Disusun Oleh :
1. Thamrin Ciatawi 120100368
2. Annisa Rieko Miranti 120100399
3. Maria Anastasia Wibisono 120100110
4. Fitriyani Sarumaha 120100306
5. Nur Amiera Farahanum 120100526
Pembimbing:
dr. Herbert Sihite, M.Ked(OG), Sp.OG
Mentor:
dr. M. Ramadhan H
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
yang berjudul Preeklampsia.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing, dr.
Herbert Sihite, M.Ked(OG), Sp.OG dan mentor dr. M. Ramadhan H yang telah
memberikan bimbingan dalam penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk melaporkan kasus
preeklampsia yang ditemukan di lapangan dan membandingkan dengan landasan
teori yang sesuai. Penyusunan makalah ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan
kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Obstetri
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2
1.3 Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan penulis
maupun pembaca khususnya peserta P3D untuk mengintegrasikan teori yang ada
dengan aplikasi kasus yang dijumpai di lapangan. Laporan kasus ini uga diharapkan
dapat menjadi tambahan informasi ilmiah dan wawasan bagi penulis dan pembaca
mengenai preeklampsia.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Etiologi
Etiologi preeklampsia sampai sekarang belum diketahui dengan pasti.
Banyak teori dikemukakan, tetapi belum ada yang mampu memberi jawaban yang
memuaskan. Oleh karena itu, preeklampsia sering disebut sebagai the disease of
theory. Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut7 :
1. Peningkatan angka kejadian preeklampsia pada primigravida,
kehamilan ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa
2. Peningkatan angka kejadian preeklampsia seiring bertambahnya usia
kehamilan
3. Perbaikan keadaan pasien dengan kematian janin dalam uterus
4. Penurunan angka kejadian preeklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya
5. Mekanisme terjadinya tanda-tanda preeklampsia, seperti hipertensi, edema,
proteinuria, kejang dan koma
4
2.3 Klasifikasi
Preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat:7,16
1. Preeklampsia ringan
Dikatakan preeklampsia ringan bila :
a. Tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg dan tekanan darah
b. Diastolik 90-110 mmHg
c. Proteinuria minimal (< 2g/L/24 jam)
d. Tidak disertai gangguan fungsi organ
2. Preeklampsia berat
Dikatakan preeklampsia berat bila :
a. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik >110
mmHg
b. Proteinuria (> 5 g/L/24 jam) atau positif 3 atau 4 pada pemeriksaan
kuantitatif
c. Bisa disertai dengan :
i. Oliguria (urin 400 mL/24jam)
ii. Keluhan serebral, gangguan penglihatan
5
iii. Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas atau daerah epigastrium
iv. Gangguan fungsi hati dengan hiperbilirubinemia
v. Edema pulmonum, sianosis
vi. Gangguan perkembangan intrauterine
vii. Microangiopathic hemolytic anemia, trombositopenia
Jika terjadi tanda-tanda preeklampsia yang lebih berat dan disertai dengan
adanya kejang, maka dapat digolongkan ke dalam eklampsia.
Preklampsia berat dibagi dalam beberapa kategori, yaitu:2,4
a. PEB tanpa impending eklampsia
b. PEB dengan impending eklampsia dengan gejala-gejala impending di antaranya
nyeri kepala, mata kabur, mual dan muntah, nyeri epigastrium, dan nyeri abdomen
kuadran kanan atas.
2.5 Patofisiologi
Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya spasme
pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Bila spasme arteriolar juga
ditemukan di seluruh tubuh, maka dapat dipahami bahwa tekanan darah yang
meningkat merupakan kompensasi mengatasi kenaikan tahanan perifer agar
oksigenasi jaringan tetap tercukupi. Sedangkan peningkatan berat badan dan edema
yang disebabkan penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial belum
diketahui penyebabnya. Beberapa literatur menyebutkan bahwa pada preeklampsia
dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan kadar prolaktin yang tinggi
dibandingkan pada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan
7
volume plasma dan mengatur retensi air serta natrium. Pada preeklampsia
permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.14,15
Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal ialah karena vasodilatasi
perifer yang diakibatkan turunnya tonus otot polos arteriol. Hal ini kemungkinan
akibat meningkatnya kadar progesteron di sirkulasi, dan atau menurunnya kadar
vasokonstriktor seperti angiotensin II, adrenalin, dan noradrenalin, dan atau
menurunnya respon terhadap zat-zat vasokonstriktor. Semua hal tersebut akan
meningkatkan produksi vasodilator atau prostanoid seperti PGE2 atau PGI2. Pada
trimester ketiga akan terjadi peningkatan tekanan darah yang normal seperti
tekanan darah sebelum hamil. 14-6
1. Regulasi volume darah
Pengendalian garam dan homeostasis meningkat pada preeklampsia.
