Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit penyebab insufisiensi atau regurgitasi aorta dan stenosis mitral
selama dekade terakhir ini adalah demam reumatik dan sifilis. Kelainan daun-
daun katup dan pangkal aorta juga bisa menyebabkan insufisiensi aorta. Pada
insufisiensi aorta kronis terlihat fibrosis dan retraksi daun-daun katup atau tanpa
kalsifikasi yang umumnya merupakan skuele demam rematik. Kelainan-kelainan
seperti kelainan jaringan mesodermal yang mempengaruhi inti jaringan
penyambung dari daun-daun katup juga dapat menimbulkan insufisiensi.
Contohnya katup aorta bikuspid kongenital, endokarditis akut, dan sindroma
Marfan. Pada katup aorta bikuspid kongenital, daun katup bisa prolaps ke arah
ruang ventrike kiri biasa.
Insufisiensi aorta kronis mengakibatkan peningkatan secara gradual
volume diastolik ventrikel kiri. Akibat beban volume ini jantung melakukan
penyesuaian dengan mengadakan pelebaran dinding ventrikel kiri. Curah
sekuncup ventrikel kiri juga meningkat.
Peningkatan volume diastolik akhir dapat dihubungkan dengan
peningkatan minimal dari tekanan pada keadaan dini. Kelenturan diastolik kiri
meningkat, dan kompensasi yang berupa hipertrofi ventrikel kiri bisa
menormalkan tekanan dinding sistolik.
Pada insufisiensi aorta kronis tahap lanjut, faktor miokard primer atau lesi
sekunder seperti penyakit koroner dapat menekan kontraktilitas miokard
ventrikel kiri dan menimbulkan peningkatan volume diastolik akhir serta
penurunan fraksi ejeksi.
Selanjutnya, dapat menimbulkan peningkatan tekanan atrium kiri dan
hipertensi vena pulmonal.
Perubahan-perubahan hemodinamik insufisiensi aorta akut dibedakan dai
keadaan kronis jika kerusakan akut timbul pada penderita tanpa riwayat

1
insufisiensi sebelumnya. Ventrikel kiri tidak punya cukup waktu untuk
beradaptasi dengan insufisiensi aorta. Dengan demikian peningkatan secara tiba-
tiba dari tekanan diastolik akhir ventrikel kiri bisa timbul dengan sedikit dilatasi
ventrikel.
Jika insufisiensi akut tumpang tindih dengan insufisiensi kronik, akibat
hemodinamik dan klinisnya tergantung dari jumlah perubahan hemodinamik akut
dan kronis (Hadi Purnomo, 2004).
Ditinjau dari segi klinis insufisiensi aorta menimbulkan berbagai gangguan
seperti sasak napas (dipsnea), menurunnya kemampuan fungsi jantung,
menurunnya kemampuan toleransi aktivitas sehingga mengakibatkan pasien tirah
baring lama dan akan mengakibatkan komplikasi paru (pneumonia). Dengan latar
belakang masalah tersebut diatas maka fisioterapi sebagai salah satu tim
pelayanan medis dapat berperan dalam mengurangi masalah yang ada dan dapat
membantu meningkatkan toleransi aktivitas sehari-hari.
Pada penderita insufisiensi aorta tersedia berabagai modalitas fisioterapi
antara lain: breating exercise, terapi latihan dan mobilisasi dini, dapat bermanfaat
untuk mengurangi sesak, mengurangi komplikasi paru (pneumonia),
meningkatkan fungsi jantung dan meningkatkan toleransi aktivitas sehari-hari.
Hingga saat ini, berbagai upaya pengobatan maupun pencegahan terhadap
insufisiensi aorta belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Oleh karena itu
perlu digalakan berbagai upaya terkait dengan penananganan masalah
insufisiensi aorta, yaitu dengan obat, diantaranya golongan vasodilator, ACE-
inhibitor, beta-blocker, digoksin, diuretik, dan antibiotika profilaksis. Sedangkan
dan tanpa obat, diantaranya......

1.2 Rumusan Masalah


a. Apakah definisi dari insufisiensi aorta?
b. Apa saja etiologi/faktor pencetus insufisiensi aorta?
c. Bagaimana patofisiologi insufisiensi aorta?
d. Apa saja manifestasi klinis insufisiensi aorta?

2
e. Apa saja pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien dengan
insufisiensi aorta?
f. Bagaimana penatalaksanaan insufisiensi aorta?
g. Apa saja komplikasi yang ditimbulkan insufisiensi aorta?
h. Bagaimana prognosis klien yang menderita insufisiensi aorta?
i. Bagaimana Web of caution insufisiensi aorta?
j. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan insufisiensi aorta?

1.3 Tujuan
a. Mengetahui dan memahami definisi insufisiensi aorta.
b. Mengetahui dan memahami etiologi/ faktor pencetus insufisiensi aorta.
c. Menyebutkan dan memahami manifestasi klinis insufisiensi aorta.
d. Mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik pada insufisiensi aorta.
e. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan insufisiensi aorta.
f. Mengetahui dan memahami komplikasi dari insufisiensi aorta.
g. Mengetahui dan memahami prognosis dari insufisiensi aorta.
h. Mengetahui dan memahami web of caution dari insufisiensi aorta.
i. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan insufisiensi aorta.

