repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3372/1/penydalam-umar6.pdf
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3760/1/fkm-hiswani11.pdf (gambaran)
http://www.who.int/topics/malaria/en/
Malaria disebabkan oleh parasit yang disebut Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. Dalam tubuh
manusia, parasit berkembang biak dalam hati, dan kemudian menginfeksi sel darah merah.
Gejala dari malaria termasuk demam, sakit kepala, dan muntah, dan biasanya muncul antara 10 dan 15 hari setelah gigitan nyamuk.
Jika tidak diobati, malaria dapat dengan cepat menjadi mengancam jiwa dengan mengganggu suplai darah ke organ vital. Di banyak
bagian dunia, parasit telah mengembangkan resistensi terhadap beberapa obat malaria.
http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=46
MALARIA
Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang
disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin menggigil) serta
demam berkepanjangan.
Dengan munculnya program pengendalian yang didasarkan pada penggunaan residu insektisida, penyebaran penyakit malaria telah
dapat diatasi dengan cepat. Sejak tahun 1950, malaria telah berhasil dibasmi di hampir seluruh Benua Eropa dan di daerah seperti
Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Namun penyakit ini masih menjadi masalah besar di beberapa bagian Benua Afrika dan Asia
Tenggara. Sekitar 100 juta kasus penyakit malaria terjadi setiap tahunnya dan sekitar 1 persen diantaranya fatal. Seperti kebanyakan
penyakit tropis lainnya, malaria merupakan penyebab utama kematian di negara berkembang.
Pertumbuhan penduduk yang cepat, migrasi, sanitasi yang buruk, serta daerah yang terlalu padat, membantu memudahkan
penyebaran penyakit tersebut. Pembukaan lahan-lahan baru serta perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) telah
memungkinkan kontak antara nyamuk dengan manusia yang bermukim didaerah tersebut.
Penanganan
Sejak tahun 1638 malaria telah diatasi dengan getah dari batang pohon cinchona, yang lebih dikenal dengan nama kina, yang
sebenarnya beracun dan menekan pertumbuhan protozoa dalam jaringan darah. Pada tahun 1930, ahli obat-obatan Jerman berhasil
menemukan Atabrine ( quinacrine hydrocloride ) yang pada saat itu lebih efektif daripada quinine dan kadar racunnya lebih rendah.
Sejak akhir perang dunia kedua, klorokuin dianggap lebih mampu menangkal dan menyembuhkan demam rimba secara total, juga
lebih efektif dalam menekan jenis-jenis malaria dibandingkan dengan Atabrine atau quinine. Obat tersebut juga mengandung kadar
racun paling rendah daripada obat-obatan lain yang terdahulu dan terbukti efektif tanpa perlu digunakan secara terus menerus.
Namun baru-baru ini strain Plasmodium falciparum, organisme yang menyebabkan malaria tropika memperlihatkan adanya daya
tahan terhadap klorokuin serta obat anti malaria sintetik lain. Strain jenis ini ditemukan terutama di Vietnam, dan juga di
semenanjung Malaysia, Afrika dan Amerika Selatan. Kina juga semakin kurang efektif terhadap strain plasmodium falciparum.
Seiring dengan munculnya strain parasit yang kebal terhadap obat-obatan tersebut, fakta bahwa beberapa jenis nyamuk pembawa
(anopheles) telah memiliki daya tahan terhadap insektisida seperti DDT telah mengakibatkan peningkatan jumlah kasus penyakit
malaria di beberapa negara tropis.
Suatu kombinasi dari sulfadoxine dan pyrimethamine digunakan untuk pencegahan di daerah-daerah yang terjangkit malaria yang
telah kebal terhadap klorokuin. Sementara Proguanil digunakan hanya sebagai pencegahan.
Penyelidikan tengah dilakukan untuk menemukan sejumlah obat dengan bahan dasar artemisin, yang digunakan oleh ahli obat-
obatan Cina untuk menyembuhkan demam. Bahan tersebut terbukti efektif terhadap Plasmodium falciparum namun masih sangat
sulit untuk diperbanyak jumlahnya.
Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat cepat maupun lama prosesnya, malaria disebabkan oleh parasit malaria / Protozoa
genus Plasmodium bentuk aseksual yang masuk kedalam tubuh manusia ditularkan oleh nyamuk malaria ( anopeles ) betina ( WHO
1981 ) ditandai dengan deman, muka nampak pucat dan pembesaran organ tubuh manusia. Parasit malaria pada manusia yang
menyebabkan Malaria adalah Plasmodium falciparum, plasmodium vivax, plasmodium ovale dan plasmodium malariae.Parasit
malaria yang terbanyak di Indonesia adalah Plasmodium falciparum dan plasmodium vivax atau campuran keduanya, sedangkan
palsmodium ovale dan malariae pernah ditemukan di Sulawesi, Irian Jaya dan negara Timor Leste. Proses penyebarannya adalah
dimulai nyamuk malaria yang mengandung parasit malaria, menggigit manusia sampai pecahnya sizon darah atau timbulnya gejala
demam. Proses penyebaran ini akan berbeda dari setiap jenis parasit malaria yaitu antara 9- 40 hari ( WHO 1997 )
Siklus parasit malaria adalah setelah nyamuk Anopheles yang mengandung parasit malaria menggigit manusia, maka keluar
sporozoit dari kelenjar ludah nyamuk masuk kedalam darah dan jaringan hati. Parasit malaria pada siklus hidupnya, membentuk
stadium sizon jaringan dalam sel hati ( ekso-eritrositer ). Setelah sel hati pecah akan keluar merozoit / kriptozoit yang masuk ke
eritrosit membentuk stadium sizon dalam eritrosit ( stadium eritrositer ), mulai bentuk tropozoit muda sampai sison tua / matang
sehingga eritrosit pecah dan keluar merosoit. Merosoit sebagian besar masuk kembali ke eritrosit dan sebagian kecil membentuk
gametosit jantan dan betina yang siap untuk diisap oleh nyamuk malaria betina dan melanjutkan siklus hidup di tubuh nyamuk
(stadium sporogoni). Pada lambung nyamuk terjadi perkawinan antara sel gamet jantan (mikro gamet) dan sel gamet betina (makro
gamet) yang disebut zigot. Zigot akan berubah menjadi ookinet, kemudian masuk ke dinding lambung nyamuk berubah menjadi
ookista. Setelah ookista matang kemudian pecah, maka keluar sporozoit dan masuk ke kelenjar liur nyamuk yang siap untuk
ditularkan ke dalam tubuh manusia. Khusus P. Vivax dan P. Ovale pada siklus parasitnya di jaringan hati (sizon jaringan), sebagian
parasit yang berada dalam sel hati tidak melanjutkan siklusnya ke sel eritrosit tetapi tertanam di jaringan hati disebut Hipnosoit
(lihat bagan siklus), bentuk hipnosoit inilah yang menyebabkan malaria relapse. Pada penderita yang mengandung hipnosoit, apabila
suatu saat dalam keadaan daya tahan tubuh menurun misalnya akibat terlalu lelah/sibuk/stres atau perobahan iklim (musim hujan),
maka hipnosoit akan terangsang untuk melanjutkan siklus parasit dari dalam sel hati ke eritrosit. Setelah eritrosit yang berparasit
pecah akan timbul gejala penyakitnya kembali. Misalnya 1 - 2 tahun yang sebelumnya pernah menderita P. Vivax/Ovale dan sembuh
setelah diobati, suatu saat dia pindah ke daerah bebas malaria dan tidak ada nyamuk malaria, dia mengalami kelelahan/stres, maka
gejala malaria muncul kembali dan bila diperiksa SD-nya akan positif P. Vivax/Ovale.
Pada P. Falciparum dapat menyerang ke organ tubuh dan menimbulkan kerusakan seperti pada otak, ginjal, paru, hati dan jantung,
yang mengakibatkan terjadinya malaria berat/komplikasi, sedangkan P. Vivax, P. Ovale dan P. Malariae tidak merusak organ
tersebut. P. falciparum dalam jaringan yang mengandung parasit tua di dalam otak, peristiwa ini yang disebut sekuestrasi. Pada
penderita malaria berat, sering tidak ditemukan plasmodium dalam darah tepi karena telah mengalami sekuestrasi. Meskipun angka
kematian malaria serebral mencapai 20 - 50 %, hampir semua penderita yang tertolong tidak menunjukkan gejala sisa neurologis
(sekuele) pada orang dewasa. Malaria pada anak sebagian kecil dapat terjadi sekuele. Pada daerah hiperendemis atau immunitas
tinggi apabila dilakukan pemeriksaan SD sering dijumpai SD positif tanpa gejala klinis pada lebih dari 60 % jumlah penduduk.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan laboratorium : parasitologi, darah tepi lengkap, uji fungsi hati, uji fungsi ginjal dan lain-lain untuk
mendukung/menyingkirkan diagnosis/komplikasi lain, misal :: punksi lumbal, foto thoraks, dan lain-lain.
Penatalaksanaan malaria berat secara garis besar mempunyai 3 komponen penting yaitu :
Terapi spesifik dengan kemoterapi anti malaria.
Terapi supportif (termasuk perawatan umum dan pengobatan simptomatik)
Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermia : parasetamol 15 mg/KgBB/x, beri setiap 4 jam dan lakukan juga kompres
hangat.
Bila kejang, beri antikonvulsan : Dewasa : Diazepam 5-10 mg IV (secara perlahan jangan lebih dari 5 mg/menit) ulang 15 menit
kemudian bila masih kejang. Jangan diberikan lebih dari 100 mg/24 jam.
Bila tidak tersedia Diazepam, sebagai alternatif dapat dipakai Phenobarbital 100 mg IM/x
(dewasa) diberikan 2 x sehari.
VI. PROGNOSIS
1. Prognosis malaria berat tergantung kecepatan diagnosa dan ketepatan & kecepatan pengobatan.
2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan pada anak-anak 15 %, dewasa 20 %, dan pada
kehamilan meningkat sampai 50 %.
3. Prognosis malaria berat dengan kegagalan satu fungsi organ lebih baik daripada kegagalan 2 fungsi organ
? Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ, adalah > 50 %
? Mortalitas dengan kegagalan 4 atau lebih fungsi organ, adalah > 75 %
? Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan klinis malaria berat yaitu:
? Kepadatan parasit < 100.000, maka mortalitas < 1 %
? Kepadatan parasit > 100.000, maka mortalitas > 1 %
? Kepadatan parasit > 500.000, maka mortalitas > 50 %
http://www.kti-kebidanan.co.cc/2010/03/plasmodium-falciparum.html
PLASMODIUM FALCIPARUM
Adalah ilmu yang mempelajari jasad-jasad yang hidup untuk sementara atau tetap di dalam atau pada permukaan jasad lain dengan
maksud untuk mengambil makanan sebagian atau seluruhnya dari jasad itu (parasiros = jasad yang mengambil makanan; logos =
ilmu). Plasmodium sp pada manusia menyebabkan penyakit malaria dengan gejala demam, anemia dan spleomegali (pembengkakan
spleen). Dikenal 4 (empat) jenis plasmodium, yaitu :
Malaria menular kepada manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles sp. dalam siklus hidupnya. Plasmodium sp berproduksi secara
sexual (sporogoni)dan asexual (schizogon) di dalam host yang berbeda, host dimana terjadi reproduksi sexsual, disebut host definitive
sedangakn reproduksi asexual terjadi pada host intermediate. Reproduksi sexual hasinya disebut sporozoite sedangkan hasil
reproduksi asexual disebut merozoite.
