Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN KASUS

Stroke Hemoragik
Oleh:

Nyoman Nugraha (11.2015.347)

Pembimbing:

dr. Hj. Sasmoyohati, Sp. S (K)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf

RSPAD Gatot Soebroto

Periode 17 Maret 2017 20 Mei 2017

1
Lembar Pengesahan
Stroke Hemoragik

Oleh :
Egy Pradana Yudhistira
11 2015 347

Presentasi kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat
mengikuti ujian kepaniteraan klinik di bagian Neurologi RSPAD Gatot Subroto Jakarta

Jakarta, 8 Mei 2017

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Hj. Sasmoyohati, Sp. S (K)

i
Kata Pengantar

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga pembuatan karya tulis berupa laporan kasus
departemen neurologi yang berjudul Stroke Hemoragik dapat tersusun dan
terselesaikan tepat pada waktunya.
Terima kasih kami ucapkan kepada dr. Hj. Sasmoyohati, Sp. S (K), selaku
pembimbing penulisan yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian laporan
kasus ini.
Adapun pembuatan tulisan ini bertujuan untuk mendiskusikan kasus stroke
hemoragik, mulai dari pengertian hingga penatalaksanaannya pada pasien yang dirawat
inap selama masa kepaniteraan klinik penulis di Rumah Sakit Umum Pusat Angkatan
Darat Gatot Soebroto, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan
mendukung penerapan klinis yang lebih baik dalam memberikan kontribusi positif
sistem pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun ini masih
banyak terdapat kekurangan di dalam penulisannya, baik di dalam penyusunan kalimat
maupun di dalam teorinya, mengingat keterbatasan dari sumber referensi yang
diperoleh penulis serta keterbatasan penulis selaku manusia biasa yang selalu ada
kesalahan. Oleh karena itu, penulis membutuhkan kritik dan saran. Semoga karya tulis
ini bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, 8 Mei 2017


Penulis

Nyoman Nugraha Surya Wibawa

ii
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN. i
KATA PENGANTAR.. ii
DAFTAR ISI. iii
BAB 1. Pendahuluan... 1
BAB 2. Laporan Kasus..... 6
BAB 3. Analisa Kasus.. 19
BAB 4.Tinjauan Pustaka 22
BAB 5. Kesimpulan 53
Daftar Pustaka....... 54

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Stroke masih merupakan penyebab utama invaliditas kecacatan sehingga orang
yang mengalaminya memiliki ketergantungan pada orang lain pada kelompok usia 45 tahun
ke atas dan angka kematian yang diakibatnya cukup tinggi.1
Perdarahan intra serebral terhitung sekitar 10 - 15% dari seluruh stroke dan memiliki
tingkat mortalitas lebih tinggi dari infark serebral. Literatur lain menyatakan hanya 8 18%
dari stroke keseluruhan yang bersifat hemoragik. Namun, pengkajian retrospektif terbaru
menemukan bahwa 40.9% dari 757 kasus stroke adalah stroke hemoragik. Namun pendapat
menyatakan bahwa peningkatan presentase mungkin dikarenakan karena peningkatan kualitas
pemeriksaan seperti ketersediaan CT scan, ataupun peningkatan penggunaan terapeutik agen
antiplatelet dan warfarin yang dapat menyebabkan perdarahan.2
Stroke adalah penyebab kematian dan disabilitas utama. Dengan kombinasi seluruh
tipe stroke secara keseluruhan, stroke menempati urutan ketiga penyebab utama kematian dan
urutan pertama penyebab utama disabilitas. Morbiditas yang lebih parah dan mortalitas yang
lebih tinggi terdapat pada stroke hemoragik dibandingkan stroke iskemik. Hanya 20% pasien
yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya.2
Resiko terjadinya stroke meningkat seiring dengan usia dan lebih tinggi pada pria
dibandingkan dengan wanita pada usia berapapun. Faktor resiko mayor meliputi hipertensi
arterial, penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, perilaku merokok,
hiperlipoproteinemia, peningkatan fibrinogen plasma, dan obesitas. Hal lain yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya stroke adalah penyalahgunaan obat, pola hidup yang tidak
baik, dan status sosial dan ekonomi yang rendah.3
Diagnosis dari lesi vaskular pada stroke bergantung secara esensial pada pengenalan
dari sindrom stroke, dimana tanpa adanya bukti yang mendukungnya, diagnosis tidak akan
pernah pasti. Riwayat yang tidak adekuat adalah penyebab kesalahan diagnosis paling
banyak. Bila data tersebut tidak dapat dipenuhi, maka profil stroke masih harus ditentukan
dengan memperpanjang periode observasi selama beberapa hari atau minggu.4
Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan morbiditas dan
menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan. Salah satu upaya yang
berperan penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah pengenalan gejala-gejala stroke dan
penanganan stroke secara dini dimulai dari penanganan pra rumah sakit yang cepat dan tepat.

4
Dengan penanganan yang benar-benar pada jam-jam pertama paling tidak akan mengurangi
kecacatan sebesar 30% pada penderita stroke.1
Tidak bisa dihindarkan fakta bahwa kebanyakan pasien stroke datang dan dilihat
pertama kali oleh klinisi yang belum memiliki pengalaman yang cukup di semua poin
terpenting dalam penyakit serebrovaskular. Keadaan semakin sulit dikarenakan keputusan
kritis harus segera dibuat mengenai indikasi pemberian antikoagulan, investigasi
laboratorium lebih lanjut, dan saran serta prognosa untuk diberikan kepada keluarga.4

1.2. Manfaat
Penulisan karya tulis ini ditujukan untuk mempelajari kasus stroke hemoragik yang
berlandaskan teori guna memahami bagaimana cara mengenali, mengobati, dan mencegah
stroke, termasuk tindakan pada saat akut dan pada tingkat kronis, sehingga dapat
mengoptimalisasi kemampuan dan pelayanan dalam merawat pasien yang menderita stroke
hemoragik.

5
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. N
Umur : 63 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : PNS
Agama : Islam
Status pernikahan : Menikah
Suku bangsa : Jawa
Tanggal masuk : 3-5-2017
Dirawat yang ke :1
Tanggal pemeriksaan : 3-5- 2017

II. ANAMNESA
Autoanamnesa tanggal 4 Mei 2017, pukul 15.00 WIB
KELUHAN UTAMA
Kelemahan anggota gerak kiri sejak 2 jam SMRS
KELUHAN TAMBAHAN
Bibir mencong, nyeri kepala
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke IGD RSPAD Gatot Soebroto dengan kelemahan anggota gerak kiri secara
tiba-tiba sejak 2 jam SMRS. Kelemahan anggota gerak pasien muncul tiba-tiba saat pasien mengikuti
rapat di kantornya dan baru saja berbicara untuk menyampaikan pendapatnya. Pasien masih dapat
berdiri dan berjalan namun harus dibopong atau menyeret kakinya karena kaki kirinya terasa berat.
Keluhan disertai nyeri kepala yang timbul berbarengan dengan kelemahan anggota gerak tadi. Pasien
mengatakan kepalanya terasa berat terutama sebelah kanan. Pasien mengaku dalam beberapa hari
sebelum keluhan muncul kurang istirahat karena tuntutan pekerjaan yang tinggi. Keluhan-keluhan ini
baru pertama kali dirasakan pasien. Pasien dibawa oleh teman-temannya ke dokter kantor dan
didapatkan hasil tekanan darah 240/120mmHg. Pasien langsung dibawa ke RSPAD. Keluhan muntah,
penurunan kesadaran, kejang, demam sebelumnya, gangguan menelan, bicara pelo, riwayat trauma,
gangguan BAB dan gangguan BAK disangkal.
Pasien memiliki riwayat stroke 2 tahun yang lalu dengan keluhan kelemahan anggota gerak
kanan secara tiba-tiba, adapun obat rutin yang diminum pasca stroke pertama ialah sakaneuron. Pasien
juga memiliki riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, obat hipertensi yang dikonsumsi ialah
amlodipine namun pasien tidak rutin meminumnya. Pasien memiliki riwayat operasi katarak pada

6
mata kanan sejak 1 tahun yang lalu namun setelah operasi katarak mata kanan pasien mengalami
glaukoma dan penglihatan mata kanannya tidak dapat berfungsi total. Keluarga pasien menyangkal
pasien memiliki riwayat kencing manis, riwayat penyakit jantung disangkal, riwayat trauma kepala
disangkal, riwayat kolesterol tinggi tidak diketahui. Pasien rutin olahraga di pagi hari semenjak
sembuh dari penyakit stroke yang pertama. Pasien tidak pernah mengontrol makanan yang dimakan
seperti makanan berlemak, makanan gorengan, makanan bersantan dan makanan tinggi garam. Pasien
dulu seorang perokok aktif 10 tahun yang lalu, merokok 5 tahun, 1 bungkus perhari. Pasien tidak
pernah mengkonsumsi minuman beralkohol.
Di keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit stroke dan penyakit kencing
manis, tetapi terdapat penyakit hipertensi pada adik pasien.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :


Hipertensi : Sejak 3 tahun yang lalu, minum obat tidak teratur
Diabetes melitus : disangkal
Sakit jantung : disangkal
Trauma kepala : disangkal
Kegemukan : disangkal
Gastritis : disangkal

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA :


Pasien menyangkal

RIWAYAT KELAHIRAN/PERTUMBUHAN/PERKEMBANGAN :
Dalam batas normal

III. PEMERIKSAAN (4-5-2017 14.00 WIB)


STATUS INTERNUS
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Gizi : Cukup (BB= 68 kg, TB= 165 cm, IMT= 22,0)
Tanda vital :
Tekanan darah : 200 / 100 mmHg
Nadi : 74 x / menit
Pernafasan : 20 x /menit
Suhu : 36,5 C
Limfonodi : Tidak teraba membesar
Jantung : BJ I - II reguler, gallop (-), murmur (-)
Paru : Suara napas vesikuler, wheezing (-), rhonki (-)

7
Hepar : Tidak teraba pembesaran
Lien : Tidak teraba pembesaran
Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada edema

STATUS PSIKIATRI
Tingkah laku : tenang
Perasaan hati : normotim
Orientasi :
o Tempat : baik
o Waktu : baik
o Orang : baik
Jalan pikiran : koheren
Daya ingat : jangka panjang dan jangka pendek baik

STATUS NEUROLOGI
Kesadaran : Compos Mentis, GCS: 15 ( E4M6V5 )
Sikap tubuh : Berbaring terlentang
Cara berjalan : Tidak dilakukan
Gerakan abnormal : Tidak ada

Kepala
Bentuk : Normocephal
Simetris : Simetris
Pulsasi a.Temporalis : Teraba
Nyeri tekan : Tidak ada

Leher
Sikap : Normal
Gerakan : Bebas
Vertebrae : Dalam batas normal
Nyeri tekan : Tidak ada
Pulsasi a. Carotis : Teraba

TANDA RANGSANG MENINGEAL


Kanan Kiri
Kaku kuduk : (-)
Laseque : (-) (-)

8
Kernig : (-) (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-) (-)

NERVI KRANIALIS
Kanan Kiri
N I ( Olfactorius )
Daya penghidu : Normosmia Normosmia

N II ( Optikus )
Ketajaman penglihatan : 5/6 6/6
Pengenalan warna : Baik Baik
Lapang pandang : Sama dengan pemeriksa
Fundus : Tidak dilakukan

N III ( Occulomotoris )/ N IV ( Trochlearis )/ N VI ( Abducens )