Kemampuan untuk mengeluarkan natrium juga terganggu, tetapi pada derajat mana
hal ini terjadi sangat bervariasi dan pada keadaan berat mungkin tidak dijumpai
adanya edema. Bahkan jika dijumpai edema interstitial, volume plasma adalah lebih
rendah dibandingkan pada wanita hamil normal dan akan terjadi hemokonsentrasi.
Terlebih lagi suatu penurunan atau suatu peningkatan ringan volume plasma dapat
menjadi tanda awal hipertensi.
2. Volume darah, hematokrit, dan viskositas darah
Rata-rata volume plasma menurun 500 ml pada preeklampsia dibandingkan
hamil normal, penurunan ini lebih erat hubungannya dengan wanita yang
melahirkan bayi dengan berat bayi lahir rendah (BBLR).
3. Aliran Darah di Organ-Organ
a. Aliran darah di otak.
Pada preeklampsia arus darah dan konsumsi oksigen berkurang 20%. Hal ini
berhubungan dengan spasme pembuluh darah otak yang mungkin merupakan suatu
faktor penting dalam terjadinya kejang pada preeklampsia maupun perdarahan otak.
b. Aliran darah ginjal dan fungsi ginjal
Terjadi perubahan arus darah ginjal dan fungsi ginjal yang sering menjadi
penanda pada kehamilan muda. Pada preeklampsia arus darah efektif ginjal rata-
rata berkurang 20%, dari 750ml menjadi 600ml/menit, dan filtrasi glomerulus
8
penentu hasil kehamilan. Namun yang disayangkan adalah belum ada satu pun
metode pengukuran arus darah yang memuaskan baik di uterus maupun di
desidua.1,2
d. Aliran darah di paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya karena edema paru
yang menimbulkan dekompensasi cordis.
e. Aliran darah di mata
Dapat dijumpai adanya edema dan spasme pembuluh darah orbital. Bila
terjadi hal hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya preeklampsia berat. Gejala
lain yang mengarah ke eklampsia adalah skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini
disebabkan oleh adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di
korteks serebri atau dalam retina.
f. Keseimbangan air dan elektrolit
Terjadi peningkatan kadar gula darah yang meningkat untuk sementara, asam
laktat dan asam organik lainnya, sehingga konvulsi selesai, zat-zat organik
dioksidasi dan dilepaskan natrium yang lalu bereaksi dengan karbonik dengan
terbentuknya natrium bikarbonat. Dengan demikian cadangan alkali dapat pulih
kembali.
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan dasar dari penatalaksanaan preeklampsia adalah 2,3:
1. terminasi kehamilan dengan kemungkinan setidaknya terdapat trauma pada ibu
maupun janin
2. kelahiran bayi yang dapat bertahan
3. pemulihan kesehatan lengkap pada ibu. Persalinan merupakan pengobatan untuk
preeklampsia. Jika diketahui atau diperkirakan janin memiliki usia gestasi preterm,
11
f. Antihipertensi
Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastolik >110 mmHg. Pilihan
antihipertensi yang dapat diberikan adalah nifedipin 10 mg. Setelah 1 jam, jika
tekanan darah masih tinggi dapat diberikan nifedipin ulangan 10 mg dengan interval
satu jam, dua jam, atau tiga jam sesuai kebutuhan. Penurunan tekanan darah pada
PEB tidak boleh terlalu agresif yaitu tekanan darah diastol tidak kurang dari 90
mmHg atau maksimal 30%. Penggunaan nifedipin ini sangat dianjurkan karena
harganya murah, mudah didapat, dan mudah mengatur dosisnya dengan efektifitas
yang cukup baik.
g. Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid direkomendasikan pada semua wanita usia
kehamilan 24-34 minggu yang berisiko melahirkan prematur, termasuk pasien
dengan PEB. Preeklampsia sendiri merupakan penyebab 15% dari seluruh
kelahiran prematur. Ada pendapat bahwa janin penderita preeklampsia berada
dalam keadaan stres sehingga mengalami percepatan pematangan paru. Akan tetapi
menurut Schiff dkk, tidak terjadi percepatan pematangan paru pada penderita
preeklampsia. 25,26
Gluck pada tahun 1979 menyatakan bahwa produksi surfaktan dirangsang oleh
adanya komplikasi kehamilan antara lain hipertensi dalam kehamilan yang
berlangsung lama. Hal yang sama juga dilaporkan Chiswick (1976) dan Morrison
(1977) yaitu rasio L/S yang matang lebih tinggi pada penderita hipertensi dalam
kehamilan yang lahir prematur. Sementara itu, Owen dkk (1990) menyimpulkan
bahwa komplikasi kehamilan terutama hipertensi dalam kehamilan tidak
memberikan keuntungan terhadap kelangsungan hidup janin. Banias dkk dan
Bowen dkk juga melaporkan terjadi peningkatan insidens respiratory distress
syndrome (RDS) pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita hipertensi dalam
26
kehamilan.
Dalam lebih dari dua dekade, kortikosteroid telah diberikan pada masa
antenatal dengan maksud mengurangi komplikasi, terutama RDS, pada bayi
prematur. Apabila dilihat dari lamanya interval waktu mulai saat pemberian steroid
sampai kelahiran, tampak bahwa interval 24 jam sampai tujuh hari memberi
13
keuntungan yang lebih besar dengan rasio kemungkinan (odds ratio/OR) 0,38
terjadinya RDS. Sementara apabila interval kurang dari 24 jam OR 0,70 dan apabila
lebih dari 7 hari OR 0,41. 25,27
Penelitian US Collaborative tahun 1981 melaporkan perbedaan bermakna
insiden RDS dengan pemberian steroid antenatal pada kehamilan 30-34 minggu
dengan interval antara 24 jam sampai dengan tujuh hari. Sementara penelitian
Liggins dan Howie mendapati insidens RDS lebih rendah apabila interval waktu
antara saat pemberian steroid sampai kelahiran adalah dua hari sampai kurang dari
tujuh hari dan perbedaan ini bermakna. Mereka menganjurkan steroid harus
diberikan paling tidak 24 jam sebelum terjadi kelahiran agar terlihat manfaatnya
terhadap pematangan paru janin. Pemberian steroid setelah lahir tidak bermanfaat
karena kerusakan telah terjadi sebelum steroid bekerja. National Institutes of Health
(NIH) merekomendasikan: 25,27
1. Semua wanita hamil dengan kehamilan antara 2434 minggu yang dalam
persalinan prematur mengancam merupakan kandidat untuk pemberian
kortikosteroid antenatal dosis tunggal.
2. Kortikosteroid yang dianjurkan adalah betametason 12 mg sebanyak dua dosis
dengan selang waktu 24 jam atau deksametason 6 mg sebanyak 4 dosis
intramuskular dengan interval 12 jam.
minggu. Terminasi kehamilan adalah terapi definitif yang terbaik untuk ibu untuk
10
mencegah progresifitas PEB. Indikasi untuk penatalaksanaan aktif pada PEB
dilihat baik indikasi pada ibu maupun janin:
1. Indikasi penatalaksanaan PEB aktif pada ibu: 18,19,25
a. kegagalan terapi medikamentosa:
setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan
darah yang persisten
setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan medikamentosa, terjadi
kenaikan desakan darah yang persisten
b. tanda dan gejala impending eklampsia
c. gangguan fungsi hepar
d. gangguan fungsi ginjal
e. dicurigai terjadi solusio plasenta
f. timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, dan perdarahan
g. umur kehamilan 37 minggu
h. Intra Uterine Growth Restriction (IUGR) berdasarkan pemeriksaan USG
timbulnya oligohidramnion
2. Indikasi penatalaksanaan PEB aktif pada janin antara lain yaitu trombositopenia
progresif yang menjurus ke sindrom HELLP (hemolytic anemia, elevated liver
enzymes, and low platelet count). 19
USG dan kesejahteraan janin secara berkala, jika didapatkan tanda perubahan
janin terhambat, evaluasi menggunakan doppler velocimetry terhadap arteri
umbilikal direkomendasikan
Terdapat kontroversi mengenai terminasi kehamilan pada PEB yang belum
cukup bulan. Beberapa ahli berpendapat untuk memperpanjang usia kehamilan
sampai seaterm mungkin sampai tercapainya pematangan paru atau sampai usia
kehamilan di atas 37 minggu. Adapun penatalaksanaan ekspektatif bertujuan: 28,29
1. mempertahankan kehamilan sehingga mencapai umur kehamilan yang
memenuhi syarat janin dapat dilahirkan
2. meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi keselamatan
ibu
Berdasarkan luaran ibu dan anak, berdasarkan usia kehamilan, pada pasien
PEB yang timbul dengan usia kehamilan dibawah 24 minggu, terminasi kehamilan
lebih diutamakan untuk menghindari komplikasi yang dapat mengancam nyawa ibu
(misalnya perdarahan otak). Sedangkan pada pasien PEB dengan usia kehamilan 25
sampai 34 minggu, penanganan ekspektatif lebih disarankan.
