Anda di halaman 1dari 6

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Khiyar
Kata khiyar dalam bahasa Arab berarti pilihan. Pembahasan al-
khiyar dikemukakan para ulama fiqh dalam permasalahan yang menyangkut
transaksi dalam bidang perdata khususnya transaksi ekonomi, sebagai salah
satu hak bagi kedua belah pihak yang melakukan transaksi (akad) ketika
terjadi beberapa persoalan dalam transaksi dimaksud.
Secara terminologi, para ulama fiqh telah mendefinisikan al-Khiyar,
antara lain menurut Sayyid Sabiq:



Khiyar adalah mencari kebaikan dari dua perkara, melangsungkan
atau membatalkan (jual beli).1
M. Abdul Mujieb mendefinisikan: Khiyar ialah hak memilih atau
menentukan pilihan antara dua hal bagi pembeli dan penjual, apakah akad
jual beli akan diteruskan atau dibatalkan.2
B. Hukum Khiyar dalam Jual Beli
Hak khiyar (memilih) dalam jual beli, menurut Islam dibolehkan,
apakah akan meneruskan jual beli atau membatalkannya, tergantung keadaan
(kondisi) barang yang diperjualbelikan.3
Menurut Fuqaha boleh, hal ini berdasarkan dengan hadits Nabi oleh
Hibban bin Munqidz ra. yang menyebutkan:


Dan bagimu hak khiyar selama tiga hari
Dan apa yang diriwayatkan dalam hadits Ibnu Umar ra.

1
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1983), jilid III, cet. Ke-4, h. 164
2
M. Abdul Mujieb, Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994), cet.
Ke-1, h. 162
3
Abdul Rahman Ghazaly, dkk. Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2010), cet. 1, h. 98


Penjual dan pembeli adalah dengan hak khiyar selama keduanya
belum berpisah kecuali jual beli khiyar4
Menurut Imam Malik pada dasarnya tidak ada batasan tertentu,
melainkan ditentukan berdasarkan besar kecilnya keperluan dengan
memandang kepada macam-macamnya barang.
Menurut Imam Syafii dan Abu Hanifah berpendapat bahwa masa
khiyar itu tiga hari dan tidak boleh lebih dari itu.
Menurut Imam Ahmad, Abu Yusuf, Daud, dan Muhammad bin Al-
Hasan berpendapat bahwa khiyar dibolehkan hingga masa yang disyaratkan.5

C. Macam-macam Khiyar
Khiyar itu ada yang bersumber dari syara, seperti khiyar majlis, aib,
dan ruyah. Selain itu, ada juga khiyar yang bersumber dari kedua belah
pihak yang berakad, seperti khiyar syarat dan tayin.6 Berikut ini
dikemukakan pengertian masing-masing khiyar tersebut:
1. Khiyar Majlis
Yaitu hak pilih dari kedua belah pihak yang berakad untuk
membatalkan akad, selama keduanya masih berada dalam majlis akad (di
ruangan toko) dan belum berpisah badan. Artinya, transaksi baru dianggap
sah apabila kedua belah pihak yang melaksanakan akad telah berpisah
badan, atau salah seorang di antara mereka telah melakukan pilihan untuk
menjual dan membeli.
Bukhori dan Muslim meriwayatkan dari Hakim bin Hazam bahwa
Rasulullah SAW. bersabda:

4
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), Jilid 4, h. 187
5
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid . . ., h. 188
6
Nasrun Harun, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), cet. Ke-2, h.
130

(
)
Dua orang yang melakukan jual beli boleh melakukan khiyar
selama belum berpisah. Jika keduanya benar dan jelas maka keduanya
diberkahi dalam jual beli mereka. Jika mereka menyembunyikan dan
berdusta, maka akan dimusnahkanlah keberkahan jual beli mereka
(HR. Bukhari dan Muslim)

2. Khiyar Aib
Yaitu hak untuk membatalkan atau melangsungkan jual beli bagi
kedua belah pihak yang berakad apabila terdapat suatu cacat pada objek
yang diperjualbelikan, dan cacat itu tidak diketahui pemiliknya ketika akad
berlangsung.7
Dasar hukum khiyar aib, di antaranya sabda Rasulullah SAW. :


)(
Sesama muslim itu bersaudara, tidak halal bagi seorang muslim
menjual barangnya kepada muslim lain, padahal pada barang itu terdapat
aib/cacat. (HR. Ibnu Majah dan dari Uqbah bin Amir)
3. Khiyar Ruyah
Yaitu khiyar (hak pilih) bagi pembeli untuk menyatakan berlaku
atau batal jual beli yang ia lakukan terhadap suatu objek yang belum ia
lihat ketika akad berlangsung.
Jumhur Ulama Fiqh yang terdiri dari ulama Hanafiyah, Malikiyah,
Hanabilah, dan Zahiriyah menyatakan bahwa khiyar ruyah disyariatkan
dalam Islam berdasarkan sabda Rasulullah SAW. yang menyatakan:


)(
Siapa yang membeli sesuatu yang belum ia lihat maka ia berhak
khiyar apabila telah melihat barang itu. (HR. Dar al-Quthni dari Abu
Hurairah)

