Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Muntah (emesis) dapat dianggap sebagai suatu cara perlindungan alamiah dari
tubuh terhadap zat-zat yang merangsang dan beracun yang masuk kedalam tubuh melalui
saluran pencernaan atau lainnya. Mual sering kali di artikan sebagai keinginan untuk
muntah atau gejala yang dirasakan ditenggerokan dan di daerah sekitar lambung, yang
menandakan kepada seseorang bahwa ia akan segera muntah. Muntah di artikan sebagai
pengeluaran isi lambung melalui mulut, yang seringkali membutuhkan dorongan yang
sangat kuat. Segera setelah zat-zat tersebut dikeluarkan dari saluran cerna, muntah juga
akan berhenti. Namun, seringkali muntah juga merupakan gejala penyakit, misalnya dari
kanker, penyakit lambung, Meniere, mabuk darat dan pada masa kehamilan. Tidak jarang
muntah juga merupakan reaksi efek samping dari penggunaan obat-obat tertentu, seperti
onkolitika/sitostatika, obat Parkinson, digoksin, dan sebagai akibat radioterapi kanker.
Dalam semua hal terakhir ini, muntah dapat diatasi dengan obat antimual (antiemetika).
Macam-macam Muntah
1. Mabuk darat
Penyebabnya diperkirakan bahwa gesekan dalam kendaraan merangsang secara
berlebihan. Labirin dibagian dalam telinga dan kemudian juga pusat muntah melalui
CTZ atau dengan kata lain terjadi khususnya menyangkut pertentangan antara mata
dengan indera perasa yang sebenarnya harus bekerja sama dengan organ keseimbangan
(labirin) yang pada mabuk darat (jalan) memegang peranan esensial.
2. Muntah akibat sitostatika
Disebabakan oleh ransangan langsung dari CTZ stimulant dan retroperistaltik dan
pelepasan sitokronik disaluran lambung-usus
3. Muntah kehamilan
Jenis muntah ini biasanya terjadi antara minggu ke-6 dan ke-14 dari masa kehamilan
akibat kenaikan pesat dari HCG (Human Chorion Gonadtropin). Gejalanya pada
umumnya tidak hebat dan hilang dengan sendirinya maka sedapat mungkin jangan
diobati, agar tidak mengganggu perkembangan janin.
4. Muntah akibat radioterapi dan Pasca-bedah
Muntah post-operetif terjadi untuk sebagian besar tergantung dari anestetika yang
digunakan dan jenis pembedahan. Yang digunakan terutama adalah zat-zat antagonis
DA dan antagonis serotonin.

B. ETIOLOGI
Muntah pada umumnya didahului oleh rasa mual (nausea), yang becirikan muka pucat,
berkeringat, liur berlebihan, takikardia, dan pernapasan tidak teratur. Pada saat ini
lambung mengendur dan di usus halus timbul aktivitas antiperistaltik yang menyalurkan
isi usus halus bagian atas ke lambung. Gejala-gejala tersebut kemudian disusul oleh
menutupnya glotis (bagian pangkal tenggorokan), napas ditahan, katup esofagus dan
lambung berelaksasi. Akhirnya timbul kontraksi ritmis dari diagframa serta oto-otot
pernapasan disusul oleh lambung memuntahkan isinya.
Muntah diakibatkan oleh stimulasi dari pusat muntah di sumsum-sambung tulang
(medulla oblongata) dan berlangsung menurut beberapa mekanisme, yaitu akibat
rangsangan langsung melalui CTZ (Chemoreceptor Trigger Zone), atau melalui kulit otak
(cortex).
a. Akibat rangsangan langsung dari saluran cerna
Bila peristaltik dan pelintasan lambung tertunda, terjadilah dispepsi dan mual. Jika
gangguan tersebut menghebat, pusat muntah dirangsang pula bila terdapat kerusakan
pada mukosa lambung-usus, seperti pada radioterapi dan oleh sitostatika. Organ-organ
lain juga dapat secara langsung merangsang pusat muntah, yaitu jantung (infark) dan
buah zakar (tekanan).
b. Secara tak-langsung melalui CTZ
CTZ adalah suatu daerah dengan banyak reseptor, yang letaknya berdekatan dengan
pusat muntah di sumsum-sambung, tetapi di luar rintangan (barrier) darah-otak. Dengan
bantuan neurotransmitter dopamin (DA), CTZ dapat menerima isyarat-isyarat
mengenai kehadiran zat-zat kimiawi asing di dalam sirkulasi. Rangsangan tersebut lalu
diteruskan ke pusat muntah. Menurut perkiraan, CTZ juga berhubungan langsung
dengan cairan darah dan cairan otak.
Obat-obat yang terkenal merangsang kemoreseptor itu sebagai efek samping
adalah glikosida digitalis, alkaloid ergot, estrogen, morfin, dan sitostastika. Menurut
mekanisme ini, gangguan pada fungsi labirin (organ keseimbangan di bagian dalam
telinga) juga dapat menimbulkan mual dan muntah, misalnya pada mabuk darat.
Gangguan metabolisme keto-acidosis dan uremia (Adanya keton/asam dan urea dalam
darah) dapat juga menyebabkan muntah. Begitu pula diabetes dan penyakit ginjal,
seperti juga naik-turunnya kadar estrogen atau naik dengan pesat kadar gonadotropin
pada wanita hamil.
c. Melalui kulit otak (Cortex cerebri)
Misalnya adakala pada waktu melihat, mencium, atau merasakan sesuatu sudah cukup
untuk menimbulkan mual dan muntah. Makanya orang, menggunakan kata-kata
nauseating smells dan sickening sights

