SIROSIS HATI
OLEH :
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan atas
limpahan rahmat dan berkahnya yang diberikan kepada kami, sehingga kami bisa
menyelesaikan makalah yang berjudul SIROSIS HEPATIS. Terimakasih kami
sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan
makalah ini baik yang terlibat secara langsung maupun yang tidak.
Disadari sepenuhnya masih banyak kekurangan dalam pembahasan
makalah ini dari teknis penulisan sampai dengan pembahasan materi untuk
itubesar harapan kami akan saran dan masukan yang sifatnya mendukung untuk
perbaikan ke depannya.
Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada Dosen pembimbing
yang telah memberi arahan untuk membuat Makalah ini dan tidak lupa untuk
rekan rekan mahasiswa kami ucapkan terima kasih semoga apa yang saya susun
bermanfaat.
Penyusun
Suriadi Suterjo
i
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan .......................................................................... 19
B. Saran .................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. di dalam hati
terjadi proses-proses penting bagi kehidupan kita. yaitu proses penyimpanan
energi, pengaturan metabolisme kolesterol, dan peneralan racun/obat yang
masuk dalam tubuh kita. sehingga dapat kita bayangkan akibat yang akan
timbul apabila terjadi kerusakan pada hati.
Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai
dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan
jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul dan menimbulkan perubahan sirkulasi
mikro dan makro menjadi tidak teratur. (Smeltzer, Bare, 2001).
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar
ketika pada pasien yang berusia 45 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler
dan kanker). Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab
kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini.
Apabila diperhatikan, laporan di negara maju. Maka kasus Sirosis hati yang
datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit
in, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan secarakebetulan ketika berobat
untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat atopsi. Penderita sirosis hati lebih
banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita
sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 59
tahun dengan puncaknya sekitar 40 449 tahun.(Mariyani, 2003)
Angka kejadian sirosis hati yang paling sering muncul adalah akibat
alkoholisme. Namun tidak menutup kemungkinan penyebab lainnya seperti
kekurangan gizi, protein deficiency, hepatitis dan jenis lain dari proses infeksi,
penyakit saluran empedu, dan racun kimia. Gejala yang ditimbulkan sirosis
hepatis akibat perubahan morfologi dapat menggambarkan kerusakan yang
1
terjadi. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi seperti hematemesis melena,
koma hepatikum.
Peran dan fungsi perawat adalah memberi penyuluhan kesehatan agar
masyarakat dapat mewaspadai bahaya penyakit sirosis hepatis, merawat pasien
dengan penyakit sirosis hepatis adalah mencakup perbaikan masukan nutrisi
klien, membantu klien mendapatkan citra diri yang positif dan pemahaman
dengan penyakit dan pengobatanya.
Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang asuhan
keperawatan pada pasien dengan penyakit sirosis hepatis untuk memudahkan
kita sebagai perawat dalam merawat pasien dengan penyakit sirosis hepatis
dengan penanganan tepat dan asuhan keperawatan yang komprehensif.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang dapat diangkat antara lain:
1. Bagaimana konsep penyakit Sirosis Hati ?
2. Bagaimana asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien Sirosis
Hati ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1. Menjelaskan tentang konsep penyakit Sirosis Hati mulai dari pengertian,
tanda gejala, etiologi, serta patofisiologinya.
2. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan yang dapat diberikan pada klien
dengan Sirosis Hati , mulai dari pengkajian hingga evaluasi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya
pengerasan dari hati (Sujono H, 2012).
i. Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus
ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul.
Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati
yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul.
(Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2002).
j. Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus,
ditandai dengan adanya pembentukan jaringan disertai nodul. Dimulai
dengan proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan
jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. (Iin Inayah, 2004).
k. Sirosis hati adalah sekelompok penyakit hati kronik yang
mengakibatkan kerusakan sel hati dan sel tersebut digantikan oleh
jaringan parut sehingga terjadi penurunan jumlah jaringan hati normal.
