Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih
dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti
proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik
ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m.1
Di Amerika Serikat, data tahun 1995 1999 menyatakan insidens penyakit
ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini
meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta,
diperkirakan terdapat 1800 kasus baru penyakit ginjal pertahunnya. Di negara-
negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta
penduduk pertahun.1
Banyak penyakit dapat menyebabkan penyakit ginjal kronis, termasuk
gromerulonefritis (30%), nefritis interstisial dan nefropati refluks (20%), penyakit
ginjal polikistik (10%), hipertensi/ penyakit renovaskular (10%), uropati
obstruktif, dan penyakit-penyakit lain yang tidak diketahui (20%).2
Meskipun penyebabnya banyak, gambaran klinis penyakit ginjal kronik
sangat mirip satu dengan lain karena penyakit ginjal progresif dapat didefinisikan
secara sederhana sebagai defisiensi jumlah total nefron yang berfungsi dan
kombinasi gangguan yang pasti tidak dapat dielakkan lagi.3
Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun
penyakit primernya telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan
adanya mekanisme adaptasi sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang
sedang berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti lain yang menguatkan
adanya mekanisme tersebut adalah adanya gambaran histologik ginjal yang sama
pada penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit primer apapun.
Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal
akan menyebabkan pembentukan jaringan ikat dan kerusakan nefron yang lebih
lanjut. Demikian seterusnya keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang
berakhir dengan penyakit ginjal terminal.1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, data tahun 1995 1999 menyatakan insidens penyakit
ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini
meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta,
diperkirakan terdapat 1800 kasus baru penyakit ginjal pertahunnya. Di negara-
negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta
penduduk pertahun.1
2.3. Etiologi
Penyakit ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang
progresif dan ireversibel yang berasal dari berbagai penyebab. Angka
perkembangan penyakit penyakit ginjal kronik ini sangat bervariasi. Perjalanan
penyakit ginjal stadium akhir hingga tahap terminal dapat bervariasi dari 2-3
bulan hingga 30-40 tahun. Penyebab penyakit ginjal kronik yang tersering dapat
dibagi menjadi delapan kelas seperti yang tercantum pada tabel 3.3
4
refluks) merupakan dua pertiga dari kasus penyakit ginjal stadium akhir.
Perubahan ini mencerminkan perubahan kebiasaan dari penerimaan pasien
terhadap program penyakit ginjal stadium akhir, termasuk bagian minoritas yang
lebih besar dan pasien yang lebih tua.3
Empat faktor risiko utama dalam perkembangan penyakit ginjal stadium
akhir adalah usia, ras, jenis kelamin, dan riwayat keluarga. Insidensi penyakit
ginjal diabetikum sangat meningkat sejalan dengan ebrtambahnya usia. Penyakit
ginjal stadium akhir yang disebabkan oleh nefropati hipertensif 6,2 kali lebih
sering terjadi pada orang Afrika-Amerika daripada orang Kaukasia. Secara
keseluruhan insidensi penyakit ginjal stadium akhir lebih besar pada laki-laki
(56,3%) daripada perempuan (43,7%) walaupun penyakit sistemik tertentu yang
menyebabkan penyakit ginjal stadium akhir (seperti diabetes mellitus tipe 2 dan
SLE) lebih sering terjadi pada perempuan. Pada akhirnya, riwayat keluarga adalah
faktor risiko dalam perkembangan diabetes dan hipertensi.3
2.4. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjurnya proses yang
terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi
structural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai
upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan
growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan takanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sclerosis
nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti oleh penurunan fungsi
nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya
peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut
memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sclerosis dan progresifitas
tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian
diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor (TGF- ).
Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas
penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia,
6
g. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis penyakit jantung kongestif (GJK) pada penyakit ginjal kronik
sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi,
aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien
penyakit ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat
menyebabkan kepenyakitan faal jantung.
h. Hipertensi
Patogenesis hipertensi ginjal sangat kompleks, banyak faktor turut
memegang peranan seperti keseimbangan natrium, aktivitas sistem
reninangiotensin-aldosteron, penurunan zat dipresor dari medulla ginjal,
aktivitas sistem saraf simpatis, dan faktor hemodinamik lainnya seperti
cardiac output dan hipokalsemia.