Ptosis : (-) (-)
Strabismus : (-) (-)
Nistagmus : (-) (-)
Exopthalmus : (-) (-)
Enopthalmus : (-) (-)
Gerakan bola mata :
Lateral : (+) (+)
Medial : (+) (+)
Atas lateral : (+) (+)
Atas medial : (+) (+)
Bawah lateral : (+) (+)
Bawah medial : (+) (+)
Atas : (+) (+)
Bawah : (+) (+)
Gaze : (+) (+)

Pupil :
Ukuran pupil : 3 mm 3 mm
Bentuk pupil : bulat bulat
Isokor/anisokor : isokor isokor
Posisi : ditengah ditengah

9
Reflek cahaya langsung : (+) (+)
Reflek cahaya tidak langsung : (+) (+)
Reflek akomodasi/konvergensi: (+) (+)

N V ( Trigeminus )
Menggigit : (+) Kuat
Membuka mulut : Simetris
Sensibilitas atas : (+) (+)
Tengah : (+) (+)
Bawah : (+) (+)
Reflek masseter : ( +) (+)
Reflek zigomatikus : (+) (+)
Reflek kornea : (+) (+)
Reflek bersin : Tidak dilakukan

N VII ( Facialis )
Pasif
Kerutan kulit dahi : Simetris
Kedipan mata : Simetris
Lipatan nasolabial : Asimetris, kiri lebih datar
Sudut mulut : Asimetris, kiri lebih datar
Aktif
Mengerutkan dahi : Simetris
Mengerutkan alis : Simetris
Menutup mata : Simetris
Meringis : Mencong ke kanan
Mengembungkan pipi : Simetris
Gerakan bersiul : Mencong ke kanan
Daya pengecapan lidah 2/3 depan : Normal
Hiperlakrimasi : Tidak ada
Lidah kering : Tidak ada

N VIII ( Vestibulocochlearis )
Mendengarkan suara gesekan jari tangan : (+) (+)
Mendengar detik jam arloji : (+) (+)
Test swabach : Tidak dilakukan
Test rinne : Tidak dilakukan

10
Test weber : Tidak dilakukan

N IX ( Glossopharyngeus )
Arcus pharynx : Simetris
Posisi uvula : Di tengah
Daya pengecapan lidah 1/3 belakang : Tidak dilakukan
Reflek muntah : Tidak dilakukan

N X ( Vagus )
Denyut nadi : Teraba, Reguler
Arcus pharynx : Simetris
Bersuara : Baik
Menelan : tidak ada gangguan

N XI ( Accesorius )
Memalingkan kepala : Normal
Sikap bahu : Simetris
Mengangkat bahu : simetris

N XII ( Hipoglossus )
Menjulurkan lidah : Deviasi ke kiri
Kekuatan lidah : (+/+)
Atrofi lidah : Tidak ada
Artikulasi : Disatria (-)
Tremor lidah : Tidak ada

MOTORIK
Gerakan : bebas terbatas
bebas terbatas
Kekuatan : 5 5 5 5 3 3 3 4
5 5 5 5 4 4 4 4

Tonus : normotonus normotonus


Trofi : eutrofi eutrofi

11
REFLEK FISIOLOGI
Reflek tendon
o Reflek bicep : (+) (+)
o Reflek tricep : (+) (+)
o Reflek patella : ( + +) (+)
o Reflek achilles: (+) (+)
Reflek periosteum : tidak dilakukan
Reflek permukaan
Dinding perut : (+)
Cremaster : tidak dilakukan
Spincter ani : tidak dilakukan

REFLEK PATOLOGIS
Kanan Kiri
Hoffman tromer : (-) (-)
Babinski : (-) (+)
Chaddok : (-) (-)
Oppenheim : (-) (-)
Gordon : (-) (+)
Schafer : (-) (-)
Klonus paha : (-) (-)
Klonus kaki : (-) (-)

SENSIBILITAS
Eksteroseptif
Nyeri : (+) (+)
Suhu : (+) (+)
Taktil : (+) (+)
Propioseptif
Posisi : (+) (+)
Vibrasi : Tidak dilakukan
Tekanan dalam : (+) (+)

KOORDINASI DAN KESEIMBANGAN


Test romberg : tidak dilakukan
Test tandem : tidak dilakukan
Test fukuda : tidak dilakukan

12
Disdiadokokenesis : baik
Rebound phenomen : tidak dilakukan
Test tunjuk hidung : baik
Test telunjuk-telunjuk : baik
Test tumit lutut : tidak dilakukan
FUNGSI OTONOM
Miksi (terpasang kateter urin)
Inkontinentia : tidak ada kelainan
Retensi : tidak ada kelainan
Anuria : tidak ada kelainan

Defekasi
Inkontinentia : tidak ada kelainan
Retensi : tidak ada kelainan

FUNGSI LUHUR
Fungsi bahasa : baik
Fungsi orientasi : baik
Fungsi memori : baik
Fungsi emosi : baik
Fungsi kognisi : baik

RESUME
Anamnesis
Tn. A datang ke IGD RSPAD Gatot Soebroto dirujuk dari RS Annisa Cikarang dengan kelemahan
anggota gerak kanan secara tiba-tiba sejak 10 jam SMRS. Kejang (+) terjadi 1x, lama 5 menit,
berbicara pelo (+), nyeri kepala (+), muntah (+) 10x, penurunan kesadaran (+). Di RS Annisa
tekanan darah pasien 220/100, dan dilakukan pemeriksaan CT-scan dengan hasil terdapat perdarahan
di otak, dirujuk ke RSPAD GS dengan alasan tidak memiliki spesialis Bedah Saraf. Keluhan demam
(-), gangguan menelan (-), gangguan BAB dan BAK (-). Riwayat stroke 2 tahun yang lalu dengan
keluhan kelemahan anggota gerak kanan secara tiba-tiba, obat rutin yang diminum pasca stroke
pertama ialah sakaneuron. Riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, obat yang dikonsumsi ialah
amlodipine namun pasien tidak rutin meminumnya. Riwayat operasi katarak pada mata kanan sejak 1
tahun lalu, setelah operasi mata kanan mengalami glaukoma dan penglihatan mata kanan tidak dapat
berfungsi total. Riwayat kencing manis (-), riwayat penyakit paru (-), riwayat penyakit jantung (-),
kolesterol tinggi tidak diketahui, riwayat trauma kepala (-). Rutin olahraga di pagi hari, namun tidak

13
pernah mengontrol makanan yang dimakan seperti makanan berlemak, makanan gorengan dan
makanan bersantan. Pasien dulu seorang perokok aktif 10 tahun yang lalu, merokok 5 tahun, 1
bungkus perhari. Pasien tidak pernah mengkonsumsi minuman beralkohol.
Di keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit stroke dan penyakit kencing
manis, tetapi terdapat penyakit hipertensi pada adik pasien.
Pemeriksaan
Status internus : Dalam batas normal
Status neurologis
Kesadaran : Somnolen GCS : 12 ( E3M5V4 )
Tekanan darah : 180/ 100 mmHg
Nadi : 78x/ menit

Nervi Cranialis VII :


Pasif
Lipatan nasolabial : asimetris, kanan lebih datar
Sudut mulut : asimetris, kanan lebih jatuh
Aktif
Meringis : Asimetris, sisi kanan tertinggal
Mengembungkan pipi : Asimetris, kiri lebih menggembung

Nervi Cranialis XII


Menjulurkan lidah : Deviasi ke kanan
Kekuatan lidah : asimteris, kanan lebih lemah
Artikulasi : Disatria

Motorik :
Gerakan : terbatas bebas
terbatas bebas
Kekuatan : 3 3 3 3 5 5 5 5
3 3 3 3 5 5 5 5

Reflek fisiologis : refleks patella (++)

Reflek patologis :
o Hoffman tromer : (-) (-)
o Babinski : (-) (-)
o Chaddok : (-) (-)

14
o Oppenheim : (-) (-)
o Gordon : (-) (-)
o Schafer : (-) (-)

Penilaian skor stroke

Algoritma Stroke Gajah Mada


Penurunan kesadaran (+)
Nyeri kepala (+)
Refleks Babinsky (-)
Kesan : Stroke hemoragik

Algoritma Siriraj
Kesadaran (1 x 2.5) + muntah (1 x 2) + nyeri kepala (1 x 2) + tekanan darah (100 x 10%) - ateroma
(0 x -3) - 12 = 4,5
Kesan : Stroke haemoragik

Djoenaedi Stroke Score


Permulaan serangan sangat mendadak : 6,5
Waktu serangan saat aktivitas : 6,5
Sakit kepala waktu serangan hebat : 7,5
Muntah mendadak (beberapa menit-jam) : 7,5
Kesadaran menurun mendadak : 10
Tekanan darah sistolik waktu MRS sangat tinggi : 7,5
Tanda rangsang selaput otak tidak ada : 0
Pupil isokor : 5
Fundus okuli tidak dilakukan : - +
Total score : 55,5
Kesan : Stroke Haemoragik

DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Hemiparese dextra tipe UMN; Parese N.VII dextra tipe sentral;
Parese N. XII dextra.
Diagnosis topik : Hemisfer cerebri sinistra
Diagnosis etiologi : Stroke Hemoragik

15
TERAPI
Medikamentosa :
IVFD Asering 3000 cc / 24 jam
Perdipine 0,3 = 5,4 mg/ml
Proteksi neuronal : Citikolin inj. 2 X 500 mg
Manitol 4 x 125 cc (tanggal 24-29), 2 x 100 cc (tanggal 30), 1 x 100 cc (tanggal 31)
Amlodipin 2 x 5 mg (po)
Valsartan 1 x 80 mg/hari (po)
Neuralgad 2 x 1 (K/P)
Asam traneksamate 3 x 1 amp
Non medikamentosa :
Head Up 30 o
Pasang NGT dan cateter urin

PEMERIKSAAN ANJURAN
Laboratorium : Darah : Hb, Ht, leukosit, trombosit
Kimia : Ureum, kreatinin, kolesterol, trigliserida, gula darah
Elektroit : Na, K, Cl, Ca, Mg
EKG
Foto thoraks
Ct-Scan Kepala
MRI Kepala

PROGNOSA
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia malam
Ad sanam : Dubia malam
Ad cosmeticum : Dubia malam

Hasil Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan 24- 3- 2017 Rujukan
Hemoglobin 15,4 13-18 g/dL
Hematokrit 33.8 40-52 %
Eritrosit 5,2 4.36.0 jt/uL
Leukosit 10950 4800-10800/uL

16
Trombosit 187000 150000-400000/uL
MCV 83 80-96 fl
MCH 30 27-32 pg
MCHC 36 32-36 g/Dl
Ureum 23 20 50 mg/dL
Kreatinin 1.1 0,5 -1,5 mg/dL
Natrium 142 135 145 mEq/L
Kalium 3,3* 3,5 5,3 mEq/L
Klorida 105 97 107 mEq/L
GDS 149* < 140 mg/dL

URINALISIS
Sedimen urin
leukosit 2-3-2 < 5 / LPB
eritrosit 15-10-15 < 2 / LPB
silinder - -
epitel + +
kristal - -
lain-lain -

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 27-03-2017


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Bilirubin total 1,00 < 1,5 mg/dl


Bilirubin direk 0,40 < 0,3 mg/dl
Bilirubin indirek 0,60 <1,1 mg/dl
SGOT 19 < 35 U/L
SGPT 17 < 40 U/L
Protein total 6,1 6 8,5 g/dl
Albumin 3,7 3,5-5,0 g/dl
Globulin 2,4 2,5 3,5 g/dl
Kolesterol total 185 < 100 mg/dl
Trigliserida 67 < 160 mg/dl
Kolesterol HDL 52 > 35 mg/dl
Kolesterol LDL 120* < 100 mg/dl

17
Ureum 24 20-50 mg/dl
Kreatinin 0,8 0,5-1,5 mg/dl
Asam Urat 2,7* 3,4-7,0 mg/dl
Glukosa darah (puasa) 95 70-100 mg/dl
Glukosa darah (2 jam PP) 97 <140 mg/dl

CT-scan 24-03-2017

Kesan :
Perdarahan parietal posterior kiri 30 cc,
Lesi infark paraventrikel bilateral kiri,
Tak tampak herniasi.

