. Manajemen K3 yang kurang terencana dengan baik;
2. Kurang tepat atau kurang mendalamnya standar perencanaan;
3. Pelaksanaan standar yang tidak tepat.
Perencanaan manajemen K3 meliputi :
1. Kepemimpinan dan administrasinya;
2. Manajemen Keselamatan dan kesehatan Kerja terpadu;
3. Pengawas;
4. Analisis Pekerjaan dan Prosedural;
5. Penelitian dan Analisis Pekerjaan;
6. Latihan bagi tenaga kerja;
7. Pelayanan kesehatan kerja;
8. Penyediaan alat pelindung diri;
9. Peningkatan kesadaran terhadap keselamatan dan kesehatan kerja;
10. System pemeriksaan dan pendataan.
1. Umum
Selama masa penanganan masalah pihak kontraktor harus tetap memelihara pekerjaan sedemikian
rupa sehingga terbebas dari sisa bangunan, kotoran-kotoran dan sampah-sampah yang dihasilkan
sebagai akibat adanya kegiatan program. Pada saat selesainya pekerjaan,pihak kontraktor akan
menyingkirkan seluruh bahan sisa dan bahan kelebihan, sampah-sampah, perlengkapan-perlengkapan,
peralatan dan mesin-mesin dari lapangan, seluruh bagian permukaan hasil penanganan harus terlihat
bersih dan program yang akan diserahkan harus sudah dalam keadaan siap pakai dan diterima dengan
memuaskan oleh para pihak.
3. Pembersihan akhir
Pada saat selesainya pekerjaan lapangan, daerah program tetap dijaga kebersihannya dan siap dipakai
oleh pemilik. Pihak kontraktor akan memulihkan daerah program yang tidak merupakan bagian
pekerjaan seperti dijelaskan dalam dokumen kontrak sesuai keadaan aslinya.
V. TEKNIS PELAKSANAAN
Latar Belakang
Metoda Pelaksanaan dibuat selain sebagai persyaratan untuk kontraktor dalam mengikuti pelelangan yang
dilaksanakan oleh Pemerintah, tentunya sangat penting bagi kontraktor untuk membuatnya karena akan
menentukan hasil penilaian dari panitia pengadaan.
Dalam menyusun metoda pelaksanaan ini setiap kontraktor harus memahami proses setiap pekerjaan yang
akan dilaksanakan mulai dari tahap persiapan (Pra-konstruksi), tahap pelaksanaan (Konstruksi), Finishing
(Akhir) sampai pemeliharaan (maintenace). Selain itu dalam pelaksanaannya kontraktor harus melakukan
tindakan pengendalian, koordinasi dan pengawasan sehingga seluruh kegiatan berlangsung dengan arah
yang benar.
Pada tahap pelaksanaan, manajemen tindakan pengendalian, koordinasi dan pengawasan, secara umum di
tugaskan kepada seorang penanggung jawab lapangan atau Site Manager.
Penanggung jawab lapangan atau Site Manager tersebut akan melakukan koordinasi dan pengawasan yang
menyangkut aspek mutu, waktu dan biaya dan aspek-aspek lainnya yang disesuaikan dengan tujuan dari
program yang sedang dilaksanakan.
Lingkup Pekerjaan
Lingkup pekerjaan pekerjaan REHABILITASI RUANG UTAMA SEKRETARIAT DAERAH KOTA
SUKABUMI Tahun Anggaran 2016, secara singkat meliputi Pekerjaan Persiapan, Pekerjaan
Bongkaran, Pekerjaan kontruksi/Fisik yang terdiri dari :
1. Pekerjaan Beton
2. Pekerjaan Pasangan
3. Pekerjaan Atap
4. Pekerjaan Lantai
5. Pekerjaan Kayu Partisi / Interior
6. Pekerjaan Plafond
7. Pekerjaan Instalasi Listrik
8. Pekerjaan Pengecatan
9. Pekerjaan Instalasi air
10. Dan pekerjaan lain-lain
sesuai dengan yang tercantum dalam dokumen kontrak.
Sasaran
Sasaran kegiatan ini adalah melaksanakan REHABILITASI RUANG UTAMA SEKRETARIAT
DAERAH KOTA SUKABUMI Tahun Anggaran 2016, mulai dari pekerjaan persiapan sampai dengan
finishing termasuk dalam pengendalian pelaksanaan pekerjaannya agar dalam pelaksanaan pekerjaan
berjalan dengan efisien, tepat waktu, tepat mutu dan tepat biaya.
METODA TAHAP PELAKSANAAN FISIK
Nama Pekerjaan yang akan dilaksanakan adalah pekerjaan REHABILITASI RUANG UTAMA
SEKRETARIAT DAERAH KOTA SUKABUMI Tahun Anggaran 2016, Sumber dana APBD TA.