Pada pasien dengan PEB, sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam
dengan beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Penderita belum inpartu
a. Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop 8
Dalam melakukan induksi persalinan, bila perlu dapat dilakukan pematangan
serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II dalam
waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan dianggap gagal dan harus disusul
dengan pembedahan sesar.
b. Pembedahan sesar dapat dilakukan jika tidak ada indikasi untuk persalinan
pervaginam atau bila induksi persalinan gagal, terjadi maternal distress, terjadi fetal
distress, atau umur kehamilan < 33 minggu. 30
2. Bila penderita sudah inpartu
a. Perjalan persalinan diikuti dengan grafik Friedman
b. Memperpendek kala II
16
BAB 3
STATUS PASIEN
Identitas Pasien
Nama : Ny. Y
Umur : 27 tahun
Alamat : Jl. Berastagi LK1 Binjai
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Guru
Status : Menikah saat berusia 26 tahun
Tanggal Masuk : 20 April 2017
Jam Masuk : 05.00 WIB
GPA : G1P0A0
Tinggi Badan : 155 cm
BeratBadan : 60 kg
Identitas Suami
Nama : Tn. I
Umur : 29 Tahun
Alamat : Jl. Berastagi LK1 Binjai
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Pegawai BUMN
Status : Menikah saat berusia 28 tahun
ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan Utama : Mules-mules sesekali.
Telaah : Hal ini dialami OS sejak tanggal 20-04-2017 pukul
01.00 WIB ( 5 jam SMRS) bersifat hilang timbul
tanpa dipengaruhi aktifitas. Riwayat Keluar lendir
18
Riwayat Persalinan :
1. Hamil ini.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Presens:
Sens : Compos Mentis Anemis : (-)
TD : 160/90 mmHg Ikterik : (-)
HR : 86 x/i Dispnoe : (-)
RR : 20 x/i Sianosis : (-)
Temp. : 36,50C Oedema : (-)
HPHT : 05/07/2016
TTP : 12/04/2017
ANC : 3 x Sp.OG (dr. Sarma, Sp.OG)
19
Statatus Obstetrik
Pemeriksaan Luar
Abdomen : Membesar asimetris
TFU : 3 jari dibawah prosesus xyphoideus (32cm)
Teregang : Kiri
Terbawah : Kepala
His : 1 x 10/ 10 menit
Gerak : (+)
DJJ : 148 kali/ menit, reguler
Status Ginekologis
Inspekulo : tidak dilakukan pemeriksaan
VT : cervix tertutup
ST : lendir darah (-), air ketuban (-)
Laboratorium (20-04-2017)
JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hemoglobin (HGB) g/dL 14,2 12-16
Eritrosit (RBC) Juta/L 5,01 4,10-5,10
Leukosit (WBC) /L 10.950 4.000-11.000
Hematokrit % 43 36 47
Trombosit (PLT) /L 251.000 150.000-
450.000
MCV fL 85 81-99
MCH pg 28,3 27,0-31,0
MCHC g/dL 33,2 31,0 37,0
RDW % 14,4 11,5 14,5
MPV fL 10,3 6,5-9,5
PCT % 0,260 0,100-0,500
PDW % 12,2 10,0-18,0
Hitung jenis
Neutrofil % 84,70 50-70
Limfosit % 11,00 20 40
Monosit % 4,10 28
Eosinofil % 0,10 13
Basofil % 0,10 01
Neutrofil Absolut 103/L 12,65 2,7 6,5
Limfosit Absolut 103/L 1,65 1,5 3,7
MonositAsolut 103/L 0,61 0,2-0,4
Eosinofil Absolut 103/L 0,02 0 0,10
Basofil Absolut 103/l 0.02 0 0,1
METABOLISME KARBOHIDRAT
21
Diagnosis Kerja
Preeklamsia berat + Primigravida + Kehamilan Dalam Rahim (39-40) minggu +
Presentasi Kepala + Anak Hidup + Inpartu
Terapi
- Bed rest
- O2 2-4L/i
- IVFD RL + Mg2SO4 40% 30cc 14 gtt/i
- Bolus IV MgSO4 20% 20cc
- Nifedipine 4 x 10 mg apabila TD > 180/100 mg maka beri per 30 menit
dengan dosis maksimal 120 mg/24 jam
- Pemasangan foley kateter untuk memantau urine output
Tindakan Lanjut
22
RESUME
Ny. Y, 27 tahun, G1P0A0, Batak, Kristen, Sarjana, Guru, i/d. Tn. I, 29 tahun,
Batak, Kristen, SMK, Pegawai BUMN, datang ke IGD RSUP HAM pada tanggal
20 April 2017 pkl. 05.00 WIB dengan keluhan mules-mules sesekali. Hal ini
