Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

Kanker adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan pertumbuhan


sel tidak normal/terus-menerus dan tidak terkendali yang dapat merusak jaringan
sekitarnya serta dapat menjalar ke tempat yang jauh dari asalnya yang disebut
metastasis. Sel kanker bersifat ganas dapat berasal atau tumbuh dari setiap jenis
sel di tubuh manusia. Kanker hingga saat ini menjadi masalah kesehatan di dunia
termasuk Indonesia.1

Kanker payudara adalah kanker paling umum kedua di dunia setelah


penyakit kardiovaskular. Jenis kanker yang banyak diderita dan ditakuti oleh
perempuan adalah kanker payudara. Berdasarkan data World Health Organization
di perkirakan bahwa lebih dari 508.000 wanita di seluruh dunia meninggal pada
tahun 2011 karena kanker payudara.2 American Cancer Society memperkirakan
di Amerika Serikat pada tahun 2015 terdapat sekitar 231,840 kasus baru kanker
payudara invasif yang di diagnosis pada perempuan, 60.290 kasus baru karsinoma
in situ (CIS) yang di diagnosis (CIS adalah non invasif dan merupakan bentuk
awal dari kanker payudara), serta sekitar 40.290 perempuan meninggal dengan
kanker payudara.3

Berdasarkan data Kementrian Kesehatan RI, penyakit kanker serviks dan


kanker payudara merupakan penyakit dengan prevalensi tertinggi di Indonesia
pada tahun 2013, yaitu kanker serviks sebesar 0,8% dan kanker payudara sebesar
0,5% atau 61.682 jumlah kasus.4 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di
RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado tahun 2013-2014 diperoleh 151 kasus
kanker payudara. Angka kejadian terendah pada tahun 2013 sebanyak 63 kasus
(41,7%) dan angka kejadian tertinggi pada tahun 2014 sebanyak 88 kasus
(58,3%).5

Kanker payudara merupakan penyakit yang bersifat ganas dimana sel


payudara mengalami proliferasi yang cepat, diferensiasi abnormal dan tumbuh
secara autonom yang menginvasi ke jaringan sekitar kemudian menyebar ke

1
bagian tubuh yang lain.6 Gejala permulaan kanker payudara sering tidak disadari
atau dirasakan dengan jelas oleh penderita sehingga banyak penderita yang
berobat dalam keadaan lanjut. Hal inilah yang menyebabkan tingginya angka
kematian kanker tersebut. Padahal, pada stadium dini kematian akibat kanker
masih dapat dicegah. Kanker pada dasarnya berkembang sangat lambat. Namun,
efek atau gejala yang bisa dirasakan atau dilihat pengidapnya baru muncul setelah
ia mengalami perkembangan cukup luas dan tidak bisa dihentikan dengan cara-
cara sederhana. Kemajuan dalam bidang terapi dan diagnostik memberikan
dampak dalam penemuan dini terhadap penyakit kanker terutama kanker
payudara. Namun yang paling penting dari semua kemajuan teknologi yang ada
adalah bagaimana seorang wanita mampu menyadari adanya perubahan awal dari
organ tubuhnya sehingga kanker payudara dapat diidentifikasi sejak dini sebelum
memasuki stadium lanjut.6-7

Berikut akan dilaporkan sebuah kasus Karsinoma mamae dextra, pada


seorang pasien wanita umur 59 tahun yang datang ke RSUP Prof. R.D Kandou
Manado.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Payudara
1. Anatomi payudara6-7
Setiap payudara merupakan elevasi dari jaringan glandular dan adipose
yang tertutup kulit pada dinding anterior dada. Payudara terletak diatas
otot pektoralis mayor dan melekat pada otot tersebut melalui selapis
jaringan ikat. Variasi ukuran payudara bergantung pada variasi jumlah
jaringan lemak dan jaringan ikat dan bukan pada jumlah glandular aktual.
Glandula mammae terletak di antara lapisan superficial dan lapisan
profunda dari fasia superficial subkutis. Serabut lapisan superficial fasia
superficial dan glandula mammae dihubungkan dengan jaringan serabut
pengikat, yang disebut dengan ligamentum cooper mammae. Posterior
dari glandula mammae adalah lapisan profunda fasia superficial subkutis,
di anterio fasia m. pektoralis mayor terdapat struktur yang longgar,
disebut dengan celah posterior glandula mammae, maka glandula
mammae dapat digerakan bebas di atas permukaan otot pektoralis mayor.
Jaringan glandular terdiri dari 15 sampai 25 lobus mayor, setiap
lobus dialiri duktus laktiferusnya sendiri yang membesar menjadi sinus
lakteferus (ampula). Lobus-lobus dikelilingi jaringan adipose dan
dipisahkan oleh ligamen suspensorium cooper (berkas jaringan ikat
fibrosa). Lobus mayor bersubdivisi menjadi 20 sampai 40 lobulus, setiap
lobulus kemudian bercabang menjadi duktus-duktus kecil yang berakhir
di alveoli sekretori. Puting memiliki kulit berpigmen dan berkerut
membentang keluar sekitar 1 cm sampai 2 cm untuk membentuk aerola.
Suplai arteri ke payudara berasal dari arteri mammaria internal,
yang merupakan cabang arteri subklavia. Konstribusi tambahan berasal
dari cabang arteri aksilari toraks. Darah dialirkan dari payudara melalui
vena dalam dan vena supervisial yang menuju vena kava superior.
Saluran limfe kelenjar mammae terutama berjalan mengikuti
kelenjar vena mammae terutama berjalan mengikuti kelenjar mamae,

3
drainasenya terutama melalui bagian lateral dan sentral masuk ke
kelenjar limfe fosa aksilaris, bagian medial masuk ke kelenjar limfe
mamaria interna. Perlu diperhatikan bahwa drainase limfe kelenjar
mammae tidak memiliki batasan pasti, ditambah lagi terdapat
anastomosis di antara mereka, limfe di bagian medial dapat mengalir ke
kelenjar limfe fosa aksilaris, bagian lateral dapat mengalir ke kelenjar
limfe mamaria interna.
Kelenjar mammae dipersarafi oleh nervi interkostal ke 2-6 dan 3-4
rami dari pleksus servikalis. Nervus torakalis lateralis, kira-kira di medial
m. pektoralis minor melintasi anterior vena aksilaris berjalan ke bawah
masuk ke permukaan dalam muskulus pektoralis mayor. Nerfus torakalis
medialis terletak kira-kira 1 cm lateral dari nervus torakalis lateralis,
tidak melintasi vena aksilaris berjalan ke bawah masuk ke m. pektoralis
minor dan m. pektoralis mayor. Nerfus torakalis longus dari fleksus
servikalis menempel rapat pada dinding toraks berjalan ke bawah,
mempersarafi m. seratus anterior. Nerfus torakalis dorsalis dari fleksus
brachialis berjalan bersama pembuluh darah subkapularis, mensarafi m.
subkapularis, m. teres mayor.
2. Histologi payudara8
Setiap kelenjar payudara terdiri atas 15-25 lobus dari jenis tubuloalveolar
kompleks yang berfungsi menyekresi air susu bagi neonatus. Setiap
lobus, yang dipisahkan satu sama lain oleh jaringan ikat padat dan
banyak jaringan lemak, sesungguhnya merupakan suatu kelenjar
tersendiri dengan duktus ekskretorius laktiferusnya sendiri. Duktus ini,
dengan panjang 2-4,5 cm, bermuara pada papilla mammae, yang
memiliki 15-25 muara, masing-masing berdiameter 0,5 mm. Struktur
histologi kelenjar payudara bervariasi sesuai dengan jenis kelamin, usia,
dan status fisiologis.

Sebelum pubertas, kelenjar payudara terdiri atas sinus laktiferus


dan beberapa cabang sinus ini, yakni duktus laktiferus. Pada wanita
selama pubertas, payudara membesar dan membentuk puting payudara
yang mencolok. Pada pria, kelenjar payudara akan tetap datar.

4
Pembesaran payudara selama pubertas terjadi akibat penimbunan
jaringan lemak dan jaringan ikat serta meningkatnya pertumbuhan dan
percabangan duktus laktiferus akibat bertambahnya jumlah estrogen
ovarium. Sebuah lobus terdiri atas sejumlah duktus yang bermuara ke
dalam satu duktus terminal. Setiap lobus terdapat dalam jaringn ikat
longgar. Suatu jaringan ikat yang kurang padat dan kurang banyak
mengandung sel, memisahkan lobus lobus. Dekat dengan muara papilla
mammae, duktus laktiferus menjadi lebar dan membentuk sinus
laktiferus. Sinus laktiferus dilapisi epitel berlapis gepeng pada muara
luarnya. Epitel ini berubah menjadi epitel berlapis silindris atau berlapis
kuboid. Lapisan duktus laktiferus dan duktus terminal, merupakan epitel
selapis kuboid dan dibungkus mioepitel yang berhimpitan. Jaringan ikat
yang mengelilingi alveoli mengandung banyak limfosit dan sel plasma.
Populasi sel plasma bertambah nyata menjelang akhir kehamilan; sel ini
berfungsi mensekresi immunoglobulin (IgA sekretorik) yang
memberikan kekebalan pasif kepada neonatus.

Struktur histologi kelenjar ini mengalami sedikit perubahan selama


siklus menstruasi, misalnya proliferasi sel duktus di sekitar masa ovulasi.
Perubahan ini bertepatan dengan saat ketika kadar estrogen yang beredar
mencapai puncaknya. Bertambahnya cairan jaringan padat pada fase pra-
menstruasi menambah besar payudara.