Plasmodium falciparum mempunyai sifat sifat tertentu yag berbeda dengan species lainnya, sehingga diklasifikasikan dalam
subgenus laveran. Plasmodium falciparum mempunyai klasifikasi sebagai berikut
Kingdom : Haemosporodia
Divisio : Nematoda
Subdivisio : Laveran
Kelas : Spotozoa
Ordo : Haemosporidia
Genus : Plasmodium
Species : Falcifarum
A.Nama penyakit
P.falciparum menyebabkan penyakit malaria falsifarum.
B.Hospes
Manusia merupakan hospes perantara parasit ini dan nyamuk Anopheles betina menjadi hopses definitifnya atau merupakan
vektornya.
C.Distribusi geografik
Parasit ini ditemukan didaerah tropic, terutama di Afrika dan Asia Tenggara. Di Indonesia parasit ini terbesar di seluruh kepulauan.
Parasit ini merupakan species yang berbahaya karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat dan menyebabkan kematian.
Perkembangan aseksual dalam hati hanya menyangkut fase preritrosit saja; tidak ada fase ekso-eritrosit. Bentuk dini yang dapat dilihat
dalam hati adalah skizom yang berukuran 30 pada hari keempat setelah infeksi.
Jumlah morozoit pada skizon matang (matur) kira-kira 40.000 bentuk cacing stadium trofosoit muda plasmodium falciparum sangat
kecil dan halus dengan ukuran 1/6 diameter eritrosit. Pada bentuk cincin dapat dilihat dua butir kromatin; bentuk pinggir (marginal)
dan bentuk accole sering ditemukan. Beberapa bentuk cincin dapat ditemukan dalam satu eritrosit (infeksi multipel). Walaupun
bentuk marginal, accole, cincin dengan kromatin ganda dan infeksi multiple dapat juga ditemukan dalam eritrosit yang di infeksi oleh
species plasmodium lain pada manisia, kelainan-kelainan ini lebih sering ditemukan pada Plasmodium Falciparum dan keadaan ini
penting untuk membantu diagnosis species.
Bentuk cincin Plasmodium falciparum kemudian menjadi lebih besar, berukuran seperempat dan kadang-kadang setengah diameter
eitrosit dan mungkin dapat disangka parasit Plasmodium malariae. Sitoplasmanya dapat mengandung satu atau dua butir pigmen.
Stadium perkembangan siklus aseksual berikutnya pada umumnya tidak berlangsumg dalam darah tepi, kecuali pada kasus brat
(perniseosa).
Adanya skizon muda dan matang Plasmodium falciparum dalam sediaan darah tepi berarti keadaan infeksi yang berat sehingga
merupakan indikasi untuk tindakan pengobatan cepat.
Bentuk skizon muda Plasmodium falciparum dapat dikenal dengan mudah oleh adanya satu atau dua butir pigmen yang menggumpal.
Pada species parasit lain pada manusia terdapat 20 atau lebih butir pigmen pada stadium skizon yang lebih tua. Bentuk cincin da
tofozoit tua menghilang dari darah tepi setelah 24 jam dan bertahan dikapiler alat-alat dalam, seperti otak, jantung, plasenta, usus atau
sumsum tulang; di tempat tempat ini parasit berkembang lebih lanjut.
Dalam waktu 24 jam parasit di dalam kapiler berkembang biak secara zkisogoni. Bila skison sudah matang, akan mengisi kira-kira 2/3
eritrosit. Akhirnya membelah-belah dan membentuk 8 24 morozoit, jumlah rata-rata adalah 16. skizon matang Plasmodium
falciparum lebih kecil dari skizon matang parasit malaria yang lain. Derajat infeksi pada jenis malaria ini lebih tinggi dari jenis-jenis
lainnya, kadang-kadang melebihi 500.000/mm3 darah.
Dalam badan manusia parasit tidak tersebar merata dalam alat-alat dalam dan jaringan sehingga gejala klinik pada malaria falciparum
dapat berbeda-beda. Sebagian besar kasus berat dan fatal disebabkan oleh karena eritrosit yang dihinggapi parasit menggumpal dan
menyumbat kapiler.