(Soemoharjo, 2008)
2. Etiologi
Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis sampai sekarang belum
jelas.Adapun factor predisposisinya:
a. Alkohol
Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan
mengonsumsi alkohol. Mengonsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang
tinggi dan kronis dapat melukai sel-sel hati. Alkohol merupakan zat
hepatotoksis yang merupakan penyebab utama pada perlemakan hati
sehingga menyebabkan infiltrasi lemak sehingga menghalangi
pembentukan lipoprotein.
b. Faktor keturunan dan malnutrisi
WATERLOO (1997) berpendapat bahwa factor kekurangan nutrisi
terutama kekurangan protein hewani menjadi penyebab timbulnya
Sirosis Hepatis. Menurut CAMPARA (1973) untuk terjadinya Sirosis
Hepatis ternyata ada bahan dalam makanan, yaitu kekurangan alfa 1-
antitripsin.
4
c. Hepatitis virus
Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak
mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala
sisa serta menunjukkan perjalanan yang kronis bila dibandingkan
dengan hepatitis virus A. penderita dengan hepatitis aktif kronik banyak
yang menjadi sirosis karena banyak terjadi kerusakan hati yang kronis.
Terbentuknya jaringan parut dan nodul yang semakin
meluas.Sebagaimana kita ketahui bahwa sekitar 10 % penderita
hepatitis virus B akut akan menjadi kronis.
d. Obat-obatan hepatotoksik
Beberapa obat-obatan (pain killer) dan zat kimia dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan fungsi sel hati secara akut dan kronik. Pemberian
bermacam obat-obatan hepatotoksik secara berulang kali dan terus
menerus. Mula-mula akan terjadi kerusakan setempat, kemudian terjadi
kerusakan hati yang merata, dan akhirnya dapat terjadi Sirosis Hepatis.
Obat obat TB yang juga mengandung hepatotoksik juga harus
diperhatikan indikasi dan pemberian alternative pengganti obat yang
tidak menimbulkan efek yang progesive bagi kerusakan hati
(Hadi,2005).
e. Kelainan-kelainan genetik yang diturunkan/diwariskan
Berakibat pada akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang
menjurus pada kerusakan jaringan dan sirosis. Contohnya akumulasi
besi yang abnormal (hemochromatosis) atau tembaga (penyakit
Wilson).
f. Kolestasis, Atresia bilier
Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke usus,
dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada bayi penyebab
sirosis terbanyak adalah akibat tersumbatnya saluran empedu yang
disebut Biliary atresia.
5
3. Patofisiologi
Hati pada awal perjalanan penyakitnya cenderung membesar dan
sel-selnya dipenuhi oleh lemak-lemak. Hati tersebut menjadi keras dan
dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi akibat
pembesaran hati yang cepat sehingga menyebabkan regangan pada
selubung fibrosa hati (kapsule glissoni). Pada perjalanan penyakit yang
lebih lanjut ukuran hati akan mengecil setelah jaringan parut menyebabkan
pengerutan jaringan. Apabila dapat dipalpasi maka permukaan hati akan
teraba benjol-benjol (Smeltzer, 2002).
Sirosis Laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh episode
nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang di
sepanjang perjalanan penyakit tersebut. Sel-sel hati tersebut secara
berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut. Akhirnya jumlah jaringan
parut melebihi jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau
jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regeneasi dapat
menonjol dari bagian-bagian yang berkonstruksi sehingga hati yang sirotik
memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail
appearance) yang khas. Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang
insidius dan perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-
kadang melewati rentang waktu 30 tahun atau lebih (Smeltzer, 2002).
Varises esofagus merupakan pembuluh darah yang berdilatasi,
berkelok-kelok dan biasanya dijumpai pada sub mukosa bagian bawah,
namun varises ini dapat terjadi pada bagian lebih tinggi atau meluas
sampai ke lambung. Keadaaan semacam ini hampir selalu disebabkan oleh
hipertensi portal yang terjadi obstruksi pada saluran vena porta, pada hati
yang mengalami serosis. Peningkatan obstrukisi pada vena porta
menyebabkan darah vena dari traktus intestinal dan limpa akan mencari
jalan keluar melalui kolateral (lintasan baru untuk kembali ke atrium
kanan). Akibat yang ditimbulkan adalah peningkatan tekanan, khusunya
adalah pembuluh darah pada lapisan submukosa esofagus bagian bawah
dan lambung bagian atas. Pembuluh-pembuluh kolateral ini tidak bersifat
6
elastis tapi bersifat rapuh, berkelok-kelok dan mudah mengalami
perdarahan. Penyebab varises lainya yang lebih jarang ditemukan adalah
kelainan sirkulasi dalam vena linealis atau vena kava superior dan
trombosis vena hepatika.
