Konsentrasi Spasial Industri Manufaktur: Tinjauan Empiris Di Kota Surabaya
Konsentrasi Spasial Industri Manufaktur: Tinjauan Empiris Di Kota Surabaya
02,2005Januari,hal75-90
ABSTRAK
Konse trasi dari aletivitas ekonomi secara spasinl, terutama pada indwfti manufaknr,
telah menjadifenomena menarik untuk dianalisis. Pad,aindustri manufaktur, konsentrasi
spasial ditentukan oleh biaya upah, biaya transportasi dan al6es pasar set'ta elgtenalitas
dari konse trasi spasial yang berkaitan dengan penghematqn lokalisasi dan
pe ghemats urbanisasi, Penelitian iki bertujuan untuk mengetahui dimana dan pada
subselrtor apa industri manafald.urKota Surabaya terkonsentrasi serta untuk mengetahui
mengapa dan bagaimana industri manufalaur Kota Surabaya terkonsentrasi sehingga
dapat dianalkis mengenai kebijakan dalam mengembangkanindustri manafaktur Kota
Swabaya. Data yqng digunakan pada penelitian ini adalah data tenqgc kerjq ikdustri
uanufshur dua digit per kecamatan di Surabaya tahun 1994 dan 2002. Data tersebul
dianalisis dengcn menggunakanLQ, Ellison Gbeser ind.el<sd.anMaurel Sedillot ind.eks.
Berd.asarkan aualisis, dikaahui bahwa Industri manufaktur di Kota Surabaya
terkonsentrasi d.i Kecematan Rungkut, Tandes dan Sawahqn sedangkan subsektor
unggulan Kota Surqbaya adalah industri uakanan, minuman dan tembqkouserta industri
logam,mesindanperalatan.
Kata KuncirRonsettrasiSpasial,Blistemalitas,Kluster.Aglornerasi,Surabaya
Klasifikasi JELz R12, L60
I. PENDAHULUAN
Dalam persainganglobal yang semakin tajam, industri manufaktur suatu negara dituntut
untuk mampu menghasilkan output secara efisien jika ingin tetap dapat bertahan.
Efisiensi dalam produksi dapat tercapai jika sumber daya yang tersedia dapat
dialokasikan secaraefektif dan efisien. Hal ini dapat dikembangkan denganadanyaperan
pemerintah ikut campur dalam meningkatkan produldivitas, efisiensi, dan kapabilitas
nasional (Porter, 1990).
pada perspektif dan pendekatan cluster ata\ pendekatan konsentrasi spasial dalam
kebijakan nasional dan regional sektor industri manufaktur untuk mendorong spesialisasi
produk sertameningkatkan efisiensi dan produLtivitas (Kompas, lglgl}e}Or.
Jawa Timur memiliki peranan yang penting dalam se*tor industri manufaktur di
Indonesia, Industri manufaktur di Jawa Timur menyumbang sekitar 20% dari nilai
tambah yang dihasilkan oleh sektor industri manufaktur di Indonesia dan sekitar 25%
tenaga keda yang bekeija di sektor industri manufaktur Indonesia. Jawa Timur
merupakanpusat industri pembuatandan perbaikan kapal laut, industri rel dan kereta api
seta terkonsentrasinya
pabrik gula (Dick, 1993;230-255).
Kota Surabaya sebagai ibukota Propinsi Jawa Timur adalah kota terbesar kedua di
Indonesia- Di Kota Surabaya,keterkaitan antara kota dan daerah pendukung terlihat dari
2 h^l yaittJ. pertama, akses intemasional dari ekonomi Surabaya akan-berpengaruh
terhadap wilayah penyangga, kedua, Kota Swabaya menjadi |'Growth pole.- bagl
pembangunanwilayah pen'"ngga. Kota Surabayamemiliki aksespelabuhanjalur kereL
api dan bandara internasional yang mendukung industri manufaktui di Jawa Timur. pada
seliJor industri manufaktur, Kota surabaya memberikan kontribusi terbesar y"itu sekitar
l8% dari tenaga kerja industri manufaktur Jawa Timur dan 19% dari outDut irrdlrsfi
manufaktur Jawa Timur (Dick, 1993:325-343).