Pada malaria falciparum eritrosit yang diinfeksi tidak membesar selama stadium perkembangan parasit. Eritrosit yang mengandung
trofozoit tua dan skizon mempunyai titik kasar berwarna merah (titik mauror) tersebar pada dua per tiga bagian eritrosit. Pembentukan
gametosit berlamgsung dalam alat-alat dalam, tetapi kadang-kadang stadium mudah dapat ditentukan dalam darah tepi. Gametosis
muda mempunyai bentuk agak lonjong, kemudian menjadi lebih panjang atau berbentuk elips; akhirnya mencapai bentuk khas seperti
sabit atau pisang sebagai gametosis matang. Gametosis untuk pertama k ali tampak dalam darah tepi setelah beberapa generasi
mengalami skizogoni biasanya kira-kira 10 hari setelah parasit pertama kali tampak dalam darah. Gametosis betina atau
makrogametosis biasanya lebih langsing dan lebih panjang dari gametosit jantang atau mikrogametosit, dan sitoplasmanya lebih biru
dengan pulasan Romakonowsky. Intinya lebih lebih kecil dan padat, berwarna merah tua dan butir-butir pigmen tersebar disekitar inti.
Mikrogametozit membentuk lebih lebar dan seperti sosis. Sitoplasmanya biru, pucat atau agak kemerah-merahan dan intinya berwarna
merah mudah, besar dan tidak padat, butir-butir pign\men disekitan plasma sekitar inti.
Jumlah gametosit pada infeksi Falciparum berbeda-beda, kadang-kadang sampai 50.000 150.000/mm3 darah, jumlah ini tidak
pernah dicapai oleh species Plasmodium lain pada manusia. Walaupun skizogoni eritrosit pada Plasmodium falciparum selesai dalam
waktu 48 jam dan priodisitasnya khas terirana, sering kali pada species ini terdapat 2 atau lebih kelompok-kelokpok parasit, dengan
sporolasi yang tidak singkron, sehingga priodesitas gejala pada penderita menjadi tidak teratur, terutama pada stadium permulaan
serangan malaria.
Siklus seksual Plasmodium falciparum dalam nyamuk sama seperti pada Plasmodium yang lain. Siklus berlangsung 22 hari pada suhu
20o C, 15 17 hari pada suhu 23o C dan 10 11 hari pada suhu 25o C 28o C. pigmen pada obkista berwarna agak hitam dan butir
butinya relative besar, membentuk pola pada kista sebagai lingkaran ganda sekitar tepinya, tetapi dapat tersusun sebagai lingkaran
kecil dipusat atau sebagai garis lurus ganda. Pada hari ke- 8 pigmen tidak tampak kecuali beberapa butir masih dapat dilihat.
Masa tunas intrinsic malaria falciparum berlangsung antara 9-14 hari. Penyakitnya mulai dengan sakit kepala, punggung dan
ekstremitas, perasaan dingin, mual, muntah atau diare ringan. Demam mungkin tidak ada atau ringan dan penderita tidak tampak
sakit; diagnosis pada stadium ini tergantung dari anamosis tentang kepergian penderita ke daerah endemic malaria sebelumnya.
Penyakit berlangsung terus, sakit kepala, punggung dan ekstremitas lebih hebat dan keadaan umum memburuk. Pada stadium ini
penderita tampak gelisah, pikau mental (mentral cunfuncion). Demam tidak teratur dan tidak menunjukkan perodiditas yang jelas.
Ada anemia ringan dan leucopenia dengan monositosis. Pada stadium dini penyakit penyakit dapat didiagnosis dan diobati dengan
baik, maka infeksi dapat segera diatasi. Bila pengobatan tidak sempurna, gejala malaria pernisiosa dapat timbul secara mendadak.
Istilah ini diberikan untuk penyulit berat yang timbul secara tidak terduga pada setiap saat, bila lebih dari 5 % eritrosit di-infeksi.
1.Malaria serebral dapat dimulai secara lambat atau mendadak setelah gejala permulaan.
Malaria falciparum berat adalah penyakit malaria dengam P.falciparum stadium aseksual ditemukan di dalam darahnya, disertai salah
satu bentuk gejala klinis tersebut dibawah ini (WHO, 1990) dengan menyingkirkan penyebab lain (infeksi bakteri atau virus) :
3.gagal ginjal
4.Edema paru
5.Hipoglikemia
6.syok
9.Asidosis
3.Hiperparasitemia
4.Ikterus (jaundice)
5.hiperpireksia
Hemolisis intravascular secara besar-besaran dapat terjadi dan memberikan gambaran klinis khas yang dikenal sebagai blackwater
fever atau febris iktero-hemoglobinuria. Gejala dimulai dengan mendadak, urin berwarna merah tua samapi hitam, muntah cairan
yang berwarna empedu, ikterus, badan cepat lemah dan morolitasnya tinggi. Pada blackwater parasit sedikit sekali, kadang-kadang
tidak ditemukan dalam darah tepi.
F.Diagnosis
Diagnosis malaria falcifarum dapat dibuat dengan menemukan parasit trofozoit muda ( bentuk cincin ) tanpa atau dengan stadium
gametosit dalam sediaan darah tepi. Pada autopsy dapat ditemukan pigmen dan parasit dalam kapiler otak dan alat-alat dalam.
Resistensi adalah kemampuan strain parasit untuk tetap hidup, berkembangbiak dan menimbulkan gejala penyakit, walaupun diberi
pengobatan terhadap parasit dalam dosis standar atau dosis yang lebih tinggi yang masih dapat ditoleransi. Resistensi P.falciparum
terhadap obat malaria golongan 4 aminokuinolin (klorokuin dan amodiakuin untuk pertama kali ditemukan pada tahun 1960 -1961 di
Kolombia dan Brasil. Kemudian secara berturut-turut ditemukan di Asia Tenggara, di Muangthai, Kamboja, Malaysia, Laos, Vietnam,
Filifina. Di Indonesia ditemukan di Kalimantan timur (1974), Irian Jaya (1976), Sumatera Selatan (1978), Timor Timur (1974), Jawa
Tengah (Jepara, 1981) dan Jawa Barat (1981). Focus resistensi tidak mengcakup semua daerah, parasit masih sensitive dibeberapa
tempat di daerah tersebut. Bila resistensi P.Falciparum terhadap klorokuin sudah dapat dipastikan, obat malaria lain dapat diberikan ,
antara lain :
1.Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam dosis tunggal sebanyak 2-3 tablet.
