Spondilitis Tuberkulosa Referat

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 18

I.

LAPORAN KASUS

A. Identitas
Nama : Ny. H
No.CM : 00964124
Usia : 48Tahun
Jenis kelamin : Wanita
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Belik rt 037/08 Belik, Pemalang
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Status : Menikah

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Nyeri pinggang
2. Keluhan Tambahan
Batuk,mual, konstipasi dan nyeri saat BAB, demam jika malam
hari, keringat dingin saat malam hari, tidak bisa tidur, nafsu makan
menurun,
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang wanita, 48 tahun datang ke poli bedah saraf dengan
keluhan nyeri pinggang sejak 2 tahun yang lalu. Pasien mengeluhkan sejak
5 bulan terakhir nyeri pinggangnya semakin memberat saat duduk dan
pasien merasakan kakinya terasa semakin melemah hingga tidak dapat
berjalan. Pasien juga mengeluhkan mual, batuk berdahak namun tidak
keluar darah, nafsu makan menurun, tidak bisa tidur, keringat dingin saat
malam hari, demam saat malam hari namun tidak menggigil, konstipasi
dan nyeri saat BAB.
Pasien belum pernah melakukan pengobatan selama 6 bulan atau
pengobatan TBC sebelumnya. Pengobatan yang dilakukan pasien hanya
pengobatan untuk nyeri pinggangnya selam 1,5 bulan terkakhir ini. Pasien
masuk rumah sakit tanggal 3 Desember 2015 untuk dijadwalkan operasi
tanggal 7 Desember 2015. Sebelum dijadwalkan operasi, pasien diterapi
OAT terlebih dahulu selama 2 minggu.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Penyakit Jantung : disangkal
2. Penyakit Paru : diakui
3. Penyakit Diabetes Melitus : disangkal
4. Penyakit Ginjal : disangkal
5. Penyakit Hipertensi : disangkal
6. Riwayat Trauma kepala : disangkal
7. Riwayat Trauma sebelumnya : disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga


1. Penyakit Jantung : disangkal
2. Penyakit Diabetes Melitus : disangkal
3. Penyakit Ginjal : disangkal
4. Penyakit Hipertensi : disangkal
5. Penyakit Paru : diakui ( anak )

6. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan ibu rumah tangga yang kesehariannya bekerja di
pasar sebagai pedagang baju.Pasien tidak memiliki kebiasaan khusus
dalam berolahraga, dan tidak memeriksakan diri dan mengkonsumsi obat
anti tuberkulosa, meskipun pasien mengeluhkan batuk setiap hari.
C. Pemeriksaan Fisik Tanggal 07 Desember 2015
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : GCS E4M6V5
Vital Sign : TD: 120/80mmHg, N: 80x/menit irregular,
RR : 22 x/menit (NRM) S: 37,3 0C
Berat Badan : 44 kg
Tinggi Badan : 150cm
Status Generalis
1. Pemeriksaan kepala
Kepala : mesocephal, simetris, jejas (-)
Mata :konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, rc direct
+/+, rc indirect +/+, pupil 3mm/3mm
2. Pemeriksaan leher : dalam batas normal
3. Pemeriksaan Toraks
Paru
Inspeksi :Dada simetris, ketertinggalan gerak (-), retraksi intercostal
(-)
Palpasi :Vokal fremitus paru kanan = paru kiri, ketertinggalan
gerak (-)
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+, Ronkhi basah halus di basal -
/-, Ronkhi basah kasar di parahiler -/-, Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : tampak pulsasi ictus cordis di SIC VI 2 jari medial LMCS
Palpasi : ictus cordis teraba SIC VI 2 jari medial LMCS
ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kanan atas SIC II LPSD
batas jantung kiri atas SIC II LPSS
batas jantung kanan bawah SIC IV LPSD
batas jantung kiri bawah SIC VI 2 jari medial LMCS
Auskultasi : S1>S2, regular, murmur (-), gallop (-)
4. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : cekung
Auskultasi : Bising usus (+) turun
Perkusi : timpani (+)
Palpasi : nyeri tekan (-)
5. Pemeriksaan ekstermitas
Superior : edema (-/-), sianosis (-/-), akral hangat (+/+)
Inferior : edema (-/-), sianosis (-/-), akral hangat (+/+)
6. Pemeriksaan Tambahan
Pemeriksaan neurologis:
Sistem motorik
Trofi : eutrofi
Tonus : normotonus