C. PATOFISIOLOGI
Penyebab muntah dibagi menjadi 3 fase berbeda, yaitu :
1. Nausea
Merupakan sensasi psikis yang dapat ditimbulkan akibat rangsangan pada organ-organ
dalam, labirin, atau emosi dan tidak selalu diikuti oleh retching atau muntah.
2. Retching,
Merupakan fase di mana terjadi gerak nafas pasmodik dengan glottis
tertutup, bersamaan dengan adanya usaha inspirasi dari otot dada dan diafragma
sehingga menimbulkan tekanan intratoraks yang negatif.
3. Emesis,
Terjadi bila fase retching mencapai puncaknya yang ditandai dengan kontraksi
kuatotot perut, diikuti dengan bertambah turunnya diafragma, disertai penekanan
mekanisme anti refluks. Pada fase ini, pilorus dan antrum berkontraksi, fundus dan
eksofagus relaksasi,dan mulut terbuka.
Obat-obat yang dapat menyebabkan mual dan muntah, seperti obat kemoterapi kanker,
opioid, NSAID, antibiotik, dan estrogen dapat menyebabkan mual dan muntah.
Pengobatan yang lain, seperti penggunaan digitalis atau teofilin, dapat menyebabkan
mual muntah seperti pada orang keracunan. Dalam situasi ini tidak ada indikasi
peresepanan antiemetik.
Muntah dipicu oleh adanya impuls afferent yang menuju pusat muntah, yang terletak
di medulla otak. Impuls tersebut diterima dari pusat sensori seperti chemoreceptor
trigger zone (CTZ), korteks serebral, serta visceral afferent dari faring dan saluran
cerna.Impuls afferent yang sudah terintegrasi dengan pusat muntah, akan
menghasilkan impuls efferent menuju pusat salivasi, pusat pernafasan, daerah saluran
cerna, faring, dan otot otot perut yang semuanya bersinergi memicu proses muntah.
D. PENATA LAKSANAAN TERAPI
Tujuan Terapi
Tujuan keseluruhan dari terapi antiemetika adalah untuk mencegah atau menghilangkan
mual dan muntah; dan seharusnya tanpa timbulnya efek samping atau efek yang tidak
dikehendaki secara klinis. Faktor pemilihan terapi :
Gejala berdasarkan etiologi
Frekuensi, duration, and tingkat keparahan
Kemampuan pasien pada penggunaan oral, rectal, injeksi atau transdermal
Telah berhasil digunakan sebagai anti emetika sebelumnya
1. Terapi Non Farmakologi
a. Pasien dengan keluhan ringan, mungkin berkaitan dengan konsumsi makanan dan
minuman, dianjurkan menghindari masuknya makanan
b. Intervensi non farmakologi diklasifikasikan sebagai intervensi perilaku (pola hidup
bersih dan sehat)
c. Muntah psikogenik mungkin diatasi dengan intervensi psikologik
2. Terapi Farmakologi (ANTI-EMETIKA)
Obat antimual adalah zat-zat yang berkhasiat menekan rasa mual dan muntah.
Berdasarkan mekanisme kerjanya dapat dibedakan 3 kelompok besar dan beberapa
obat tambahan sebagai berikut:
a. Antikolinergika
Contoh: skopolamin dan antihistamin tertentu (siklizin, meklizin, sinarizin,
prometazin, dan dimenhidrinat). Obat-obat ini ampuh pada mabuk darat, penyakit
Meniere, dan mual kehamilan (antihistamin). Efeknya berdasarkan sifat
antikolinergisnya dan mungkin mungkin juga karena blokade reseptor H1di CTZ.
Skopolamin: Hyoscine, Scopoderm TTS (transdermal)
Alkaloid Belladonna digunakan sebagai splasmolitikum pada kejang-kejang
saluran cerna dan urogenital, juga untuk premedikasi pada narkosa. Zat ini
dianggap sebagai obat yang paling efektif untuk penanganan mabuk darah dan
profilaksis. Efek samping gejala antikolinergik umum (mulut kering, lebih jarang
rasa kantuk, gangguan penglihatan, obstipasi dan iritasi kulit).
Antihistaminika
Obat ini digunakan untuk mencegah mual muntah akibat mabuk darat dan
gangguan pusing tujuh keliling (vertigo). Efek samping berupa perasaan ngantuk
dan efek antikolinergik.
Dosis siklizin (Marzin): profilaksis 1-2 jam sebelum berangkat 50 mg
Dosis meklizin (Suprimal): profilaksis 1-2 jam sebelum berangkat 25-50 mg
Dosis dimenhidrinat (Difenhidramin, Antimo): profilaksis 1 jam sebelum
berangkat 50-100 mg
Dosis prometazin (Phonergan): dewasa dan anak-anak > 8 tahun: 25 mg 0,5-1
jam sebelum perjalanan; anak-anak 1-3 tahun: 2,5 mg; dan anak-anak 3-5 tahun:
15 mg

