Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran dan
keseimbanga Anatominya juga sangat rumit . Indera pendengaran berperan penting pada
partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk
perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan
orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar.

Deteksi awal dan diagnosis akurat gangguan otologik sangat penting. Di antara mereka
yang dapat membantu diagnosis dan atau menangani kelainan otologik adalah ahli
otolaringologi, pediatrisian, internis, perawat, ahli audiologi, ahli patologi wicara dan
pendidik. Perawat yang terlibat dalam spesialisasi otolaringologi, saat ini dapat raemperoleh
sertifikat di bidang keperawatan otorinolaringologi leher dan kepala (CORLN= cerificate in
otorhinolaringology-head and neck nursing).

Usaha untuk mengeluarkan (mengorek) dengan batang korek, jepit rambut atau benda lain
akan dapat berbahaya karena dapat mengakibatkan kotoran terdorong ke dalam (dapat
menyumbat karena bagian dalam lebih sempit), serta adanya trauma terhadap kulit dan dapat
menyebabkan infeksi dan kerusakan gendang telinga dan akhirnya dapat menyebabkan
impaksi,otalgia (nyeri pada telinga) atau bahkan kehilangan pendengaran.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa definisi dari penyakit OMA?


2. Apa penyebab dari penyakit OMA?
3. Bagaimana anatomi fisiologi dari telinga?
4. Bagaimana patofisiologi dari OMA?
5. Apa saja gejala klinis dari penyakit OMA?
6. Apa saja pemeriksaan yang dapat menunjang diagnosa penyakit OMA?
7. Pengobatan apa saja yang dapat diterapkan pada penderita OMA?
8. Apa saja faktor risiko yang dapat menimbulkan penyakit OMA?
9. Apa saja komplikasi yang terdapat pada penyakit OMA?
10. Bagaimana cara mencegah OMA?

1
11. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien OMA?

C. TUJUAN

Diharapkan pembaca dapat lebih memahami apa itu otitis media akut, penyebab
terjadinya, serta bagaimana pengobatannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI

Otitis adalah radang telinga, yang ditandai dengan nyeri, demam, hilangnya pendengaran,
tinitus dan vertigo.

Otitis berarti peradangan dari telinga, dan media berarti tengah. Jadi otitis media berarti
peradangan dari telinga tengah.

Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi
atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif, di mana masing-masing memiliki
bentuk yang akut dan kronis. Selain itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis
media tuberkulosa, otitis media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis media adhesiva
(Djaafar, 2007).

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustacheus, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid/( soepardi, iskandar ,1990). Otitis media
adalah infeksi atau inflamasi pada telinga tengah (mediastore,2009 )

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan tanda-
tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi
secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta
otore, apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga
dijumpai efusi telinga tengah (Buchman, 2003). Terjadinya efusi telinga tengah atau
inflamasi telinga tengah ditandai dengan membengkak pada membran timpani atau bulging,
mobilitas yang terhad pada membran timpani, terdapat cairan di belakang membran timpani,
dan otore (Kerschner, 2007).

Otitis media akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah
dan terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu (Kapita selekta kedokteran, 1999).

OMA (Otitis Media Akut) adalah peradangan akut atau seluruh pericilium telinga tengah
(Mansjoer, 2001).

3
OMA adalah peradangan telinga bagian tengah yang disebabkan oleh pejalaran infeksi
dari tenggorok (farinitis) A sering terjadi pada anak-anak (Wikipedia Bahasa Indonesia,
Ensiklopedia Bebas).

Otitis media akut adalah proses infeksi yang ditentukan oleh adanya cairan di telinga atau
gangguan dengar, serta gejala penyerta lainnay tergantung berat ringannya penyakit, antara
lain : demam, iritabilitas, letargi, anoreksia, vomiting, bulging hingga perforasi membrana
tympani yang dapat diikuti dengan drainase purulen.Otitis media akut bisa terjadi pada semua
usia, tetapi paling sering ditemukan pada anak-anak terutama 3 bulan-3 tahun.

