Anda di halaman 1dari 23

26

HIKMAH

STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS


(Aplikasi Terhadap Hadis Fa'tazil Tilka al-Firaq Kullaha)

I. Pendahuluan

Figur yang harus selalu jadi panutan sekaligus memiliki otoritas adalah
Rasul. Rasul memiliki tempat yang sama dalam kapasitas otoritas dengan
Allah,1 tentunya hal ini sesuai dengan dan atas izin-Nya.2 Terkadang pula Rasul
dipisahkan, secara susunan segmental, dengan Allah dalam pengertian adanya
prioritas berdasar kualitas ontologis.3 Dalam sistem qur'anik, Rasul hakikatnya
tidak dapat dipisahkan dengan Allah, karena selain asumsi keta'atan kepada
Rasul adalah sekaligus ta'at kepada Allah,4 pun seseorang dapat disebut kafir
haq jikalau membuat pemilahan antara Allah dan Rasul.5
Para muslim diperintahkan untuk selalu menerima apa-apa yang datang
dari Rasul, sekaligus apa yang dilarang.6 Sikap penerimaan kebijakan Rasul
dalam menghakimi sesuatu dapat dijadikan patokan iman tidaknya seseorang.7
Benar sepenuhnya Rasul adalah basyar yang memiliki sifat keumuman manusia
secara biologis, juga benar adanya Rasul adalah basyar yang diberi wahyu guna
menetapkan dan melaksanakan ketetapan Allah, baik itu perdata maupun
pidana.8 Bahkan dalam teknis strategi perjuangan Rasul mempunyai kelayakan
untuk menjadi rujukan terbaik 'uswah hasanah'.9
Mempertimbangkan kapasitas Rasul sedemikian rupa wajar kemudian
Rasul diberi visi tentang masa depan. Ada banyak riwayat yang disandarkan
kepada Rasulullah tentang berbagai peristiwa dimasa yang akan datang.10 Hal

1
Qs. Ali Imran (3): 32, 132, al-Nisa (4): 69.
2
Qs. Al-Nisa (4): 64.
3
Qs. Al-Nisa (4): 59, al-Maidah (5): 92, al-Nur (24): 54.
4
Qs. Al-Nisa (4): 80.
5
Qs. Al-Nisa (4): 150-151.
6
Qs. Al-Hasyr (59): 7.
7
Qs. Al-Nisa (4): 65.
8
Qs. Al-Kahfi (18): 110.
9
Qs. Al-Ahzab (33): 21.
27

ini sebagai bukti akan kerasulan Muhammad. Hanya saja terjadi banyak
kesalahpahaman terhadap berbagai pengkabaran Rasulullah ini.
Munculnya kesalahpahaman tersebut dikarenakan oleh penyimpangan
orang-orang yang berlebih-lebihan, penjiplakan orang-orang batil, dan
penakwilan orang-orang bodoh.11 Oleh karenanya para ulama terdahulu
menanggulanginya dengan membuat sebuah sistem dan metodologi
pengelolaan informasi secara ketat dan memiliki nilai selektifitas yang tinggi.
Formulasi tersebut dapat ditemukan pada 'ulum al-hadits, terutama tentang
studi kritik sanad dan matan hadis.12
Tulisan ini akan mencoba menerapkan metode ini dengan mengangkat
hadis yang bertemakan fa'tazil tilka al-firaq kullaha. Pemilihan hadis ini karena
di dalamnya terdapat pengkabaran Rasulullah tentang masa depan, dan juga ada
banyak kesalahpahaman yang terjadi ketika mempelajari hadis ini.

II. Studi Kritik Sanad Hadis

A. Teks Hadis

10
Sebagian riwayat tersebut dirangkum dan dijelaskan dalam karya Muhammad
Waliyullah al-Nadawi, End of the Day: Ramalan Akhir Zaman, terj. CV. Kuwais Media
Kresindo,(Jakarta: Embun Publishing, 2007).
11
Yusuf Qardhawi, Bagaimana Bersikap Terhadap Sunnah, terj. Kathur Suhardi, (Solo:
CV. Pustaka Mantiq, 1993), hlm. 43-47.
12
Untuk kritik sanad silahkan baca karya Mahmud at-Tahhan, Metode Tahrij dan
Penelitian Sanad Hadis, terj. Ridlwan Nasir, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995). Untuk kritik
matan lihat buku Salahudin ibn Ahmad al-Adlabi, Metodologi Kritik Matan Hadis, terj. Qodirun
Nur & Ahmad Musyafiq, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004).
28

*




13

*




14

13
Imam al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Mesir: Dar al-Hadis, 2004) dalam kitab al-
manaqib, bab 'alamat al-nubuwwah fi al-Islam, no. 3606, jld. II, hlm. 484.
14
Imam al-Bukhari, Shahih...,dalam kitab al-fitan, bab kayfa al-amr idza lam takun
jama'ah, no. 7084, jld. IV, hlm. 353.
Studi Kritik Sanad dan Matan Hadits-

29







*


15













16
*


"Telah berkata kepada kami Muhammad bin al-Mutsanna dari al-Walid bin
Muslim dari Ibn Jabir dari Busru bin 'Ubaidilah al-Hadlramy sesungguhnya ia
mendengar dari Abu Idris al-Khawlany sesungguhnya ia mendengar dari Hudzaifah
bin al-Yaman yang berkata: orang-orang bertanya kepada Rasulullah saw. tentang
(kebaikan) sedangkan aku (Hudzaifah) bertanya kepada Rasulullah tentang
(keburukan) karena takut akan menimpaku, aku berkata ya Rasulullah sesungguhnya
(keburukan), maka Allah mendatangkan kami dahulu dalam keadaan jahiliyah dan
( kebaikan) ini ada ( kebaikan), maka apakah setelah hidayah dengan
keburukan? Rasulullah saw. bersabda: "ya", aku bertanya lagi apakah setelah
(keburukan) itu ada kebaikan? Rasulullah bersabda: "ya dan didalamnya terdapat
15
Imam Muslim, Shahih Muslim, (Mesir: Dar al-Hadis, 1997) dalam kitab al-imarah,
bab wujub mulazimah jama'ah al-muslimin 'inda dzuhur al-fitan, wa fi kulli hal, wa tahrim al-
khuruj 'ala al-tha'ah wa mufaraqah al-jama'ah, no. 51/1847, jld. III, hlm. 335.
16
Imam Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, (Mesir: Dar al-Hadis, 2005) dalam kitab al-
fitan, bab al-'uzlah, no. 3979, jld. III, hlm. 408.
30

"dakhan". Aku bertanya lagi apa "dakhan"nya? Rasul bersabda: "adanya kaum yang
memberikan petunjuk selain petunjukku, kamu mengenali mereka dan kamu ingkari".
Aku bertanya lagi, apakah setelah ( kebaikan) ada (keburukan)? Rasul bersabda:
"ya, ada penyeru kepada pintu neraka, barangsiapa yang mengikuti seruan mereka
maka mereka akan menyesatkannya kedalam neraka". Aku berkata: ya Rasulullah
sebutkan kepada kami sifat-sifat mereka, Rasulullah bersabda: "mereka dari bangsa
kita dan berbicara satu bahasa dengan kita". Aku berkata lagi: apa yang akan kau
perintahkan jika aku berada pada masa itu? Bersabda Rasulullah: "berpegang
teguhlah pada jama'ah al-muslimin dan pimpinan mereka", aku bertanya lagi: apabila
tidak ada jama'ah dan pimpinan lagi? Rasulullah bersabda: "pisahkanlah diri kamu
dari semua golongan yang ada, hatta dengan resiko hanya memakan akar pohon
sampai nanti menemui maut dan kamu tetap konsisten". (Terjemahan ini berdasarkan
hadits riwayat al-Bukhari)

B. Skema Sanad Hadis

C. Biografi Rijal al-Hadis (Penerapan ilmu al-Jarh wa al-Ta'dil dan al-


Tahammul wa al- Ada')17

1. Hudzaifah bin al-Yaman


17
Semua biografi rijal al-hadis (orang yang meriwayatkan hadis yang terdapat dalam
rangkaian sanad) ini penulis kutip dari CD Mausu'ah al-Hadis al-Syarif al-Kutub al-Tis'ah,
(VCR Global Islamic Software Company/Syirkah al-Baramij al-Islamiyyah al-Dauliyyah, 1997)
pada item Rawi.
31