Varises esofagus yang mengalami perdarahan dapat menyebabkan
kematian dan menyebabkan syok haemorargik yang menyebabkan
penurunan perfusi serebral, hepatik serta ginjal. Selanjutnya akan terjadi
peningkatan beban nitrogen akibat perdarahan kedalam traktus
gastrointestinal dan kenaikan kadar amonia serum yang meningkatkan
resiko encefalopati. Kemungkinan terjadinya perdarahan pada varises
esofagus harus dicurigai jika ada hematemisis dan melena, khususnya pada
klien yang biasa mengkonsumsi minuman keras.
Vena yang mengalami dilatasi biasanya tidak mengalami gejala
kecuali jika ada peningkatan tekanan porta yang tajam dan mukosa atau
struktur yang menyangga menjadi tipis, sehingga kemungkinan akan
timbul haemorargik masif. Faktor-faktor yang menimbulkan perdarahan
bisa jadi dari mengangkat barang berat, mengejan pada saat defekasi,
bersin, batuk atau muntah, esofagitis, atau iritasi pembuluh darah akibat
makan makanan yang tidak dikunyah dengan baik atau minum cairan yang
merangsang. Salisilat dan setiap obat yang dapat menimbulkan erosi
mukosa, serta mengganggu replikasi sel dapat pula menyebabkan
perdarahan.(Smeltzer, 2002).
4. Manifestasi Klinis
a. Pembesaran Hati ( hepatomegali ).
Pada awal perjalanan sirosis, hati cendrung membesar dan sel-selnya
dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi
tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat
terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat sehingga
mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kaosukalisoni).
Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang
setelah jaringan parut sehingga menyebabkan pengerutan jaringan hati.
7
b. Obstruksi Portal dan Asites.
c. Varises Gastroinstestinal.
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik
yang mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam
sistem gastrolintestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh
portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah.
d. Edema.
e. Defisiensi Vitamin dan Anemia.
Kerena pembentukan, penggunaan, dan penyimpanan vitamin tertentu
yang tidak memadai (terutama vitamin A, C, dan K), maka tanda-tanda
defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai khususnya sebagai
fenomena hemoragi yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K.
5. Test Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pada darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom nomosister,
hipokrom mikrosister/hipokrom makrosister.
2) Kenaikan kadar enzim transaminase-SGOT, SGPT bukan
merupakan petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati,
kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel
yang rusak, pemeriksaan billirubin, transaminase dan gamma GT
tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3) Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang
berkurang, dan juga globulin yang naik merupakan cerminan daya
tahan sel hati yang kurang dan menghadapi stress.
4) Pemeriksaan CHE (kolinesterasi). Ini penting karena bila kadar
CHE turun, kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE
normal/tambah turun akan menunjukkan prognosis jelek.
5) Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan
pembatasan garam dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun
dari 4 meg/L menunjukkan kemungkinan telah terjadi sindrom
hepatorenal.
8
6) Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg,
HcvRNA, untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan
AFP (Alfa Feto Protein) penting dalam menentukan apakah telah
terjadi transformasi ke arah keganasan.
b. Pemeriksaan penunjang lainnya:
1) Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises
esophagus untuk konfirmasi hipertensi portal.
2) Esofagoskopi : dapat dilihat varises esophagus sebagai komplikasi
sirosis hati/hipertensi portal.
3) Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan
sebagai alat pemeriksaan rutin pada penyakit hati.
