Anda di halaman 1dari 37

Preeklampsia

Disusun Oleh :
1. Thamrin Ciatawi 120100368
2. Annisa Rieko Miranti 120100399
3. Maria Anastasia Wibisono 120100110
4. Fitriyani Sarumaha 120100306
5. Nur Amiera Farahanum 120100526

Pembimbing:
dr. Herbert Sihite, M.Ked(OG), Sp.OG

Mentor:
dr. M. Ramadhan H

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
MEDAN
2017
i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
yang berjudul Preeklampsia.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing, dr.
Herbert Sihite, M.Ked(OG), Sp.OG dan mentor dr. M. Ramadhan H yang telah
memberikan bimbingan dalam penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya.

Medan, April 2017

Penulis
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................................... 1
1.3 Manfaat ................................................................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 3
2.1 Definisi Preeklampsia ......................................................................................... 3
2.2 Etiologi.................................................................................................................. 3
2.3 Klasifikasi ............................................................................................................. 4
2.4 Insidens dan Faktor Risiko ................................................................................. 5
2.5 Patofisiologi ......................................................................................................... 6
2.6 Manifestasi Klinis................................................................................................ 9
2.7 Penatalaksanaan ................................................................................................. 10
BAB 3 STATUS PASIEN ............................................................................. 17
BAB 4 DISKUSI KASUS .............................................................................. 28
BAB 5 KESIMPULAN ................................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 32
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka kematian ibu meningkat karena komplikasi yang dapat mengenai
berbagai sistem tubuh.1 Preeklampsia merupakan salah satu penyebab kematian ibu
dengan angka kejadian rata-rata sebesar 6% dari seluruh kehamilan dan 12% pada
kehamilan primigravida. Kejadian penyakit ini lebih banyak dijumpai pada
primigravida terutama primigravida pada usia muda daripada multigravida.2,3
Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia adalah hipertensi dan
proteinuria. Gejala ini merupakan keadaan yang biasanya tidak disadari oleh wanita
hamil. Pada waktu keluhan lain seperti sakit kepala, gangguan penglihatan, dan
nyeri epigastrium mulai timbul, hipertensi dan proteinuria yang terjadi biasanya
sudah berat dan dapat menyebabkan kematian. 3,4
Penyebab kematian terbanyak wanita hamil akibat preeklampsia adalah
perdarahan intraserebral dan edema paru. Angka kematian ibu akibat kasus
preeklampsia bervariasi antara 0-4%. 5
Efek preeklampsia pada kematian perinatal berkisar antara 10-28%.
Sementara penyebab terbanyak kematian perinatal disebabkan prematuritas,
pertumbuhan janin terhambat, dan solutio plasenta. Insidens preeklampsia sebesar
45 kasus per 10.000 kelahiran hidup pada negara maju. 7 Di negara berkembang
insidensnya bervariasi antara 610 kasus per 10.000 kelahiran hidup.5

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk melaporkan kasus
preeklampsia yang ditemukan di lapangan dan membandingkan dengan landasan
teori yang sesuai. Penyusunan makalah ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan
kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Obstetri
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2

1.3 Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan penulis
maupun pembaca khususnya peserta P3D untuk mengintegrasikan teori yang ada
dengan aplikasi kasus yang dijumpai di lapangan. Laporan kasus ini uga diharapkan
dapat menjadi tambahan informasi ilmiah dan wawasan bagi penulis dan pembaca
mengenai preeklampsia.
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Preeklampsia


Preeklampsia merupakan kumpulan gejala atau sindroma yang mengenai
wanita hamil dengan usia kehamilan di atas 20 minggu dengan tanda utama berupa
adanya hipertensi dan proteinuria. Bila seorang wanita memenuhi kriteria
preeklampsia dan disertai kejang yang bukan disebabkan oleh penyakit neurologis
dan atau koma maka ia dikatakan mengalami eklampsia. Umumnya wanita hamil
tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskular atau hipertensi
sebelumnya.2,3
Kumpulan gejala itu berhubungan dengan vasospasme, peningkatan
resistensi pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ. Kelainan yang
berupa lesi vaskuler tersebut mengenai berbagai sistem organ, termasuk plasenta.
Selain itu, sering pula dijumpai peningkatan aktivasi trombosit dan aktivasi sistem
koagulasi. 7