Foto Thorax PA/AP 24-03-2017


Kesan : kardiomegali

18
BAB III
Analisa Kasus

Diagnosis pada pasien ini adalah :


Diagnosa Klinis : Hemiparese dekstra tipe UMN; parese Nervus VII dekstra tipe sentral;
parese N XII dekstra.
Diagnosa Topis : Hemisfer serebri sinistra
Diagnosa Etiologi : Stroke hemoragik.
Hal ini berdasarkan:
Tn D 67 tahun datang ke IGD RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan kelemahan
anggota gerak kanan secara tiba-tiba. Dan pada pemeriksaan kekuatan motorik
didapatkan kaki dan tangan kanan dalam derajat 3, dimana pasien bisa melawan gravitasi
tapi belum mampu melawan tahanan ringan. Dengan keadaan seperti ini, maka pasien
mengalami suatu hemiparese dekstra. Kelemahan pada anggota gerak ini disebabkan
adanya gangguan pada traktus piramidalis. Selanjutnya kita perlu menentukan
apakah hemiparese ini disebabkan uper motor neuron (UMN) atau lower motor
neuron (LMN). Upper motor neuron dicirikan adanya spastis, hipertoni,
hiperrefleks, refleks patologis meningkat dan tidak ada atrofi sedangkan pada lesi
LMN motorik flaccid, hipotonus, refleks fisiologis menurun, refleks patologis
negatif dan atrofi pada otot. Pada kasus ini terjadi hiperrefleks dan refleks
patologis negatif sedangkan tonus normal dan tidak ada atrofi ini merupakan ciri
dari lesi pada UMN.
Selain itu mulut pasien juga tertarik ke arah kanan saat aktif. Hal ini didukung oleh
pemeriksaan neurologis saraf cranial ketujuh, yaitu pada keadaaan pasif kerutan kulit dahi
dan kedipan mata simetris, sedangkan lipatan nasolabial serta sudut mulut asimetris. Pada
keadaan aktif seperti meringis dan mengembungkan pipi terlihat asimetris, dimana
terlihat mulut sisi kanan tertinggal dan pasien tidak bisa menggembungkan pipi sebelah
kanan. Keadaan ini menunjukan adanya kelemahan dari muskulus oblikularis oris dekstra
yang dipersarafi oleh nervus kranialis ketujuh. Selanjutnya keluhan N.VII sentral
dipilih karena pada pemeriksaan fisik pasien masih dapat mengerutkan dahi dan
alis serta menutup mata tapi kurang dapat mengangkat mulut. Hal ini disebabkan

19
pada bagian setengah atas, otot wajah masih mendapatkan persarafan bilateral
pada N.VII kontralateralnya.
Diagnosis dari parese N.XII dekstra dipilih berdasarkan anamnesis diketahui
pasien berbicara pelo yang artinya ada gangguan dari artikulasi dan pada
pemeriksaan nervus kranial N.XII dekstra saat inspeksi ditemukan lidah tidak
simetris kanan dan kiri, lidah cenderung lebih mencong ke kanan.
Diagnosis topis : hemisfer cerebri sinistra
Berdasarkan diagnosis klinis maka didapatkan bahwa pasien mengalami
hemiparese dekstra tipe UMN maka kelainan ini bisa berasal dari medula
spinalis ataupun pada otak, karena ada keterlibatan dari parese dari N.VII
sentral dekstra dan juga parese N.XII dekstra maka dapat dipastikan bahwa
lesi yang terjadi pada otak, dan karena persarafan dari korteks motorik terjadi
secara kontralateral maka dicurigai bahwa kelainan tejadi pada hemisfer
cerebri sinistra karena hemiparese terjadi pada sebelah kanan.
Kelemahan yang terjadi pada pasien ini terjadi karena suatu stroke, hal ini dapat dilihat
dari gejala klinisnya dimana onsetnya bersifat mendadak dengan gejala klinis fokal
berupa parese dan global berupa penurunan kesadaran.
Stroke yang terjadi adalah tipe hemoragik. Dimana dua dari tiga kriteria menurut
Algoritma Stroke Gadjah Mada ditemukan pada pasien ini yaitu adanya penurunan
kesadaran, nyeri kepala. Serta didukung juga dari hasil penghitungan dari Djoenaedi
Stroke Score sebesar 55,5 dan Siriraj Stroke Score sebesar 4,5 memberi kesan untuk
Stroke Hemoragik. Didukung juga setelah adanya hasil dari CT-Scan kepala yang
menunjukkan adanya perdarahan parietal posterior kiri 30 cc, lesi infark paraventrikel
bilateral kiri, tak tampak herniasi.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien ini :
Medikamentosa :
IVFD Asering 3000 cc / 24 jam
Perdipine 0,3 = 5,4 mg/ml
Proteksi neuronal : Citikolin inj. 2 X 500 mg
Manitol 4 x 125 cc (tanggal 24-29), 2 x 100 cc (tanggal 30), 1 x 100 cc (tanggal 31)
Amlodipin 2 x 5 mg (po)
Valsartan 1 x 80 mg/hari (po)
Neuralgad 2 x 1 (K/P)

20
Asam traneksamat 3x1 amp (iv)

Non medikamentosa :
Fisiotherapi
Penatalaksaan dilakukan berdasarkan :
Penatalaksanaan stroke harus diawali dengan mempertahankan fungsi vital dengan
5B ( Breathing, Blood, Brain, Bladder, Bowel). Pada dasarnya penatalaksanaan
umum 5B tetap dilakukan khusuanya pada awal kejadian, namun saat diperiksa pada
pasien sudah tidak ditemukan adanya kesulitan dalam bernafas, tekanan darah cukup
stabil, suhu afebris, tanda-tanda peningkatan TIK tidak ada, tidak ada kesulitan
menelan, serta gangguan miksi dan defekasi tidak ada. Sehingga terapi yang dipilih
saat ini adalah :
Pada pasien ini diberikan IVFD Asering 3000 cc per 24 jam untuk memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit, serta untuk memasukkan obat melalui vena.
Perdipine dan amlodipine adalah obat penghambat kanal kalsium yang
digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi (hipertensi). Obat ini
membantu melemaskan pembuluh darah jantung dan meningkatkan pasokan
darah dan oksigen dan di waktu yang sama juga mengurangi beban kerja
jantung.
Valsartan adalah kelompok obat antagonis angiotensin II. Obat ini berguna
untuk mengobati hipertensi dengan mekanisme menghambat efek dari
senyawa kimia yang disebut angiotensin II. Angiotensin II memiliki efek
mempersempit pembuluh darah, jadi dengan menghambat efek senyawa ini,
valsartan akan mengendurkan dan melebarkan pembuluh darah. Akibatnya,
tekanan darah akan menurun dan jantung lebih mudah memompa darah ke
seluruh tubuh, serta meningkatkan pasokan darah dan oksigen ke jantung.
Obat golongan neuro protektor juga diberikan, pada kasus ini diberikan citicholin
injeksi 2x500 mg untuk melindungi sel-sel otak dan meningkatkan aliran darah ke
otak. Bekerja dengan memperbaiki membran sel dengan cara menambah sintesa
phospatidylcholine, menghambat terbentuknya radikal bebas dan juga menaikkan
sintesis asetilkolin suatu neurotransmitter untuk fungsi kognitif.
Asam traneksamat mekanismenya secara kompetitif menghambat bahan-bahn
activator yang mengubah plasminogen menjadi enzim plasmin proteolitik sehingga
mencegah perdarahan ulang.

21
Penatalaksanaan mobilisasi bertahap dan fisioterapi berguna untuk memperbaiki
fungsi motorik dan mencegah kontraktur sendi.
Pengobatan yang cepat dan tepat diharapakan dapat menekan mortalitas dan
mengurangi kecacatan. Tujuan utama pengobatan adalah mencegah progresivitas dan
mencari dan menghilangkan faktor predisposisi.
Pemeriksaan Anjuran
Laboratorium :
Pemeriksaan darah lengkap dan kimia darah dilakukan untuk mencari faktor risiko,
Elektrolit untuk mencari apakah terjadi kekurangan atau kelebihan dari masing-
masing unsur.
EKG dilakukan untuk melihat apakah ada kelainan jantung.
Foto thoraks untuk mengetahui adanya cardiomegali akibat hipertensi yang sudah
diderita pasien sebelumnya, dan untuk mencari apakah ada infeksi seknder akibat
berbaring lama.
MRI dan CT-Scan kepala untuk menentukan etiologi dan prognosis dari penyakit
stroke.

Prognosis
Untuk prognosis ad vitam adalah ad bonam karena pemeriksaan tanda vital, keadaan
umum dan kesadaran pasien dalam keadaan stabil.
Prognosis ad fungsionam dubia ad malam karena pada pasien ini ditemukan adanya
lesi hemoragik yang ukurannya cukup luas namun tidak dilakukan tindakan operatif
sehingga biasanya menyebabkan sequele berupa kecacatan, sehingga kemungkinan
besar fungsi motorik tidak kembali seperti semula. Namun masih mungkin untuk
terjadinya perbaikan bila pasien termotivasi dengan baik untuk melakukan fisioterapi
dengan baik.
Untuk ad sanam dubia malam karena kelumpuhan yang terjadi mungkin saja memjadi
kendala bagi pasien dalam kehidupannya sehari-hari. Hal ini dapat menjadi baik
maupun buruk tergantung kepada kejiwaan pasien yang mungkin saja panik, sedih,
cemas dan marah. Dengan demikian perlu dilakukan pendekatan psikologik.
Prognosis ad cosmeticum dubia ad malam karena melihat perkembangan pada bibir
yang terlihat tertarik ke kanan dan lidah mencong ke kanan.