Memiliki inisial Abu 'Abdullah, termasuk golongan sahabat. Berdomisili


di Kufah dan wafat pada tahun 36 H. Dalam periwayatan hadis beliau termasuk
sahabat dengan derajat utama dengan keadilan dan paling tsiqah (bermakna
orang yang terpercaya sebagai hasil dari gabungan 'adl (integritas pribadi) dan
dlabith (kapasitas intelektual).
Beliau banyak memiliki murid, diantaranya adalah: Abu 'Aisyah, Abu
al-Azhar, Bilal bin Yahya, Zaid bin Wahab, Salim bin Aswad bin Handzalah,
Thalhah bin Yazid, 'Aidzullah bin 'Abdullah, 'Abdurrahman bin Yazid bin Qais,
dan lain-lain.
2. 'Aidzullah bin 'Abdullah
Memiliki nasab al-Khawlany serta berinisial Abu Idris. Termasuk
generasi tabi'in besar. Berdomisili di Syam dan wafat di Dujal pada tahun 80 H.
Dalam periwayatan hadis Abu Idris ini dinilai oleh Abu Hatim al-Razy,
Muhammad bin Sa'ad, al-Nasa'i, dan Ibn Hibban dengan derajat tsiqah.
Beliau pernah belajar kepada Bilal bin Rabbah, Jubair bin Nafir bin
Malik, Hudzaifah bin al-Yaman, Sa'ad bin Malik, dan lain-lain. Sedangkan
muridnya antara lain: Busru bin 'Ubaidillah, Rubay'ah bin Yazid, Salamah bin
Dinar, dan lain-lain.
3. Busru bin 'Ubaidillah
Bernasab al-Hadzramy. Termasuk generasi tabi'in. Berdomisili di Syam.
Beliau dinilai dengan derajat tsiqah oleh al-Nasa'i, al-'Ijli, Marwan bin
Muhammad, dan Ibn Hibban.
Guru beliau terdiri dari 'Aidzullah bin 'Abdullah, Watsilah bin al-Asqa'
bin Ka'ab bin Amir, Samrah bin Fatik, dan lain-lain. Sedangkan muridnya
antara lain Daud bin Amr, Rubay'ah bin Sulaim, Zaid bin Waqid, 'Abdurrahman
bin Yazid bin Jabir, 'Abdullah bin al-'Ala'I bin Zubir, dan lain-lain.
4. 'Abdurrahman bin Yazid bin Jabir
Bernasab al-Azda al-Darani serta memiliki inisial Abu 'Attibah termasuk
generasi tabi'in besar. Berdomisili di Syam dan wafat pada tahun 154 H. Beliau
dinilai oleh Yahya bin Mu'ayyan, Muhammad bin Sa'ad, al-'Ijli, dan al-Nasa'i
dengan derajat tsiqah, sedangkan Ahmad bin Hanbal menilainya dengan derajat
laysa bihi ba's (orang yang tidak cacat).
Yang termasuk guru beliau adalah Isma'il bin 'Ubaidillah bin Abi al-
Muhajir, Busru bin 'Ubaidillah, Rubai'ah bin Yazid, Ruzaiq bin Hayyan, dan
lain-lain. Sedangkan muridnya antara lain Isma'il bin 'Ayyas bin Sulaim, Basyar
bin Bakr, al-Husein bin 'Ali bin al-Walid, Hamad bin Usamah bin Zaid, al-
Walid bin Muslim, al-Walid bin Mazid, dan lain-lain.
5. Al-Walid bin Muslim
Bernasab al-Qurasy al-Damsiqy dengan inisial Abu al-'Abbas. Termasuk
generasi tabi'in tengah. Berdomisili di Syam dan wafat di Damsyiq pada tahun
32

195 H. Tokoh ini dinilai tsiqah oleh Muhammad bin Sa'ad, al-'Ijli, Ya'qub bin
Syaibah, dan Ibn Hibban, sedangkan Abu Hatim al-Razy menilainya dengan
derajat shalih al-hadis.
Guru beliau adalah Ishaq bin 'Abdullah bin Abi Farwah, Ishaq bin
'Ubaidillah bin Abi al-Muhajir, Isma'il bin Rafi', Harir bin 'Utsman bin Jubar,
Hamad bin Salamah bin Dinar, 'Abdurrahman bin Yazid bin Jabir, dan lain-lain.
Yang termasuk murid-muridnya antara lain: Yahya bin Musa bin 'Abdurrabihi
bin Salim, Yazid bin 'Abdurrabihi, al-Walid bin 'Utbah, al-Walid bin Suja'I bin
al-Walid, Muhammad bin al-Mutsana bin 'Ubaid, Muhammad bin al-Mubarak
bin Ya'la, 'Ali bin Muhammad bin Ishaq, 'Ali bin Iyas bin Muslim, dan lain-lain.
6.A. Muhammad bin al-Mutsanna bin 'Ubaid
Bernasab al-'Anza dan memiliki inisial Abu Musa dan al-Zaman.
Termasuk generasi tabi' tabi'in besar. Berdomisili di Basrah dan wafat pada
tahun 252 H. Para muhadisin seperti Yahya bin Mu'ayyan, al-Daruqutni, dan al-
Khatib menilai Abu Musa ini dengan derajat tsiqah, sedangkan al-Dahily
menilai dengan derajat hujjah, adapun Abu Hatim al-Razy menilai dengan
derajat shalih al-hadis, shoduq.
Beliau berguru kepada Ibrahim bin Ishaq bin 'Isa, Basyar bin 'Amr bin
al-Hikam, al-Husein bin al-Hasan bin Yasar, Sufyan bin 'Uyaynah bin Abi
'Imran Maymun, al-Mughirah bin Salamah, al-Walid bin Muslim, Wahab bin
Jarir bin Hazim, dan lain-lain. Sedangkan muridnya antara lain al-Bukhari,
Muslim, al-Tirmidzi, al-Nasa'I, Abu Daud, Ibn Majah, Ahmad.
6.B. Yahya bin Musa 'Abdurrabihi bin Salim
Bernasab al-Hadany al-Balkhy serta memiliki inisial Abu Zakaria dan
Khat. Termasuk generasi tabi' tabi'in besar. Berdomisili di Kufah dan wafat
pada tahun 240 H. Beliau memperoleh penilaian dengan derajat tsiqah dari al-
Nasa'i, Abu Zara'ah al-Razy, Ibn Hibban, Abu al-'Abbas al-Syiraj, dan al-
Daruqutni.
Guru beliau antara lain: Jabir bin Nuh, Hibban bin Hilal, Hamad bin
Usamah bin Zaid, Sa'id bin Muhammad, 'Abdullah bin Wahab bin Muslim, al-
Walid bin Muslim, Yahya bin Yaman, Yazid bin Harun, dan lain-lain. Sedangkan
muridnya antara lain: al-Bukhari, al-Tirmidzi, al-Nasa'I, Abu Daud, dan al-
Darimi.
6.C. 'Ali bin Muhammad bin Ishaq
Bernasab al-Kufy dan memiliki inisial Abu al-Hasan. Termasuk generasi
tabi' tabi'in besar. Berdomisili di Qurqisya dan wafat pada tahun 233 H. Abu
Hatim al-Razy dan Ibn Hibban menilai beliau dengan derajat tsiqah.
Guru beliau adalah: Ibrahim bin 'Uyaynah bin Abi 'Imran, Ishaq bin
Sulaiman, Hamad bin Usamah bin Zaid, Sa'id bin 'Abdul'aziz bin Abi Yahya,
33

Muhammad bin 'Ubaid bin Abi Umayah, al-Walid bin Muslim, Yahya bin 'Isa
bin 'Abdurrahman, dan lain-lain. Sedangkan muridnya adalah Ibn Majah.
Demikian uraian dalam rangka penerapan 'ilm al-jarh wa al-ta'dil. Ini
dilakukan bukan untuk menilai secara negatif seseorang, tetapi semata-mata
untuk menjamin otentisitas dan validitas sanad (jalur periwayatan) yang
disampaikan apakah berasal dari Rasulullah atau tidak.
Berdasarkan kajian aplikatif 'ilm al-jarh wa al-ta'dil terhadap empat
hadis ini, dapat disimpulkan bahwa kualitas sanad ini bagus karena
diriwayatkan oleh para perawi dengan integritas pribadi ('adl) dan kapasitas
intelektual (dhabth) yang berkualitas. Dalam teknis ilmu hadis penggabungan
kata 'adl dan dhabth menghasilkan istilah tsiqah (terpercaya). Pada setiap
thabaqah (tingkatan) jalur sanad keempat hadis ini diriwayatkan oleh perawi
yang berkualitas tsiqah.
Dalam penerimaan dan penyebaran hadis ada banyak kata yang
digunakan dan masing-masing memiliki nilai yang berbeda. Sebagai contoh
sebut saja haddatsana/haddatsani, akhbarana/akhbarani,
sami'a/sami'na/sami'tu, anbaana/anbaani, qala lana, dzakara lana, dan 'an
atau anna. Istilah-istilah teknis dari 'ilm al-tahammul wa al-ada al-hadis ini
menggambarkan metode penyebaran dan penerimaan hadis. Apakah secara
langsung face to face atau tidak. Apakah secara umum atau khusus. Apakah
secara lisan atau tulis.18
Berdasarkan ketentuan yang telah disepakati ahli hadis tersebut diatas,
maka dapat dikatakan secara pasti bahwa keempat hadis yang dibahas ini
memiliki kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan karena dalam
persambungan sanadnya menggunakan kata haddatsana/haddatsani dan
sami'a/sami'tu. Dua kata teknis ini memiliki peringkat pertama dalam kualitas
persambungan sanad antara perawi yang satu dengan perawi yang lainnya. Ini
pun secara otomatis mengungkapkan bahwa antara perawi yang satu dengan
yang lainnya dalam penyebaran dan penerimaan hadis pada setiap thabaqah
saling bertemu satu sama lain.