Otitis media akut adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri pada ruang udara pada
tulang temporal (CMDT, edisi 3 , 2004 )

Otitis media akut adalah dari yang timbulnya cepat dan berdurasi pendek, otitis media
akut biasanya berhubungan dengan akumulasi cairan di telinga tengah bersama dengan tanda-
tanda atau gejala-gejala dari infeksi telinga, gendang telinga, yang menonjol biasanya disertai
nyeri, atau gendang telinga yang berlubang, seringkali dengan aliran dengan materi yang
bernanah. Demam dapat hadir.

B. ETIOLOGI

1. Bakteri

Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian, 65-75%
kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri terhadap kultur
cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong sebagai non-patogenik karena tidak
ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis media tersering
adalah Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%) dan
Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-patogen yang lain
seperti Streptococcus pyogenes (group A beta-hemolytic), Staphylococcus aureus, dan
organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan organisme gram negatif banyak
ditemukan pada anak dan neonatus yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Haemophilus
influenzae sering dijumpai pada anak balita. Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada orang
dewasa juga sama dengan yang dijumpai pada anak-anak (Kerschner, 2007).

4
2. Virus

Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau bersamaan
dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada anak-anak, yaitu
respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-
kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa
dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan
adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme
farmakokinetiknya (Kerschner, 2007). Dengan menggunakan teknik polymerase chain
reaction (PCR) dan virus specific enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA), virus-
virus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang menderita OMA pada 75%
kasus (Buchman, 2003).

C. ANATOMI FISIOLOGI

Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah lateral dan
kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara kedua Membrana timpani
terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga, Membran
ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan translulen.Telinga
tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah)
dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi
udara di bagian mastoid tulang temporal.

Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes. Osikuli
dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang membantu hantaran
suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah, yang
memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada jendela
oval, di mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara.
Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang
agak tipis, atau struktur berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah
mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke telinga
tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.

Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm, menghubngkan
telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat terbuka akibat
kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau menguap atau menelan.

5
Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga
tengah dengan tekanan atmosfer.

D. PATOFISIOLOGI

Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas (ISPA) yangdiebabkan oleh
bakteri, kemudian menyebar ke telinga tengah melewati tubaeustachius. Ketika bakteri
memasuki tuba eustachius maka dapat menyebabkaninfeksi dan terjadi pembengkakan,
peradangan pada saluran tersebut.

Proses peradangan yang terjadi pada tuba eustachius menyebabkan stimulasi kelenjar
minyak untuk menghasilkan sekret yang terkumpul di belakang membran timpani.Jika sekret
bertambah banyak maka akan menyumbat saluran eustachius,sehingga pendengaran dapat
terganggu karena membran timpani dan tulang osikel(maleus, incus, stapes) yang
menghubungkan telinga bagian dalam tidak dapatbergerak bebas.

Selain mengalami gangguan pendengaran, klien juga akanmengalami nyeri pada


telinga.Otitis media akut (OMA) yang berlangsung selama lebih dari dua bulandapat
berkembang menjadi otitis media supuratif kronis apabila faktor higienekurang diperhatikan,
terapi yang terlambat, pengobatan tidak adekuat, dan adanyadaya tahan tubuh yang kurang
baik.

6
PATHWAY

Organism / bakteri & jamur telinga eksternal

pendengaran telinga tengah(tuba eustachi)

infeksi sepanjang kulit kanal proses


produksi terhambat gagguan komunikasi bengkak,
merah, panas sehingga menutup daerah kanal telinga
terbentuk furunkel yang menekan kulit yang sensitif.
Nyeri makin berat dan tidak ada ruang untuk furunkel
berkembang didaerah telinga telinga tengah

OMA serosa memblok tuba eustachi

OMA puruten terbentuk pus tidak ada aliran udara


ke telinga tengah mengisi ruang / rongga
telingakarena ada penekannan erat.