dialami OS sejak tanggal 20-04-2017 pukul 01.00 WIB ( 5 jam SMRS) bersifat
hilang timbul tanpa dipengaruhi aktifitas. Riwayat Tekanan darah tinggi dijumpai
sejak 1 minggu ini, dengan tekanan darah tertinggi 170/100 mmHg. Riwayat haid:
HPHT: 05/07/2016, TTP: 12/04/2017, ANC : 3x Sp.OG. Riwayat persalinan:-.
RPT/RP0: -/-. Status presens dijumpai tekanan darah tinggi. Status Obstetrikus:
abdomen membesar asimetris, TFU 3 jari BPX, teregang kiri, terbawah kepala,
gerak (+), his (1x10/10menit), DJJ 148 x/i, regular. Status Ginekologis VT: cervix
tertutup, ST : lendir darah (-), air ketuban (-). Pemeriksaan penunjang USG TAS:
Janin tunggal, presentasi kepala, anak hidup, FM (+), FHR (+), BPD: 9,6 cm, AC:
34,5 cm, FL : 7,26 cm, MVP: 5,25 cm, EFW: 3.604 gr, Plasenta fundal grd III.
kesan: KDR (39-40) minggu + PK + AH. Pasien direncanakan secsio caesarea.
23
FOLLOW UP
20/04/2017
S : nyeri kepala (+)
O : SP : Sens : CM Anemis : (-)
TD : 150/90 mmHg Ikterik : (-)
HR : 86 x/i Sianosis : (-)
RR : 20x/i Dyspneu : (-)
T : 36,5 0C Oedem : (-)
SO : Abdomen : Membesar asimetris
TFU : 4 jari bpx
Teregang : Kiri
Terbawah : Kepala
Gerak : (+)
His : (-)
DJJ : 145 kali/menit, reguler
A : Preeklamsia berat + PG + KDR (39-40) minggu + PK + AH + inpartu
P : Th/ : - Bed Rest
- O2 2-4 L/i
- IVFD RL + Mg2SO4 40% 30cc 14 gtt/i
- Pemasangan kateter
Ibu dibaringkan di meja operasi dengan infus dan kateter terpasang baik. Dilakukan
tindakan aseptik dengan larutan bethadine dan alcohol 70% pada dinding abdomen
24
lalu ditutup dengan doek steril kecuali lapangan operasi. Dibawah anastesi spinal
dilakukan insisi ... mulai dari kutis, subkutis sepanjang 10 cm. Dengan menyisipkan
pinset anatomi dibawahnya, fascia digunting kekiri dan kekanan, otot dikuatkan
secara tumpul. Peritoneum dijepit dengan klem, diangkat, lalu digunting keatas dan
kebawah, dipasang hack blast. Tampak uterus gravidarum sesuai usia kehamilan,
identifikasi SBR dan ligamentum rotundum. Lalu plika vesicouterina digunting
secara konkaf sampai menembus subendometrium. Kemudian endometrium
ditembus secara tumpul dan diperlebar sesuai arah sayatan. Dengan meluksir kepala
maka lahir bayi laki-laki PB: 47cm, BB: 3100 g, A/S: 8/9. Tali pusat diklem pada
2 tempat dan digunting diantaranya. Plasenta dilahirkan dengan traksi pada tali
pusat dan penekanan pada fundus. Kesan lengkap. Kedua sudut kiri dan kanan tepi
luka insisi dijepit dengan oval klem. Kavum uteri dibersihkan dari sisa-sisa selaput
ketuban dengan kasa steril terbuka sampai tidak ada selaput atau bagian plasenta
yang tertinggal. Kesan : bersih. Dilakukan penjahitan hemostasis figure of eight
pada kedua ujung robekan uterus dengan benang chromic cat-gut no.2 dinding
uterus dijahit lapis demi lapis jelujur terkunci overhecting. Evaluasi : tidak ada
pendarahan. Tepitonealisasi dengan plain vatgut no. 1.0. klem peritoneum dipasang
lalu kavum abdomen dibersihkan dan bekuan darah dan cairan ketuban, jesan :
bersih. Evaluasi tuba dan ovarium kanan-kiri, kesan : normal. Lalu peritoneum
dijahit dengan plain catgut no. 00. Kemudia dilakukan jahitan aproximal otot
dinding abdomen dengan plain caitgut no.00. secara simple. Kedua ujung fascia
dijepit dengan kocher, lalu dijahit secara jelujur dengan vicryl no.2/0. Subkutis
dijahit secara simple suture dengan plain catgut no.00. kutis dijahit secara
subkutikular denganvicryl no. 2/0. Luka operasi ditutup dengan kasa steril +
betadine solution. Liang vagina dibersihkan dari sisa-sisa darah dengan kasa
sublimat hingga bersih. KU ibu post operasi : stabil.
