Anda di halaman 1dari 13

Referat

Laringitis Akut

Disusun Oleh :
Andreas Santoso
11.2015.174

Pembimbing :
Dr. Nurlina Sp. THT-KL

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT


Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
RSUD Ciawi, Bogor
Periode 22 Agustus 2016-24 September 2016

1
PENDAHULUAN
Laringitis merupakan peradangan yang terjadi pada pita suara (laring) yang dapat
menyebabkan suara parau. Pada peradangan ini seluruh mukosa laring menjadi hiperemis dan
menebal, kadang-kadang pada pemeriksaan patologik terdapat metaplasi skuamosa. Laringitis
ialah pembengkakan dari membran mukosa laring. Pembengkakan ini melibatkan pita suara yang
memicu terjadinya suara menjadi parau dan menghilang. Infeksi pada laring dapat dibagi
menjadi laringitis akut dan laringitis kronis, infeksi maupun non infeksi, inflamasi lokal maupun
sistemik yang melibatkan laring. Laringitis akutbiasanya terjadi mendadak dan berlangsung
dalam kurun waktu kurang dari 7 hari dan biasanya muncul dengan gejala yang lebih dominan
seperti gangguan pernafasan dan demam.1

ANATOMI

Laring berada di depan dan sejajar dengan cervical 4 sampai 6, bagian atasnya yang akan
melanjutkan ke faring berbentuk seperti bentuk limas segitiga dan bagian bawahnya yang akan
melanjutkan ke trakea berbentuk seperti sirkular.2
Laring dibentuk oleh sebuah tulang hioid di bagian atas dan beberapa tulang waran.
Tulang hioid berbentuk seperti huruf U yang permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah,
mandibula, dan tengkorak oleh tendon dan otot-otot. Saat menelan kontraksi otot-otot M.

2
Sternohioid dan M. Tirohioid akan menyebabkan laring tertarik ke atas, sedangkan bila laring
diammaka otot-otot ini bekerja untuk membantu pergerakan lidah.2
Tulang rawan yang menyusun laring adalah tulang kartilago tiroid, krikoid, aritenoid,
kornikulata, kuneifrom, dan epiglotis. 2
Kartilago tiroid, merupakan tulang rawan laring yang terbesar, terdiri dari dua lamina
yang bersatu di bagian depan dan mengembang ke arah belakang. Tulang rawan ini berbentuk
seperti kapal, bagian depannya mengalami penonjolan membentuk adams apple dan di dalam
tulang rawan ini terdapat pita suara, dihubungkan dengan kartilago krikoid oleh ligamentum
kikotiroid.2
Kartilago krikoid terbentuk dari kartilago hialin yang berada tepat dibawah kartilago
tiroid terbentuk seperti cincin signet, pada orang dewasa kartilago krikoid terletak setinggi
dengan vertebra C6 sampai C7 dan pada anak-anak setinggi vertebra C3 sampai C4.2
Kartilago aritenoid mempunyai ukuran yang lebih kecil, bertanggung jawab untuk
membuka dan menutup laring, berbentuk seperti piramid, terdapat sepasang yang terletak dengan
permukaan belakang laring dan membentuk sendi dengan kartilago krikoid, sendi ini disebut
artikulasi krikoaritenoid.2
Sepasang kartilago kornikulata atau santorini melekat pada kartilago aritenoid di daerah
apeks dan berada di dalam lipatan ariepiglotik. Sepasang kartilago kuneifromis atau wrisberg
terdapat di dalam lipatan ariepiglotik, keduanya berperan dalam rigiditas dari lipatan
ariepiglotik.2
Epiglotis merupakan kartilago yang berbentuk daun dan menonjol ke atas dibelakang
dasar lidah. Epiglotis ini melekat pada bagian belakang kartilago tiroid. Plika ariepiglotika,
berjalan kebelakang dari bagian samping epiglotis menuju kartilago aritenoid, membentuk batas
jalan masuk laring.3

3
Membran mukosa di laring sebagian besar dilapisi oleh epitel respiratorius terdiri atas
sel-sel silinder bersilia.
Plika vokalis dilapisi oleh epitel skuamosa. Plika vokalis adalah dua lembar membran
mukosa tipis yang terletak di atas ligamentum vokal, dua pita fibrosa yang teregang di antara
bagian dalam kartilago tiroidea di bagian depan dan kartilago aritenoidea di bagian belakang.
Plika vokalis palsu adalah dua lipatan membran mukosa tepat di atas plika vokalis sejati. Bagian
ini tidak terlibat dalam produksi suara.3

