Study Kritis Matan Hadits
Study Kritis Matan Hadits
HIKMAH
I. Pendahuluan
Figur yang harus selalu jadi panutan sekaligus memiliki otoritas adalah
Rasul. Rasul memiliki tempat yang sama dalam kapasitas otoritas dengan
Allah,1 tentunya hal ini sesuai dengan dan atas izin-Nya.2 Terkadang pula Rasul
dipisahkan, secara susunan segmental, dengan Allah dalam pengertian adanya
prioritas berdasar kualitas ontologis.3 Dalam sistem qur'anik, Rasul hakikatnya
tidak dapat dipisahkan dengan Allah, karena selain asumsi keta'atan kepada
Rasul adalah sekaligus ta'at kepada Allah,4 pun seseorang dapat disebut kafir
haq jikalau membuat pemilahan antara Allah dan Rasul.5
Para muslim diperintahkan untuk selalu menerima apa-apa yang datang
dari Rasul, sekaligus apa yang dilarang.6 Sikap penerimaan kebijakan Rasul
dalam menghakimi sesuatu dapat dijadikan patokan iman tidaknya seseorang.7
Benar sepenuhnya Rasul adalah basyar yang memiliki sifat keumuman manusia
secara biologis, juga benar adanya Rasul adalah basyar yang diberi wahyu guna
menetapkan dan melaksanakan ketetapan Allah, baik itu perdata maupun
pidana.8 Bahkan dalam teknis strategi perjuangan Rasul mempunyai kelayakan
untuk menjadi rujukan terbaik 'uswah hasanah'.9
Mempertimbangkan kapasitas Rasul sedemikian rupa wajar kemudian
Rasul diberi visi tentang masa depan. Ada banyak riwayat yang disandarkan
kepada Rasulullah tentang berbagai peristiwa dimasa yang akan datang.10 Hal
1
Qs. Ali Imran (3): 32, 132, al-Nisa (4): 69.
2
Qs. Al-Nisa (4): 64.
3
Qs. Al-Nisa (4): 59, al-Maidah (5): 92, al-Nur (24): 54.
4
Qs. Al-Nisa (4): 80.
5
Qs. Al-Nisa (4): 150-151.
6
Qs. Al-Hasyr (59): 7.
7
Qs. Al-Nisa (4): 65.
8
Qs. Al-Kahfi (18): 110.
9
Qs. Al-Ahzab (33): 21.
27
ini sebagai bukti akan kerasulan Muhammad. Hanya saja terjadi banyak
kesalahpahaman terhadap berbagai pengkabaran Rasulullah ini.
Munculnya kesalahpahaman tersebut dikarenakan oleh penyimpangan
orang-orang yang berlebih-lebihan, penjiplakan orang-orang batil, dan
penakwilan orang-orang bodoh.11 Oleh karenanya para ulama terdahulu
menanggulanginya dengan membuat sebuah sistem dan metodologi
pengelolaan informasi secara ketat dan memiliki nilai selektifitas yang tinggi.
Formulasi tersebut dapat ditemukan pada 'ulum al-hadits, terutama tentang
studi kritik sanad dan matan hadis.12
Tulisan ini akan mencoba menerapkan metode ini dengan mengangkat
hadis yang bertemakan fa'tazil tilka al-firaq kullaha. Pemilihan hadis ini karena
di dalamnya terdapat pengkabaran Rasulullah tentang masa depan, dan juga ada
banyak kesalahpahaman yang terjadi ketika mempelajari hadis ini.
A. Teks Hadis
10
Sebagian riwayat tersebut dirangkum dan dijelaskan dalam karya Muhammad
Waliyullah al-Nadawi, End of the Day: Ramalan Akhir Zaman, terj. CV. Kuwais Media
Kresindo,(Jakarta: Embun Publishing, 2007).
11
Yusuf Qardhawi, Bagaimana Bersikap Terhadap Sunnah, terj. Kathur Suhardi, (Solo:
CV. Pustaka Mantiq, 1993), hlm. 43-47.
12
Untuk kritik sanad silahkan baca karya Mahmud at-Tahhan, Metode Tahrij dan
Penelitian Sanad Hadis, terj. Ridlwan Nasir, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995). Untuk kritik
matan lihat buku Salahudin ibn Ahmad al-Adlabi, Metodologi Kritik Matan Hadis, terj. Qodirun
Nur & Ahmad Musyafiq, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004).
28
*
13
*
14
13
Imam al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Mesir: Dar al-Hadis, 2004) dalam kitab al-
manaqib, bab 'alamat al-nubuwwah fi al-Islam, no. 3606, jld. II, hlm. 484.
14
Imam al-Bukhari, Shahih...,dalam kitab al-fitan, bab kayfa al-amr idza lam takun
jama'ah, no. 7084, jld. IV, hlm. 353.
Studi Kritik Sanad dan Matan Hadits-
29
*
15
16
*
"Telah berkata kepada kami Muhammad bin al-Mutsanna dari al-Walid bin
Muslim dari Ibn Jabir dari Busru bin 'Ubaidilah al-Hadlramy sesungguhnya ia
mendengar dari Abu Idris al-Khawlany sesungguhnya ia mendengar dari Hudzaifah
bin al-Yaman yang berkata: orang-orang bertanya kepada Rasulullah saw. tentang
(kebaikan) sedangkan aku (Hudzaifah) bertanya kepada Rasulullah tentang
(keburukan) karena takut akan menimpaku, aku berkata ya Rasulullah sesungguhnya
(keburukan), maka Allah mendatangkan kami dahulu dalam keadaan jahiliyah dan
( kebaikan) ini ada ( kebaikan), maka apakah setelah hidayah dengan
keburukan? Rasulullah saw. bersabda: "ya", aku bertanya lagi apakah setelah
(keburukan) itu ada kebaikan? Rasulullah bersabda: "ya dan didalamnya terdapat
15
Imam Muslim, Shahih Muslim, (Mesir: Dar al-Hadis, 1997) dalam kitab al-imarah,
bab wujub mulazimah jama'ah al-muslimin 'inda dzuhur al-fitan, wa fi kulli hal, wa tahrim al-
khuruj 'ala al-tha'ah wa mufaraqah al-jama'ah, no. 51/1847, jld. III, hlm. 335.