2.2 Etiologi
Etiologi preeklampsia sampai sekarang belum diketahui dengan pasti.
Banyak teori dikemukakan, tetapi belum ada yang mampu memberi jawaban yang
memuaskan. Oleh karena itu, preeklampsia sering disebut sebagai the disease of
theory. Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut7 :
1. Peningkatan angka kejadian preeklampsia pada primigravida,
kehamilan ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa
2. Peningkatan angka kejadian preeklampsia seiring bertambahnya usia
kehamilan
3. Perbaikan keadaan pasien dengan kematian janin dalam uterus
4. Penurunan angka kejadian preeklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya
5. Mekanisme terjadinya tanda-tanda preeklampsia, seperti hipertensi, edema,
proteinuria, kejang dan koma
4

Sedikitnya terdapat empat hipotesis mengenai etiologi preeklampsia hingga


saat ini, yaitu:14,15
1. Iskemia plasenta, yaitu invasi trofoblas yang tidak normal terhadap arteri spiralis
sehingga menyebabkan berkurangnya sirkulasi uteroplasenta yang dapat
berkembang menjadi iskemia plasenta.
2. Peningkatan toksisitas very low density lipoprotein (VLDL).
3. Maladaptasi imunologi, yang menyebabkan gangguan invasi arteri spiralis oleh
sel-sel sinsitiotrofoblas dan disfungsi sel endotel yang diperantarai oleh
peningkatan pelepasan sitokin, enzim proteolitik dan radikal bebas.
4. Genetik, teori yang paling diterima saat ini adalah teori iskemia plasenta.
Namun, banyak faktor yang menyebabkan preeklampsia dan di antara faktor-
faktor yang ditemukan tersebut seringkali sukar ditentukan apakah faktor
penyebab atau merupakan akibat.

2.3 Klasifikasi
Preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat:7,16
1. Preeklampsia ringan
Dikatakan preeklampsia ringan bila :
a. Tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg dan tekanan darah
b. Diastolik 90-110 mmHg
c. Proteinuria minimal (< 2g/L/24 jam)
d. Tidak disertai gangguan fungsi organ
2. Preeklampsia berat
Dikatakan preeklampsia berat bila :
a. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik >110
mmHg
b. Proteinuria (> 5 g/L/24 jam) atau positif 3 atau 4 pada pemeriksaan
kuantitatif
c. Bisa disertai dengan :
i. Oliguria (urin 400 mL/24jam)
ii. Keluhan serebral, gangguan penglihatan
5

iii. Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas atau daerah epigastrium
iv. Gangguan fungsi hati dengan hiperbilirubinemia
v. Edema pulmonum, sianosis
vi. Gangguan perkembangan intrauterine
vii. Microangiopathic hemolytic anemia, trombositopenia
Jika terjadi tanda-tanda preeklampsia yang lebih berat dan disertai dengan
adanya kejang, maka dapat digolongkan ke dalam eklampsia.
Preklampsia berat dibagi dalam beberapa kategori, yaitu:2,4
a. PEB tanpa impending eklampsia
b. PEB dengan impending eklampsia dengan gejala-gejala impending di antaranya
nyeri kepala, mata kabur, mual dan muntah, nyeri epigastrium, dan nyeri abdomen
kuadran kanan atas.

2.4 Insidens dan Faktor Risiko


Insidens preeklampsia sebesar 45 kasus per 10.000 kelahiran hidup pada
negara maju. 7 Di negara berkembang insidensnya bervariasi antara 610 kasus per
10.000 kelahiran hidup. 17 Angka kematian ibu akibat kasus preeklampsia
bervariasi antara 0-4%. 1
Angka kematian ibu meningkat karena komplikasi yang dapat mengenai
berbagai sistem tubuh. Penyebab kematian terbanyak wanita hamil akibat
preeklampsia adalah perdarahan intraserebral dan edema paru. Efek preeklampsia
pada kematian perinatal berkisar antara 10-28%. Penyebab terbanyak kematian
perinatal disebabkan prematuritas, pertumbuhan janin terhambat, dan solutio
plasenta. Sekitar 75% eklampsia terjadi antepartum dan sisanya terjadi pada
postpartum. Hampir semua kasus (95%) eklampsia antepartum terjadi pada
trimester ketiga. 18,19
Angka kejadian preeklampsia rata-rata sebanyak 6% dari seluruh kehamilan
dan 12% pada kehamilan primigravida. Kejadian penyakit ini lebih banyak
dijumpai pada primigravida terutama primigravida pada usia muda daripada
multigravida.2,3
6