1.4 Manfaat
a. Bagi masyarakat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai
penyakit kelainan katup jantung, khususnya insufisiensi aorta.
b. Bagi tenaga kesehatan
Makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk
memberikan pelayanan asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus
insufisiensi aorta.

c. Bagi penulis

3
Makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis mengenai
penyakit kelainan katup jantung khususnya insufisiensi aorta.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Insufisiensi berarti ketidakmampuan untuk menjalankan fungsinya secara
memadai. Misalnya, insufisiensi jantung terjadi ketika jantung tidak berhasil
memompa darah secara memadai ke seluruh tubuh; insufisiensi ginjal terjadi
ketika ginjal tidak bisa menyaring secara sempurna zat limbah dan zat yang perlu
didaur ulang tubuh. Kadang-kadang, istilah insufisiensi saling menggantikan
dengan kata gagal, seperti dalam contoh di atas, gagal jantung dan gagal ginjal.
Sehingga bisa dikatakan kalau insufisiensi yaitu kegagalan organ dalam
melaksanakan fungsinya sebagaimana mestinya sehingga mengakibatkan
terjadinya kerusakan organ lain yang ada disekitarnya (Ridwan, 2012).
Regurgitasi aorta atau insufisiensi aorta adalah kelainan pada katup aorta
yang menjadi lemah ataupun membesar sehingga katup tidak dapat menutup
dengan baik. Hal ini menimbulkan aliran balik darah dari aorta ke ventrikel kiri
(A. Samik Wahab, 2009).

2.2 Etiologi
Penyebab terbanyak adalah demam rematik . Kelainan katup dan pangkal
aorta juga bisa menimbulkan insufisiensi aorta. Pada insufisiensi aorta kronik
terlihat fibrosis dan retraksi daun-daun katup dengan atau tanpa kalsifikasi, yang
umumnya merupakan sekuele dari demam rematik (Hadi Purnomo, 2004).
a. Demam reumatik
Rheumatic fever (demam rhematik) adalah suatu kondisi yang
berakibat dari infeksi di tenggorokan oleh kelompok A Beta-hemitilic
streptococcus bacteria yang tidak dirawat . Kerusakan pada kelopak-kelopak
klep dari demam rhematik menyebabkan pergolakan yang meningkat
diseluruh klep dan lebih banyak kerusakan. Selain itu, kerusakan pada

5
kelopak-kelopak klep juga menimbulkan fibrosis dan peleburan tepi-tepi
(commissures) dari kelopak-kelopak klep.
Dibawah keadaan-keadaan normal, klep aortic menutup untuk
mencegah darah di aorta dari mengalir balik ke ventricle kiri. Pada aortic
regurgitation, klep yang sakit mengizinkan kebocoran dari darah balik
kedalam ventricle kiri ketika otot-otot ventricle mengendur (relax) setelah
memompa. Pasien-pasien ini juga mempunyai beberapa derajat dari
kerusakan rhematik pada klep mitral. Penyakit jantung rhematik adalah suatu
kejadian yang relatif tidak umum di Amerika, kecuali pada orang-orang yang
telah berimigrasi dari negara-negara kurang maju.
b. Kelainan bawaan (kongenital)
Kelainan bawaan yang dibawa bayi sejak lahir, misalnya kelainan
katup yang tidak bisa menutup secara sempurna saat dalam kandungan,
menyebabkan aliran darah dari ventrikel kiri tidak bisa mengalir secara
sempurna.
c. Sifilis kardiovaskuler
Pada penderita insufisiensi aorta, terjadi kelainan sifilis pada aorta.
Rekasi peradangan yang terjadi dapat menyebabkan stenosis yang berakibat
angina, insufisiensi miokardium yang dapat mengakibatkan kematian.
d. Proses penuaan
Dengan penuaan, protein collagen dari kelopak-kelopak klep
dihancurkan, dan kalsium mengendap pada kelopak-kelopak. Pergolakan
diseluruh klep-klep meningkatkan penyebab luka parut, dan penebalan.
Penyakit yang progresif yang menyebabkan kalsifikasi aorta tidak ada
sangkut pautnya dengan pilihan-pilihan gaya hidup yang sehat, tidak seperti
kalsium yang dapat mengendap pada arteri koroner untuk menyebabkan
serangan jantung.

Insufisiensi darah dari aorta ke ventrikel kiri dapat terjadi dalam 2 macam
kelainan artifisial, yaitu:

6
a. Dilatasi pangkal aorta seperti yang ditemukan pada :
1) Penyakit kolagen
Penyakit kolagen adalah sistem kekebalan untuk sendiri tidak
dapat menghasilkan penyakit. Mirip dengan rematik, sendi tubuh akan
berderit.
2) Aortitis sifilitika
Sifilis sekarang jarang menjadi penyebab aortitis. Infeksi
spirokaeta pada tunika media arteri, biasanya selama fase kedua infeksi
sifilis, memicu proses peradangan kronis. Hal ini menyebabkan
kelemahan aorta dan destruksi komponen muscular dan elastic dinding
aorta, serta dilatasi aneurisma, paling sering pada aorta asenden.
3) Diseksi aorta
Diseksi aorta merupakan kelainan yang membahayakan dan
menyebabkan kematian mendadak. Robekan pada tunika intima aorta
memungkinkan aorta mengalami diseksi atau tercarik pada lapisan
subintinmanya. Proses ini dapat diawalai oleh pendarahan spontan pada
satu area dinding aorta diikuti oleh robekan tunika intima, atau robekan
dapat disebabkan tenaga regangan dari dalam lumen aorta.
b. Penyakit katup artifisial
1) Penyakit jantung reumatik
Penyakit jantung rematik ini adalah kondisi dimana terjadi
kerusakan permanen dari katup-katup jantung yang disebabkan oleh
demam reumatik. Katup-katup jantung tersebut rusak karena proses
perjalanan penyakit yang dimulai dengan infeksi tenggorokan yang
disebabkan oleh bakteri kelas A Beta-hemoliticus streptococcus.
2) Endokarditis bakterialis
Endokarditis bakterialis adalah infeksi yang mengenai lapisan
dalam jantung (ondokardium) atau katup jantung. Infeksi ini dapat
merusak atau menghancurkan katup jantung.