3.Antibiotik seperti tetrasiklin 4 x 250 mg/hari selama 7-10 hari, minosiklin 2 x 100 mg/hari selama 7 hari.
Mengapa parasit malaria menjadi resisten terhadap klorokuin, amsih belum diketahui dengan pasti. Ada beberapa kemungkinan yaitu :
1.Mungkin parasit itu tidak mempunyai tempat (site) untuk mengikat klorokuin sehingga obat ini tidak dapat dikonsentrasi dalam sel
darah merah,
2.Plasmodium yang resisten mempunyai jalur biokimia (biochemical pathway) lain untuk mengadakan sintesis asam amino sehingga
dapat menghindarkan pengaruh klorokuin,
Criteria untuk menentukan resistensi parasit malaria terhadap 4-aminokuinolin dilapangan telah ditentukan oleh WHO dengan cara in
vivo dan in vitro. Derajat resistensi terhadapobat secara in vivo dapat dibagi menjadi :
S : Sensitive dengan parasit yang tetap menghilang setelah pengobatan dan diikuti selama 4 minggu.
R I : Resistensi tingkat I dengan rekrusesensi lambat atau dini (pada minggu ke 3 sampai ke 4 atau minggu ke 2)
R III : Resistensi tingkat III dengan jumlah parasit tetap sama atau meninggi pada minggu ke I.
Akhir akhir ini ada laporan dari beberapa Negara (Bombay India, Myanmar, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Brasil) dan dari
Indonesia (Pulau nias Sumatera Utara, Florest NTT, Lembe Sulawesi Utara, Irian Jaya) mengenai P.vivax yang resistensi ditentukan
dengan cara mengukur konsentrasi klorokuin dalam darah atau serum penderita.
1.Skizontosida jaringan primer : proguanil, pirimetamin, dapat membasmi parasit pra eritrosit sehingga mencegah masuknya parasit
ke dalam eritrosit digunakan sebagai profilaksis kausal.
2.Skizontosida jaringan sekunder primakuin, membasmi parasit daur eksoeritrosit atau bentuk-bentuk jaringan P. vivax dan P. ovale
dan digunakan untuk pengobatan radikal infeksi ini sebagai obat anti relaps.
3.Skizontosida darah : membasmi parasit stadium eritrosit yang berhubungan dengan penyakit akut disertai gejala klinis.
4.Gametositosida : menghancurkan semua bentuk seksual termasuk stadium gametosit P.falcifarum , juga mempengaruhi stadium
perkembangan parasit malaria dalam nyamuk Anopheles betina
5.Sporontosida : mencegah atau menghambat gametosit dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoit dalam nyamuk
Anopheles
1.Pengobatan pencegahan (profilaksis). Obat diberikan dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi atau timbulnya gejala. Semua
skizontisida darah adalah obat profilaksis klinis atau supresif dan ternyata bila pengobatan diteruskan cukup lama , infeksi malaria
dapat lenyap.
2.Pengobatan terapeutik (kuratif). Obat digunakan untuk pengobatan infeksi yang telah ada, penanggulangan serangan akut dan
pengobatan radikal. Pengobatan serangan akut dapat dilakukan dengan skizontosida.
3.Pengobatan pencegahan transmisi. Obat yang efektif terhadap gametosit, sehingga dapat mencegah infeksi pada nyamuk atau
mempengaruhi perkembangan sporogonik pada nyamuk adalah gametositosida atau sporontosida
Pada pemberantasan penyakit malaria, penggunaan obat secara operasional tergantung pada tujuannya. Bila obat malaria digunakan
oleh beberapa individu untuk pencegahan infeksi, maka disebut proteksi individu atau profilaksis individu.Dalam program
pemberantasan malaria cara pengobatan yang terpenting adalah pengobatan presumtif, pengobatan radikal, dan pengobatan missal.
Pengobatan presumtif adalah pengobatan kasus malaria pada waktu darahnya diambil untuk kemudian dikonfirmasi infeksi
malarianya. Pengobatan radikal dilakukan dentgan tujuan membasmi semua parasit yang ada dan mencegah timbulnya relaps.
Pengobatan misal dilakukan di daerah dengan endemisitas tinggi. Tiap orang harus mendapat pengobatan secara teratur dengan dosis
yang telah ditentukan.
Dosis obat malaria tanpa keterangan khusus berarti bahwa dosis tersebut diberikan kepada orang dewasa dengan BB kurang lebih 60
kg. Dosis tersebut dapat disesuaikan BB ( 25 mg/kg BB dosis total.
http://yoedhasflyingdutchman.blogspot.com/2010/04/malaria.html
MALARIA
Malaria adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang disebabkan oleh protozoa genus plasmodium yang ditandai dengan
demam, anemia dan splenomegali (Mansjoer, 2001, hal 406).
Malaria adalah infeksi parasit pada sel darah merah yang disebabkan oleh suatu protozoa spesies plasmodium yang ditularkan kepada
manusia melalui air liur nyamuk (Corwin, 2000, hal 125).
