Anda di halaman 1dari 32
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 20 /PJ/2015 TENTANG TATA CARA PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN Menimbang Mengingat SEKTOR LAINNYA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, : a. bahwa untuk memberikan pedoman pelaksanaan, meningkatkan pelayanan kepada subjek pajak dan Wajib Pajak, serta memberikan kepastian hukum dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor lainnya, perlu mengatur ketentuan mengenai tata cara pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor lainnya; b. berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (5) dan Pasal 14 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pendataan Objek Pajak dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang ‘Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Lainnya; . Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3260); . Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569); Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073); Menetapkan : -2- 5. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444); 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587); 7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.03/2014 tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan; 8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pendataan Objek Pajak dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak Pajak Bumi dan Bangunan; MEMUTUSKAN: PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR LAINNYA. Pasal 1 Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan: 1. Pengenaan adalah kegiatan menetapkan Wajib Pajak dan besarnya pajak terutang untuk Pajak Bumi dan Bangunan sektor lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan Pajak Bumi dan Bangunan, 2. Pajak Bumi dan Bangunan sektor lainnya, yang selanjutnya disebut PBB Sektor Lainnya adalah Pajak Bumi dan Bangunan yang dikenakan atas objek pajak selain objek pajak sektor perkebunan, —_sektor perhutanan, dan sektor pertambangan, yang tidak berada dalam wilayah kabupaten/kota. 3. Penatausahaan objek pajak adalah rangkaian kegiatan yang meliputi. —pendataan —objek_~—_—_—pajak, pengadministrasian objek pajak, penilaian, perhitungan Nilai Jual Objek Pajak, penetapan, dan penagihan. 4. Usaha Perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk menangkap atau membudidayakan ikan, termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan ikan untuk tujuan komersil. 5. Usaha Perikanan Tangkap adalah usaha perikanan yang berbasis pada kegiatan penangkapan ikan. 6. Usaha Pembudidayaan Ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkan ikan serta. memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol. 7. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari sikius hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. 10. 11. 12. 13, 14, 15. 16. -3- Jaringan pipa transmisi/distribusi minyak, gas, atau air yang selanjutnya disebut Jaringan Pipa adalah suatu struktur bangunan yang berfungsi sebagai saluran dan terbuat dari rangkaian pipa yang digunakan untuk mengangkut/menyalurkan minyak, gas, atau air dari satu tempat ke tempat lain. Jaringan kabel telekomunikasi bawah laut yang selanjutnya disebut Jaringan Kabel Telekomunikasi adalah suatu sistem transmisi _—_telekomunikasi menggunakan media kabel yang dibentangkan di dalam lautan dan/atau samudra untuk menghubungkan beberapa stasiun kabel. Jaringan kabel listrik bawah laut yang selanjutnya disebut Jaringan Kabel Listrik “adalah _fasilitas penyaluran tenaga listrik berikut sarana penunjangnya. Ruas Jalan Tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar 200 mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia. Landas Kontinen Indonesia adalah dasar laut dan tanah di bawahnya dari area di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorial, sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratan hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga suatu jarak 200 (dua ratus) mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut, hingga paling jauh 350 (tiga ratus lima puluh) mil laut sampai dengan jarak 100 (seratus) mil laut dari garis kedalaman 2.500 (dua ribu lima ratus) meter. Surat Pemberitahuan Objek Pajak PBB Sektor Lainnya yang selanjutnya disebut SPOP adalah surat yang digunakan oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk melaporkan data objek pajak dan subjek pajak atau Wajib Pajak PBB Sektor Lainnya ke Direktorat Jenderal Pajak. Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak PBB Sektor Lainnya yang selanjutnya disebut LSPOP adalah formulir yang digunakan oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk melaporkan data rinci objek pajak PBB Sektor Lainnya. Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek -4- lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajakx pengganti 17. Angka Kapitalisasi adalah angka yang digunakan untuk mengonversi pendapatan bersih satu tahun menjadi nilai bumi 18. Rasio Biaya Produksi adalah persentase tertentu yang diperoleh dari rata-rata biaya produksi satu tahun dibandingkan dengan rata-rata pendapatan kotor satu tahun, Pasal 2 (1) Objek pajak PBB Sektor Lainnya meliputi: a, bumi berupa perairan lepas pantai yang digunakan untuk: : 1) Usaha Perikanan Tangkap; 2) Usaha Pembudidayaan Ikan; 3) Jaringan Pipa; 4) Jaringan Kabel Telekomunikasi; 5) Jaringan Kabel Listrik; atau 6) Ruas Jalan Tol; b, bangunan berupa konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada bumi sebagaimana dimaksud pada huruf a. (2) Perairan lepas pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi laut teritorial Indonesia, perairan kepulauan, laut pedalaman, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan perairan di dalam batas Landas Kontinen Indonesia. Pasal 3 Penatausahaan objek pajak PBB Sektor Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) untuk: a. Usaha Perikanan Tangkap atau Usaha Pembudidayaan Ikan dilakukan oleh: 1) Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat Wajib Pajak terdaftar; atau 2) Kantor Pelayanan Pajak Minyak dan Gas Bumi dalam hal tempat Wajib Pajak terdaftar tidak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama. b. Jaringan Pipa, Jaringan Kabel Telekomunikasi, Jaringan Kabel Listrik, atau Ruas Jalan Tol, dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Minyak dan Gas Buri. Pasal 4 (1) Subjek pajak PBB Sektor Lainnya adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan, atas objek pajak PBB Scktor Lainnya. (2) Subjek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikenakan kewajiban membayar PBB Sektor Lainnya menjadi Wajib Pajak PBB Sektor Lainnya. Pasal 5 (1) Subjek pajak atau Wajib Pajak melakukan pendaftaran atau pemutakhiran data objek pajak PBB Sektor Lainnya dengan cara mengisi SPOP, dengan jelas, benar, dan lengkap, serta ditandatangani, dan dilengkapi dengan dokumen pendukung. (2) SPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan LSPOP yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SPOP. (3) Bentuk formulir: a. SPOP, menggunakan format sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal ini; b. LSPOP untuk Usaha Perikanan Tangkap, menggunakan