7
Endokarditis bakterialis timbul jika bakteri dalam aliran darah
(bakteriemia) tersangkut pada katup jantung abnormal atau kerusakan
jaringan jantung lainnya.

3) Aorta artificial congenital


Aorta artificial congenital merupakan kelainan bawaan yang
dibawa bayi sejak lahir, misalnya kelainan katup yang tidak bisa
menutup secara sempurna saat dalam kandungan, menyebabkan aliran
darah dari ventrikel kiri tidak bisa mengalir secara sempurna.
4) Ventricular septal defect (VSD)
Defek septum ventrikel atau Ventricular Septal Defect (VSD)
adalah gangguan atau lubang pada septum atau sekat di antara rongga
ventrikel akibat kegagalan fusi atau penyambungan sekat interventrikel.
VSD terjadi pada 1,5 3,5 dari 1000 kelahiran hidup dan sekitar 20-
25% dari seluruh angka kejadian kelainan jantung kongenital.
Umumnya lubang terjadi pada daerah membranosa (70%) dan muscular
(20%) dari septum.
5) Ruptur traumatik aorta
Ruptur traumatik aorta adalah kondisi dimana aorta sebagai arteri
ternesar mengalami ruptur. Kondisi ini sangat fatal karena pendarahan
yang banyak dihasilkan dari ruptur tersebut.
6) Aortic left ventricular tunnel
Aortic left ventricular tunnel merupakan kelainan jantung bawaan
antara aorta dan ventrikel kiri. Biasanya penatalaksanaannya adalah
dengan prosedur pembedahan kemudian dilanjutkan dengan transkateter
perkutan.
c. Genetik
1) Sindrom Marfan

8
Terdapat kelainan genetic jaringan ikat yang mungkin dominan
autosomal namun tidak terekspresi secara sempurna. Perjalanan alami
abnormalitas jaringan ikat bervariasi begitu pula manifestasi fenotipik.
2) Mukopolisakaridosis
Mukopolisakaridosis adalah sekumpulan kelainan metabolik yang
diturunkan. Penyebabnya adalah kekurangan enzim lisosom tertentu
yang diperlukan untuk menguraikan mukopolisakarida.
Mukopolisakarida adalah molekul gula rantai panjang yang digunakan
untuk membangun jaringan ikat dan organ tubuh.
Jika terjadi mutasi genetik pada enzim tersebut maka mukopolisakarida
akan terdapat dalam jumlah yang berlebihan dan disimpan di dalam
tubuh, menyebabkan kerusakan yang progresif dan kematian.

2.3 Patofisiologi
Volume regurgitasi pada insufisiensi aorta ditentukan terutama oleh luas
orificium regurgitan, diastolic filling time dan gradien tekanan transvalvular pada
fase diastolik (tekanan aorta dikurangi tekanan diastolik ventrikel kiri). Sehingga
adanya bradikardi dan hipertensi akan memperburuk gangguan hemodinamik
yang ada.

9
Aortic Stenosis

Diastolic
regurgitation

LV Volume Stroke Aorta diastolic Effective


Volume pressure stroke
volume
(fatigue)

LV mass Systolic LVET


pressure

LV Myocardial O2 Diastolic
dysfunction consumption time
Myocardial
O2 supplay

LVEDP
(dyspnea)
Myocardial
ischemia

LV
failure

Pada insufisiensi aorta terdapat kombinasi beban tekanan dan beban


volume yang berlebihan pada ventrikel kiri. Perubahan hemodinamik yang
terjadi akan menyebabkan terjadinya proses remodelling yang terjadi secara
perlahan-lahan. Kondisi ini memungkinkan ventrikel kiri untuk menerima beban
volume yang berlebihan tanpa diikuti perubahan tekanan pengisian maupun
curah jantung. Selanjutnya akan terjadi depresi kontraktilitas miokard dan pada
akhirnya terjadi disfungsi sistolik ventrikel kiri yang ireversibel. Selain itu akibat

10
penurunan compliance ventrikel kiri akan menyebabkan terjadinya peningkatan
tekanan pada atrium kiri, pulmonary artery wedge, arteri pumonalis, ventrikel
kanan, dan atrium kanan.
Aliran darah koroner akan mengalami penurunan akibat turunnya diastolic
coronary perfusion pressure serta peningkatan kebutuhn oksigen sebagai
peningkatan massa dan tegangan dinding ventrikel kiri. Kondisi ini akan
mengakibatkan terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan pengadaan
oksigen, sehingga timbullah iskemia miokard terutama saat latihan.