4
Pada laring terdapat dua buah sendi yaitu artikulasi kirkotiroid dan artikulasi
krikoaritenoid. Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum seratokrikoid
(anterior, lateral dan posterior), ligamentum krikotiroid medial, ligamentum krikotiroid posterior,
ligamentum krikulofaringeal, ligamentum hiotiroid lateral, logamentum hiotiroid media,
ligamentum hioepiglotika, ligamentum venrikularis, ligamentum vokal yang menghubungkan
kartilago aritenoid dengan kartilago tiroid dan ligamentum tiroepiglotika.
Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otot-otot intrinsik,
otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, sedangkan otot-otot
intrinsik menyebabkan gerakan bagian-bagian laring sendiri. Otot-otot ekstrinsik laring ada yang
terletak diatas tulang hyoid (suprahioid) dan ada yang terletak di bawah tulang hyoid
(infrahioid). Otot ekstrinsik suprahioid ialah M. Digastricus, M. Geniohioid, M. Stylohioid dan
M. Milohoid. Otot infrahioid ialah M. Sternohioid, dan M. Tirohioid. Otot-otot ekstrinsik laring
suprahioid berfungsi menarik laring ke bawah, sedangkan infrahioid menarik laring ke atas.
Otot-otot intrinsik laring ialah M. Krikoaritenoid lateral, M. Tiroepiglotika, M. Vokalis, M.
Tiroaritenoid, M. Ariepiglotika, dan M. Krikotiroid. Otot-otot ini terletak di bagian lateral laring.
Otot-otot inrinsik laring yang terletak di bagian posterior, ialah M. Aritenoid transversum, M.
Aritenoid obliqdan M. Krioaritenoid posterior.3

Rongga laring

Batas atas rongga laring (cavum laryngis) ialah aditus laring, batas bawahnya ialah
bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas depannya ialah permukaan belakang
epiglottis, tuberkulum epiglotic, ligamentum tiroepiglotic, sudut antara kedua belah lamina
kartilago tiroid dan arkus kartilago krikoid. Batas laminanya ialah membran kuadranagularis,
kartilago aritenoid, konus elasticus, dan arkus kartilago krikoid, sedangkan batas belakangnya
ialah M. Aritenoid transverses dan lamina kartilago krikoid.4
Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vocale dan ligamentum ventrikulare,
maka terbentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan plika ventrikularis (pita suara palsu). Bidang
antara plikavokalis kiri dan kanan, disebut rima glottis, sedangkan antara kedua plika
ventrikularis disebut rima vestibuli. Plikavokalis dan plika venttikularis membagi rongga laring
dalam tiga bagian, yaitu vestibulum laring , glotic dan subglotis.2

5
Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat diatas plika ventrikularis. Daerah ini
disebut supiaglotic. Antara plikavokalis dan pita venuikularis, pada tiap sisinya disebut
ventriculus laring morgagni.
Rima glottis terdiri dari dua bagian, yaitu bagian intermembran dan bagian interkartilago.
Bagian intermembran ialah ruang antara kedua plikavokalis, dan terletak dibagian anterior,
sedangkan bagian interkartilago terletak antara kedua puncak kartilago aritenoid, dan terletak di
bagian posterioir. Daerah subglotic adalah rongga laring yang terletak di bawah pita suara
(plikavokalis).2

DEFINISI

Laringitis merupakan suatu proses inflamasi pada laring yang dapat terjadi, baik secara
akut maupun kronik. Laringitis akut biasanya terjadi mendadak dan berlangsung dalam kurun
Waktu kurang lebih 3 minggu Bila gejala telah lebih dari 3 minggu dinamakan laringitis kronis.1
Radang akut laring pada umumnya merupakan kelanjutan dari rinofaringitis akut
(common cold). Sedangkan laringitis kronik merupakan radang kronis laring yang dapat
disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi septum yang berat, polip hidung atau bronkitis kronis.
Mungkin juga disebabkan oelh penyalahgunaan suara (vocal abuse) seperti berteriak atau biasa
berbicara keras.1