2016, Lokasi Kota Sukabumi
1. Lingkup Kegiatan
Ruang Lingkup Tugas Kontraktor dalam melaksanaan Pembangunan meliputi :
Pada Tahap Persiapan Proyek
Menyiapkan kelengkapan administrasi, Dokumentasi dan perijinan-perijinan.
Membuat surat pemberitahuan akan mulai melaksanakan pekerjaan kepada pihak Pengguna
Jasa/ Owner, Pihak konsultan pengawas, serta pihak lainnya yang berhubungan dengan
kegiatan pembangunan tersebut.
Melakukan rapat koordinasi awal (Pra-construction Meeting/PCM) dengan semua unsur terkait
dalam pembangunan, untuk membahas semua rencana dan tahap pelaksanaan.
Menyusun jadwal kerja menyeluruh berdasarkan tahapan pembangunan dengan
memperhatikan :
Kondisi lokasi pekerjaan / Kesiapan lahan kerja (Jalan akses, cress area logistic)
Kesiapan tenaga kerja, Jangka waktu proyek yang tersedia, Faktor alam ( Cuaca, dll)
Membuat Direksikeet (kantor koordinasi dilapangan), untuk memudahkan koordinasi dalam
pengendalian pekerjaan, Membuat Los Kerja, untuk hunian para pekerja selama melaksanakan
pekerjaan.
Membuat Gudang material terutama untuk material yang harus terlindung dari cuaca/hujan.
Menyiapkan peralatan utama dan peralatan pendukung lainnya untuk melaksanakan
pembangunan.
Membuat Papan Nama Kegiatan sebagai informasi kepada masyarakat tentang kegiatan
pembangunan ini.
Membuat akses jalan sementara untuk cress area material onsite, menyiapkan lahan/
pembersihan lokasi pekerjaan, Pembuatan saluran pembuangan sementara untuk menjaga agar
areal pekerjaan selalu dalam keadaan kering, Membuat rambu-rambu peringatan untuk
keselamatan kerja.
Pembuatan pagar pengaman
Pemasangan patok ukur
2 Pekerjaan Bongkaran
Pekerjaan Bongkaran adalah pekerjaan pembongkaran pasangan yang akan
direhabilitasi dengan menggunakan alat bantu yang dikerjakan oleh Penyedia Jasa setelah
mendapat persetujuan dari Direksi.
Cara Pelaksanaan :
a. Bongkaran yang dilaksanakan adalah pembongkaran pasangan baik itu pasangan batu,
beton ataupun bangunan yang ada diareal yang akan dilaksanakan rehabilitasi
b. Sampah bongkaran harus diatur dan dibuang disekitar lokasi yang dijamin tidak akan
mengganggu kegiatan pekerjaan. Pengaturan dari semua hasil bongkaran tersebut harus
sesuai petunjuk Direksi.
Hasil crushing test dari laboratorium yang berwenang terhadap kubus-kubus beton yang berumur 7,
14, dan 21 hari harus dilaporkan kepada Konsultan pengawas untuk dimintakan persetujuannya.
Agregat Halus :
Dapat menggunakan pasir alam atau pasir yang dihasilkan dari mesin pemecah batu dan harus bersih
dari bahan organik, lumpur, zat-zat alkali dan tidak mengandung lebih dari 50% substansi-substansi
yang merusak beton atau NI-2 pasal 3 bab 3, sebagai referensi, boleh digunakan pasir Cimangkok.
Pasir laut tidak diperkenankan dipergunakan dan pasir harus terdiri dari partikel-partikel yang tajam
dan keras mempunyai gradasi seperti tabel berikut :
Saringan Ukuran % Lewat Saringan
3/8 9,5 mm 100
No. 4 4,76 mm 90-100
No. 8 2,39 mm 80-100
No. 16 1,19 mm 50-85
No. 30 0,19 mm 25-65
No. 50 0,297 mm 10-30
No. 100 0,149 mm 5-10
No. 200 0,074 mm 0-5
Air :
Air yang digunakan harus bersih dan jernih tidak mengandung minyak atau garam serta zat-zat yang
dapat merusak beton baja bertulang. Dalam hal ini sebaiknya digunakan air bersih yang dapat
diminum, atau seperti NI - 2
Baja tulangan :
Baja tulangan yang digunakan adalah baja polos dan baja ulir dimana harus memenuhi persyaratan
SKNI, dengan tegangan leleh karakteristik (Tau) = 2400 kg/cm2 atau baja U 24, (Tau) = 3900 kg/ cm2
atau baja U39, pemberi tugas atau konsultan, pengawas bila diperlukan, akan melakukan pengujian test
tegangan tarik-putus dan Bending untuk setiap 10 ton baja tulangan, atas biaya pemborong. Batang-
batang tulangan harus disimpan tidak menyentuh tanah secara langsung dan dihindari akan
penimbunan baja tulangan diudara terbuka. Kawat ikat berukuran minimal 1 mm.