6. Terapi
Terapi dan prognosis sirosis hati tergantung pada derajat komplikasi
kegagalan hati dan hipertensi portal. Dengan kontrol pasien yang teratur
pada fase dini akan dapat dipertahankan keadaan kompensasi dalam
jangka panjang dan kita dapat memperpanjang timbulnya komplikasi.
a. Diet rendah protein diet hati III : Protein 1g/kg bb, 55g protein, 200
kalori), bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau
III (1000-2000 mg). Bila proses tidak aktif, diperlukan diet tinggi kalori
(2000-3000) dan tinggi protein (80-125g/hari).
b. Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein
dalam makanan dihentikan (diet hati I )untuk kemudian diberikan
sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian
protein yang melebihi kemampuan klien atau meningginya hasil
metabolisme protein dalam darah viseral dapat mengakibatkan
timbulnya koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup
perlu diperhatikan.
c. Mengatasi infeksi dengan antibiotik, dengan pengunaan obat-obatan
yang jelas tidak hepatotoksik.
d. Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan memberikan asam
aminoesensial berantai cabang dan glukosa.
9
e. Pemberian robboransia Vitamin B kompleks. (Setya, 2011)
7. Komplikasi
a. Komplikasi menurut Smeltzer (2002) ada dua yaitu:
1) Perdarahan dan hemorargia
2) Ensefalopati hepatic
b. Komplikasi menurut Mansjoer (2009) ada dua yaitu:
1) Hematemisis melena
2) Koma hepatikum
c. Komplikasi menurut Engram (2009) ada empat yaitu:
1) Encefalo hepatik yang disebabkan oleh peningkatan kadar amonia
darah.
2) Asites ruang disebabkan oleh ekstravasase cairan serosa ke dalam
rongga peritoneal yang disebabkan oleh peningkatan hipertensi
portal, peningkatan reabsorpsi ginjal terhadap natrium dan
penurunan albumin serum.
3) Sindrom hepatorenal yang disebabkan oleh dehidrasi atau infeksi.
4) Gangguan endokrin yang disebabkan oleh depresi sekresi
gonadotropi.
8. Prognosis
Penderita serosis hepatis kompensata akan menjadi dekompensata
dengan angka sebesr 10 % per tahun. Penderita serosis hepatis
dekompensata mempunyai angka ketahanan hidup 5 tahun, hanya sekitar
20 %, ascites adalah tanda awal adanya dekompensata. Penderita serosis
hepatis dengan peritonitis bakterial spontan mempunyai angka ketahanan
hidup 1 tahun sekitar 30-45 %, dan yang mengalami ensefalopati hepatik
angka ketahanan hidup 1 tahun sekitar 40 %.
10
Keluhan Utama : Penyakit ini dapat berjalan tanpa keluhan dan dapat
juga dengan atau tanpa gejala klinik yang jelas. Mula-mula timbul
kelemahan badan, rasa cepat payah yang makin menghebat, nafsu
makan menurun, penurunan berat badan, badan menguning (ikterus),
demam ringan, sembab tungkai dan pembesaran perut (asites).
c. Riwayat Penyakit Masa lalu
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau
penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit hati, sehingga
menyebabkan penyakit Sirosis hepatis. Apakah pernah sebagai
pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama disamping asupan
makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani pasien.
d. Pemerikasaan fisik
1) B1 (Breathing)
Dispnea, Wheezing, Penggunaan otot bantu pernafasan, Ekspansi
paru terbatas disebabkan karena asites atau efusi pleura. Hipoksia.
Napas berbau aseton.
2) B2 (Blood)
Distensi vena abdomen, anemia, nadi tidak teraba akibat
hipovolemia intra vaskuler
3) B3 (Brain)
Perubahan kepribadian, penurunan mental, bingung, , koma.
(penurunan kesadaran) salah satunya dengan adanya anemia
menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada otak.
Flapping tremor,
4) B4 (Bladder)
Urine gelap,pekat.
5) B5 (Bowel)
Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), nyeri tekan
abdomen kuadran kanan atas. Penurunan/tak adanya bising usus.
Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tak dapat mencerna.
11
Mual/muntah, penurunan berat badan atau peningkatan karena
cairan.
Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda
awal adanya cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis
kurang baik, konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul
dan ada nyeri tekan pada perabaan hati, fetor hepatitis, Shifting
dullness (+), fluid wave (+), hematemesis, melena
6) B6 (Bone)
Letargi, penurunan massa otot/tonus (atropi otot). Kulit kering,
turgor buruk, ikterik, pruritus,. edema umum pada jaringan.,
perhatikan adanya spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher,
dada, pinggang, caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya
diperhatikan adanya eritema palmaris
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual muntah
b. Gangguan kelebihan volume cairan dan elektrolit b/d gangguan
mekanisme regulasi, retensi natrium, hematemesis, melena
c. Resiko tinggi pola pernapasan tak efektif berhubungan dengan
pengumpulan cairan intra abdomen (asites)
d. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan: gangguan
sirkulasi/status metabolic. adanya edema, asites.
3. Intervensi Keperawatan
DP 1 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Anoreksia,
mual, muntah
a. Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat
b. Kriteria Hasil:
1) Menunjukkan peningkatan berat badan (keseimbangan
pemeriksaan nutrisi) mencapai tujuan dengan nilai laboratorium
normal.
2) Nafsu makan meningkat.
c. Intervensi dan Rasional :
12
INTERVENSI RASIONAL
1. Ukur masukan diet harian dengan 1. Memberikan informasi tentang
jumlah kalori. kebutuhan pemasukan/defisiensi.
3. Bantu dan dorong pasien untuk 3. Diet yang tepat penting untuk
makan, jelaskan alasan tipe diet. penyembuhan. Pasien mungkin
Bantu pasien makan bila pasien makan lebih baik bila keluarga
mudah lelah, atau biarkan orang terlibat dan makanan yang
terdekat membantu pasien. disukai sebanyak mungkin.
Pertimbangkan pilihan makanan
yang disukai
10. Kolaborasi ahli diit untuk 10. Untuk menurunkan edema dan
memberikan diet tinggi dalam untuk meningkatkan regenerasi
kalori dan karbohidrat sederhana, sel hati.
rendah lemak, dan tinggi protein
sedang; batasi natrium dan cairan
13
INTERVENSI RASIONAL
bila perlu. Berikan tambahan
cairan sesuai indikasi
11. Berikan obat sesuai indikasi, 11. Pasien biasanya kekurangan
misal: tambahan vitamin, tiamin, vitamin karena diet yang buruk
besi, asam fosfat, sebelumnya. Juga hati tidak dapat
menyimpan vit. A, B Komplek,
D, dan K. Juga dapat terjadi
kekurangan besi dan asam fosfat
12. Sink, yang menimbulkan anemia.
12. Meningkatkan rasa kecap/bau
yang dapat merangsang napsu
makan.
13. Enzim pencernaan, contoh: 13. Meningkatkan pencernaan lemak
pankreatin dan dapat menurunkan
steatore/diare.
14. Antiemetik. 14. Digunakan dengan hati-hati
untuk menurunkan mual/muntah
dan meningkatkan masukan oral.
INTERVENSI RASIONAL
1. Ukur masukan dan haluaran, catat 1. Menunjukkan status volume
keseimbangan positif. Timbang sirkulasi, terjadinya/perbaikan
berat badan tiap hari dan catat perpindahan cairan, dan respon
peningkatan lebih dari 0,5 kg/hari terhadap terapi. Peningkatan
berat badan sering menunjukkan
retensi cairan lanjut.
2. Auskultasi paru, catat penurunan 2. Peningkatan kongesti pulmonal
/tak adanya bunyi napas dan dapat mengakibatkan
terjadinya bunyi tambahan. konsolidasi, gangguan pertukaran
gas, dan komplikasi, contoh:
edema paru.
3. Ukur lingkar abdomen per hari 3. Menunjukkan akumulasi cairan
(asites) diakibatkan oleh
14
INTERVENSI RASIONAL
kehilangan protein plasma/cairan
kedalam area peritoneal.
15
INTERVENSI RASIONAL
upaya pernapasan cepat/dispnea mungkin ada
sehubungan dengan hipoksia dan
atau akumulasi cairan dalam
abdomen.
2. Auskultasi bunyi napas, catat 2. Menunjukkan terjadinya
krekels, mengi, ronkhi. komplikasi,
16
INTERVENSI RASIONAL
minyak.