III. Studi Kritik Matan Hadis

Dalam tulisan ini penulis memilih tema kajian fa'tazil tilka al-firaq
kullaha dengan pertimbangan, pertama; bahwa ada banyak riwayat yang
disampaikan oleh shahabat Hudzaifah bin al-Yaman yang berkaitan dengan
18
Untuk penjelasan lebih lanjut silahkan buka M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan
Sanad Hadis: Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah, ( Jakarta: Bulan
Bintang, 1995), hlm. 56-76. M.M. Azami, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, terj. Ali
Mustafa Yaqub, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), pada Lampiran Pertama, hlm. 631-641.
34

pengkabaran masa depan yang dideskripsikan oleh Rasulullah ketika berdialog


dengan Hudzaifah sendiri, tetapi dari sekian banyak riwayat tersebut tidak
semuanya terdapat kalimat fa'tazil tilka al-firaq kullaha. Alasan kedua; bahwa
ada pemahaman yang setidaknya dalam pandangan penulis masih jauh dari
keinginan pesan substansial dari hadis ini, sehingga dikhawatirkan akan
membawa ummat Islam kepada kesalahan berlanjut yang berakibat pada
keutuhan ummat Islam itu sendiri, bahkan berpengaruh pada bidang aqidah
yang paling esensial.
Apabila kalimat fa'tazil tilka al-firaq kullaha dicari pada sembilan kitab
hadis yang populer sebagai kitab rujukan utama bidang hadis,19 maka akan
ditemukan empat buah hadis. Dalam Shahih al-Bukhari terdapat dua hadis
yang masing-masing terdapat dalam Kitab al-Manaqib dan al-Fitan, sedangkan
dalam Shahih Muslim terdapat satu hadis yaitu pada Kitab al-Imarah,
sedangkan dalam karya Ibn Majah akan kita temukan dalam Kitab al-Fitan.
Semuanya melalui jalur periwayatan Hudzaifah bin al-Yaman.20
Dalam matan (materi) empat hadis ini menggunakan gaya bahasa yang
cenderung penggunaan bahasa simbol begitu dominan, sehingga apabila dalam
proses pemahaman hadis ini hanya melihat sebatas keempat hadis ini niscaya
akan menemukan banyak kesulitan yang nantinya akan berujung pada
kesalahan dalam menarik kesimpulan dan pemahaman. Oleh karenanya penulis
akan mencoba mengeksplorasi riwayat-riwayat lain yang disampaikan baik
melalui jalur Hudzaifah maupun jalur-jalur yang lain terkait dengan tema ini,
yang dalam hemat penulis memiliki nilai korelasi yang saling menjelaskan dan
menguatkan makna antara empat hadis ini dengan hadis-hadis lainnya.
Penulis belum menemukan keterangan berkaitan dengan konteks kapan
dan bagaimana hadis ini muncul. Sehingga penulis merasa kesulitan untuk
menempatkan secara proporsional nilai kontekstualitas hadis ini. Namun
demikian kiranya melalui metode yang akan diterapkan nanti akan membantu
mendeskripsikan arah makna hadis ini, setidaknya sejauh yang penulis mampu.
Hadis ini secara umum dimaknai sebagai pengkabaran Rasulullah
tentang keadaan umat dikemudian hari. Secara periodik-linier hadis ini
menjelaskan kronologis kondisi syar (keburukan) dan khair (kebaikan).
Masing-masing kondisi ini sesuai dengan jamannya memiliki indikator umum
dan khusus yang membedakan antara satu masa dengan masa lain. Sehingga
tidak mungkin overlap atau tercampur antara indikator satu masa dengan masa

19
Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Ibn Majah, Sunan al-Tirmizi, Sunan al-
Nasa'i, Sunan Abu Daud, Musnad al-Darimi, Musnad Ahmad bin Hanbal, dan Muwatta' Imam
Malik.
20
Lihat kembali footnote no. 13-16.
35

lainnya. Dalam matan hadis, masa syar disebut sebanyak tiga kali, sedangkan
masa khair disebut sebanyak dua kali.
Masa syar pertama dalam hadis ini menunjuk pada masa jahiliyah
sebelum kedatangan Islam. Masa dengan kondisi stereotype yang kompleks
dalam semua urusan.21 Masa ini menggambarkan keadaan sesuai dengan makna
kata jahiliyah itu sendiri. Jahiliyah secara semantik dapat dimaknai bodoh
ketika dilawankan dengan kata ilmu, makna emosional ketika dihadapkan
dengan kata tenang dan bijaksana, serta dapat bermakna menolak petunjuk
Allah ketika dilawankan dengan kata Islam.22
Masa khair pertama mendeskripsikan jaman pada masa Rasulullah
diutus untuk menghapus kejahiliyahan. Pada waktu ini, sejak awal mula
penyebaran risalah tauhid sudah terjadi pergumulan baik wacana ataupun aksi
antara Islam dengan jahiliyah. Bahkan nuansa politik terasa begitu kental sejak
dimasa Mekah.23 Sampai kemudian masuk dalam masa Madinah dimana Islam
21
Mekah pra Islam mengalami berbagai situasi yang mengarah pada karakter
masyarakat sakit. Begitu terasa ketimpangan yang menyentuh pada bidang multidimensional.
Mekah pada tahapan ini dengan kombinasi semua unsurnya menjadi sebuah milieu yang
memiliki fundamental values yang materialistik dalam segala bidang, jauh dari nafas tauhid.
Untuk lebih jelas lihat kembali ulasan penulis di Jurnal Tadzkirah edisi perdana tentang,
al-'Alaq: Pencerahan Berbasis Tauhid, terutama pada pembahasan Kondisi Mekah Pra Islam.
22
Secara umum jahiliyah hanya diartikan kebodohan yang konotatif dengan
ketidaktahuan pengetahuan. Pengertian ini sudah lama dan banyak dipegang oleh mayoritas
orang. Hanya saja pengertian jahiliyah yang seperti itu terasa kurang tepat apabila dikembalikan
pada makna dasar dan makna relasional kata jahala dalam logosfer bahasa Arab yang orisinal.
Untuk pembahasan lebih jauh lihat, Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia: Pendekatan
Semantik dalam al-Qur'an, terj. Agus Fahri Husen, dkk. (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997),
hlm. 219-244.
23
Dalam tataran wacana ada banyak issu yang dilontarkan oleh pihak kafir Mekah
terhadap Rasulullah dan Islam. Rasulullah dikatakan sebagai orang yang berhubungan dengan
jin, penyihir, dan penyair yang belajar kepada orang non Arab. Sedangkan Islam dikatakan
sebagai agama yang menghina keyakinan nenek moyang, pemicu rusaknya hubungan
kekerabatan dan sebagainya. Rasulullah sendiri memberikan julukan terhadap tokoh Mekah
dengan sebutan Abu Jahal dan Abu Lahab. Terhadap keyakinan mereka Rasulullah dengan
tuntunan wahyu mengatakan secara gamblang bahwa keyakinan nenek moyang yang mereka
anut adalah tidak memiliki dasar risalah tauhid para nabi sebelum Rasulullah sebagaimana
pengakuan mereka, oleh karenanya keyakinan mereka sesat dan mereka sendiri meyakininya
hanya berdasar prasangka. Dalam tataran aksi terjadi banyak penindasan secara massif kaitan
dengan pelanggaran HAM terhadap umat Islam, seperti penyiksaan fisik, pemboikotan
ekonomi, sosial dan politik. Pertarungan politik antara Islam dan kafir Mekah terlihat ketika
Rasulullah sebagai pimpinan dengan wawasan organisasi politiknya mendirikan Dar al-Arqam
sebagai wadah basis pergerakan serta pusat kaderisasi dan sekaligus untuk menandingi
keberadaan Dar al-Nadwah. Ada upaya pihak Mekah untuk mengadakan negosiasi politik yang
bersifat diplomatis terhadap Rasulullah dengan penawaran konpensasi politik, ekonomi dan
sosial sebagai balasan jika Rasulullah membubarkan Dar al-Arqam berikut aktifitasnya. Untuk
menghantam psiko-politis elit Mekah, Rasulullah dengan tuntunan wahyu meruntuhkan
36