Nyeri

Eksudat seruosa meningkat

Membrane tipani

Reptur membrane tipani

Perubahan persepsi sensori

7
E. MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis otitis media akut (OMA) tergantung pada stadium penyakit dan umur
pasien. Stadium otitis media akut (OMA) berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah :

1. Stadium oklusi tuba Eustachius

Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam telinga
tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak dapat dideteksi. Sukar
dibedakan dengan otitis media serosa akibat virus atau alergi.

2. Stadium hiperemis (presupurasi)

Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran
timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat
eksudat serosa sehingga sukar terlihat.

3. Stadium supurasi

Membrana timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang hebat pada mukosa
telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di
kavum timpani.Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga
bertambah hebat.Apabila tekanan tidak berkurang, akan terjadi iskemia, tromboflebitis dan
nekrosis mukosa serta submukosa. Nekrosis ini terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan
kekuningan pada membran timpani. Di tempat ini akan terjadi ruptur.

4. Stadium perforasi

Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi, dapat
terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar.
Pasien yang semula gelisah menjadi tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.

5. Stadium resolusi

Bila membran timpani tetap utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali. Bila terjadi
perforasi maka sekret akan berkurang dan mengering. Bila daya tahan tubuh baik dan
virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan. Otitis media akut

8
(OMA) berubah menjadi otitis media supuratif subakut bila perforasi menetap dengan sekret
yang keluar terus-menerus atau hilang timbul lebih dari 3 minggu. Disebut otitis media
supuratif kronik (OMSK) bila berlangsung lebih 1,5 atau 2 bulan. Dapat meninggalkan gejala
sisa berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa perforasi.Pada
anak, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga dan suhu tubuh yang tinggi. Biasanya
terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.Pada orang dewasa, didapatkan juga gangguan
pendengaran berupa rasa penuh atau kurang dengar.Pada bayi dan anak kecil gejala khas
otitis media anak adalah suhu tubuh yang tinggi (> 39,5 derajat celsius), gelisah, sulit tidur,
tiba-tiba menjerit saat tidur, diare, kejang, dan kadang-kadang memegang telinga yang sakit.
Setelah terjadi ruptur membran tinmpani, suhu tubuh akan turun dan anak tertidur.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar.


2. Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane timpani.
3. Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi jarum dari
telinga tengah melalui membrane timpani).
4. Otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga
yang dilengkapi dengan udara kecil). Untuk menilai respon gendang telinga terhadap
perubahan tekanan udara.

G. PENETALAKSANAAN

Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan
untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau
sistemik, dan antipiretik.

1. Stadium Oklusi

Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di
telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,25 % untuk anak < 12 tahun
atau HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologis untuk anak diatas 12 tahun dan dewasa.
Sumber infeksi lokal harus diobati. Antibiotik diberikan bila penyebabnya kuman.

9
2. Stadium Presupurasi

Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Bila membran timpani sudah terlihat
hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan pemberian antibiotik
golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan
asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar
konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung,
gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal
selama 7 hari.

3. Stadium Supurasi

Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran
timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.

4. Stadium Perforasi

Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat cuci telinga H2O2
3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan
hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.

5. Stadium Resolusi

Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi menutup.
Bila tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila tetap, mungkin telah terjadi
mastoiditis.

a) Pemberian Antibiotik

OMA umumnya adalah penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya.


Sekitar 80% OMA sembuh dalam 3 hari tanpa antibiotik. Penggunaan antibiotik tidak
mengurangi komplikasi yang dapat terjadi, termasuk berkurangnya pendengaran.
Observasi dapat dilakukan pada sebagian besar kasus. Jika gejala tidak membaik dalam
48-72 jam atau ada perburukan gejala, antibiotik diberikan.

American Academy of Pediatrics (AAP) mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi


dan yang harus segera diterapi dengan antibiotik sebagai berikut:

10
Usia Diagnosis Pasti Diagnosis meragukan
<6 bulan Antibiotik Antibiotik
Antibiotik jika gejala berat,
6 bulan-12 tahun Antibiotik
observasi jika gejala ringan.
Antibiotik jika gejala berat,
>12 tahun Observasi
observasi jika gejala ringan.