format sebagaimana ditetapkan pada Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal ini; c, LSPOP untuk Usaha Pembudidayaan Ikan, menggunakan format sebagaimana ditetapkan pada Lampiran Il] Peraturan Direktur Jenderal ini; d. LSPOP untuk Jaringan Pipa, Jaringan Kabel Telekomunikasi dan Jaringan Kabel _Listrik, menggunakan format sebagaimana ditetapkan pada Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal ini; dan ¢. LSPOP untuk Ruas Jalan Tol, menggunakan format sebagaimana ditetapkan pada Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal ini, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. (4) Berdasarkan SPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pelayanan Pajak Minyak dan Gas Bumi dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, menetapkan besarnya pajak terutang atas PBB Sektor Lainnya dengan menerbitkan SPPT. Pasal 6 (1) Dasar Pengenaan PBB Sektor Lainnya adalah NJOP. (2) NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Usaha Perikanan Tangkap dan Usaha Pembudidayaan Ikan merupakan NJOP bumi yang diperoleh dari hasil perkalian antara luas bumi dengan NJOP bumi per meter persegi. (3) NJOP bumi per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan hasil konversi nilai bumi per meter persegi ke dalam klasifikasi NJOP bumi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai klasifikasi NJOP bumi (4) Nilai bumi per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam hal: a. terdapat hasil produksi, merupakan hasil pembagian antara nilai bumi dengan luas bumi; atau ee b. tidak terdapat hasil produksi, ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak; (5) Nilai bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a ditentukan sebesar pendapatan bersih produksi dalam satu tahun sebelum tahun pajak dikalikan dengan Angka Kapitalisasi. (6) Pendapatan bersih produksi dalam satu tahun sebelum tahun pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditentukan sebesar pendapatan kotor produksi satu tahun dikurangi biaya produksi satu tahun, sebelum tahun pajak, (7) Pendapatan kotor produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan perkalian antara harga jual produksi dengan hasil produksi satu tahun, (8) Harga jual produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditentukan berdasarkan harga jual rata-rata dalam satu tahun sebelum tahun pajak. (9) Biaya produksi satu tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditentukan sebesar Rasio Biaya Produksi dikalikan pendapatan kotor produksi. (10) Luas bumi untuk: a. Usaha Perikanan Tangkap merupakan _hasil perkalian antara jumlah kapal dengan luas areal penangkapan ikan per kapal; dan b. Usaha Pembudidayaan Ikan merupakan las berdasarkan izin. (11) Angka Kapitalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan Rasio Biaya Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dan luas areal penangkapan ikan per kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf a ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Pasal 7 (1) NJOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) untuk Jaringan Pipa, Jaringan Kabel Telekomunikasi, Jaringan Kabel Listrik, dan Ruas Jalan Tol merupakan penjumlahan antara NJOP bumi dengan NJOP bangunan. (2) NJOP bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari hasil perkalian antara luas bumi dengan NJOP bumi per meter persegi. (3) NJOP bumi per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan hasil konversi nilai bumi per meter persegi ke dalam kdlasifikasi NJOP bumi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai klasifikasi NJOP bumi. (4) Nilai bumi per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. -7- (5) Luas bumi untuk: a. Jaringan Pipa, Jaringan Kabel Telekomunikasi, dan Jaringan Kabel Listrik, merupakan hasil perkalian antara panjang pipa atau kabel dengan lebar areal pengaman; dan b. Ruas Jalan Tol merupakan hasil perkalian antara jumlah tapak dengan luas pondasi per tapak. (6) NJOP bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil perkalian antara jumlah luas bangunan dengan NJOP bangunan per meter persegi. (7) NJOP bangunan per meter persegi merupaken hasil konversi nilai bangunan per meter persegi ke dalam klasifikasi NJOP bangunan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai klasifikasi NJOP bangunan (8) Nilai bangunan per meter persegi merupakan hasil pembagian antara jumlah nilai bangunan dengan jumlah luas bangunan. (9) Nilai bangunan ditentukan sebesar biaya pembangunan baru dikurangi penyusutan. (10) Biaya pembangunan baru merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh Bangunan pada saat penilaian. (11) Besarnya penyusutan ditentuken berdasarkan_ tabel penyusutan sebagaimana ditetapkan pada lampiran VI Peraturan Direktur Jenderal ini. (12) Luas bangunan untuk: a. Jaringan Pipa, Jaringan Kabel Telekomunikasi, dan Jaringan Kabel Listrik, merupakan hasil perkalian antara panjang pipa atau kabel dengan diameter pipa atau kabel; dan b. Ruas Jalan Tol merupakan hasil perkalian antara panjang Ruas Jalan Tol dengan lebar Ruas Jalan Tol, Pasal 8 Dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, pengenaan PBB Sektor Lainnya untuk Tahun Pajak 2014 dan tahun-tahun pajak sebelumnya dilaksanakan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-16/PJ.6/1998 tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan. Pasal 9 Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku, Keputusan Direktur Jenderal Pajak —Nomor KEP-16/PJ.6/1998 tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan yang mengatur mengenai pengenaan usaha bidang perikanan dan objek pajak khusus di perairan lepas pantai, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 10 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 2015 DIREKTUR JENDERAL PAJAK, ttd SIGIT PRIADI PRAMUDITO Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIS DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ub. ie cont grainn 4 IP'197003111995031002 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-20 /PJ/2015 TENTANG ‘TATA CARA PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR LAINNYA LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER. 20/PJ/2015 TENTANG TATA CARA PENGENAAN’ PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR LAINNYA XKEMENTERIAN KBUANGAN REPUBLIK INDONESIA @ DIREXTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH DUP so. KANTOR PELAYANAN PAJAK ‘TAHUN PAJAK 2\0 rocoto [1] Bere So) MLB SURAT PEMBERITAHUAN OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR LAINNYA semis susaeicron [L]usann reriavan tanoxar [7] usana pewsuoroavaan kan [Hloarinans ten (Hessians [7] auas satan rot SEE 1 wor Tt [ 2 LOKASI LII I ot 2. PROV! TLE COCOA TT TT TTT 1B. INFORMASI SUBJEK PAJAK/WAJIB PASAK. 