I. Definisi
Kandidiasis (atau kandidosis, monoliasis, trush) merupakan berbagai macam
penyakit infeksi yang disebabkan oleh Candida albicans dan anggota genus
kandida lainnya.
Sumber Infeksi
Tiga sumber infeksi yang menyebabkan terjadinya KVV, meliputi reservoir,
penularan seksual dan kekambuhan.
a. Reservoir
Meskipun saluran gastrointestinal menjadi sumber kolonisasi awal kandida
pada vagina, kontroversi terus berlanjut mengenai peran usus sebagai
sumber reinfeksi pada wanita dengan KVV berulang. Beberapa penulis,
telah menemukan kesesuaian yang jauh lebih rendah diantara kultur dubur
dan vagina pada pasien dengan KVV berulang. Tingginya angka kultur
anorektal dalam beberapa studi mungkin menyatakan adanya kontaminasi
perineum dan perianal dari keputihan. Selain itu, KVV sering berulang
pada wanita tanpa adanya kultur dubur yang positif.
b. Penularan seksual
Kolonisasi kandida pada genital laki-laki yang bersifat asimptomatik
adalah empat kali lebih sering terjadi pada laki-laki dimana pasangan
seksualnya merupakan wanita yang terinfeksi. Sekitar 20% kandida pada
penis berasal dari wanita dengan KVV berulang. Kandida paling sering
ditemukan pada laki-laki yang disunat, biasanya asimptomatik. Patner
yang terinfeksi biasanya membawa keturunan yang identik, namun
kontribusi penularan seksual hingga patogenesis infeksi masih belum
diketahui.
c. Kekambuhan
Sejumlah kecil dari mikroorganisme bertahan dalam lumen vagina,
umumnya dalam jumlah yang terlalu kecil yang dideteksi oleh kultur
vagina yang konvensional. Hal ini juga dibayangkan bahwa jumlah kecil
kandida mungkin tinggal sementara di dalam serviks superfisial atau sel
epitel vagina yang hanya muncul kembali beberapa minggu atau bulan
kemudian.
KVV dengan komplikasi seperti infeksi rekuren, KVV berat, KVV dengan
penyebab Candida non-albicans, KVV pada penderita imunokompromis, KVV
pada wanita hamil, dan KVV pada penderita HIV. Untuk infeksi rekuren perlu
dilakukan biakan jamur untuk mencari spesies penyebab. Dapat diberikan
flukonazole 150 mg selama 3 hari atau topikal golongan azole selama 7-14 hari.
Untuk pengobatan dosis pemeliharaan diberikan tablet ketokonazole 100 mg/hari,
kapsul flukonazole 100-150 mg/minggu atau itrakonazole 400 mg/bulan atau 100
mg/hari atau topikal tablet vagina klotrimazole 500 mg. Pengobatan dosis
pemeliharaan ini diberikan selama 6 bulan. KVV berat ditanda dengan vulva
eritem, edema,ekskoriasi dan fisura. Terapi dapat diberikan flukonazole 150 mg
dengan 2 dosis selang waktu pemberian 72 jam atau obat topikal golongan azole
selama 7-14 hari. Pada KVV dengan penyebab Candida non-albicans, dengan
pemberian obat golongan azole tetap dianjurkan selama 7-14 hari, kecuali
flukonazole karena banyak Candida non-albicans yang resisten. Jika terjadi
kekambuhan dapat diberikan asam borak 600 mg dalam kapsul gelatin sekali
sehari selama 2 minggu. Jika masih terjadi kekambuhan dianjurkan pemberian
nistatin tablet vagina 100000 U per hari sebagai pengobatan dosis pemeliharaan.
KVV pada penderita imunokompromis diberikan obat antijamur konvensional
selama 7-14 hari. KVV pada wanita hamil, dianjurkan pengobatan dengan
preparat azole topikal, yakni mikonazole krim 2%, 5 g intravagina selama 7 hari
atau 100 mg tabet vagina tiap malam selama 7 hari atau mikonazol 200 mg tablet
vagina selama 3 hari. Dan juga klotrimazole krim 1 % sebanyak 5 g tiap malam
selama 7-14 hari atau 200 mg tablet vagina tiap malam selama 3 hari atau 500 mg
tablet vagina selama 1 hari. Pengobatan KVV simtomatis pada wanita dengan
HIV positif sama dengan pada wanita dengan HIV negatif. KVV tanpa komplikasi
dapat diterapi dengan flukonazole 150 mg dosis tunggal jangka pendek, atau
topikal azole jangka pendek. Terapi pada KVV komplikata, sebaiknya diberikan
obat sistemik oral atau topikal salam jangka lama dan dilanjutkan terapi dosis
pemeliharaan dengan flukonazole dosis mingguan untuk kasus KVVR atau
ketokonazole dosis 100 mg/hari selama 6 bulan. Pengobatan untuk penderita
kandidiasis asimtomatik masih kontroversi. Pada wanita dengan HIV negatif tidak
dianjurkan pemberian terapi antijamur.
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, pengobatan KVV yang
dianjurkan adalah klotrimazole 200 mg intravagina setiap hari selama 3 hari atau
klotrimazole 500 mg intravagina dalam dosis tunggal atau flukoazole 150 mg/oral
dalam dosis tunggal atau itrakonazole 200 mg/oral 2 kali sehari dosis tunggal atau
nistatin 100000 IU intravagina setiap hari selama 14 hari.
DAFTAR PUSTAKA
1. Janik MP, Heffernan MP. Yeast infection: candidiasis and tinea (pityriasis)
versicolor. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffell DJ, editors. Fitzpatricks dermatology in general medicine. 7th ed.
New York: The McGraw-Hill Companies, 2008; p.1822-8.
2. Hay RJ, Moore MK. Mycology. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths,
editors. Rooks textbook of dermatology. 7th ed. Massachusets: Blackwell
Publishing; 2004; p. 31.60-75.
3. Sobel JD. Vulvovaginal candidiasis . In : Holmes KK, Sparling PF, Stamm
WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen MS, Watts DH, editors. Sexually
Transmitted Disease. 4th ed. United State of America:Mc Graw Hill;2008;p
823-35
4. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran. Edisi 1. Jakarta:
Salemba Medika, 2005.
5. Calderone, R.A., and Fonzi, W.A. (2001). Virulence factors of Candida
albicans. Trends in Microbiology, 9(7): 327-35.
6. Stawiski MA, Prince SA. Infeksi kulit. Dalam: Prince SA, Wilson LM, editor.
Patofisiologi konsen klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC,
2005; p. 1443-54.
7. Nyirjesy, P., C. Peyton, et al. (2006). Causes of chronic vaginitis: analysis of a
prospective database of affected women. Obstet Gynecol 108(5):p 1185-91.
8. Schwebke, JR. Vaginitis . In :Zenilman JM, Shahmanesh M, editors. Sexually
Transmitted Disease: Diagnosis, Management and Treatment. United State of
America:LLC;2012;p 65
9. James, Wiliam D, Dirk M Elston, Timothy G. Berger. Andrews Disease of
The Skin Clinical Dermatology. 11th ed. British:Saunder elsevier; 2006; p
297-9
10. Richardson MD, Warnock DW. Fungal infection. Edisi ke 3, Oxford
:Blackwell Publication; 2003.
11. Daill SF, Makes WIB, Zubier F. Infeksi Menular Seksual. Edisi keempat.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011.
12. Workowshi KA, Berman SM. Sexually Transmitted Diseases Treatment
guidelines 2006. US Department of Health and Human Services. Centers For
Disease Control and Prevention (CDC). Morbidity and Mortality Weekly
Report; 2006. 55 : p. 54-6.