b. Antagonis dopamine
Terdapat sejumlah obat yang meneybabkan mual muntah sebagai efek samping
akibat rangsangan langsung CTZ atau rangsangan mukosa lambung. Zat-zat ini
berdaya melawan mual berdasarkan perintangan neurotransmitter dari CTZ ke pusat
muntah dengan jalan blokade reseptor dopamin.
Propulsiva (prokinetika): metoklopramida dan domperidon. Karena DA
berkhasiat mengurangi motilitas lambung/usus, maka zat-zat antagonis ini juga
bekerja menstimulasi motilitas itu dan dengan demikian memperkuat efek
antiemetisnya. Obat ini banyak digunakan pada segala jenis muntah.
o Metoklopramida: Primperan, Opram
Derivat aminoklorbenzamida ini berkhasiat sebagai antiemetic kuat
berdasarkan blockade reseptor dopamine di CTZ. Di samping itu, berfungsi
memperkuat pergerakan dan pengosongan lambung (propulsivum). Efek
sampingnya sedasi dan gelisah berhubung metoklopramida dapat melintasi
rintangan darah otak, gangguan lambung-usus serta gangguan ekstrapiramidal.
Resorpsinya dari usus tetap, mulai kerjanya dalam 20 menit, PP-nya 20%, dan
plasma-t1/2-nya lebih kurang 4 jam. Ekskresinya berlangsung 80% dalam
keadaan utuh melalui kemih. Interaksi obat digoxin, alkohol, asetosal,
diazepam, dan levodopa.
Dosis : 3-4dd 5-10 mg.
o Donperidon: Motilium
Senyawa benzimidazolinon ini adalah propulsivum yang berkhasiat
menstimulasi peristaltik, pengosongan lambung dan antiemetic. Obat ini tidak
melintasi barier darah-otak dan jarang menimbulkan sedasi atau efek
ekstrapiramidal.
Dosis : dewasa:3-4dd 10-20 mg; anak-anak 3-4dd 0,3 mg/kgBB
Derivat butirofenon: Haloperidol dan droperidol terutama digunakan pada
muntah-muntah sebagai efek samping zat-zat opiod atau setelah pembedahan.
Dosis haloperidol (Haldol): 2-3dd 0,5-1 mg dan dosis perfenazin (Trilapon): 3dd
4-5 mg
Derivat Fenotiazin: proklorperazin dan thietilperazin (Torecan). Efek sampingnya
(sedasi, efek ekstrapiraidal) membatasi penggunaanya. Dosis proklorferazin
(Stemetil): 2-4dd 5-10 mg
c. Antogonis serotonin
Contoh: granistetron, ondanstetron, dan tropisetron. Mekanisme kerja kelompok zat
ini belum begitu jelas, tetapi mungkin karena blokade serotonin yang memicu
refleks muntah dari usus halus dan rangsangan terhadap CTZ. Terutama efektif
selama hari pertama dari terapi dengan sitostatika yang besifat emetogen kuat, juga
pada radioterapi.
Ondansetron: Zofran
Senyawa karbazol ini adalah antagonis-serotonin selektif (dari reseptor 5HT3).
Bekerja sebagai antiemetis kuat dengan melawan reflex muntah dari usus halus
dan stimulasi CTZ; yang keduanya diakibatkan oleh serotonin. Resorpsinya dari
usus agak baik dengan BA rata-rata 75%, PP-nya 73%, dan plasma-t1/2-nya 3-5
jam. Metaboliknya dimetabolisme di hati. Ekskresinya berlangsung lewat tinja
dan kemih. Efek sampingnya nyeri kepala, obstipasi, rasa panas di muka dan
perut bagian atas, gangguan ekstrapiramidal, dan reaksi hipersensitivitas.
Dosis : 1-2 jam sebelum menjalani kemoterapi 8 mg.
d. Lainnya
Kortikosteroid
Contoh: deksmateason dan metilprednisolon ternyata efektif untuk muntah-
muntah yang diakibatkan oleh sitostatika dan radioterapi. Maka sering digunakan
sebagai obat tambahan pada antimetika lain. Mekanisme kerja tidak diketahui.
Penggunaanya sering kali bersamaan dengan suatu antagonis serotonin.
Dronabinol (marihuana, THC= tetrahidrocanabinol). Efektif dalam dosis tinggi
pada muntah akibat sitostotika (MTX, kombinasi siklosfamida, adriamisin, dan
fluorosasi). Juga digunakan untuk menstimulasi nafsu makan pada pasien AIDS.
Alizaprida (litican) digunakan setelah pembedahan, radioterapi dan kemoterapi.
Khasiatnya berdasrkan penghambatan refleks muntah secara sentral. Juga bersifat
anksiolitis.
Benzodiazepin mempengaruhi sistem kortikal/limbis dari otak dan tidak
mengurangi frekuensi dan hebatnya emesis, melainkan memperbaiki sikap pasien
terhadap peristiwa muntah. Terutama lorazepam ternyata efektif sebagai
pencegah muntah
NYERI

2.1 Definisi Nyeri


Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial, atau yang
digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Sedangkan The International
Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman
sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan terkait dengan kerusakan jaringan
baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam kerusakan tersebut.
Kedua pengertian ini memperjelas bahwa nyeri adalah bagian dari proses patologis.

Nyeri digolongkan sebagai gangguan sensorik positif. Pada hakikatnya nyeri


tidak dapat ditafsirkan dan tidak dapat diukur, namun tidak dapat dipungkiri bahwa
nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan bahkan menyakitkan. Nyeri
adalah suatu sensasi yang unik. Keunikannya karena derajat berat dan ringan nyeri
yang dirasakan tidak ditentukan hanya oleh intensitas stimulus tetapi juga oleh
perasaan dan emosi pada saat itu.

Pada dasarnya nyeri adalah reaksi fisiologis karena reaksi protektif untuk menghindari
stimulus yang membahayakan tubuh. Tetapi bila nyeri tetap berlangsung walaupun
stimulus penyebab sudah tidak ada, berarti telah terjadi perubahan patofisiologis yang
justru merugikan tubuh. Sebagai contoh, nyeri karena pembedahan, masih tetap
dirasakan pada masa pasca bedah ketika pembedahan sudah selesai. Nyeri semacam
ini tidak saja menimbulkan perasaan tidak nyaman, tetapi juga reaksi stres, yaitu
rangkaian reaksi fisik maupun biologis yang dapat menghambat proses penyembuhan.
Nyeri patologis atau nyeri klinik inilah yang membutuhkan terapi.

Derajat nyeri dapat diukur dengan berbagai cara, misalnya tingkah laku pasien
skala verbal dasar / Verbal Rating Scales (VRS), dan yang umum adalah skala analog
visual / Visual Analogue Scales (VAS).

Secara sederhana, nyeri odontektomi pada pasien sadar dapat langsung


ditanyakan pada pasien yang bersangkutan dan VAS biasanya dikategorikan sebagai:
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Nyeri ringan nyeri sedang nyeri berat

Penilaian verbal dan numerik dikonfirmasi dengan ekspresi wajah yang tampak pada
saat yang sama.