Kekuatan Otot Ekstremitas

5 5
2 2

Pemeriksaan refleks patologis -/-,

D. Diagnosis
1. Diagnosis klinis neurologis : Spondilitis TB Lumbal III
2. Diagnosis topis : Lumbal III
3. Diagnosis etiologi : Tuberculosis

E. Pemeriksaan Tambahan :
MRI Spinal Lumbosacral, Foto Thorak, Foto Lumbal AP/ Laterl
Tes Mountox : hasil positif kuat diameter 22mm
Hasil pemeriksaan CT Scan Abdomen : didapatkan gambaran spondilitis
VL2 dan VL3 disertai dekstruksi VL3, yang meluas ke intradural dan paravetebral
setinggi VL2-3, menyempitkan discus intervertebralis L2-L3 dan
spondylolisthesis posterio L2 terhadap L3 grade 2.
Hasil Pemeriksaan Foto Thorak : didapatakan bentuk dan letak jantung
normal, curiga gambaran TB Paru.
Hasil pemeriksaan Foto Lumbal AP/Lateral : didapatkan fraktur kompresi
corpus VL3 disertai penyempitan diskus intervertebralis, spondilisis lumbal
F. Terapi
Program laminektomi fiksasi
G. Follow up Pasien Post laminektomi fiksasi

Waktu Keluhan dan Pemeriksaan Fisik

08 Desember 2015 Pasien berada di ruang cempaka


H+1 S: nyeri bekas operasi, pusing, mual serta
badannya kaku
O: GCS E4M6V5
TD: 120/90, N: 86 x/m RR: 22 x/m t: 36.4C
Punggung : rembes (-)
Kaki : masih terasa kaku

Pasien berada di ruang Cempaka


S: nyeri bekas operasi,pusing dan mual
O: GCS E4M6V5
09 Desember 2015
TD: 110/80, N: 88 x/m RR: 20 x/m t: 36.5C
H+2 Punggung : rembes (-)
Kaki : sudah dapat digerakkan

Pasien berada di ruang Isolasi


10 Desember 2015 S: nyeri bekas operasi, pusing
O: GCS E4M6V5
H+3
TD: 120/80, N: 80 x/m RR: 20 x/m t: 36.5C
Punggung : rembes (-)
Kaki : sudah dapat digerakkan
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Spondilitis tuberkulosa (TB) adalah infeksi granulomatosis dan
bersifat kronis destruktif yang di sebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosa yang mengenai tulang vertebra. Infeksi Mycobakcterium
tuberculosis pada tulang belakang terbanyak disebarkan melalui infeksi
dari diskus. Mekanisme infeksi terutama oleh penyebaran melalui
hematogen.
Infeksi spinal oleh tuberkulosis, atau yang biasa disebut sebagai
spondilitis tuberkulosis (TB), sangat berpotensi menyebabkan morbiditas
serius, termasuk defisit neurologis dan deformitas tulang belakang yang
permanen, oleh karena itu diagnosis dini sangatlah penting. Diagnosis dini
spondilitis TB sulit ditegakkan dan sering disalah artikan sebagai
neoplasma spinal atau spondilitis piogenik lainnya. Diagnosis biasanya
baru dapat ditegakkan pada stadium lanjut, saat sudah terjadi deformitas
tulang belakang yang berat dan defisit neurologis yang bermakna seperti
paraplegia.
B. Anatomi
1. Anatomi tulang belakang
Tulang belakang adalah susunan terintegrasi dari jaringan tulang,
ligamen, otot, saraf dan pembuluh darah yang terbentang mulai dari dasar
tengkorak (basis cranii), leher, dada, pinggang bawah hingga panggul dan
tulang ekor. Fungsinya adalah sebagai penopang tubuh bagian atas serta
pelindung bagi struktur saraf dan pembuluh-pembuluh darah yang
melewatinya.
Tulang belakang tersusun dari tulang-tulang pendek berupa ruas-
ruas tulang sejumlah lebih dari 30 buah. Tulang-tulang tersebut berjajar
dari dasar tengkorak sampai ke tulang ekor dengan lubang di tengah-
tengah setiap ruas tulang (canalis vertebralis), sehingga susunannya
menyerupai seperti terowongan panjang. Saraf dan pembuluh darah
tersebut berjalan melewati canalis vertebralis dan terlindung oleh tulang
belakang dari segala ancaman yang dapat merusaknya.

