Seperti biasa halte bis transjakarta di bilangan Jakarta pusat
ini di pagi hari begitu ramai, para pekerja yang ingin ke
kantor, pemuda-pemudi yang siap menuntut ilmu, hingga para orang tua yang dengan erat memegangi anak-anaknya entah ingin kemana. Mungkin karena halte ini adalah induk transit di Jakarta pusat. hati-hati dek kata seorang pemuda yang melihat seorang anak yang sedang terseeok-seok tak bisa mengikuti irama langkah ibunya yang menggandengnya dengan tergesa- gesa, anak itu hanya menoleh dan pemuda itupun tersenyum. Pemuda itu sedang duduk bersantai di kursi pinggiran halte karna memang dia sedang tidak terburu-buru. Hari ini jadwal kuliahnya baru dimulai pukul 10 sehingga dia lebih memilih mengamati orang-orang di sekelilingnya, ada perasaan nyaman yang dirasakan si pemuda saat mengamati orang-orang yang sedang lalu lalang memburu waktu di ibu kota ini, seolah-olah ia terlepas dari aliran cerita dunia, layaknya orang yang sedang menonton panggung sandiwara atau seorang sutradara yang sedang mengamati adegan demi adegan dari para pemainnya. Betapa aneh kota ini pikirnya, banyak kendaraan bermacet- macet ria di luar sana tapi ternyata orang-orang yang sedang antri untuk naik bis tak kalah macetnya dengan kendaraan di luar sana. Namun sekilas pandangannya tertuju pada seorang gadis yang berjalan ke arahnya, ia tertegun antara kaget, senang, takut dan tak percaya dengan apa yang sedang ia lihat. Dia pandangi lekat-lekat wajah si gadis untuk memastikan apakah benar ini adalah gadis yang pernah ia kenal dulu, gadis yang sempat begitu dekat dengannya namun sudah bertahun-tahun tak bersua. Gadis itu berlalu begitu saja, tak sedikitpun menyadari pandangan si pemuda. Si pemuda tak mengerti apa yang terjadi pada dirinya, dia terbangun dari duduknya begitu saja lalu mengikuti si wanita berlalu. Tapi ia tak berani mendekat, seakan dua kutub magnet yang berlawanan ia menjaga jarak. Ia mengikutinya hingga keluar halte, sejenak ia tak sadar bahwa perjalanannya masih harus transit beberapa halte lagi. Seolah terhipnotis ia terus mengikuti dan memandangi si gadis dari kejauhan. Gadis itu tampak cantik dengan seragam perawatnya, tubuhnya sedikit lebih berisi dari yang dulu tapi tidak gemuk. ahh betapa bahagia orang-orang yang dirawat oleh perawat cantik sepertinya batin pemuda tersebut berkata. hehe.. kemudian ia terkekeh sendiri menertawakan imajinasinya. Di luar halte si gadis seolah-olah sedang menunggu sesuatu, si pemuda terus memandanginya hingga datang kendaraan umum dihadapan si gadis kemudian ia menaikinya hingga berlalu dan menghilang dari pandangan si pemuda. Seketika segala kenangan yang sempat tertutup rapat menyeruak memenuhi hati dan pikirannya. Dari sinilah kisah ini akan mengalir, namun entah kemana kisah ini akan bermuara. Siang itu seorang anak laki-laki sedang bersiap-siap untuk berangkat menimba ilmu, perawakan nya biasa seperti anak lain pada umumnya di Indonesia dengan kulit sawo matangnya, rambutnya hitam pekat bergelombang dengan wajah yang agak bulat lonjong, mata yang sayu dan beralis tebal menampakkan ketenangan dan tekad yang kuat secara bersamaan. Dia anak seorang pedagang buah di pasar tradisional. Keluarga ini cukup sederhana, dari subuh hingga sore kedua orang tuanya berjualan buah, malam hari sang ayah mengajar mengaji di sebuah musholla komplek perumahan polisi sedangkan sang ibu disibukkan dengan berbagai urusan rumah tangga. Yanto berangkat ya mak, pak ucapnhya sambil menyalami dan mencium tangan kedua orang tuanya. iya hati-hati ya nak balas ibunya. ya disusul ucapan sang bapak. Assalamuaalaykum ucap yanto memberi salam kemudian melangkahkan kaki keluar rumah. waalaykumussalam warrahmatullahi wabarakaatuh orang tuanya berucap serempak. Hari ini yanto masuk siang, disekolahnya sesi belajar dibagi menjadi pagi dan siang dikarenakan siswa yang banyak namun sekolahnya dan ruangan kelas yang tidak mencukupi dikarenakan sekolahnya merupakan sekolah SMP Negeri satu-satunya di kecamatannya. Jarak rumah ke sekolahnya sekitar satu setengah kilo meter, dengan sepatu hitam dan sedikit warna putih di bagian jari kakinya ia melangkah pasti. Ia menyusuri jalan raya di desanya, melewati rumah- rumah dan toko-toko yang berjejer di pinggir jalan. Sesekali tampak persawahan yang membentang luas layaknya permadani hijau. Terik matahari disiang hari tidak dihiraukannya, baginya sinar matahari siang itu tak ubah layaknya penghangat hari ini. Gerbang sekolahpun sudah mulai tampak, yanto memperlambat langkah kakinya sehingga membuatnya berjalan lebih santai. Menurut teman temannya yang pernah melihat yanto