Gambar 1. Visual Analog Scale (VAS)

2.2 Patofisiologi Nyeri


Proses rangsangan yang menimbulkan nyeri bersifat destruktif terhadap jaringan yang
dilengkapi dengan serabut saraf penghantar impuls nyeri. Serabut saraf ini disebut juga
serabut nyeri, sedangkan jaringan tersebut disebut jaringan peka-nyeri. Bagaimana seseorang
menghayati nyeri tergantung pada jenis jaringan yang dirangsang, jenis serta sifat
rangsangan, serta pada kondisi mental dan fisiknya.

Reseptor untuk stimulus nyeri disebut nosiseptor. Nosiseptor adalah ujung saraf tidak
bermielin A delta dan ujung saraf C bermielin. Distribusi nosiseptor bervariasi di seluruh
tubuh dengan jumlah terbesar terdapat di kulit. Nosiseptor terletak di jaringan subkutis, otot
rangka, dan sendi. Nosiseptor yang terangsang oleh stimulus yang potensial dapat
menimbulkan kerusakan jaringan. Stimulus ini disebut sebagai stimulus noksius. Selanjutnya
stimulus noksius ditransmisikan ke sistem syaraf pusat, yang kemudian menimbulkan emosi
dan perasaan tidak menyenangkan sehingga timbul rasa nyeri dan reaksi menghindar.
Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif terdapat empat proses tersendiri:
transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.

a. Proses transduksi
Transduksi nyeri adalah rangsang nyeri (noksius) diubah menjadi depolarisasi
membran reseptor yang kemudian menjadi impuls saraf reseptor nyeri. Rangsangan ini dapat
berupa rangsang fisik (tekanan), suhu (panas), atau kimia. Adanya rangsang noksius ini
menyebabkan pelepasan asam amino eksitasi glutamat pada saraf afferent nosisepsi terminal
menempati reseptor AMPA (alpha-amino-3-hydroxy-5-methyl-D-aspartate), akibat
penempatan pada reseptor menyebabkan ion Mg2+ pada saluran Ca2+ terlepas masuk ke
dalam sel, demikian juga ion Ca2+, K+, dan H+.

Terjadi aktivasi protein kinase c dan menghasilkan NO yang akan memicu pelepasan
substansi p dan terjadi hipersensitisasi pada membran kornu dorsalis.

Kerusakan jaringan karena trauma, dalam hal ini odontektomi, menyebabkan


dikeluarkannya berbagai senyawa biokimiawi antara lain: ion H, K, prostalglandin dari sel
yang rusak, bradikinin dari plasma, histamin dari sel mast, serotonin dari trombosit dan
substansi P dari ujung saraf. Senyawa biokimiawi ini berfungsi sebagai mediator yang
menyebabkan perubahan potensial nosiseptor sehingga terjadi arus elektrobiokimiawi
sepanjang akson.

Kemudian terjadi perubahan patofisiologis karena mediator-mediator ini


mempengaruhi juga nosiseptor di luar daerah trauma sehingga lingkaran nyeri meluas.
Selanjutnya terjadi proses sensitisasi perifer yaitu menurunnya nilai ambang rangsang
nosiseptor karena pengaruh mediator-mediator tersebut di atas dan penurunan pH jaringan.
Akibatnya nyeri dapat timbul karena rangsang yang sebelumnya tidak menimbulkan nyeri
misalnya rabaan. Sensitisasi perifer ini mengakibatkan pula terjadinya sensitisasi sentral yaitu
hipereksitabilitas neuron pada korda spinalis, terpengaruhnya neuron simpatis, dan perubahan
intraselular yang menyebabkan nyeri dirasakan lebih lama.

b. Proses Transmisi
Transmisi adalah proses penerusan impuls nyeri dari nosiseptor saraf perifer melewati
kornu dorsalis menuju korteks serebri. Saraf sensoris perifer yang melanjutkan rangsang ke
terminal di medula spinalis disebut neuron aferen primer. Jaringan saraf yang naik dari
medula spinalis ke batang otak dan talamus disebut neuron penerima kedua. Neuron yang
menghubungkan dari talamus ke korteks serebri disebut neuron penerima ketiga.

c. Proses Modulasi
Proses modulasi adalah proses dimana terjadi interaksi antara sistem analgesi endogen
yang dihasilkan oleh tubuh dengan impuls nyeri yang masuk ke kornu posterior medula
spinalis. Sistem analgesi endogen ini meliputi enkefalin, endorfin, serotonin, dan
noradrenalin memiliki efek yang dapat menekan inpuls nyeri pada kornu posterior medula
spinaslis. Proses modulasi ini dapat dihambat oleh golongan opioid.

d. Proses Persepsi
Proses persepsi merupakan hasil akhir proses interaksi yang kompleks dan unik yang
dimulai dari proses transduksi, transmisi, dan modulasi yang pada gilirannya menghasilkan
suatu perasaan yang subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri.

ANALGETIK

Analgetik atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa
nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (perbedaan dengan anestetik umum).

Penggolongan
Atas dasar kerja farmakologinya, analgetika dibagi dalam 2 kelompok besar, yakni :
A. Analgetika perifer (non narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat
narkotik dan tidak bekerja sentral. Analgetik anti radang termasuk kelompok ini.
B. Analgetika narkotika khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat seperti
pada fraktur dan kanker.