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari genus plasmodium (Harijanto, 2000, hal 1).
Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala, yang disebabkan oleh Parasit Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis
nyamuk Anopeles (Tjay & Raharja, 2000).
Etiologi
Menurut Harijanto (2000) ada empat jenis plasmodium yang dapat menyebabkan infeksi yaitu :
1. Plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan malaria tertiana/ vivaks (demam pada tiap hari
ke tiga).
2. Plasmodium falciparum, memberikan banyak komplikasi dan mempunyai perlangsungan yang cukup ganas, mudah resisten
dengan pengobatan dan menyebabkan malaria tropika/ falsiparum (demam tiap 24-48 jam).
3. Plasmodium malariae, jarang ditemukan dan menyebabkan malaria quartana/malariae (demam tiap hari empat).
4. Plasmodium ovale, dijumpai pada daerah Afrika dan Pasifik Barat, diIndonesia dijumpai di Nusa Tenggara dan Irian,
memberikan infeksi yang paling ringan dan dapat sembuh spontan tanpa pengobatan, menyebabkan malaria ovale.
Masa inkubasi malaria bervariasi tergantung pada daya tahan tubuh dan spesies plasmodiumnya. Masa inkubasi Plasmodium vivax
14-17 hari, Plasmodium ovale 11-16 hari, Plasmodium malariae 12-14 hari dan Plasmodium falciparum 10-12 hari (Mansjoer, 2001).
Jenis-jenis malaria
Menurut Harijanto (2000) pembagian jenis-jenis malaria berdasarkan jenis plasmodiumnya antara lain sebagai berikut :
Malaria tropika/ falciparum malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat, ditandai dengan panas yang ireguler,
anemia, splenomegali, parasitemia yang banyak dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika
menyerang semua bentuk eritrosit. Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Plasmodium ini berupa Ring/ cincin kecil yang
berdiameter 1/3 diameter eritrosit normal dan merupakan satu-satunya spesies yang memiliki 2 kromatin inti (Double
Chromatin).
Klasifikasi penyebaran Malaria Tropika: Plasmodium Falcifarum menyerang sel darah merah seumur hidup. Infeksi
Plasmodium Falcifarum sering kali menyebabkan sel darah merah yang mengandung parasit menghasilkan banyak tonjolan
untuk melekat pada lapisan endotel dinding kapiler dengan akibat obstruksi trombosis dan iskemik lokal. Infeksi ini sering
kali lebih berat dari infeksi lainnya dengan angka komplikasi tinggi (Malaria Serebral, gangguan gastrointestinal, Algid
Malaria, dan Black Water Fever).
Plasmodium Malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan Plasmoduim vivax, lebih kecil dan sitoplasmanya lebih
kompak/ lebih biru. Tropozoit matur mempunyai granula coklat tua sampai hitam dan kadang-kadang mengumpul sampai
membentuk pita. Skizon Plasmodium malariae mempunyai 8-10 merozoit yang tersusun seperti kelopak bunga/ rossete.
Bentuk gametosit sangat mirip dengan Plasmodium vivax tetapi lebih kecil.
Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain nyeri pada kepala dan punggung, mual, pembesaran
limpa, dan malaise umum. Komplikasi yang jarang terjadi namun dapat terjadi seperti sindrom nefrotik dan komplikasi
terhadap ginjal lainnya. Pada pemeriksaan akan di temukan edema, asites, proteinuria, hipoproteinemia, tanpa uremia dan
hipertensi.
Malaria Tersiana (Plasmodium Ovale) bentuknya mirip Plasmodium malariae, skizonnya hanya mempunyai 8 merozoit
dengan masa pigmen hitam di tengah. Karakteristik yang dapat di pakai untuk identifikasi adalah bentuk eritrosit yang
terinfeksi Plasmodium Ovale biasanya oval atau ireguler dan fibriated. Malaria ovale merupakan bentuk yang paling ringan
dari semua malaria disebabkan oleh Plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-16 hari, walau pun periode laten sampai 4 tahun.
Serangan paroksismal 3-4 hari dan jarang terjadi lebih dari 10 kali walau pun tanpa terapi dan terjadi pada malam hari.
Ovale dan pigmen kuning tengguli. Gametosit berbentuk oval hampir memenuhi seluruh eritrosit, kromatinin eksentris,
pigmen kuning. Gejala malaria jenis ini secara periodik 48 jam dengan gejala klasik trias malaria dan mengakibatkan demam
berkala 4 hari sekali dengan puncak demam setiap 72 jam.
Dari semua jenis malaria dan jenis plasmodium yang menyerang system tubuh, malaria tropika merupakan malaria yang paling berat
di tandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemis yang banyak, dan sering terjadinya komplikasi.
Karakteristik nyamuk
Menurut Harijanto (2000) malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk betina Anopheles. Lebih dari 400 spesies
Anopheles di dunia, hanya sekitar 67 yang terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria. Di Indonesia telah
ditemukan 24 spesies Anopheles yang menjadi vektor malaria. Sarang nyamuk Anopheles bervariasi, ada yang di air tawar, air payau
dan ada pula yang bersarang pada genangan air pada cabang-cabang pohon yang besar (Slamet, 2002, hal 103).