22
BAB V
Tinjauan Pustaka
Pendahuluan

Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak dengan
awitan akut, disertai manifestasi klinis berupa defisit neurologis dan bukan sebagai akibat
tumor, trauma ataupun infeksi susunan saraf pusat.1 Stroke dengan defisit neurologic yang
terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik
disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang menyebabkan turunnya suplai
oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi. Munculnya tanda dan gejala
fokal atau global pada stroke disebabkan oleh penurunan aliran darah otak. Oklusi dapat
berupa thrombus atau emboli yang menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada salah satu
daerah percabangan pembuluh darah di otak tersebut. Stroke hemoragik dapat berupa
perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid.2
Stroke merupakan penyebab kematian kecacatan nomor satu didunia dan penyebab
kematian nomor tiga didunia. Duapertiga stroke terjadi di negara berkembang. Pada
masyarakat barat, 80% penderita mengalami stroke iskemik dan 20% mengalami stroke
hemoragik. Insiden stroke meningkat seiring dengan pertambahan usia.1

Pengertian Stroke
Definisi stroke menurut (World Health Organization) WHO, adalah tanda-tanda klinis yang
berkembang secara cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-
gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular.3

Anatomi
Otak manusia beratnya 2% dari berat badan manusia, terletak didalam cranium yang
kuat dan dilapisi oleh selaput otak yang bernama meningeal. Otak terbagi menjadi 2
hemisfer, kanan dan kiri dimana kedua hemisfer dibatasi oleh falks serebri.4
Otak terbagi menjadi 3 bagian utama :

23
1. Cerebrum (otak besar)
Cerebrum terbagi menjadi 4 lobus antara lain :
- Lobus frontalis : area motoris (Brodmann 4,6), area bahasa broca (Brodmann 44,
45), area conjugate mata (Brodmann 8) dan area kepribadian dan kognisi (konveks
basal).
- Lobus parietalis : area sensorik (Brodmann 3,1,2 )
- Lobus temporalis : area bahasa Wernicke (Brodmann 22), area emosi (system
limbic), area pembauan (Brodmann 28) dan area pendengaran (Brodmann 41, 42)
- Lobus oksipitalis : area penglihatan (Brodmann 17, 18, 19) dan pemahaman
warna.
2. Cerebellum (otak kecil) fungsinya untuk koordinasi gerakan motoric volunteer,
keseimbangan (bersama system vestibular, propioseptik dan visual), tonus otot dan
memori (terutama memori konstruktif).4
3. Brain stem/batang : pusat formasio retikularis sebagai penggalak kesadaran, pusat
traktus asenden dan desenden, inti nervus cranialis, pusat system otonom. Lintasan
saluran LCS.
Batang otak terbagi menjadi :
- Mesencephalon (inti nervus III, IV)
- Pons (Inti nervus V, VI, VII)
- Medulla oblongata (Inti nervus IX, X, XI, XII)

Gambar 1. Pembagian otak5


Suplai Darah
Suplai darah serebral dari arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Arteri karotis
interna pada kedua sisi menghantarkan darah ke otak melalui percabangan utamanya, arteri
serebri media dan arteri serebri anterior serta arteri khoroidalis anterior (sirkulasi anterior).
Kedua arteri vertebralis bergabung digaris tengah pada batas kaudal pons untuk membentuk

24
arteri basilaris, yang menghantarkan darah ke batang otak dan serebelum, serta sebagian
hemisfer serebri melalui cabang terminalnya arteri serebri posterior (sirkulasi posterior).
Sirkulasi anterior dan posterior berhubungan satu dengan yang lainnya melalui sirkulasi
arteriosus Willisi. Terdapat pula banyak hubungan anastomosis lain diantara arteri-arteri yang
mendarahi otak, dan antara sirkulasi intracranial dan ekstrakranial, sehingga oklusi pada
sebuah pembuluh darah besar tidak selalu menimbulkan stroke karena jaringan otak dibagian
distal oklusi mungkin mendapatkan perfusi yang adekuat dari pembuluh darah kolateral.
Darah vena otak mengalir dari vena profunda serebri dan vena superfisialis serebri menuju
sinus venosus duramater, dan dari sini menuju vena jugularis interna kedua sisi.5

Gambar 2. Vaskularisasi otak (circulus Willisi)5

Gangguan jangka panjang pada aliran darah kesalah satu bagian otak menyebabkan
hilangnya fungsi dan akhirnya terjadi nekrosis iskemik dijaringan otak (infark serebri).
Iskemia serebri umumnya bermanifestasi sebagai defisit neurologi dengan onset tiba-tiba
(stroke), akibat hilangnya fungsi bagian otak yang terkena. Namun, kadang-kadang defisit
muncul secara bertahap dan bukan tiba-tiba. Penyebab iskemia tersering pada sisi arteri
sirkulasi serebral adalah emboli (biasanya berasal dari jantung atau dari plak ateromatosa,
misalnya diaorta atau bifurkasio karotidis) dan oklusi langsung pembuluh darah yang
berukuran kecil atau menengah oleh arteriosclerosis (mikroangiopati serebral, biasanya akibat
hipertensi). Iskemia serebral juga dapat terjadi akibat gangguan drainase vena (thrombosis
vena serebral vena atau thrombosis sinus venous).

25
Penyebab lain sindrom stroke adalah perdarahan intracranial, yang dapat terjadi diparenkim
otak itu sendiri (perdarahan intraserebral) atau ke kompartemen meningeal disekitarnya
(perdarahan atau hematoma subarachnoid, subdural, dan epidural).
Suplai darah medulla spinalis terutama diperoleh dari arteri spinalis anterior yang tidak
berpasangan dan sepasang arteri spinalis posterolateralis. Arteri spinalis anterior menerima
kontribusi dari berbagai arteri segmentalis. Seperti pada otak, medulla spinalis dapat
mengalami kerusakan akibat perdarahan atau iskemia yang berasal dari arteri atau vena.5
Klasifikasi Stroke
1. Stroke Iskemik
Lesi iskemik parenkim otak disebabkan oleh gangguan suplai darah otak yang
persisten, biasanya baik oleh blockade pembuluh darah yang memberikan suplai (arterial)
atau yang lebih jarang oleh hambatan aliran vena yang menyebabkan stasis darah diotak,
dengan gangguan sekunder penghantaran oksigen dan nutrient.5
System saraf pusat memiliki kebutuhan energi yang sangat tinggi yang hanya dapat
dipenuhi oleh suplai substrat metabolic yang terus menerus dan tidak terputus. Pada
keadaan normal, energy tersebut semata-mata berasal dari metabolisme aerob glukosa.
Otak tidak memiliki persediaan energi untuk digunakan saat terjadi potensi gangguan
penghantaran substrat. Jika tidak mendapatkan glukosa dan oksigen dalam jumlah cukup,
fungsi neuron akan menurun dalam beberapa detik. Kebutuhan aliran darah minimal
untuk memelihara strukturnya adalah sekitar 5-8 ml per 100 gr/menit (pada jam pertama
iskemik). Sebaliknya kebutuhan aliran darah minimal untuk berlanjutnya fungsi adalah 20
ml per 100 gr/menit. Karena itu dapat terlihat adanya defisit fungsional tanpa terjadinya
kematian jaringan (infark). Jika aliran darah yang terancam kembali pulih dengan cepat,
seperti oleh trombolisis spontan atau secara terapeutik, jaringan otak tidak rusak dan
berfungsi kembali seperti sebelumnya yaitu defisit neurologis sempurna. Hal ini
merupakan rangkaian kejadian transient ischemic attack (TIA), yang secara klinis
didefinisikan sebagai defisit neurologis sementara dengan durasi tidak lebih dari 24 jam.
80% dari seluruh TIA berlangsung sekitar 30 menit. TIA pada arteri serebri media sering
ditemukan pasien mengeluhkan parestesia dan defisit sensorik kontralateral sementara,
serta kelemahan sementara.5
Defisit neurologis akibat iskemia kadang-kadang dapat berkurang meskipun telah
berlangsung selama lebih dari 24 jam dan sembuh sempurna dalam waktu kurang dari 3
minggu, yang disebut dengan PRIND (prolonged reversible ischemic neurological
deficit). Jika hipoperfusi menetap lebih lama daripada yang dapat ditoleransi oleh jaringan

26
otak, terjadi kematian sel. Stroke iskemik tidak reversible. Pada pasien dengan infark
yang meluas yang menyertainya, tanda klinis hipertensi intracranial yang mengancam
jiwa seperti sakit kepala, muntah dan gangguan kesadaran harus diamati dan diterapi
dengan sesuai.5

Penyebab stroke iskemik :


- Infark emboli
Delapan puluh persen stroke iskemik disebabkan oleh emboli. Bekuan darah atau
serpihan debris yang lepas dari plak ateromatosa didinding pembuluh darah besar
ekstrakranial, terbawa oleh aliran darah ke otak, dan menjadi sumbatan didalam
lumen end artery fungsional. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul
kurang dari 10-30 detik. Oklusi embolik proksimal pada trunkus utama arteri serebri
menyebabkan infark luas pada seluruh teritori pembuluh darah tersebut (infark
tentorial). Sebagian besar emboli berasal dari lesi ateromatosa bifurkasio karotidis
atau dari jantung.5 Gejala klinisnya defisit neurologis dalam waktu yang sangat
singkat yakni < 5 menit (47-74%), penurunan kesadaran pada saat onset dalam (19-
31%), defisit hemisfer yang luas, dan sering terjadi pada saat aktivitas, didapat pasien
penyebab berikut atau faktor resiko : jantung (atrial fibrilasi, kelainan katub dll),
vascular (stenosis arteri kritis) dan darah (hiperkoagulabilitas).
- Thrombosis
Stroke thrombosis disebabkan oleh oklusi mendadak dari pembuluh darah yang
mensuplai otak. Oklusi tejadi baik karena suatu thrombus yang terbentuk langsung
dilokasi oklusi. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau
bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan
tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia serebri. Tanda dan gejala neurologis
sering kali memburuk dalam 48 jam setelah terjadinya thrombosis. Penyakit vascular
utama yang menimbulkan penyumbatan adalah Aterosklerosis. Aterosklerosis
merupakan penyakit arteri-arteri besar, dari aorta sampai dengan arteri-arteri yang
berdiameter 2 mm. Secara klinis aterosklerosis termasuk penyakit pembuluh darah
yang terpenting oleh karena yang terkena proses aterosklerosis adalah terutama arteri-
arteri jantung dan otak. Karena aterosklerosis menyempitkan lumen, maka aliran
darah distal terhadap tempat penyempitan lumen itu, selalu jadi kecil.6

27
Manifestasi Klinis :
Manifestasi klinis bergantung pada neuroanatomi dan vaskularisasinya. Gejala klinis dan
defisit neurologik yang ditemukan berguna untuk menilai iskemik.1
- Gangguan peredaran darah arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan
hemihipestesi kontralateral yang terutama melibatkan tungkai, gangguan mental,
gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh, ketidakmampuan dalam
mengendalikan buang air dan bisa terjadi kejang-kejang.1
- Gangguan peredaran darah arteri serebri media menyebabkan hemiparesis dan
hemipestesi kontralateral yang terutama mengenai lengan disertai gangguan fungsi
luhur berupa afasia (bila mengenai area otak dominan) atau hemispatial neglect (bila
mengenai area otak nondominan).1
- Gangguan peredaran darah arteri karotis interna menyebabkan buta mendadak
(amaurosis fugaks), ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan
(disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan.
- Gangguan peredaran darah arteri serebri posterior menimbulkan hemianopsi homonym
atau kuadrantanopsi kontralateral tanpa disertai gangguan motorik maupun sensorik.
Gangguan daya ingat terjadi bila infark pada lobus temporalis medial. Aleksia tanpa
agrafia timbul bila infark terjadi pada korteks visual dominan dan splenium korpus
kolosum. Agnosia da prosopagnosia (ketidakmampuan mengenali wajah) timbul akibat
infark pada korteks temporooksipitalis inferior.1
- Gangguan peredaran darah batang otak menyebakan gangguan saraf kranial seperti
disartri, diplopia dan vertigo, gangguan serebral, seperti ataksia atau hilang
keseimbangan atau penurunan kesadaran.1
- Infark lacunar merupakan infark kecil dengan klinis gangguan murni motoric atau
sensorik tanpa disertai gangguan fungsi luhur.