Penamaan Jenis-Jenis Nyeri


1. Nyeri Ringan dan Demam
Dapat ditangani dengan obat perifer, seperti : parasetamol, asetosal, sam mefenamat,
propifenazon atau aminofenazon.
2. Nyeri Sedang
Dapat ditambahkan kofein atau kodein.
3. Nyeri yang Disertai Pembengkakkan
Yaitu dapat diobati dengan analgetika anti radang, seperti : aminofenazon dan NSAID
(ibuprofen, asam mefenamat,dll)
4. Nyeri Hebat
Perlu ditanggulangi oleh morfin atau opiat lainnya (tramadol)
5. Nyeri pada Kanker
Umumnya diobati menurut suatu skema bertingkat empat, yaitu:
- Obat perifer (non opioid) per oral atau rektal : parasetamol dan asetosal
- Obat perifer bersama kodein atau tramadol
- Obat sentral (opioid) per oral atau rektal
- Obat opioid parenteral
6. Nyeri Saraf Kronis
Dikenal dengan nama nyeri saraf nosiseptif yang disebabkan oleh saraf terluka atau
terjepit, nyeri neuropati perifer dan nyeri saraf yang berasal dari SSP

Tujuan Penatalaksanaan Nyeri


1.Mengurangi intensitas dan durasi keluhan nyeri
2.Menurunkan kemungkinan berubahnya nyeri akut menjadi gejala nyeri kronis yang
persisten

3.Mengurangi penderitaan dan ketidakmampuan akibat nyeri


4.Meminimalkan reaksi tak diinginkan atau intoleransi terhadap terapi nyeri

5.Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengoptimalkan kemampuan pasien untuk


menjalankan aktivitas sehari-hari

Strategi terapi

Terapi non-farmakologi
a. Intervensi psikologis: Relaksasi, hipnosis, dll.
b. Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) utk nyeri bedah, traumatik, dan
oral-facial

Terapi farmakologi
a. Analgesik : non-opiat dan opiat
Prinsip penatalaksanaan nyeri
Pengobatan nyeri harus dimulai dengan analgesik yang paling ringan sampai ke yang paling
kuat. Tahapannya:
Tahap I analgesik non-opiat : AINS

Tahap II analgesik AINS + ajuvan (antidepresan)

Tahap III analgesik opiat lemah + AINS + ajuvan

Tahap IV analgesik opiat kuat + AINS + ajuvan

A. ANALGETIKA PERIFER (NON NARKOTIK)


Peggolongan
Secara kimiawi, analgetika perifer dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yakni :
a. Parasetamol
b. Salisilat : asetosal, Salisilamida dan benorilat
c. Derivat asam Propionat : ibuprofen (NSAID), dll
d. Derivat Antranilat : asam mefenamat (NSAID), glafenin
e. Derivat pirazolinon : propifenazon, isopropilaminofenazon dan matamizol
f. Lainnya : benzidamin (Tantum)

1. Parasetamol
Indikasi : nyeri ringan sampai sedang (analgesik dan antipiretik), pireksia.
Farmakodinamika : efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat,
yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang dan
menurunkan suhu tubuh. Efek antiinflamasinya sangat lemah sehingga tidak
digunakan sebagai antireumatik. Parasetamol merupakan penghambat
biosintesis Prostaglandin yang lemah. Efek iritasi, erosi tidak terlihat pada
parasetamol demikian juga dengan gangguan pernapasan dan keseimbangan
asam basa.
Farmakokinetik : parasetamol diasorbsi cepat dan sempurna melalui saluran
cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu jam dan
masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar keseluruh cairan tubuh.
Obat ini dapat mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat
menimbulkan methamoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Obat ini disekresi
melalui ginjal.
Efek samping : jarang terjadi efek samping, tetapi dilaporkan terjadi ruam
kulit, kelainan darah (termasuk trombositopenia, leukopenia, neutropenia);
hipotensi juga dilaporkan pada infusi; kerusakan hati dan kerusakan ginjal
(dengan frekuensi yang lebih kecil) yang disebabkan oleh overdosis.
Peringatan : gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal (hindari dosis
besar).
Interaksi obat :
Antikoagulan : penggunaan parasetamol untuk jangka panjang
dapat meningkakan efek antikoagulan kumarin
Hipolipidemik : absorpsi parasetamol menurun karena
kolestiramin
Metoklopramid : absorpsi parasetamol meningkat karena
Metoklopramid
Sitotoksik : parasetamol dapat meghambat metabolisme
busulvan intravena
2. Asetosal
Indikasi : nyeri ringan sampai sedang; demam (analgesik, antipiretik dan
antiinflamasi).
Farmakodinamika : asetosal atau aspirin dosis terapi bekerja cepat dan
efektif sebagai antipiretik. Dosis toksik obat ini justru memeperlihatkan efek
piretik sehingga pada keracunan berat terjadi demam dan hiperhidrosis.
Farmakokinetik : pada pemberian oral, sebagian salisilat diabsorbsi dengan
cepat dalam bentuk utuh di lambung, tetapi sebagian besar di usus halus
bagian atas. Kadar tertinggi dicapai kira-kira 2 jam setelah pemberiaan.
Kecepatan absorbsinya tergantung tergantung dari kecepatan disintegrasi dan
disolusi tablet, pH permukaan mukosa dan waktu pengosongan lambung.
Absorbsi secara rektal, lebih lambat dan tidak sempurna. Asetosal diabsorbsi
cepat dari kulit sehat.
Setelah diabsorbsi salisilat segera menyebar keseluruh jaringan tubuh dan
jaringan transeluler sehingga ditemukan dalam jaringan sinovial, cairan spinal,
cairan peritoneal, liur, dan air susu. Obat ini mudah menembus sawar darah
otak dan sawar uri. Asetosal diserap dalam bentuk utuh dan dihidrolisis
menjadi asam salisilat dalam hati.
Biotransformasi salisilat terjadi di banyak jaringan, terutama di mikrosom dan
mitokondria hati. Salisilat diekskresi dalam bentuk metabolitnya terutama
melalui ginjal sebagian kecil melalui empedu dan keringat.
Efek samping : biasanya ringan dan tidak sering, tetapi kejadiannya tinggi
untuk terjadinya iritasi saluran cerna dengan perdarahan ringan yang
asimtomatis; memanjangnya bleeding time; bronkospasme; dan reaksi kulit
pada pasien hipersensitif.
Kontra indikasi : anak dan remaja dibawah 16 tahun dan ibu menusui;
riwayat maupun sedang menderita tukak saluran cerna; hemofilia; tidak untuk
pengobatan gout.
Peringatan : asma; penyakit alergi; gangguan fungsi ginjal; menurunya fungsi
hati; dehidrasi.
Interaksi obat :
Penggunaan besamaan dengan ibuprofen dapat meningkatkan efek
samping
Dengan antasida dapat meningkatkan ekskresi asetosal.
Jika diberikan bersamaan dengan antidepresan venlanfaksin dapat
meningkatkan resiko pendarahan.
Asetosal dapat meningkatkan efek fenitoin dan valproat sebagai
antiepilepsi.
Bersamaan dengan kumarin atau fenindion dapat meningkatkan risiko
pendarahan.
Asetosal memberikan efek antagonis terhadap efek spironolakton,
Dengan iloprost dan klopidogrel meningkatkan efek pendarahan.
Dengan kortikosteroid meningkatkan pendarahan saluran cerna dan
tukakdan menurunkan kadar plasma salisilat.