Papilla mammae (puting payudara) berbentuk kerucut dan


warnanya bervariasi antara merah muda, coklat muda atau coklat tua.
Bagian luar papilla mammae ditutupi epitel berlapis gepeng dengan
lapisan tanduk yang berhubungan langsung dengan kulit di dekatnya.
Kulit di sekitar puting susu membentuk areola mammae. Warna areola
mammae menjadi gelap selama kehamilan akibat akumulasi melanin
setempat. Setelah melahirkan, areola mammae agak memutih kembali
namun jarang mencapai warna aslinya. Epitel puting payudara berada di
atas selapis jaringan ikat yang banyak mengandung serabut otot polos.
Serabut-serabut ini tersusun melingkari duktus laktiferus yang lebih

5
dalam dan tersusun sejajar terhadap duktus ini di tempat masuknya
duktus pada puting payudara. Puting payudara ini banyak dipersarafi oleh
ujung saraf sensorik.

Setelah menopause, involusi kelenjar mammae ditandai dengan


pengecilan ukuran dan atrofi bagian sekresi dan sebagian duktusnya.
Perubahan atrofi juga terjadi di jaringan ikat.

3. Fisiologi Payudara5-6
Payudara wanita mengalami tiga jenis perubahan yang dipengaruhi oleh
hormon. Perubahan pertama dimulai dari masa hidup anak melalui masa
pubertas sampai menopause. Sejak pubertas, estrogen dan progesteron
menyebabkan berkembangnya duktus dan timbulnya sinus. Perubahan
kedua, sesuai dengan daur haid. Beberapa hari sebelum haid, payudara
akan mengalami pembesaran maksimal, tegang, dan nyeri. Oleh karena
itu pemeriksaan payudara tidak mungkin dilakukan pada saat ini.
Perubahan ketiga terjadi pada masa hamil dan menyusui. Saat hamil
payudara akan membesar akibat proliferasi dari epitel duktus lobul dan
duktus alveolus, sehingga tumbuh duktus baru. Adanya sekresi hormon
prolaktin memicu terjadinya laktasi, dimana alveolus menghasilkan ASI
dan disalurkan ke sinus kemudian dikeluarkan melalui duktus ke puting
susu.

B. Kanker Payudara
1. Definisi6
Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan
mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak
normal, cepat dan tidak terkendali. Kanker payudara (Carcinoma
mammae) adalah suatu penyakit neoplasma yang ganas berasal dari
parenkim. Definisi lain menyebutkan Karsinoma mammae adalah
neoplasma ganas yang bersifat infiltratif atau invasif, dan menghancurkan

6
jaringan normal di sekitarnya.Karsinoma merupakan keganasan pada
payudara yang paling umum terjadi dan kanker payudara merupakan jenis
kanker non kulit yang paling sering terjadi pada wanita.

2. Epidemiologi
Menurut WHO, kanker payudara merupakan kanker yang paling sering
terjadi pada wanita yaitu sekitar 508.000 wanita di seluruh dunia
meninggal pada tahun 2011 karena kanker payudara.2 American Cancer
Society memperkirakan di Amerika Serikat pada tahun 2015 terdapat
sekitar 231,840 kasus baru kanker payudara invasif yang di diagnosis pada
perempuan, 60.290 kasus baru karsinoma in situ (CIS) yang di diagnosis
(CIS adalah non invasif dan merupakan bentuk awal dari kanker
payudara), serta sekitar 40.290 perempuan meninggal dengan kanker
payudara.3

Di Indonesia, Riset kesehatan dasar tahun 2013 menunjukan bahwa


penyakit kanker leher rahim dan kanker payudara memiliki prevalensi
tertinggi pada wanita, kanker serviks 0,8% dan kanker payudara sebesar
0,5%.2 Di tahun 2014 WHO menemukan bahwa kanker payudara telah
menempati urutan pertama dari semua keganasan yang terjadi pada wanita
di Indonesia.3

Penyakit ini terutama mengenai wanita, kanker mammae pria hanya


sekitar 1% dari kanker mammae. Kebanyak kasus ditemukan pada usia
baya dan lansia. Jarang terjadi pada usia kurang dari 30 tahun, dan sangat
jarang pada usia dibawah 20 tahun.6

Belakangan ini insiden karsinoma mammae seluruh dunia cenderung


meningkat, sedangkan mortalitas cenderung menurun. Penyebab pasti
meningkatnya insiden belum jelas, ada yang berpendapat berkaitan dengan
meningkatnya taraf hidup dan perubahan pola hidup. Penyebab utama
menurunnya mortalitas karsinoma mammae mencakup intervensi terhadap
faktor resiko karsinoma mammae, deteksi dini dengan pemeriksaan
mammae serta kemajuan terapi karsinoma mammae.6

7
3. Etiologi dan Faktor risiko6
Etiologi kanker mammae masih belum jelas, tapi data menunjukkan
terdapat kaitan erat dengan faktor berikut :

1) Usia : Karsinoma mammae jarang ditemui pada usia muda kecuali pada
kasus familial tertentu. Kejadian menurut usia naik sejalan dengan
bertambahnya usia. Usia rata-rata saat diagnosis ditegakkan adalah 64
tahun.
2) Riwayat keluarga dan gen terkait karsinoma mammae : Penelitian
menemukan pada wanita dengan saudara primer menderita
karsinoma mammae, probabilitas terkena karsinoma mammae
lebih tinggi 2-3 kali dibanding wanita tanpa riwayat keluarga.
Penelitian dewasa ini menunjukkan gen utama yang terkait dengan
timbulnya karsinoma mammae adalah BRCA-1dan BRCA-2.
3) Reproduksi: Usia menarkhe yang muda, usia menopause yang lanjut
dan siklus haid pendek merupakan faktor risiko tinggi karsinoma
mammae. Selain itu, yang seumur hidup tidak menikah atau belum
menikah, partus pertama berusia lebih dari 30 tahun dan setelah
partus belum menyusui, berinsiden relatif tinggi.
4) Kelainan kelenjar mammae: Penderita kistadenoma mammae
hiperplastik berat berinsiden lebih tinggi. Jika satu mammae sudah
terkena, mammae kontralateral risikonya meningkat.
5) Penggunaan obat di masa lalu: Penggunaan jangka panjang hormon
insidennya lebih tinggi.Terdapat laporan penggunaan jangka panjang
reserpin, metildopa, analgesik trisiklik, dll dapat menyebabkan kadar
prolaktin meningkat beresiko karsinogenik bagi mammae.
6) Diet dan gizi: berbagai studi kasus kelola menunjukkan diet tinggi
lemak dan kaloriberkaitan langsung dengan timbulnya karsinoma
mammae. Terdapat data menunjukkan orang yang gemuk sesudah usia
50 tahun berpeluang lebih besar terkena kanker mammae. Terdapat
dalam laporan, bahwa minum bir dapat meningkatkan kadar estrogen
dalam tubuh, wanita yang setiap hari minum bir meningkatkan risiko
karsinoma mammae sebanyak 50-70%. Penelitian lain menunjukkan

8
diet tinggi selulosa, vitamin A dan protein kedelai dapat menurunkan
insiden karsinoma mammae.
4. Patogenesis
Faktor resiko utama yang berhubungan dengan perkembangan kanker
payudara adalah faktor hormonal dan genetik (riwayat keluarga). Kanker
payudara juga bisa terjadi secara sporadis, berkaitan dengan paparan
hormonal, kasus herediter, dan riwayat mutasi germ sel pada keluarga.
Dari faktor genetik, berkaitan dengan mutasi gen BRCA 1 pada kromosom
nomor 17q21 dan BRCA 2 pada kromosom nomor 13q12. BRCA 1 dan
BRCA 2 merupakan gen-gen supresor tumor. Adanya mutasi pada gen
BRCA1 akan menyebabkan penurunan atau terhentinya produksi dari
protein BRCA1. Mutasi BRCA1 sangat erat kaitannya dengan kejadian
kanker payudara herediter dan sindrom kanker ovarium. Secara umum,
ditemukannya gen BRCA1 akan menyebabkan peningkatan resiko
terjadinya kanker payudara sebesar 83% dan resiko terjadinya kanker
ovarium sebesar 63% pada usia lebih dari 70 tahun. sedangkan gen
BRCA2 berhubungan dengan kanker payudara pada laki-laki dan memiliki
resiko terkena kanker ovarium sebesar 10%. Pada suatu penelitian di
Negeri Belanda, mutasi gen BRCA1 terdapat pada 10.000 dari setiap 4
juta wanita Belanda yang berumur 25-55 tahun. Namun hingga saat ini,
penyebab kanker payudara belum diketahui secara pasti. Penyebab kanker
payudara termasuk multifaktorial, yaitu banyak faktor yang terkait satu
dengan yang lain. Beberapa faktor yang diperkirakan mempunyai
pengaruh besar dalam terjadinya kanker payudara adalah riwayat keluarga,
hormonal, dan faktor lain yang bersifat eksogen.8,9

Karsinogenesis pada payudara melalui 3 tahap, yaitu inisiasi,


promosi, dan progresi. Inisiasi adalah proses yang melibatkan mutasi
genetik yang menjadi permanen dalam DNA sel, yaitu mutasi dari gen
BRCA 1 dan BRCA 2. Promosi adalah suatu tahap ketika sel mutan
berproliferasi. Hormon estrogen sering merupakan promotor yang
merangsang pertumbuhan sel-sel kanker payudara. Tahap selanjutnya
adalah progresi, yaitu suatu tahap ketika hasil proliferasi sel mutan

9
mendapatkan satu atau lebih karakteritik neoplasma ganas seiring
berkembangnya tumor, sel menjadi lebih heterogen akibat mutasi
tambahan. Beberapa sel mutan ini dapat memperlihatkan perilaku ganas
yang lebih agresif atau lebih mampu menghindari serangan oleh sistem
imum penderita. Selama stadium progresif, massa tumor yang meluas
mendapatkan lebih banyak perubahan yang memungkinkan tumor
menginvasi jaringan yang berdekatan, membentuk pasokan darah sendiri
(angiogenesis), masuk (penetrasi) ke pembuluh darah dan bermigrasi ke
bagian tubuh lain yang letaknnya berjauhan (metastasis) untuk membentuk
tumor sekunder.4

5. Manifestasi Klinis6
Kanker mammae sebagian besar bermanifestasi sebagai massa mammae
yang tidak nyeri, sering kali ditemukan secara tak sengaja. Lokasi massa
kebanyakan di kuadran lateral atas, umumnya lesi soliter, konsistensi agak
keras, batas tidak tegas, permukaan tidak licin, mobilitas kurang (pada
stadium lanjut dapat terfiksasi ke dinding toraks). Massa cenderung
membesar bertahap, dalam beberapa bulan bertambah besar secara jelas.
Perubahan kulit dapat berupa :

a) Tanda lesung yang terjadi akibat tumor mengenai ligamen glandula


mammae sehingga ligamen tersebut memendek dan kulit sekitar
menjadi cekung.
b) Perubahan kulit jeruk terjadi ketika vasa limfatik sub kutis tersumbat
sel kanker sehingga menyebabkan hambatan drainase limfe dan
terjadi edema kulit serta folikel rambut tenggelam ke bawah.
c) Nodul satelit kulit terjadi ketika sel kanker dalam vasa limfatik
subkutis membentuk nodul metastasis dan disekitar lesi primer
dapat muncul nodul tersebar.
d) Ulserasi. Kulit ketika tumor menginvasi kulit tampak perubahan
berwarna merah atau merah gelap. Ulserasi dapat berbentuk
bunga berbalik.