1 vEMs. (sn BENTUK BADAN HUKUM dda fit) (DJ omsna prasanr a srarus Cran [Haat a waa O CITT TTT CET J ‘oo a 5 npwecanane - Te Ooog 8 wessite I IITT ITT ° Man. CI eed Webupsterd Ketel nn CLT J TTT (Ie ETSTS) ae Ge 1, Uvas BUME 2. LUAS BANGUNAN LSPOP PBB SEKTOR LAINNYA Sy ‘Saya menyatakan bahwa informasi yang telah saye berikan dalam formuli ini termasuk lampérannya adalah benar, jelss, dan lengkap menurut keadaan yang sebensrnya, seauai dengsa Pasa 9 ayat (2) Uncang UUndang Nomer 12 Tahun 1985 tentang Pajak Buri dan Bangunan sebogaimana telah dubs dengan UUndang Undang Nomor 12 Tahun 1994 Joumsex asaya psn eel) ae) Sek I Gempaty tay ein abun kuasa 5. TANDA TANGAN DAN CAP PERUSAHAAN wmataMAP 6 I LL vaoaay [ | ELT PETUNJUK PENGISIAN SURAT PEMBERITAHUAN OBJEK PAJAK PERHATIAN: 1, Formulir ini harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap. 2, Pengisian ‘huruf dimulai dari kiri ke kanan menggunakan huruf kapital. 3. Pengisian ‘angka’ dimulai dari kiri ke kanan dengan ketentuan angka terakhir pada kotak paling kanan. 4. Dalam hal terdapat isian yang tidak perlu diisi, dicantumkan tanda strip ““ atau “NIHIL” pada kolom/baris isian. KANTOR WILAYAH DJP KANTOR PELAYANAN PAJAK NOMOR FORMULIR TAHUN PAJAK PEMBETULAN KE JENIS TRANSAKSI JENIS SUBSEKTOR A, INFORMASI OBJEK PAJAK 1. NOP 2, LOKASI 3. PROVINSI : Diisi oleh petugas, : Diisi oleh petugas. : Diisi oleh petugas. : Diisi dengan tahun pajak. : Diisi dengan angka —_banyaknya melakukan pembetulan jika Wajib Pajak menyampaikan Pembetulan SPOP/LSPOP. Jika Wajib —Pajak menyampaikan SPOP/LSPOP normal maka tidak perlu diisi. : Diisi oleh petugas. Diisi dengan tanda silang (X) pada kotak yang sesuai dengan jenis subsektor. Diisi oleh petugas. Diisi dengan nama lokasi laut/selat/ sejenisnya dimana objek pajak berada. Diisi dengan nama provinsi tempat objek pajak berada (apabila ada). B, INFORMASI SUBJEK PAJAK/WAJIB PAJAK 1. JENIS : Diisi dengan tanda silang (X) sesuai dengan keadaan yang sebenarnya pada saat formulir diisi Bentuk Badan Hukum (untuk subjek pajak/Wajib Pajak badan) ditulis di kolom yang telah disediakan, Bentuk Badan Hukum yang digunakan dapat berupa: PT erseroan Terbatas . CV = Perseroan Komenditer Fa = Firma . BUMN/BUMD Kongsi Koperasi Yayasan . Lainnya raresapop 10. STATUS NAMA NPWP NPWP CABANG NOMOR TELEPON NOMOR FAKSIMILE WEBSITE E-MAIL ALAMAT ‘TIPE LOKASI NAMA LOKASI TIPE JALAN 4. Diisi dengan tanda silang (X) sesuai dengan keadaan yang sebenarnya pada saat formulir diisi, Jenis status "PEMILIK" untuk pemegang izin. Jenis status “LAINNYA” diisi antara lain Pengelola untuk subsektor Ruas Jalan Tol. : Diisi dengan nama lengkap subjek pajak/Wajib Pajak. : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Apabila Wajib Pajak orang pribadi maka dicantumkan NPWP orang pribadi dan apabila Wajib Pajak Badan maka dicantumkan NPWP Badan. : Diisi dengan NPWP cabang, dalam hal Wajib Pajak terdaftar sebagai Wajib Pajak cabang di KPP tempat objek pajak diadministrasikan. : Diisi dengan nomor telepon yang dapat terhubung dengan subjek pajak/Wajib Pajak., : Diisi dengan nomor faksimile yang dapat terhubung dengan subjek pajak/Wajib Pajak. : Diisi dengan alamat website subjek pajak/Wajib Pajak. : Diisi dengan alamat email subjek pajak/Wajib Pajak. : Diisi dengan alamat subjek pajak/Wajib Pajak Diisi dengan tipe lokasi alamat subjek pajak/Wajib Pajak. Tipe lokasi yang digunakan adalah: APARTEMEN . GEDUNG KAWASAN |. KOMPLEK PERUMAHAN RUKO RUKAN . WISMA Diisi dengan nama lokasi alamat subjek pajak/Wajib Pajak. Penulisan nomor/nama lantai agar didahului dengan kata “LT” untuk memudahkan dalam membedakan antara nama bangunan/gedung dengan nomor/nama lantai. PR me aoos Diisi dengan tipe jalan alamat subjek pajak/Wajib Pajak. Tipe jalan yang ig NAMA JALAN TIPE NOMOR NOMOR RW RT DESA/KELURAHAN KECAMATAN KABUPATEN/KOTA KODE POS “5. digunakan adalah: JL = Jalan DSN = Dusun GG = Gang PSL = Persil DS = Desa SB = Subak KP = Kampung BJ = Banjar LR =Lorong DK = Dukuh PS = Pasar : Diisi