Antara setiap ruas tulang belakang terdapat sebuah jaringan lunak


bernama diskus intervertebra, yang berfungsi sebagai peredam kejut
(shock absorption) dan menjaga fleksibilitas gerakan tulang belakang,
yang cara kerjanya mirip dengan shock breaker kendaraan kita. Di setiap
ruas tulang juga terdapat 2 buah lubang di tepi kanan dan kiri belakang
tulang bernama foramen intervertebra, yaitu sebuah lubang tempat
berjalannya akar saraf dari canalis vertebra menuju ke seluruh tubuh.
Saraf-saraf tersebut keluar melalui lubang itu dan mempersarafi seluruh
tubuh baik dalam koordinasi gerakan maupun sensasi sesuai daerah
persarafannya.

Tulang belakang terdiri dari 4 segmen, yaitu segmen servikal


(terdiri dari 7 ruas tulang), segmen torakal (terdiri dari 12 ruas tulang),
segmen lumbal (terdiri dari 5 ruas tulang) serta segmen sakrococygeus
(terdiri dari 9 ruas tulang). Diskus intervertebra terletak mulai dari ruas
tulang servikal ke-2 (C2) hingga ruas tulang sakrum pertama (S1). Posisi
tulang belakang yang normal akan terlihat lurus jika dilihat dari depan atau
belakang. Jika dilihat dari samping, segmen servikal akan sedikit
melengkung ke depan (lordosis) sehingga kepala cenderung berposisi agak
menengadah. Segmen torakal akan sedikit melengkung ke belakang
(kyphosis) dan segmen lumbal akan melengkung kembali ke depan
(lordosis).
Di luar susunan tulang belakang, terdapat ligamen yang menjaga
posisi tulang belakang agar tetap kompak dan tempat melekatnya otot-otot
punggung untuk pergerakan tubuh kita. Ligamen dan otot tulang belakang
berfungsi sebagai koordinator pergerakan tubuh.