Yang dimaksud dengan gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam <39C
dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang berat atau
demam 39C.

Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan
dua tahun dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak di atas
dua tahun. Untuk dapat memilih observasi, follow-up harus dipastikan dapat terlaksana.
Analgesia tetap diberikan pada masa observasi.

British Medical Journal memberikan kriteria yang sedikit berbeda untuk menerapkan
observasi ini.10 Menurut BMJ, pilihan observasi dapat dilakukan terutama pada anak tanpa
gejala umum seperti demam dan muntah.

Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, pilihan pertama untuk sebagian besar anak
adalah amoxicillin.

Sumber seperti AAFP (American Academy of Family Physician) menganjurkan


pemberian 40 mg/kg berat badan/hari pada anak dengan risiko rendah dan 80 mg/kg
berat badan/hari untuk anak dengan risiko tinggi.
Risiko tinggi yang dimaksud antara lain adalah usia kurang dari dua tahun, dirawat
sehari-hari di daycare, dan ada riwayat pemberian antibiotik dalam tiga bulan terakhir.
WHO menganjurkan 15 mg/kg berat badan/pemberian dengan maksimumnya 500 mg.
AAP menganjurkan dosis 80-90 mg/kg berat badan/hari.6 Dosis ini terkait dengan
meningkatnya persentase bakteri yang tidak dapat diatasi dengan dosis standar di
Amerika Serikat. Sampai saat ini di Indonesia tidak ada data yang mengemukakan hal
serupa, sehingga pilihan yang bijak adalah menggunakan dosis 40 mg/kg/hari.
Dokumentasi adanya bakteri yang resisten terhadap dosis standar harus didasari hasil
kultur dan tes resistensi terhadap antibiotik.

11
Antibiotik pada OMA akan menghasilkan perbaikan gejala dalam 48-72 jam.
Dalam 24 jam pertama terjadi stabilisasi, sedang dalam 24 jam kedua mulai terjadi
perbaikan. Jika pasien tidak membaik dalam 48-72 jam, kemungkinan ada penyakit
lain atau pengobatan yang diberikan tidak memadai. Dalam kasus seperti ini
dipertimbangkan pemberian antibiotik lini kedua. Misalnya:
Pada pasien dengan gejala berat atau OMA yang kemungkinan disebabkan
Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis, antibiotik yang kemudian dipilih
adalah amoxicillin-clavulanate.6 Sumber lain menyatakan pemberian amoxicillin-
clavulanate dilakukan jika gejala tidak membaik dalam tujuh hari atau kembali
muncul dalam 14 hari.
Jika pasien alergi ringan terhadap amoxicillin, dapat diberikan cephalosporin seperti
cefdinir, cefpodoxime, atau cefuroxime.
Pada alergi berat terhadap amoxicillin, yang diberikan adalah azithromycin atau
clarithromycin.
Pilihan lainnya adalah erythromycin-sulfisoxazole atau sulfamethoxazole-
trimethoprim.
Namun kedua kombinasi ini bukan pilihan pada OMA yang tidak membaik dengan
amoxicillin.
Jika pemberian amoxicillin-clavulanate juga tidak memberikan hasil, pilihan yang
diambil adalah ceftriaxone selama tiga hari.
Perlu diperhatikan bahwa cephalosporin yang digunakan pada OMA umumnya
merupakan generasi kedua atau generasi ketiga dengan spektrum luas. Demikian juga
azythromycin atau clarythromycin. Antibiotik dengan spektrum luas, walaupun dapat
membunuh lebih banyak jenis bakteri, memiliki risiko yang lebih besar. Bakteri
normal di tubuh akan dapat terbunuh sehingga keseimbangan flora di tubuh
terganggu. Selain itu risiko terbentuknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik
akan lebih besar. Karenanya, pilihan ini hanya digunakan pada kasus-kasus dengan
indikasi jelas penggunaan antibiotik lini kedua.
Pemberian antibiotik pada otitis media dilakukan selama sepuluh hari pada anak
berusia di bawah dua tahun atau anak dengan gejala berat.
Pada usia enam tahun ke atas, pemberian antibiotik cukup 5-7 hari. Di Inggris,
anjuran pemberian antibiotik adalah 3-7 hari atau lima hari.