16
Imam Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, (Mesir: Dar al-Hadis, 2005) dalam kitab al-
fitan, bab al-'uzlah, no. 3979, jld. III, hlm. 408.
30
"dakhan". Aku bertanya lagi apa "dakhan"nya? Rasul bersabda: "adanya kaum yang
memberikan petunjuk selain petunjukku, kamu mengenali mereka dan kamu ingkari".
Aku bertanya lagi, apakah setelah ( kebaikan) ada (keburukan)? Rasul bersabda:
"ya, ada penyeru kepada pintu neraka, barangsiapa yang mengikuti seruan mereka
maka mereka akan menyesatkannya kedalam neraka". Aku berkata: ya Rasulullah
sebutkan kepada kami sifat-sifat mereka, Rasulullah bersabda: "mereka dari bangsa
kita dan berbicara satu bahasa dengan kita". Aku berkata lagi: apa yang akan kau
perintahkan jika aku berada pada masa itu? Bersabda Rasulullah: "berpegang
teguhlah pada jama'ah al-muslimin dan pimpinan mereka", aku bertanya lagi: apabila
tidak ada jama'ah dan pimpinan lagi? Rasulullah bersabda: "pisahkanlah diri kamu
dari semua golongan yang ada, hatta dengan resiko hanya memakan akar pohon
sampai nanti menemui maut dan kamu tetap konsisten". (Terjemahan ini berdasarkan
hadits riwayat al-Bukhari)
195 H. Tokoh ini dinilai tsiqah oleh Muhammad bin Sa'ad, al-'Ijli, Ya'qub bin
Syaibah, dan Ibn Hibban, sedangkan Abu Hatim al-Razy menilainya dengan
derajat shalih al-hadis.
Guru beliau adalah Ishaq bin 'Abdullah bin Abi Farwah, Ishaq bin
'Ubaidillah bin Abi al-Muhajir, Isma'il bin Rafi', Harir bin 'Utsman bin Jubar,
Hamad bin Salamah bin Dinar, 'Abdurrahman bin Yazid bin Jabir, dan lain-lain.
Yang termasuk murid-muridnya antara lain: Yahya bin Musa bin 'Abdurrabihi
bin Salim, Yazid bin 'Abdurrabihi, al-Walid bin 'Utbah, al-Walid bin Suja'I bin
al-Walid, Muhammad bin al-Mutsana bin 'Ubaid, Muhammad bin al-Mubarak
bin Ya'la, 'Ali bin Muhammad bin Ishaq, 'Ali bin Iyas bin Muslim, dan lain-lain.
6.A. Muhammad bin al-Mutsanna bin 'Ubaid
Bernasab al-'Anza dan memiliki inisial Abu Musa dan al-Zaman.
Termasuk generasi tabi' tabi'in besar. Berdomisili di Basrah dan wafat pada
tahun 252 H. Para muhadisin seperti Yahya bin Mu'ayyan, al-Daruqutni, dan al-
Khatib menilai Abu Musa ini dengan derajat tsiqah, sedangkan al-Dahily
menilai dengan derajat hujjah, adapun Abu Hatim al-Razy menilai dengan
derajat shalih al-hadis, shoduq.
Beliau berguru kepada Ibrahim bin Ishaq bin 'Isa, Basyar bin 'Amr bin
al-Hikam, al-Husein bin al-Hasan bin Yasar, Sufyan bin 'Uyaynah bin Abi
'Imran Maymun, al-Mughirah bin Salamah, al-Walid bin Muslim, Wahab bin
Jarir bin Hazim, dan lain-lain. Sedangkan muridnya antara lain al-Bukhari,
Muslim, al-Tirmidzi, al-Nasa'I, Abu Daud, Ibn Majah, Ahmad.
6.B. Yahya bin Musa 'Abdurrabihi bin Salim
Bernasab al-Hadany al-Balkhy serta memiliki inisial Abu Zakaria dan
Khat. Termasuk generasi tabi' tabi'in besar. Berdomisili di Kufah dan wafat
pada tahun 240 H. Beliau memperoleh penilaian dengan derajat tsiqah dari al-
Nasa'i, Abu Zara'ah al-Razy, Ibn Hibban, Abu al-'Abbas al-Syiraj, dan al-
Daruqutni.
Guru beliau antara lain: Jabir bin Nuh, Hibban bin Hilal, Hamad bin
Usamah bin Zaid, Sa'id bin Muhammad, 'Abdullah bin Wahab bin Muslim, al-
Walid bin Muslim, Yahya bin Yaman, Yazid bin Harun, dan lain-lain. Sedangkan
muridnya antara lain: al-Bukhari, al-Tirmidzi, al-Nasa'I, Abu Daud, dan al-
Darimi.