2.4 Manifestasi Klinis


Kebanyakan pasien yang menderita insufisiensi aorta datang dengan
keluhan adanya pulsasi arteri karotis yang nyata serta denyut pada apeks saat
pasien berbaring ke sisi kiri. Bisa juga timbul denyut jantung prematur, oleh
karena isi sekuncup besar setelah diastolik yang panjang.
Pada penderita isufisiensi aorta kronik bisa timbul gejala-gejala gagal
jantung, termasuk dispnea waktu beraktifitas, ortopnea, dispnea nokturnal
paroksismal, edema paru dan kelelahan. Angina cenderung timbul waktu
beristirahat saat timbulnya bradikardi dan lebih lama menghilang daripada angina
akibat penyakit koroner saja.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan denyut arteri karotis yang cepat dan
perbedaan tekanan darah yang besar bisa timbul pada keadaan hiperdinamik
dengan pulsus bisferiens. Jika insufisiensi berat, timbul efek nyata pada pulsasi
arteri perifer. Jika gagal jantung berat, tekanan diastolik bisa normal akibat
peningkatan tekanan diastolik pada ventrikel kiri. Jantung bisa berukuran normal
bila insufisiensi aorta kronik ringan atau jika insufisiensinya akut. Pada klien
dengan insufisiensi sedang atau berat, jantung tampak membesar, impuls apeks
bergeser ke inferolateral dan bersifat hiperdinamik.
Bunyi jantung pertama menurun intensitasnya terutama jika interval PR
memanjang. Bunyi ejeksi sistolik bisa terdengar sepanjang perbatasan sternum
kiri akibat distensi tiba-tiba dari aorta. Sekunder dari insufisiensi bisa timbul

11
bising diastolik aorta di sela iga 2 kiri, bising sistolik di apeks, bising austin flint
(diatolic rumble) di apeks dan bising sistolik trikuspid. Karakteristik bising
diastoliknya adalah bunyi bernada tinggi, paling jelas terdengar diperbatasan
sternum kiri, menggunakan diafragma stetoskop dengan penekanan yang cukup
dan klien condong ke depan setelah ekspirasi. Jika terdapat penyakit pangkal
aorta, bising paling jelas terdengar di sternum kanan. Bising diastolik nada tinggi
bisa terdengar jika daun katup itu terbuka, timbul lubang karena endokarditis.
Bising tersebut sering terdengar pada insufisiensi aorta akut. Biasanya bunyi
melemah oleh karena penutupan dini katup mitral. Irama derap ventrikel yang
terdengar di apeks biasanya merupakan tanda disfungsi ventrikel kiri. Bising
austin flint timbul akibat pergeseran aliran balik aorta terhadap daun katup
anterior dari katup mitral, yang menimbulkan stenosis mitral fungsional.
Dengan demikian tanda dan gejala yang biasa dirasakan oleh pasien dengan
aorta regurgitasi adalah sebagai berikut:
a. Rasa lelah.
b. Dyspnea saat aktivitas.
c. Palpitasi.
d. Angina dengan hipertropi ventrikel kiri.
e. Temuan hemodinamik :
1) Pengisian dan pengosongan denyut arteri yang cepat,
2) Tekanan nadi melebar disertai peningkatan tekanan sistemik, dan
penurunan tekanan diastolik
3) Tekanan diastolik rendah.
f. Auskultasi : Bising diastolic, bising austinflint yang khas, Sistolic Ejection
Click disebabkan oleh peningkatan volume ejeksi.

2.5 Pemeriksaan Diagnostik


a. Foto rontgen dada
Pada pemeriksaan dengan menggunakan foto rontgen dada, terlihat
ventrikel kiri membesar, atrium kiri membesar, dan dilatasi aorta. Bentuk

12
dan ukuran jantung tidak berubah pada insufisiensi akut, tapi terlihat edema
paru.
b. Elektrokardiogram
Terlihat gambaran hipertrofi ventrikel kiri, amplitudo QRS meningkat,
ST-T berbentuk tipe diastolic-overload, artinya vektor rata-rata
menunjukkan ST yang besar dan gelombang T paralel dengan vektor rata-
rata kompleks QRS. Gambaran tegangan ventrikel kiri juga ada jika vektor
ST-T rata-rata menunjuk ke arah yang berlawanan dengan vektor QRS.
Interval P-R memanjang.
c. Ekokardiogram
Pemeriksaan dengan menggunakan ekokardiogram memberikan
gambaran anatomi pangkal aorta dan katup aorta, termasuk vegetasi bila ada.
Selain itu, fungsi ventrikel juga dapat dinilai.
Peningkatan dimensi aorta menyokong ke arah insufisiensi kronik.
Curah sekuncup ventrikel kiri dan fraksi ejeksi saat istirahat dan kerja dalam
posisi terlentang dapat diukur.
Penelitian pra dan pasca bedah menunjukkan bahwa dimensi akhir
sistolik ventrikel kiri yang lebih besar dari 55mm merupakan petunjuk
kelompok risiko tinggi untuk timbulnya gagal jantung.
Katup aorta harus diganti sebelum timbul kerusakan ventrikel kiri yang
ireversibel.
d. Kateterisasi jantung
Pemeriksaan kateterisasi jantung penting dilakukan untuk menilai
derajat insufisiensi aorta pada penderita yang insufisiensinya dinilai sedang
sampai berat, menentukan fungsi ventrikel kiri, dan mencari kelainan
jantung lainnya seperti kelainan katup mitral atau penyakit arteri koroner.
Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri tak dapat digunakan sebagai
indeks fungsi ventrikel kiri pada penderita insufisiensi kronis, karena
mungkin ada peningkatan komplikasi diastolik dan terdapat tekanan dinding
diastolik akhir dengan beban awal normal.

13
Pengukuran ini lebih berguna pada penderita dengan regurgitasi oleh
karena ejeksi sistolik mulai pada tingkat lebih rendah dari tekanan ventrikel
kiri yang normal. Nilai ini bisa mengacaukan kelebihan beban volumenya.
Arteriografi koroner harus dikerjakan pada penderita dewasa, karena
penyakit koroner bisa menimbulkan angina dan disfungsi ventrikel kiri.
Bedah pintas mungkin perlu dilakukan saat katup aorta diganti.
e. Pemeriksaan radionuklid
Ventrikulogram Tc 99m saat istirahat dan kerja dapat dilakukan untuk
menghitung jumlah aliran insufisiensi dan menentukan fraksi ejeksi. Dengan
fungsi jantung yang normal fraksi ejeksi juga normal, dan meningkat dengan
kerja. Penurunan fraksi ejeksi saat kerja menunjukkan kontraktilitas miokard
yang buruk, yang dapat timbul walaupun penderita belum menunjukkan
gejala.
Tes ini bisa digunakan dalam mengikuti penderita untuk menentukan
saat paling optimum untuk penggantian katup aorta.
Skintigrafi 201 TI dapat mengidentifikasi defek perfusi pada miokard
yang menunjukkan adanya penyakit arteri koroner.