Berdasarkan hal yang telah dijelaskan sebelumnya, diskusi dalam makalah ini akan
dibatasi dalarn konteks konsentrasi spasial pada industri manufaktur di Suabava.
sedangkan permasalahan yang analisis dalam makalah ini adalah dimanakah lokasi
terjadinya dan industri manufaktur apa yang terkonsentrasi secara snasial di Kota
Syafaya? a* bagaimanakonsentrasi spasial itu terjadi? Kebijakan apa yang
llaequ
sebaiknyadilakukan?
secan spasial di Kota Surabaya serta mengetahui mengapa dan bagaimana terjadinya
konsentrasi spasial pada industri manufaLlur di Kota Surabaya, sehingga dapat
dirumuskan kebijakan altematif dalam membangun sektor industri manufaklur Kota
Surabaya. Untuk itu makalah ini disusun menjadi enam bagian: Bagian pertama berisi
latar belakang, permasalahan dan tujuan; Bagian kedua merupakan survey liteftIur
tentang konsenhasi spasial; Bagian ketiga menjelaskan tentang pendekatan Pnlitian,
data dan sumber data yang digunakan serta telcrik analisis, dalam teknik analisis
dijelaskan mengenai pengukuran konsentrasi spasial menggunakanLQ, Ellison-Glaeser
index danMaurel-Sedilot index; Bagian keempat berisi tentang pembahasandan analisis
lentang konsentrasi spasial pada industri manufaktur di Kota Surabaya; Bagian kelima
berisi tentang pembahasandan analisis tentang kebijakan altenatif yang dapat dilakukan
dalam mengembangkanindustri manufaktur Kota Surabaya;Bagian keenam merupakan
kesimpulan dari penelitian dan saranberdasarkanhasil penelitian.
Menurut Weber (Fuj ita et al,l999:26-27), ada 3 faktor yang menjadi alasan perusahaan
pada industri dalam menentukanlokasi, yaitu:
A. PerbedaanBiaya Trasportasl.
Produsen cenderung mencad lokasi yang memberikan keuntungan berupa
penghematan biaya hansportasi serta dapat mendorong efisiensi dan efektivitas
produksi. Dalam perspektif yang lebih luas, Coase (1937) mengemukakantentang
penghmatan biaya hansalci (bia1a hansportasi, biaya transaksi, biaya kontrak,
biaya koordinasi dan biaya komunikasi) dalam penentuanlokasi perusahaan.
B. PerbedaanBiaya Upah.
Produsen cenderung mencari lokasi dengan tingkat upah tenaga krja yang lebih
rendah dalam melakukan aktivitas konomi sedangkan tenaga kerja cenderung
mencari lokasi dengantingkat upah yang lebih tinggi. Adanya suatu wilayah dengan
tingkat upah yang tinggr mendorong tenagakeda untuk terkonsentrasipada wilayah
Erlangga
Agustinotandiyanto
Dalam perspekif yang sedikit berbeda tentang keuntungan konsentrasi spasial, Marshal
(1920) mengemukakanpemikiran lentang ektemalitas positif dan menjelaskanmengapa
produsen cenderung berlokasi dekat dengan produsen lain (dorongan untuk berlokasi
dekat denganperusahaanlain disebut denganagglomerasi).Menffut Marshal, konsentlasi
spasialdidotong oleh ketersediaantenagakeda yang lerspesialisasidimana berkumpulnla
perusahaan pada suatu lokasi akan mendorong berkumpulnya tenaga keda,
'mg
terspesialisasi, sehingga menguntungkan perusahaan dan tenaga kerja. Seiain itu,
berkumpulnya perusahaan atau industri yang saling terkait akan dapat meningkatkan
efisiensi dalam pemenuhankebutuhan input yang tenpesialisasi yang lebih baik dan lebih
muah. Yang terakhir, Ma$hal menyatakan.bahwa jarak yang tereduksi dengan adanya
konsentrasi spasial akan memperlancar arus informasi dan pengetahuan (knowledge
spillover) padalokasi tersebut.PandanganMarshal tentang industri yang terkonsentrasidi
suatu tempal dan saling terkait disebut 'rd8tri{.tl clu.ster atauindustrial district. MenJtrlut
Marshal, kluster industri pada dasamyr merupakan kelompok altifitas produksi yang
amat terkonsentrasi secara spasial dan kebanyakan terspesialisasi pada satu atau dua
indushi utama saja.