Th/ IVFD RL + Oxytosin 10-10-5-5 IU 14gtt/i
IVFD RL + MgSO4 40% 30cc 14 gtt/i
Inj Ceftriaxon 1 gr/12jam
Inj Ketorolac 30 mg/8jam
Inj Ranitidine 50mg/12jam
25
21/04/2017
S :-
O : SP : Sens : CM Anemis : (-)
TD : 130/90 mmHg Ikterik : (-)
HR : 84 x/i Sianosis : (-)
RR : 20 x/i Dyspneu : (-)
T : 36,9 0C Oedem : (-)
SO : Abdomen : Soepel, peristaltik (+) Normal
TFU : 1 jari bawah pusat, kontraksi (+) kuat
L/O : tertutp verban, kesan kering
P/V : (-) lochia (+) rubra
BAK : (+) via kateter, uop 50 cc/jam, kuning jernih
BAB : (-) flatus (+)
A : Post SC a/i preeklamsia berat + NH1
P : - IVFD RL + Mg2SO4 40% 30cc 14 gtt/i (sampai jam 11.00)
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
- Inj. Ketorolac 30mg/8jam
- Inj. Ranitidin 50mg/12jam
- Nifedipine 3 x 10 mg
22/04/2017
S :-
O : SP : Sens : CM Anemis : (-)
TD : 130/80 mmHg Ikterik : (-)
HR : 88 x/i Sianosis : (-)
26
23/04/2017
S :-
O : SP : Sens : CM Anemis : (-)
TD : 120/70 mmHg Ikterik : (-)
HR : 88 x/i Sianosis : (-)
RR : 16 x/i Dyspneu : (-)
T : 36,7 0C Oedem : (-)
SO : Abdomen : Soepel, peristaltik (+) Normal
TFU : 2 jari bawah pusat, kontraksi (+) kuat
L/O : tertutp verban, kesan kering
P/V : (-) lochia (+) rubra
BAK : (+) via kateter, uop 40 cc/jam, kuning jernih
BAB : (-) flatus (+)
A : Post SC a/i preeklamsia berat + NH3
27
P : - Cefadroxile 2 x 500mg
- Asam Mefenamat 3 x 500 mg
- Vitamin B Comp. 2 x 1
- Nifedipine 4 x 10 mg
R/: PBJ
BAB 4
DISKUSI KASUS
No Teori Kasus
1. Epidemiologi Os datang dengan kehamilan
Angka kejadian preeklampsia rata- pertama (primigravida)
rata sebanyak 6% dari seluruh
kehamilan dan 12% pada
kehamilan primigravida. Kejadian
penyakit ini lebih banyak dijumpai
pada primigravida terutama
primigravida pada usia muda
daripada multigravida.2,3
e. Edema pulmonum,
sianosis
f. Gangguan perkembangan
intrauterine
g. Microangiopathic,
hemolytic anemia,
trombositopenia
Jika terjadi tanda-tanda
preeklampsia yang lebih berat dan
disertai dengan adanya kejang,
maka dapat digolongkan ke dalam
eklampsia.