FISIOLOGI LARING

Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi serta fonasi.
Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda asing masuk kedalam
trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis secara bersamaan. Terjadi penutupan
aditus laring ialah akibat karena pengangkatan laring ke atas akibat kontraksi otototot ekstrinsik
laring. Dalam hal ini kartilogo aritenoid bergerak ke depan akibat kontraksi M. tiroaritenoid dan
M. Aritenoid. Selanjutnya M. Ariepiglotika berfungsi sebagai sfingter.2
Penutupan rima glotis terjadi karena adduksi plika vokalis. Kartilago arritenoid kiri dan
kanan mendekat karena aduksi otot-otot intrinsik.

6
Selain itu dengan reflex batuk, benda asing yang telah masuk ke dalam trakea dapat
dibatukkan ke luar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret yang berasal dari paru dapat
dikeluarkan.
Fungsi respirasi dan laring ialah dengan mengatur besar kecilnya rima glottis. Bila M.
Krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus vokalis kartilago aritenoid
bergerak ke lateral, sehingga rima glotis terbuka.2
Dengan terjadinya perubahan tekanan udara di dalam traktus trakeo-bronkial akan dapat
mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus, sehingga mempengaruhi sirkulasi darah tubuh.
Dengan demikian laring berfungsi juga sebagai alat pengatur sirkulasi darah.
Fungsi laring dalam membantu proses menelan ialah dengan 3 mekanisme, yaitu gerakan
laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laring dan mendorong bolus makanan turun ke
hipofaring dan tidak mungkin masuk kedalam laring.
Laring juga mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi seperti berteriak,
mengeluh, menangis dan lain-lain.
Fungsi laring yang lain ialah untuk fonasi, dengan membuat suara serta menentukan
tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokalis. Bila plika
vokalis dalam aduksi, maka M. Krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid kebawah dan
kedepan, menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat yang bersamaan M. Krikoaritenoid posterior
akan menahan atau menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan
yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi M. Krikoaritenoid akan mendorong
kartilago aritenoid ke depan. sehingga plika vokalis akan mengendur. Kontraksi serta
mengendurya plika vokalis akan menentukan tinggi rendahnya nada.2

ETIOLOGI
Etiologi penyebab laringitis ini ialah bakteri yang menyebabkan radang lokal atau virus
yang menyebabkan peradangan sistemik.1,2

1. Laringitis akut ini dapat terjadi dari kelanjutan infeksi saluran nafas seperti influenza atau
common cold. Infeksi virus influenza (tipe A dan B), parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus dan
adenovirus. Penyebab lain adalah Haemofilus influenza, Branhamella catarrhalis, Streptococcus
pyogenes, Staplozlococcus aureus dan Streptococcus pneumonia.

7
2. Gastro esofageal reflux disease (GERD).
3. Penyakit ini dapat terjadi karena perubahan musim / cuaca.
4. Pemakaian suara yang berlebihan (vocal trauma).
5. Environmental insults (polusi).
6. Trauma.
7. Bahan kimia.
8. Merokok dan minum-minum alcohol.
9. Alergi.

PATOFISIOLOGI

Laringitis akut merupakan inflamasi dari mukosa laring dan pita suara yang berlangsung
kurang dari 3 minggu. Parainfluenza virus, yang merupakan penyebab terbanyak dari laringitis,
masuk melalui inflamasi dan menginfeksi sel dari epithelium saluran nafas lokal yang bersilia,
ditandai dengan edema dari lamina propria, submukosa, dan adventitia, diikuti dengan infiltrasi
selular dengan histosit, limfosit, sel plasma dan lekosit polimorfonuklear (PMN). Terjadi
pembengkakan dan kemerahan dari saluran nafas yang terlibat, kebanyakan ditemukan pada
dinding lateral dari trakea di bawah pita suara. Karena trakea subglotis dikelilingi oleh kartilago
krikoid, maka pembengkakan terjadi pada lumen galuran nafas dalam, menjadikannya sempit,
bahkan sampai hanya sebuah celah.1,3
Daerah glotis dan subglotis pada bayi normalnya sempit, dan pengecilan sedikit saja dari
diameternya akan berakibat peningkatan hambatan saluran nafas yang besar dan penurunan
aliran udara. Seiring dengan membesarnya diameter saluran nafas sesuai dengan pertumbuhan
maka akibat dari penyempitan saluran nafas atas akan berakibat terjadinya stridor dan kesulitan
bernafas yang menuju pada hipoksia ketika sumbatan yang terjadi berat. Hipoksia dengan
sumbatan yang ringan menandakan keterlibatan saluran nafas bawah dan ketidak seimbangan
ventilasi dan perfusi akibat sumbatan dari saluran nafas bawah atau infeksi parenkim paru atau
bahkan adanya cairan.2