mengukuhkan diri sebagai sebuah kekuatan baru yang potensial dan mulai
diperhitungkan bahkan dikhawatirkan oleh adikuasa saat itu, Romawi dan
Persia.24
Masa syar pertama dan masa khair pertama ini sajalah yang jelas
waktunya, dalam pengertian dua periode ini begitu jelas disebutkan kapan
terjadinya. Sedangkan masa-masa berikutnya hanya disebutkan berbagai
indikatornya tanpa menyebutkan secara pasti waktunya. Ini membutuhkan
kehati-hatian yang ekstra dalam memahaminya, karena bagaimanapun ini
merupakan bahasa simbol yang penuh makna.
Dalam satu sisi persepsi penulis, hal ini dalam skala kecil memberikan
ruang dan justifikasi bagi adanya nilai probability akan terulangnya substansial
sejarah. Sehingga dimungkinkan secara mikro dan domestik akan adanya
peluang khabar hadis tersebut bukan hanya terjadi satu putaran saja, tapi
berulang berdasarkan kesesuaian indikator yang inheren dengan masa yang
disebut dalam matan hadis. Tetapi secara makro dipastikan tidak akan terjadi
perguliran secara berulang pada tahapan-tahapan yang disebut oleh Rasulullah
tersebut. Hal ini harus ditegaskan agar terhindar dari kesalahpahaman berlanjut.
keberpihakan Mekah kepada Persia dengan mengatakan bahwa Romawi, sebagai lawan Persia,
akan mendapatkan kemenangan atas Persia. Gesekan politik ini berlanjut kepencarian dukungan
simpatik ke luar negeri, hal ini terjadi ketika para sahabat Rasulullah mencari suaka politik ke
Negara Etiopia, disusul oleh delegasi korp diplomatik Mekah untuk kemudian beradu argumen
dihadapan Raja Etiopia. Lihat kembali berbagai buku Sirah Nabawiyah terutama pada masa
Mekah.
24
Setelah melakukan kalkulasi politik dengan tuntunan wahyu dan melakukan
berbagai persiapan strategis (lewat 'aqabah ula dan tsani juga mengirim duta ke Yatsrib serta
memobilisasi umat secara bertahap dan teratur untuk hijrah), pada tahun 622 M Rasulullah
hijrah ke Yatsrib dengan tujuan mendirikan negara basis guna persiapan penyebaran Islam
keseluruh dunia. Langkah politik Rasulullah pada awal periode ini mencakup program
konsolidasi umat lewat muakhot (mempersaudarakan) antara muhajirin dengan anshar, juga
dengan membuat undang-undang dasar dengan diterbitkannya mitsaq al-Madinah, merubah
nama Yatsrib menjadi Madinah al-Munawwarah/Naby, membangun masjid yang bersifat
multifungsi sebagai markas perjuangan, dan memprakarsai konsentrasi sentra ekonomi dengan
pengembangan pasar. Demi terjaganya stabilitas keamanan, Rasulullah beberapa kali
menerbitkan maklumat dan terlibat langsung untuk angkat senjata yang sifatnya difensif.
Rasulullah mengadakan dan menandatangani banyak MoU dengan para pimpinan lokal
disekitar Madinah. Sejarahpun mencatat bahwa ada kesepakatan politik antara Rasulullah
dengan pihak Mekah yang terkenal dengan sulh al-Hudaibiyah. Dalam rangka dakwah dan
pemanfaatan celah sulh al-Hudaibiyah Rasulullah mengirim surat keberbagai Negara untuk
menyeru kepada para pimpinannya agar masuk Islam dan mengakui keberadaan Madinah.
Bahkan pengutusan duta-duta keberbagai negara sebagai ekspresi kedudukan Islam dilakukan
oleh Rasulullah. Guna menunaikan tugas penyebaran Islam keseluruh dunia, Rasulullah
melakukan persiapan yang matang dan kemudian mengeluarkan maklumat pengangkatan
panglima untuk memimpin pasukan yang kemudian langsung dikirim keperbatasan Romawi.
Lihat kembali berbagai buku Sirah Nabawiyah terutama pada masa Madinah.
37

Karena bagaimanapun Rasulullah tidak akan mungkin mengeluarkan


pengkabaran yang bertentangan dengan al-Qur'an.25
Sebagai bahan konsideran perlu diangkat disini bahwa dalam riwayat
Abu Daud diungkapkan pendapat Qatadah yang memahami masa syar kedua
terjadi pada masa Abu Bakar tepatnya berkaitan dengan peristiwa riddah
(gerakan murtad).26 Sedangkan al-'Asqalany dalam Fath al-Bari
mengemukakan pendapat 'Iyadh yang berasumsi masa syar kedua adalah fitnah
yang terjadi setelah 'Utsman bin 'Affan, dan masa khair setelahnya
dimaksudkan pada jaman khalifah 'Umar bin 'Abd al-'Aziz, sedangkan yang
dimaksud dengan kalimat 'kamu mengetahui mereka dan kamu ingkari' adalah
para pemimpin setelah 'Umar bin 'Abd al-'Aziz, karena mereka disamping
berpegang kepada al-sunnah dan al-'adl secara bersamaan mereka pun menyeru
kepada bid'ah dan mengerjakan hal yang jelek. Al-'Asqalany sendiri
berpendapat bahwa berdasarkan indikator yang ada, masa syar kedua ini
dimaksudkan pada peristiwa fitnah awal yakni kaitan dengan tragedi
pembunuhan 'Utsman, dan masa khair setelahnya terjadi pada peristiwa
arbitrasi (tahkim) antara 'Ali dan Mu'awiyah berikut efeknya terutama kaitan
dengan persoalan Irak dan Khawarij.27
Pemahaman para tokoh diatas patut dihargai sebagai sebuah penerapan
kontekstualisasi dari teks hadis sesuai dengan fenomena pada jamannya. Tetapi,
menurut penulis, hal ini kemudian tidak menjadikan hadis ini kehilangan nilai
kemu'jizatannya sebatas pada jaman yang disebutkan oleh para tokoh diatas.
Periode selanjutnya menurut penuturan hadis ini adalah masa syar yang
kedua. Hanya saja baik dalam hadis ini ataupun dari beberapa hadis yang
membahas tema yang sama tidak dapat ditemukan keterangan tentang
bagaimana keadaan masa syar yang kedua tersebut. Akan tetapi pada masa syar
kedua ini yang dapat dijadikan indikatornya adalah berdasarkan riwayat Imam
Ahmad yaitu cara penanggulangan masa syar ini dengan pedang.28 Sedang
dalam riwayat Imam Ahmad yang lain, sebagai indikator pada masa ini adalah
dianjurkan untuk mempelajari al-Qur'an dan mengikuti kandungannya.29
Hal ini berbeda dengan riwayat dari jalur Abu Daud yang diterima dari
'Abdullah bin Maslamah al-Qa'naby, Rasulullah memerintahkan Hudzaifah
untuk mempelajari al-Qur'an ketika masa khair kedua, dalam masa ini pula
25
Sebagai pertimbangan lihat Qs. Al-Isra (17): 4-10.
26
Imam Abu Daud, Sunan Abu Daud, (Kairo: Dar al-Hadis, 1999), dalam Kitab al-
Fitan wa al-Malahim, bab Dzikri al-Fitan wa Dalailihi, no. 4245, jld. VI, hlm. 1815.
27
Ibn Hajar al-'Asqalany, Fath al-Bari bi Syarhi Shahih al-Bukhari, (Mesir: Dar
Mishri litthiba'ah, 2001), jld. 13, hlm. 53-54.
28
Buka CD Mausu'ah al-Hadis al-Syarif al-Kutub al-Tis'ah, pada Sunan Imam
Ahmad dalam Kitab Baqy Musnad al-Anshar
29
lihat footnote no. 28.
38