6.C. 'Ali bin Muhammad bin Ishaq
Bernasab al-Kufy dan memiliki inisial Abu al-Hasan. Termasuk generasi
tabi' tabi'in besar. Berdomisili di Qurqisya dan wafat pada tahun 233 H. Abu
Hatim al-Razy dan Ibn Hibban menilai beliau dengan derajat tsiqah.
Guru beliau adalah: Ibrahim bin 'Uyaynah bin Abi 'Imran, Ishaq bin
Sulaiman, Hamad bin Usamah bin Zaid, Sa'id bin 'Abdul'aziz bin Abi Yahya,
33
Muhammad bin 'Ubaid bin Abi Umayah, al-Walid bin Muslim, Yahya bin 'Isa
bin 'Abdurrahman, dan lain-lain. Sedangkan muridnya adalah Ibn Majah.
Demikian uraian dalam rangka penerapan 'ilm al-jarh wa al-ta'dil. Ini
dilakukan bukan untuk menilai secara negatif seseorang, tetapi semata-mata
untuk menjamin otentisitas dan validitas sanad (jalur periwayatan) yang
disampaikan apakah berasal dari Rasulullah atau tidak.
Berdasarkan kajian aplikatif 'ilm al-jarh wa al-ta'dil terhadap empat
hadis ini, dapat disimpulkan bahwa kualitas sanad ini bagus karena
diriwayatkan oleh para perawi dengan integritas pribadi ('adl) dan kapasitas
intelektual (dhabth) yang berkualitas. Dalam teknis ilmu hadis penggabungan
kata 'adl dan dhabth menghasilkan istilah tsiqah (terpercaya). Pada setiap
thabaqah (tingkatan) jalur sanad keempat hadis ini diriwayatkan oleh perawi
yang berkualitas tsiqah.
Dalam penerimaan dan penyebaran hadis ada banyak kata yang
digunakan dan masing-masing memiliki nilai yang berbeda. Sebagai contoh
sebut saja haddatsana/haddatsani, akhbarana/akhbarani,
sami'a/sami'na/sami'tu, anbaana/anbaani, qala lana, dzakara lana, dan 'an
atau anna. Istilah-istilah teknis dari 'ilm al-tahammul wa al-ada al-hadis ini
menggambarkan metode penyebaran dan penerimaan hadis. Apakah secara
langsung face to face atau tidak. Apakah secara umum atau khusus. Apakah
secara lisan atau tulis.18
Berdasarkan ketentuan yang telah disepakati ahli hadis tersebut diatas,
maka dapat dikatakan secara pasti bahwa keempat hadis yang dibahas ini
memiliki kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan karena dalam
persambungan sanadnya menggunakan kata haddatsana/haddatsani dan
sami'a/sami'tu. Dua kata teknis ini memiliki peringkat pertama dalam kualitas
persambungan sanad antara perawi yang satu dengan perawi yang lainnya. Ini
pun secara otomatis mengungkapkan bahwa antara perawi yang satu dengan
yang lainnya dalam penyebaran dan penerimaan hadis pada setiap thabaqah
saling bertemu satu sama lain.
Dalam tulisan ini penulis memilih tema kajian fa'tazil tilka al-firaq
kullaha dengan pertimbangan, pertama; bahwa ada banyak riwayat yang
disampaikan oleh shahabat Hudzaifah bin al-Yaman yang berkaitan dengan
18
Untuk penjelasan lebih lanjut silahkan buka M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan
Sanad Hadis: Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah, ( Jakarta: Bulan
Bintang, 1995), hlm. 56-76. M.M. Azami, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, terj. Ali
Mustafa Yaqub, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), pada Lampiran Pertama, hlm. 631-641.
34
19
Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Ibn Majah, Sunan al-Tirmizi, Sunan al-
Nasa'i, Sunan Abu Daud, Musnad al-Darimi, Musnad Ahmad bin Hanbal, dan Muwatta' Imam
Malik.
20
Lihat kembali footnote no. 13-16.
35
lainnya. Dalam matan hadis, masa syar disebut sebanyak tiga kali, sedangkan
masa khair disebut sebanyak dua kali.
Masa syar pertama dalam hadis ini menunjuk pada masa jahiliyah
sebelum kedatangan Islam. Masa dengan kondisi stereotype yang kompleks
dalam semua urusan.21 Masa ini menggambarkan keadaan sesuai dengan makna
kata jahiliyah itu sendiri. Jahiliyah secara semantik dapat dimaknai bodoh
ketika dilawankan dengan kata ilmu, makna emosional ketika dihadapkan
dengan kata tenang dan bijaksana, serta dapat bermakna menolak petunjuk
Allah ketika dilawankan dengan kata Islam.22
Masa khair pertama mendeskripsikan jaman pada masa Rasulullah
diutus untuk menghapus kejahiliyahan. Pada waktu ini, sejak awal mula
penyebaran risalah tauhid sudah terjadi pergumulan baik wacana ataupun aksi
antara Islam dengan jahiliyah. Bahkan nuansa politik terasa begitu kental sejak
dimasa Mekah.23 Sampai kemudian masuk dalam masa Madinah dimana Islam
21
Mekah pra Islam mengalami berbagai situasi yang mengarah pada karakter
masyarakat sakit. Begitu terasa ketimpangan yang menyentuh pada bidang multidimensional.
Mekah pada tahapan ini dengan kombinasi semua unsurnya menjadi sebuah milieu yang
memiliki fundamental values yang materialistik dalam segala bidang, jauh dari nafas tauhid.
Untuk lebih jelas lihat kembali ulasan penulis di Jurnal Tadzkirah edisi perdana tentang,
al-'Alaq: Pencerahan Berbasis Tauhid, terutama pada pembahasan Kondisi Mekah Pra Islam.