Kelainan dari susunan anatomis maupun perbedaan posisi tulang


belakang yang normal tersebut, dapat berakibat berbagai keluhan dan
gangguan yang bervariasi. Keluhan dan gangguan tersebut akan berakibat
terganggunya produktivitas dan kualitas hidup seseorang. Tidak jarang
keluhan tersebut berakibat nyeri yang hebat, impotensi, hilangnya rasa
(sensasi) hingga kelumpuhan.
C. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil
(basilus). Bakteri yang paling sering menjadi penyebabnya adalah
Mycobacterium tuberculosis, walaupun spesies Mycobacterium yang
lainpun dapat juga bertanggung jawab sebagai penyebabnya, seperti
Mycobacterium africanum (penyebab paling sering tuberkulosa di Afrika
Barat), bovine tubercle baccilus,ataupun non-tuberculous mycobacteria
(banyak ditemukan pada penderita HIV). Perbedaan jenis spesies ini
menjadi penting karena sangat mempengaruhi pola resistensi obat.
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yang
bersifat acid-fastnon-motile dan tidak dapat diwarnai dengan baik melalui
cara yang konvensional. Dipergunakan teknik Ziehl-Nielson untuk
memvisualisasikannya. Bakteri tubuh secara lambat dalam media egg-
enriched dengan periode 6-8 minggu. Produksi niasin merupakan
karakteristik Mycobacterium tuberculosis dan dapat membantu untuk
membedakannnya dengan spesies lain.
D. Patogenesis
Infeksi Mycobacterium tuberculosis pada tulang selalu merupakan
infeksi sekunder.
Berkembangnya kuman dalam tubuh tergantung pada keganasan kuman
dan ketahanan tubuh penderita. Reaksi tubuh setelah terserang kuman
tuberkulosis dibagi menjadi lima stadium, yaitu :
1. Stadium I (Implantasi)
Stadium ini terjadi awal, bila keganasan kuman lebih kuat dari daya
tahan tubuh. Pada umumnya terjadi pada daerah torakal atau
torakolumbal soliter atau beberapa level.
2. Stadium II (Destruksi awal)
Terjadi 3 6 minggu setelah implantasi. Mengenai diskus
intervertebralis.
3. Stadium III (Destruksi lanjut dan Kolaps)
Terjadi setelah 8-12 minggu dari stadium II. Bila stadium ini tidak
diterapi maka akan terjadi destruksi yang hebat dan kolaps dengan
pembentukan bahan-bahan pengejuan dan pus (cold abscess).
4. Stadium IV (Gangguan Neurologis)
Terjadinya komplikasi neurologis, dapat berupa gangguan motoris,
sensoris dan otonom.
5. Stadium V (Deformitas dan Akibat)
Biasanya terjadi 3-5 tahun setelah stadium I. Kiposis atau gibus tetap
ada, bahkan setelah terapi.
Gambar 3. Spondilitis tuberkulosis. A) Gibus thorakolumbar
dengan hipertonus erektor trunkus. Penderita menyandarkan diri
pada ekstremitas atas; B) 1. rarefaksi bagian anterior vertebra
mulai nampak penyempitan diskus intervertebralis, 2. rarefaksi
meluas, penyempitan jelas, 3. Kompresi vertebra bagian ventral,
terjadinya gibus, kompresi medulla spinalis

Daerah yang biasanya terkena bagian anterior korpus vertebra.


Destruksi tulang yang progresif mengakibatkan kolaps vertebra dan
kifosis. Kanal spinalis menyempit karena adanya abses atau jaringan
granulasi. Ini mengakibatkan kompresi spinal cord dan defisit neurologis.
E. Gambaran Radiologis
1. MRI
- standar untuk mengevaluasi infeksi disk space dan paling efektif
dalam menunjukkan perluasan penyakit ke dalam jaringan lunak
dan penyebaran debris tuberkulosis di bawah ligamen
longitudinalis anterior dan posterior
- paling efektif untuk menunjukkan kompresi neural
2. Foto Thorak
- Untuk mencari bukti adanya tuberkulosa di paru
3. Foto Lumbal AP/ Lateral
- Untuk mencari bukti adanya tuberkulosa di tulang belakang
- Tahap awal tampak lesi osteolitik di bagian anterior superior atau
sudut inferior corpus vertebrae, osteoporosis regional yang
kemudian berlanjut sehingga tampak penyempitan diskus
intervertebralis yang berdekatan, serta erosi corpus vertebrae
anterior yang berbentuk scalloping karena penyebaran infeksi dari
area subligamentous.
F. Penatalaksanaan
1. Terapi konservatif :
a. Medikamentosa :
- Rifampisin 10-20 mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari
- Etambutol 15 mg/kgBB, maksimum 1200 mg/hari
- Piridoksin 25 mg/kgBB
- INH 5-10 mg/kgBB, maksimum 300 mg/hari
- Etambutol diberikan dalam 3 bulan, sedangkan yang lain
diberikan dalam 1 tahun.
Semua obat diberikan sekali dalam sehari.
b. Imobilisasi
c. Pencegahan komplikasi imobilisasi lama
- turning tiap 2 jam untuk menghindari ulkus dekubitus
- latihan luas gerak sendi untuk mencegah kontraktur
- latihan pernapasan untuk memperkuat otot-otot pernapasan dan
mencegah terjadinya orthostatik pneumonia
- latihan penguatan otot
- bladder training dan bowel training bila ada gangguan
- mobilisasi bertahap sesuai dengan perkembangan penyakit
d. Program aktivitas hidup sehari-hari sesuai perkembangan penyakit
2. Operasi
Indikasi operasi :