Batang-batang tulangan yang berlainan ukurannya harus ditimbun pada tempat terpisah dan diberi
tanda yang jelas.
Bahan pencampur :
Penggunaan bahan pencampur (admixture) tidak diijinkan tanpa persetujuan tertulis dari Konsultan
Pengawas dan Konsultan Perencana.
Apabila akan digunakan bahan pencampur, pemborong harus mengadakan percobaan-percobaan
perbandingan berat dan W/C ratio dari penambahan bahan pencampur (admixture) tersebut.
Untuk menjaga agar tidak renggang, sebelum dipasang, bilah - bilah kayu besi (Kayu Ulin) bahan
atap sirap dipotong agar rapih dan benar - benar presisi.
Khusus untuk atap sirap expose, bilah kayu besinya (Kayu Ulin) harus benar - benar rapih dan
rapat. Ini dikarenakan pada bangunan yang tidak menggunakan plafon, sirap pada bagian lapisan
paling bawah biasanya terlihat.
Seperti yang telah disebutkan, bilah - bilah kayu sirap dipasang seperti memasang genteng. Agar
atap sirap tersebut tidak merosot, bilah - bilah atap sirap ini perlu dipaku. Adapun paku yang
dipakai untuk memasang atap sirap ini ada 2 jenis, yaitu paku kuningan dan paku biasa. Karena
jumlah bilah atap sirap ini mencapai ribuan, gunakanlah pistol paku untuk memasang paku pada
atap sirap tersebut. Pistol paku bekerja menembakan paku dengan tenaga angin dari kompresor,
sehingga pekerjaan memasang atap sirap ini jadi lebih cepat. Sebisa mungkin proses pemasangan
atap sirap ini juga dikerjakan secara bersamaan oleh sejumlah tukang.
Atap sirap biasanya dipasang antara 3 hingga 4 lapis secara berurutan, dari lapisan atap sirap yang
paling bawah, atap sirap yang dipasang yaitu ; layer 1, tripleks, alumunium foil, sirap layer 2, sirap
layer 3, dan sirap layer 4.
9. Tahap Pekerjaan Langit Langit / Plafond
Pekerjaan Langit-langit/ plafond dilakukan setelah pekerjaan atap berikut penutupnya telah selesai.
Pekerjaan Langit-langit/ plafond ini meliputi :
Pemasangan rangka plafond menggunakan bahan hollow, sebelumnya sebagian permukaan dihaluskan
terlebih dahulu agar menghasilkan permukaan yang rata.
Pemasangan penutup plafond menggunakan bahan Gypsum tebal 9 mm sekualitas jayaboard.
Pemasangan List profil gypsum dipasangan untuk plafond gypsum. List dipasang pada sudut-sudut atau
bidang pertemuan antara langit-langit dengan dinding, kusen, kolom, listplank, atap dan sebagainya
sesuai dengan syarat-syarat konstruksi. Untuk pekerjaan drop ceiling akan dikoordinasikan terlebih
dahulu dan diukur ulang untuk menghasilkan pekerjaan yang sesuai dengan persyaratan bahan dan
teknis pelaksanaannya mengikuti petunjuk dalam dokumen teknis (RKS), adapun segala perubahan
dalam pelaksanaannya akan dikoordinasikan dan harus mendapat persetujuan direksi atau pengawas
lapangan.
Tabel
Koordinasi Kegiatan Pekerjaan Pembangunan
JENIS
NO PESERTA / JABATAN MATERI
PERTEMUAN
1. Mingguan Konsultan :
Kontraktor Staf inti Kontraktor Pembahasan masalah yang dihadapi
Penyelesaian masalah yang saling
Kontraktor : berkaitan
Staf inti Konsultan Evaluasi minggu yang lalu
Pembahasan rencana kerja minggu
mendatang
Kontrol kualitas
Kemajuan pekerjaan
Status / penggunaan peralatan
Pengaturan lalu-lintas
Penutup
Segala sesuatu yang belum teruraikan dalam Metoda Pelaksanaan ini, kami akan mematuhi segala apa
yang tertuang dalam dokumen syarat-syarat teknis beserta perubahannya dalam risalah aanwijing dan
segala isi yang tertuang dalam Dokumen Kontrak. Selain itu instruksi dan petunjuk dari konsultan
pengawas akan menjadi pertimbangan dan acuan bagi kami dalam melaksanakan pekerjaan.
UJANG SUHARYADI
Direktur