10
e) Perubahan inflamatorik. Tampil sebagai keseluruhan kulit mammae
berwarna merah bengkak. Sering ditemukan pada penderita saat
hamil atau laktasi.

Perubahan pada papila mammae, dapat berupa :

a) Retraksi, terjadi karena distorsi papila mammae umumnya akibat


tumor menginvasi jaringan sub papilar.
b) Sekret papiler sering karena karsinoma papiler dalam duktus
besaratau tumor mengenai duktus besar.
c) Perubahan eksematoid merupakan manifestasi dari karsinoma
eksematoid (penyakit paget). Secara klinis tampak areola dan papila
tererosi, berkrusta, sekret, diskuamasi sangat mirip eksim.
6. Klasifikasi Karsinoma mamae
Klasifikasi carcinoma mammae berdasarkan gambaran histologi :
a)Non Invasif
1) Karsinoma duktus in situ (DCIS)
Pola arsitekturnya, antara lain tipe solid, kribiformis, papilaris,
mikopapilaris, dan clinging. Secara makroskopis, DCIS dapat
menghasilkan suatu massa keras yang terdiri atas struktur-
struktur seperti tali dan massa nekrotik.
2) Karsinoma lobulus in situ (LCIS)
LCIS tidak menghasilkan lesi yang dapat diraba dan tidak
terlihat pada mammografi. Kondisi ini biasanya merupakan
temuanpatologik insidental. Sel-sel abnormal dari hiperplasia
lobular atipik, carcinoma lobular insitu dan carcinoma lobular
invasif adalah identik, terdiri dari sel-sel kecil dengan inti yang
oval atau bulat dan anak inti yang kecil serta tidak berdekatan satu
sama lain.
b) Invasif
1) Karsinoma duktus invasif
Karsinoma jenis ini merupakan bentuk yang paling umum
ditemukan sekitar 65-80 dari carcinoma mammae. Secara

11
histologis, jaringan ikat padat tersebar berbentuk sarang. Sel
berbentuk bulat sampai poligonal, bentuk inti kecil dengan
sedikit gambaran mitosis. Pada tepi tumor, tampak sel kanker
mengadakan infiltrasi ke jaringan sekitar seperti sarang.
Secara makroskopis tumor berupa massa infiltratif berwarna
putih-keabuan yang teraba keras seperti batu dan berpasir. Gurat
kapur putih kekuningan merupakan ciri khas karsinoma ini
dan dapat terjadi akibat deposit jaringan elastik (elastosis) di
sekitar duktus di daerah yang terkena. Fibrosis dapat luas
(desmoplasia) dan menghasilkan suatu carcinoma tipe keras
(scirrhous). Gambaran morfologinya berbeda-beda dari kasus
ke kasus dan sering strukturnya kurang teratur berhubungan
dengan tipe spesifik tumor. Bentuk sel-sel tumor dapat
tersusun seperti ikatan, kelompokan, trabekula dimana
beberapa tumor dikarakteristikkan dengan sebagian besar padat
dan menginvasi sedikit stroma.
2) Karsinoma lobular invasif
Jenis ini merupakan carcinoma infiltratif yang tersusun atas
sel-sel berukuran kecil dan seragam dengan sedikit pleimorfisme.
3) Karsinoma musinosum
Pada karsinoma ini didapatkan sejumlah besar mucus intra
dan ekstraseluler yang dapat dilihat secara makroskopis dan
mikroskopis.
4) Karsinoma meduler
Secara makroskopis berbentuk bulat dengan ukuran yang
berbeda-beda, dengan diameter 2 -2,9 cm, dengan batas yang
tegas dan konsisten lunak. Berwarna coklat sampai abu-abu
5) Karsinoma adenokistik
Jenis ini merupakan carcinoma invasif dengan karateristik sel
yang berbentuk kibriformis.

12
7. Klasifikasi Stadium Karsinoma mamae10
1) Stadium
Stadium penyakit kanker adalah suatu keadaan dari hasil penilaian
dokter saat mendiagnosis suatu penyakit kanker yang diderita
pasiennya, sudah sejauh manakah tingkat penyebaran kanker tersebut
baik ke organ atau jaringan sekitar maupun penyebaran ketempat jauh.
Stadium hanya dikenal pada tumor ganas atau kanker dan tidak ada
pada tumor jinak. Untuk menentukan suatu stadium, harus dilakukan
pemeriksaan klinis dan ditunjang dengan pemeriksaan penunjang
lainnya yaitu histopatologi atau PA, rontgen , USG, dan bila
memungkinkan dengan CT Scan, scintigrafi dll. Banyak sekali cara
untuk menentukan stadium, namun yang paling banyak dianut saat ini
adalah stadium kanker berdasarkan klasifikasi sistim TNM yang
direkomendasikan oleh UICC (International Union Against Cancer
dari WHO atau World Health Organization) / AJCC (American Joint
Committee On Cancer yang disponsori oleh American Cancer Society
dan American College of Surgeons).

2) Klasifikasi Stadium TNM berdasarkan American Joint Committee


on Cancer (AJCC, 2009)10
T = ukuran primer tumor

Ukuran T secara klinis, radiologis, dan mikroskopis adalah sama. Nilai


T dalam cm, nilai paling kecil dibulatkan ke angka 0,1cm.

Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai.

To : Tidak terdapat tumor primer.

Tis : Karsinoma in situ.

Tis(DCIS) : Ductal Carcinoma In Situ.

Tis(LCIS) : Lobular Carcinoma In Situ.

Tis(Pagets): Penyakit Paget pada putting tanpa adanya tumor.

13
Catatan: Penyakit Paget dengan adanya tumor dikelompokkan sesuai
dengan ukuran tumornya.

T1 : Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya 2cm atau kurang.

T1mic: Adanya mikroinvasi ukuran 0,1 cm atau kurang.

T1a : Tumor dengan ukuran lebih dari 0,1 cm sampai 0,5 cm.

T1b : Tumor dengan ukuran lebih dari 0,5 cm sampai 1 cm.

T1c : Tumor dengan ukuran lebih dari 1 cm sampai 2 cm.

T2 : Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya lebih dari 2 cm sampai

5cm.

T3 : Tumor dengan ukuran diameter terbesar lebih dari 5 cm.

T4 : Ukuran tumor berapa pun dengan ekstensi langsung ke dinding

dada atau kulit.

T4a : Ekstensi ke dinding dada tidak termasuk otot pektoralis.

T4b : Edema (termasuk peau dorange), ulserasi, nodul satelit pada


kulit

yang terbatas pada 1 payudara.

T4c : Mencakup kedua hal di atas.

T4d : inflammatory carcinoma.

N = kelenjar getah bening regional

Nx : Kgb regional tidak bisa dinilai (telah diangkat sebelumnya).

N0 : Tidak terdapat metastasis kgb.

N1 : Metastasis ke kgb aksila ipsilateral yang mobil.

N2 : Metastasis ke kgb aksila ipsilateral terfiksir, berkonglomerasi,

14
atau adanya pembesaran kgb ke mamaria interna ipsilateral

(klinis) tanpa adanya metastasis ke kgb aksila.

N2a : Metastasis pada kgb aksila terfiksir atau berkonglomerasi atau

melekat ke struktur lain.

N2b : Metastasis hanya pada kgb mamaria interna ipsilateral secara

klinis dan tidak terdapat metastasis pada kgb aksila.

N3 : Metastasis pada kgb infraklavikular ipsilateral dengan atau


tanpa

metastasis kgb aksila atau klinis terdapat metastasis pada kgb

aksila; atau metastasis pada kgb supraklavikula ipsilateral


dengan

atau tanpa metastasis pada kgb aksila/mamaria interna.

N3a : Metastasis ke kgb infraklavikular ipsilateral.

N3b : Metastasis ke kgb mamaria interna dan kgb aksila.

N3c : Metastasis ke kgb supraklavikula.

Catatan: Terdeteksi secara klinis; terdeteksi dengan pemeriksaan fisik


atau secara imaging (di luar limfoscintigrafi).

M = metastasis jauh

Mx : Metastasis jauh belum dapat dinilai.

M0 : Tidak terdapat metastasis jauh.

M1 : Terdapat metastasis jauh.

Tabel 1. Klasifikasi stadium carcinoma mammae 11

15
Stage 0 Tis N0 M0

Stage I T1 N0 M0

Stage IIA T0 N1 M0

T1 N1 M0

T2 N0 M0

Stage IIB T2 N1 M0

T3 N0 M0

Stage IIIA T0 N2 M0

T1 N2 M0

T2 N2 M0

T3 N1 M0

T3 N2 M0

Stage IIIB T4 N0 M0

T4 N1 M0

T4 N2 M0

Stage IIIC T (semua) N3 M0

Stage IV T (semua) N (semua) M1

Setelah masing-masing faktor T,N,M didapatkan, ketiga faktor


tersebut kemudian digabung dan didapatkan stadium kanker sebagai berikut:8

Stadium 0 (T0 N0 M0)


Disebut Ductal Carsinoma In Situ atau Non-invasive Cancer. Yaitu
kanker tidak menyebar keluar dari pembuluh / saluran payudara dan
kelenjar-kelenjar (lobules) susu pada payudara.