2. Stroke Hemoragik
Perdarahan intraserebral (PIS) : perdarahan primer yang berasal dari pembuluh darah
dalam parenkim otak.1 Penyebab dari PIS dapat dibagi menjadi dua :
- Perdarahan hipertensif
Penyebab tersering perdarahan intracranial adalah hipertensi arterial. Peningkatan
tekanan darah patologis merusak dinding pembuluh darah arteri yang kecil
meyebabkan mikroaneurisma (aneurisma Charcot) yang dapat rupture spontan.
Lokasi predileksi untuk perdarahan serebral hipertensif adalah ganglia basalis,
28
thalamus, nucleus serebri dan pons. Substansia alba serebri yang dalam sebaliknya
jarang terkena. Manifestasi perdarahan intraserebral bergantung pada lokasinya.
Perdarahan ganglia basalis dengan kerusakan kapsula interna biasanya
menyebabkan hemiparesis kontralateral berat sedangkan perdarahan pons
menimbulkan tanda-tanda batang otak. Rupture intraventikularis perdarahan
intraserebral dapat menyebabkan hidrosefalus, baik melalui obstruksi aliran
ventricular dengan bekuan darah atau dengan gangguan resorpsi LCS dari
granulasiones araknoidales. Jika ada hidrosefalus makin meningkatkan tekanan
intrkranial.5
- Perdarahan intraserebral nonhipertensif
Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh banyak penyebab selain hipertensi
arterial. Penyebab yang paling penting adalah malformasi arteriovenosus, tumor,
aneurisma, penyakit vaskuler yang meliputi vaskulitis dan angiopati amyloid dan
obstruksi aliran vena. Perdarahan intraserebral kemungkinan disebabkan oleh
sesuatu selain hipertensi arterial apabila tidak ditemukan lokasi predileksi untuk
perdarahan hipertensi atau bila pasien tidak menderita hipertensi arterial.5
Manifestasi klinis :
Pendarahan intraserebral berlaku secara mendadak. Setengah daripada jumlah
penderita mengeluh serangan dimulai dengan nyeri kepala yang berat dan sering sewaktu
melakukan aktivitas. Namun pada penderita yang usianya lebih lanjut nyeri kepalanya lebih
ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi menggambarkan perkembangan yang terus memburuk
daripada perdarahan. Gejala klinis stroke intraserebral meliputi kelemahan atau kelumpuhan
setengah badan, kesemutan, hilang sensasi atau mati rasa setengah badan. Selain itu setengah
orang juga mengalami kesulitan berbicara atau bicara pelo, mulutnya merot ke samping,
merasa bingung, masalah penglihatan, mual, muntah, kejang dan kehilangan kesadaran secara
umum. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan kesadaran menurun, gangguan bicara dan
memahami dan tekanan darah meningkat. Pemeriksaan neurologi ditemukan gangguan N. VII
dan N. XII central, kelemahan atau kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh, hemihiperestesi,
reflex fisiologis pada sisi yang lumpuh meningkat.3
Perdarahan Subaracnoid : keadaan terdapatnya atau masuknya darah kedalam ruang
subaracnoid karena pecahnya aneurisma. Aneurisma merupakan salah satu arteri
didasar otak dan penyebab tersering perdarahan subaracnoid spontan.
- Aneurisma sakular (berry) ditemukan pada titik bifurkasio arteri intracranial.
Aneurisma ini terbentuk pada lesi pada didinding pembuluh darah yang
29
sebelumnya telah ada, baik akibat kerusakan structural (biasanya kongenital),
maupun cedera akibat hipertensi. Lokasi tersering aneurisma sakular adalah arteri
komunikans anterior (40%), bifurkasio arteri serebri media di fisura sylvii (20%),
dinding lateral arteri karotis interna (pada tempat berasalnya arteri oftalmika atau
arteri komunikans posterior 30%)dan basilar tip (10%).5
-
Aneurisma fusiformis pembesaran pembuluh darah yang memanjang (berbentuk
gelondong) yang disebut aneurisma fusiformis. Aneurisma tersebut umumnya
melibatkan segmen intracranial arteri karotis interna, trunkus utama arteri serebri
media dan arteri basilaris. Struktur ini biasanya disebabkan oleh aterosklerosis dan
atau hipertensi dan hanya sedikit yang menjadi sumber perdarahan. Aneurisma
fusiformis yang besar pada arteri basilaris dapat menekan batang otak.5
- Aneurisma mikotik. Dilatasi aneurisma pembuluh darah intracranial kadang-
kadang disebabkan oleh sepsis dengan kerusakan yang diinduksi oelh bakteri pada
didinding pembuluh darah. Aneurisma mikotik kadang-kadang mengalami regresi
spontan, struktur ini jarang menyebabkan perdarahan subaracnoid.
Manifestasi klinis dari perdarahan subarachnoid adalah sakit kepala mendadak
hebat, defisit saraf kranial, hemiparese dan penurunan kesadaran.5

Derajat Manifestasi Klinik


1 Asimptomatik atau nyeri kepala dan kaku kuduk yang ringan
2 Nyeri kepala yang sedang sampai berat, kaku kuduk dan tidak ada
deficit neurologis pada saarf kranial
3 Bingung, penurunan kesadaran, defisit fokal ringan
4 Stupor, hemiparesis ringan sampai dengan berat, deserebrasi, gangguan
fungsi vegetative
5 Koma dalam, deserebrasi, moribound appearance
Tabel 1. Skala Hunt-Hess1

30
Gambar 3. Predileksi tersering stroke3
Urutannya berdasarkan frekuensi yang paling sering:
1. Arteri Carotis Interna
2. Arteri Vertebralis
3. Arteri Serebri Media
4. Arteri Serebri Posterior
5. Arteri Serebri Anterior
6. Arteri Oftalmica
7. Aorta Branch
8. Arteri Basilaris
Iskemia serebri paling sering terjadi di teritori arteri karotis interna. Hal ini biasanya
disebabkan oleh emboli kardiogenik atau oleh emboli arterioarterial yang muncul dari plak
aterosklerotik pada bifurkasio arteri karotis komunis.5
Umumnya perdarahan serebri disebabkan oleh rupture arteri ateromatosa dan paling sering
terjadi pada pasien dengan hipertensi. Perdarahan ini biasanya terjadi pada pasien usia
pertengahan dan sering terjadi akibat rupture arteria lenticulostriata yang berdinding tipis,
cabang arteria cerebri media.10

31
Tabel 2. Perbedaan Perdarahan Intraserebri dan Perdarahan Subarachnoid9

Tabel 1. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Non Hemoragik9

32
Faktor Resiko
Secara umum faktor resiko stroke terbagi menjadi dua yaitu faktor resiko yang dapat
dimodifikasi atau dilakukan tatalaksana antara lain hipertensi, diabetes melitus, dyslipidemia,
merokok, obesitas, serta faktor yang tidak dapat dimodifikasi seperti usia, ras, jenis kelamin.
Faktor yang tidak dapat di ubah Faktor yang dapat di ubah

Usia tua Hipertensi

Jenis kelamin laki-laki Diabetes melitus

Ras Dislipidemia

Riwayat keluarga Merokok

Riwayat stroke sebelumnya Obesitas

Tabel 2. Faktor resiko


Angka kejadian stroke meningkat seiring bertambahnya usia, yaitu 0,4% (usia 18-44
tahun), 2,4% (usia 65-74 tahun), hingga 9,7% (usia 75 tahun atau lebih) sesuai dengan studi
Framingham yang berskala besar. Hal ini disebabkan oelh peningkatan terjadinya
aterosklerosis seiring peningkatan usia yang dihibungkan pula dengan faktor risiko stroke
lainnya, seperti atrial fibrilasi dan hipertensi. AF dan hipertensi sering dijumpai pada usia
lanjut. Laki-laki memliki risiko stroke 1,25-2,5 kali lebih tinggi dibandingkan perempuan.
Namun angka ini berbeda pada usia lanjut. Prevalensi stroke pada penduduk Amerika
perempuan. Berusia > 75 tahun lebih tinggi (84,9%) dibandingkan laki-laki (70,7%).11
Data pasien stroke di Indonesia juga menunjukkan rerata usia perempuan lebih tua
dibandingkan laki-laki. Hal ini dipirkan berhubungan dengan estrogen. Estrogen berperan
dalam pencegahan plak aterosklerosis seluruh pembuluh darah, termasuk pembuluh darah
serebral. Dengan demikina, perempuan pada usia produktif memiliki proteksi terhadap
kejadian penyakit vascular dan aterosklerosis yang menyebabkan kejadian stroke lebih
rendah dibandingkan lelaki. Namun, pada keadaan premonopause dan menopause yang
terjadi pada usia lanjut, produkse estrogen menurun sehingga menurunkan efek proteksi
tersebut. Berdasarkan suku bangsa, didapatkan suku kulit hitam Amerika mengalami risiko
stroke lebih tinggi dibandingkan kulit putih. Insidens stroke pada kulit hitam sebesar 246 per
100.000 penduduk dibandingkan 147 per 100.000 penduduk untuk kulit putih.11

33
Hipertensi merupakan faktor resiko stroke tersering, sebanyak 60% penyandang
hipertensi akan mengalami stroke. Hipertensi dapat menimbulkan stroke iskmeik (50%) dan
maupun stroke perdarahan (60%). Sebanyak 10-30% penyandang DM dapat mengalami
stroke. Suatu studi terhadap 472 pasien stroke selama 10 tahun menunjukkan adanya riwayat
DM pada 10,6% laki-laki dan 7,9% perempuan.11
Secara prospektif merokok dapat meningkatkan perburukan serangan stroke sebesar
3,5 kali dan dihubungkan dengan banyaknya konsumsi rokok. Hal ini dapat disebabkan oleh
beberapa mekanisme. Pertama akibat derivate rokok yang sangat berbahaya, yakni nikotin.
Nikotin diduga berpengaruh pada system saraf simpatis dan proses trombotik. Dengan adanya
nikotin kerja sama saraf simpatis akan meningkat, termasuk jalur simpatis system
kardiovaskular, sehingga akan terjadi peningkatan tekanan darah, denyut jantung, dan
meningkatkannya aliran darah ke otak.
Meskipun tidak seberat yang dilaporkan sebagai penyebab penyakit jantung , salah
satu penelitian observasional menunjukkan hubungan peningkatan kadar lipid plasma dan
kejadian stroke iskemik.11

Diagnosis Stroke
1. Anamnesis
Keluhan utama yang sering menjadi alasan pasien meminta bantuan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi dan
penurunan tingkat kesadaran. Serangan stroke hemoragik sering sekali berlangsung
sangat mendadak pada saat pasien sedang melakukan aktifitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar selain gejala kelumpuhan
separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan
pada tingkat kesadaran dalam hal perubahan didalam intracranial. Keluhan perubahan
perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak
responsive dan koma.
Pada riwayat penyakit dahulu adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya,
diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, penggunaan obat-obat
antikoagulan, aspirin, vasodilator, merokok, penggunaan alcohol dan kegemukan.
Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih lanjut dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.