2. Ubah posisi pada jadwal teratur, 2. menurunkan tekanan pada
saat di kursi/tempat tidur, bantu jaringan edema untuk
dengan latihan rentang gerak memperbaiki sirkulasi.
aktif/pasif.
3. Tinggikan ekstrimitas bawah. 3. Meningkatkan aliran balik vena
dan menurunkan edema pada
ekstrimitas.
4. Pertahankan sprei kering dan 4. Kelembaban meningkatkan
bebas lipatan. pruritus dan meningkatkan resiko
kerusakan kulit.
5. Gunting kuku jari hingga pendek; 5. Mencegah pasien dari cedera
berikan sarung tangan bila tambahan pada kulit khususnya
diindikasikan. bila tidur.
6. Berikan perawatan perineal 6. Mencegah ekskoriasi kulit dari
setelah berkemih dan defekasi garam empedu.
7. Gunakan kasur bertekanan 7. Menurunkan tekanan kulit,
tertentu, kasur karton telur, kasur meningkatkan sirkulasi dan
air, kulit domba, sesuai indikasi. menurunkan resiko
iskemia/kerusakan jaringan.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan kategori dari perilaku
keperawatan, dimana perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan.
Implementasi mencakup melakukan, membantu, atau mengarahkan kinerja
aktivitas sehari-hari. Dengan kata lain implementasi adalah melakukan
rencana tindakan yang telah ditentukan untuk mengatasi masalah klien.
(Haryanto, 2007 ; 81).
5. Evaluasi Keperawatan
17
Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP yang operasional
dengan pengertian S adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang
dirasakan secara subjektif oleh keluarga setelah diberikan implementasi
keperawatan. O adalah keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh
perawat dengan menggunakan pengamatan yang objektif setelah
implementasi keperawatan. A merupakan analisa perawat setelah
mengetahui respon subjektif dan objektif keluarga yang dibandingkan
dengan kriteria dan standar yang telah ditentukan mengacu pada tujuan
pada rencana keperawatan keluarga. P adalah perencanaan selanjutnya
setelah perawat melakukan analisis.
Pada tahap ini ada dua evaluasi yang dapat dilaksanakan oleh
perawat yaitu evaluasi formatif yang bertujuan untuk menilai hasil
implementasi secara bertahap sesuai dengan kegiatan yang dilakukan,
sesuai dengan kontrak pelaksaan dan evaluasi sumatif yang bertujuan
menilai secara keseluruhan terhadap pencapaian diagnosis keperawatan
apakah rencana diteruskan sebagian, diteruskan dengan perubahan
intervensi, atau dihentikan. (Sudiharto, 2007 ; 49).
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sirosis hati merupakan penyebab kematian (setelah penyakit
kardiovaskuler dan kanker). Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada
kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan
umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 59 tahun dengan
puncaknya sekitar 40 49 tahun.
Sirosis Hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan
difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat,
degenerasi, dan regenerasi sel sel hati sehingga susunan parenkim hati
terganggu (rusak). Etiologi penyakit Sirosis hepatis belum diketahui secara
jelas, namun terdapat factor predisposisi yakni diantaranya pasien dengan
riwayat penyakit hepatitis, alkoholik, malnutrisi, dll.
Untuk menegakkan diagnosa sirosis hepatis dapat diperoleh dari gejala
klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan darah
maupun pemeriksaan radiologis, pemeriksaan USG, dan pemeriksaan CT scan.
Pnatalaksanaan Sirosis hepatis tergantung kondisi, komplikasi, dan
prognosisnya.
B. Saran
1. Bagi mahasiswa semoga makalah ini dapat membantu kita semua dalam
berbagai ilmu pada proses pembelajaran.
2. Diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan asuhan keperawatan pada
pasien dengan sirosis hepatis dan komplikasinya
3. Bagi pembaca semua, diharapkan mampu memberikan asuhan
keperawatan secara komprehensif pada pasien dengan sirosis hepatis dan
komplikasinya
19
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, 2008. Klien Gangguan Hati Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Barbara Engram. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
.Jakarta:EGC
Kuncara, H.Y, dkk, 2012, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, EGC, Jakarta
Tarigan Pengarapen. 2016. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta :
FKUI.
20