sesuai dengan nama jalan alamat subjek pajak/Wajib Pajak. Nomor jalan ditulis dengan angka romawi, Apabila telah mencapai maksimal karakter, nama jalan dapat disingkat mulai dari suku kata yang paling terakhir. Nama jalan ditulis tanpa tanda titik. : Diisi dengan tipe nomor alamat subjek pajak/Wajib Pajak. Tipe nomor yang digunakan adalah: NO = Nomor BLOK= Blok KAV = Kaveling : Diisi dengan nomor, blok, kaveling dimana subjek pajak/Wajib Pajak bertempat tinggal. Ditulis dengan angka Arab. Apabila nomor lebih dari satu, maka digunakan tanda koma () jika disebutkan satu persatu, atau dengan tanda minus (-) jika disebutkan awal dan akhirnya, tanpa dipisahkan spasi. : Diisi dengan nama RW dimana subjek pajak/Wajib Pajak bertempat tinggal. : Diisi dengan nama RT dimana subjek pajak/Wajib Pajak bertempat tinggal. : Diisi dengan nama desa/kelurahan dimana subjek pajak/Wajib Pajak ‘bertempat tinggal. : Diisi dengan nama kecamatan dimana subjek pajak/Wajib Pajak bertempat tinggal. : Diisi dengan nama kabupaten/kota dimana subjek pajak/Wajib Pajak bertempat tinggal. Diisi dengan nomor kode pos dimana subjek pajak/Wajib Pajak bertempat tinggal. C, INFORMASI LUAS 1, LUAS BUMI 2, LUAS BANGUNAN D. JUMLAH LAMPIRAN LSPOP PBB Sektor Lainnya E, PERNYATAAN 1, SUBJEK PAJAK/WAJIB PAJAK 2. KUASA 3. TEMPAT 4. TANGGAL BULAN TAHUN 5. TANDA TANGAN DAN CAP PERUSAHAAN 6. NAMA LENGKAP 7. JABATAN Diisi dengan total luas Permukaan Bumi sesuai dengan perhitungan Iuas bumi pada LSPOP PBB Sektor Lainnya, dalam satuan m?, Diisi dengan total luas bangunan sesuai dengan perhitungan luas bangunan pada LSPOP PBB Sektor Lainnya, dalam satuan m?. Diisi dengan jumlah lembar LSPOP PBB Sektor Lainnya. Diisi dengan tanda silang (X) pada kotak yang disediakan apabila_ SPOP ditandatangani oleh subjek pajak/Wajib Pajak. : Diisi dengan tanda silang (&) pada kotak yang disediakan apabila_ SPOP ditandatangani oleh kuasa subjek pajak/Wajib Pajak. Dalam hal ditandatangani oleh kuasa, SPOP harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus. : Diisi dengan nama kabupaten/kota tempat pengisian SPOP. : Diisi dengan tanggal, bulan, dan tahun pada saat pengisian SPOP. : Diisi dengan tanda tangan subjek pajak/Wajib Pajak atau kuasanya, disertai cap perusahan dalam hal yang menjadi subjek pajak/Wajib Pajak adalah badan. : Diisi dengan nama subjek pajak/Wajib Pajak atau nama kuasanya. : Diisi dengan nama jabatan pengurus atau direksi dalam hal POP ditandatangani subjek —_pajak/Wajib Pajak badan. Salinan sesuai dengan aslinya DIREKTUR JENDERAL PAJAK, ttd SIGIT PRIADI PRAMUDITO SEKRETARIS DIREKTORAT JENDERAL PAJAK wb. NIP 197003111995031002 LA BAGIAN ORGANISASI DAN TATA LAKSANA. . LAMPIRAN IL PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-20/PJ/2015 TENTANG TATA CARA PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR LAINNYA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH DJP KANTOR PELAVANAN PAJAK LAMPIRAN SURAT PEMBERITAHUAN OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN ‘SEKTOR LAINNYA USAHA PERIKANAN TANGKAP Pees TAHUN PAJAK 2 0] uneTuian a= (T] ms TRANSAKSE (CJrtnonrtaran — [_] pemurwcinan oe E \JBNIS PERIZINAN 1 Surat lain Usaha Perieana 1. Nomor ns bb Tanggal . Nasa WPP-NRE Surat lain Penangkapan len 1, Juma S1PL lea 's Jumlah Kapal ‘LUAS BUMI HASIL KONVERS! AREAL PENANGKAPAN IKAN RAMA wee | | OAS AREAL PERANGKAPANI rata karan LUAS (ma?) BERAT |) HARGA PER Ke OMLAH NOL ee (i) (Re) (Ro) SUMLAH, ETERANGAM: Tale! Hast Penangkapan tkan dapat dtambeh sesuai dengan kebutuhan 23 Be ee xo | NOMOR SIPL SUMLAH KAPAL JUMLAH ETERANGAN; Tate! Data SIP