2.6 Penatalaksanaan
Prinsip pengelolaan penyakit insufisiensi aorta meliputi :
a. Terapi dengan Obat
1) Vasodilator
Vasodilator dapat menyebabkan penurunan left ventricular
systolic pressure sehingga terjadi penurunan tegangan dinding ventrikel
kiri dan penurunan regurgitant volume melalui penurunan gradien
tekanan pada katup aorta saat diastolik. Keadaan tersebut akan
mengurangi beban volume dan tekanan yang berlebihan pada ventrikel
kiri, sehingga gejala gagal jantung dapat berkurang bahkan progresivitas
dilatasi dan disfungsi ventrikel kiri dapat di hambat. Hal tersebut
didukung oleh hasil beberapa penelitian sebelumnya bahkan guideline

14
ACC/AHA merekomendasikan penggunaan vasodilator pada penderita
insufisiensi aorta (kelas IA). Vasodilator yang dapat digunakan antara
lain calcium channel blocker, hydralazin, penghambat ACE, nitroprusid,
dan lain-lain. Jenis vasodilator yang akan dipilih bersifat individual,
tergantung kondisi ko-morbid dan toleransi penderita.
2) ACE-Inhibitor
Hasil beberapa penelitian yang telah dilakukan, pemberian ACE-
inhibitor pada penderita dengan insufisiensi aorta juga memberikan
manfaat. ACE-inhibitor dapat mengurangi stres dan volume pada
dinding ventrikel kiri. Pemberian ACE-inhibitor pada insufisiensi aorta
kronis terbukti dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas pada
penderita dengan hipertensi atau gagal jantung. Sehingga ACE-inhibitor
merupakan obat pilihan untuk penderita insufisiensi aorta kronis dengan
gejala dan hipertensi, fungsi ventrikel kiri yang buruk atau gagal
jantung.
3) Beta-blocker
Golongan obat ini tidak terlalu bermanfaat pada penderita
insufisiensi aorta, oleh karena efek inotropik negatifnya, di mana adanya
bradikardi bisa merugikan penderita itu sendiri. Fase diastolik yang
memanjang akibat pemberian beta-blocker ini akan menyebabkan
peningkatan volume regurgitan, sehingga penggunaannya pada
penderita insufisiensi aorta merupakan kontra indikasi relatif. Namun
pada keadaan dimana terdapat dilatasi aorta seperti pada sindrom
Marfan, beta-blocker dapat memperlambat progresivitas pelebaran aorta
dengan mengurangi wall stress pada dinding aorta akibat penurunan
tekanan darah setelah pemberian beta-blocker.
4) Digoksin
Digoksin bermanfaat terutama pada keadaan di mana telah terjadi
gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri dan atrial fibrasi. Namun

15
pemberian harus hati-hati karena efek samping digoksin (bradiaritmia)
dapat memperburuk keadaan hemodinamik.
5) Diuretik
Pada keadaan di mana didapatkan akumulasi cairan dan tanda
kongesti paru, pemberian diuretik dan restriksi garam akan sangat
bermanfaat untuk mengurangi gejala dan tanda gagal jantung.
6) Antibiotika Profilaksis
Penderita dengan insufisiensi mempunyai risiko tinggi untuk
terjadinya endokarditis. Pada keadaan di mana penderita akan dilakukan
tindakan gigi atau prosedur pembedahan lainnya diperlukan pemberian
antibiotika profilaksis. Hal ini memang direkomendasikan oleh AHA,
yang selanjutnya harus dilakukan follow-up yang ketat dan evaluasi
berkelanjutan (tiap 6 bulan atau 1 tahun).

b. Tindakan Bedah
Penggantian katup aorta adalah terapi pilihan, tetapi kapan waktu yang
tepat untuk penggantian katup masih kontroversial. Pilihan untuk katup buatan
ditentukan berdasarkan umur, kebutuhan, kontraindikasi untuk koagulan, serta
lamanya umur katup. Penderita dengan katup jaringan, baik porsin atau
miokardial, mungkin tidak membutuhkan penggunaan antikoagulan jangka
panjang.
Bagaimanapun juga, umur katup ini barangkali lebih pendek daripada
katup buatan. Risiko operasi kurang lebih 2% pada penderita insufisiensi kronik
sedang dengan arteri koroner normal. Sedangkan risiko operasi pada penderita
insufisiensi berat dengan gagal jantung, dan penderita penyakit arteri, bervariasi
antara 4-10%. Dapat juga lebih besar, tergantung keadaan klinis penderita
tersebut. Hasil akhir tergantung pada fungsi ventrikel kiri saat operasi, tetapi juga
tergantung dari etiologi penyakit.
Penderita harus dianjurkan untuk mendapat antibiotik profilaksis untuk
endokarditis setelah operasi.

16
Penderita dengan katup buatan mekanis harus mendapat terapi
antikoagulan jangka panjang. Pasien harus dipantau secara berkala untuk
mendeteksi kemunduran dari fungsi katup.
Pembedahan dianjurkan pada semua pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri
tanpa memperhatikan ada atau tidaknya gejala lain. Bila pasien mengalami gejala
gagal jantung kongestif, harus diberikan penatalaksanaan medis sampai
dilakukannya pembedahan.