1. Hidup di daerah tropic dan sub tropic, ditemukan hidup di dataran rendah
2. Menggigit antara waktu senja (malam hari) dan subuh hari
3. Biasanya tinggal di dalam rumah, di luar rumah, dan senang mengigit manusia (menghisap darah)
4. Jarak terbangnya tidak lebih dari 2-3 km
5. Pada saat menggigit bagian belakangnya mengarah ke atas dengan sudut 48 derajat
6. Daur hidupnya memerlukan waktu 1 minggu .
7. Lebih senang hidup di daerah rawa
Patofisiologi
Daur hidup spesies malaria pada manusia yaitu:
1. Fase seksual
Fase ini terjadi di dalam tubuh manusia (Skizogoni), dan di dalam tubuh nyamuk (Sporogoni). Setelah beberapa siklus,
sebagian merozoit di dalam eritrosit dapat berkembang menjadi bentuk- bentuk seksual jantan dan betina. Gametosit ini tidak
berkembang akan mati bila tidak di hisap oleh Anopeles betina. Di dalam lambung nyamuk terjadi penggabungan dari
gametosit jantan dan betina menjadi zigote, yang kemudian mempenetrasi dinding lambung dan berkembang menjadi
Ookista. Dalam waktu 3 minggu, sporozoit kecil yang memasuki kelenjar ludah nyamuk (Tjay & Rahardja, 2002, hal .162-
163).
Fase eritrosit dimulai dan merozoid dalam darah menyerang eritrosit membentuk tropozoid. Proses berlanjut menjadi
trofozoit- skizonmerozoit. Setelah 2- 3 generasi merozoit dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual. Masa
antara permulaan infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten, sedangkan masa tunas/
incubasi intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya gejala klinis demam. (Mansjoer,
2001, hal. 409).
2. Fase Aseksual
Terjadi di dalam hati, penularan terjadi bila nyamuk betina yang terinfeksi parasit, menyengat manusia dan dengan ludahnya
menyuntikkan sporozoit ke dalam peredaran darah yang untuk selanjutnya bermukim di sel-sel parenchym hati (Pre-
eritrositer). Parasit tumbuh dan mengalami pembelahan (proses skizogoni dengan menghasilakn skizon) 6-9 hari kemudian
skizon masak dan melepaskan beribu-ribu merozoit. Fase di dalam hati ini di namakan Pra -eritrositer primer. Terjadi di
dalam darah. Sel darah merah berada dalam sirkulasi lebih kurang 120 hari. Sel darah mengandung hemoglobin yang dapat
mengangkut 20 ml O2 dalam 100 ml darah. Eritrosit diproduksi oleh hormon eritropoitin di dalam ginjal dan hati. Sel darah
di hancurkan di limpa yang mana proses penghancuran yang di keluarkan diproses kembali untuk mensintesa sel eritrosit
yang baru dan pigmen bilirubin yang dikelurkan bersamaan dari usus halus. Dari sebagian merozoit memasuki sel-sel darah
merah dan berkembang di sini menjadi trofozoit. Sebagian lainnya memasuki jaringan lain, antara lain limpa atau terdiam di
hati dan di sebut ekso-eritrositer sekunder. Dalam waktu 48 -72 jam, sel-sel darah merah pecah dan merozoit yang di
lepaskan dapat memasuki siklus di mulai kembali. Setiap saat sel darah merah pecah, penderita merasa kedinginan dan
demam, hal ini di sebabkan oleh merozoit dan protein asing yang di pisahkan. Secara garis besar semua jenis Plasmodium
memiliki siklus hidup yang sama yaitu tetap sebagian di tubuh manusia (aseksual) dan sebagian ditubuh nyamuk.
Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang di temukan pada klien dngan malaria secara umum menurut Mansjoer (1999) antara lain sebagai berikut :
1. Demam
Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang (sporolasi). Pada Malaria Tertiana (P.Vivax dan P. Ovale),
pematangan skizon tiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke-3, sedangkan Malaria Kuartana (P. Malariae)
pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap serangan di tandai dengan beberapa serangan demam
periodik.
Gejala umum (gejala klasik) yaitu terjadinya Trias Malaria (malaria proxysm) secara berurutan :
Periode dingin : Mulai menggigil, kulit kering dan dingin, penderita sering membungkus diri dengan selimut atau sarung dan
pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang
kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.
Periode panas : Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tetap tinggi sampai 40oC atau lebih, respirasi
meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah-muntah, dapat terjadi syok (tekanan darah turun), kesadaran delirium
sampai terjadi kejang (anak). Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan
berkeringat.
Periode berkeringat : Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah, temperatur turun,
penderita merasa capai dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.
2. Splenomegal
Splenomegali adalah pembesaran limpa yang merupakan gejala khas Malaria Kronik. Limpa mengalami kongesti, menghitam dan
menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat bertambah (Corwin , 2000, hal. 571). Pembesaran limpa
terjadi pada beberapa infeksi ketika membesar sekitar 3 kali lipat. Lien dapat teraba di bawah arkus costa kiri, lekukan pada batas
anterior. Pada batasan anteriornya merupakan gambaran pada palpasi yang membedakan jika lien membesar lebih lanjut. Lien akan
terdorong ke bawah ke kanan, mendekat umbilicus dan fossa iliaca dekstra.
3. Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah anemia karena Falcifarum. Anemia di sebabkan oleh
penghancuran eritrosit yang berlebihan Eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time). Gangguan pembentukan
eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang (Mansjoer. dkk, Hal. 411).