berjalan menuju sekolah, yanto berjalan dengan cukup cepat dan kaku layaknya robot. Ketika mendekati gerbang disaat yang bersamaan muncul dua orang siswi keluar dari balik gerbang, salah satu siswi tampak begitu cantik wajahnya tirus, kulit yang putih, hidung yang mancung dan bibir yang tipis, entah mengapa siswi itu membuat yanto terpana dan seketika dengan sepontan menyapanya. hay ucap yanto sambil melambaikan tangannya. perasan aneh menjalari sekujur tubuh yanto layaknya cinta pada pandangan pertama, tapi ini bukan pertama kalinya mereka bertemu, bahkan mereka sudah sering bertemu walaupun yanto tidak terlalu memperhatikannya. Nama siswi itu adalah fian teman sekelas yanto sewaktu sekolah dasar, itu kenapa mereka sering bertemu. Fian membalasnya dengan senyuman yang langsung menghujam begitu dalam ke hati, bagai senyuman terindah yang pernah ia lihat. Sedangkan siswi yang bersama fian adalah yuni tubuhnya mungil dengan pipi yang agak tembem, yuni pun tersenyum dengan sedikit tertawa kecil. mungkin yuni merasa aneh dengan perilaku yanto, yanto yang dikenal beberapa tahun terakhir di sd tidak pernah berinteraksi dengan siswi permpuan tiba- tiba menyapa mereka begitu saja. Yanto termasuk anak yang pintar, dia selalu mendapatkan peringkat satu saat disekolah dasar. Namun, seiring dengan kepintarannya yanto pun sangat nakal. Dulu dikelas satu hingga kelas tiga ia sering mengganggu siswi peremuan. Beranjak kelas empat hingga lulus entah mengapa ia enggan berinteraksi dengan siswi perempuan, ia lebih senang bermain dengan segerombolan siswa laki-laki yang suka membuat onar. Bahkan dikelas enam yanto tampak seperti pimpinan dari gerobolan tersebut. Hobi mereka bermain sepak bola dilapangan yang cukup besar, karna memang itu lapagan sepak bola yang biasa digunakan untuk turnamen di desanya. Lapangan itu dipit beberapa sekolah dasar, hingga terkadang terjadi keributan antar sekolah dasar tersebut. Lapangan itu menjadi symbol legitimasi sekolah siapa yang paling disegani karna hanya sekolah yang disegani yang dapat menggunakannya sesuka hati jika tidak sedang digunakan oleh orang dewasa. Di kelas yanto sangat malas untuk mencatat, bahkan jika ada guru yang mewajibkan untuk menyalin buku paket sekolah, dia meminta untuk dibuatkan catatan oleh temannya dan tidak ada yang berani menolak permintaannya. Tak jarang yanto membolos pelajaran sekolah, di hokum di depan kelas bahkan berkelahi di area sekolah.
Selepas pertemuannya dengan fian, yanto terus
memikirkannya entah apa yang terjadi dengan yanto, munkin ini hanya cinta monyet atau cinta pertamanya. Dulu sewaktu sd yanto pernah mengungkapkan rasa sukanya pada seorang siswi dikelasnya melalui sebuah surat dan ternyata berbalas, dia pun hanya menjalin hubungan melalui perantara temannya yang lain dan seiring waktu berjalan yanto tidak mengindahkan siswi itu lagi, dia lebih sibuk bermain dengan teman-teman genk pembuat onarnya. namun rasa yang saat ini dialaminya begitu berbeda, rasa ingin mendekat begitu kuat. Yanto terus memikirkan cara agar dapat lebih dekat dengan fian, namun dia sangat kesulitan untuk berinteraksi secara langsung, bertahun-tahun dia tidak berinteraksi dengan siswi perempuan pada umumnya, mungkin jika hanya terpaksa atau disapa terlebih dahulu. kenapa lu to? Tanya teman sebangkunya Mahmud. Mahmud ini kulitnya putih tingginya seleher yanto, parasnya cukup tampan untuk ukuran laki-laki. kenapa apanya? Tanya yanto dengan ekspresi keheranan dari tadi ngelamun aja kaya orang bingung ucap Mahmud menyelidik, mungkin jika saat itu sudah ada istilah galau Mahmud pasti menggunakannya. kenapa lu ngelamun aja kaya orang galau mungkin seperti itu. ga kenapa-napa, Cuma ngantuk jawab yanto singkat. Yanto memang tidak suka bercerita apa yang sedang dialaminya pada orang lain walaupun pada teman dekatnya sekalipun, karna menurutnya itu memang tidak perlu. Lama yanto berfikir, hingga tidak ada pelajaran yang diperhatikannya akhirnya bagaikan ada sebuah lampu yang menyala terang diatas kepalanya kemudian ia tersenyum sendiri. Selang beberapa hari ia memtuskan untuk mencari no telpon rumah fian, saat itu belum banyak siswa yang mempunyai telepon genggam, mungkin hanya segelintir saja, itupun orang-orang dengan kondisi ekonomi yang cukup mapan alias orang-orang kaya. akhirnya yanto memutuskan untuk mecari tau lewat yuni karna dia tidak berani memintanya langsung. yun! panggil yanto sambil berjalan cepat kearah yuni. Yuni pun menoleh, ada apa? jawab yuni dengan ekspresi penuh tanda Tanya. Boleh minta tolong ga? Tanya yanto ketika sudah di depan yuni. Tolong apa Tanya yuni semakin heran.