34
Pengkajian psiko-sosial-spiritual apakah ada dampak yang timbul pada pasien, yaitu
timbul ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra
tubuh). Adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien mengalami kesukaran
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri yang
didapatkan, pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif. Pola penanggulangan stres, pasien biasanya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Pola
tata nilai dan kepercayaan, pasien biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena
tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan atau kelumpuhan pada salah satu sisi. Karena
pasien harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini memberi dampak pada status
ekonomi pasien, karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak
sedikit.9
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran. Suara bicara kadang mengalami
gangguan, yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara, dan tanda-tanda vital :
tekanan darah meningkat dan denyut nadi bervariasi.9
b. Kesadaran
Tingkat kesadaran dapat dibagi atas : kesadaran yang normal (compos mentis),
somnolen (keadaan mengantuk, kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang), sopor
atau stupor (kantuk yang dalam, penderita masih bisa dibangunkan dengan rangsang
yang kuat, namun kesadarannya segera menurun lagi), koma (tidak ada gerakan
spontan, tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang nyeri yang bagaimanapun
kuatnya.7

35
Tabel 3. Glasgow Coma Scale
c. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah, Nadi, Pernapasan dan Suhu
d. Pemeriksaan Saraf Kranial
- Nervus I : biasanya pada pasien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman
- Nervus II : disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensorik primer
diantara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat
pada pasien dengan hemiplegia kiri. Pasien mungkin tidak dapat memakai pakaian
tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian
tubuh.
- N III, IV, VI : apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis sesisi otot-otot
okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral disisi
yang sakit
- Saraf V : pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus,
didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah.
Penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral dan kelumpuhan sesisi otot-otot
pterigoideus internus dan eksternus.
- Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah
tertarik ke bagian sisi yang sehat
- Saraf VIII : tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
- Saraf IX, X : kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut

36
- Saraf XI : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius
- Saraf XII : lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indra
pengecapan normal.

e. Pemeriksaan Motorik :
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan
control volunteer terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas,
gangguan kontrol motor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada motor neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak.
Inspeksi umum didapatkan hemiplegia (paralisis salah satu sisi) karena lesi pada sisi
otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda
yang lain. Fasikulasi didapatkan pada otot-otot ekstremitas, tonus otot didapatkan
meningkat, kekuatan otot, pada penilaian dengan menggunakan nilai kekuatan otot
pada sisi yang sakit didapatkan nilai 0, keseimbangan dan koordinasi, mengalami
gangguan karena hemiparese dan hemiplegia.9

Berdasarkan vaskularisasi otak, maka gejala klinik stroke dibagi atas 2 golongan besar
yaitu :
1. Stroke pada system karotis atau stroke hemisferik
Seperti diketahui, daerah otak yang mendapat darah dari a. karotis interna terutama
lobus frontalis, parietalis, basal ganglia dan lobus temporalis. Gejala timbul sangat
mendadak berupa hemiparesis, hemihipestesi, dan bicara pelo.
Pada pemeriksaan umum :
- Kesadaran : penderita dengan stroke hemisferik jarang menglamai gangguan atau
penurunan kesadaran, kecuali pada stroke yang luas. Hal ini disebabkan karena
struktur anatomi yang menjadi substrat kesadaran yaitu formation retikularis di
garis tengah dan sebagian besar terletak dalam fossa posterior. Oleh karena itu
kesadaran biasanya compos mentis, kecuali pada stroke yang luas.
- Tekanan darah : biasanya tinggi, hipertensi merupakan faktor resiko timbulnya
stroke pada lebih kurang 70% penderita.
- Fungsi vital umumnya baik, jantung harus diperiksa teliti untuk mengetahui
kelainan yang dapat menyebabkan emboli.
- Pemeriksaan neurovascular : langkah pemeriksaan yang khusus ditujukan pada
keadaan pembuluh darah ekstrakranial yang mempunyai hubungan dengan aliran

37
darah otak yaitu : pemeriksaan tekanan darah pada lengan kiri dan kanan, palpasi
nadi karotis pada leher kanan dan kiri dan dilakukan juga auskultasi nadi karotis
interna pada orbita, dalam rangka mencari kemungkinan kelainan pembuluh darah
ekstrakranial.12
- Pemeriksaan saraf otak : pada stroke hemisferik yang terkena :
Gangguan N. fasialis dan N. hipoglosus : tampak paresis N. fasialis tipe
sentral (mulut mencong) dan paresi N. Hipoglosus tipe sentral (bicara pelo)
disertai deviasi lidah sebelum dijulurkan ke arah lesi, dan berlawanan dengan
lesi bila lidah dikeluarkan.
Gangguan konjugat pergerakan bola mata antara lain deviasi konjugae, gaze
paresis ke kiri atau ke kanan dan hemianopia.
- Pemeriksaan motorik selalu terjadi kelumpuhan sebelah anggota badan
(hemiparesis)
2. Stroke pada sisitem vertebro-basilar
Gangguan vaskularisasi pada pembuluh darah vertebrabasilar, tergantung kepada
cabang-cabang system vertebrobasilar yang terkena :
- Cabang-cabang panjang : a. serebri inferior posterior yang jika tersumbat akan
memberikan gejala-gejala sindrom Wallenberg yaitu infark dibagian dorso lateral
tegmentum medulla oblongata
- Cabang-cabang paramedian : sumbatan cabang-cabang yang lebih pendek
memberikan gejala klinik berupa sindroma Weber, hemiparesis alternans dari
berbagai saraf kranial dari mesensefalon atau pons.
- Cabang-cabang tembus memberi gejala-gejala sangan fokal seperti internuclear
ophtalmoplegia (INO).
- Penurunan kesadaran yang cukup berat (dengan diagnosis banding infark
supratentorial yang luas, dalam hal ini yang terkena adalah formation retikularis.
- Kombinasi berbagai saraf otak yang etrganggu disertai vertigo, diplopia dan
gangguan bulbar
- Kombinasi beberapa gangguan saraf otak dan gangguan long-tract sign : vertigo
disertai paresis keempat anggota gerak (ujung-ujung distal). Jika ditemukan long
tract sign pada kedua sisi maka penyakit vertebrobasiler hampir dapat dipastikan.

38
- Gangguan bulbar juga hampir pasti disebebakan karena stroke vertebrobasiler.
Beberapa ciri khusus lain adalah parestesia perioral, hemianopia altitudinal dan
skew deviation.12
Ada suatu penilaian sederhana yang dikenal dengan singkatan FAST (Face, Arms drive,
Speech, dan Three of signs) yang merupakan gejala awal stroke yang harus diwaspadai.
F = Face (wajah)
Wajah tampak mencong sebelah atau tidak simetris. Sebelah sudut mulut tertarik ke
bawah dan lekukan antara hidung ke sudut mulut atas tampak mendatar.
A = Arms Drive (gerakan lengan)
Angkat tangan lurus sejajar kedepan (90 derajat) dengan telapak tangan terbuka ke
atas selama 30 detik. Apabila terdapat kelumpuhan lengan yang ringan dan tidak
disadari penderita, maka lengan yang lumpuh tersebut akan turun (menjadi tidak
sejajar lagi). Pada kelumpuhan yang berat, lengan yang lumpuh tersebut sudah tidak
bisa diangkat lagi bahkan sampai tidak bisa digerakkan sama sekali.
S = Speech (bicara)
Bicara menjadi pelo (artikulasi terganggu) atau tidak dapat berkata-kata (gagu) atau
dapat bicara akan tetapi tidak mengerti pertanyaan orang lain sehingga komunikasi
verbal tidak nyambung.
T = Three of signs (ketiga tanda diatas)
Ada ketiga-tiga gejala yaitu perubahan wajah, kelumpuhan, dan bicara.

Penilaian dengan Score Siriraj dan Gadjah Mada Score1

Tabel 3. Score Siriraj

39
Tabel 4. Score Gadjah Mada
3. Pemeriksaan Penunjang
- Ct-scan non kontras
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke
infark dengan stroke perdarahan.
Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah didapatkan
gambaran hipodense sedangkan pada stroke perdarahan menunjukkan gambaran
hiperdens.

Perdarahan Infark

- Pemeriksaan MRI kepala


MRI lebih sensitif dibandingkan CT scan dalam identifikasi iskemia (karena
tulang tidak menurunkan gambar). Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan
adanya lesi di batang otak (sangat sensitif). MRI dan magnetic resonance
angiography (MRA) sangat membantu dalam menemukan lesi okusif. MRA
memiliki sensitivitas hingga 97% dan spesifisitas hingga 98% bila digunakan
untuk mengidentifikasi oklusi vertebrobasilar.

40
Penatalaksanaan di ruang gawat darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
Oleh karena jendela terapi stroke akut sangat pendek, evaluasi dan diagnosis klinik
harus cepat. Evaluasi gejala dan tanda klinik meliputi:
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan neurologik dan skala stroke
2. Terapi umum
a) Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
Observasi status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan saturasi
oksigen
Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring/ETT, bila > dua
minggu dianjurkan trakeostomi
Pada pasien hipoksia saturasi O2 < 95%, diberi suplai oksigen
Pasien stroke iskemik akut yang non hipoksia tidak perlu terapi O2
b) Stabilisasi hemodinamik
Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik)
Optimalisasi tekanan darah
Bila tekanan darah sistolik < 120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, dapat
diberikan obat-obat vasopressor titrasi dengan target TD sistolik 140 mmHg
Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama
Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi
c) Pemeriksaan awal fisik umum
Tekanan darah
Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan neurologi umum awal:
1. Derajat kesadaran
2. Pemeriksaaan pupil dan okulomotor
3. Keparahan hemiparesis
d) Pengendalian peninggian TIK
Pemantauan ketat terhadap risiko edema serebri harus dilakukan dengan
memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik pada hari pertama
stroke

41
Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan pasien yang
mengalami penurunan kesadaran.
Sasaran terapi TIK < 20 mmHg
Elevasi kepala 20-30
Hindari penekanan vena jugulare
Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
Hindari hipertermia
Jaga normovolemia
Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama > 20 menit,
diulangi setiap 4-6 jam, kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis inisial 1
mg/kgBB IV
Intubasi untuk menjaga normoventilasi.
Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik
serebelar
e) Pengendalian Kejang
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti fenitoin loading
dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit. Pada stroke
perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi profilaksis, selama 1
bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila kejang tidak ada.
f) Pengendalian suhu tubuh
Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika dan
diatasi penyebabnya. Beri Asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5C.
g) Pemeriksaan penunjang
EKG
Laboratorium: kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan faal hemostasis, KGD,
analisa urin, AGDA dan elektrolit
Bila curiga PSA lakukan punksi lumbal
Pemeriksaan radiologi seperti CT scan dan rontgen dada

Penatalaksanaan umum di ruang rawat inap


1. Cairan
Berikan cairan isotonis seperti 0,9 % salin, CVP pertahankan antara 5-12 mmHg
Kebutuhan cairan 30 ml/kgBB

42
Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah
pengeluaran cairan yanng tidak dirasakan.
Elektrolit (Na, K, Ca, Mg) harus selalu diperiksaa dan diganti bila terjadi
kekurangan
Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil AGD.
Hindari cairan hipotonik dan glukosa kecuali hipoglikemia.
2. Nutrisi
Nutrisi enteral paling lambat dalam 48 jam
Beri makanan lewat pipa orogastrik bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran
menurun
Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari.
3. Pencegahan dan mengatasi komplikasi
Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi,
malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedik dan
fraktur)
Berikan antibiotik sesuai indikasi dan usahakan tes kultur dan sensitivitas kuman
Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas.
4. Penatalaksanaan medik yang lain
Hiperglikemia GD > 180 mg/dL pada stroke akut harus diobati, titrasi insulin, dan
terjaga normoglikemia. Hipoglikemia berat GD < 50 mg/dL, berikan dekstrosa 40
% iv atau infus glukosa 10-20 %
Jika gelisah dapat diberikan benzodiazepin atau obat anti cemas lainnya
Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi
Berikan H2 antagonist, apabila ada indikasi
Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil
Rehabilitasi
Edukasi keluarga
Discharge planning

Tatalaksana Stroke Akut secara Khusus


Penatalaksanaan khusus stroke iskemik
1. Pengobatan hipertensi pada stroke akut
2. Pengobatan hiper/hipoglikemia