16
Stadium I (T1 N0 M0)
Tumor masih sangat kecil dan tidak menyebar serta tidak ada titik pada
pembuluh getah bening. Tumor dengan garis tengah kurang dari 2 cm
dan belum menyebar keluar payudara.

Stadium IIA (T0 N1 M0 / T1 N1 M0 / T2 N0 M0)


Pada stadium ini :
o Tidak ada benjolan yang ditemukan pada payudara, tetapi kanker
ditemukan pada limfonodi axillaris (kelenjar limfe dibawah lengan);
atau
o Benjolan berukuran 2 cm atau lebih kecil dan sudah menyebar ke
limfonodi axillaris; atau
o Benjolan lebih besar dari 2 cm tetapi tidak lebih besar dari 5 cm
(antara 2-5 cm) dan tidak menyebar ke limfonodi axillaris.
Stadium IIB (T2 N1 M0 / T3 N0 M0)
Pasien stadium ini, benjolan berukuran :

2-5 cm dan sudah menyebar pada limfonodi axillaris; atau


5 cm tapi belum menyebar ke limfonodi axillaris.
Stadium IIIA (T0 N2 M0 / T1 N2 M0 / T2 N2 M0 / T3 N1 M0 / T2 N2
M0)
Tidak ada benjolan yang ditemukan di payudara. Kanker ditemukan di
limfonodi axillaris yang saling berdekatan satu sama lain atau pada
jaringan lainnya, atau bisa juga ditemukan pada limfonodi sekitar tulang
dada atau :

- Benjolan berukuran 2 cm atau lebih kecil. Kanker ditemukan di


limfonodi axillaris yang saling berdekatan satu sama lin atau pada
jaringan lainnya, atau bisa juga ditemukan pada limfonodi sekitar tulang
dada; atau

- Benjolan berukuran 2-5 cm. Kanker sudah menyebar ke limfonodi


axillaris yang saling berdekatan satu sama lain atau pada jaringan

17
lainnya, atau kanker mungkin sudah menyebar ke limfonodi sekitar
tulang dada; atau

- Benjolan lebih besar dari 5 cm. Kanker sudah menyebar ke limfonodi


axillaris yang saling berdekatan satu sama lain atau pada jaringan
lainnya, atau kanker mungkin sudah menyebar ke limfonodi sekitar
tulang dada.

Stadium IIIB (T4 N0 M0 / T4 N1 M0 / T4 N2 M0)


Benjolan bisa sebesar apapun dan kanker:

- Sudah menyebar ke dinding dada dan/atau kulit payudara; dan

- Mungkin sudah menyebar ke limfonodi axillaris yang saling berdekatan


satu sama lain atau pada jaringan lainnya, atau kanker mungkin sudah
menyebar ke limfonodi sekitar tulang dada.

Kanker yang sudah menyebar ke kulit payudara disebut kanker payudara


inflamatorik (Inflammatory Breast Cancer)

Stadium IIIC (Tiap T N3 M0)


Pada stadium ini, terdapat kanker payudara ataupun benjolan dalam
berbagai ukuran dan mungkin sudah menyebar ke dinding dada dan/atau
kulit payudara. Selain itu, kanker juga :

- Sudah menyebar ke linfonodi diatas atau dibawah tulang leher dan

- Mungkin sudah menyebar ke limfonodi axillaris atau ke limfonodi di


sekitar tulang dada.

Kanker payudara stadium IIIC dibagi menjadi stadium IIIC yang dapat
dioperasi dan tidak dapat dioperasi.

Pada stadium IIIC yang dapat dioperasi, kanker :

Ditemukan dalam sepuluh atau lebih limfonodi axillaris; atau

Ditemukan dalam limfonodi dibawah tulang leher; atau

18
Ditemukan dalam limfonodi axillaris dan limfonodi di sekitar tulang
dada
Pada stadium IIIC yang tidak dapat dioperasi, kanker sudah menyebar ke
limfonodi diatas tulang leher.

Stadium IV (Tiap T-Tiap N -M1)


Kanker sudah menyebar ke organ lain tubuh, yang paling sering adalah
ke tulang, hati, atau otak.

8. Diagnosis dan Diagnosis banding6,9


1) Anamnesis
Pada anamnesis ditanyakan keluhan di payudara atau daerah aksila dan
riwayat penyakitnya. Keluhan dapat berupa adanya benjolan, rasa nyeri,
nipple discharge, nipple retraction, krusta pada areola, kelainan kulit
berupa skin dimpling, peau dorange, ulserasi, dan perubahan warna
kulit. Selain itu juga ditanyakan apakah terdapat penyebaran pada regio
kelenjar limfe, seperti timbulnya benjolan di aksila, dan adanya
benjolan di leher ataupun tempat lain. Adanya gejala metastase juga
ditanyakan, seperti sesak napas atau batuk yang tidak sembuh meskipun
sudah diobati, dan nyeri pada tulang belakang,serta rasa penuh di ulu
hati. Riwayat penyakit yang pernah diderita pasien, serta obat-obat yang
digunakan dan jenis pengobatan yang didapat, serta faktor resiko
kanker payudara pada pasien juga ditanyakan dalam anamnesis.

Harus mencakup status haid, perkawinan, partus, laktasi, dan


riwayat kelainan mammae sebelumnya, riwayat keluarga kanker,
fungsi kelenjar tiroid, penyakit ginekologik, dll. Dalam riwayat
penyakit sekarang terutama harus diperhatikan waktu timbulnya
massa, kecepatan pertumbuhan dan hubungan dengan haid, dll.

2) Pemeriksaan fisik
Mencakup pemeriksaan fisik menyeluruh (sesuai pemeriksaan
rutin) dan pemeriksaan kelenjar mammae. Status generalis

19
dihubungkan dengan performance status : Karnofsky score
,WHO/ECOG.
1. Inspeksi
Amati ukuran, simetri kedua mammae, perhatikan apakah ada
benjolan tumor atau perubahan patologik kulit (misal cekungan,
kemerahan, edema, erosi, nodul satelit, dll). Perhatikan kedua
papillae mammae apakah simetris, ada retarksi, distorsi, erosi, dan
kelainan lain.
2. Palpasi
Pada palpasi dilakukan perabaan dengan menggunakan kedua
tangan bagian polar distal jari 2, 3 dan 4, dimana penderita dalam
posisi berbaring dengan pundak diganjal bantal kecil dan lengan di
atas kepala. Palpasi harus mencakup 5 regio, terutama daerah lateral
atas dan subareola, karena merupakan tempat lesi tersering. Cara
melakukan palpasi ada 3 cara, yaitu sirkular, radier dan dilakukan
dari pinggir payudara menuju ke areola dan meraba seluruh bagian
payudara bertahap. Hal yang harus diamati bila didapati benjolan
adalah lokasi benjolan (5 regio payudara, aksila, infra dan supra
klavikula), konsistensi (keras, kenyal, lunak/fluktuasi), permukaan
(licin rata, berbenjol-benjol), mobilitas (dapat digerakkan, terfiksir
jaringan sekitarnya), batas (tegas atau tidak tegas), nyeri (ada atau
tidak ada), dan ukuran. Pada saat palpasi daerah subareola amati
apakah ada keluar sekret dari puting payudara dan perhatikan
warna, bau, serta kekentalan sekret tersebut.
Sekret yang keluar dari puting payudara dapat berupa air
susu, cairan jernih, bercampur darah, dan pus. Palpasi kelenjar
aksila dilakukan untuk mengetahui apakah pada saat yang
bersamaan dengan benjolan pada payudara didapati juga benjolan
pada kelenjar getah bening aksila yang merupakan tempat
penyebaran limfogen kanker payudara. Begitu juga dengan palpasi
pada infra dan supra klavikula.

20
3) Pemeriksaan Penunjang
a. Mammografi : Kelebihan mammografi adalah dapat menampilkan
nodul yang sulit dipalpasi atau terpalpasi atipikal menjadi gambar,
dapat menemukan lesi mammae yang tanpa nodul namun terdapat
bercak mikrokalsifikasi, dapat digunakan untuk analisis diagnostik
dan rujukan tindak lanjut. Ketepatan diagnosis sekitar 80%.
b. USG : Transduser frekuensi tinggi dan pemeriksaan dopler
tidak hanya dapat membedakan dengan sangat baik tumor kistik
atau padat, tapi juga dapat mengetahui perdarahannya serta kondisi
jaringan sekitarnya, menjadi dasar yang diagnosis yang sangat baik.
c. MRI mammae: Karena tumor mammae mengandung densitas
mikrovaskular (MVD = microvascular density) abnormal, MRI
mammae dengan kontras memiliki sensitivitas dan spesifisitas
tinggi dalam diagnosis karsinoma mammae stadium dini.Tapi
pemeriksaan ini cukup mahal, sulit digunakan meluas, hanya
mnejadi suatu pilihan dalam diagnosis banding terhadap
mikrotumor.
d. Pemeriksaan laboratorium : Dewasa ini belum ada petanda tumor
spesifik untuk kanker mammae. CEA memiliki nilai positif
bervariasi 20-70%, antibody monoklonal CA 15-3 angka