12
Tidak adanya perbedaan bermakna antara pemberian antibiotik dalam jangka waktu
kurang dari tujuh hari dibandingkan dengan pemberian lebih dari tujuh hari. Dan
karena itu pemberian antibiotik selama lima hari dianggap cukup pada otitis media.
Pemberian antibiotik dalam waktu yang lebih lama meningkatkan risiko efek samping
dan resistensi bakteri.

b) Pemberian Analgesia/pereda nyeri

Penanganan OMA selayaknya disertai penghilang nyeri (analgesia).


Analgesia yang umumnya digunakan adalah analgesia sederhana seperti paracetamol
atau ibuprofen.
Namun perlu diperhatikan bahwa pada penggunaan ibuprofen, harus dipastikan bahwa
anak tidak mengalami gangguan pencernaan seperti muntah atau diare karena ibuprofen
dapat memperparah iritasi saluran cerna.

c) Obat lain

Pemberian obat-obatan lain seperti antihistamin (antialergi) atau dekongestan tidak


memberikan manfaat bagi anak.
Pemberian kortikosteroid juga tidak dianjurkan.
Myringotomy (myringotomy: melubangi gendang telinga untuk mengeluarkan cairan
yang menumpuk di belakangnya) juga hanya dilakukan pada kasus-kasus khusus di mana
terjadi gejala yang sangat berat atau ada komplikasi.
Cairan yang keluar harus dikultur.
Pemberian antibiotik sebagai profilaksis untuk mencegah berulangnya OMA tidak
memiliki bukti yang cukup.

d) Pembedahan

Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren, seperti
miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan adenoidektomi (Buchman, 2003).
a. Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya terjadi
drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus dilakukan
secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran timpani dapat dilihat

13
dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila terapi yang
diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika terdapat pus di
telinga tengah (Djaafar, 2007). Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah nyeri
berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan
infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi third-line pada pasien yang
mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu
tindakan miringotomi atau timpanosintesis dijalankan terhadap anak OMA yang respon
kurang memuaskan terhadap terapi second-line, untuk menidentifikasi mikroorganisme
melalui kultur (Kerschner, 2007).
b. Timpanosintesis
Menurut Bluestone (1996) dalam Titisari (2005), timpanosintesis merupakan pungsi pada
membran timpani, dengan analgesia lokal supaya mendapatkan sekret untuk tujuan
pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis adalah terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat
komplikasi supuratif, pada bayi baru lahir atau pasien yang sistem imun tubuh rendah.
Menurut Buchman (2003), pipa timpanostomi dapat menurun morbiditas OMA seperti
otalgia, efusi telinga tengah, gangguan pendengaran secara signifikan dibanding dengan
plasebo dalam tiga penelitian prospertif, randomized trial yang telah dijalankan.
c. Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi dan
OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba
timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA rekuren
yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika
terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren (Kerschner, 2007).

H. FAKTOR RISIKO

Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik, status
sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu formula, lingkungan
merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis kongenital, status imunologi,
infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan atas, disfungsi tuba Eustachius, inmatur tuba
Eustachius dan lain-lain (Kerschner, 2007).