dalam sanad yang bernilai hasan tersebut terjadi hudnah 'ala dakhan (perjanjian
atau gencatan senjata dengan penuh tipu muslihat dan pengkhianatan). Adapun
mengenai syar kedua menurut penuturan Abu Daud dalam sanad ini
digambarkan sebagai jaman fitnah.30 Tetapi kalau melihat riwayat Abu Daud
yang diterima dari Musaddad yang bernilai shahih, dikatakan bahwa masa syar
kedua ini Rasulullah memberikan penyelesaian dengan cara ditanggulangi
dengan pedang.31
Perguliran selanjutnya adalah masa khair kedua. Pada masa ini yang
menjadi ciri utama adalah didalamnya terdapat
( dakhan). Perlu
disayangkan dan dicatat kiranya disini bahwa ketika memahami makna
karakteristik dakhan pada masa khair ini terjadi penyimpangan makna oleh
sebagian fihak. Baik pada tataran definisi dakhan itu sendiri ataupun pada
tataran kesimpulan yang terkesan dakhan begitu pekat dan dominan sehingga
makna kata khair sendiri akhirnya hilang. Ini tentunya sudah menyalahi
diferensiasi karakter setiap masa yang diutarakan dengan alur linier. Dan secara
faktual niscaya berimbas pada prilaku umat Islam sebagai bagian terkecil dari
jama'ah al-muslimin.
Sebagai karakteristik utama masa khair kedua ini, dakhan berdasarkan
riwayat Imam Muslim dari jalur Muhammad bin al-Mutsana memiliki ciri
'adanya kaum yang bersunnah tapi tidak dengan sunnahku (Rasulullah) dan
memberi petunjuk dengan selain petunjukku (Rasulullah), kamu dapat
mengenali mereka dan kamu ingkari'. Sedangkan dalam dua riwayat Imam al-
Bukhari tanpa menyebutkan 'yang bersunnah tapi tidak dengan sunnahku
(Rasulullah)'. Untuk sekedar catatan perlu penulis ungkapkan bahwa penulis
secara sadar dalam hal pencarian makna ) dakhan( tidak memasukan hadis
yang disampaikan Imam Muslim yang diterimanya dari Muhammad bin Sahl
bin 'Askar al-Tamimy, karena didalamnya ada perbedaan penyebutan ciri 'tidak
bersunnah dan berpetunjuk berdasarkan Rasulullah' yang ditempatkan pada
karakteristik masa syar ketiga bukan sebagai karakteristik masa khair kedua
sebagaimana riwayat Imam Muslim dari jalur Muhammad bin al-Mutsana.32
Karena bagaimanapun langkah ini untuk menghindari perubahan status hadis
riwayat Imam Muslim. Dengan pertimbangan ini pula penulis kemudian untuk
menguatkan derajat hadis riwayat Imam Muslim dari jalur Muhammad bin al-

30
Imam Abu Daud, Sunan, no. 4246, hlm. 1815.
31
Imam Abu Daud, Sunan... , no. 4244, hlm. 1814-1816.
32
Imam Muslim, Shahih..., no. 52/..., hlm. 335-336.
Studi Kritik Sanad dan Matan Hadits-

39

Mutsana mentakhrij33 dengan dua hadis yang dikeluarkan oleh Imam al-
Bukhari.
Dari teks hadis ini dapat dipahami bahwa 'kaum yang tidak bersunah
dan memberi petunjuk berdasarkan Rasulullah' adalah ciri dari ( dakhan)
bukan sebagai ciri dari khair yang kedua, tetapi kemudian ( dakhan)
tersebut menjadi karakteristik masa khair kedua ini. Nalar ini perlu ditekankan
mengingat akan terjadi kerancuan dan penyimpangan makna kebahasaan jika
dipahami bahwa 'kaum yang tidak bersunah dan memberi petunjuk
berdasarkan Rasulullah' dijadikan karakteristik masa khair kedua.
Apabila kata ( dakhan) dilacak pada kamus bahasa Arab akan
ditemukan berbagai arti. Kata ( dakhan) menunjukan sebuah pergerakan
dengan tujuan negatif, bukan untuk perdamaian dikarenakan berdasarkan
kedengkian dan prilaku yang buruk. Disebut ( dakhan) juga ketika ada
perubahan akal, agama dan perhitungan. Dapat pula diartikan dengan korosi
yang terjadi pada pedang. Secara semantik kata ( dakhan) ini bila dikaitkan
dengan perjanjian atau gencatan senjata akan berarti tipu muslihat, nifaq, dan
khianat. Hal ini disebabkan perjanjian yang dibuat hanya pada tataran yang
dhahir saja tetapi secara terselubung dibarengi dengan tiga sifat tadi.34
Ada banyak kalangan yang memahami arti kata ( dakhan) memiliki
kesamaan arti dengan kata
( dukhon). Dua kata ini memang dalam bahasa
Arab memiliki akar kata yang sama yaitu dari kata
( dakhana), akan tetapi
berdasarkan perubahan bentuk derifatifnya kemudian berimplikasi pada
perbedaan makna sesuai dengan tujuan perubahan itu sendiri. Antara kata
(dakhan) dengan ( dukhon) memiliki perbedaan makna yang jauh berbeda
antara yang satu dengan yang lainnya. Makna kata ( dakhan) sudah
dijelaskan diatas, sedangkan makna kata
( dukhon) dapat berarti asap yang
selalu ada pada kayu yang dibakar.
( Dukhon) pun dapat diartikan sebagai
kabut dan debu yang menghalangi pandangan dan berefek pada sistem
pernapasan.35
Al-Qur'an tidak menyebutkan kata ( dakhan), sedangkan kata
(dukhon) disebutkan sebanyak dua kali, yang diidentikan dengan kabut dan
azab berupa debu yang merusak pandangan mata dan sistem pernapasan.36
Sedangkan dalam hadis yang berasal dari Hudzaifah bin Asid al-Ghifari kata
33
Takhrij adalah menunjukan tempat hadis pada sumber aslinya, dimana hadis tersebut
telah diriwayatkan lengkap dengan sanadnya, kemudian menjelaskan derajatnya jika
diperlukan.
34
Majd al-Din Muhammad bin Ya'qub al-Fayruzabady, al-Qamus al-Muhith, (Beirut:
Dar al-Fikr, 2005), hlm. 1077. Imam al-'Alamah ibn Mandzur, Lisan al-'Arab, (Kairo: Dar al-
Hadis, 2003), jld. III, hlm. 317-318.
35
Lihat footnote no. 34, dan al-Ragib al-Ishfahany, Mu'jam Mufradat Alfazh al-Qur'an,
(Beirut: Dar al-Fikr, tt), hlm. 168.
40

( dukhon) pun disebut ketika Rasulullah menyebutkan tanda-tanda kiamat.37


Dalam konteks hadis tersebut kata ( dukhon) diartikan sebagai kepulan
debu, dan tidak diartikan sama sekali dengan makna kata ( dakhan). Karena
penyebutan kata ( dukhon) disandingkan dengan tanda-tanda kiamat lain
yang lebih bersifat materi dan sosok.
Jelaslah bahwa kata ( dakhan) dan
( dukhon) adalah dua kata
yang jauh berbeda makna dan tujuannya. Karena bagaimanapun Rasulullah
tidak akan mengeluarkan pernyataan yang berbeda dengan al-Qur'an, dan ini
terlihat jelas pada penggunaan kata ( dukhon) pada al-Qur'an dan hadis
saling berkesesuaian satu sama lain.
Dari penelusuran makna ( dakhan) secara leksikal tersebut wajar
apabila kemudian yang menjadi ciri ( dakhan) dalam hadis ini diarahkan
pada 'sekelompok orang yang tidak bersunnah dan berpetunjuk Rasulullah'.
Karena bagaimanapun Rasulullah mustahil mengajarkan dan mengaplikasikan
prilaku yang bertentangan dengan aqidah dan syari'ah islamiyah. Pertanyaan
yang kemudian muncul dari persepsi ini adalah apa yang menyebabkan kata
( dakhan) dalam hadis ini identik dengan kaum yang tidak berpetunjuk dan
bersunnah Rasulullah?
Untuk menjawab pertanyaan ini, langkah awal yang harus ditempuh
adalah dengan mencermati kata 'adanya kaum atau komunitas yang tidak
bersunnah dan berpetunjuk Rasulullah'. Kaum dapat diartikan dengan
komunitas kecil sebagai bagian dari komunitas yang lebih besar, secara sosio-
politis dengan sendirinya memiliki pemimpin. Dalam konteks hadis ini
pemimpin kaum tersebut yang menurut riwayat Imam Ahmad adalah pemimpin
yang berpandangan sempit.38 Hemat penulis boleh jadi yang dimaksud dengan
pemimpin yang berpandangan sempit dalam konteks ini adalah yang kurang
memahami ajaran Islam dan atau melakukan penyimpangan ajaran Islam