21
positifnya 33-60%, semuanya dapat untuk referensidiagnosis dan
tindak lanjut klinis.
e. Pemeriksaan sitologi aspirasi jarum halus/ Fine needle aspiration
biopsy (FNAB): Metode ini sederhana, aman, akurasi mencapai 90%
lebih. Data menunjukkan punksi aspirasi jarum tidak memperngaruhi
hasil terapi. Dilakukan pada lesi/tumor payudara yang secara klinis
dan radiologis dicurigai ganas. Di Negara akurasi FNAB sangat baik
sehigga dapat dijadikan standar diagnois pasti kanker payudara.
Biopsi terbuka memberikan informasi lebih detail, terutama sebagai
factor predictor dan prognostic.
f. Pemeriksaan histopatologi: Masih merupakan Gold standard
diagnostik. Cara biopsi dapat berupa biopsi eksisi atau insisi, tapi
umumya dengan biopsi eksisi. Di RS yang menyediakan dapat
dilakukan pemeriksaan potong beku saat operasi. Bila tak ada
kelengkapan itu, untuk karsinoma mammae yang dapat dioperasi
tidak sesuai dilakukan insisi tumor, untuk menghindari penyebaran
iatrogenik tumor. Terhadap kasus stadium lanjut dengan luka
ulseratif boleh dilakukan biopsi jepit.
Diagnosis banding dari kanker payudara antara lain:

1) Fibroadenoma: sering timbul pada wanita muda, tersering berusia 18-25


tahun. Riwayat penyakit in panjang, progresi lambat. Tumor berbentuk
bulat atau lonjong, konsistensi sedang, permukaan licin, mobilitas baik.
2) Hiperplastik kistik kelenjar mammae: umumnya pada wanita setengah
baya dan sering berkaitan dengan haid. Beberapa hari sebelum haid
mulai terasa kencang nyeri, setelah haid rasa kencang nyeri hilang dan
tumor menyusut. Pemeriksaan menemukan corpus glandula tebal kasar
atau berbentuk pita atau glandular, ada yang teraba tumor kistik
(disebabkan secret dalam duktus kelenjar yang sangat melebar).
3) Tumor papiliform intraduktal besar: umumnya pada wanita setengah
baya. Gejala utama berupa sekret papillae mammae (paling sering
cairan berwarna merah gelap), ini disebabkan tumor disertai infeksi
peradangan mengalami rembesan darah. Bila area areola atau agak

22
ketepinya ditekan ringan secara cermat kadang kala teraba tumor, tapi
umumnya tidak jelas. Ketika lesi ditekan dapat tampak keluar sekret
dari pori duktus laktiferi yang bersangkutan.
4) Kista resensi susu: sering ditemukan pada fase pasca laktasi atau
setelah henti laktasi beberapa tahun. Dewasa ini dianggap dasar
penyakitnya adalah sumbatan duktus laktiferi. Sumbatan disebabkan
peradangan atau dapat juga kurang baiknya struktur kelenjar mammae
sejak lahir. Gejala klinis berupa benjolan bundar kelenjar mammae,
konsistensi sedang. Aspirasi jarum dapat menegaskan diagnosis.
5) Tuberkulosis kelenjar mammae: umumnya pada wanita setengah baya.
Tumor membesar secara lambat, seperti manifestasi radang
kronis. Sebagian pasien disertai tuberculosis kelenjar limfe aksilar
dan paru-paru. Diagnosis bergantung pada patologi.
9. Jalur Penyebaran6
1) Invasi lokal
Kanker mammae sebagian besar timbul dari epitel duktus kelenjar.
Tumor pada mulanya menjalar dalam duktus, lalu menginvasi
dinding duktus dan ke sekitarnya, ke anterior mengenai kulit,
posterior ke M. Pektoralis hingga dinding toraks.

2) Metastasis kelenjar limfe regional


Metastasis tersering karsinoma mammae adalah ke kelenjar limfe
aksilar. Data dari China menunjukkan : mendekati 60% pasien kanker
mammae pada konsultasi awal menderita metastasis kelenjar limfe
aksilar. Semakin lanjut satdiumnya, diferensiasi sel kanker makin
buruk, angka metastasis makin tinggi. Kelenjar limfe mamaria interna
juga merupakan jalur metastasis yang penting. Menurut observasi klinik
patologik, bila tumor di sisi medial dan kelenjar limfe aksilar positif,
angka metastasis kelenjar limfe mamaria interna adalah 50%; jika
kelenjar limfe aksilar negatif, angka metastasis adalah 15%. Karena
vasa limfatik dalam kelenjar mammae saling beranastomosis, ada
sebagian lesi walaupun terletak di sisi lateral, juga mungkin

23
bermetastasis ke kelenjar limfe mamaria interna. Metastasis di kelenjar
limfe aksilar maupun kelenjar limfe mamaria interna dapat lebih lanjut
bermetastasis ke kelenjar limfe supraclavicular.
3) Metastasis hematogen
Sel kanker dapat melalui saluran limfatik akhirnya masuk ke pembuluh
darah, juga dapat langsung menginvasi masuk pembuluh darah
(melalui vena cava atau sistem vena intercostal-vertebral)
hingga timbul metastasis hematogen. Hasil autopsis
menunjukkan lokasi tersering metastasis adalah paru, tulang, hati,
pleura dan adrenal, dll.
10. Terapi6,9
Terapi bedah, radioterapi, kemoterapi, terapi hormon, dll menempati
posisi sangat penting dalam terapi kanker mammae, dan selalu harus
digunakan secara kombinasi. Terhadap setiap kasus kanker mammae harus
ditemukan strategi terapi menyeluruh, strategi menyeluruh akan langsung
berpengaruh pada hasil terapi.

1) Terapi bedah
Pasien yang pada awal terapi termasuk stadium 0, I, II dan sebagian
stadium III disebut kanker mammae operable. Pola operasi yang sering
dipakai adalah :

a. Mastektomi radikal: tahun 1890 Halsted pertama kali merancang


dan mempopulerkan oprasi radikal kanker mammae, lingkup
reseksinya mencakup kulit berjarak minimal 3 cm dari tumor,
seluruh kelenjar mammae, M. Pektoralis Mayor, M. Pektoralis
Minor dan jaringan limfatik dan lemak subscapular, aksilar secara
kontinu enblok direseksi. Konsep dari operasi radikal ini telah
menjadi tonggak penting dalam bidang bedah tumor,
meletakkan fondasi bagi konsep oprasi radikal terhadap tumor
padat lainnya. Namun sekitar 20 tahun belakangan ini, dengan
pemahaman lebih dalam atas tabiat biologis karsinoma mammae,
ditambahn makin banyaknya kasus stadium sedang dan dini serta

24
kemajuan terapi kombinasi, maka penggunaan mastektomi radikal
konvensional telah makin berkurang.
b. Mastektomi radikal modifikasi: lingkup reseksi sama
dengan teknik radikal, tapi mempertahankan M. Pektoralis
Mayor dan Minor (model Auchincloss) atau
mempertahankan M. Pektoralis Mayor, mereseksi M.
Pektoralis Minor (model Patey). Pola operasi ini memiliki
kelebihan antara lain memacu pemulihan fungsi pasca operasi, tapi
sulit membersihkan kelenjar limfe aksilar superior. Dewasa
ini, mastektomi radikal modifikasi disebut sebagai mastektomi
radikal standar, luas digunakan secara klinis.
c. Mastektomi total (simple mastectomy): hanya membuang
seluruh kelenjar mammae tanpa membersihkan kelenjar limfe.
Model operasi ini terutama untuk karsinoma in situ atau pasien
lanjut usia.
d. Mastektomi segmental plus diseksi kelenjar limfe aksilar : secara
umum ini disebut operasi konservasi mammae (BCT). Biasanya dibuat
dua insisi terpisah di mammae dan aksila. Mastektomi segmental
bertujuan mereseksi sebagian jaringan kelenjat mammae normal di tepi
tumor, di bawah mikroskop tak ada invasi tumor di tempat irisan.
Lingkup diseksi kelenjar limfe aksilar biasanya juga mencakup
jaringan aksila dan kelenjar limfe aksilar kelompok tengah.
e. Mastektomi segmental plus biopsi kelenjar limfe sentinel : metode
reseksi segmental sama dengan di atas. Kelenjar limfe sentinel adalah
terminal pertama metastasis limfogen dari karsinoma mammae, saat
operasi ini dilakukan insisi kecil di aksila dan mengangkat
kelenjar limfe sentinel, dibiopsi, bila patologik negatif maka operasi
dihentikan bila positif maka dilakukan diseksi kelenjar limfe aksilar.
Untuk terapi kanker mammae terdapat banyak pilihan pola operasi,
yang mana yang terbaik masih kontroversial. Secara umum dikatakan
harus berdasarkan stadium penyakit dengan syarat dapat mereseksi
tuntas tumor, kemudian baru memikirkan sedapat mungkin konversi

25
fungsi dan kontur mammae. Dewasa ini lingkup operasi karsinoma
mammae cenderung semakin kecil. Dari mastektomi radikal
konvensional digantikan mastektomi radikal modifikasi, operasi
konservasi mammae semakin banyak dikerjakan, operasi biopsi
kelenjar limfe sentinel tampaknya akan makin menggantikan diseksi
kelenjar limfe aksilar. Secara umum, terhadap lesi < 3 cm, dan kelenjar
limfe aksilar tidak jelas membesar, harus lebih
dipertimbangkan operasi radikal modifikasi.
2) Radioterapi
Radioterapi terutama mempunyai 3 tujuan :

a. Radioterapi murni kuratif: radioterapi murni terhadap kanker


mammae hasilnya kurang ideal, survival 5 tahun 10-37%.
Terutama digunakan untuk pasien dengan kontraindikasi atau
menolak operasi.
b. Radioterapi adjuvan : menjadi bagian integral penting dari
terapi kombinasi. Menurut pengaturan, radioterapi dibagi
menjadi radioterapi pra-operasi dan pasca operasi.
Radioterapi pra-operasi terutama untuk pasien stadium lanjut
lokalisasi, dapat membuat sebagian kanker mammae non-
operable menjadi kanker mammae yang operable.
Radioterapi pasca operasi adalah radioterapi seluruh
mammae (bila perlu ditambah radioterapi kelenjar limfe
regional) pasca operasi konservasi mammae (operasi segmental
plus diseksi kelenjar limfe aksilar atau biopsi) dan radioterapi
adjuvan pasca mastektomi. Dewasa ini indikasi radioterapi pasca
mastektomi adalah : diameter tumor primer 5 cm, fasia pektoral
terinvasi, jumlah kelenjar imfe aksilar metastatik lebih dari 4 buah
dan tepi irisan positif. Area target iradiasi harus mencakup dinding
toraks dan regio supraclavicular. Regio mamaria interna jarang
terjadi rekurensi klinis, sehingga perlu tidaknya radioterapi rutin
masih kontroversional.