3. Ibuprofen
Indikasi : nyeri ringan sampai sedang antara lain nyeri pada penyakit gigi atau
pencabutan gigi, nyeri pasca bedah, sakit kepala, gejala nyeri ringan sampai
sedang pada gejala rematik tulang sendi dan non sendi, terkilir, menurunkan
demam pada anak-anak.
Efek samping : Efek samping yang bisa ditimbulkan obat ini antara lain
timbulnya ruam,telinga berdenging, sakit kepala, pusing, mengantuk, sakit
perut, mual, diare, sembelit, dan mulas.
Farmakokinetik : absirbsi ibuprofen cepat melalui lambug dan kadar
maksimum dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu paruh dalam plasma
sekitar 2 jam. 90% ibuprofen terikat dalam protein plasma. Ekskresinya
berlangsung cepat dan lengkap. Kira-kira 90% dari dosis yang diabsorbsi akan
diekskresi melalui urin sebagai metabolit atau konjugatnya. Metabolit utama
merupakan hasil hidroksilasi dan karboksilasi.
Kontra indikasi :
Sebaiknya obat ini tidak digunakan sebelum maupun setelah menjalani
operasi bypass jantung, karena obat ini dapat mengancam jantung seperti
terjadinya serangan jantung atau stroke.
Bagi penderita yang memiliki sejarah penyakit jantung, stroke, gagal
jantung, hipertensi, maag, asma, gangguan hati, ginjal, polip, maupun
gangguan perdarahan sebaiknya menghubungi dokter sebelum
mengkonsumsi obat ini, karena dapat mengakibatkan efek serius pada
perut atau usus, termasuk perdarahan.
Bagi wanita hamil dan menyusui, penggunaan ibuprofen selama 3 bulan
dapat membahayakan janin.
Peringatan : jumlahnya dalam ASI terlalu kecil untuk menimbulkan efek
yang membahayakan akan tetapi lebih baik dihindari.
Interaksi obat :
Ibuprofen dapat menurunkan efek dari antiplatelet asetosal.
Pemberian bersamaan dengan warfarin harus hati-hati karena adanya
gangguan fungsi trombosit yang memperpanjang masa pendarahan.
Dapat mengurangi efek diuresis dan natriuresis furosemid dan tiazid.
Mengurangi efek antihipertensi obat beta bloker, prazosin dan
kaptropil.

4. Asam Mefenamat
Indikasi : nyeri ringan sampai sedang dan kondisi yang berhubungan;
dimenore dan menoragi.
Efek samping : mengantuk, diare atau raum kulit (hentikan penggunaan);
trombositopenia; anemia hemolitik; kejang pada overdosis.
Kontra indikasi : dikontraindikasi pada peradangan usus besar
Peringatan : sebaiknya digunakan dengan hati-hati pada pasien lansia,
pengobatan jangka lama lakukan tes darah.
Interaksi obat :
Sama dengan interaksi obat pada ibuprofen

5. Pirazolon dan derivat


Dalam kelompok ini termasuk dipiron, fenilbutazon, oksifenbutazon, antipirin
dan aminopirin. Antipirin (fenazon) adalah 5-okso-1-fenil-2-3-dimetilpirazolidin.
Aminopirin (amidopirin) adalah derivat 4-dimetilamino dari antipirin. Dipiron
adalah derivat metansulfonat dari aminopirin yang larut baik dalam air dan dapat
diberikan secara suntikan.
Indikasi : Dipiron sebagai analgesik dan antipiretik (digunakan bila perlu
saja, karena keamanan obat ini diragukan. Hanya digunakan pada kasus
penyakit Hodgkin dan periarteritis nodosa)
Efek samping : semua derivat pirazolon dapat menyebabkan agranulositosis,
anemia aplastik dan trombositopenia. Dipiro juga dapat menyebabkan
hemolisis, edema, tremor, perdarahan lambung dan anuria.