Komplek industri tidak trbangun secara alami dan berbasis pada hubungan saling
ketergantunganyang tidak simetris antam perusahaanbesar dan kecil. Keadaan ini dapat
menghalangi penyerapandan pengembanganinovasi dan menempatkanperusahaankecil
pada kedudukan yang yang rendah dalam menciptakan investasi dalam penelitian dan
80 Erlangga
Agustinol:ndiyanto
III.METODOLOGI
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari BPS,
dalam penelitian ini data yang di analisis secara kuantitatif adalah data tenaga ket'a
industri manufaktur besar dan menengah dengan standar klasifikasi ISIC 2 digit setiap
kecamalandi Kota Surabaya. Selain itu penulis juga menggunakandata yang bersumbl
dari suwey literatur dan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelunmya, data
tersebut bisa berupa kalimat maupun angka yang dapat memperkuat analisis secara
kualitatif.
Salah satu pendekatan yang paling sering digunakan dalam menganalisis konsentrasi
spasial adalah LQ tenaga kerja atau bisa disebut juga Hoover-Balassa koefisien.
Pendekatan ini menyatakan bahwa spesialisasi dalam industri (terutama manufaktur)
teiadi apzbila share industri pada suatu \vilayah lebih besar daripadasiare industri pada
wilayah agg,egat Pendapat ini dilengkapi oleh Lafourcade dan Mion (2003) yang
menyatakan bahwa industri akan terkonssntrasi pada suatu lokasi dimana share tenaga
keq a untuk industri tersebutlebih besardaripadashare industri secfra aggregat.
s = st (l)
fo
Dimana:
adelah,riare tenagakerja industri manufaktur subsektori pada wilayah kecamatandi
5|
Kota Surabaya.
Xi adddr share lenagake{a industri manufaktur subseldori pada seluruh wilayah Kota
Surabaya.
Konsentasi SpasialIndustri ManufakturTidauan Ernpirisdi Kota Surabaya
Indeks yang dikembangkan dari indeks tersebut telah digunakan untuk menganalisa
konsentrasi spasial dari industri manufaktur di amedka serikat, berdasarkananalisa yang
telah dilakukan, Ellison dan Glaeser berkesimpulan bahwa pacla industri yang
terspesialisasi, konssntrasi spasial terjadi k*er,a nattaral advantage dan knowledge
spfl/orer (disebut juga Marshal-Anow-Romer atau MAR el$temalitas). Akan tetapi
sangat sulit untuk mengukur dorongan dari knowledge spillover terhadap konsentrasi
spasial. Oleh karena itu, Ellison dan Glaeser (1999) mengemukakantentang kontribusi
nqtural adyantqgesberdasatkanfactor endolment '"ng secara simultan mempengaruhi
dan mendorong skala ekonomi internal perusahaan, untuk itu Ellison dan Glaeser
membangun indikator untuk merefleksikan kontribusi dai nstural adyantqges dar,
knowIedge spi IIover y aitl'.
- H (3)
y ^^ =Gea
1- H
Indikatortrsebutdibangundaripersamaan
(4) danpersamaan
(5), dimana:
M.
H =2,GyI (4)
(5)
G*=-#=
l-I(*,.I
,=l
Berdasarmodel yang dikemukakan oleh Ellison dan Glaeser,Maurel dan Sedillot (1999)
mengembangkan model altematif yang merupakan modifikasi dari Ellison-Glaeser
indeks.dimana:
M .
8", = E,G?-,i) (6)
ErlanggaAgustino lrndiyanto
^ 9rs a)
w Ms= --------
r-ixi
t=l
_Grs- H (8)
.,
fus-
1_51
Maurel dan Sedillot menyatakan bahwa model ini dapat menunjukkan bahwa pengaruh
spillover terhadap perusahaan besar berdampak lebih banyak daripada terhadap
perusahaankecil.
IV. PEMBAHASAN
menyebutkan bahwa 66,8% tenaga keda subsektor industri makanan, minuman dan
tembakau Surabaya terkonsenfasi di Kecamatan Rungkut. Data juga menunjukkan
bahwa 4l% tnaga keda industri manufakur Surabayabekerja pada subsektor trsebut.
Sedangkan pada Kecamatan Tandes (eks Kccamatan Tandes), data tahun 1994
menunjukkan bzhwa 74,5Vo tenaga keda yang bekerja pada subsektor industri logam
dasar di Kota Surabayaberada di KecamatanTandes. Akan tetapi jumlah tersebuthanla
6,9% dal]' seluruh tenaga keqa industri manufaktur di Kecamatan Tandes, sehingga
tenaga keda di Kecamatan Tandes kurang terspesialisasi pada industri tersebut.
Sedangkanapabila melihat LQ industri tersebut pada Kecamatan Tandes yang sebesar
4,31 pada 1994 dar' ?,97 pada tahun 2002 dapat dilihat bahwa subseldor tersebut
merupakansubsektorandalanpada KecamatanTandes.
Data tahun lgg4 dan 2OO2juga menunjukkan bahwa bahwa industri manufakur di Kota
Surabaya terkonsentrasi pada subektor industri makanan, minuman dan ternbakau dan
subsektor industri barang dari logam, mesin dan peralatan. Hal ini menunjukkan bahwa
pada industri manufaktur di Surabaya cenderung terspesialisasi pada kedua subsektor
tersebut. Indeks Herfindahl tahun 1994 pada subsektor industri makanan, minuman dan
tembakau sebesar0,46 dan pada tahun 2002 tidak menunjukkan banlak perubahan . Hal
ini menuqjukkan bahwa distribusi perusahaandan tenaga kela pada subsektor tersebut
tidak merata dan cendemng terkonsenbasi pada kecamatan-kecamatan tertentu.
Sedangkan966 1994 sebesar0,6 menunjukkan adanyakeanekaragamankarakeristik yang
ierspesialisasiantar wilayah pada industri tercebut.
T{adi penurunan gs6 pada sektor makanan minuman dan tembakau pada tahun 2002
menjadi sebesar0,46. Penurunan926menunjukkan bahwa keanekaragamankarakteristik
antar wilayah pada industri makanan,minuman dan tembakausemakinberkurang. Hal itu
disebabkan oleh teqadinya MAR (Marshal-Anow-Romer) ekstemalitas (hnowledge
spillover) dm kstemalitas yang disebabkannatural qdyantqge yang besar pada ii.rdustri
te$ebut (ditunjukkanoleh 1s6sebesar0,57 pada tahun 1994).Penurunan766 menjadi
0,09 pada tahun 2002 menunjukkan penuunan ekstemalitas yang disertai dengan
penwunan dari kekuatan agglomerasi (erlihat dari penwunan GEGdai 0,76 pada tahun
1994menjadi0,5lpadatahun 2002) sedangkanapabilamelihatpenurunat yys dai 0,032
pada tahun 1994 menjadi 0,032 menjadi -{,13 menunjukkan bahwa efek dai btowledge
spillover tereduksi dan berubah menjadi dispersionforce, dan agglomerasi yang tedadi
lebih disebabkanoleh nqtural advantagedi Kota Surabaya.
ErlanggaAgustino landiyanto
Indeks Herfindahl pada 1994 dari industri barang dari logam, mesin dan peralatan
menunjukkan nilai sebesar0,16 lang memperlihatkan bahwa distribusi dari tenaga keia
dan penrsahaan cukup memta pada kecamatan-kecamatan di Surabaya (tidak
menunjukkan adanya dominasi satu. kecamatan yang menguasai industri tersebut).
Peningkatan indeks Herfindahl pada tahun 2002 menjadi sebesar 0,23 disebabkan
munculnya dominasi salah satu kccamatan pada industri te$ebut vaitu kcamatan
Sawahandimana 45,81% tenaga kega yang bdkerja pada subsektor industri barang dari
logam, mesin dan peralatanKota Surabayaberadadi kecamatanSawahan.
Padasubselilor industri barang dari logam, mesin dan peralatan di Kota Surabaya,tedadi
peningkatan966 dari 0,17 pada tahun 1994 menjadi 0,31 pada tahun 2002 hal ini
menujukkan peningkatan perbedaan kerakteristik dan spesialisasi antar wilayah pada
subsektortersebut. Hal ini diikuti oleh peningkatan kekuatan agglomerasi pada industri
tersebut (peningkatan kekuatan agglomerasi terlihat dari kenaikan G5e dai' 0,22 pada
tahun 1994 menjadi 0,34 pada tahun 2002). Kenaikan dorongan agglomerasi tersbut
disebabkan oleh peningkatan ekstemalitas yang disebabkan btowledge spillover dan
natural advantage (diperlihatkan oleh kenaikan 766 dari sebesar0,06 pada tahun 1994
nenjadi 0,14 pada tahun 2002). Hal yangbertentangandipedihatkan oleh penurunanyag
dari -0,14 menjadi -0,31 yang memperlihaXkanbahwa agglomerasi yang te{adi lebih
disebabkanoleh ekstemalitasdari natural ad.vantagesedangkanpengaruh dxi knowledge
sp i IIover lebih coladurgkearahdispersi onlo rc e.
Pada sisi lain, c/asler (konsentrasi spasial) pada industri manufaktur Kota Surabayabisa
tedadi akibat adanya agglomerasi yang disebabkan oleh upaya mengurungi biaya
hansportasi dengan berlokasi di sekitar /ocal demand yang besar serta upaya untuk
memperoleh akses pasar yang luas (Krugman,1991)pendapat ini dapat membantu
menjelaskan kenapa terjadi konsenfasi spasial pada industri makanan, minuman dan
ternbakau di Kota Surabaya.Jumlah penduduk Surabayayang cukup banyak merupakan
pasarpotensial bagi output industri makanan,minuman dan tembakau. Selain itu, adanya
pelabuhan laut di Kota Surabaya mempermudah akses menuju pasar industri te6ebut,
baik pasardalam negeri maupunpasarekspor (Dick, 1993:325-343\-
Menurut Ellison dan Glaeser (1999) jumlah penduduk sebagaipasar potensial dan
pelabuhan laut yang mendukung industri merupakan natural advqntages dari suatu
wilayah. Fujita dan Mori (1996) menambahkanbahwa adanya pelabuhan laut akan
memperbesarskala kota dan meningkatkan ekemalitas positif dari konsenhasi spasial,
Pendapatini didukung oleh Porter (1990) yang menyatakanbahwa demandcondition dan
factor condition (termasuk didalamnya akses transportasi dan infiaskuktur merupakan
determinankeunggulan industri suatu wilayah.
Pada suwey literatur telah dijelaskan bahwa dengan adanya konsentrasi spasial, akan
menciptakar kuntungan yang berupa penghematan lokalisasi dan penghematan
ubanisasi yang merupakan faktor pendorong terjadinya agglomerasi, Penghematan
lokalisasi berkaitan dengan ekstemalitas yang terjadi pada suatu industri telah
memunculkan fenomena kluster industri, ymg sering disebut industrial cluster verci
Marshal atau industrial districs. Pada kota besar yang aneka mgam seperti Surabaya
sangatj arang dijump ai feiomena industrial district, yzng meruipakankluster yang terjadi
secamalami. Kluster pada industri manufaldur yang ada diKota SurabaF sebagianbesar
berbantrlk industrial complex cluster , yang tidak toljadi secam alami dan membutuhkan
investasi maupun campur tangan oleh pemerintah maupun institusi lain yang terkait
KonsentrasiSpasialIndustriManufakturTinjauanEnpids di Kota Surabaya
Sebagai contoh dapat dilihat pada kecamatan Sawahan. Data pada tahun 1994
menunjukkan bahwa 3,26yo tenaga kerja industri manufakur besar dan menengah Kota
Surabayaberadadi kecamatanSawahan,akan tetapi datatahun 2002 menunjukkan bahwa
tenaga kerja industri manufaktur Kota Surabaya yang tErkonsentrasi sacara spasial di
kecamatan Sawahan mengalami peningkatan menjadi i4,58%, Clrster (konsentrasi
spasial) industri manufallur yang terbentuk di kecamatan Sawahan cenderung
menyerupai industrial complex cluster yang merupakan rational cluster, dimar'a
agglomerasi )"ng terjadi juga didorong oleh penghematanbiaya transaki dalam kluster
danjuga kemudahanaksestransportasi.
V. IMPLIKASI KEBIJAKAN
Muncul pertanl,aan yang akan harus dijawab tentang kebijakan dan strategi industri
berbasis konsentrasi spasial yang "sesuai" dengan kondisi Kota Surabaya, Berdasarkan
analisis yang telah dilakukan pada industri manufakur di Kota Swabaya, kebijakan
pembangunanindustri yang dapat diterapkan di Kota Surabayaadalah mengernbangkan
subsekor unggulan Kota Surabaya(subsektor industri makanan,minuman, dan tembakau
dan subsektor industri logam, mesin, dan peralatan) dengan menciptakan iklim
persaingan,ikiim usahadan ildim investasiyang kondunsifbagi industri tersebut.
Satu hal )ang tidak boleh terlupakan adalah mempersiapkanlokasi industri manufaktur
baru sebagaiimplikasi perkembanganwilayah Kota Surabayadengan kerakeristik yeng
sesuai dengan industri y,ang direlokasi dan dapat mendukung pengembanganindustri.
Relokasi industri perlu dilakukan karenapada umurrmyaklustq industri di Kota Surabaya
sudah mencapai masa kedewasaan,terutama pada kawasan industri Rungkut ftal ini
dapatterlihat dari porurunan konsentrasispasialpada kawasantersebut).
Konsentasi SpasialIndustsiManufaktur TinjauanEmpiris di Kota Surabala
Perlu ditekankan bahwa relokasi industri harus tedadi secara alami, pemerintah Kota
Surabayahanya boleh terlibat dalam perencanaankawasan industri baru serta penfapan
infrastruktur untuk mencengahdistorsi pasar. Selain itu, peran teryenting bagi pemerintah
Kota Surabaya adalah berkoordinasi dengan pemerintah dari daerah pendukung Kota
Surabaya 1,angmerupakan wilayah pengaruh agglomerasi (agglomerction area) dalam
merumuskan kebijakan industri '"ng ter?adu. Koordinasi antar daerah sangat penting,
karena berdasarkan UU No 2211999, tentang oxonomi daerah, pemerintah kota dan
kabupaten memiliki kebsbasan seluas-luasnF untuk mengatur daerah masing-masing
berdasarkanaspirasi dari bawah {Word Ban\ 2003 a).
Selain itu, perlu adanya repositioning peran Kota Surabaya dari pusat industri dan
perdagangan di Indonesia timur menjadi pusat keuangan, perdagangan dan jasa yang
menopang industrialisasi di Indonesia timur. Hal ini didukung oleh jumlah sumber daya
manusia berkualitas yang cukup besar, adanyapelabuhanlaut, dan bandaraintemasional
serta peEnan propinsi Jawa Timur sebagai salah satu pusat industri manufaktur di
Indonesia, Repositioning peranan Kota Surabaya akan mendukung pengernbangan
ekonomi propinsi Jawa Timur sertapengembangankawasantimur Indonesia(Kotler et al,
1997; Kotler dan Kertajaya,2000; World bank, 2003 a; 2003 b; Dick, 1993: 230-255;
325-343;Kuncoro,2004).
VI. KESIMPULAN
Hasil analisis menunjukkan bahwa analisis trp yang digunakan untuk menentukan sekor
unggulan suatu wilayah harus dibandingkan dEngankonsentrasi spasial dan spesialisasi
dari tenaga keda pada sektor tercebut, karena dengan adanya tenaga keqa yang
tflspesialisasi akan meningkatkan produLtivitas wilayah. Selain itu, adanya konsentrasi
spasialjuga akan mengurangrbiaya transaksi antar perusahaanyang berdekatan(terulama
bagi perusahaanyang saling terkait dalam satu industri).
Subsektor andalan Kota Surabaya adalah subsektor industri makanan minuman dan
tembakau dan subsektor industri logam, mesin dan peralatan. perkembangan subsektor
tersebut didorong oleh te{adinya agglomerasi yang disebabkan oleh ekstemalitas berupa
knowledge spillover dan tenaga kelja yang terspesialisasi. Selain itu perkembangan
industri di Kota Surabayajuga didorong oleh aksespasar, baik berupa jumlah penduduk
maupun saranatransponasl.
DAFTAR PUSTAKA
Romer' P. "Increasing Retum and Long Run C:rov,th." Journal of Political Economy,
1986,Vol 94 hal. 1002-1038.
Saad, Ilyas. 'lmplementasi Otonomi Daerah sudah mengaruh pada Distorsi dan High
Cost Economy." SMERU Working Paper,2003.
Usman, S. "Indonesia's Decentralization Policy Initial Experiences and Emerging
Problerns."SMERU Workingpaper,2001.
Wilflamson, O. E. The Economics Institution of Capitalism: Firms, Markets, Relqtional
Contructing.NewYork: The Freepress,1985.
World Bauk Decentdlizirrg Indonesia: A Regional Public Expend.iture Reyiew
OverviewReport.ReportNo. 26191-IND,2003a.
World Bank "Kota-Kota dalam Transisi: Tinjauan Saktor Perkotaan pada Bra
Desentralisasidi Indonesia". Working PaperNo.7, 2003.