26
c. Radioterapi paliatif: terutama untuk terapi paliatif kasus stadium
lanjut dengan rekurensi, metastasis. Dalam hal meredakan
nyeri efeknya sangat baik. Selain itu kadang kala
digunakan radiasi terhadap ovarium bilateral untuk menghambat
fungsi ovarium hingga dicapai efek kastrasi
3) Kemoterapi
a. Kemoterapi pra-operasi: terutama kemoterapi sistemik,
bila perlu dapat dilakukan kemoterapi intra-arterial, mungkin
dapat membuat sebagian kanker mammae lanjut local non-
operable menjadi kanker mammae operable.
b. Kemoterapi adjuvan pasca operasi: dewasa ini indkasi
kemoterapi adjuvan pasca operasi relatif luas, terhadap semua
pasien karsinoma invasif dengan diameter terbesar tumor lebih
besar atau sama dengan 1 cm harus dipikirkan kemoterapi adjuvan.
Hanya terhadap pasien lanjut usia dengan ER, PR positif
dapat dipertimbangankan hanya diberikan terapi hormonal.
c. Kemoterapi terhadap kanker mammae stadium lanjut
atau rekuren dan metastatik: kemoterapi adjuvan karsinoma
mammae selain sebagian kecil masih memamkai regimen CMF,
semakin banyak yang memakai kemoterapi kombinasi berbasis
golongan antrasiklin. Terhadap pasien dengan kelenjar limfe
positif, reseptor hormon negatif masih dapat
dipertimbangkan memakai golongan taksan.
4) Terapi hormonal
Sebagian besar kejadian dan perkembangan kanker mammae memiliki
kaitan tertentu dengan hormon, dewasa ini terutama melalui
pemeriksaan reseptor estrogen (ER) dan progesteron (PR) dari tumor
untuk menentukan efek terapi hormonal. Pasien dengan hasil
pemeriksaan positif tergolong kanker mammae tipe tergantung
hormonal baik, pasien dengan hasil tes negative tergolong
kanker mammae tipe tak bergantung hormon, efek terapi hormonal
agak kurang. Terapi hormonal terutama mencakup bedah dan terapi

27
hormon. Terapi hormonal bedah terutama adalah ooforektomi
(disebut juga kastrasi) terhadap wanita pramenopause,
sedangkan adrenalektomi dan hipofisektomi sudah praktis
ditinggalkan. Terapi hormonal medikamentosa dalam 20 tahun
lebih terakhir ini mengalami kemanjuan besar, pada dasarnya
sudah menggantikan operasi kelenjar endokrin. Yang biasa ini
digunakan di klinis terutama adalah :

a. Obat antiestrogen
Oobat terapi hormonal yang paling luas yaitu tamoksifen yang
merupakan penyekat reseptor estrogen, mekanisme utamanya adalah
berikatan dengan ER secara kompetitif,menyekat transmisi informasi
ke dalam sel tumor sehingga berefek terapi. Tapi tamoksifen juga
memiliki efek mirip estrogen, berefek samping trombosis vena
dalam, karsinoma endometrium, dll sehingga perlu
diperhatikan dan diperiksa berkala.

b. Inhibitor aromatase
Pada wanita pasca menopause, estrogen terutama berasal dari
kolesterol yang disekresi lapisan retikular kelenjar adrenal dan
androstendion yang terdapat di jaringan lemak, hati, otot, dll. Kedua
zat ini melalui efek enzim aromatase diubah menjadi estradiol dan
estrogen. Obat inhibitor aromatase menghambat kerja enzim
aromatase, sehingga menghambat atau mengurangi perubahan
androgen menjadi estrogen. Aminoglutetimid adalah inhibitor
aromatase generasi pertama, karena ia menghambat sintesis hormon
adrenokortikal maka kurang selektif, sehingga sewaktu memakainya
harus menambahkan hormon adrenokortikal. Selain itu obat ini berefek
samping vertigo, ataksia, dll. Kini pada dasarnya sudah tak dipakai.
Inhibitor aromatase yang digunakan di klinis dewasa ini adalah
generasi ketiga, meliputi golongan nonsteroid anastrozol, letrozol,
dan golongan steroid eksemestan. Inhibitor aromatase hanya
digunakan untuk pasien pasca menopause dengan reseptor

28
hormon positif. Berbagai uji klinis membuktikan efek terapinya lebih
baik dari tamoksifen. Obat golongan ini berefek samping osteolisis, dll
sehingga harus dilakukan pemantauansesuai.

c. Obat sejenis LH-RH (luteinizing hormone-releasing hormone)


Obat dewasa ini terutama adalah goserelin, efeknya menghambat
sekresi gonadotropin, menghambat fungsi ovarium secara keseluruhan,
sehingga kadar estradiol serum turun. Jadi , obat jenis ini dapat
mendapat efek ooforektomi medikamentosa secara selektif, hingga
menghambat pertumbuhan tumor.

d. Obat sejenis progesteron


Yang sering digunakan di klinis adalah medroksiprogesteron asetat
(MPA) dan mengesterol asetat (MA). Terutama digunakan bagi pasien
pasca menopause atau pasca ooforektomi. Mekanisme utamanya
adalah melalui hormon umpan balik hormon progestin menyebabkan
inhibisi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal, androgen menurun,
hingga mengurangi sumber perubahan menjadi estrogen dengan hasil
turunnya estrogen. Selain itu obat golongan ini juga berefek
menambah nafsu makan, memperbaikin kondisi umum pasien

11. Prognosis6
Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis. Tapi yang paling jelas dan
berpengaruh terbesar atas prognosis adalah kondisi kelenjar limfe dan
stadium. Dari hasil analisis atas data 6263 kasus karsinoma mammae yang
operable di RS Kanker Univ. Zhongshan, survival 5 tahun pasca operasi
pada kasus kelenjar limfe negatif dan positif adalah masing-masing 80%
dan 59%,survival 5 tahun untuk stadium 0-I, II dan III adalah masing-
masing 92%, 73%, dan 47%. Sedangkan pada yang nonoperable, survival
5 tahun kebanyakan dilaporkan dalam batas 20%. Oleh karena itu dalam
kondisi dewasa ini untuk meningkatkan angka kesembuhan kanker
mammae kuncinya adalah penemuan dini, diagnosis dini, terapi dini dan
tepat. Untuk mencapai temuan dini, diseminasi pengetahuan tentang

29
kanker mammae, pendidikan wanita untuk memeriksa payudara
sendiri merupakan tindakan efektif yang sungguh praktis.

30
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. SD
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 59 tahun
Tempat/Tanggal Lahir : Langowan, 1 Desember 1957
Alamat : Desa Palamba
Pekerjaan : IRT
Agama : Kristen Protestan
Masuk Rumah Sakit : 16 Juni 2016

B. Anamnesis

Keluhan Utama:

Benjolan di payudara kanan

Riwayat Penyakit Sekarang:

Benjolan di payudara kanan di alami penderita sejak 5 tahun SMRS.


Awalnya timbul benjolan kecil sebesar kelereng, kemudian lama kelamaan
membesar seperti bola kasti. Ada riwayat keluar cairan dari putting susu
berwarna putih, putting dirasakan seperti tertarik ke dalam dan payudara
menjadi semakin keras. Penderita juga mengeluh nafsu makan menurun (+),
BB menurun dalam waktu 1 bulan sebanyak 2 kg.
Riwayat Menstruasi
Riwayat haid pertama umur 12 tahun, siklus 28 hari, teratur. Penderita
berhenti haid umur 50 tahun.
Riwayat Perkawinan, Kehamilan dan Menyusui
Penderita menikah usia 28 tahun lalu melahirkan anak pertama usia 30 tahun.
Penderita menyusui anaknya selama 1 tahun. Saat ini penderita mempunyai 2

31
orang anak. Penderita memberikan ASI produksi ASI dari payudara kiri dan
kanan sama banyaknya.
Riwayat penggunaan KB
Riwayat pemakaian pil dan KB suntik
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit jantung, paru-paru, hati, ginjal, kencing manis, asam urat,
dan kolesterol disangkal. Riwayat operasi dan radiasi sebelumnya disangkal.
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit kanker payudara dikeluarga (+).
Riwayat alergi
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi makanan dan obat-obatan tertentu.