22
Secara umum jahiliyah hanya diartikan kebodohan yang konotatif dengan
ketidaktahuan pengetahuan. Pengertian ini sudah lama dan banyak dipegang oleh mayoritas
orang. Hanya saja pengertian jahiliyah yang seperti itu terasa kurang tepat apabila dikembalikan
pada makna dasar dan makna relasional kata jahala dalam logosfer bahasa Arab yang orisinal.
Untuk pembahasan lebih jauh lihat, Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia: Pendekatan
Semantik dalam al-Qur'an, terj. Agus Fahri Husen, dkk. (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997),
hlm. 219-244.
23
Dalam tataran wacana ada banyak issu yang dilontarkan oleh pihak kafir Mekah
terhadap Rasulullah dan Islam. Rasulullah dikatakan sebagai orang yang berhubungan dengan
jin, penyihir, dan penyair yang belajar kepada orang non Arab. Sedangkan Islam dikatakan
sebagai agama yang menghina keyakinan nenek moyang, pemicu rusaknya hubungan
kekerabatan dan sebagainya. Rasulullah sendiri memberikan julukan terhadap tokoh Mekah
dengan sebutan Abu Jahal dan Abu Lahab. Terhadap keyakinan mereka Rasulullah dengan
tuntunan wahyu mengatakan secara gamblang bahwa keyakinan nenek moyang yang mereka
anut adalah tidak memiliki dasar risalah tauhid para nabi sebelum Rasulullah sebagaimana
pengakuan mereka, oleh karenanya keyakinan mereka sesat dan mereka sendiri meyakininya
hanya berdasar prasangka. Dalam tataran aksi terjadi banyak penindasan secara massif kaitan
dengan pelanggaran HAM terhadap umat Islam, seperti penyiksaan fisik, pemboikotan
ekonomi, sosial dan politik. Pertarungan politik antara Islam dan kafir Mekah terlihat ketika
Rasulullah sebagai pimpinan dengan wawasan organisasi politiknya mendirikan Dar al-Arqam
sebagai wadah basis pergerakan serta pusat kaderisasi dan sekaligus untuk menandingi
keberadaan Dar al-Nadwah. Ada upaya pihak Mekah untuk mengadakan negosiasi politik yang
bersifat diplomatis terhadap Rasulullah dengan penawaran konpensasi politik, ekonomi dan
sosial sebagai balasan jika Rasulullah membubarkan Dar al-Arqam berikut aktifitasnya. Untuk
menghantam psiko-politis elit Mekah, Rasulullah dengan tuntunan wahyu meruntuhkan
36
mengukuhkan diri sebagai sebuah kekuatan baru yang potensial dan mulai
diperhitungkan bahkan dikhawatirkan oleh adikuasa saat itu, Romawi dan
Persia.24
Masa syar pertama dan masa khair pertama ini sajalah yang jelas
waktunya, dalam pengertian dua periode ini begitu jelas disebutkan kapan
terjadinya. Sedangkan masa-masa berikutnya hanya disebutkan berbagai
indikatornya tanpa menyebutkan secara pasti waktunya. Ini membutuhkan
kehati-hatian yang ekstra dalam memahaminya, karena bagaimanapun ini
merupakan bahasa simbol yang penuh makna.
Dalam satu sisi persepsi penulis, hal ini dalam skala kecil memberikan
ruang dan justifikasi bagi adanya nilai probability akan terulangnya substansial
sejarah. Sehingga dimungkinkan secara mikro dan domestik akan adanya
peluang khabar hadis tersebut bukan hanya terjadi satu putaran saja, tapi
berulang berdasarkan kesesuaian indikator yang inheren dengan masa yang
disebut dalam matan hadis. Tetapi secara makro dipastikan tidak akan terjadi
perguliran secara berulang pada tahapan-tahapan yang disebut oleh Rasulullah
tersebut. Hal ini harus ditegaskan agar terhindar dari kesalahpahaman berlanjut.
keberpihakan Mekah kepada Persia dengan mengatakan bahwa Romawi, sebagai lawan Persia,
akan mendapatkan kemenangan atas Persia. Gesekan politik ini berlanjut kepencarian dukungan
simpatik ke luar negeri, hal ini terjadi ketika para sahabat Rasulullah mencari suaka politik ke
Negara Etiopia, disusul oleh delegasi korp diplomatik Mekah untuk kemudian beradu argumen
dihadapan Raja Etiopia. Lihat kembali berbagai buku Sirah Nabawiyah terutama pada masa
Mekah.
24
Setelah melakukan kalkulasi politik dengan tuntunan wahyu dan melakukan
berbagai persiapan strategis (lewat 'aqabah ula dan tsani juga mengirim duta ke Yatsrib serta
memobilisasi umat secara bertahap dan teratur untuk hijrah), pada tahun 622 M Rasulullah
hijrah ke Yatsrib dengan tujuan mendirikan negara basis guna persiapan penyebaran Islam
keseluruh dunia. Langkah politik Rasulullah pada awal periode ini mencakup program
konsolidasi umat lewat muakhot (mempersaudarakan) antara muhajirin dengan anshar, juga
dengan membuat undang-undang dasar dengan diterbitkannya mitsaq al-Madinah, merubah
nama Yatsrib menjadi Madinah al-Munawwarah/Naby, membangun masjid yang bersifat
multifungsi sebagai markas perjuangan, dan memprakarsai konsentrasi sentra ekonomi dengan
pengembangan pasar. Demi terjaganya stabilitas keamanan, Rasulullah beberapa kali
menerbitkan maklumat dan terlibat langsung untuk angkat senjata yang sifatnya difensif.