36
Lihat Qs. Fushshilat (41): 11, al-Dukhan (44): 10. untuk penelitian lebih lanjut
silahkan baca, 'Abdurrahman bin Nashir al-Sa'dy, Taysir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam
al-Mannan, (Kairo: Maktabah al-Shafa, 2004), hlm. 717 & 743. Ibn Jarir al-Thabari, Jami' al-
Bayan 'an Ta'wil ay al-Qur'an, (Beirut: Dar al-Fikr, 2001) jld. XII, hlm. 108, dan jld. XIII, hlm.
126-132. Ibn Katsir, Tafsir al-Qur'an al-'Adzim, (Kairo: al-Maktabah al-Tawfiqiyah, tt), jld. VII,
hlm. 125-126, 188-189. Sayyd Quthb, Fi Dzilal al-Qur'an, (Kairo: Dar al-Syuruq, 2005), jld. V,
hlm. 3113-3114, 3210-3212.
37
Imam Muslim, Shahih..., dalam Kitab al-Fitan wa Asyrath al-Sa'ah, bab fi al-Ayat
allati Takunu qabla al-Sa'ah, no. 39/2901, 40/...,jld. VI, hlm. 531-532. Imam Abu Daud,
Sunan..., dalam Kitab al-Malahim bab Amarah al-Sa'ah, no. 4311, jld. VI, hlm. 1844. Imam Ibn
Majah, Sunan..., dalam Kitab al-Fitan bab Asyrath al-Sa'ah, no. 4041, hlm. 435-436. Imam al-
Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, (Kairo: Dar al-Hadis, 2005), dalam Kitab al-Fitan bab Ma Jaa fi
al-Khasf, no. 2183. jld. VI, hlm. 222.
38
Lihat footnote no. 28.
41

sehingga ketika menetapkan dan menjalankan agama Islam tidak berdasarkan


sunnah dan petunjuk Rasulullah.
Bukti konkritnya dapat dilihat ketika pemimpin tersebut membuat
perjanjian atau gencatan senjata berdasarkan ( dakhan), yang menurut
riwayat Imam Ahmad bercirikan mereka tidak akan konsisten terhadap
kesepakatan yang telah dibuat.39 Bahkan jika mengutip riwayat Imam Muslim
yang diterima dari Muhammad bin Sahl bin 'Asykar al-Tamimy maka akan jelas
bahwa kaum/pemimpin yang tidak bersunah dan berpetunjuk Rasulullah
tersebut disebut seseorang yang berhati setan tetapi berwujud manusia.40
Maksud kalimat 'kamu mengenali mereka dan kamu ingkari' dapat
ditelusuri dari indikator dalam tindak tanduk mereka yang tidak bersunnah dan
berpetunjuk Rasulullah. Penulis hanya menemukan kecocokan karakter seperti
disebut diatas apabila dikaitkan secara paradigmatik dengan sifat-sifat nifaq dan
fasik. Betapa para munafik senantiasa memprakarsai issu yang kemudian minta
diselesaikan dengan sebuah kesepakatan yang pada gilirannya kemudian
mereka khianati sendiri. Seorang fasik memiliki keyakinan tentang kebenaran
Islam tapi dalam prilaku melakukan hal-hal yang bertentangan dengan lan
risalah Islam itu sendiri.41
Menurut 'Iyadh yang dimaksud dengan kalimat 'kamu dapat mengenali
mereka dan kamu ingkari' adalah terhadap para pemimpin setelah 'Umar bin
'Abd al-'Aziz.42 Hal ini jika dikaitkan secara konotatif dengan sifat nifaq dan
fasik akan menemukan relevansinya secara kontekstual dengan peristiwa yang
melatari fatwa yang dikeluarkan Ibn Taimiyah seputar status berimam kepada
orang fasik.43
Langkah solusi yang adaptatif dalam menghadapi keadaan seperti ini
rupanya sudah diberikan oleh Rasulullah. Sebagaimana riwayat yang direkam
oleh Imam Muslim lewat jalur Ummi Salamah dari berbagai jalur sanad, yang
berisikan sikap yang diambil ketika kondisi ini terjadi, yaitu apabila mengetahui
maka dengan cara berlepas diri dari dosa dan akibatnya, jika pada lefel
mengingkari maka akan selamat bila melalui tahapan dengan

39
Lihat footnote no. 28.
40
Imam Muslim, Shahih..., no. 52/..., hlm. 335-336.
41
Dalam al-Qur'an terkadang munafik disebut secara bersamaan dengan fasik, lihat Qs.
Al-Taubah (9): 67. Untuk lebih jauh lihat tulisan sdr. Ahmad Kurdi dalam Jurnal Tadzkirah edisi
sekarang tentang Karakteristik Munafik dan Cara Menyikapinya, dan tulisan sdr. Uhan Burhan
tentang Aktor Intelektual Fitnah dalam Islam.
42
Ibn Hajar al-'Asqalany, Fath al-Bari..., hlm. 52.
43
Ibn Taymiyah, al-Amr bi al-Ma'ruf wa al-Nahy 'an al-Munkar, (Beirut: Dar al-Kitab
al-Jadid, 1976), hlm. 40.
42

kekuatan/kekuasaan, lisan dan hati, tetapi bila bersepakat maka akan


mengikuti.44
Opsi ini walaupun berbeda tetapi tetap masih dalam ikatan jama'ah tidak
dengan cara keluar dari jama'ah. Karena bagaimanapun pada masa khair kedua
ini dari pernyataan Rasulullah tidak ditemukan indikasi adanya perpecahan
yang berwujud pada al-firaq (kelompok-kelompok) yang harus dii'tizali
(dihindari).
Masa terakhir dalam matan hadis ini adalah masa syar yang ketiga.
Disebutkan indikator dari masa syar ketiga ini bermunculan 'para penyeru
kepintu neraka dan barang siapa yang mengikuti seruan mereka maka akan
masuk kedalam neraka'. Disebutkan pula penggambaran Rasulullah terhadap
para penyeru dan pengikutnya ini dengan 'mereka dari golongan kita dan
berbicara dengan bahasa kita'. Jika peristiwa ini terjadi Rasul memerintahkan
untuk 'bergabung merapatkan barisan dengan jama'ah al-muslimin dan
pemimpin mereka'. Dan jikalau tidak terdapat jama'ah al-muslimin dan
pemimpin mereka, maka solusi terbaik menurut titah Rasul adalah dengan cara
'memisahkan diri dari semua golongan, hatta dengan resiko hanya memakan
akar pohon sampai nanti menemui maut dan kamu tetap konsisten.
Bila berdasarkan matan hadis yang menyebutkan secara linier antara
masa khair kedua dengan masa syar ketiga, dapat dipahami bahwa masa syar
ini adalah konsekuensi logis dari masa khair kedua yang didalamnya terjadi
dakhan. Tegasnya dari uraian diatas dapat diketahui bahwa masa khair kedua
terdapat hudnah 'ala dakhan (perjanjian atau gencatan senjata dengan penuh
tipu muslihat dan pengkhianatan). Sehingga secara politis berimbas adanya
upaya agitasi antar pihak yang membuat perjanjian atau gencatan senjata
tersebut untuk melegitimasi dan mengukuhkan eksistensi masing-masing. Dari
waktu kewaktu intensitas pertentangan ini semakin tinggi sehingga mencapai
titik kulminasinya terjadi pada masa syar ketiga ini.
Dengan kungkungan wawasan sektarian, terutama pihak atau kaum
yang memiliki pimpinan yang berwawasan sempit tadi memanfaatkan umat
dalam pencitraan diri dan lawannya dengan cara melemahkan lawan dengan
penyebaran berita dusta dan biasanya terjadi pemutarbalikan fakta dan
dramatisasi. Dalam bahasa politik prilaku tersebut akan membangun kesan dan
pembunuhan karakter, dan ini tanpa ada barometer yang jelas. Tujuannya ini
akan menarik para simpatisan yang nantinya akan bergabung pada kubunya.
Perlu dicatat juga bahwa biasanya dengan kondisi psikologis seperti ini akan
banyak penggunaan bahasa yang penuh dengan emosional sehingga kualitas
komunikasi massanya begitu rendah jika diukur dari segi dasar pijakan dan
pola nalar yang dipakai. Banyak muncul informasi yang tidak ada dasarnya dan
44
Imam Muslim, Shahih..., no. 62/1854, 63/..., 64/..., hlm. 340-341.
43