C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum :Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos Mentis
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 92x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,8oC
Berat Badan : 59 kg
Tinggi Badan : 155 cm
Kepala
Mata
Konjungtiva : Anemis +/+
Sklera : Ikterik -/-
Pupil : Bulat isokor, diameter 3mm/3mm, refleks cahaya +/+
Thoraks
Inspeksi :Pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru

32
Auskultasi : Suara paru vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak
ada, Bunyi jantung I-II Reguler, bising tidak ada, gallop
tidak ada

Status Lokalis
Regio Mammae:
Inspeksi : tampak kedua mammae tidak simetris, mammae dextra lebih
besar dari mammae sinistra, terdapat benjolan, ukuran 8x6cm,
darah (-), pus (-), jaringan nekrotik (+).
Palpasi : teraba masa pada mammae dextra, ukuran 8cm x 6cm, fixed,
batas tidak tegas, konsistensi keras, permukaan tidak rata.
Nyeri tekan (+).
Regio Aksila:
Inspeksi :Tidak tampak adanya benjolan pada regio aksila
Palpasi : Teraba adanya benjolan pada regio aksila
Regio Supraklavikula:
Inspeksi :Tidak tampak adanya benjolan pada regio supraklavikula
Palpasi : Teraba adanya benjolan pada regio supraklavikula

Abdomen
Inspeksi : Datar, Lemas
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Palpasi :Lemas, nyeri tekan tidak ada, hepar & lien tidak teraba, massa
(-)
Perkusi :Shifting dullness (-), timpani (+)
Ekstremitas Superior & Inferior
Ekstremitas superior sinistra : Oedem (-), Nyeri tekan (-), gerakan tidak
aktif (+)

33
Ekstemitas superior dextra : Oedem (-),Nyeri tekan (-), gerakan aktif
(+),
Ekstremitas Inferior :Oedem (-), teraba hangat, Nyeri tekan(-),
gerakan aktif (+)

D. Pemeriksaan Laboratorium

1 0 April 2016

Leukosit : 15.210/mm3
Eritrosit : 3,71 106 /L
Hemoglobin : 10,5 g/dL
Hematokrit : 30,8 %
Trombosit : 240.000/mm3
MCH : 28,4 pg
MCHC : 34,2 g/dL
MCV : 83 fL
SGOT : 63 U/L
SGPT : 8 U/L
Ureum : 23 mg/dL
Creatinin : 0,4 mg/dL
GDS : 75 mg/dL
Clorida : 96,7 mEq/L
Kalium : 3,02 mEq/L
Natrium : 136 mEq/L

RESUME MASUK

Seorang wanita,usia 59 tahun datang dengan keluhan utama benjolan di


payudara kanan di alami penderita sejak 5 tahun SMRS. Awalnya timbul
benjolan kecil sebesar kelereng, kemudian lama kelamaan membesar seperti bola
kasti. Ada riwayat keluar cairan dari putting susu berwarna putih, putting
dirasakan seperti tertarik ke dalam dan payudara menjadi semakin keras.

34
Penderita juga mengeluh nafsu makan menurun (+), BB menurun dalam waktu
1 bulan sebanyak 2 kg. Batuk (-), sesak nafas (-), mual (-),muntah (-), demam (-),
pusing (-), sakit kepala (-), BAB/BAK biasa.
Pada pemeriksaan fisik umum penderita tampak sakit sedang dengan
Karnofsky Performance Score 60%. Status lokalis regio mammae, tampak kedua
mammae tidak simetris, mammae Dextra lebih besar dari mammae sinistra,
ukuran 8x6cm, darah (-), pus (-), jaringan nekrotik (+). Teraba pembesaran
kelenjar getah bening pada regio aksila dan supraklavikula sinistra.

Diagnosis Kerja

Karsinoma Mamae Dextra T4N1M0

Penatalaksanaan
IVFD NaCl14 gtt/menit
Ketorolac 3 x 1 IV
Transfusi 1 bag/hari =Hb >10
Rencana X-Foto Thoraks
Rencana FNAB

35
E. Follow Up

16 juni 2016
S : Benjolan di payudara kanan

O : TD: 110/70 mmHg, N: 88x/menit; RR: 22x/menit, Sb: 36,7C

Conjungtiva Anemis (+/+)


Regio mamae Dextra : benjolan (+), ulkus (-), KGB (+)
A : Karsinoma Mamae Dextra (T4N1M0)

P : Pro MRM
IUFD Nacl 0,9% 14gtt/M
Transfusi 1 bag/hari =Hb >10
X-foto thoraks

Kesan: Cor_Pulmo: Dalam batas Normal

36
17 Juni 2016- 18 Juni 2016
S : Benjolan di payudara kanan

O : TD: 130/90 mmHg, N: 88x/menit; RR: 20x/menit, Sb: 36,7C

Conjungtiva Anemis +/+)


Regio mamae Dextra : benjolan ukuran 8x6 cm (+) Fixed,
konsistensi keras, ulkus (+), KGB (+)
A : Karsinoma Mamae Dextra (T4N1M0 )

P : IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/m


Pro MRM
Transfusi 1 bag/hari =Hb >10

19 20 Juni 2016
S : Benjolan di payudara kanan
O : TD: 120/70 mmHg, N: 88x/menit; RR: 20x/menit, Sb: 36,40C
Conjungtiva Anemis (-/-)
Regio mamae Dextra : benjolan ukuran 8x6 cm (+) Fixed,
konsistensi keras, ulkus (+), KGB (+)
A : Karsinoma Mamae Dextra (T4N1M0 )

P : Pro MRM selasa


IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/m
Transfusi 1 bag/hari =Hb >10
Hasil DL 19/6 Hb 10,4

22 juni 2016- 23 juni2016


S : Nyeri luka operasi
O : TD: 130/90 mmHg, N: 94x/menit; RR: 20x/menit, Sb: 36,90C
Regio mammae dextra
Luka operasi terawat

37
Pus(-), Drain 300cc
A : Post MRM H-1

P : IVFD NaCl 0,9% 14gtt/m


Ceftriaxone inj. 2x1 gr. IV
Ranitidin inj. 2x1/2 amp. IV
Ketorolac inj. 3x1/2 amp IV
As. Traneksamat 3x1 amp iv
23 juni 2016
S : Nyeri luka operasi
O : TD: 130/90 mmHg, N: 94x/menit; RR: 20x/menit, Sb: 36,90C
Regio mammae dextra
Luka operasi terawat
Pus(-), Drain 200cc
A : Post MRM H-2

P : IVFD NaCl 0,9% 14gtt/m


Ceftriaxone inj. 2x1 gr. IV
Ranitidin inj. 2x1/2 amp. IV
Ketorolac inj. 3x1/2 amp IV
As. Traneksamat 3x1 amp iv

24 juni 2016
S : Nyeri pada luka operasi
O : TD: 110/70 mmHg, N: 78x/menit; RR: 20x/menit, Sb: 36,00C
Regio mammae dextra
Luka operasi terawat
Pus(-), Drain 170cc
A : Post MRM H-3

P : IVFD NaCl : RL=15 tpm


Ceftriaxone inj. 2x1 gr. IV
Ketorolac inj. 3x1/2 amp IV k/p
Lab: Dl

38
25 juni 2016
S : Nyeri luka operasi
O : TD: 110/70 mmHg, N: 78x/menit; RR: 20x/menit, Sb: 36,00C
Regio mamae Dextra
Luka operasi terawat
Drain 120 cc
A : Post MRM hari ke 4

Ca mamae Dextra

P : IVFD NaCl : RL 1:1 =15 tpm


Ceftriaxone inj. 2x1 gr. IV
Ranitidin 2x1 amp iv
Ketorolac inj. 3x1/2 amp IV k/p
Tunggu hasil lab
26 juni 2016
S : Nyeri luka operasi
O : TD: 110/70 mmHg, N: 78x/menit; RR: 20x/menit, Sb: 36,00C
Regio mamae Dextra
Luka operasi terawat
Drain 110 cc
A :Post MRM hari ke 5

Karsinoma Mamae Dextra

P : IVFD NaCl : RL 1:1 =15 tpm


Ceftriaxone inj. 2x1 gr. IV
Ranitidin 2x1 amp iv
Ketorolac inj. 3x1/2 amp IV k/p
HB 9,0 Transfusi 1 Bag>10
27 juni 2016
S : Terasa gatal pada luka operasi
O : TD: 130/80 mmHg, N: 72x/menit; RR: 20x/menit, Sb: 37,00C
Regio mamae Dextra

39
Luka operasi terawat,jaringan nekrotik(+) kering
Drain 60 cc
A : Post MRM hari ke 6

Karsinoma Mamae Dextra

Anemia

P : IVFD NaCl : Aminofluid 2:1 =20 tpm


Ceftriaxone inj. 2x1 gr. IV
Ranitidin 2x1 amp iv
Ketorolac inj. 3x1/2 amp IV k/p
As. Traneksamat 3x1 amp
Transfusi PRC 1 Bag>10
28 juni -2 juli 2016
S : Terasa gatal pada luka operasi
O : TD: 120/90 mmHg, N: 98x/menit; RR: 20x/menit, Sb: 36,00C
Regio mamae Dextra
Luka operasi terawat,Pus(-)
Drain 62 cc
A : Post MRM hari ke 8

Karsinoma Mamae Dextra

P : Cefixime 2x1 caps

As. Mefenamat 3x1 tab K/P


As. Traneksamat 3x1 Tab
Ranitidin 2x1 tab
Rawat luka

40
Hasil Laboratorium

Leukosit : 11200/mm3
Eritrosit : 4,07 106 /L
Hemoglobin : 11,5 g/dL
Hematokrit : 33,4 %
Trombosit : 303000/mm3
MCH : 28,2pg
MCHC : 34,4 g/dL
MCV : 82,0 fL
SGOT : 95 U/L
SGPT : 45 U/L
Ureum : 111 mg/dL
Creatinin : 2,6 mg/dL
GDS : 125 mg/dL
Clorida : 92,1 mEq/L
Kalium : 4,03 mEq/L
Natrium : 128 mEq/L

41
BAB III

PEMBAHASAN

Pada laporan kasus, penderita merupakan seorang wanita. Menjadi seorang


wanita adalah faktor risiko untukterkena kanker payudara. Hal ini sesuai dengan
data dari Australian Institute of Health and Warfare bahwa orang yang menderita
kanker payudara paling banyak dialami oleh wanita yaitu sebanyak 99%. Hal ini
dikarenakan wanita mengalami pajanan dari hormon estrogen lebih banyak yaitu
saat menstruasi, hamil, menyusui. Selain itu, hormon estrogen merupakan hormon
penting pada wanita sedangkan pada pria hormon estrogen relatif sedikit
berpengaruh. Reseptor hormon estrogen sangat banyak dimiliki oleh wanita
dibanding pria, sehingga pria jarang terkena kanker payudara karena reseptor
hormon estrogen sangat rendah.17

Pada kasus ini, pasien berumur 59 tahun saat terkena kanker payudara.
Bertambahnya usia merupakan salah satu faktor risiko paling kuat untuk kanker
payudara. Menurut American Cancer Society meskipun kanker payudara dapat
terjadi ada wanita muda,secara umum merupakan penyakit penuaan. Seorang
wanita berusia 30-an risikonya kira-kira 1 dalam 250, sedangkan untuk wanita
pada usia 70-an nya,adalah sekitar 1 dari 30. Sebagian besar kanker payudara
yang didiagnosis adalah setelah menopause dan sekitar 75% dari kasus kanker
payudara terjadi setelah 50 tahun.3