dae Jumlah Kapal capt tamtnh sesusi dengan kebuwhas 3). PETUNJUK PENGISIAN LAMPIRAN SURAT PEMBERITAHUAN OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR LAINNYA USAHA PERIKANAN TANGKAP PERHATIAN: Formulir ini adalah data rinci untuk Usaha Perikanan Tangkap di perairan 1 +P = Jepas pantai. Formulir ini harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap. Pengisian ‘huruf’ dimulai dari kiri ke kanan menggunakan huruf kapital. Pengisian ‘angka’ dimulai dari kiri ke kanan dengan ketentuan angka terakhir pada kotak paling kanan. Dalam hal terdapat isian yang tidak perlu diisi, dicantumkan tanda strip “-“ atau “NIHIL” pada kolom/baris isian. KANTOR WILAYAH DJP KANTOR PELAYANAN PAJAK NOMOR FORMULIR TAHUN PAJAK PEMBETULAN KE JENIS TRANSAKSI NOP A. DATA UMUM JENIS PERIZINAN : Diisi oleh petugas. : Diisi oleh petugas. : Diisi oleh petugas. : Diisi dengan tahun pajak. : Diisi dengan angka —_banyaknya melakukan pembetulan jika Wajib Pajak menyampaikan Pembetulan SPOP/LSPOP. Jika Wajib — Pajak menyampaikan SPOP/LSPOP normal maka tidak perlu diisi. : Diisi oleh petugas. : Diisi oleh petugas. 1, SURAT IZIN USAHA PERIKANAN (SIUP) a, NOMOR b. TANGGAL c. NAMA WPP-NRI : Diisi dengan nomor SIUP. : Diisi dengan tanggal mulai berlakunya SIUP. : Diisi dengan Nama Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) sesuai yang tertera dalam SIUP yang dimiliki oleh — subjek pajak/Wajib Pajak. Dalam hal terdapat 2 (dua) WPP-NRI, diisikan dengan kedua _ WPP-NRI tersebut. 2. SURAT IZIN PENANGKAPAN IKAN (SIPI) a. JUMLAH SIPI b, JUMLAH KAPAL : Diisi dengan jumlah SIPI yang dimiliki oleh subjek pajak/Wajib Pajak. : Diisi dengan jumlah kapal penangkap ikan sesuai dengan jumlah pada tabel Data SIPI dan Jumlah Kapal (Bagian D). B. DATA BUMI LUAS BUMI HASIL KONVERSI AREAL PENANGKAPAN IKAN KOLOM 1 KOLOM 2 KOLOM 3 KOLOM 4 C. HASIL PENANGKAPAN IKAN KOLOM 1 KOLOM 2 KOLOM 3 KOLOM 4 KOLOM 5 JUMLAH D. DATA SIPI DAN JUMLAH KAPAL KOLOM 1 KOLOM 2 KOLOM 3 NAMA WPP LUAS AREAL PENANGKAPAN IKAN PER KAPAL JUMLAH KAPAL LUAS (m2) NO JENIS IKAN BERAT (KG) HARGA PER KG (RP) JUMLAH (1 NO NOMOR SIPI JUMLAH KAPAL (RP) : Diisi dengan nama WPP tempat usaha penangkapan ikan sesuai dengan SIUP yang dimiliki oleh subjek pajak/Wajib Pajak. Dalam hal terdapat 2 (dua) WPP pada SIUP, maka diisikan salah satu WPP. : Diisi dengan luas areal penangkapan ikan per kapal berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. : Diisi dengan jumlah kapal yang dimiliki oleh subjek pajak/Wajib Pajak untuk usaha penangkapan ikan sesuai dengan jumlah pada Bagian A Nomor 2 huruf b. : Diisi dengan luas bumi berdasarkan hasil perkalian antara Luas Areal Penangkapan Ikan Per Kapal (Kolom 2) dengan Jumlah Kapal (Kolom 3), dalam satuan meter persegi. Diisi dengan nomor urut. Diisi dengan nama jenis ikan hasil tangkapan. Diisi dengan erat ikan hasil tangkapan berdasarkan jenis ikan dalam satuan Kilogram, Diisi. dengan harga ikan _hasil tangkapan berdasarkan jenis ikan dalam satuan Rupiah. Diisi dengan jumlah__hasil penangkapan ikan berdasarkan hasil perkalian antara Berat (Kolom 3) dengan Harga Per Kg (Kolom 4), dalam satuan Rupiah. Diisi dengan total penjumlahan hasil penangkapan ikan (Kolom 5) Diisi dengan nomor urut. Diisi dengan nomor SIPI_ yang dimiliki oleh subjek pajak/Wajib Pajak. Diisi dengan jumlah__kapal penangkapan ikan untuk masing- masing SIPI yang dimiliki oleh subjek pajak/Wajib Pajak, “Se JUMLAH Diisi dengan total _penjumlahan kapal penangkapan ikan yang dimiliki oleh subjek pajak/Wajib Pajak (Kolo 3). DIREKTUR JENDERAL PAJAK, td SIGIT PRIADI