Faktor umur juga berperan dalam terjadinya OMA. Peningkatan insidens OMA pada bayi
dan anak-anak kemungkinan disebabkan oleh struktur dan fungsi tidak matang atau imatur
tuba Eustachius. Selain itu, sistem pertahanan tubuh atau status imunologi anak juga masih

14
rendah. Insidens terjadinya otitis media pada anak laki-laki lebih tinggi dibanding dengan
anak perempuan. Anak-anak pada ras Native American, Inuit, dan Indigenous Australian
menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi dibanding dengan ras lain. Faktor genetik juga
berpengaruh. Status sosioekonomi juga berpengaruh, seperti kemiskinan, kepadatan
penduduk, fasilitas higiene yang terbatas, status nutrisi rendah, dan pelayanan pengobatan
terbatas, sehingga mendorong terjadinya OMA pada anak-anak. ASI dapat membantu dalam
pertahanan tubuh. Oleh karena itu, anak-anak yang kurangnya asupan ASI banyak menderita
OMA. Lingkungan merokok menyebabkan anak-anak mengalami OMA yang lebih signifikan
dibanding dengan anak-anak lain. Dengan adanya riwayat kontak yang sering dengan anak-
anak lain seperti di pusat penitipan anak-anak, insidens OMA juga meningkat. Anak dengan
adanya abnormalitas kraniofasialis kongenital mudah terkena OMA karena fungsi tuba
Eustachius turut terganggu, anak mudah menderita penyakit telinga tengah. Otitis media
merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat infeksi saluran napas atas, baik bakteri atau
virus (Kerschner, 2007).

I. KOMPLIKASI

Komplikasi serius yang terjadi pada OMA adalah:

Infeksi pada tulang di sekitar telinga tengah (mastoiditis atau petrositis)


Labirintitis (infeksi pada kanalis semisirkuler)
Kelumpuhan pada wajah
Tuli
Peradangan pada selaput otak (meningitis)
Abses Otak

Tanda-tanda terjadinya komplikasi:


Sakit kepala
Tuli yang terjadi secara mendadak
Vertigo (perasaan berputar)
Demam dan menggigil.

15
J. PENCEGAHAN

Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA. Mencegah ISPA pada
bayi dan anak-anak, menangani ISPA dengan pengobatan adekuat, menganjurkan
pemberian ASI minimal enam bulan, menghindarkan pajanan terhadap lingkungan
merokok, dan lain-lain (Kerschner, 2007).

16
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN OTITIS MEDIA AKUT

A. Pengkajian
1. Riwayat:
a. Identitas Pasien
b. Riwayat adanya kelainan nyeri
c. Riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang
d. Riwayat alergi.
e. OMA berkurang.

2. Pengkajian Fisik:
a. Nyeri telinga
b. Perasaan penuh dan penurunan pendengaran
c. Suhu Meningkat
d. Malaise
e. Nausea Vomiting
f. Vertigo
g. Ortore
h. Pemeriksaan dengan otoskop tentang stadium.

3. Pengkajian Psikososial
a. Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
b. Aktifitas terbatas
c. Takut menghadapi tindakan pembedahan.

4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes Audiometri : AC menurun
b. X ray : terhadap kondisi patologi
Misal : Cholesteatoma, kekaburan mastoid.
5. Pemeriksaan pendengaraN
a. Tes suara bisikan
b. Tes garputala

17
B. Diagnosa
1. gangguan rasa aman nyaman (nyeri) berhubungan dengan proses peradangan pada telinga
2. resiko injuri berhubungan dengan penurunan sensori auditorium
3. resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pengobatan
4. ansietas berhubungan dengan ketidaktahuan klien tg pembedahan