penafsiran yang keliru terhadap berbagai sumber rujukan. Hatta pada


penyalahgunaan al-Qur'an dan al-Sunnah yang direduksi dan didistorsi
kandungannya hanya untuk mendukung pihaknya.
Dari alenia diatas dapat disimpulkan bahwa pada masa syar ini terjadi
upaya pemecahbelahan umat melalui berbagai cara agitasinya, dan yang lebih
penting adalah pada masa syar ketiga ini ada banyak penyalahgunaan al-Qur'an
dan al-Sunnah sehingga terjadi banyak penyimpangan dan bermunculan prilaku
bid'ah. Dengan persepsi ini sabda Rasulullah mendapatkan kontekstualisasinya
ketika mendeskripsikan pada masa syar ini akan muncul 'penyeru pada pintu
neraka dan bagi mereka yang mengikutinya akan masuk kedalam neraka'.
Upaya sistematis untuk menciptakan perpecahan umat jelas melanggar
ketentuan Allah dan menyalahi konsep dasar tauhid dan jama'ah. Dalam al-
Qur'an disebutkan bahwa perpecahan diidentikan dengan berada ditepi jurang
neraka,45 dan bentuk konkrit perpecahan dikonotasikan dengan perbuatan
musyrik, karena menjadikan jama'ah yang satu dipecah belah menjadi banyak
kelompok, sudah semestinya prilaku ini akan mendapatkan tempat kembali di
neraka.46 Kreasi dalam bidang agama dinilai sebagai bid'ah yang telah keluar
dari ketetapan Allah dan Rasulullah. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah
yang berbicara tentang bid'ah.47 Atau dapat pula dipahami bahwa kampanye
terhadap masing-masing kelompok tersebut juga dinamakan bid'ah karena
sudah menyeru pada perpecahan yang sudah jelas melanggar al-Qur'an dan al-
Sunnah.48
Rasulullah menggambarkan bahwa yang menjadi penyeru kepada
perpecahan dan bid'ah ini adalah 'mereka satu bangsa dengan kita dan
berbicara satu bahasa dengan kita', ini mengesankan secara kuat para penyeru
ini datang dari kalangan internal. Sehingga dari penggalan sabda Rasul ini pun
memberikan pesan terselubung bahwa penyeru ini adalah orang yang memiliki
sifat nifaq dan fasik, karena mereka berada dalam lingkungan internal. Ini akan
mendapat korelasinya apabila dihubungkan dengan kandungan makna dakhan

45
Qs. Ali Imran (3): 103.
46
Qs. Ali Imran (3): 105, Al-Syura (42): 13-14.
47
Imam al-Bukhari, Sunan, dalam Kitab al-Adab bab Qaul Allah 9: 119 wa Ma
Yanha 'an al-Kadzib, no. 6094, jld. VI, hlm. 123. Imam Muslim, Shahih, dalam Kitab al-
Aqdliyah bab Naqd al-Ahkam al-Bathilah Wa Rada Muhdatsat al-'Umur, no. 17/1718,,jld. III,
hlm. 200. Imam Ibn Majah, Sunan, pada Kitab al-Muqadimah bab Ijtinab al-Bida' wa al-
Jadal, no. 46, jld. I, hlm. 48. Imam Abu Daud, Sunan, dalam Kitab al-Sunnah bab Fi Luzum
al-Sunnah, no.4606, 4607, jld. VI, hlm. 1974. Imam Tirmizi, Sunan, dalam Kitab al-'Ilm bab
Ma Jaa fi al-Akhdzi bi al-Sunnah wa Ijtanab al-Bida', no. 2676, 2677, jld. VI, hlm. 469-470.
48
Qs. Al-Anbiya (21): 92, al-Muminun (23): 51-56. Sebagai pembanding penjelasan
kritik matan hadis ini silahkan baca, 'Abd al-Hamid Hindawy, Kayfa al-Amr Idza lam Takun
Jama'ah: Darasat Hawl al-Jama'ah wa al-Jama'at, (Kairo: Maktabah al-Tabi'in, 1996).
44

dan para pelaku dan berbagai prilaku yang berkaitan dengannya yang telah
diuraikan pada lembaran diatas.
Kampanye berbagai kelompok yang dibarengi dengan penyebaran
bid'ah sudah mencapai titik pengrusakan pengertian jama'ah al-muslimin,
sehingga berbagai kelompok tadi berikut pimpinannya sudah tidak dapat
disebut dengan jama'ah al-muslimin. Karena bagaimanapun yang dimaksud
dengan jama'ah al-muslimin adalah bagi mereka yang berpegang teguh pada al-
Qur'an dan al-Sunnah, bahkan walau hanya terdiri dari satu orang tetapi orang
itu berpegang teguh pada al-haq, maka ia disebut jama'ah. Sebaliknya
betapapun banyaknya orang yang berkumpul membentuk kelompok, tidak akan
disebut jama'ah jika tidak memegang al-Qur'an dan al-Sunnah.49
Dengan kondisi carut marut seperti ini Rasul memerintahkan 'untuk
merapatkan barisan dengan jama'ah al-muslimin beserta pimpinan mereka',
tetapi jika sudah tidak dapat menemukan jama'ah al-muslimin maka 'hindarilah
semua kelompok yang ada, hatta kamu hanya memakan akar pohon sampai
kamu menjumpai maut dan kamu tetap konsisten'. Dalam pemahaman penulis,
hal ini secara tersirat Rasulullah memerintahkan untuk tetap mempertahankan
dan memperjuangkan eksistensi jama'ah sampai titik darah penghabisan,

49
Lihat Moenawar Chalil, Kembali Kepada al-Qur'an dan al-Sunnah, (Jakarta: PT.
Bulan Bintang, 1999), 442-447. dan untuk penjelasan lebih lanjut silahkan baca tulisan sdr.
Ahmad Furqan dalam jurnal Tadzkirah edisi sekarang tentang, Jama'ah al-Muslimin 'ala
Minhaj Nubuwwah.
45
Studi Kritik Sanad dan Matan Hadits-
meskipun hanya satu orang dan kondisinya tidak kondusif.50 Konklusi ini
ditarik dari pemahaman terhadap konsep jama'ah juga terhadap konsep I'tizal.
I'tizal adalah salah satu bentuk perjuangan dalam pengamalan dan
penyebaran agama Islam yang banyak dipakai oleh para rasul Allah. I'tizal
sendiri dari segi bahasa berarti meninggalkan, menjauhkan dan memisahkan.
Dalam pengertian secara epistemologis I'tizal dimaknai memisahkan diri dalam
urusan al-din dan ibadah kepada selain Allah dengan cara fisik, dan menuntut
adanya perpindahan secara teritorial.51 Kesimpulan ini senafas dengan al-Qur'an
dimana digambarkan bagaimana perpisahan nabi Nuh dengan anaknya,52 juga
bagaimana nabi Ibrahim memisahkan diri dari kaumnya,53 dan sikap yang
diambil Musa ketika berhadapan dengan Fir'aun,54 para ashhab al-kahfi yang
memisahkan diri dari kaumnya untuk mencari makanah al-kahfi guna tetap
melaksanakan kalimat Allah.55 Contoh kasus yang diangkat al-Qur'an tidak
lepas dari prinsip dasar konsep I'tizal, yaitu adanya pertentangan aqidah dan
sistem ritual keagamaan antara hamba Allah dengan kaumnya yang menjadikan
hawanya sebagai tuhan mereka.
50
Jika dibandingkan dengan hadis yang mengandung pengkabaran bahwa umat Islam
ini nantinya akan terpecah menjadi 73 golongan yang semuanya akan masuk neraka kecuali
satu yaitu jama'ah, dan hadis tentang khair al-nas atau khair ummatiy terutama riwayat Imam
Muslim, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dasar dan tujuan perintah fa'tazil tilka al-firaq
kullaha adalah untuk mempertahankan kelestarian jama'ah. Kalau ketiga tema hadis ini tidak
dipahami dengan pola di atas maka akan terjadi mudltarib dalam hadis. Untuk melihat hadis
perpecahan umat Islam menjadi 73 golongan silahkan lihat, Imam Abu Daud, Sunan, ..., dalam
Kitab al-Sunnah bab Syarh al-Sunnah, no. 4596, 4597, jld. IV, hlm. 1929-1930. Imam Ibn
Majah, Sunan ..., dalam Kitab al-Fitan bab Iftiraq al-Umam, no. 3991-3993, jld. III, hlm. 414.
Imam Tirmidzi, Sunan ..., dalam Kitab al-Iman bab Ma Jaa fi Iftiraq hadzih al-Ummah, no.
2640, 2641. Sedang untuk melihat hadis khair al-nas atau khair ummatiy silahkan buka, Imam
al-Bukhari, Shahih, kitab al-syahadat bab la yasyhad 'ala syahadat jaur idza usyhid, no.
2651-2652, jld. II, hlm. 229. kitab fadlail ashhab al-nabiy bab fadlail ashhab al-nabiy, no.
3650-3651, jld. III, hlm. 5. kitab al-riqaq bab ma yuhdar min zaharah al-dunya al-tanafus fiha,
no. 6428-6429, jld. IV, hlm. 201-202. kitab al-iman wa al-nudzur bab idza qala asyhad bi Allah
aw syahidtu bi Allah, no. 6658, jld. IV, hlm. 250, no. 6695, jld. IV, hlm. 258. Imam Muslim,
Shahih, kitab fadlail al-shahabah bab fadll al-shahabah tsuma alladzina yalunahum tsuma
alladzina yalunahum, no. 210/, 213/2534, , 215/, 216/2536, jld. IV, hlm. 269-270. Imam
Tirmidzi, Sunan, kitab al-syahadat bab ma jaa fi syahadat al-zur, no. 2302, jld. IV, hlm. 282.
Imam Abu Daud, Sunan, kitab al-sunah bab fi fadll ashhab Rasul Allah, no. 4652, jld. IV,
hlm. 1989. Imam Nasa'i, Sunan al-Nasa'i, (Kairo: Dar al-Hadits, 1999), kitab al-iman wa al-
nudzur bab al-wafa bi al-nadzr, no. 3818, jld. III, hlm. 675-676.
51
Untuk pembahasan lebih jauh lihat tulisan sdr. Mohamad Ahda dalam Jurnal
Tadzkirah edisi sekarang dengan judul, Kisah Ashhab al-Kahfi.
52
Qs. Hud (11): 42.
53
Qs. Maryam (19): 41-50.
54
Qs. Al-Dukhan (44): 17-24.
55
Qs. Al-Kahfi (18): 16.
46