43
3. Trombolisis pada stroke akut
Trombosis adalah terbentuknya bekuan darah dalam pembuluh darah. Trombus atau
bekuan darah dapat terbentuk pada vena, arteri, jantung, atau mikrosirkulasi dan
menyebabkan komplikasi akibat obstruksi atau emboli.Trombus adalah bekuan abnormal
dalam pembuluh darah yang terbentuk walaupun tidak ada kebocoran. Trombus terbagi
menjadi 3 macam yaitu trombus merah (trombus koagulasi), trombus putih (trombus
aglutinasi) dan trombus campuran.Trombus merah dimana sel trombosit dan lekosit
tersebar rata dalam suatu masa yang terdiri dari eritrosit dan fibrin, sering terdapat pada
vena. Obat yang dipakai dalam menangani trombus merah adalah terapi trombolitik seperti
streptokinase, reteplase, tenecteplase. Trombus putih terdiri dari fibrin dan lapisan
trombosit, leukosit dengan sedikit eritrosit, biasanya terdapat dalam arteri. Obat yang
dipakai untuk trombus putih adalah antikoagulan seperti heparin, warfarin.
4. Antikoagulan:
Antikoagulan penting untuk mencegah serangan stroke ulang, menghentikan
perburukan defisit neurologi, memperbaiki keluaran setelah stroke iskemik akut (tidak
direkomendasikan untuk stroke hemoragik akut)
Tidak direkomendasikan penderita stroke akut sedang sampai berat, karena resiko
komplikasi perdarahan intrakranial mengingkat
Heparin, LMWH, heparinoid untuk terapi stroke iskemik akut dan cegah
reembolisasi, diseksi arteri, stenosis berat arteri karotis pre bedah.
KI heparin: infark besar > 50%, hipertensi tak terkontrol, dan perubahan
mikrovaskuler otak yang luas
5. Antiplatelet
Aspirin dosis awal 325 mg dalam 24-48 jam setelah awitan stroke iskemik akut
Aspirin jangan diberikan bila akan diberikan trombolitik
Tidak boleh diganti sebagai pengganti tindakan intervensi akut, yaitu rtPA intravena.9
Clopidogrel saja atau kombinasi dengan aspirin tidak dianjurkan kecuali pada pasien
dengan indikasi spesifik seperti non-Q-wave MI, recent stenting, pengobatan harus
diberikan sampai 9 bulan pengobatan.
Pemberian antiplatlet intravena yang menghambar reseptor glikoprotein IIb/IIa tidak
dianjurkan.

44
6. Citicoline 2x1000 mg 3 hari iv lanjut dengan 2x1000 mg 3 minggu oral. Pemakaian obat
obatan neuroprotektan belum menunjukkan hasil yang efektif sehingga sampai saat ini
belum dianjurkan. Namun sampai saat ini masih memberikan manfaat pada stroke akut.
7. Pengobatan terhadap hipertensi pada stroke akut
Pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan maksimal 20 % (sistolik
maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah
sistolik (TDS) > 220 mmHg atau tekanan diastolik > 120 mmHg. Pada pasien stroke
iskemik akut, akan diberi terapi trombolitik (rtPA), supaya tekanan darah diturunkan
sehingga TDS < 185 mmHg dan TDD < 110 mmHg. Selanjutnya tekanan darah
harus dipantau sehingga TDS < 180 mmHg dan TDD < 105 mmHg selama 24 jam
setelah pemberian rtPA. Obat anti hipertensi yang digunakan adalah labtalol,
nitropaste, nitropusid, nikardipun, atau ditialzem intravena.
Pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila TDS > 150 mmHg, tekanan
darah diturunkan dengan menggunakan obat anti hipertensi intravena secara
continue dengan pemantauan tekanan darah tiap 5 menit.
Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg, disertai dengan gejala dan tanda
peningkatan tekanan intrakranial, dilakukan pemantauan tekanan intrakranial.
Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara
kontinu atau intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral 60mmHg.
Apabila TDS >180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda
peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermiten dengan
pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP < 110 mmHg atau tekanan
darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010, penurunan tekanan darah
hingga 140 mmHg masih diperbolehkan.
Penanganan nyeri penting dalam mengontrol tekanan darah pasien.
Pemakaian obat antihipertensi perenteral golongan beta blocker (labetolol dan
esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan ditialzem) intravena dipakai dalam
upaya di atas.
Hidralasin dan nitropusid sebaiknya tidak dipakai karena menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial meskipun bukan kontraindikasi mutlak.
Pemberian obat yang dapat menyebabkan hipertensi tidak direkomendasikan
diberikan pada kebanyakan stroke iskemik.

45
Penatalaksanaan stroke hemoragik
Penatalaksaan perdarahan intraserebral
1. Diagnosis dan penilaian gawat darurat pada perdarahan intracranial dan penyebabnya
Pemeriksaan pencitraan yang cepat dengan CT atau MRI direkomendasikan untuk
membedakan stroke iskemik dengan perdarahan intracranial.
2. Tatalaksana medis perdarahan intracranial
Pasien dengan defisiensi berat factor koagulasi atau trombositopenia berat sebaiknya
mendapat terapi penggantian koagulasi atau trombosit
Pasien dengan perdarahan intracranial dan peningkatan INR terkait obat antikoagulan
oral sebaiknya tidak diberikan walfarin, tetapi mendapat terapi untuk menggganti
vitamin K-dependent factor dan mengkoreksi INR, serta mendapat vitamin K
intravena.
Apabila terjadi gangguan koagulasi maka dapat dikoreksi sebagai berikut:
Vitamin K 10 mg IV diberikan pada penderita dengan peningkatan INR dan
diberikan dalam waktu yang sama dengan terapi yang lain karena efek akan
timbul 6 jam kemudian. Kecepatan pemberian <1 mg/menit untuk meminimalkan
risiko anafilaksis.
FFP 2-6 unit diberikan untuk mengoreksi defisiensi factor pembekuan darah bila
ditemukan sehingga dengan cepat memperbaiki INR atau aPTT. Terapi FFP ini
untuk mengganti pada kehilangan factor koagulasi.
Efek heparin dapat diatasi dengan pemberian protamin sulfat 10-50 mg IV dalam
waktu 1-3 menit. Penderita dengan pemberian protamin sulfat perlu pengawasan
ketat untuk melihat tanda-tanda hipersensitif.
3. Penanganan di Rumah Sakit dan Pencegahaan Kerusakan Otak Sekunder
Pemantauan awal dan penanganan pasien perdarahan intracranial sebaiknya dilakukan
di ICU dengan dokter dan perawat yang memiliki keahlian perawatan intensif
neurosains
Penanganan Glukosa
Obat kejang dan antiepilepsi
Kejang sebaiknya diterapi dengan obat antiepilepsi. Pemantauan EEG secara
kontinu dapat diindikasikan pada pasien perdarahan intrakranial dengan kesadaran
menurun tanpa mempertimbangkan kerusakan otak yang terjadi. Pasien dengan
perubahan status kesadaran yang didapatkan gelombang epiloptogenik pada EEG

46
sebaiknya diterapi dengan obat antiepilepsi. Pemberian antikonvulsan profilaksis
tidak direkomendasikan.
4. Prosedur/ Operasi
Penanganan dan Pemantauan Tekanan Intrakranial
Pasien dengan skor GCS <8, dengan tanda klinis herniasi transtentorial atau dengan
perdarahan intraventrikuler yang luas atau hidrosefalus, dapat dipertimbangkan
untuk penanganan dan Pemantauan tekanan intrakranial. Tekanan perfusi otak 50-70
mmHg dapat dipertahankan tergantung pada status otoregulasi otak.
Drainase ventrikular sebagai tata laksana hidrosefalus dapat di[pertimabngkan pada
pasien dengan penurunan tingakt kesadaran.
5. Evakuasi hematom
Pada sebagian besar pasien dengan perdarahan intrakranial, kegunaan tindakan
operasi masih belum pasti.
Pasien dengan perdarahan serebral yang mengalami perburukan neurologis, atau yang
terdapat kompresi batang otak, dan atau hidrosefalus akibat obstruksi ventirkel
sebaiknya menjalani operasi evakuasi bekuan darah secepatnnya. Tata laksana awal
pada pasien tersebut dengan drainase ventrikuler saja tanpa evakuasi bekuan darah
tidak direkomendasikan.
Pada pasien dengan bekuan darah di lobus > 30 ml dan terdapat di 1 cm dari
permukaan, evakuasi perdarahan intrakranial supratentorial dengan kraniotomi
standar dapat dipertimbangkan.

Penatalaksanaan Perdarahan Subarachnoid (PSA)


1. Tatalaksana penegakan diagnosis perdarahan subarachnoid
Perdarahan subarachnoid merupakan salah satu gawatdarurat neurologi dengan gejala
yang kadangkala tidak khas sehingga sering ditemukan kesulitan dalam menegakkan
diagnosis. Pasien dengan keluhan nyeri kepala hebat (paling sakit yang dirasakan
sepanjang hidup) yang muncul tiba-tiba sebaiknya dicurigai sebagai suatu tanda
adanya PSA.
Pasien yang dicurigai PSA sebaiknya dilakukan pemeriksaan CT-Scan kepala.
Apabila hasil CT-Scan tidak menunjukkan adanya tanda-tanda PSA pada pasien yang
secara klinis dicurigai PSA maka tindakan pungsi lumbal untuk analisis cairan
cerebrospinal sangat direkomendasikan.

47
Untuk memastikan adanya gambaran aneurisma pada pasien PSA, pemeriksaan
angiografi serebral sebaiknya dilakukan. Namun, apabila tindakan angiografi
konvensional tidak dapat dilakukan maka pemeriksaan MRA atau CT angiografi perlu
dipertimbangkan.
2. Tatalaksana umum PSA
Tatalaksana pasien PSA derajat I atau II berdasarkan Hunt & Hess (H&H) adalah
sebagai berikut :
- Identifikasi dan atasi nyeri kepala sedini mungkin
- Tirah baring total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dan nyaman, bila perlu
berikan O2 2-3 L/menit.
- Hati-hati dalam pemakaian sedatif (kesulitan dalam penilaian tingkat kesadaran).
- Pasang infus diruang gawat darurat, usahakan euvolemia dan monitor ketat sistem
kardiopulmoner dan kelainan neurologi yang timbul.
Pasien PSA derajat III, IV atau V berdasarkan H&H,perawatan harus lebih intensif
- Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protokol pasien diruang gawat
darurat
- Perawatan sebaiknya dilakukan diruang intensif atau semiintensif.
- Untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalan napas yang adekuat perlu
dipertimbangkan intubasi endotrakheal dengan hati-hati terutama apabila
didapatkan tanda-tanda tekanan tinggi intracranial
- Hindari pemakaian obat-obatan sedatif yang berlebihan karena akan menyulitkan
penialaian status neurologi.
3. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA
Kontrol dan monitor tekanan darah untuk mencegah risiko perdarahan ulang.
Hipertensi berkaitan dengan terjadinya perdarahan ulang. Tekanan darah sistolik
sekitar 140-160 mmHg sangat disarankan dalam rangka pencegahan perdarahan ulang
pada PSA.
Istirahat total di tempat tidur
Terapi antifobrinolitik (epsilon-aminocaproic acid: loading 4 mg IV kemudian
dilanjutkan 1 g setiap 6 jam sampai aneurisma tertutup atau biasanya disarankan 72
jam) untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan pada keadaan klinis
tertentu. Terapi antifobrinolitik dikontraindikasikan pada pasien dengan koagulopati,
riwayat infark miokard akut, stroke iskemik, emboli paru, atau trombosis vena dalam.