4. Ikterus
Ikterus adalah diskolorasi kuning pada kulit dan skIera mata akibat kelebihan bilirubin dalam darah. Bilirubin adalah produk
penguraian sel darah merah. Terdapat tiga jenis ikterus antara lain :
Ikterus hemolitik : Disebabkan oleh lisisnya (penguraian) sel darah merah yang berlebihan. Ikterus ini dapat terjadi pada
destruksi sel darah merah yang berlebihan dan hati dapat mengkonjugasikan semua bilirubin yang di hasilkan
Ikterus hepatoseluler : Penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh hati terjadi pada disfungsi hepatosit dan di sebut
dengan hepatoseluler.
Ikterus Obstruktif : Sumbatan terhadap aliran darah ke empedu keluar hati atau melalui duktus biliaris di sebut dengan
ikterus obstuktif (Corwin, 2000, hal. 571).
Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan mikroskopis malaria
Diagnosis malaria sebagai mana penyakit pada umumnya didasarkan pada manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji
imunoserologis dan ditemukannya parasit (plasmodium) di dalam penderita. Uji imunoserologis yang dirancang dengan bermacam-
macam target dianjurkan sebagai pelengkap pemeriksaan mikroskopis dalam menunjang diagnosis malaria atau ditujukan untuk
survey epidemiologi di mana pemeriksaan mikrokopis tidak dapat dilakukan. Diagnosis definitif demam malaria ditegakan dengan
ditemukanya parasit plasmodium dalam darah penderita. Pemeriksaan mikrokropis satu kali yang memberi hasil negatif tidak
menyingkirkan diagnosis deman malaria. Untuk itu diperlukan pemeriksaan serial dengan interval antara pemeriksaan satu hari.
Pemeriksaan mikroskropis membutuhkan syarat-syarat tertentu agar mempunyai nilai diagnostik yang tinggi (sensitivitas dan
spesifisitas mencapai 100%).
3. Pemeriksaan imunoserologis
Pemeriksaan imunoserologis didesain baik untuk mendeteksi antibodi spesifik terhadap paraasit plasmodium maupun antigen spesifik
plasmodium atau eritrosit yang terinfeksi plasmodium teknik ini terus dikembangkan terutama menggunakan teknik
radioimmunoassay dan enzim immunoassay.
4. Pemeriksan Biomolekuler
Pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit/ plasmodium dalam darah penderita malaria.tes ini
menggunakan DNA lengkap yaitu dengan melisiskan eritrosit penderita malaria untuk mendapatkan ekstrak DNA.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan khusus pada kasus- kasus malaria dapat diberikan tergantung dari jenis plasmodium, menurut Tjay & Rahardja
(2002) antara lain sebagai berikut:
Biasanya di tanggulangi dengan kloroquin namun jika resisten perlu di tambahkan mefloquin single dose 500 mg p.c (atau
kinin 3 dd 600 mg selama 4-7 hari). Terapi ini disusul dengan pemberian primaquin 15 mg /hari selama 14 hari)
2. Malaria Ovale
Berikan kinin dan doksisklin (hari pertama 200 mg, lalu 1 dd 100 mg selama 6 hari). Atau mefloquin (2 dosis dari masing-
masing 15 dan 10 mg/ kg dengan interval 4-6 jam). Pirimethamin-sulfadoksin (dosis tunggal dari 3 tablet ) yang biasanya di
kombinasikan dengan kinin (3 dd 600 mg selama 3 hari).
3. Malaria Falcifarum
Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam dosis tunggal sebanyak 2-3 tablet. Kina 3 x 650 mg
selama 7 hari. Antibiotik seperti tetrasiklin 4 x 250 mg/ hari selama 7-10 hari dan aminosiklin 2 x 100 mg/ hari selama 7 hari
Komplikasi
Menurut Gandahusa, Ilahude dan Pribadi (2000) beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit malaria adalah :
1. Malaria otak
Malaria otak merupakan penyulit yang menyebabkan kematian tertinggi (80%) bila dibandingkan dengan penyakit malaria
lainnya. Gejala klinisnya dimulai secara lambat atau setelah gejala permulaan. Sakit kepala dan rasa ngantuk disusul dengan
gangguan kesadaran, kelainan saraf dan kejang-kejang bersifat fokal atau menyeluruh.
2. Anemia berat
Komplikasi ini ditandai dengan menurunnya hematokrit secara mendadak (<> 3 mg/ dl. Seringkali penyulit ini disertai
edema paru. Angka kematian mencapai 50%. Gangguan ginjal diduga disebabkan adanya Anoksia, penurunan aliran darah
keginjal, yang dikarenakan sumbatan kapiler, sebagai akibatnya terjadi penurunan filtrasi pada glomerulus.
3. Edema paru
Komplikasi ini biasanya terjadi pada wanita hamil dan setelah melahirkan. Frekuensi pernapasan meningkat. Merupakan
komplikasi yang berat yang menyebabkan kematian. Biasanya disebabkan oleh kelebihan cairan dan Adult Respiratory
Distress Syndrome (ARDS).
4. Hipoglikemia
Konsentrasi gula pada penderita turun (< style="font-weight: bold;">B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Sumber
http://dezlicious.blogspot.com/
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/20ObatAntiMalaria083.pdf/20ObatAntiMalaria083.html
OBAT-OBAT ANTIMALARIA
Berdasarkan rumus kimianya, obat-obat antimalaria dapat digolongkan sebagai berikut
Obat-obat antimalaria yang dipakai dalam program adalah klorokuin, sulfadoksin-pirimetamin, kina, tetrasiklin, dan pri-makuin.
http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/01/kolelitiasis.html
Muntah