Sehingga I'tizal hanya akan berlaku jika kondisi medan da'wah sudah
tidak kondusif dan adanya pertentangan yang begitu jelas yang berkaitan
dengan aqidah dan ubudiyah. Tetapi jika tidak ada perbedaan aqidah dan
ubudiyah maka umat Islam tetap wajib bergabung dengan jama'ah. Rasulullah
pun telah membatasi sejauh mana toleransi permasalahan yang menjadi
pertimbangan untuk tetap bergabung dengan jama'ah dan pimpinanya.
Barometernya adalah shalat. Sedangkan permasalahan perbedaan persepsi yang
bersifat domestik tidaklah menggugurkan keabsahan pimpinan untuk tetap
dita'ati, meskipun keputusan yang diambil pimpinan tidak populis dan dianggap
kurang aspiratif dalam pandangan umat yang berpikir lokal, tetap kondisi ini
tidak dapat dijadikan alasan untuk menggugurkan kontrak sosial dan politik
umat tersebut,56 terlebih lagi berasumsi akan keluar dari jama'ah al-muslimin
dengan menggunakan dalih I'tizal. Ini akan bertentangan dengan konsep I'tizal
itu sendiri. Individu dan kelompok yang berprilaku seperti ini dalam hadis
dianggap telah keluar dari jama'ah dan akan menemui kematian dengan kondisi
jahiliyah.57
Bahkan jika mempelajari al-Qur'an surat al-Nisa (4): 88-91, akan jelas
bahwa orang secara individu maupun secara berkelompok yang melakukan
I'tizal dari jama'ah al-muslimin adalah termasuk golongan munafik. Langkah
I'tizal yang dilakukan orang munafik ini sebagai siasat agar terbebas dari
hukum bunuh, meskipun program besar mereka untuk mengembalikan orang-
orang Islam kepada kekafiran tetap mereka kerjakan. Dan kalau membuka al-
Qur'an surat Hud (11): 42, akan didapati bahwa anak nabi Nuh beri'tizal dari
Nuh sebagai Rasulullah, sedangkan anak tersebut menolak atau kafir dari
ajakan Nuh.
Penjelasan keempat matan hadis ini kiranya telah cukup berujung
sampai pada masa syar ketiga. Tetapi apabila melihat berbagai riwayat yang
lain maka akan ditemukan fase dimana fenomena dajal akan terjadi.58
Kemunculan dajal ini akan dibarengi dengan berbagai indikator lainnya yang
pernah disabdakan oleh Rasulullah, seperti salah satunya adalah dukhon
(kepulan debu yang merusak pandangan mata dan sistem pernapasan). Dukhon
terjadi mengiringi datangnya dajal yang terjadi pada masa syar ketiga atau
setelahnya, sedangkan dakhan terjadi pada masa khair kedua.

56
Imam Muslim, Shahih..., dalam Kitab al-Imarah bab Wujub Tha'ah al-'Umara fi
ghairi Ma'shiyah wa Tahrimiha fi al-Ma'shiyah, no. 31/1834 sampai 42/, jld. III, hlm. 325-
330.
57
Lihat Imam Muslim, Shahih ..., dalam Kitab al-Imarah bab Wujub Mulazimah
Jama'ah al-Muslimin..., no. 53/1848, 54/, 55/1849 dst. Jld. III, hlm. 336-339.
58
Lihat footnote no. 37.
47

III. Simpulan

Setelah penulis, dengan segala keterbatasan yang ada, melakukan


aplikasi studi kritik sanad dan matan hadis terhadap hadis fa'tazil tilka al-firaq
kullaha, dapat disimpulkan bahwa keempat sanad hadis ini memenuhi
persyaratan kriteria hadis shahih. Jalur sanadnya tersambung dari thabaqah
(tingkatan) pertama sampai pada para imam hadis. Para perawi yang tercantum
dalam sanad ini memiliki kualitas tsiqah (gabungan dari 'adl [integritas pribadi]
dan dlabth [kapasitas intelektual]), dan dalam sanad ini tidak terdapat 'illat
(cacat) dan syadz (kejanggalan).
Sedangkan matan hadis diantara empat hadis yang penulis kutip, tidak
ditemukan unsur negatif seperti bertentangan antara yang satu dengan yang lain
yang akan merusak status hadis. Dari segi materi matan hadis ini tidak
berlawanan dengan al-Qur'an, baik jika diartikan secara mikro ataupun makro.
Juga ketika diadakan metode jam'u (pengumpulan untuk komparasi) tidak
bertentangan dengan hadis shahih yang lain.
Hadis ini sebagai bukti kenabian Muhammad Rasulullah, karena visi
tentang masa depan umat ini telah dideskripsikan secara gamblang dan hal itu
sudah, sedang dan masih akan terjadi. Oleh karenanya berangkat dari
pemahaman hadis ini hendaklah setiap orang yang mengikrarkan diri sebagai
muslim menjaga dirinya dengan cara berjama'ah. Dengan berjama'ah seorang
muslim akan lebih dapat mengontrol diri karena ada banyak yang mengingatkan
ketika melakukan kekhilafan, dan akan terbebas dari fitnah yang disebutkan
dalam hadis diatas.
48

Seorang muslim semestinya dalam berjama'ah tetap istiqamah (menjaga


komitmen secara aktif dan sungguh-sungguh), meskipun ada banyak ujian
kesabaran dan keta'atan. Ketika terjadi ujian pandanglah secara positif sebagai
sarana dalam rangka peningkatan keimanan. Karena bagaimanapun peristiwa
dakhan terjadi karena ada sifat nifaq, khianat dan tipu muslihat sebagai buah
dari ketidak ta'atan umat terhadap pimpinan. Dan ini merupakan cerminan dari
tidak mengamalkan ketetapan Allah dan Rasulullah.
Muslim sejati sebagai individu yang memiliki integritas tauhid tidak
akan mudah terprofokasi oleh seruan dalam rangka memecah belah jama'ah,
karena ini akan mengantarkan kepada pintu neraka jahanam.59 Sebagai seorang
muslim hendaklah selektif dalam menerima informasi, baik dari segi pembawa
informasi60 ataupun kualitas informasi itu sendiri.61 Semua informasi yang
beredar hendaklah disampaikan pada pimpinan guna selanjutnya diberikan
isthinbatnya agar tidak masuk dalam jebakan setan.62

Wa Allah A'lam bi al-Shawab.

59
Qs. Ali Imran (3): 103.
60
Qs. Al-Hujarat (49): 6.
61
Qs. Al-Nur (24): 11-12.
62
Qs. Al-Nisa (4): 83.

Anda mungkin juga menyukai