48
Terapi antifibrinolitik lebih dianjurkan pada pasien dengan risiko rendah terhadapa
terjadinya vasospasme atau pada pasien dengan penundaan operasi. pada beberapa
studi, terapi antifibrinolitik dikaitkan dengan tingginya angka kejadian iskemik
serebral sehingga mungkin tidak menguntungkan pada hasil akhir secara keseluruhan.
Oleh karena itu, studi dengan menggunakan kombinasi antifibrinolitik dengan obat-
obatan lain untuk mengurangi vasospasme perlu dilakukan.
Pengikatan (ligasi) karotis tidak bermanfaat untuk pencegahan perdarahan ulang.
4. Tindakan operasi pada aneurisma yang rupture
Operasi Clipping atau endovaskuler coiling sangat direkomendasikan untuk
mengurangi perdarahan ulang setelah ruptur aneurisma pada PSA.
Walaupun operasi yang dilakukan segera akan mengurangi risiko perdarahan ulang
setelah PSA, banyak penelitian yang meperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil
akhir tidak berbeda dengan operasi yang ditunda.
5. Pencegahan dan tatalaksana vasospasme
Pencegahan nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke 3 atau
secara oral 60 mg setiap 6 jam setiap 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti
memperbaiki defisit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme.
Pengobatan vasospasme serebral dimulai dengan penanganan aneurisma yang ruptur,
dengan mepertahankan volume darah sirkulasi yang normal (euvolemia) dan
menghindari terjadinya hipovolemia
Pada pasien PSA dengan tanda-tanda vasospasme, terapi hiperdinamik yang dikenal
dengan triple H (Hypervolemic-Hypertensive-Hemodilution) perlu dipertimbangkan
dengan tujuan mepertahankan tekanan perfusi serebral. Dengan demikian, angka
kejadian iskemik serebral akibat vasospasme dapat dikurangi.
6. Cara lain untuk penatalaksanaan vasospasme adalah sebagai berikut :
Pencegahan vasospasme
- Nimodipin 60 mg peroral 4 kali sehari
- NaCl 3% intravena 50 ml 3 kali sehari (hati-hati terhadap timbulnya komplikasi
berupa Central Pontine Myelinolisis (CPM)
- Jaga keseimbangan elektrolit
Delayed vasospasm
- Stop dimodipin, antihipertensi dan diuretika
- Berikan 5% albumin 250 ml intravena

49
- Bila memungkinkan lakukan pemasangan Swangans dan usahakan wedge
preasure 12-14 mmHg
- Jaga cardiac index sekitar 4 L/min/sg.meter
- Berikan dobutamin 2-15 ug/kg/min
7. Pengelolaan darah pada PSA
8. Tata Laksana Hiponatremia pada PSA
9. Tata Laksanan Kejang pada PSA
10. Tatalaksana Komplikasi Hidrosefalus
11. Terapi Tambahan
Laksansia (Pencahar) diperlukan untuk melunakkan feses secara regular.
Analgesik
- Asetaminofen -1 gr/4-6 jam dengan dosis maksimal 4gr/4-6 jam.
- Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM/4-6 jam.
- Tylanol dengan kodein.
- Hindari asetosal
Pasien yang sangat gelisah dapat diberikan :
- Haloperidol IM 1-10 mg setiap 6 jam
- Petidin IM 50-100 mg atau morfin atau morfin sc atau iv 5-10 mg/4-6 jam.
- Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam
- Propofol 3-1 mg/kg/jam

Pencegahan Primer pada Stroke :


Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya perbaikan gaya hidup dan pengendalian
berbagai factor resiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat dan kelompok resiko tinggi yang
belum pernah terserang stroke.
1. Mengatur pola makan yang sehat
2. Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
- Istirahat cukup dan tidur teratur antara 6-8 jam sehari
- Mengendalikan stress dengan berpikir positif
3. Pemeriksaan kesehatan secara teratur dan taat anjuran dokter dalam hal diet dan obat
- Factor-faktor resiko, seperti penyakit jantung, hipertensi, dyslipidemia, Diabetes
Melitus harus dipantau secara teratur.
- Pengendalian hipertensi dilakukan dengan target tekanan darah < 140/90 mmHg.

50
- Pengendalian kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus dengan target HbA1C
< 7%
- Pengendalian kadar kolesterol pada penderita dyslipidemia dengan diet dan obat
penurunan lemak. Target kadar kolesterol LDL < 100 mg/dL.

Prognosis
NIHSS (NATIONAL INSTITUTE OF HEALTH STROKE SCALE)
NIHSS adalah suatu skala penilaian yang dilakukan pada pasien stroke untuk melihat
kemajuan hasil perawatan fase akut (akibat impairment). Penilaian ini dilakukan dua kali,
yaitu saat masuk (hari pertama perawatan) dan saat keluar dari perawatan. Perbedaan nilai
saat masuk dan keluar, dapat dijadikan salah satu patokan keberhasilan perawatan.12
Nilai NIHSS adalah antara 0-42. Terdiri dari 11 komponen, bila motorik lengan serta kaki
kanan dan kiri dituliskan dalam satu nomor dan dipisahkannya dengan penambahan nomor a
dan b, tetapi akan menjadi komponen apabila masing-masing motorik lengan dan tungkai
kanan kiri diberi nomor terpisah. Komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut :
Komponen Nilai
1a. Derajat kesadaran 0= sadar penuh
1= somnolen
2= stupor
3= koma
1b. Menjawab pertanyaan 0= menjawab 2 pertanyaan dengan benar
1= hanya menjawab 1 pertanyaan dengan benar/tidak dapat
berbicara karena terpasang pipa endotrakea/disartria
2=tidak dapat menjawab 2 pertanyaan dengan
benar/afasia/stupor
1c. Mengikuti perintah 0= dapat melakukan 2 perintah dengan benar
1= hanya dapat melakukan 1 perintah dengan benar
2= tidak dapat melakukan 2 perintah dengan benar
2. Gerakan mata konjugat 0= normal
horizontal 1= gerakan abnormal hanya pada satu mata
2= deviasi konyugat yang kuat atau paresis konyugat total
pada kedua mata
3. Lapang pandang pada tes 0= tidak ada gangguan
konfrontasi 1= kuadranopsia
2= hemianopsia total
3= hemianopsia bilateral/buta kortikal
4. Paresis wajah 0= normal
1= paresis ringan
2= paresis parsial
3= paresis total
5. Motorik lengan (x2) 0= tidak ada simpangan bila pasien disuruh mengangkat
kedua lengannya selama 10 detik

51
1= lengan menyimpang ke bawah sebelum 10 detik
2= lengan terjatuh ke kasur atau badan tidak dapat
diluruskan secara penuh
3= tidak dapat melawan gravitasi
4= tidak ada gerakan
X= tidak dapat diperiksa
6. Motorik kaki (x2) 0= tidak ada simpangan bila pasien disuruh mengangkat
kedua kakinya selama 5 detik
1= kaki menyimpang ke bawah sebelum 5 detik
2= kaki terjatuh ke kasur atau badan tidak dapat diluruskan
secara penuh
3= tidak dapat melawan gravitasi
4= tidak ada gerakan
X= tidak dapat diperiksa
7. Ataksia anggota badan 0= tidak ada
1= pada satu ekstremitas
2= pada dua atau lebih ekstremitas
X= tidak dapat diperiksa
8. Sensorik 0= normal
1= defisit parsial
2= defisit berat
9. Bahasa terbaik 0= tidak ada afasia
1= afasia ringan-sedang
2= afasia berat
X= tidak dapat diperiksa
10. Disartria 0= artikulasi normal
1= disartria ringan-sedang
2= disartria berat
X= tidak dapat diperiksa
11. Inatensi 0= tidak ada
1= parsial
2= total

Nilai NIHSS berkisar 0-42


Penilaiannya adalah sebagai berikut :
Nilai < 4 : Stroke Ringan
Nilai antara 4-15 : Sedang
Nilai > 15 : Berat

Berdasarkan penelitian, terdapat antara nilai korelasi NIHSS masuk dengan kondisi saat
keluar yaitu :
NIHSS saat (hari) Keluaran
0-8 Pulang dengan berobat jalan
9-17 Perawatan rehabilitas

52
18+ Perawatan difasilitas rehabilitas, perawatan khusus dirumah, perawatn
subakut atau perawatan khusus disuatu rumah rehabilitasi

Kesimpulan
Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang secara cepat akibat gangguan
fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih, dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vascular.
Penanganan stroke perlu dilakukan sedini dan setepat mungkin, karena prognosis stroke
tergantung pada golden hour dimana dilakukan penanganan yang adekuat. Konsep unit stroke
sebagai suatu unit pelayanan stroke terpadu telah terbukti efektif menekan angka kematian
dan menurunkan derajat kecacatan, selain mengurangi waktu perawatan pasien di rumah
sakit, sehingga dana yang diperlukan untuk perawatan, pengobatan, dan rehabilitasi pasien
stroke dapat ditekan seminimum mungkin.
Sistem manajemen stroke yang didasarkan oleh ketatnya waktu tidak selalu dapat
diterapkan secara umum, salah satu penyebabnya adalah keterbatasan dan kesadaran pasien
untuk tiba ke rumah sakit lebih awal. Maka dari itu, pentingnya manajemen prahospital dan
penanganan manajemen stroke akut di ruang gawat darurat dan di ruang rawat inap, agar
dapat mendiagnosa cepat dan melakukan terapi efektif sehingga mencegah komplikasi stroke
yang lebih jauh dan mencegah berulangnya serangan stroke sesuai dengan manajemen stroke
akut, ditambah dengan peran fisioterapi dan rehabilitasi medis agar dapat memaksimalkan
kembalinya fungsi-fungsi neurologik dan terapi psikologi pasien guna mencegah terjadinya
depresi.

53
Daftar Pustaka
1. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Panduan praktis diagnosis dan tatalaksana
penyakit saraf. Jakarta: EGC; 2009.h. 24-35
2. Setyopranoto I. Stroke : gejala dan penatalaksanaan. Vol 28. No 4. Kepala unit stroke
FKUGM: Yogyakarta; 2011.h. 247-250
3. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian rakyat; 2014.h. 269-90
4. Munir B. Neurologi dasar. FK Universitas Brawijaya. Malang: Sagung seto; 2015.h. 1-72,
367-99
5. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis topic neurologi DUUS. Jakarta: EGC; 2010.h. 372-433
6. Misbach HJ. Standar pelayanan medik. Jakarta: PERDOSSI; 2006.h.9-11
7. Lumbantobing SM. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta: FKUI;
2016.h. 7-146
8. Misbach HJ, Lamsudin R, Aliah A, Basyiruddin A, Suroto, Rasyid Al, et al. Guideline
Stroke tahun 2011. Pokdi Stroke PERDOSSI, Jakarta: PERDOSSI; 2011.h. 4-97
9. Muttaqin A. buku ajar asuhan keperawatan dengan gangguan system saraf pusat. Jakarta:
Salemba Medika; 2008.h. 234-44
10. Snell RS. Neuroanatomi klinik. Jakarta: EGC; 2007.h. 537-8
11. Aninditha T, Wiratman W. Buku ajar neurologi. Jakarta: FKUI; 2017.h.452-5
12. Misbach J. Soertidewi L, Jannis J. Stroke aspek diagnostik, patofisiologi, manajemen.
Jakarta: PERDOSSI FKUI; 2011.h. 57

54
1

Anda mungkin juga menyukai