Rasulullah mengadakan dan menandatangani banyak MoU dengan para pimpinan lokal
disekitar Madinah. Sejarahpun mencatat bahwa ada kesepakatan politik antara Rasulullah
dengan pihak Mekah yang terkenal dengan sulh al-Hudaibiyah. Dalam rangka dakwah dan
pemanfaatan celah sulh al-Hudaibiyah Rasulullah mengirim surat keberbagai Negara untuk
menyeru kepada para pimpinannya agar masuk Islam dan mengakui keberadaan Madinah.
Bahkan pengutusan duta-duta keberbagai negara sebagai ekspresi kedudukan Islam dilakukan
oleh Rasulullah. Guna menunaikan tugas penyebaran Islam keseluruh dunia, Rasulullah
melakukan persiapan yang matang dan kemudian mengeluarkan maklumat pengangkatan
panglima untuk memimpin pasukan yang kemudian langsung dikirim keperbatasan Romawi.
Lihat kembali berbagai buku Sirah Nabawiyah terutama pada masa Madinah.
37
dalam sanad yang bernilai hasan tersebut terjadi hudnah 'ala dakhan (perjanjian
atau gencatan senjata dengan penuh tipu muslihat dan pengkhianatan). Adapun
mengenai syar kedua menurut penuturan Abu Daud dalam sanad ini
digambarkan sebagai jaman fitnah.30 Tetapi kalau melihat riwayat Abu Daud
yang diterima dari Musaddad yang bernilai shahih, dikatakan bahwa masa syar
kedua ini Rasulullah memberikan penyelesaian dengan cara ditanggulangi
dengan pedang.31
Perguliran selanjutnya adalah masa khair kedua. Pada masa ini yang
menjadi ciri utama adalah didalamnya terdapat
( dakhan). Perlu
disayangkan dan dicatat kiranya disini bahwa ketika memahami makna
karakteristik dakhan pada masa khair ini terjadi penyimpangan makna oleh
sebagian fihak. Baik pada tataran definisi dakhan itu sendiri ataupun pada
tataran kesimpulan yang terkesan dakhan begitu pekat dan dominan sehingga
makna kata khair sendiri akhirnya hilang. Ini tentunya sudah menyalahi
diferensiasi karakter setiap masa yang diutarakan dengan alur linier. Dan secara
faktual niscaya berimbas pada prilaku umat Islam sebagai bagian terkecil dari
jama'ah al-muslimin.
Sebagai karakteristik utama masa khair kedua ini, dakhan berdasarkan
riwayat Imam Muslim dari jalur Muhammad bin al-Mutsana memiliki ciri
'adanya kaum yang bersunnah tapi tidak dengan sunnahku (Rasulullah) dan
memberi petunjuk dengan selain petunjukku (Rasulullah), kamu dapat
mengenali mereka dan kamu ingkari'. Sedangkan dalam dua riwayat Imam al-
Bukhari tanpa menyebutkan 'yang bersunnah tapi tidak dengan sunnahku
(Rasulullah)'. Untuk sekedar catatan perlu penulis ungkapkan bahwa penulis
secara sadar dalam hal pencarian makna ) dakhan( tidak memasukan hadis
yang disampaikan Imam Muslim yang diterimanya dari Muhammad bin Sahl
bin 'Askar al-Tamimy, karena didalamnya ada perbedaan penyebutan ciri 'tidak
bersunnah dan berpetunjuk berdasarkan Rasulullah' yang ditempatkan pada
karakteristik masa syar ketiga bukan sebagai karakteristik masa khair kedua
sebagaimana riwayat Imam Muslim dari jalur Muhammad bin al-Mutsana.32
Karena bagaimanapun langkah ini untuk menghindari perubahan status hadis
riwayat Imam Muslim. Dengan pertimbangan ini pula penulis kemudian untuk
menguatkan derajat hadis riwayat Imam Muslim dari jalur Muhammad bin al-
30
Imam Abu Daud, Sunan, no. 4246, hlm. 1815.
31
Imam Abu Daud, Sunan... , no. 4244, hlm. 1814-1816.
32
Imam Muslim, Shahih..., no. 52/..., hlm. 335-336.
Studi Kritik Sanad dan Matan Hadits-
39
Mutsana mentakhrij33 dengan dua hadis yang dikeluarkan oleh Imam al-
Bukhari.
Dari teks hadis ini dapat dipahami bahwa 'kaum yang tidak bersunah
dan memberi petunjuk berdasarkan Rasulullah' adalah ciri dari ( dakhan)
bukan sebagai ciri dari khair yang kedua, tetapi kemudian ( dakhan)
tersebut menjadi karakteristik masa khair kedua ini. Nalar ini perlu ditekankan
mengingat akan terjadi kerancuan dan penyimpangan makna kebahasaan jika
dipahami bahwa 'kaum yang tidak bersunah dan memberi petunjuk
berdasarkan Rasulullah' dijadikan karakteristik masa khair kedua.