Preklampsia berat dibagi dalam
beberapa kategori, yaitu:2,4
a.PEB tanpa impending eklampsia
b.PEB dengan impending
eklampsia dengan gejala-gejala
impending di antaranya nyeri
kepala, mata kabur, mual dan
muntah, nyeri epigastrium,
dan nyeri abdomen kuadran kanan
atas
3. Tatalaksana Terapi
Wanita hamil dengan PEB - Bed rest
umumnya dilakukan persalinan - O2 2-4L/i
tanpa ada penundaan. Pada - IVFD RL + Mg2SO4 40%
beberapa tahun terakhir, sebuah 30cc 14 gtt/i
pendekatan yang berbeda pada - Bolus IV MgSO4 20% 20cc
wanita dengan PEB mulai - Nifedipine 4 x 10 mg apabila
berubah. Pendekatan ini TD > 180/100 mg maka beri
mengedepankan penatalaksanaan per 30 menit dengan dosis
ekspektatif pada beberapa maksimal 120 mg/24 jam
kelompok wanita dengan tujuan - Pemasangan foley kateter
meningkatkan luaran pada bayi untuk memantau urine output
yang dilahirkan tanpa
memperburuk keamanan ibu.25 Tindakan Lanjut
Adapun terapi - Pantau VS, HIS, DJJ
medikamentosa yang diberikan - SC cito
pada pasien dengan PEB antara
lain adalah: 22,23
a. tirah baring
b. oksigen
c. kateter menetap
d. cairan intravena
e. magnesium sulfat (MgSO4)
30
f. antihipertensi
g. kortikosteroid
BAB 5
KESIMPULAN
Ny. Y, 27 tahun, G1P0A0, datang ke IGD RSUP HAM pada tanggal 20 April 2017
pkl. 05.00 WIB dengan keluhan mules-mules sesekali. Hal ini dialami OS sejak
tanggal 20-04-2017 pukul 01.00 WIB ( 5 jam SMRS). Tekanan darah tinggi
dijumpai sejak 1 minggu ini, dengan tekanan darah tertinggi 170/110 mmHg.
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan USG, OS didiagnosis dengan
Preeklamsia berat + PG + KDR (39-40) minggu + PK + AH + Inpartu. OS diberi
tatalaksana berupa: Bed rest, O2 2-4L/i, IVFD RL + Mg2SO4 40% 30cc 14 gtt/i,
Pemasangan kateter dan tindakan lanjut berupa: Pantau VS, HIS, DJJ. OS
melakukan persalinan secara SC dan dirawat di ruangan selama 3 hari lalu os PBJ
pada tanggal 24 April 2017.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Khan KS, Wojdyla D, Say L, Gulmezoglu AM, Look PFAV. WHO analysis of
causes of maternal death: a systematic review. Lancet,2006;367:1066-74
2. Wiknjosastro, H. Pre-eklampsi Berat. Ilmu Kandungan edisi ketiga. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 1999. 281-308.
3. Cunningham FC, Gant NF, Lenevo KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Hypertensive
disorders in pregnancy. In : William Obstetriks 22nd ed, New York: McGraw
Hill: 2005 : 567-618
4. Simanjuntak JR, Evaluasi Kematian Maternal Penderita Preeklampsia Berat di
RSUD Dr.Pirngadi Medan tahun 1993-1997 Medan, Fakultas Kedoketeran
Universitas Sumatera Utara. Tesis. 1999
5. Churchill D, Duley L. Interventionist versus expectant care for severe
preeclampsia before term. Cochrane Database Syst Rev 2002(3):CD003106.
6. 6. Loombard H, Pattinson B, Interventionist versus expectant care for severe
preeclampsia before term : RHL commentary, The WHO Reproductive Health
Library;Geneva:World Health Organization, 2004.
7. Committee on Technical Bulletins of the American College of Obstetricians and
Gynecologists. Hypertension in pregnancy. ACOG technical bulletin. Number
219January 1996. Int J Gynaecol Obstet 1996; 53: 17583.
8. Sibai BM, Mercer BM, Schiff E, Friedman SA. Aggressive versus expectant
management of severe preeklampsia at 28 to 32 weeks' gestation: A randomized
controlled trial. Am J Obstet Gynecol 1994, Sep;171(3):818-22.
9. Sarsam DS, Shamden M, Al Wazan R. Expectant versus aggressive
management in severe preeklampsia remote from term. Singapore Med J 2008,
Sep;49(9):698- 703.
10. Hipertensi Gestasional dalam ALARM. The SOGCs Advanced In Labour And
Risk Management (ALARM) International Program, 2010.