Retensi natrium dan sekresi renin menyebabkan kenaikan volume plasma
(VP) dan volume cairan ekstraselular (VCES). Ekspansi VP akan
mempertinggi tekanan pengisiaan jantung (cardiac filling pressure) dan
cardiac output pressure (COP). Kenaikan COP akan mempertinggi tonus
arteriol (capacitance) dan pengecilan diameter arteriol sehinga tahanan
perifer meningkat. Kenaikan tonus vaskuler akan menimbulkan aktivasi
mekanisme umpan balik (feed-back mechanism) sehingga terjadi
penurunan COP sampai mendekati batas normal tetapi kenaikan tekanan
darah arterial masih dipertahankan.
Sinus karotis mempunyai faal sebagai penyangga (buffer) yang mengatur
tekanan darah pada manusia. Setiap terjadi kenaikan tekanan darah selalu
dipertahankan normal oleh sistem mekanisme penyangga tersebut. Pada
pasien azotemia, mekanisme penyangga dari sinus karotikus tidak
berfungsi lagi untuk mengatur tekanan darah karena telah terjadi
perubahan volume dan tonus pembuluh darah arteriol.
2.6. Diagnosis
Pendekatan diagnosis penyakit ginjal kronik mempunyai sasaran berikut:
a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
b. Mengejar etiologi yang mungkin dapat dikoreksi
c. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)
d. Menentukan strategi terapi rasional
e. Meramalkan prognosis
Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan
10
2.7. Penatalaksanaan
1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal
secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
11
a. Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan
terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.1
12
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum
kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis
metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium
bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH = 7,35 atau
serum bikarbonat = 20 mEq/L.1,6
b. Anemia
Anemia terjadi pada 80-90 % pasien penyakit ginjal kronik. Anemia
pada penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi
eritropoetin. Hal-hal yang ikut berperan dalam terjadinya anemia
adalah defisiensi besi, kehilangan darah (misal, perdarahan saluran
cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya
hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh
substansi uremik, proses inflamasi akut maupun kronik. Evaluasi
terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin = 10 g% atau
hematokrit = 30g%, meliputi evaluasi terhadap status besi (Iron
Binding Capacity), mencari sumber perdarahan morfologi eritrosit,
kemungkinan adanya hemolisis (Suwitra, 2006). Penatalaksanaan
terutama ditujukan pada penyebab utamanya, Pemberian eritropoitin
(EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Dalam pemberian EPO ini,
status besi harus selalu diperhatikan karena EPO memerlukan besi
dalam mekanisme kerjanya. Pemberian transfusi pada penyakit ginjal
kronik harus dilakukan secara hati-hati, berdasarkan indikasi yang
tepat dan pemantauan cermat. Transfusi darah yang tidak cermat dapat
mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia dan perburukan
fungsi ginjal. Sasaraan hemoglobin menurut berbagai studi klinik
adalah 11-12 g/dl. Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC)
merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif.
14
2.8. Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai
dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan
yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan
kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi (makin rendah tekanan darah makin
kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak darah,
anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian berat
badan.6
17
2.9. Komplikasi
2.10. Prognosis
Menurut kepustakaan, di Amerika kematian pasien dialisis tertinggi 6
bulan pertama paska dialisis, 35% nya bisa bertahan lebih dari 5 tahun, bila
disertai diabetes lebih kecil lagi yaitu 25%. Pasien penyakit ginjal tanpa upaya
18
dialisis akan berakhir dengan kematian. Penyebab kematian pada penyakit ginjal
kronik, terbesar adalah karena komplikasi jantung (45%), akibat infeksi (15%),
komplikasi uremia pada otak (6%), dan keganasan (4%).6
BAB III
KOLEGIUM PENYAKIT DALAM (KPD)
CATATAN MEDIK PASIEN
ANAMNESA PRIBADI
Nama : Zainal Arifin
Umur : 53 tahun
Jenis Kelamin : pria
Suku / Bangsa : Melayu / Indonesia
Status : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jln. Pelajar no 2
Tanggal masuk : 14 Maret 2014
ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan utama : Sesak Nafas
Telaah :
- Sesak nafas dialami OS sejak 2 minggu ini dan memberat dalam 3 hari ini.