B. ANALGETIKA NARKOTIKA
Analgesik narkotika atau opioid digunakan untuk mengurangi nyeri sedang
sampai berat, terutama pada bagian viseral. Penggunaan berulang dapa
tmengakibatkan ketergantungan dan toleransi, tapi ini bukan alasan tidak
digunakannya dalam mengatasi nyeri pada penyakit terminal. Penggunaan opioid kuat
mungkin sesuai untuk kasus nyeri kronis non keganasan, namun sebaiknya dalam
pengawasan dokter dan dikaji setiap interval tertentu.
1. Garam Morfin
Indikasi : nyeri ringan sampai sedang; udema paru-paru akut; analgesik
perioperatif.
Efek samping : mual dan muntah (khususnya pada permulaan), konstipasi,
dan rasa mengantuk; dosis lebih besar menyebabkan depresi napas, hipotensi,
dan kekakuan otot; efek samping lain termasuk kesulitan kencing, spasme
bilier atau ureter, mulut kering, berkeringat, sakit kepala, muka merah, vertigo,
bradikardia, takikardia, palpitasi, halusinasi, perubahan suasan hati,
ketergantungan, miosis, penurunan libido, ruam kulit, urtikaria, dan pruritus.
Kontra indikasi : hindari pada depresi napas akut, alkoholisme akut, dan bila
terdapat risiko ileus paralitik; juga hindarkan pada peningkatan tekanan
kranial atau cedera kepala; hindari injeksi pada feokromositoma
Peringatan : hipotensi, hipotiroidisme, asma (hindari selama serangan),
hipertrofi prostat; wanita hamil dan menyusui; dapat memicu koma pada
gangguan fungsi hati (kurangi dosis atau hindari), penderita lansia dan sakit
parah (kurangi dosis); gangguan konvulasi, ketergantungan; penggunaan
antitusif untuk anak-anak di bawah 1 tahun
Interaksi obat :
Alkohol : meningkatkan efek sedatif dan hipotensi jika analgesik
opioid diberikan bersamaan alkohol.
Anisiolitik dan hipnotis : meningkatkan efek sedatif jika analgesik
opioid diberikan bersamaan ansiolitik dan hipnotik.
Antagoniss 5HT3 : ondansentron memeberikan efek antagonis
terhadap efek tramadol.
Antagonis kalsium : diltiazem menghambat metabolisme alfentanil
(risiko depresi pernafasan tertunda atau lebih lama).
Antiaritmia : analgesik opioid memperlambat absorbsi meksiletin.
Antibakteri : eritromisin meningkatkan kadar alfentanil dalam
plasma; jika siprofloksasin diberikan sebagai profilaksis pembedahan,
hindari pemberian opioid analgesik sebagai premedikasi; metabolisme
metadon dipercepat oleh rimfampisin (mengurangi efek)
Antidepresan : fluvoksamin dapat meningkatkan kadar metadon
dalam plasma, duloksetin dapat meningkatkan efek seroto

2. Tramadol Hidroklorida
Indikasi : nyeri sedang sampai berat.
Efek samping : perasaan tidak nayaman di perut, diare, hipotensi, hipertensi
okasional.
Kontra indikasi : sama dengan morfin.
Peringatan : sama dg morfin; riwayat epilepsi; hindari kehamilan dan
menyusui.
Interaksi obat : sama dengan morfin.
3. Fentanil
Indikasi : Nyeri tiba-tiba pada pasien yang sudah dalam terapi opioid untuk
nyeri kanke kronik; nyeri kronik yang sukar ditangani.
Efek samping : sama dengan garam morfin; reaksi lokal seperti ruam kulit,
eritema dan gatal.
Kontra indikasi : sama seperti garam morfin
Peringatan : sama seperti garam morfin
Interaksi obat : sama seperti dengan garam morfin
4. Kodein Fosfat
Indikasi : Nyeri ringan sampai seang, diare dan antitusif.
Efek samping : sama dengan garam morfin;
Kontra indikasi : sama seperti garam morfin
Peringatan : sama seperti garam morfin; penggunaan antitusif yang
mengandung kodein atau opioid analgesik sejenis tidak direkomendasikan
pada anak-anak dan sebiknya dihindari seluruhnya pada anak di bawah 1
tahun
Interaksi obat : sama seperti dengan garam morfin
5. Oksikodon Hidroklorida
Indikasi : nyeri ringan hingga berat pada penderita kanker, nyeri pasca bedah,
nyeri berat .
Efek samping : sama dengan garam morfin.
Kontra indikasi : sama seperti garam morfin; gangguan fungsi hati sedang
hingga berat, ganguan fungsi ginjal.
Peringatan : sama seperti garam morfin; hindari pada porfiria.
Interaksi obat : sama seperti dengan garam morfin.
6. Petidin Hidroklorida
Indikasi : Nyeri sedang hingga berat; analgesik obstetrik, analgesia
perioperatif
Efek samping : sama dengan garam morfin; konvulsi dilaporkan pada
overdosis.
Kontra indikasi : sama seperti garam morfin; gangguan fungsi ginjal berat.
Peringatan : sama seperti garam morfin; tidak cocok untuk b=nyeri berat
yang berkepanjangan
Interaksi obat : sama seperti dengan garam morfin.

Pemilihan obat nyeri


Tergantung pada intensitas nyeri dan mempertimbangkan kontraindikasi
BAB III
CONTOH KASUS DAN PEMBAHASAN

Kasus
Surya (8th) mengalami nyeri perut, mual, muntah, tidak nafsu makan sejak kemarin. Pasien
demam 38,7oC dan ibunya sudah memberikan PCT untuk antidemam. Menurut pengakuan
pasien, beberapa hari yang lalu pasien membeli makanan di warung yang kurang bersih.
Hasil pemeriksaan lab didapatkan SGOT 40 IU/ml, SGPT 51 IU/ml. Dokter meresepkan obat
R/ Proris suspensi 200 mg 3dd1 pc
Lexapram syrup 3dd1 cth ac
Curcuma plus imuns syrup 2 dd 1
Havrix 2 dd 1

Pembahasan dengan metode SOAP


1. Data Subyektif
Nyeri perut
Mual
Muntah
Tidak nafsu makan
Demam

2. Data Obyektif
SGOT 40 IU/ml
SGPT 51 IU/ml

3. Assassesment
a Penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya, karena didalam tubuh kita telah ada
sistem imun yang dapat melawan penyakit tersebut.
b Menurut gejala/tanda (nyeri, mual, muntah dan demam) yang dialami oleh pasien,
pasien tersebut mengalami penyakit hepatitis A. Hepatitis ini dapat terjadi karena
berhubungan dengan sanitasi dan higienis yang buruk dari kontaminasi
makanan/minuman.
c Selama dalam keadaan sakit, pasien diberikan obat yang dapat mengurangi atau
mengobati gejala yang ditimbulkan terlebih dahulu serta membangun sistem imun yang
terdapat dalam tubuh pasien yang dilanjutkan dengan vaksinasi sehingga dapat
meningkatkan proteksi antibodi.