Penelitian mengenai prevalensi preeklampsia dan PEB di Indonesia


dilakukan di Rumah Sakit Denpasar. Pada primigravida frekuensi
preeklampsia/eklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida,
terutama primigravida muda. Hasil penelitian tersebut menunjukkan insidensi
preeklampsia pada primigravida 11,03%. Angka kematian maternal akibat penyakit
ini 8,07% dan angka kematian perinatal 27,42%. Sedangkan pada periode Juli 1997
s/d Juni 2000 didapatkan 191 kasus (1,21%) PEB dengan 55 kasus di antaranya
dirawat konservatif. 20
Selain primigravida, faktor risiko preeklampsia lain di antaranya adalah7,14,15:
1. nullipara
2. kehamilan ganda
3. obesitas
4. riwayat keluarga dengan preeklampsia atau eklampsia
5. riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
6. abnormalitas uterus yang diperoleh pada Doppler pada usia kandungan
18 dan 24 minggu
7. diabetes melitus gestasional
8. trombofilia
9. hipertensi atau penyakit ginjal

2.5 Patofisiologi
Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya spasme
pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Bila spasme arteriolar juga
ditemukan di seluruh tubuh, maka dapat dipahami bahwa tekanan darah yang
meningkat merupakan kompensasi mengatasi kenaikan tahanan perifer agar
oksigenasi jaringan tetap tercukupi. Sedangkan peningkatan berat badan dan edema
yang disebabkan penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial belum
diketahui penyebabnya. Beberapa literatur menyebutkan bahwa pada preeklampsia
dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan kadar prolaktin yang tinggi
dibandingkan pada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan
7

volume plasma dan mengatur retensi air serta natrium. Pada preeklampsia
permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.14,15
Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal ialah karena vasodilatasi
perifer yang diakibatkan turunnya tonus otot polos arteriol. Hal ini kemungkinan
akibat meningkatnya kadar progesteron di sirkulasi, dan atau menurunnya kadar
vasokonstriktor seperti angiotensin II, adrenalin, dan noradrenalin, dan atau
menurunnya respon terhadap zat-zat vasokonstriktor. Semua hal tersebut akan
meningkatkan produksi vasodilator atau prostanoid seperti PGE2 atau PGI2. Pada
trimester ketiga akan terjadi peningkatan tekanan darah yang normal seperti
tekanan darah sebelum hamil. 14-6
1. Regulasi volume darah
Pengendalian garam dan homeostasis meningkat pada preeklampsia.
Kemampuan untuk mengeluarkan natrium juga terganggu, tetapi pada derajat mana
hal ini terjadi sangat bervariasi dan pada keadaan berat mungkin tidak dijumpai
adanya edema. Bahkan jika dijumpai edema interstitial, volume plasma adalah lebih
rendah dibandingkan pada wanita hamil normal dan akan terjadi hemokonsentrasi.
Terlebih lagi suatu penurunan atau suatu peningkatan ringan volume plasma dapat
menjadi tanda awal hipertensi.
2. Volume darah, hematokrit, dan viskositas darah
Rata-rata volume plasma menurun 500 ml pada preeklampsia dibandingkan
hamil normal, penurunan ini lebih erat hubungannya dengan wanita yang
melahirkan bayi dengan berat bayi lahir rendah (BBLR).
3. Aliran Darah di Organ-Organ
a. Aliran darah di otak.
Pada preeklampsia arus darah dan konsumsi oksigen berkurang 20%. Hal ini
berhubungan dengan spasme pembuluh darah otak yang mungkin merupakan suatu
faktor penting dalam terjadinya kejang pada preeklampsia maupun perdarahan otak.
b. Aliran darah ginjal dan fungsi ginjal
Terjadi perubahan arus darah ginjal dan fungsi ginjal yang sering menjadi
penanda pada kehamilan muda. Pada preeklampsia arus darah efektif ginjal rata-
rata berkurang 20%, dari 750ml menjadi 600ml/menit, dan filtrasi glomerulus
8