2.7 Komplikasi
a. Kardiomegali
Pada regurgitasi katup aorta , darah mengalir kembali ke ventrikel dari
aorta tepat setelah ventrikel memompakan darah ke aorta. Pada regurgitasi
aorta otot ventrikel kiri mengalami hipertrofi akibat peningkatan beban kerja
ventrikel. Pada regurgitasi ruang ventrikel kiri juga membesar untung
menampung seluruh darah yang kembali dari aorta. Kadang-kadang massa
otot ventrikel kiri bertambah empat sampai lima kali lipat, membuat jantung
kiri sangat besar.
b. Gagal ventrikel kiri
Pada stadium awal regurgitasi aorta, kemampuan intrinstik ventrikel
kiri untuk beradaptasi terhadap peningkatan beban dapat menghindari
gangguan yang berarti pada fungsi sirkulasi selama beristirahat, di luar
peningkatan hasil kerja yang dibutuhkan oleh ventrikel kiri.
c. Edema paru
Di atas tingkat kritis kelainan katup aorta, ventrikel kiri akhirnya tidak
dapat menyesuaikan diri lagi dengan beban kerja. Akibatnya ventrikel kiri
melebar dan curah jantung mulai turun, pada saat yang bersamaan darah
tertimbun di atrium kiri dan di paru-paru di belakang ventrikel kiri yang
kepayahan. Tekanan atrium kiri meningkat secara progresif dan muncul
edema di paru-paru.
d. Hipoksia jaringan

17
Efek lain yang membantu mengompensasi penurunan hasil bersih
pemompaan ventrikel kiri ialah peningkatan volume darah. Hal ini adalah
akibat dari penurunan awal yang kecil pada tekanan arteri, di tambah refleks
sirkulasi perifer yang menurunkan induksi tekanan. Peningkatan volume
darah cenderung meningkatkan aliran balik vena ke jantung, hal ini
selanjutnya menyebabkan ventrikel kiri memompakan darah dengaqn
tekanan ekstra yang dibutuhkan untuk mengimbangi dinamika pemompaan
yang abnormal.Perubahan hemodinamika yang mendadak, selain
prosedurnya sendiri, menyebabkan pasien dapat mengalami komplikasi
setelah pembedahan. Komplikasi tersebut meliputi perdarahan,
tromboembolisme, infeksi, gagal jantung kongestif, hipertensi, disritmia,
hemolisis, dan sumbatan mekanis.

2.8 Prognosis
Tujuh puluh persen klien dengan insufisiensi aorta kronik mampu bertahan
5 tahun, sedangkan 50 % mampu bertahan 10 tahun setelah diagnosis
ditegakkan. Penderita dengan insufisiensi aorta yang jelas mampu hidup secara
normal, tetapi rentan terhadap endokarditis infekif. Jika timbul gagal jantung ,
bisa bertahan 2 tahun, dan setelah timbul gejala angina biasanya bertahan 5
tahun.
Penderita dengan fraksi ejeksi prabedah 45% dan indeks jantung lebih
besar dari 2,5 liter/menit/m2 mampu bertahan hidup lebih lama setelah operasi
daripada penderita dengan fraksi ejeksi kurang dari 45% dan indeks jantung
kurang dari 2,5 liter/menit/m2.
Penderita dengan insufisiensi aorta akut dan edema paru memiliki
prognosis buruk dan, biasanya harus dilakukan operasi. Sedangkan penderita
dengan insufisiensi aorta simtomatik akan meninggal dalam waktu 3 tahun
setelah awitan gejala, kecuali bila katup aorta diganti (Hadi Purnomo, 2004).

18
2.9 WOC (Web of Caution)

Rheumatic Fever Proses Penuaan Kelainan Bawaan /


Kongenital

Penghancuran protein
Infeksi Streptococcal kolagen
bacteria

Kalsium mengendap
Kerusakan kelopak pd kelopak katup
katup

Pergolakan katup
Fibrosis dan
peleburan tepi
(commissures) dari
Luka parut &
kelopak katup
Penebalan

Kelainan Katup

INSUFISIENSI AORTA
(aliran balik darah dari aorta ke ventrikel kiri )

Breath Blood Brain bladder bowel Bone

Edema -hipertrofi ventrikel Retensi Nafsu kelemaha


pusing
paru kiri urin makan nn
- hipertensi
-Tekanan dinding
Ventrikel naik BB
Nyeri dada

Gagal Jantung kiri


MK : Nyeri akut

Curah Jantung

Vasodilatasi saat
istirahat

19
Perasaan lelah dan
lemah

MK :Intoleransi
aktivitas

20
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
1) Gejala: Kelemahan, kelelahan, pusing, rasa berdenyut, dispnea karena
kerja, palpitasi, gangguan tidur (ortopnea, dispnea paroksismal
nokturnal, nokturia, keringat malam hari).
2) Tanda: Takikardi, gangguan pada TD, pingsan karena kerja, takipnea,
dispnea.
b. Sirkulasi
1) Gejala: Riwayat kondisi pencetus, contoh demam reumatik, endokarditis
bakterial subakut, infeksi streptokokal; hipertensi, kondisi kongenital
(contoh kerusakan atrial-septal, sindrom Marfan), trauma dada,
hipertensi pulmonal, riwayat murmur jantung, palpitasi, serak,
hemoptisis, batuk dengan/tanpa produksi sputum.
2) Tanda:
a) Sistolik TD menurun.
b) Tekanan nadi: luas.
c) Nadi karotid: bendungan dengan pulsasi arteri terlihat.
d) Nadi apikal: secara lateral kuat dan perpindahan tempat.
e) Getaran: getaran sistolik pada titik jugular dan sepanjang arteri
karotis.
f) Irama: Murmur diastolik (tiupan), bunyi tinggi dan terdengar baik
pada dasar.
c. Integritas ego
1) Gejala: Tanda kecemasan, contoh gelisah, pucat, berkeringat, fokus
menyempit, gemetar.
d. Makanan/cairan
1) Gejala: perubahan berat badan, penggunaan diuretik.