Pengobatan yang dilakukan pasien:


a. Ibuprofen (Proris suspensi)
Mekanisme Kerja : bekerja dengan cara menghambat kerja enzim siklooksinegase
(COX). Enzim ini berfungsi untuk membantu pembentukan prostaglandin saat
terjadinya luka dan menyebabkan rasa sakit dan perdangan. Dengan menghalangi kerja
enzim COX, prostaglandin lebih sedikit diproduksi, yang berarti rasa dari peradangan
akan mereda.
Dosis : 2 sendok takar (200 mg)
Aturan pakai : 3 - 4 kali sehari sesudah makan
Indikasi : untuk mengurangi gejala nyeri dan demamnya
Efek samping : Sakit kepala, gugup, muntah. diare, hematemesis (muntah darah),
hematuria (darah dalam urin), penglihatan kabur, ruam kulit, gatal dan bengkak.
b. Metoklopramid (Lexapram sirup)
Mekanisme Kerja : memblok reseptor dopamine (bila diberikan dosis yang lebih
tinggi) juga memblok reseptor serotonin di chemoreceptor trigger zone di SSP;
meningkatkan respon jaringan di saluran pencernaan atas terhadap asetilkolin sehingga
meningkatkan motilitas dan kecepatan pengosongan lambung tanpa menstimulasi
sekresi pancreas, bilier, atau lambung; meningkatkan tonus spingter esophagus bagian
bawah.
Dosis : Anak-anak usia 5 - 14 tahun : 1/2 1 sendok teh
Aturan pakai : 3 kali sehari sebelum makan
Indikasi : untuk mengurangi gejala mual dan muntahnya
Derivat aminoklorbenzamida
Efek samping : efek sentral seperti sedasi dan gelisah berhubung metoklopramida
dapat melintasi rintangan darah-otak. Efek samping lainnya berupa gangguan lambung-
usus serta gangguan ekstrapiramidal, terutama pada anak-anak.
Kontraindikasi : pada obstruksi, perdarahan dan perforasi saluran cerna, epilepsy
feokromositoma dan gangguan ekstrapiramidal.
Interaksi : Obat seperti digoxin, yang terutama diserap di lambung, dikurangi
resorpsinya bila diberikan bersamaan dengan metoklopramida. Resorpsi dari obat-obat
percepat, antara lain alkohol, asetosal, diazepam dan levodopa.
c. Curcuma Plus Imuns Sirup
Mekanisme Kerja: curcumin dapat menurunkan SGOT dan SGPT sampai tingkat
normal. Dalam curcumin terdapat minyak atsiri yang berefek merangsang produksi
empedu dn sekresi pancreas serta mempunyai kemampuan sebagai bakterisida maupun
kemampuan melarutkan kolesterol.
Dosis : 6-12 tahun : 1 sendok teh (5ml)
Aturan pakai : 2 kali sehari sesudah makan
Indikasi : sebagai imunomodulator dan hepatoprotektor
d. Vaksin yang digunakan yaitu Havrix
HAVRIX (Vaksin Hepatitis A) adalah suspensi virus inaktif yang tidak steril untuk
pemberian intramuskular. Virus (strain HM175) disebarkan pada sel diploid manusia
MRC-5. Setelah pemindahan media kultur sel, sel dilisis untuk membentuk suspensi.
Suspensi ini dimurnikan melalui prosedur kromatografi permeasi ultrafiltrasi dan gel.
Pengobatan lysate ini dengan formalin memastikan inaktivasi virus. Aktivitas antigen
virus diacu ke standar menggunakan enzyme linked immunosorbent assay (ELISA),
dan oleh karena itu dinyatakan dalam satuan ELISA (EL.U.)
Mekanisme kerja :
Injeksi vaksin hepatitis A menghasilkan antibodi yang memberikan perlindungan
terhadap infeksi hepatitis A. Stimulasi antibodi spesifik terjadi tanpa menimbulkan
gejala penyakit apapun. Selama infeksi alami dengan virus hepatitis A, respons
antibodi awal sebagian besar berasal dari kelas IgM. Respon ini berlangsung selama
beberapa bulan, namun selama penyembuhan antibodi pada kelas IgG menjadi
dominan. Pasien dengan anti-HAV dari kelas IgG kebal terhadap infeksi ulang.
Antibodi IgG tetap terdeteksi tanpa batas waktu. Dua tahun setelah imunisasi dengan
kadar IgG vaksin hepatitis A tetap relatif tinggi pada serum pasien yang diimunisasi.
Durasi perlindungan dari program vaksin hepatitis A belum diketahui. Studi lanjutan
jangka panjang akan menentukan kebutuhan untuk dosis booster HAV.
Dosis :
Dewasa:
Dewasa >= 19 years: 1 mL/dose IM.
Dewasa 18 years: 0.5 mL/dose IM.
Anak-anak:
0.5 mL/dose IM.
Aturan pakai : vaksin diberikan dua kali dengan interval 6-12 bulan dari pemberian
pertama.
Indikasi : sebagai imunomodulator (imunisasi aktif yang melawan infeksi yang
disebabkan oleh virus Hepatitis A). Membantu memelihara daya tahan tubuh dan
membantu memperbaiki nafsu makan pada masa pertumbuhan.

5. Planning
KESIMPULAN

1. Mual sering kali di artikan sebagai keinginan untuk muntah atau gejala yang
dirasakan ditenggerokan dan di daerah sekitar lambung, yang menandakan kepada
seseorang bahwa ia akan segera muntah. Muntah di artikan sebagai pengeluaran isi
lambung melalui mulut, yang seringkali membutuhkan dorongan yang sangat kuat.
2. Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial, atau yang digambarkan
dalam bentuk kerusakan tersebut
3. Pemilihan obat nyeri tergantung pada intensitas nyeri dan mempertimbangkan
kontraindikasi
4.
DAFTAR PUSTAKA

Sukandar, E.Y dkk.2008.Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT.ISFI Penerbitan.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja,2007, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan
Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Anonin. 2015. Informasi Spesialite Obat. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan

Anda mungkin juga menyukai