Pada laporan kasus karsinoma mammae ini pasien datang dengan keluhan
utama benjolan pada payudara kanan. Tidak sedikit penderita yang datang dengan
keluhan benjolan di payudara. Pada satu penelitian disebutkan bahwa dalam kurun
waktu 10 tahun pengamatan, sedikitnya 16% wanita datang dengan keluhan
benjolan di payudaranya. Dari jumlah ini, ternyata 8% adalah kanker payudara.
Gejala subjektif yang dikeluhkan bervariasi dari hanya benjolan yang nyeri/tidak
nyeri sampai keluarnya cairan dari puting susu.12

Pada kasus awalnya setelah ada massa pada payudara, putting payudara
menjadi tertarik dan keluar cairan berwarna putih kehitaman. Menurut

42
kepustakaan, dengan terus berkembangnnya massa mammae akan diikuti dengan
perubahan perubahan pada papillae mammae. Distorsi papillae mammae
umumnya terjadi akibat tumor telah menginvasi jaringan subpapillar. Sekret
papillar (umumnya sanguineus) sering karena karsinoma papillar dalam duktus
besar atau tumor mengenai duktus besar. Ketika tumor menginvasi kulit, tampak
perubahan berwarna merah atau merah gelap.9

Pada kasus ini ada riwayat pertama kali melahirkan di usia 30 tahun.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rianti, dkk wanita yang melahirkan anak
pertamanya setelah umur 29 tahun (atau yang tidak mempunyai anak) risiko
terkena kanker sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang melahirkan
anak pertamanya sebelum umur 29 tahun. Hal ini dikemukakan bahwa perubahan
payudara selama kehamilan mungkin mempunyai efek perlindungan terhadap
terjadinya kanker karena risiko kanker payudara digambarkan menurun setiap
penambahan kelahiran.Bukti yang sangat penting terjadi pada wanita yang
mempunyai riwayat keluarga terkena kanker payudara. Dengan kata lain, wanita
yang mempunyai riwayat keluarga terkena kanker payudara risikonya akan
menjadi lebih rendah jika mereka tidak mempunyai anak atau melahirkan anak
pertamanya pada umur yang lambat. Hal ini dipahami karena pada saat terjadi
kehamilan trimester pertama tingkat estrogen sangat tinggi, bisa mencapai
2.000%. Dengan adanya estrogen pada level yang tinggi, maka akan terjadi proses
multiplikasi sel melui mitosis yang sangat cepat, sehingga dapat memicu
pembentukan sel kanker.13

Pada kasus ini didapatkan riwayat menggunakan pil KB sebanyak 1 kali


selama 3 bulan. Terdapat adanya hubungan antara penggunaan kontrasepsi oral
dengan kejadian kanker payudara. Hal ini dijelaskan oleh penelitian yang
dilakukan Rini Indriarti, dkk dimana kandungan estrogen dan progesteron pada
kontrasepsi oral akanmemberikan efek proliferasi berlebih pada duktus
ephitelium payudara. Berlebihnya proliferasi bila diikuti dengan hilangnya
kontrol atas proliferasi sel dan pengaturan kematian sel yang sudah
terprogram (apoptosis) akan mengakibatkan sel payudara berproliferasi secara
terus menerus tanpa adanya batas kematian. Hilangnya fungsi kematian sel

43
yang terprogram (apoptosis) ini akan menyebabkan ketidakmampuan
mendeteksi kerusakan sel akibat adanya kerusakan pada DNA, sehingga sel -
sel abnormal akan berproliferasi secara terus menerus tanpa dapat di kendalikan.
Adanya sel-sel abnormal yang berproliferasi secara terus menerus memicu
terjadinya kanker payudara.18

Pada kasus ini, adanya riwayat anggota keluarga memiliki benjolan di


payudara. Menurut penelitian Iriana dkk13 ada riwayat keluarga menderita
karsinoma mammae beresiko untuk terkena kanker payudara 5,174 kali dibanding
yang tidak ada riwayat keluarga. Penelitian dewasa ini menunjukkan gen utama
yang terkait dengan timbulnya karsinoma mammae adalah BRCA-1 dan BRCA-2.
BRCA2 (Breast Cancer gene two) yang terletak pada kromosom 13 juga dapat
memicu terjadinya kanker payudara. BRCA1 (Breast Cancer gene one)
merupakan gen supresor tumor yang berperan dalam perkembangan kanker
payudara dan ovarium. Secara genetik, gen-gen ini dapat diturunkan atau dimiliki
oleh sesama saudara kandung, meskipun terjadinya kanker payudara dapat
disebabkan oleh mutasi BRCA1 dan BRCA2, namun persentase insidensinya
kecil.9,13

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendiagnosa kanker


payudara pada kasus ini adalah Core biopsi. Dari hasil Core biopsi didapatkan
kasus ini mengarah ke karsinoma duktal invasif. Penelitian ini sesuai dengan data
American Cancer Society yang menyebutkan kanker jenis Invasive Ductal
Carcinoma merupakan kanker terbanyak yaitu sekitar 80%.3 Penelitian ini juga
sesuai dengan penelitian di Indonesia yaitu di RS. H. Abdul Moeleok Bandar
Lampung oleh Indri Windarti tahun 2014, bahwa gambaran histopatologi jenis
Invasive Ductal Carcinoma adalah paling terbanyak yaitu sekitar 93,5%.19

Penatalaksanaan pada kasus ini adalah kemoterapi. Pada keadaan ini,


pengobatan tidak menyembuhkan tetapi hanya bersifat paliatif terhadap gejala,
pencegahan komplikasi, support psikologis, dan perpanjangan hidup yang berarti.
Kemoterapi yang diberikan dapat berupa obat tunggal atau berupa gabungan
beberapa kombinasi obat kemoterapi. Kemoterapi diberikan secara bertahap,

44
biasanya sebanyak 6 8 siklus agar mendapatkan efek yang diharapkan dengan
efek samping yang masih dapat diterima.15,16

45
BAB V

KESIMPULAN

Telah dilaporkan sebuah laporan kasus Karsinoma mamae Dextra.


Karsinoma Mamae Dextra (T4N1M0), pada seorang pasien wanita umur 59 tahun.
Diagnosis Ca mammae ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.

Karsinoma mammae merupakan penyakit yang bersifat ganas dimana sel


payudara mengalami proliferasi yang cepat , diferensiasi abnormal dan tumbuh
secara autonom yang menginvasi ke jaringan sekitar kemudian menyebar ke
bagian tubuh yang lain.Gejala permulaannya sering tidak disadari atau dirasakan
dengan jelas oleh penderita sehingga banyak penderita yang berobat dalam
keadaan lanjut. Hal inilah yang menyebabkan tingginya angka kematian kanker
tersebut. Padahal, pada stadium dini kematian akibat kanker masih dapat dicegah.

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar 2013. 2013. h. 85-


86.
2. World Health Organization. Breast cancer: prevention and control.
Diakses 11 April 2016.Available
from:http://www.who.int/cancer/detection/breastcancer/en/index1
3. American Cancer Society. Breast Cancer Facts and Figures 2015.
Atlanta:American Cancer Society.2015.
4. Kementrian Kesehatan RI. Pusat data dan informasi, 2015.
5. Israel, A. Rondonuwu, Harlinda Haroen, Frans Wantania. Profil kanker
payudara di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado tahun 2013 2014.
Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016
6. Sjamsuhidajat R, de Jong W (Editor). Payudara. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Bedah. Edisi kedua. Jakarta: EGC, 2004. h. 388-402
7. Desen W, et al (Editor). Tumor daerah toraks. Dalam: Buku Ajar
Onkologi Klinik. Edisi kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2008. h.
366-383.
8. Jungqueira LC, Carneiro J. Sistem reproduksi wanita. Dalam: Histologi
Dasar: Teks & Atlas. Edisi kesepuluh. Jakarta: EGC, 2007. h. 447-450.
9. Manuaba TW. Panduan penataalaksanaan kanker payudara. Dalam:
Panduan Pentalaksanaan Kanker Solid Peraboi 2010. 2010. h. 17-47.
10. American cancer sosiaty. America Joint Commite on Cancer: Breast
cancer staging. Seventh edition. 2009. p. 1,2.
11. World Health Organization. Cancer: Cancer country profile
2014.2014. Available from:http://www.who.int/cancer/country-
profiles/en/dan http://www.who.int/cancer/country-
profiles/idn_en.pdf?ua=1 . Diakses pada 23 April 2016 jam 19.00.
12. Fadjari H. Pendekatan diagnosis benjolan di payudara. Cermin Dunia
Kedokteran. 2012.

47
13. Rianti E, Tirtawati GA, Novita Henny. Faktor-faktor yang berhubungan
dengan risiko kanker payudara wanita. Jurnal Health Quality. 2012
14. Iriana F, Hanis M, Sukriyadi. Analisis Faktor-Faktor Risiko Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Karsinoma Mammae Di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar. 2013.
15. Departemen Kesehatan RI-Komite Nasional Penanggulangan Kanker.
Paduan Nasional Penanganan Kanker: Kanker payudara. 2015. h. 8-10.
16. Nafrialdi, Gunawan SG. Anti-kanker. Dalam: Farmakologi dan Terapi.
Edisi kelima. Jakarta. FKUI. h. 732-733.
17. Australian Cancer Insidence Mortality (ACIM). Breast_cancer.
Available from : http://www.aihw.gov.au/acim-books/. Di akses pada
24 April 2016 jam 19.00.
18. Indiarti Rini, Setyawan Henry, Handojo Djoko. Faktor-faktor risiko
yang berpengaruh terhadap kejadian kanke payudara di Indonesia.
2011. Semarang. UNDIP. h. 5.
19. Indri Windarti. Characteristic of breast cancer in young women in H.
Abdul Moeloek Hospital Bandar Lampung . JuKeUnila. 2014;4(7):131-
135.

48
49

Anda mungkin juga menyukai