C. Intervensi

Diagnosa NIC NOC


Nyeri akut Suggested Outcomes Pain Management:
berhubungan 1.Kontrol Nyeri 1. Gunakan komunikasi
dengan Agen -Hasil penilaian sasaran terapeutik agar pasien dapat
Injury Indikator Skala mengekspresikan nyeri.
(Biologis) 1.Mengenali faktor 3 2. Evaluasi tentang keefektifan
penyebab dari tindakan mengontrol nyeri
2.Menggunakan metode 3 yang telah digunakan.
pencegahan non 3. Kontrol faktor-faktor
analgetik untuk lingkungan yang dapat
mengurangi nyeri. 4 mempengaruhi respon pasien
3.Menggunakan terhadap ketidaknyamanan
analgetik sesuai 4 (ex.temperature, ruangan,
kebutuhan. penyinaran.
4.Mencari bantuan 3 4. Anjuran pasien jntuk
tenaga kesehatan memonitori sendiri
5.Melaporkan tenaga 3 5. Berikan analgetik sesuai
pada tenaga kesehatan 3 anjuran
6.Mengenali gejala 6. Evaluasi keefektifan dan
nyeri. tindakan nyeri
7..Melaporkan nyeri 7. Memodifikasi tindakan
yang sudah terkontrol mengontrol Nyeri berdasarkan
respon pasien
8. Informasikan kepada tim

18
kesehatan lainnya/anggota
keluarga
9. Beritahu dokter jika tindakan
tidak berhasil/ terjadi keluha
10. Turunkan dan hilangkan faktor
yang dapat meningkatkan
pengalaman nyeri (missal:rasa
takut,kelelahan, dan kurangnya
pengetahuan
11. Lakukan teknik variasi untuk
mengurangi rasa nyeri
(farmakologi non farmakologi
dan interpersonal

D. EVALUASI
S : pasien mengatakan keluhan-keluhan yang dirasakan saat pengkajian
O : Pemeriksaan TTV
A : masalah teratasi, belum teratasi, atau teratasi sebagian
P : planing selanjutnya

19
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Otitis Media Akut (OMA) merupakan inflamasi akut telinga tengah yang berlangsung
kurang dari tiga minggu (Donaldson, 2010). Yang dimaksud dengan telinga tengah adalah
ruang di dalam telinga yang terletak antara membran timpani dengan telinga dalam serta
berhubungan dengan nasofaring melalui tuba Eustachius (Tortora dkk, 2009).
Otitis Media Akut biasanya terjadi pada telinga tengah karena telinga bagian tengah
adalah organ yang memiliki penghalang yang biasanya dalam keadaan steril. Tetapi pada
suatu keadaan jika terdapat infeksi bakteri pada nasofariong dan faring, secara alamiah
teradapat mekanisme pencegahan penjalaran bakteri memasuki telinga tengah oleh ezim
pelindung dan bulu-bulu halus yang dimiliki oleh tuba eustachii. Otitis media akut ini terjadi
akibat tidak berfungsingnya sistem pelindung tadi, sumbatan atau peradangan pada tuba
eustachii merupakan faktor utama terjadinya otitis media, pada anak-anak semakin seringnya
terserang infeksi saluran pernafasan atas, kemungkinan terjadi otitis media akut juga semakin
sering.
B. SARAN

Otitis Media Akut terjadi bisa kapan saja maka dari itu kita harus mencegah terjadinya
penyakit OMA tersebut terlebih pada anak-anak. Dengan cara Beberapa hal yang tampaknya
dapat mengurangi risiko OMA adalah:

pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak.


pemberian ASI minimal selama 6 bulan.
penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring dan penghindaran pajanan
terhadap asap rokok.
Berenang kemungkinan besar tidak meningkatkan risiko OMA.

20
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & suddarth.2002. keperawatan medical bedah. Vol.3. Ed 8 : Jakarta : EGC


Doengoes, Marilyn E.2000. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk perencanaan
dan pendokumentasian perawatan pasien.ed 3. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Alih bahasa : Agung Waluyo. Jakarta. EGC

Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa : Setiawan Sari.
Jakarta. EGC

http://rikayuhelmi116.wordpress.com/2012/12/09/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-
otitis-media/

http://rikayuhelmi116.wordpress.com/2012/12/09/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-
otitis-media/

Moorhead, dkk. 2013 . Nursing Outcomes Classification (NOC) Fift Edition . USA :
Elsevier.

M.Bulecheck, Gloria . 2013 . Nursing Interventions Classification (NIC)Sixth Edition . USA :


Elsevier.

Heather, T.Herdman, PhD, RN . 2012 . Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta : EGC.

21

Anda mungkin juga menyukai