berkurang rata-rata 30%, dari 170 menjadi 120ml/menit, sehingga terjadi


penurunan filtrasi. Pada kasus berat akan terjadi oligouria, uremia dan pada sedikit
kasus dapat terjadi nekrosis tubular dan kortikal.
Plasenta ternyata membentuk renin dalam jumlah besar, yang fungsinya
mungkin sebagai cadangan menaikkan tekanan darah dan menjamin perfusi
plasenta yang adekuat. Pada kehamilan normal renin plasma, angiotensinogen,
angiotensinogen II, dan aldosteron meningkat nyata di atas nilai normal wanita
tidak hamil. Perubahan ini merupakan kompensasi akibat meningkatnya kadar
progesteron dalam sirkulasi. Pada kehamilan normal efek progesteron diimbangi
oleh renin, angiotensin, dan aldosteron, tetapi keseimbangan ini tidak terjadi pada
preeklampsia.
Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya preeklampsia adalah
iskemi uteroplasenter dimana terjadi ketidakseimbangan antara massa plasenta
yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang.
Apabila terjadi hipoperfusi uterus, akan dihasilkan lebih banyak renin uterus yang
mengakibatkan vasokonstriksi dan meningkatnya kepekaan pembuluh darah. Di
samping itu angiotensin menimbulkan vasodilatasi lokal pada uterus akibat efek
prostaglandin sebagai mekanisme kompensasi dari hipoperfusi uterus.4
Laju filtrasi glomerulus dan arus plasma ginjal menurun pada preeklampsia,
tetapi karena hemodinamik pada kehamilan normal meningkat 30% sampai 50%,
nilai pada preeklampsia masih di atas atau sama dengan nilai wanita tidak hamil.
Klirens fraksi asam urat yang menurun, kadang-kadang beberapa minggu sebelum
ada perubahan pada GFR, dan hiperuricemia dapat merupakan gejala awal.
Dijumpai pula peningkatan pengeluaran protein biasanya ringan sampai sedang.
Preeklampsia merupakan penyebab terbesar sindrom nefrotik pada kehamilan.
Penurunan hemodinamik ginjal dan peningkatan protein urin adalah bagian
dari lesi morfologi khusus yang melibatkan pembengkakan sel-sel intrakapiler
glomerulus yang merupakan tanda khas patologi ginjal pada preeklampsia.
c. Aliran darah uterus dan choriodesidua
Perubahan arus darah di uterus dan choriodesidua adalah perubahan
patofisiologi terpenting pada preeklampsia, dan mungkin merupakan faktor
9

penentu hasil kehamilan. Namun yang disayangkan adalah belum ada satu pun
metode pengukuran arus darah yang memuaskan baik di uterus maupun di
desidua.1,2
d. Aliran darah di paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya karena edema paru
yang menimbulkan dekompensasi cordis.
e. Aliran darah di mata
Dapat dijumpai adanya edema dan spasme pembuluh darah orbital. Bila
terjadi hal hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya preeklampsia berat. Gejala
lain yang mengarah ke eklampsia adalah skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini
disebabkan oleh adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di
korteks serebri atau dalam retina.
f. Keseimbangan air dan elektrolit
Terjadi peningkatan kadar gula darah yang meningkat untuk sementara, asam
laktat dan asam organik lainnya, sehingga konvulsi selesai, zat-zat organik
dioksidasi dan dilepaskan natrium yang lalu bereaksi dengan karbonik dengan
terbentuknya natrium bikarbonat. Dengan demikian cadangan alkali dapat pulih
kembali.

2.6 Manifestasi Klinis


Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia adalah hipertensi dan
proteinuria. Gejala ini merupakan keadaan yang biasanya tidak disadari oleh wanita
hamil. Pada waktu keluhan lain seperti sakit kepala, gangguan penglihatan, dan
nyeri epigastrium mulai timbul, hipertensi dan proteinuria yang terjadi biasanya
sudah berat. 21
Kelainan dasar pada preeklampsia adalah vasospasme arteriol sehingga tanda
peringatan awal muncul adalah peningkatan tekanan darah. Tekanan diastolik
merupakan tanda prognostik yang lebih baik dibandingkan tekanan sistolik dan
tekanan diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih menetap menunjukan keadaan
abnormal. 21-3
10