Apabila kata ( dakhan) dilacak pada kamus bahasa Arab akan
ditemukan berbagai arti. Kata ( dakhan) menunjukan sebuah pergerakan
dengan tujuan negatif, bukan untuk perdamaian dikarenakan berdasarkan
kedengkian dan prilaku yang buruk. Disebut ( dakhan) juga ketika ada
perubahan akal, agama dan perhitungan. Dapat pula diartikan dengan korosi
yang terjadi pada pedang. Secara semantik kata ( dakhan) ini bila dikaitkan
dengan perjanjian atau gencatan senjata akan berarti tipu muslihat, nifaq, dan
khianat. Hal ini disebabkan perjanjian yang dibuat hanya pada tataran yang
dhahir saja tetapi secara terselubung dibarengi dengan tiga sifat tadi.34
Ada banyak kalangan yang memahami arti kata ( dakhan) memiliki
kesamaan arti dengan kata
( dukhon). Dua kata ini memang dalam bahasa
Arab memiliki akar kata yang sama yaitu dari kata
( dakhana), akan tetapi
berdasarkan perubahan bentuk derifatifnya kemudian berimplikasi pada
perbedaan makna sesuai dengan tujuan perubahan itu sendiri. Antara kata
(dakhan) dengan ( dukhon) memiliki perbedaan makna yang jauh berbeda
antara yang satu dengan yang lainnya. Makna kata ( dakhan) sudah
dijelaskan diatas, sedangkan makna kata
( dukhon) dapat berarti asap yang
selalu ada pada kayu yang dibakar.
( Dukhon) pun dapat diartikan sebagai
kabut dan debu yang menghalangi pandangan dan berefek pada sistem
pernapasan.35
Al-Qur'an tidak menyebutkan kata ( dakhan), sedangkan kata
(dukhon) disebutkan sebanyak dua kali, yang diidentikan dengan kabut dan
azab berupa debu yang merusak pandangan mata dan sistem pernapasan.36
Sedangkan dalam hadis yang berasal dari Hudzaifah bin Asid al-Ghifari kata
33
Takhrij adalah menunjukan tempat hadis pada sumber aslinya, dimana hadis tersebut
telah diriwayatkan lengkap dengan sanadnya, kemudian menjelaskan derajatnya jika
diperlukan.
34
Majd al-Din Muhammad bin Ya'qub al-Fayruzabady, al-Qamus al-Muhith, (Beirut:
Dar al-Fikr, 2005), hlm. 1077. Imam al-'Alamah ibn Mandzur, Lisan al-'Arab, (Kairo: Dar al-
Hadis, 2003), jld. III, hlm. 317-318.
35
Lihat footnote no. 34, dan al-Ragib al-Ishfahany, Mu'jam Mufradat Alfazh al-Qur'an,
(Beirut: Dar al-Fikr, tt), hlm. 168.
40
36
Lihat Qs. Fushshilat (41): 11, al-Dukhan (44): 10. untuk penelitian lebih lanjut
silahkan baca, 'Abdurrahman bin Nashir al-Sa'dy, Taysir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam
al-Mannan, (Kairo: Maktabah al-Shafa, 2004), hlm. 717 & 743. Ibn Jarir al-Thabari, Jami' al-
Bayan 'an Ta'wil ay al-Qur'an, (Beirut: Dar al-Fikr, 2001) jld. XII, hlm. 108, dan jld. XIII, hlm.
126-132. Ibn Katsir, Tafsir al-Qur'an al-'Adzim, (Kairo: al-Maktabah al-Tawfiqiyah, tt), jld. VII,
hlm. 125-126, 188-189. Sayyd Quthb, Fi Dzilal al-Qur'an, (Kairo: Dar al-Syuruq, 2005), jld. V,
hlm. 3113-3114, 3210-3212.
37
Imam Muslim, Shahih..., dalam Kitab al-Fitan wa Asyrath al-Sa'ah, bab fi al-Ayat
allati Takunu qabla al-Sa'ah, no. 39/2901, 40/...,jld. VI, hlm. 531-532. Imam Abu Daud,
Sunan..., dalam Kitab al-Malahim bab Amarah al-Sa'ah, no. 4311, jld. VI, hlm. 1844. Imam Ibn
Majah, Sunan..., dalam Kitab al-Fitan bab Asyrath al-Sa'ah, no. 4041, hlm. 435-436. Imam al-
Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, (Kairo: Dar al-Hadis, 2005), dalam Kitab al-Fitan bab Ma Jaa fi
al-Khasf, no. 2183. jld. VI, hlm. 222.
38
Lihat footnote no. 28.
41
39
Lihat footnote no. 28.
40
Imam Muslim, Shahih..., no. 52/..., hlm. 335-336.
41
Dalam al-Qur'an terkadang munafik disebut secara bersamaan dengan fasik, lihat Qs.
Al-Taubah (9): 67. Untuk lebih jauh lihat tulisan sdr. Ahmad Kurdi dalam Jurnal Tadzkirah edisi
sekarang tentang Karakteristik Munafik dan Cara Menyikapinya, dan tulisan sdr. Uhan Burhan
tentang Aktor Intelektual Fitnah dalam Islam.
42
Ibn Hajar al-'Asqalany, Fath al-Bari..., hlm. 52.
43
Ibn Taymiyah, al-Amr bi al-Ma'ruf wa al-Nahy 'an al-Munkar, (Beirut: Dar al-Kitab
al-Jadid, 1976), hlm. 40.
42
45
Qs. Ali Imran (3): 103.
46
Qs. Ali Imran (3): 105, Al-Syura (42): 13-14.
47
Imam al-Bukhari, Sunan, dalam Kitab al-Adab bab Qaul Allah 9: 119 wa Ma
Yanha 'an al-Kadzib, no. 6094, jld. VI, hlm. 123. Imam Muslim, Shahih, dalam Kitab al-
Aqdliyah bab Naqd al-Ahkam al-Bathilah Wa Rada Muhdatsat al-'Umur, no. 17/1718,,jld. III,
hlm. 200. Imam Ibn Majah, Sunan, pada Kitab al-Muqadimah bab Ijtinab al-Bida' wa al-
Jadal, no. 46, jld. I, hlm. 48. Imam Abu Daud, Sunan, dalam Kitab al-Sunnah bab Fi Luzum
al-Sunnah, no.4606, 4607, jld. VI, hlm. 1974. Imam Tirmizi, Sunan, dalam Kitab al-'Ilm bab
Ma Jaa fi al-Akhdzi bi al-Sunnah wa Ijtanab al-Bida', no. 2676, 2677, jld. VI, hlm. 469-470.