7
Abdul Rahman Ghazaly, dkk. Fiqh Muamalat . . ., h. 100
Akad seperti ini, menurut mereka, boleh terjadi disebabkan objek
yang akan dibeli itu tidak ada tempat berlangsungnya akad, atau karena
sulit dilihat seperti ikan kaleng (sardencis). Khiyar ruyah menurut
mereka, mulai berlaku sejak pembeli melihat barang yang akan ia beli.
Akan tetapi, ulama Syafiiyah, dalam pendapat baru (al-madzhab
al-jadid), mengatakan bahwa jual beli barang yang gaib tidak sah, baik
barang itu disebutkan sifatnya waktu akad maupun tidak. Oleh sebab itu,
menurut mereka, khiyar ruyah tidak berlaku, karena akad itu mengandung
unsure penipuan yang boleh membawa kepada perselisihan, dan hadits
Rasulullah SAW. yang menyatakan:

(
)
Rasulullah SAW. melarang jual beli yang mengandung
penipuan. (HR. Jamaah ahli hadits, kecuali Bukhari)
4. Khiyar Syarat
Yaitu khiyar (hak pilih) yang dijadikan syarat oleh keduanya
(pembeli dan penjual), atau salah seorang dari keduanya sewaktu terjadi
akad untuk meneruskan atau membatalkan akadnya itu, agar
dipertimbangkan setelah sekian hari. Lama syarat yang diminta paling
lama tiga hari.
Dalam kaitan ini Rasulullah SAW. bersabda:

)(
Kamu boleh khiyar (memilih) pada setiap benda yang telah dibeli
selama tiga hari tiga malam. (HR. Baihaqi)
Hadits dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW. bersabda:



setiap dua orang yang melakukan jual beli, belum sah dinyatakan
jual beli itu sebelum mereka berpisah, kecuali jual beli khiyar.
Artinya, jual beli dapat dilangsungkan dan dinyatakan sah bila
mereka berdua telah berpisah, kecuali bila disyaratkan oleh salah satu
kedua belah pihak atau kedua-duanya adanya syarat dalam masa tertentu.
Jika masa waktu yang ditentukan telah berakhir dan akad tidak
difasakhkan, maka jual beli wajib dilangsungkan. Khiyar batal dengan
ucapan atau tindakan si pembeli terhadap barang yang ia beli, dengan jalan
mewaqafkan, menghibahkan, atau membayar harganya, karena yang
demikian itu menunjukkan kerelaannya.8

5. Khiyar Tayin
Yaitu hak pilih bagi pembeli dalam menentukan barang yang
berbeda kualitas dalam jual beli.
Khiyar seperti ini, menurut ulama Hanafiyah yatitu boleh, dengan
alasan bahwa produk sejenis yang berbeda kualitas sangat banyak, yang
kualitas itu tidak diketahui secara pasti oleh pembeli, sehingga ia
memerlukan bantuan seorang pakar. Agar pembeli tidak tertipu dan agar
produk yang ia cari sesuai dengan keperluannya, maka khiyar tayin
dibolehkan.
Akan tetapi jumhur ulama fiqh tidak menerima keabsahan khiyar
tayin yang dikemukakan ulama Hanafiyah ini. Alasan mereka dalam akad
jual beli ada ketentuan bahwa barang yang diperdagangkan (al-silah)
harus jelas, baik kualitasnya, maupun kuantitasnya. Dalam persoalan
khiyar tayin, menurut mereka, kelihatan bahwa identitas barang yang
akan dibeli belum jelas. Oleh karena itu, ia termasuk ke dalam jual beli al-
madum (tidak jelas identitasnya) yang dilarang syara.
D. Hikmah Khiyar
Di antara hikmah khiyar sebagai berikut:
1. Khiyar dapat membuat akad jual beli berlangsung menurut prinsip-prinsip
Islam, yaitu suka sama suka antara penjual dan pembeli.

88
Abdul Rahman Ghazaly, dkk. Fiqh Muamalat . . ., h. 103
2. Mendidik masyarakat agar berhati-hati dalam melakukan akad jual beli,
sehingga pembeli mendapatkan barang dagangan yang baik atau benar-
benar disukainya.
3. Penjual tidak semena-mena menjual barangnya kepada pembeli, dan
mendidiknya agar bersikap jujur dalam menjelaskan keadaan barangnya.
4. Terhindar dari unsur-unsur penipuan, baik dari pihak penjual maupun
pembeli, karena ada kehati-hatian dalam proses jual beli.
5. Khiyar dapat memelihara hubungan baik dan terjalin cinta kasih antar
sesama. Adapun ketidakjujuran atau kecurangan pada akhirnya akan
berakibat dengan penyesalan, dan penyesalan di salah satu pihak biasanya
dapat mengarah kepada kemarahan, kedengkian, dendam, dan akibat buruk
lainnya.9

9
Abdul Rahman Ghazaly, dkk. Fiqh Muamalat . . ., h. 104

Anda mungkin juga menyukai