8
MANIFESTASI KLINIS4,5,6

1. Gejala lokal seperti suara parau dimana digambarkan pasien sebagai suara yang kasar atau
suara yang susah keluar atau suara dengan nada lebih rendah dari suara yang biasa / normal
dimana terjadi gangguan getaran serta ketegangan dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan
kanan sehingga menimbulkan suara menjadi parau bahkan sampai tidak bersuara sama sekali
(afonri).
2. Sesak nafas dan stridor.
3. Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menelan atau berbicara.
4. Gejala radang umum seperti demam, malaise.
5. Batuk kering yang lama-kelamaan disertai dahak kental.
6. Gejala common cold seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan, sumbatan
hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan demam dengan temperature yang tidak
mengalami peningkatan dari 38C.
7. Gejala influenza seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan, sumbatan hidung
(nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan demam dengan peningkatan suhu yang sangat berarti
yakni lebih dari 38C, dan adanya rasa lemah, lemas yang disertai dengan nyeri di seluruh tubuh.
8. Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukosa laring yang hiperemis, membengkak terutama di
bagian atas dan bawah pita suara dan juga didapatkan tanda radang akut di hidung atau sinus
paranasal atau paru
9. Obstruksi jalan nafas apabila ada oedem laring diikuti oedem subglotis yang terjadi dalam
beberapa jam dan biasanya sering terjadi pada anak berupa anak menjadi gelisah, air hunger,
sesak semakin bertambah berat, pemeriksaan fisik akan ditemukan retraksi suprastemal dan
epigastrium yang dapat menyebabkan keadaan darurat medik yang dapat mengancam jiwa anak.

9
DIAGNOSIS

Pemeriksaan Fisik1,5

Pemeriksaan fisik untuk mendukung diagnosa:


a. Laringoskopi indirek -> ditemukan mukosa laring yang sangat sembab, hiperemis dan tanpa
membran serta tampak pembengkakan subglotis yaitu Pembengkakan jaringan ikat pada konus
elastikus yang akan tampak di bawah pita suara.
b. Ditemukan tanda radang akut di hidung atau sinus paranasal atau paru.

Pemeriksaan Penunjang1,5

Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa:


a. Foto Rontgen leher AP : bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis (Steeple sign).
b. Pemeriksaan laboratorium : gambaran darah dapat normal. Jika disertai infeksi sekunder,
lekositosis ringan dan limfositosis.
c. Pemeriksaan kultur : bila didapatkan eksudat di orofaring atau plika suara, dapat dilakukan
untuk mengetahui penyebab infeksi. Dari darah dapat didapatkan dan limfositosis.

DIAGNOSA BANDING

Diagnosa banding yang dapat diperkirakan dalam penentuan diagnosa laringitis akut, antara lain:
a. Benda asing pada laring
b. Faringitis
c. Bronkiolitis
d. Bronkitis
e. Pneumonia
f. Laringitis kronik atau Alergi
g. Reflux Laringitis
h. Spasmodic Dysphonia

10
PENATALAKSANAAN1,4

1. Indikasi Rawat Rumah Sakit:


a. Usia penderita dibawah 3 tahun
b. Tampak toksik, sianosis, dehidrasi, atau exhausted
c. Diagnosis penderita belum jelas
d. Perawatan di rumah kurang memadai

2. Terapi non medikamentosa:


a. Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari
b. Jika pasien sesak dapat diberikan O2 2L/menit
c. Menghindari iritasi pada laring dan faring misalnya merokok, makan makanan pedas, atau
mium es.