11. Abdel-Hady el-S, Fawzy M, El-Negeri M, Nezar M, Ragab A, Helal AS. Is
expectant management of early-onset severe preeklampsia worthwhile in
lowresource settings? Arch Gynecol Obstet 2010, Jul;282(1):23-7.
12. Gaugler-Senden IPM, Huijssoon AG, Visser W, Steegers EAP, de Groot CJM.
Maternal and perinatal outcome of preeklampsia with an onset before 24 weeks
gestation : Audit in a tertiary referral center. European Journal of Obstetrics &
Gynecology and Reproductive Biology 2006;128(1-2):216-21.
13. 13. Alanis MC, Robinson CJ, Hulsey TC, Ebeling M, Johnson DD. Early-Onset
severe preeklampsia: Induction of labor vs elective cesarean delivery and
neonatal outcomes. Am J Obstet Gynecol 2008, Sep;199(3):262.e1-6.
33
14. 14. Brandon JB, Amy EH, Nicholas CL, Hypertensive disorders in pregnancy.
In : The Johns Hopkins Manual of Gynecology and Obstetriks. 22nd ed
Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins; 2002 : 183-94
15. Hauth JC, Cunningham FC, Preeklampsia-eclampsia In : Lindheimer MD,
Roberts JM, editors Chesley`s Hypertensive Disorders in Pregnancy(2nd ed).
Stamford CT:Appleton& Lange, 1999:169-99
16. Working group on High blood Pressure on Pregnancy, Report of the National
High Blood Pressure Education Program. Am J Obstet Gynecol 2000; 183: S1-
S21
17. Junaedi A, Soejoenoes A, Kematian maternal di RSUP Dr.Kariadi Semarang
tahun 1991-1995. Naskah lengkap POGI Cabang Semarang. PIT POGI Padang
1996
18. Relf CM, How to identify and manage preeklampsia, Women`s Health in
Primary Care, May 2003;6(5):235-43
19. Lana K Wagner, Diagnosis and Management of preeklampsia. Am Fam
Physician , 2004, 70:2317-24
20. Anggorowati D, Hadisaputra H, Kejadian preeklampsia/eklampsia di RSDK
tahun 1997-1999. Kumpulan makalah/Kuliah utama. KOGI X Denpasar: POGI
Cabang Semarang 2000
21. Gilstrap LC, Ramin MS, Diagnosis and management of preeklampsia and
eclampsia. American College of Obstetricians and Gynaecologist 2002;33;159-
67
22. Coppage K, Sibai B, Management of severe preeklampsia, in Preeklampsia
Etiology and Clinical Practise editor Lyall F, Belford M, Cambridge University
Press, 2007. Lyall, Fiona; and Belfort, Michael. Pre-eclampsia. Cambridge
University Press, 2001. Cambridge Books Online. Cambridge University Press.
06 October 2011 http://dx.doi.org/10.1017/CBO9780511545634
23. Arias Fernando, Preeklampsia and Eclampsia: Practical Guide TO High-Risk
Pregnanacy and Delivery, 2 nd ed, Mosby Year Book, 1993: 183-210.
24. 24. Sibai BM, Barton JR: Expectant management of severe preeklampsia
remote from term: Patient selection, treatment, and delivery indications. Am J
Obstet Gynecol, 2007: 196:514.e1-514.e9.
25. American College of Obstetricians and Gynecologists. Antenatal corticosteroid
therapy for fetal maturation. ACOG Committee Opinion No. 210, American
College of Obstetricians and Gynecologists, Washington DC 1998.
26. Schiff E, Friedman SA, Mercer BM, et al: Fetal lung maturity is not accelerated
in preeclamptic pregnancies. Am J Obstet Gynecol 1993:169: 1096-1101.
27. Crowley P: Antenatal corticosteroid therapy: A metal-analysis of the
randomized trials, 1972-1994. Am J Obstet Gynecol 1995:173:322-335.
34
28. Hall DR, Odendaal HJ, Kirsten GF, et al: Expectant management of early onset,
severe pre-eclampsia: Perinatal outcome. Br J Obstet Gynaecol 2000:107:1258-
1264.
29. Friedman SA, Lubarsky S, Schiff E. Expectant management of severe
preeklampsia remote from term. Clin Obstet Gynecol 1999:42:470-8.
30. Coppage, KH, Polzin, WJ. Severe preeklampsia and delivery outcomes: Is
immediate cesarean delivery beneficial?. Am J Obstet Gynecol 2002; 186:921.