48
Qs. Al-Anbiya (21): 92, al-Muminun (23): 51-56. Sebagai pembanding penjelasan
kritik matan hadis ini silahkan baca, 'Abd al-Hamid Hindawy, Kayfa al-Amr Idza lam Takun
Jama'ah: Darasat Hawl al-Jama'ah wa al-Jama'at, (Kairo: Maktabah al-Tabi'in, 1996).
44
dan para pelaku dan berbagai prilaku yang berkaitan dengannya yang telah
diuraikan pada lembaran diatas.
Kampanye berbagai kelompok yang dibarengi dengan penyebaran
bid'ah sudah mencapai titik pengrusakan pengertian jama'ah al-muslimin,
sehingga berbagai kelompok tadi berikut pimpinannya sudah tidak dapat
disebut dengan jama'ah al-muslimin. Karena bagaimanapun yang dimaksud
dengan jama'ah al-muslimin adalah bagi mereka yang berpegang teguh pada al-
Qur'an dan al-Sunnah, bahkan walau hanya terdiri dari satu orang tetapi orang
itu berpegang teguh pada al-haq, maka ia disebut jama'ah. Sebaliknya
betapapun banyaknya orang yang berkumpul membentuk kelompok, tidak akan
disebut jama'ah jika tidak memegang al-Qur'an dan al-Sunnah.49
Dengan kondisi carut marut seperti ini Rasul memerintahkan 'untuk
merapatkan barisan dengan jama'ah al-muslimin beserta pimpinan mereka',
tetapi jika sudah tidak dapat menemukan jama'ah al-muslimin maka 'hindarilah
semua kelompok yang ada, hatta kamu hanya memakan akar pohon sampai
kamu menjumpai maut dan kamu tetap konsisten'. Dalam pemahaman penulis,
hal ini secara tersirat Rasulullah memerintahkan untuk tetap mempertahankan
dan memperjuangkan eksistensi jama'ah sampai titik darah penghabisan,
49
Lihat Moenawar Chalil, Kembali Kepada al-Qur'an dan al-Sunnah, (Jakarta: PT.
Bulan Bintang, 1999), 442-447. dan untuk penjelasan lebih lanjut silahkan baca tulisan sdr.
Ahmad Furqan dalam jurnal Tadzkirah edisi sekarang tentang, Jama'ah al-Muslimin 'ala
Minhaj Nubuwwah.
45
Studi Kritik Sanad dan Matan Hadits-
meskipun hanya satu orang dan kondisinya tidak kondusif.50 Konklusi ini
ditarik dari pemahaman terhadap konsep jama'ah juga terhadap konsep I'tizal.
I'tizal adalah salah satu bentuk perjuangan dalam pengamalan dan
penyebaran agama Islam yang banyak dipakai oleh para rasul Allah. I'tizal
sendiri dari segi bahasa berarti meninggalkan, menjauhkan dan memisahkan.
Dalam pengertian secara epistemologis I'tizal dimaknai memisahkan diri dalam
urusan al-din dan ibadah kepada selain Allah dengan cara fisik, dan menuntut
adanya perpindahan secara teritorial.51 Kesimpulan ini senafas dengan al-Qur'an
dimana digambarkan bagaimana perpisahan nabi Nuh dengan anaknya,52 juga
bagaimana nabi Ibrahim memisahkan diri dari kaumnya,53 dan sikap yang
diambil Musa ketika berhadapan dengan Fir'aun,54 para ashhab al-kahfi yang
memisahkan diri dari kaumnya untuk mencari makanah al-kahfi guna tetap
melaksanakan kalimat Allah.55 Contoh kasus yang diangkat al-Qur'an tidak
lepas dari prinsip dasar konsep I'tizal, yaitu adanya pertentangan aqidah dan
sistem ritual keagamaan antara hamba Allah dengan kaumnya yang menjadikan
hawanya sebagai tuhan mereka.
50
Jika dibandingkan dengan hadis yang mengandung pengkabaran bahwa umat Islam
ini nantinya akan terpecah menjadi 73 golongan yang semuanya akan masuk neraka kecuali
satu yaitu jama'ah, dan hadis tentang khair al-nas atau khair ummatiy terutama riwayat Imam
Muslim, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dasar dan tujuan perintah fa'tazil tilka al-firaq
kullaha adalah untuk mempertahankan kelestarian jama'ah. Kalau ketiga tema hadis ini tidak
dipahami dengan pola di atas maka akan terjadi mudltarib dalam hadis. Untuk melihat hadis
perpecahan umat Islam menjadi 73 golongan silahkan lihat, Imam Abu Daud, Sunan, ..., dalam
Kitab al-Sunnah bab Syarh al-Sunnah, no. 4596, 4597, jld. IV, hlm. 1929-1930. Imam Ibn
Majah, Sunan ..., dalam Kitab al-Fitan bab Iftiraq al-Umam, no. 3991-3993, jld. III, hlm. 414.
Imam Tirmidzi, Sunan ..., dalam Kitab al-Iman bab Ma Jaa fi Iftiraq hadzih al-Ummah, no.