21
2) Tanda: Edema umum atau dependen, kemerahan dan kulit lembab,
pernapasan payah dan bising dengan terdengar krekels dan mengi.
e. Neurosensori
1) Gejala: Episode pusing/pingsan berkenaan dengan beban kerja.
f. Nyeri/kenyamanan
1) Gejala: Nyeri dada, angina.
g. Pernapasan
1) Gejala: Dispnea (kerja, ortopnea, paroksismal, nokturnal). Batuk
menetap atau nokturnal (sputum mungkin/tidak produktif)
2) Tanda: Takipnea, bunyi napas adventisius (cracles dan mengi), sputum
banyak dan bercak darah (edema pulmonal), gelisah/ketakutan (pada
adanya edema pulmonal).
h. Keamanan
1) Gejala: Proses infeksi/sepsis, kemoterapi radiasi, adanya perawatan gigi
(pembersihan, pengisian, dan sebagainya).
2) Tanda: Perlu perawatan gigi/mulut.
i. Penyuluhan/pembelajaran
1) Gejala: Penggunaan obat IV (terlarang) baru/kronis.
j. Pertimbangan pemulangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 4,9 hari.
Bantuan dengan kebutuhan perawatan diri, tugas-tugas rumah
tangga/pemeliharaan, perubahan dalam terapi obat, susunan perabot di
rumah.

22
3.2 Analisa Data

NO Data Problem Etiologi


1. DS : Nyeri akut Ketidakseimbangan
- pasien mengungkapkan kebutuhan O2
nyeri pada dadanya dengan suplai darah
ke miokardium
DO :
sekunder dari aliran
- Perubahan denyut jantung
darah yang
- Kedok wajah
menurun pada arteri
- Gangguan tidur
koroner
- Perubahan nafsu makan

DS :
2.
- pasien mengatakan bahwa ia
Penurunan Ketidakmampuan
merasa sangat letih dan lemas
curah ventrikel kiri
DO :
jantung/cardiac memompa darah.
- Aritmia
output
- Perubahan EKG: amplitudo
QRS meningkat, ST-T
berbentuk diastolic-overload
- Sinus Takikardia
- Penurunan tekanan vena
- Murmur
3.
DS :
Intoleran Penurunan curah
- Pasien merasa pusing dan
aktivitas jantung.
lemas

DO:
- Peningkatan tekanan darah
- frekuensi nadi meningkat

23
- dispnea Ansietas Perubahan status
kesehatan
DO:
- Hilangnya nafsu makan
- Mulut kering
- Kontak mata buruk
- Pasien terlihat cemas

4.
Pola nafas tidak efektif
Pola nafas tidak Perubahan
DS:
efektif membran kapiler
- Pasien mengatakan sulit
alveoli dan retensi
untuk bernafas
cairan interstisial
- Sering batuk
sekunder karena
DO: edema paru.
- Takipnea
- Sputum banyak dan ada
bercak darah berwarna
merah muda
- Bunyi napas crackles
- Gelisah

- G
3.3 Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan ketidakseimbangan kebutuhan O2 dengan
suplai darah ke miokardium sekunder dari aliran darah yang menurun pada
arteri koroner.
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakmampuan ventrikel
memompa darah.
c. Intoleran aktivitas berhubungan dengan penurunan curah jantung.

24
d. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan perubahan membran kapiler
alveoli dan retensi cairan interstisial sekunder karena edema paru.

3.4 Intervensi dan Rasional


a. Diagnosa Keperawatan:
Nyeri akut berhubungan dengan ketidakseimbangan kebutuhan O2
dengan suplai darah ke miokardium sekunder dari aliran darah yang
menurun pada arteri koroner.

Tujuan:
Nyeri hilang/terkontrol.
Intervensi:
1) Selidiki laporan nyeri dada dan bandingkan dengan episode sebelumnya.
Gunakan skala nyeri (0-10) untuk rentang intensitas. Catat ekspresi
verbal/non verbal nyeri, respons otomatis terhadap nyeri (berkeringat,
TD dan nadi berubah, peningkatan atau penurunan frekuensi
pernapasan).
Rasional: perbedaan gejala perlu untuk mengidentifikasi penyebab
nyeri. Perilaku dan perubahan tanda vital membantu menentukan
derajat/ adanya ketidaknyamanan pasien khususnya bila pasien menolak
adanya nyeri.
2) Anjurkan pasien berespons tepat terhadap angina (contoh berhenti
aktivitas yang menyebabkan angina, istirahat, dan minum obat
antiangina yang tepat). Berikan lingkungan istirahat dan batasi aktivitas
sesuai kebutuhan.
Rasional: aktivitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokardia
(contoh kerja tiba-tiba, stres, makan banyak, terpajan dingin) dapat
mencetuskan nyeri dada.
3) Kolaborasi pemberian terapi farmakologis vasodilator, contoh
nitrogliserin, nifedipin (Procardia) sesuai indikasi.