- adanya abses paravertebra


- deformitas yang progresif
- gejala penekanan pada sumsum tulang belakang
- gangguan fungsi paru yang progresif
- kegagalan terapi konservatif dalam 3 bulan
- terjadi paraplegia dan spastisitas hebat yang tidak dapat
dikontrol
Kontra-indikasi operasi :
- kegagalan pernapasan dengan kelainan jantung yang
membahayakan operasi
G. Prognosis
Prognosis spondilitis TB bervariasi tergantung dari manifestasi
klinik yang terjadi. Prognosis yang buruk berhubungan dengan TB milier,
dan meningitis TB, dapat terjadi sekuele antara lain tuli, buta, paraplegi,
gangguan bergerak dan lain-lain. Prognosis bertambah baik bila
pengobatan lebih cepat dilakukan.
III. PEMBAHASAN

Penegakkan diagnosis pasien Ny. H usia 48 tahun yang mengalami


nyeri pinggang diperoleh dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Diagnosis akhir yang diperoleh setelah melalui
tahapan lengkap anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan tambahan
(pemeriksaan neurologis), tes Mantoux dan pemeriksaan MRI
menunjukkan bahwa pasien mengalami spondilitis tuberculosa.
Hasil anamnesis menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri
pinggang sejak 2 tahun yang lalu dan makin berat sejak 5 bulan terakhir.
Pasien mengalami nyeri pinggang yang dirasa tambah berat
progresifitasnya hingga tidak dapat duduk dan berjalan. Pasien tidak
memiliki riwayat trauma tulang belakang sebelumnya. Dari hasil
anamnesis ditemukan bahwa pasien memiliki riwayat penyakit dahulu
berupa batuk yang tidak sembuh-sembuh. Pasien juga mengeluhkan nafsu
makan menurun, berat badan menurun, keringat dingin di malam hari, dan
juga demam hal ini merupakan gejala dari spondilitis tb. Hasil
pemeriksaan fisik terdapat benjolan pada tulang belakang dan terdapat
kelemahan motorik pada ekstremitas inferior. Pada pasien dengan
spondilitis TB apabila sudah ditemukan deformitas berupa lordosis, maka
patogenesis TB umumnya sudah berjalan selama kurang lebih tiga sampai
empat bulan.
Daerah yang biasanya terkena bagian anterior korpus vertebra.
Destruksi tulang yang progresif mengakibatkan kolaps vertebra dan
kifosis. Kanal spinalis menyempit karena adanya abses atau jaringan
granulasi. Ini mengakibatkan kompresi spinal cord dan defisit neurologis.
Untuk mengetahui letak terjadinya kompresi maka dibutuhkan
pemeriksaan tambahan berupa MRI, yang mana mampu menentukan
lokasi lesi, luas lesi dan penyempitan diskus intervertebralis yang
digunakan sebagai acuan untuk dilakukan tindakan operasi.
Program terapi operasi laminektomi dilakukan karena untuk
mencegah abses paraveterbra, deformitas yang progresif, serta mencegah
terjadinya paraplegia dan spastisitas hebat.
Hasil follow up terhadap pasien paska operasi menunjukkan
keadaan yang lebih baik. Pasien dilatih untuk menggerakkan kakinya naik
dan turun agar tidak kaku pasca operasi. Pasien juga edukasi untuk tirah
baring agar tidak terjadi ulkus.

IV. KESIMPULAN

1. Penegakkan diagnosis pasien Ny. H, usia 48 tahun dilakukan


berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang
2. Hasil anamnesis menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri pinggang
yang dirasa tambah berat progresifitasnya hingga tidak dapat duduk dan
berjalan disertai batuk-batuk, demam dimalam hari, nafsu makan
menurun, berat badan turun, keringat dingin dimalam hari, dan tidak
memiliki riwayat trauma tulang belakang sebelumnya
3. Hasil pemeriksaan tes Mantoux dan MRI sangat berguna untuk
menegakkan diagnosis spondilitis tuberculosa.
Daftar Pustaka

Martini, FH. Judi L. Nath. 2009. Fundamental of Anatomy and Physiology 8th
edition. San Fransisco: Pearson Education Inc.
Sjamsuhidajat and De Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Snell, Richard S. 2006. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai