Anda di halaman 1dari 16

Vol. V No.

02,2005Januari,hal75-90

KonsentrasiSpasialIndustri Manufaktur Tinjauan


Empiris di Kota Surabaya

Erlangga Agustino Landiyantol

ABSTRAK

Konse trasi dari aletivitas ekonomi secara spasinl, terutama pada indwfti manufaknr,
telah menjadifenomena menarik untuk dianalisis. Pad,aindustri manufaktur, konsentrasi
spasial ditentukan oleh biaya upah, biaya transportasi dan al6es pasar set'ta elgtenalitas
dari konse trasi spasial yang berkaitan dengan penghematqn lokalisasi dan
pe ghemats urbanisasi, Penelitian iki bertujuan untuk mengetahui dimana dan pada
subselrtor apa industri manafald.urKota Surabaya terkonsentrasi serta untuk mengetahui
mengapa dan bagaimana industri manufalaur Kota Surabaya terkonsentrasi sehingga
dapat dianalkis mengenai kebijakan dalam mengembangkanindustri manafaktur Kota
Swabaya. Data yqng digunakan pada penelitian ini adalah data tenqgc kerjq ikdustri
uanufshur dua digit per kecamatan di Surabaya tahun 1994 dan 2002. Data tersebul
dianalisis dengcn menggunakanLQ, Ellison Gbeser ind.el<sd.anMaurel Sedillot ind.eks.
Berd.asarkan aualisis, dikaahui bahwa Industri manufaktur di Kota Surabaya
terkonsentrasi d.i Kecematan Rungkut, Tandes dan Sawahqn sedangkan subsektor
unggulan Kota Surqbaya adalah industri uakanan, minuman dan tembqkouserta industri
logam,mesindanperalatan.

Kata KuncirRonsettrasiSpasial,Blistemalitas,Kluster.Aglornerasi,Surabaya
Klasifikasi JELz R12, L60

I. PENDAHULUAN

Dalam persainganglobal yang semakin tajam, industri manufaktur suatu negara dituntut
untuk mampu menghasilkan output secara efisien jika ingin tetap dapat bertahan.
Efisiensi dalam produksi dapat tercapai jika sumber daya yang tersedia dapat
dialokasikan secaraefektif dan efisien. Hal ini dapat dikembangkan denganadanyaperan
pemerintah ikut campur dalam meningkatkan produldivitas, efisiensi, dan kapabilitas
nasional (Porter, 1990).

Pada pembangunansektor industri manufaklur, kebijakan lang berorientasi spasial dan


regional merupakan salah satu faktor kunci yang dapatmendukung pemerintah pusat dan
daerah dalam merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan pernbangunan
(Kuncoro, 2002). Pada tahun 2000, pemerintah Indonesia telah memberikan perhatian

' PenulisadalahrnahasiswaDepartemenIlmu Ekonomi FakultasEkonomiUniversitasAirlangga-errdll.'


rlanggaagustino@yahoo.com
ErlanggaAgusrinotandiyanto

pada perspektif dan pendekatan cluster ata\ pendekatan konsentrasi spasial dalam
kebijakan nasional dan regional sektor industri manufaktur untuk mendorong spesialisasi
produk sertameningkatkan efisiensi dan produLtivitas (Kompas, lglgl}e}Or.

konsenirasi spasial dapat ditemukan pada kebanyakan negara berkernbang


{gnomen_a
dimana distribusi penduduk dan konsentrasi industri terkonsenhasi di kota-kota besar
seperti Bangkok, New Delhi, Sao paulo, dan Jakarta yang menandai suatu sistem spasial
bardasarkanakumulasi modal dan tenaga kerja dalam agglomerasi perkotaan (Ku;coro,
2002:l).

Konsentrasi akifitas ekonomi secaru spasial menunjukkan bahwa industrialisasi


merupakan suatu proses yang selektif dan hanya tedadi pada kasus tertentu bila
dipandang dari segi geografis. Sebagai contoh, di Amerika Serikat, mavoritas industri
manufaktur telah sekian lama terkonsentrasi pada suatu lokasi yang clisebut .,sabuk
manufaktur"-(Krugnran, 1991). Konsentrasi spasial industri (industrial clustering) yang
serupajuga ditemukan di kawasanindustri lxral belt di Inggris (Kuncoro, 2000).

Fenomenaserupajuga dapat ditemukan di Jawa Timur, dimana terdaDatberbagai macam


konsenfiasi spasial pada industri manufaktur. Di Jawa Timur, industri rianufaktur
terkonsentrasi koridor Surabaya-Malang (Surabay4 Malang, Mojokerto, Gresik"
-di
Pasuruandan sidoarjo) dimana koridor surabaya-Marangmemberikan iontribusi sekitar
50% dari output sektor industri manufaklur Jawa Timur, selain itu industri manufaktur di
Jawa Timurjuga terkonsentrasidi Kediri dan Jember.

Jawa Timur memiliki peranan yang penting dalam se*tor industri manufaktur di
Indonesia, Industri manufaktur di Jawa Timur menyumbang sekitar 20% dari nilai
tambah yang dihasilkan oleh sektor industri manufaktur di Indonesia dan sekitar 25%
tenaga keda yang bekeija di sektor industri manufaktur Indonesia. Jawa Timur
merupakanpusat industri pembuatandan perbaikan kapal laut, industri rel dan kereta api
seta terkonsentrasinya
pabrik gula (Dick, 1993;230-255).

Kota Surabaya sebagai ibukota Propinsi Jawa Timur adalah kota terbesar kedua di
Indonesia- Di Kota Surabaya,keterkaitan antara kota dan daerah pendukung terlihat dari
2 h^l yaittJ. pertama, akses intemasional dari ekonomi Surabaya akan-berpengaruh
terhadap wilayah penyangga, kedua, Kota Swabaya menjadi |'Growth pole.- bagl
pembangunanwilayah pen'"ngga. Kota Surabayamemiliki aksespelabuhanjalur kereL
api dan bandara internasional yang mendukung industri manufaktui di Jawa Timur. pada
seliJor industri manufaktur, Kota surabaya memberikan kontribusi terbesar y"itu sekitar
l8% dari tenaga kerja industri manufaktur Jawa Timur dan 19% dari outDut irrdlrsfi
manufaktur Jawa Timur (Dick, 1993:325-343).

Berdasarkan hal yang telah dijelaskan sebelumnya, diskusi dalam makalah ini akan
dibatasi dalarn konteks konsentrasi spasial pada industri manufaktur di Suabava.
sedangkan permasalahan yang analisis dalam makalah ini adalah dimanakah lokasi
terjadinya dan industri manufaktur apa yang terkonsentrasi secara snasial di Kota
Syafaya? a* bagaimanakonsentrasi spasial itu terjadi? Kebijakan apa yang
llaequ
sebaiknyadilakukan?

Psnelitian ini dilakukan dengantujuan untuk menjawab permasalahandenganmengetahui


lokasi terjadinya konsentrasi spasial dan industri manufaktur apa yang-terkonsentrasi
KonsenfiasiSpasialIndustri ManufakturTinjauanErnp is di Kota Surabala

secan spasial di Kota Surabaya serta mengetahui mengapa dan bagaimana terjadinya
konsentrasi spasial pada industri manufaLlur di Kota Surabaya, sehingga dapat
dirumuskan kebijakan altematif dalam membangun sektor industri manufaklur Kota
Surabaya. Untuk itu makalah ini disusun menjadi enam bagian: Bagian pertama berisi
latar belakang, permasalahan dan tujuan; Bagian kedua merupakan survey liteftIur
tentang konsenhasi spasial; Bagian ketiga menjelaskan tentang pendekatan Pnlitian,
data dan sumber data yang digunakan serta telcrik analisis, dalam teknik analisis
dijelaskan mengenai pengukuran konsentrasi spasial menggunakanLQ, Ellison-Glaeser
index danMaurel-Sedilot index; Bagian keempat berisi tentang pembahasandan analisis
lentang konsentrasi spasial pada industri manufaktur di Kota Surabaya; Bagian kelima
berisi tentang pembahasandan analisis tentang kebijakan altenatif yang dapat dilakukan
dalam mengembangkanindustri manufaktur Kota Surabaya;Bagian keenam merupakan
kesimpulan dari penelitian dan saranberdasarkanhasil penelitian.

II. KAJIAN LITERATUR

Konsentrasi spasial merupakan pengelompokkan dari aktivitas ekonomi secara spasial


dalam suatu lokasi tertentu dan saling terkait. hal ini dapat ditemui pada konsentrasi
industri tknologi tin ggl di Silicon l/a//ey (Ellison dan Glaeser,l997), Konsentrasi spasial
pada kota tepi air (Fujita dan Mori,l996), kluster industri (porter,l990; 1998 a;1998b),
sertaagglomerasiperkotaan (Fujita dan Thiesse,2002).

Krugman (1991) menyatakan bahwa konsenhasi spasial merupakan aspek yang


ditekankan dari aktiyitas ekonomi secarageografis dan sangatpenting dalam penentuan
lokasi industri. Menurut lftugman, dalam konsentrasi aktivitas ekonomi secara spasial,
terdapat 3 hal yang saling terkait yaitu intemksi antara skala ekonomi, biaya hansportasi
dan permintaan. Untuk mendapatkan dan meningkatkan kekuatan skala ekonomis,
perusahaan-perusahaancmderung berkonsentrasi secara spasial dan melayani seluruh
pasar dari suatu lokasi. Sedangkanuntuk meminimalisasi biaya transportasi,perusahaan-
perusahaan cenderung berlokasi pada wilalah lang memiliki permintaan lokal yang
besar, akan tetapi permintaan lokal yang besar cenderung berlokasi di sekitar
terkonsentrasinyaaktifitas ekonomi, seperti komplek industri maupun perkotaan.

Menurut Weber (Fuj ita et al,l999:26-27), ada 3 faktor yang menjadi alasan perusahaan
pada industri dalam menentukanlokasi, yaitu:
A. PerbedaanBiaya Trasportasl.
Produsen cenderung mencad lokasi yang memberikan keuntungan berupa
penghematan biaya hansportasi serta dapat mendorong efisiensi dan efektivitas
produksi. Dalam perspektif yang lebih luas, Coase (1937) mengemukakantentang
penghmatan biaya hansalci (bia1a hansportasi, biaya transaksi, biaya kontrak,
biaya koordinasi dan biaya komunikasi) dalam penentuanlokasi perusahaan.
B. PerbedaanBiaya Upah.
Produsen cenderung mencari lokasi dengan tingkat upah tenaga krja yang lebih
rendah dalam melakukan aktivitas konomi sedangkan tenaga kerja cenderung
mencari lokasi dengantingkat upah yang lebih tinggi. Adanya suatu wilayah dengan
tingkat upah yang tinggr mendorong tenagakeda untuk terkonsentrasipada wilayah
Erlangga
Agustinotandiyanto

tersebut. Fenomenaini dapat ditemui pada kota-kota besar dengan keanekaragaman


tinggi seperti Jakartamaupun kota yang trspesialisasiseperti Kudus maupun Kediri.
Keuntungin dari Konsentrasi Industri SecaraSpasial.
Konsenftasi spasial akan menciptakan keuntungan )Nang berupa penghematan
lokalisasi dan penghematanubanisasi. Penghematanlokalisasi tedadi apabila biaya
produksi penrsahaanpada suatu industri menurun ketika produki total dari industri
tersebut meningkat (tiadi increqsing reurn of scaie)- Hal ini terjadi pada
pemsahaanpada industri yang berlokasi secaraberdekatan. penshematanurbanisasi
terjadi bila biaya produksi suatu perusahaan menurun ketiki Foduksi seluruh
perusahaanpada berbagai tingkatan aktivitas ekonomi dalam wiiayah yang sama
meningkat. Penghematankarena berlokasi di wilayah yang sama ini terjadi ahbat
skala perekonomian kota yang besar, dan bukan akibat skala suatu jenis industri.
Penghematan urbanisasi telah memunculkan perluasan wilayah metropolitan
(extended met rop oIit an r egio ns).

Dalam perspekif yang sedikit berbeda tentang keuntungan konsentrasi spasial, Marshal
(1920) mengemukakanpemikiran lentang ektemalitas positif dan menjelaskanmengapa
produsen cenderung berlokasi dekat dengan produsen lain (dorongan untuk berlokasi
dekat denganperusahaanlain disebut denganagglomerasi).Menffut Marshal, konsentlasi
spasialdidotong oleh ketersediaantenagakeda yang lerspesialisasidimana berkumpulnla
perusahaan pada suatu lokasi akan mendorong berkumpulnya tenaga keda,
'mg
terspesialisasi, sehingga menguntungkan perusahaan dan tenaga kerja. Seiain itu,
berkumpulnya perusahaan atau industri yang saling terkait akan dapat meningkatkan
efisiensi dalam pemenuhankebutuhan input yang tenpesialisasi yang lebih baik dan lebih
muah. Yang terakhir, Ma$hal menyatakan.bahwa jarak yang tereduksi dengan adanya
konsentrasi spasial akan memperlancar arus informasi dan pengetahuan (knowledge
spillover) padalokasi tersebut.PandanganMarshal tentang industri yang terkonsentrasidi
suatu tempal dan saling terkait disebut 'rd8tri{.tl clu.ster atauindustrial district. MenJtrlut
Marshal, kluster industri pada dasamyr merupakan kelompok altifitas produksi yang
amat terkonsentrasi secara spasial dan kebanyakan terspesialisasi pada satu atau dua
indushi utama saja.

Senadadengan pendapat Marshal, Porter menyatakan bahwa kluster adalah perusahaan-


perusaliaan yang yang terkonsentrasi secara spasial dan saling terkait dalam industri.
Perusahaan-perusahaan dalam industri yang terkonsentrasi secara spasial tersebut juga
terkait dengan institusi-institusi yang dapat mendukung industri secara praktis. Kluster
meliputi kumpulan perusahaandan hal yang terkait dalam industri yang penting dalam
kompetisi. Kluster selalu memperluasaliran menujujalur pemasarandan konsumen,tidak
ketinggalanjuga jalur menuju produsenproduk komplementer,dan perusahaanlain dalam
industri yang trkait, baik terkait dalam keahlian, teknologi maupun izprt. Dalam kluster
juga tercakuppemerintahdan institusiyanglain (Porter,1990;1998a; 1998b).

Kluster menginterprestasikan jaringan yang te&entuk dan menjadi semakin kokoh


dengan sendirinp tidak hanya oleh perusahaandalam kluster tetapi oleh organisasi lain
yang terkait sehinggamenciptakan kolaborasi dan kompetisi dalam tingkatan yang tinggi
sehingga dapat meningkatkan dala saing berdasarkankeunggulan kompetitif. (Rainei,,-p
2002\
Konssnfari SpasialIndustri Manufallur TinjauanEnpiris di Kote SurabalE

Ada 3 bentuk kluster berdasarkanperbedaaniipe dari ekstemalitas dan perbedaantipe


dari orientasi dan intervensi kebijakan (Kolehmainen, 2002).

l) The Industrisl Distric,s Cluster.


Industrial district cl ster ata\ yang biasa disebut dengn Marshalian Industrial District
adalah kumpulan dari perusahaanpada industri yang te$pesialisasi dan terkonsentrasi
secara spasial dalam suatu wilayah (Marshal,l920). Pandangan Marshal mengenai
industial district masih relevan sampai saat ini dan secaraempiris masih dapat dijumpai.
Dalam perpektif lebih modem (Krugman, 1991; Porter, 1990), industrial district cluster
berbasispada ekstemalitassebagaiberikut:
a) Penurunanbiaya transaki (misalnya, biaya komunikasi dan transportasi)
b) Tenaga kerja yang terspesialisasi (misalnya, penurunan biaya rekuitment ienaga
kerja yang terspesialisasi dan penurunan biaya untuk pengembangansumber daya
manusia)
c) Ketersediaan sumber daya, input dan infrasfruktur yang spesifik dan terspesialisasi
(misalnya pelayananspesial dan tersedia sesuaidengankebutuhanlokal)
d) Ketersediaanide dan informasi yang makimal (misalnya mobilitas tenagakeia,
knowledgespillover, hubunganinformal antar perusahaan)
lntJlrtya, industlial district, terjadi secala alamiah dan bersifat "open membership".
Dalam industial distflcl tidak memerlukan investasi dalam membangunrelationship, Hal
ini menunjukkan bahwa jenis kluster ini dapat muncul tanpa memerlukan usaha untuk
memunculkannya. Selain itu, ciri-ciri dari industrial district dapat teridentifikasikan
dalam area metropolitan dan kota-kota lain yang memprodusi jasa dalam skala yang
tinggi. (Gordon dan McCann, 2000).

2) The In.lustrial Complex Clusor,


Industrial comple:rc/zsler berbasispada hubungan antar perusahaanydng tridentifikasi
dan bersifat stabil yang terwujud dalam perilaku spasial dalam suatu wilayah. Hubungatr
antar perusahaan sengaja dimunculkan untuk membentuk jaringan perdagangandalam
kluster. Model kompleks industri pada dasamya lebih stabil daripada model distrik
industri, karena diperlukannya investasi dalam menjalin hubungan antaxaperusahaan-
perusahaan dalam kluster ini, dimana hubungan yang teqadi berdasarkan atas
pertimbangan yang mantap dalam pengambilan keputusan. Dengan kata lain kluster ini
(komplek industri) tedadi karena perusahaan-perusahaaningin meminimalkan biaya
transaksi spasial (biaya hansportasi dan komunikasi) dan memiliki tujuan-tujuan tertentu
baik secaraimplist ataupun eksplisit dengan menempatkanperusahaannyadekat dengan
perusahaan-perusahaan lain. Dalam beberapakasus, tedadinya kluster industri didorong
oleh adanya suatu penrsahaanyang mengekspor produk akhir ke pasar intemasional,
yang menjadi mesin penggerak bagi perusahaan-perusahaanlain untuk berada pada
kluster tersebut,

Komplek industri tidak trbangun secara alami dan berbasis pada hubungan saling
ketergantunganyang tidak simetris antam perusahaanbesar dan kecil. Keadaan ini dapat
menghalangi penyerapandan pengembanganinovasi dan menempatkanperusahaankecil
pada kedudukan yang yang rendah dalam menciptakan investasi dalam penelitian dan
80 Erlangga
Agustinol:ndiyanto

pengembanganserta pemasaran.Dominasi dari perusahaanbesat yang menjadi motor


dalam kluster teNebut dapatberdampaknegatif bagi iklim usahadan peluang pada kluster
secarakeseluruhan.

3\ The Social Netx'ork ClusteL


Social Network cluster menekankanpada aspeksosial pada aktifitas ekonomi dan norma-
norma institusi dan jaringan. Model ini berdasarkan pada kepercayaan dan bahkan
hubungan informal antarpersonal,hubungan interpersonal dapat menggantikan hubungan
konfak pasar atau hubungan hirarki organisasi pada proses intemal dalam kluster.
Hanison (1992) menyatakan bahwa konsentrasi spasial pada kluster ini menrpakan
konteks alami yang terbentuk karena adanya hubungan informal dan modal sosial yang
berupa kepercayaan, karena hal tersebut yang membentuk dan menjaga melalui
persarnaansosial dan sejarahdan terus menerus melakukan kegiatan bersamadan saling
berbagi. Perlu diingat bahwa jaringan sosial antar perusahaantidak perlu dibentuk dalam
ruang lingkup regional ataupun lokal karena kedekatan wilayah dau budaya dapat
memfasilitasi terbentularyaproseste6ebut.

III.METODOLOGI

Penelitian ini menggunakanmetode eksploratif dalam menjawab permasalahan.Metode


tqsebut sangat fleksibel dan tidak terstruktur sehingga memudahkanpencarian ide serta
petunjuk mengenai situasi permasalahan,Pendekatanpenelitian )ang akan digunakan
dalam adalah pendekatan kuantitatif yang diperkuat dengan menggunakan pendekatan
kualitatif dalam analisis.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari BPS,
dalam penelitian ini data yang di analisis secara kuantitatif adalah data tenaga ket'a
industri manufaktur besar dan menengah dengan standar klasifikasi ISIC 2 digit setiap
kecamalandi Kota Surabaya. Selain itu penulis juga menggunakandata yang bersumbl
dari suwey literatur dan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelunmya, data
tersebut bisa berupa kalimat maupun angka yang dapat memperkuat analisis secara
kualitatif.

Salah satu pendekatan yang paling sering digunakan dalam menganalisis konsentrasi
spasial adalah LQ tenaga kerja atau bisa disebut juga Hoover-Balassa koefisien.
Pendekatan ini menyatakan bahwa spesialisasi dalam industri (terutama manufaktur)
teiadi apzbila share industri pada suatu \vilayah lebih besar daripadasiare industri pada
wilayah agg,egat Pendapat ini dilengkapi oleh Lafourcade dan Mion (2003) yang
menyatakan bahwa industri akan terkonssntrasi pada suatu lokasi dimana share tenaga
keq a untuk industri tersebutlebih besardaripadashare industri secfra aggregat.
s = st (l)
fo

Dimana:
adelah,riare tenagakerja industri manufaktur subsektori pada wilayah kecamatandi
5|
Kota Surabaya.
Xi adddr share lenagake{a industri manufaktur subseldori pada seluruh wilayah Kota
Surabaya.
Konsentasi SpasialIndustri ManufakturTidauan Ernpirisdi Kota Surabaya

Sedangkanpendekatan yang dikernukakan oleh Ellison dan Glaeser (1997), ditujukan


untuk mengisolasi efek dari konsentrasi spasial. Model yang dikerrukakan diturunkan
dari indeks yang berbasistenagakerja:
(/" Y (2)
I rc = L,\si_x;,1
i=l

Indeks yang dikembangkan dari indeks tersebut telah digunakan untuk menganalisa
konsentrasi spasial dari industri manufaktur di amedka serikat, berdasarkananalisa yang
telah dilakukan, Ellison dan Glaeser berkesimpulan bahwa pacla industri yang
terspesialisasi, konssntrasi spasial terjadi k*er,a nattaral advantage dan knowledge
spfl/orer (disebut juga Marshal-Anow-Romer atau MAR el$temalitas). Akan tetapi
sangat sulit untuk mengukur dorongan dari knowledge spillover terhadap konsentrasi
spasial. Oleh karena itu, Ellison dan Glaeser (1999) mengemukakantentang kontribusi
nqtural adyantqgesberdasatkanfactor endolment '"ng secara simultan mempengaruhi
dan mendorong skala ekonomi internal perusahaan, untuk itu Ellison dan Glaeser
membangun indikator untuk merefleksikan kontribusi dai nstural adyantqges dar,
knowIedge spi IIover y aitl'.
- H (3)
y ^^ =Gea
1- H
Indikatortrsebutdibangundaripersamaan
(4) danpersamaan
(5), dimana:
M.
H =2,GyI (4)

(5)
G*=-#=
l-I(*,.I
,=l

H = Herfidahl indeks, menunjukkan diltribusi lokasi. Semakin tinggi F/ maka


distribusi lokasi semakintidak merata.
Seoigas = Gini lokasional, menunjukkan tingkat spesialisasi suatu selilor dan
konsentrasispasialantarabeberapawilayah.
GEc;GMs: Menunjukkan besamya kekuatan agglomerasi yang mendorong konsentrasi
sPasial l
"lEc:"yMs: Menunjukkan pengaruh natural advantage du\ knowledge spilloyer ter]hadap
konsentrasisoasialdari industri.
Sy : Menunjukkan .ilare subselicorpada wilayah kecamatandi Surabala.
Xi : Menunjukkan Siare subsektorpada seluruh Kota Surabaya.

Berdasarmodel yang dikemukakan oleh Ellison dan Glaeser,Maurel dan Sedillot (1999)
mengembangkan model altematif yang merupakan modifikasi dari Ellison-Glaeser
indeks.dimana:
M .
8", = E,G?-,i) (6)
ErlanggaAgustino lrndiyanto

^ 9rs a)
w Ms= --------
r-ixi
t=l

Dengan menggabungkanpersamaan(7) dan persamaan(4) dan disusun seperti persamaan


(3) akan terbentuk:

_Grs- H (8)
.,
fus-
1_51

Maurel dan Sedillot menyatakan bahwa model ini dapat menunjukkan bahwa pengaruh
spillover terhadap perusahaan besar berdampak lebih banyak daripada terhadap
perusahaankecil.

Dalam analisis, pemekaranjumlah kecamatandi Kota Surabayacukup menyulitkan, dan


cenderungmembuat analisis menjadi bias. Oleh karanaitu, analisis yang dilakukan adalah
analisis Cross Sectio pada 2 tahun yang berbeda dengar: tahun 1994 dan tahun 2002
sebagaitahun analisis dorgan poryesuaian penetapantahun brdasarkanasumsi. Analisis
pada tahun 1994 diasumsikan sebagaipenggambarankonsentras'iindustri manufaktur di
Surabaya sesudahderegulasiperdagangan1984 dan sebelum l<risis. Analisis pada tahun
2002 diasumsikan sebagai penggambarankonsentrasi spasial pada era sesudahotonomi
elaerah diberlakukan dan erc pemulihan }<risis. Penetapan asumsi tidak berhubungan
secara langsung dengan analisis akan tetapi hanya mencoba menjelaskan kenapa tahun
1994 dan tahun 2002 dianbil sebagaitahun analisis.

IV. PEMBAHASAN

PadaKota Surabayaterdapat dua kawasanindustri, yaitu kawasanindustri Rungkut yang


dikelola oleh PT SIER dan kawasan industri Tandes yang dikelola oleh PT Sari Mulya
Permai. Data pada tahun 1994 menunjukkan bahwa 39,6Vo tenaga kerja industri
manufaktur besar dan menengahKota Surabayaterkonsentrasipada KecamatanRungkut
tempat berlokasinya kawasanindustri SIER (Surabaya industrial Estate Rungkut)-Selain
itu, data tahun 1994 juga menunjukkan bahwa 17,8fy'otenaga ke{a industri manufaktur
Kota Surabaya berada pada Kecamatan Tandes tempat berlokasinya kawasan industri
yang dikelola PT Sari Mulya Permai. Padadata tahun 2002lerlihd. adanyapenambahaan
jumlah kecamatandi Surabayadari 19 kecamatanpada tahun 1994 menjadi 31 kecamatan
pada tahun 2002. Data tahun 2002 menunjukkan bahwa 33,72% tenaga kerja industri
manufaktur Surabaya terkonsentrasi pada wilayah eks Kecamatan Rungkut (Rungkut,
Gunung Anyar dan Tenggilis Mejoyo) dan 24,08yo terftga kerja industri manufaktur
Suabaya terkonsentrasi pada wilayah el$ Kecamatan Tandes (Tandes, Asemrowo dan
Sukomanunggal).

Industri manufakur di Kecamatan Rungkrrt (eks Kecamatan Rungkut), cenderung


terspesialisasipada industri makanan,minuman dan tembakau. Hasil analisis LQ sebesar
1,68 pada subsekor makananminuman dan tembakau dan industri pengolahanlainnya di
Kcamatan Rungkut menunjukkan bahwa subsektor tersebut merupakan subsektor
unggulan pada Kecamatan Rungkut, hal itu didukung oleh data tahun 1994 yang
Konsenfi"si Spasialtndusid ManufakturTinjauanEnpiris di Kota Surabaya

menyebutkan bahwa 66,8% tenaga keda subsektor industri makanan, minuman dan
tembakau Surabaya terkonsenfasi di Kecamatan Rungkut. Data juga menunjukkan
bahwa 4l% tnaga keda industri manufakur Surabayabekerja pada subsektor trsebut.

Sedangkan pada Kecamatan Tandes (eks Kccamatan Tandes), data tahun 1994
menunjukkan bzhwa 74,5Vo tenaga keda yang bekerja pada subsektor industri logam
dasar di Kota Surabayaberada di KecamatanTandes. Akan tetapi jumlah tersebuthanla
6,9% dal]' seluruh tenaga keqa industri manufaktur di Kecamatan Tandes, sehingga
tenaga keda di Kecamatan Tandes kurang terspesialisasi pada industri tersebut.
Sedangkanapabila melihat LQ industri tersebut pada Kecamatan Tandes yang sebesar
4,31 pada 1994 dar' ?,97 pada tahun 2002 dapat dilihat bahwa subseldor tersebut
merupakansubsektorandalanpada KecamatanTandes.

Marshal (1920) menyatakan bahwa ketersediaan tenaga kerja spesialis akan


menguntungkan perusahaan yang terspesialisasi di wilayrh tersebut. Porter (1990)
menambahkanbahwa tenagakeda yang terspesialisasimerupakanbagian dari fakor yang
merupakan determinan dari keunggulan suatu wilayafi. Lafourcad dan Mion (2003)
menyatakan bahwa dengan adanya tenaga kerja yang terspesialisasi akan mendorong
perusahaanyang terspesialisasi untuk trkonsentrasipada wilayah tersebut, Oleh karena
itu, industri makanan, minuman dan tembakau sangat layak untuk dikembangkan di
wilayah eks Kecamatan Rungkut sedangkan industri logam dasar sangat cocok
dikernbangkandi eks KecamatanTandes.

Data tahun lgg4 dan 2OO2juga menunjukkan bahwa bahwa industri manufakur di Kota
Surabaya terkonsentrasi pada subektor industri makanan, minuman dan ternbakau dan
subsektor industri barang dari logam, mesin dan peralatan. Hal ini menunjukkan bahwa
pada industri manufaktur di Surabaya cenderung terspesialisasi pada kedua subsektor
tersebut. Indeks Herfindahl tahun 1994 pada subsektor industri makanan, minuman dan
tembakau sebesar0,46 dan pada tahun 2002 tidak menunjukkan banlak perubahan . Hal
ini menuqjukkan bahwa distribusi perusahaandan tenaga kela pada subsektor tersebut
tidak merata dan cendemng terkonsenbasi pada kecamatan-kecamatan tertentu.
Sedangkan966 1994 sebesar0,6 menunjukkan adanyakeanekaragamankarakeristik yang
ierspesialisasiantar wilayah pada industri tercebut.

T{adi penurunan gs6 pada sektor makanan minuman dan tembakau pada tahun 2002
menjadi sebesar0,46. Penurunan926menunjukkan bahwa keanekaragamankarakteristik
antar wilayah pada industri makanan,minuman dan tembakausemakinberkurang. Hal itu
disebabkan oleh teqadinya MAR (Marshal-Anow-Romer) ekstemalitas (hnowledge
spillover) dm kstemalitas yang disebabkannatural qdyantqge yang besar pada ii.rdustri
te$ebut (ditunjukkanoleh 1s6sebesar0,57 pada tahun 1994).Penurunan766 menjadi
0,09 pada tahun 2002 menunjukkan penuunan ekstemalitas yang disertai dengan
penwunan dari kekuatan agglomerasi (erlihat dari penwunan GEGdai 0,76 pada tahun
1994menjadi0,5lpadatahun 2002) sedangkanapabilamelihatpenurunat yys dai 0,032
pada tahun 1994 menjadi 0,032 menjadi -{,13 menunjukkan bahwa efek dai btowledge
spillover tereduksi dan berubah menjadi dispersionforce, dan agglomerasi yang tedadi
lebih disebabkanoleh nqtural advantagedi Kota Surabaya.
ErlanggaAgustino landiyanto

Indeks Herfindahl pada 1994 dari industri barang dari logam, mesin dan peralatan
menunjukkan nilai sebesar0,16 lang memperlihatkan bahwa distribusi dari tenaga keia
dan penrsahaan cukup memta pada kecamatan-kecamatan di Surabaya (tidak
menunjukkan adanya dominasi satu. kecamatan yang menguasai industri tersebut).
Peningkatan indeks Herfindahl pada tahun 2002 menjadi sebesar 0,23 disebabkan
munculnya dominasi salah satu kccamatan pada industri te$ebut vaitu kcamatan
Sawahandimana 45,81% tenaga kega yang bdkerja pada subsektor industri barang dari
logam, mesin dan peralatanKota Surabayaberadadi kecamatanSawahan.

Padasubselilor industri barang dari logam, mesin dan peralatan di Kota Surabaya,tedadi
peningkatan966 dari 0,17 pada tahun 1994 menjadi 0,31 pada tahun 2002 hal ini
menujukkan peningkatan perbedaan kerakteristik dan spesialisasi antar wilayah pada
subsektortersebut. Hal ini diikuti oleh peningkatan kekuatan agglomerasi pada industri
tersebut (peningkatan kekuatan agglomerasi terlihat dari kenaikan G5e dai' 0,22 pada
tahun 1994 menjadi 0,34 pada tahun 2002). Kenaikan dorongan agglomerasi tersbut
disebabkan oleh peningkatan ekstemalitas yang disebabkan btowledge spillover dan
natural advantage (diperlihatkan oleh kenaikan 766 dari sebesar0,06 pada tahun 1994
nenjadi 0,14 pada tahun 2002). Hal yangbertentangandipedihatkan oleh penurunanyag
dari -0,14 menjadi -0,31 yang memperlihaXkanbahwa agglomerasi yang te{adi lebih
disebabkanoleh ekstemalitasdari natural ad.vantagesedangkanpengaruh dxi knowledge
sp i IIover lebih coladurgkearahdispersi onlo rc e.

Pada sisi lain, c/asler (konsentrasi spasial) pada industri manufaktur Kota Surabayabisa
tedadi akibat adanya agglomerasi yang disebabkan oleh upaya mengurungi biaya
hansportasi dengan berlokasi di sekitar /ocal demand yang besar serta upaya untuk
memperoleh akses pasar yang luas (Krugman,1991)pendapat ini dapat membantu
menjelaskan kenapa terjadi konsenfasi spasial pada industri makanan, minuman dan
ternbakau di Kota Surabaya.Jumlah penduduk Surabayayang cukup banyak merupakan
pasarpotensial bagi output industri makanan,minuman dan tembakau. Selain itu, adanya
pelabuhan laut di Kota Surabaya mempermudah akses menuju pasar industri te6ebut,
baik pasardalam negeri maupunpasarekspor (Dick, 1993:325-343\-

Menurut Ellison dan Glaeser (1999) jumlah penduduk sebagaipasar potensial dan
pelabuhan laut yang mendukung industri merupakan natural advqntages dari suatu
wilayah. Fujita dan Mori (1996) menambahkanbahwa adanya pelabuhan laut akan
memperbesarskala kota dan meningkatkan ekemalitas positif dari konsenhasi spasial,
Pendapatini didukung oleh Porter (1990) yang menyatakanbahwa demandcondition dan
factor condition (termasuk didalamnya akses transportasi dan infiaskuktur merupakan
determinankeunggulan industri suatu wilayah.

Pada suwey literatur telah dijelaskan bahwa dengan adanya konsentrasi spasial, akan
menciptakar kuntungan yang berupa penghematan lokalisasi dan penghematan
ubanisasi yang merupakan faktor pendorong terjadinya agglomerasi, Penghematan
lokalisasi berkaitan dengan ekstemalitas yang terjadi pada suatu industri telah
memunculkan fenomena kluster industri, ymg sering disebut industrial cluster verci
Marshal atau industrial districs. Pada kota besar yang aneka mgam seperti Surabaya
sangatj arang dijump ai feiomena industrial district, yzng meruipakankluster yang terjadi
secamalami. Kluster pada industri manufaldur yang ada diKota SurabaF sebagianbesar
berbantrlk industrial complex cluster , yang tidak toljadi secam alami dan membutuhkan
investasi maupun campur tangan oleh pemerintah maupun institusi lain yang terkait
KonsentrasiSpasialIndustriManufakturTinjauanEnpids di Kota Surabaya

dalam membangun relationship dengan berdasarkanrasionalitas. Paclasisi lain, banyak


ditemui socral network cluster terutama pada industri kecil dan rumah tangga di Kota
Surabayayang mengandalkaninerperconal reletions&ip berdasarkanpersamaansejarah
maupun budaya.

Penghematan urbanisasi terjadi ketika efisiensi pemsahaan meningkat akibat


meningkatnya produksi dan efisiensi seluuh perusahaan dalam wilayah yang sama.
Penghematan karena berlokasi di wilayah yang sarna ini te{adi akibat skala
perkonomian kota yang besar serta bemnekaragam,dan bukan akibat skala suatu jenis
industri. Penghematan urbanisasi memunculkan faromena yang disebut dengan
agglomerasi perkotaan yang menyebabkan terjadinya perluasan wilayah meiopolitan
(ex.tended metrcpolitan regions) dan mendorong industrialisasi pada suatu wilalah
(Kuncoro, 2002). Hal ini dapat dilihat peningkatan jumlah tenaga kerja pada sektor
industri manufaktur di Kota Surabaya dart 75.704 pekeda pada tahun 1994 menjadi
318.897 peke{a pada tahun 2002 yzrtg didorong oleh perkembangan industri Kota
Surabayaakibat penghematanurbanisasr.

Terkonsentrasinyaindustri manufaktur besar dan menengah secaraspasial paclawilay'ah


selain Kecamatan Rungkut (eks Kecamatan Rungkut) dan Kecamatan Tandes (eks
Kecamatan Tandes) yang sengaja diperuntukkan sebagai kawasan industri merupakan
suatu fenomena yang menadk untuk dibahas. Kawasan industri Rungl{ut dan Tandes
dibangun dengan pertimbangan matang baik akses hansportasi maupun kemudahan
lainnya, akan tetapi, data tahun 2002 memmjukkan bahwa terjadi penurunan konsentrasi
tenagakeda industri manufaktur di KecamatanRungkut, tapi sebaliknya, terjadi kenaikan
konsentrasi tenaga ker;a industri manufaktur pada wilayah-wilayah yang tidak
diperunhrkkan secarasengajasebagaikawasanindustri.

Sebagai contoh dapat dilihat pada kecamatan Sawahan. Data pada tahun 1994
menunjukkan bahwa 3,26yo tenaga kerja industri manufakur besar dan menengah Kota
Surabayaberadadi kecamatanSawahan,akan tetapi datatahun 2002 menunjukkan bahwa
tenaga kerja industri manufaktur Kota Surabaya yang tErkonsentrasi sacara spasial di
kecamatan Sawahan mengalami peningkatan menjadi i4,58%, Clrster (konsentrasi
spasial) industri manufallur yang terbentuk di kecamatan Sawahan cenderung
menyerupai industrial complex cluster yang merupakan rational cluster, dimar'a
agglomerasi )"ng terjadi juga didorong oleh penghematanbiaya transaki dalam kluster
danjuga kemudahanaksestransportasi.

Industri manufaktur di kecamatanSawahancenderungterspesialisasipada industri logam,


mesin dan peralatan. Data tahun 2002 menunjukkan bahwa 90,291'/otenagakerja industri
manufaktur kecamatan Sawahan beke{a pada industri logam, mesin dn peralatan. LQ
pada industri tersebut di kecamatanSawahan sebesar3,14 menyatakan bahwa industri
logam, mesin dan peralatan berpotensi besar untuk dikembangkan. Dengan industri yang
terspesialisasi pada kecamatan Sawahan akan mendorong teijadinya agglomerasi yang
disebabkan oleh ekstemalitas berupa tenaga ketja yang terspesialisasi, input yang
terspesialisasi maupun knowled.gespillover). Pada suatu irrd)str1,,lanwledge spilloyer
memiliki peranan yang sangat penting karena dengan adanya knowledge spilloter akan
mendorong akumulasi modal manusia yang diperkuat oleh learning by doing sehingga
akan meningkatkanpertumbuhanindustri tersebut(Romer, 1986;Lucas, 1988).
86 ErlanggaAgustino Landiyanto

V. IMPLIKASI KEBIJAKAN

Analisis yang tlah dilakukan menunjukkan peranan konsentrasi spasial dalarn


perkernbangan industri manufakur di Kota Surabaya. Oleh karena itu, dalam
mengembangkanseldor industri manufaktur di Kota Surabaya,perlu mempertimbangkan
untuk menggunakan strategi industri berbasis kluster yang berdasarkan spesialisasi
industri yang didorong oleh te{adinya agglomerasi dalam mengembangkankeunggulan
kompetitif seldor industri manufalftw di Kota Surabaya dalam menghadapi persaipgan
pada era pasarbebas.

Muncul pertanl,aan yang akan harus dijawab tentang kebijakan dan strategi industri
berbasis konsentrasi spasial yang "sesuai" dengan kondisi Kota Surabaya, Berdasarkan
analisis yang telah dilakukan pada industri manufakur di Kota Swabaya, kebijakan
pembangunanindustri yang dapat diterapkan di Kota Surabayaadalah mengernbangkan
subsekor unggulan Kota Surabaya(subsektor industri makanan,minuman, dan tembakau
dan subsektor industri logam, mesin, dan peralatan) dengan menciptakan iklim
persaingan,ikiim usahadan ildim investasiyang kondunsifbagi industri tersebut.

Untuk mendukung hal tersebut, Kota Surabayaperlu mengatw Eumberdaya substansial


dari seldor swasta, Hal ini membutuhkan pernbentukan kelembagaan dan pelatulan
lingkungan yang dapat menarik investasi srMastadalam bidang infrastruktur, merubah
hukum dan peraturan; mengenalkan konsep pemberian hatga yang merefleksikan biaya
(cost-reflective pricind; dn menyediakan prosedur dan proses privatisasi dan/atau
disinvestasi yang transparan (World Bank, 2003 b). Pandangan ini diperkuat dengan
pendapat yang dikemukakan Poder yang menyatakanbahwa persainganyang didukung
oleh iklim usaha yang baik akan meningkatkan efisiensi, produkivitas dan kualitas
(Porter, 1990; 1998 a; 1998 b). Best menambahkanbahwa persaingandan iklim usaha
yang baik akan menciptakan iklim investasi yang kondunsif serta akan membangun
entrepreneurship para pelaku dalam industri (Best, 1999), sedangkaniklim usaha dan
iklim investasi yang baik dibqrgun melalui tata kelola yang baik dangan didukung penuh
oleh aspek kelembagaan secara hirarkis (Williamson, 1985). Sedangkan pemerintah
bertindak sebagai "landasan kelembagaan" dan'lenjaga iklim persaingan" agar
persaingandapat tercapai padatitik optimal (North, 1990).

Salain pembangunan kelernbagaan,Perlu dipersiapkan sumber daya dan infiastruktur


pendukung industri dan perdagangandengan memperhatikan keterkaitan intraildustry
dan keterkaitan interindustrl yang dapat menopang industri unggulan (Porter,1990;1998
a;1998 b). Infrastrultur yang ada harus diperkuat dsngan investasi pada human cqpital
dan resesrch and developmentyang didukung ilmu pengetahuandan teknologi sehingga
secarakumulatif dapat mendorcng pertumbuhan industri manufaktur serta sektor-sekor
lain secarakeseluruhan(Harvey dan Amstrong, 2001).

Satu hal )ang tidak boleh terlupakan adalah mempersiapkanlokasi industri manufaktur
baru sebagaiimplikasi perkembanganwilayah Kota Surabayadengan kerakeristik yeng
sesuai dengan industri y,ang direlokasi dan dapat mendukung pengembanganindustri.
Relokasi industri perlu dilakukan karenapada umurrmyaklustq industri di Kota Surabaya
sudah mencapai masa kedewasaan,terutama pada kawasan industri Rungkut ftal ini
dapatterlihat dari porurunan konsentrasispasialpada kawasantersebut).
Konsentasi SpasialIndustsiManufaktur TinjauanEmpiris di Kota Surabala

Perlu ditekankan bahwa relokasi industri harus tedadi secara alami, pemerintah Kota
Surabayahanya boleh terlibat dalam perencanaankawasan industri baru serta penfapan
infrastruktur untuk mencengahdistorsi pasar. Selain itu, peran teryenting bagi pemerintah
Kota Surabaya adalah berkoordinasi dengan pemerintah dari daerah pendukung Kota
Surabaya 1,angmerupakan wilayah pengaruh agglomerasi (agglomerction area) dalam
merumuskan kebijakan industri '"ng ter?adu. Koordinasi antar daerah sangat penting,
karena berdasarkan UU No 2211999, tentang oxonomi daerah, pemerintah kota dan
kabupaten memiliki kebsbasan seluas-luasnF untuk mengatur daerah masing-masing
berdasarkanaspirasi dari bawah {Word Ban\ 2003 a).

Berbagai evaluasi pelaksanaanotonomi secaraempiris memperlihatkan munculnya ego


kedaerahanyang berlebih, inefisiensi, distorsi pasardan persainganyang tidak sehatantar
daerah(Kuncoro, 2004; Saad,I., 2003; Usman, 2001). Oleh karena itu, apabila industrial
sprawl Kola Surabayapada era otonomi tidak dikelola dengan semangatkerjasamayang
baik, akan menimbulkan kebijakan pembangunanindustri yang tumpang tindih dan tidak
efisien. Pada dasamya, koordinasi dan kegasama sebaiknya ditekankan pada wilayah
agglomerasi industri Kota Surabaya yang mencakup wilayah SWP I (Satuan Wilayrah
PembangunanI Gerbangkertasusila: Surabaya,Gresik, Sidoat'o, Mojokefto, Lamongan,
dan Bangkalan) ditambah dengan kota dan kabupaten Pasuruan. Koordinasi dan
ket'asama perlu dilakukan karena pada wilayah-wilayah tersebut terlokasi industri-
industri yang memiliki keterkaitan dangan industri-industri Kota Surabayadan memiliki
ketergantunganlangsung dengan Kota Surabaya.Hal ini didukung oleh pemikiran Porter
menyatakanbahwa related and suppreting industries ffitat wilayah danfactor conditions
suatu wilalah harus diperkuat oleh dukungan serta kerlasama sinergis pemerintah antar
wilayah dengan Stakeholder terkait baik secarc veftikal marup:onhorizontal dalam
pembangunarinstitusipendukung(Porter,1990;1998a; 1998b)

Selain itu, perlu adanya repositioning peran Kota Surabaya dari pusat industri dan
perdagangan di Indonesia timur menjadi pusat keuangan, perdagangan dan jasa yang
menopang industrialisasi di Indonesia timur. Hal ini didukung oleh jumlah sumber daya
manusia berkualitas yang cukup besar, adanyapelabuhanlaut, dan bandaraintemasional
serta peEnan propinsi Jawa Timur sebagai salah satu pusat industri manufaktur di
Indonesia, Repositioning peranan Kota Surabaya akan mendukung pengernbangan
ekonomi propinsi Jawa Timur sertapengembangankawasantimur Indonesia(Kotler et al,
1997; Kotler dan Kertajaya,2000; World bank, 2003 a; 2003 b; Dick, 1993: 230-255;
325-343;Kuncoro,2004).

VI. KESIMPULAN

Hasil analisis menunjukkan bahwa analisis trp yang digunakan untuk menentukan sekor
unggulan suatu wilayah harus dibandingkan dEngankonsentrasi spasial dan spesialisasi
dari tenaga keda pada sektor tercebut, karena dengan adanya tenaga keqa yang
tflspesialisasi akan meningkatkan produLtivitas wilayah. Selain itu, adanya konsentrasi
spasialjuga akan mengurangrbiaya transaksi antar perusahaanyang berdekatan(terulama
bagi perusahaanyang saling terkait dalam satu industri).

Industri manufalctur Kota Swabala terkonsentrasi di dua kecamatan yang didalamnya


terdapat kawasan industri yaitu Kecamatan Rungkut (eks Kecamatan Rungkut) dan
8a ErhnggaAgustinoI$diyanto

Kecamatan Tandes (eks Kecamatan Tandes) dimana subsektor andalan Kecamatan


Rungkut adalah industri makanan,minuman dan tembakau sedangkansubseldor andalan
Kecamatan Tandes adalah industri logam dasar. Konsentrasi spasial yang terjadi di dua
kecamatantersebut menciptakanpenghematanlokalisasi dan penghematanurbanisasi dan
mendorong pertumbuhanindustri Kota Surabayasecarakeseluruhan.

Subsektor andalan Kota Surabaya adalah subsektor industri makanan minuman dan
tembakau dan subsektor industri logam, mesin dan peralatan. perkembangan subsektor
tersebut didorong oleh te{adinya agglomerasi yang disebabkan oleh ekstemalitas berupa
knowledge spillover dan tenaga kelja yang terspesialisasi. Selain itu perkembangan
industri di Kota Surabayajuga didorong oleh aksespasar, baik berupa jumlah penduduk
maupun saranatransponasl.

Kebijakan pernbangunan yang dapat dilakukan pemedntah Kota Surabaya adalah


mengembangkansektor unggulan Kota Suabaya, denganmenciptakan iklim persaingan,
iklim usahadan iklim investasi yang kondusif. Dalam mendukung hal tesebut,pemerintah
Kota Surabaya dengan dukungan oleh swasta harus mempersiapkan sumber daya dan
infrastrultur pendukung yang disertai oleh modal manusia dan IpTEK. Dengan simakin
berkembangnya industri manufaktur, pemerintah Kota Suabala sebaiknya
mempersiapkanlokasi pengembanganindustri manufaktur pada wilayah pendukung Kota
Surabaya dengan bekerja sama dengan pemerintah daerah pendukung. yang teraklir,
pemerintah Kota Surabayaharus siap denganperubahanperan Kota Surabaya agar lebih
efisiendalammelakukanakifitas ekonomi.

DAFTAR PUSTAKA

Amstrong, H. and Taylor, J. Regional Economics and policy. Blackwell publisher,


2001.
Best, M. Cluster Dl,namics in Theory and Practise: Singopore/Johor and penang
Electronics. UNIDO/ISIS, 1999.
Coase,R. "The Natureofthe Firm." Economica, 1937,yol4. No 3, hal. 386-405
Dfck, H. "Manufacturing," dalam H.,J.J. Fox, & J. Mackte, eds., Balanced
Development: East Java in the New Order. Singapura: Oxford University
Press,1993a,hal. 230-255.
Dick, H, "The Economic Role of Surabaya,"dalam H.,J.J. Fox, & J. Mackie, eds.,
Balanced Developmenti East Java in the New Order. Singapura: Oxford
UniversityPress,1993b,hal. 325-343.
Elllson, G. and Glaeser,E. "GeographicConcenfationin US ManufacturingIndustries:
A Dartboard Approach;'Journal Political Economy,1997,Vol. 105.hal. 889-
927.
Ellison, G. and Glaeser,E. "The GeographicConcentrationoflndushy: Does Natural
Advantage Explain Agglomeration?," Americon Economic Review, 1999, yol
8 9 .h a l .3 1 1 - 3 i 6 .
Fujita, M., Krugman, P.,and Venables, A.J. The Spatial Economy: Cities, Regions, and
Inter ational Tlade. Cambridge and London: The MIT press, 1999.
Kohsentari SpasialhrdustriManufalcurTinjauanBrnpiris di Kota Sumbaya

Fujita, M. and Thiesse, J.F. Economics of Agglomeration: Cities, hr.lusfiial Location,


ahd Regional Groteth. Cambridge: Cambridge University Press,2002.
Fujita M. and T, Mori, "The Role of Ports in Making of Major Cities: Self
Agglomeration and Hub Effect." Joumal of Development Economics., 1996,
Vol 49,hal.93-12O.
Gordon ,I.R and McCann, P. "Industrial Clusters: Complexess,Agglomeration and/or
SocialNetwork?" Urbon Studies,2}l0,Vol 37, hal. 513-532.
Harrisons, B. "Industrial Districs: Old Wine in New Boltles2" Repional Studies,
| 992,Yol 26, \al. 469483.
Kolehmainen, J. *Torritorial Agglomeration as a Local Innovation Environment." MIT
Industrial PerformanceCenter. Working paper No 03002, 2002.
Kompas. "Kebijakat Nasional Sektor Industri:Aglomerasi dengan kemitraan." Agustus
19,2000.
Kotler,P., Jatusripitak, S. and Maesincee,S. "Marketing ofNations". New York: The
Freehess., 1997.
Kotler, P. and Kertajaya, H. Repositiott4 Asia: From Bubble to Sustairuble
Economy. Singaporc:John Wiley & Sons, 2000.
Kragman,P. Geographyand trade. Cunbidge: MIT kess, l99l.
Kuncoro, M. "Beyond Agglomeration and lJrbnizalion."Gajah Mada, 2000.
"Intemational Joumal of Business."September2000, Vol.2.No.3,hal. 307-
32s.
Kuncoro, M. , raliris Spctsialdan Regiozal. Jogjakarta:AMP YKPN, 2002.
Kuncoro, M. Otonorni dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perenca.nasn,Strategi,
dan peluang. Jakaria:Penerbit Erlangga, 2004.
Lafourcade, M, and Mion, G. "Concentration, Spatial Clustering and Size of Plants:
Disentangling the Sourcesof Colocation Externalities." CORE Working Paper.
Lucas,R. "On The mechanicsEconomic Developrnent." Journal of Monetary Economics.
1998,Yol22.hal.3-22.
Marshal, A. "PrinciplesofEconomics."London: Mcmillan, 1920.
Maurel, F and Sedillot, B. "A Measure Geographic Concentration In French
Manufacturing Indusfres," Regional Scienceand (Jrban Economics. 1999,Yol.
53.hal.469-481.
North, D. Institutions, Institutipnal Change and Economic Perfomance. New York:
Cambridge University Pross,1990.
Porter, M.E. The CompetitiyeAdvantage of Nations. New York The Freehess, I 990.
Portr, M.E. "Clusters and New Economics of Competition," Haryard BusinessReview,
Novernber-December{6) 1998a, hd- 77-91
Porter,M.E, On Competition. Boston:Harvard BusinessSchool Publishing, 1998b.
R;a;ines,P.Local or National CompetitiyeAdva tage.E\ropeff;, Policies ResearchCentre,
University of Strathclyde, clasgow, 2002.
90 Agustinohndiyanto
Erlangga

Romer' P. "Increasing Retum and Long Run C:rov,th." Journal of Political Economy,
1986,Vol 94 hal. 1002-1038.
Saad, Ilyas. 'lmplementasi Otonomi Daerah sudah mengaruh pada Distorsi dan High
Cost Economy." SMERU Working Paper,2003.
Usman, S. "Indonesia's Decentralization Policy Initial Experiences and Emerging
Problerns."SMERU Workingpaper,2001.
Wilflamson, O. E. The Economics Institution of Capitalism: Firms, Markets, Relqtional
Contructing.NewYork: The Freepress,1985.
World Bauk Decentdlizirrg Indonesia: A Regional Public Expend.iture Reyiew
OverviewReport.ReportNo. 26191-IND,2003a.
World Bank "Kota-Kota dalam Transisi: Tinjauan Saktor Perkotaan pada Bra
Desentralisasidi Indonesia". Working PaperNo.7, 2003.

Anda mungkin juga menyukai