25
Rasional: obat diberikan untuk meningkatkan sirkulasi miokardia
(vasodilator) menurunkan angina sehubungan dengan iskemia
miokardia.

b. Diagnosa Keperawatan:
Penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakmampuan
ventrikel memompa darah.
Tujuan :
Menunjukkan penurunan episode dispnea, nyeri dada, dan disritmia.
Intervensi :
1) Pantau TD, nadi apikal, RR, suara nafas, irama nafas, dan nadi perifer.
Rasional: Indikator klinis dari keadekuatan curah jantung. Pemantauan
memungkinkan deteksi dini/tindakan terhadap dekompensasi.
2) Bantu dengan aktivitas sesuai indikasi (misal: berjalan) bila pasien
mampu turun dari tempat tidur aatur posisi saat istirahat dengan posisi
semi fowler.
Rasional: Melakukan kembali aktivitas secara bertahap mencegah
pemaksaan terhadap cadangan jantung. Posisi semi fowler memudahkan
oksigenasi.
3) Berikan oksigen suplemen dan obat-obatan golongan vasodilator, ACE-
inhibitor, beta bocker, digoksin, diuretik, dan antibiotika profilaksis
sesuai indikasi. Pantau DGA/nadi oksimetri.
Rasional: Memberikan oksigen untuk ambilan miokard dalam upaya
untuk mengkompensasi peningkatan kebutuhan oksigen.
c. Diagnosa Keperawatan:
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan curah jantung.

Tujuan:
Menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi aktivitas.
Intervensi:

26
1) Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas menggunakan parameter berikut:
frekuensi nadi 20/menit diatas frekuensi istirahat; catat peningkatan TD,
dispnea atau nyeri dada; kelelahan berat dan kelemahan; berkeringat;
pusing; atau pingsan.
Rasional: parameter menunjukkan respons fisiologis pasien terhadap
stres aktivitas dan indikator derajat pengaruh kelebihan kerja/jantung.
2) Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh penurunan
kelemahan/kelelahan, TD stabil/frekuensi nadi, peningkatan perhatian
pada aktivitas dan perawatan diri.
Rasional: stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan
tingkat aktivitas individual.
3) Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri.
Rasional: konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat
meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap
mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.
4) Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi
mandi, menyikat gigi/rambut dengan duduk dan sebagainya.
Rasional: teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi
sehingga membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
5) Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam memilih periode aktivitas.
Rasional: seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan
aktivitas dan mencegah kelemahan.
6) Kolaborasikan tindakan pembedahan untuk penggantian katup dengan
tim medis lain
Rasional :
d. Diagnosa Keperawatan:
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan perubahan membran
kapiler alveoli dan retensi cairan interstisial sekunder karena edema paru.
Tujuan:
Dalam waktu 3 x 2 jam tidak terjadi perubahan pola nafas.

27
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi nafas (crackles).
Rasional: indikasi edema paru sekunder akit dekompensasi jantung.
2) Kaji adanya edema.
Rasional: curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
3) Ukur intake dan output.
Rasional: penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi
ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan pengeluaran urin.
4) Timbang berat badan.
Rasional: perubahan tiba-tiba berat badan menunjukkan gangguan
keseimbangan jaringan.
5) Pertahankan pemasukan total cairan 2000ml/24 jam dalam toleransi
kardiovaskuler.
Rasional: memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa, tetapi
memerlukan pembatasan dengan adanya dekompensasi jantung.
6) Kolaborasi pemberian terapi farmakologis. Berikan diuretic, contoh:
furosemide, sprinilakton, hidronolaakton.
Rasional: diuretik bertujuan untk menurunkan volume plasma dan
menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan risiko
terjadinya edema paru.

28
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Insufisiensi katup aorta (regurgitasi) adalah kembalinya darah ke ventrikel
kiri dari aorta karena tutup aorta tidak dapat menutup dengan benar selama
diastol. Insufisiensi aorta adalah suatu keadaan dimana terjadi refluk (aliran
balik) darah dari aorta ke dalam ventrikel kiri sewaktu relaksasi.
Kebanyakan pasien yang menderita insufisiensi aorta datang dengan
keluhan adanya pusasi arteri karotis yang nyata serta denyut pada apeks saat
pasien berbaring ke sisi kiri. Bisa juga timbul denyut jantung prematur, oleh
karena isi sekuncup besar setelah diastolik yang panjang. Sebagai perawat kita
harus memahami dan mengetahui tentang asuhan keperawatan terhadap pasien
yang mengalami insufisiensi aorta agar kita dapat memberikan upaya medikasi
yang terbaik.

4.2 Saran
Kami menyadari dalam penulisan dan pembahasan makalah ini banyak
ditemui kesalahan dan kekurangan baik dari penulisan dan pembahasan
dikarenakan penulis masih dalam proses pembelajaran, penulis menerima dengan
lapang dada saran dan tanggapan dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini,dan penulis juga berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
penulis nantinya.

29
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diane C. (2000). Keperawatan Medikal-Bedah: Buku Saku untuk


Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.
Boestan, Iwan N. (2007). Penyakit Jantung Katup. Surabaya: Airlangga University
Press.
Wahab, A. Samik. (2009). Kardiologi Anak: Penyakit Jantung Kongenital yang Tidak
Sianotik. Jakarta: EGC.
Rilantono, Lily Ismudiati, dkk. (2004). Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
http://fahmifununi.blogspot.com/2012/07/asuhan-keperawatan-pada-kelainan.html
Diakses tanggal 25 September 2012 pada pukul 18.07 WIB.
http://sampahkuliah.blogspot.com/2011/03/regurgitasi-aorta.html Diakses tanggal 24
September 2012 pada pukul 20.00 WIB.

30

Anda mungkin juga menyukai