2640, 2641. Sedang untuk melihat hadis khair al-nas atau khair ummatiy silahkan buka, Imam
al-Bukhari, Shahih, kitab al-syahadat bab la yasyhad 'ala syahadat jaur idza usyhid, no.
2651-2652, jld. II, hlm. 229. kitab fadlail ashhab al-nabiy bab fadlail ashhab al-nabiy, no.
3650-3651, jld. III, hlm. 5. kitab al-riqaq bab ma yuhdar min zaharah al-dunya al-tanafus fiha,
no. 6428-6429, jld. IV, hlm. 201-202. kitab al-iman wa al-nudzur bab idza qala asyhad bi Allah
aw syahidtu bi Allah, no. 6658, jld. IV, hlm. 250, no. 6695, jld. IV, hlm. 258. Imam Muslim,
Shahih, kitab fadlail al-shahabah bab fadll al-shahabah tsuma alladzina yalunahum tsuma
alladzina yalunahum, no. 210/, 213/2534, , 215/, 216/2536, jld. IV, hlm. 269-270. Imam
Tirmidzi, Sunan, kitab al-syahadat bab ma jaa fi syahadat al-zur, no. 2302, jld. IV, hlm. 282.
Imam Abu Daud, Sunan, kitab al-sunah bab fi fadll ashhab Rasul Allah, no. 4652, jld. IV,
hlm. 1989. Imam Nasa'i, Sunan al-Nasa'i, (Kairo: Dar al-Hadits, 1999), kitab al-iman wa al-
nudzur bab al-wafa bi al-nadzr, no. 3818, jld. III, hlm. 675-676.
51
Untuk pembahasan lebih jauh lihat tulisan sdr. Mohamad Ahda dalam Jurnal
Tadzkirah edisi sekarang dengan judul, Kisah Ashhab al-Kahfi.
52
Qs. Hud (11): 42.
53
Qs. Maryam (19): 41-50.
54
Qs. Al-Dukhan (44): 17-24.
55
Qs. Al-Kahfi (18): 16.
46
Sehingga I'tizal hanya akan berlaku jika kondisi medan da'wah sudah
tidak kondusif dan adanya pertentangan yang begitu jelas yang berkaitan
dengan aqidah dan ubudiyah. Tetapi jika tidak ada perbedaan aqidah dan
ubudiyah maka umat Islam tetap wajib bergabung dengan jama'ah. Rasulullah
pun telah membatasi sejauh mana toleransi permasalahan yang menjadi
pertimbangan untuk tetap bergabung dengan jama'ah dan pimpinanya.
Barometernya adalah shalat. Sedangkan permasalahan perbedaan persepsi yang
bersifat domestik tidaklah menggugurkan keabsahan pimpinan untuk tetap
dita'ati, meskipun keputusan yang diambil pimpinan tidak populis dan dianggap
kurang aspiratif dalam pandangan umat yang berpikir lokal, tetap kondisi ini
tidak dapat dijadikan alasan untuk menggugurkan kontrak sosial dan politik
umat tersebut,56 terlebih lagi berasumsi akan keluar dari jama'ah al-muslimin
dengan menggunakan dalih I'tizal. Ini akan bertentangan dengan konsep I'tizal
itu sendiri. Individu dan kelompok yang berprilaku seperti ini dalam hadis
dianggap telah keluar dari jama'ah dan akan menemui kematian dengan kondisi
jahiliyah.57
Bahkan jika mempelajari al-Qur'an surat al-Nisa (4): 88-91, akan jelas
bahwa orang secara individu maupun secara berkelompok yang melakukan
I'tizal dari jama'ah al-muslimin adalah termasuk golongan munafik. Langkah
I'tizal yang dilakukan orang munafik ini sebagai siasat agar terbebas dari
hukum bunuh, meskipun program besar mereka untuk mengembalikan orang-
orang Islam kepada kekafiran tetap mereka kerjakan. Dan kalau membuka al-
Qur'an surat Hud (11): 42, akan didapati bahwa anak nabi Nuh beri'tizal dari
Nuh sebagai Rasulullah, sedangkan anak tersebut menolak atau kafir dari
ajakan Nuh.
Penjelasan keempat matan hadis ini kiranya telah cukup berujung
sampai pada masa syar ketiga. Tetapi apabila melihat berbagai riwayat yang
lain maka akan ditemukan fase dimana fenomena dajal akan terjadi.58
Kemunculan dajal ini akan dibarengi dengan berbagai indikator lainnya yang
pernah disabdakan oleh Rasulullah, seperti salah satunya adalah dukhon
(kepulan debu yang merusak pandangan mata dan sistem pernapasan). Dukhon
terjadi mengiringi datangnya dajal yang terjadi pada masa syar ketiga atau
setelahnya, sedangkan dakhan terjadi pada masa khair kedua.
56
Imam Muslim, Shahih..., dalam Kitab al-Imarah bab Wujub Tha'ah al-'Umara fi
ghairi Ma'shiyah wa Tahrimiha fi al-Ma'shiyah, no. 31/1834 sampai 42/, jld. III, hlm. 325-
330.
57
Lihat Imam Muslim, Shahih ..., dalam Kitab al-Imarah bab Wujub Mulazimah
Jama'ah al-Muslimin..., no. 53/1848, 54/, 55/1849 dst. Jld. III, hlm. 336-339.
58
Lihat footnote no. 37.
47
III. Simpulan
59
Qs. Ali Imran (3): 103.
60
Qs. Al-Hujarat (49): 6.
61
Qs. Al-Nur (24): 11-12.
62
Qs. Al-Nisa (4): 83.