Sesak nafas tidak berhubungan dengan cuaca dan berhubungan dengan
aktivitas. Riwayat terbangun tengah malam karena sesak nafas tidak
dijumpai. Riwayat tidur dengan 2-3 bantal untuk mengurangi sesak nafas
tidak dijumpai. Riwayat sesak nafas saat bekerja dan berkurang saat
istirahat tidak dijumpai. Riwayat nyeri dada tidak dijumpai. Riwayat napas
berbunyi tidak dijumpai. Riwayat kaki bengkak dijumpai sejak 1 minggu
ini.
19
STATUS PASIEN
Sensorium : compos mentis
Tekanan darah : 180/100 mmHg
Heart rate : 80x/i
Respiratory rate : 36 x/i
Temperature : 36,8
Anemia : ( +)
Ikterus :(-)
Sianosis :(-)
Dispnoe :(+)
Oedem :(+)
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata
20
Kepala
Kepala : dalam batas normal
Rambut : dalam batas normal
Mata : konjungtiva palpebral inferior pucat (+/+),
sclera ikterik (-/-)
THM : dalam batas normal
Leher
Trakea : medial
TVJ : R-2 cm H2O
Pembesaran KGB : tidak dijumpai
Thorak
Inspeksi : simetris fusiformis
Palpasi : stem fremitus sulit dinilai
Perkusi : sonor memendek pada lap. Atas sampai tengah kedua paru
Auskultasi : SP : bronkial
ST : ronki basah di lap. Paru atas dan tengah kedua paru
Abdomen
Inspeksi : simetris membesar
Palpasi : Hepar, Lien, Ren tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : peristaltic (+) normal
Genitalia : laki-laki, skrotum bengkak
Ekstremitas Superior : dalam batas normal, oedem (-)
Ekstremitas Inferior : oedem pretibial (+/+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin
WBC : 7.900 uL Gula puasa : 149 mg/dl
RBC : 3.670.000 uL 2 jam PP : 165 mg/dl
HGB : 10,8 gr/dL HbA1c : 5,7 %
21
Kimia Klinik
KGD adr : 263 mg/dL
LFT: SGOT : 30 U/I
SGPT : 27 U/I
RFT: Ureum : 116 mg/dL
Creatinin : 7,51 mg/dL
Elektrolit : Natrium : 120 mmol/dl
Kalium : 4,3 mmol/dl
Chlorida : 128 mmol/dl
AGDA
pH : 7,393
pCO2 : 35,8
pO2 : 99,3
TCO2 : 23,2
HCO3 : 22,1
Base excess : -3,0
O2 saturasi : 98,0
Urin Rutin
Protein : (+++)
Reduksi : (++)
Leukosit : 10-20 /lpb
Vag/ urethr. Ep : 5-10/lpb
Bilirubin : (-)
Urobilinogen : positif
pH :6
nitrit : negative
Feses Rutin
Warna : coklat
Konsistensi : lembek
Lendir : negatif
Darah : negatif
Amuba, kista, telur ascaris, telur hookworm, telur oxyuris, telur trichuris :
negatif
DIAGNOSIS BANDING
22
PENATALAKSANAAN
- Tirah baring
- O2 2-4 l/i
- Diet ginjal 1800 kkal protein 3,0 gr
- Inj. Furosemide 20 mg/ 12 jam
- Captopril 2x12,5 mg
- Amlodipine 1x5 mg
- Inj. Humulin R 6-6-6 IU SC hac
- GG tab 3x100 mg
ANJURAN
- Urinalisa
- KGD N/ 2 jam pp/ HbA1c\HST, D-dimer, fibrinogen, LFT, Albumin,
Glboulin
- Lipid profile
- USG ginjal dan sal. kemih
- BTA DS 3x, Kultur Sputum / ST
- Thoraks PA
- EKG
- funduscopy