3. Terapi Tambahan
Tindak lanjut penatalaksanaan dalam kondisi yang sudah cukup berat :
a. Pengisapan lendir dari tenggorok atau laring
b. Bila penatalaksanaan ini tidak berhasil maka dapat dilakukan endotrakeal atau trakeostomi
bila sudah terjadi obstruksi jalan nafas

4. Terapi Medikamentosa
Terapi obat-obatan untuk menunjang proses perlawanan terhadap infeksi :
a. Demam : Parasetamol atau ibuprofen / antipiretik.
b.Hidung tersumbat : dekongestan nasal seperti fenilpropanolamin (PPA), efedrin,
pseudoefedrin, napasolin dapat diberikan dalam bentuk oral ataupun spray.
c. Antibiotika yang adekuat apabila peradangan berasal dari paru
Ampisilin 100 mg/kgBB/hari, IV, terbagi 4 dosis
Kloramfenikol 50 mg/kgBB/hari, IV, terbagi dalam 4 dosis
Sefalosporin generasi 3 (cefotaksim atau ceiiriakson)
d. Kortikosteroid IV : deksarnetason 0,5mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis, diberikan selama 1
2 hari.

11
PENCEGAHAN

Untuk mencegah terjadinya laringitis akut dapat dengan3:


1. Jangan merokok dan menghindari asap rokok karena rokok akan membuat tenggorokan kering
dan mengakibatkan iritasi pada pita suara.
2. Minum banyak air karena cairan akan membantu menjaga agar lendir yang terdapat pada
tenggorokan tidak terlalu banyak dan mudah untuk dibersihkan.
3. Membatasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah tenggorokan kering.

PROGNOSIS

Prognosis untuk penderita laringitis akut ini umumnya baik dan pemulihannya selama
satu minggu. Namun pada anak khususnya pada usia 1-3 tahun penyakit ini dapat menyebabkan
oedem laring dan oedem subglotis sehingga dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas dan bila
hal ini terjadi dapat dilakukan pemasangan pipa endotrakeal atau trakeostomik.

KESIMPULAN

Banyak penyakit infeksi pada laring yang dapat berakibat sumbatan pada jalur
pernafasan, maka dari itu penyakit-penyakit ini harus cepat terdiagnosa dengan cara melakukan
pemeriksaan-pemeriksaan yang tepat, termasuk pemeriksaan penunjang dan laboratorium untuk
mencegah komplikasi-komplikasi dari sumbatan tersebut termasuk kematian.
Manifestasi klinis laringitis sangat tergantung pada beberapa faktor seperti sebabnya,
besarnya edema jaringan, regio laring yang terlibat secara primer dan usia pasien. Pasien
biasanya datang dengan berbagai macam keluhan seperti rasa tidak nyaman pada tenggorok,
batuk, perubahan kualitas suara, disfagia, odinofagia, batuk, kesulitan bernafas dan juga stn'dor.
Diagnosa laringitis kronis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan diberikan sesuai dengan etiologi yang mendasari.
Biasanya disebabkan oleh iritasi asap rokok, sehingga pasien diminta untuk berhenti merokok
dan menghindari asap rokok disekitarnya. Prognosis dapat ditentukan berdasarkan stadium atau
keparahan penyakit, diagnosa dini, dan tepatnya penatalaksanaan.

12
Daftar pustaka
1. Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan
Kepala Leher: Disfonia. 6th Ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2008.p. 231-34.
2. Adam GL, Boies LR, Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT. 6th Ed. Jakarta: EGC;
2000. p. 369-77.
3. Probst, Rudolf, Gerhard Grevers, Heinrich Iro. Basic Otorhinolaryngology : Infectious
Disease of Larynx andTrachea. New York: Thieme; 2006. p. 354-61.
4. Gupta, Summer K, Gregory N. Postma, Jamie A. Kaufman. Head & Neck Surgery -
Otolaryngology. Laryngilis. 4th Ed. Newlands: Lippincott William & Wilkins; 2006. p.
831-32.
5. Lee, KJ. Cancer of the Larynx. In; Essential Otolaryngology Head and Neck Surgery .
8th Ed. Connecticut: McGraw-Hill; 2003. p. 724-36, 747, 755-60.
6. Woodson, G.E. Upper airway anatomy and function. In : Byron J. Bailey. Head and Neck
Surgery-Otolaryngology. 3rd Ed. Vol: 1. Philadelphia: Lippincot Williams and Wilkins;
2001. p. 479-86.

13

Anda mungkin juga menyukai