PRAMUDITO Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIS DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ub LAMPIRAN III PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 20/PJ/2015 TENTANG TATA CARA PENGENAAN PAJAK BUM! DAN BANGUNAN SEKTOR LAINNYA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH DJP KANTOR PELAYANAN PA LAMPIRAN SURAT PEMBERITAHUAN OBJEK PAJAK | TAHUN PAJAK poo PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR LAINNYA 2|0 USANA PEMBUDIDAYAAN IKAN reser es sms TRansaxst [Clrevonrmaen —[]reworarcuman [J pencuarosas OP TM MOO oD oo oo sms penuzinan 1, Nama ia : 2. Nomar tangs Sead ‘hSiz PRODUNST_ UT HAROA Fe @ATUAH ‘Joa xo] vem Hast, pupioava Seria aswel (9) Ro) tra snus dengan kebutunan a PETUNJUK PENGISIAN LAMPIRAN SURAT PEMBERITAHUAN OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR LAINNYA USAHA PEMBUDIDAYAAN IKAN PERHATIAN: 1. Formulir ini adalah data rinci untuk Usaha Pembudidayaan Ikan di perairan lepas pantai. 2. Formulir ini harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap. 3. Pengisian ‘huruf’ dimulai dari kiri ke kanan menggunakan huruf kapital. 4. Pengisian ‘angka’ dimulai dari kiri ke kanan dengan ketentuan angka terakhir pada kotak paling kanan. 5. Dalam hal terdapat isian yang tidak perlu diisi, dicantumkan tanda strip“ atau “NIHIL’ pada kolom/baris isian. KANTOR WILAYAH DJP Diisi oleh petugas. KANTOR PELAYANAN PAJAK Diisi oleh petugas. NOMOR FORMULIR Diisi oleh petugas. TAHUN PAJAK : Diisi dengan tahun pajak, PEMBETULAN KE : Diisi dengan angka —_ banyaknya melakukan pembetulan jika Wajib Pajak menyampaikan Pembetulan SPOP/LSPOP. Jika Wajib Pajake menyampaikan SPOP/LSPOP normal maka tidak perlu diisi. JENIS TRANSAKSI : Diisi oleh petugas. NoP : Diisi oleh petugas. A. DATA UMUM 1. NAMA IZIN : Diisi sesuai dengan izin yang dimiliki 2. NOMOR : Diisi dengan nomor perizinan yang dimiliki. 3, TANGGAL : Diisi dengan tanggal mulai berlakunya ‘surat izin. B. DATA BUMI KOLOM1 NO Diisi dengan nomor urut. KOLOM2 JENIS : Diisi dengan jenis_—kegiatan KEGIATAN pembudidayaan, seperti pembenihan atau pembesaran. KOLOM3 JENISHASIL : Diisi dengan jenis ikan yang BUDIDAYA dibudidayakan, termasuk rumput laut, kerang mutiara, lobster. KOLOM4 —TITIK : Diisi dengan titik koordinat lokasi Usaha KOORDINAT Pembudidayaan Ikan. KOLOM 5 _LUAS (m?) : Diisi dengan was perairan yang digunakan untuk Usaha Pembudidayaan Ikan sesuai yang tercantum dalam SIUP, 23 dalam satuan meter persegi. JUMLAH : Diisi dengan total jumlah luas perairan yang digunakan untuk Usaha Pembudidayaan Ikan (Kolom 5). C. DATA HASIL PEMBUDIDAYAAN KOLOM1 NO : Diisi dengan nomor urut. KOLOM2 JENIS HASIL : Diisi dengan jenis-jenis hasil produksi BUDIDAYA usaha pembudidayaan ikan selama setahun sebelum tahun pajak. KOLOM3 JUMLAHHASIL : Diisi dengan jumlah hasil produksi PRODUKSI usaha pembudidayaan ikan selama satu tahun sebelum tahun pajak. KOLOM4 SATUANHASIL : Diisi dengan satuan hasil produksi PRODUKSI usaha pembudidayaan ikan selama satu tahun sebelum tahun pajak. KOLOM 5 HARGA PER : Diisi dengan harga per satuan hasil SATUAN (Rp) produksi usaha pembudidayaan ikan berdasarkan harga jual rata-rata dalam satu tahun sebelum tahun pajak. KOLOM6 JUMLAH (Rp): Diisi_ dengan jumleh — berdasarkan perkalian dari jumlah hasil produksi (Kolom 3) dengan harga per satuan hasil produksi (Kolom 5), selama satu tahun sebelum tahun pajalc, DIREKTUR JENDERAL PAJAK, ttd SIGIT PRIADI PRAMUDITO. Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIS DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ub. I _onS RIFALDI Me

Anda mungkin juga menyukai