Peningkatan berat badan yang mendadak serta berlebihan terutama


disebabkan oleh retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul gejala
edema nondependen yang terlihat jelas, seperti edema kelopak mata, kedua lengan,
atau tungkai yang membesar. 21-3
Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu penyebab
fungsional dan bukan organik. Pada preeklampsia awal, proteinuria mungkin hanya
minimal atau tidak ditemukan sama sekali. Pada kasus yang berat, proteinuria
biasanya dapat ditemukan dan mencapai 10 gr/l. Proteinuria hampir selalu timbul
kemudian dibandingkan dengan hipertensi dan biasanya terjadi setelah kenaikan
berat badan yang berlebihan. 21-3
Nyeri kepala jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi semakin sering
terjadi pada kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis
dan oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa. Pada wanita
hamil yang mengalami serangan eklampsia, nyeri kepala hebat hampir selalu
mendahului serangan kejang pertama. 3 Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan
atas merupakan keluhan yang sering ditemukan pada preeklampsia berat dan dapat
menjadi predikator serangan kejang yang akan terjadi. Keluhan ini mungkin
disebabkan oleh regangan kapsula hepar akibat edema atau perdarahan. 3
Gangguan penglihatan yang dapat terjadi di antaranya pandangan yang
sedikit kabur, skotoma, hingga kebutaan sebagian atau total. Keadaan ini
disebabkan oleh vasospasme, iskemia, dan perdarahan petekie pada korteks
3
oksipital.

2.7 Penatalaksanaan
Tujuan dasar dari penatalaksanaan preeklampsia adalah 2,3:
1. terminasi kehamilan dengan kemungkinan setidaknya terdapat trauma pada ibu
maupun janin
2. kelahiran bayi yang dapat bertahan
3. pemulihan kesehatan lengkap pada ibu. Persalinan merupakan pengobatan untuk
preeklampsia. Jika diketahui atau diperkirakan janin memiliki usia gestasi preterm,
11

kecenderungannya adalah mempertahankan sementara janin di dalam uterus selama


beberapa minggu untuk menurunkan risiko kematian neonatus. 24
Wanita hamil dengan PEB umumnya dilakukan persalinan tanpa ada
penundaan. Pada beberapa tahun terakhir, sebuah pendekatan yang berbeda pada
wanita dengan PEB mulai berubah. Pendekatan ini mengedepankan
penatalaksanaan ekspektatif pada beberapa kelompok wanita dengan tujuan
meningkatkan luaran pada bayi yang dilahirkan tanpa memperburuk keamanan
ibu.25
Adapun terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien dengan PEB
antara lain adalah: 22,23
a. tirah baring
b. oksigen
c. kateter menetap
d. cairan intravena
Cairan intravena yang dapat diberikan dapat berupa kristaloid maupun koloid
dengan jumlah input cairan 1500 ml/24 jam dan berpedoman pada diuresis,
insensible water loss, dan central venous pressure (CVP). Balans cairan ini harus
selalu diawasi.
e. Magnesium sulfat (MgSO4)
Obat ini diberikan dengan dosis 20 cc MgSO4 20% secara intravena loading
dose dalam 4-5 menit. Kemudian dilanjutkan dengan MgSO4 40% sebanyak 30 cc
dalam 500 cc ringer laktat (RL) atau sekitar 14 tetes/menit. Magnesium sulfat ini
diberikan dengan beberapa syarat, yaitu:
1. refleks patella normal
2. frekuensi respirasi >16x per menit
3. produksi urin dalam 4 jam sebelumnya >100cc atau 0.5 cc/kgBB/jam
4. disiapkannya kalsium glukonas 10% dalam 10 cc sebagai antidotum. Bila
nantinya ditemukan gejala dan tanda intoksikasi maka kalsium glukonas
tersebut diberikan dalam tiga menit.
12

f. Antihipertensi
Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastolik >110 mmHg. Pilihan
antihipertensi yang dapat diberikan adalah nifedipin 10 mg. Setelah 1 jam, jika
tekanan darah masih tinggi dapat diberikan nifedipin ulangan 10 mg dengan interval
satu jam, dua jam, atau tiga jam sesuai kebutuhan. Penurunan tekanan darah pada
PEB tidak boleh terlalu agresif yaitu tekanan darah diastol tidak kurang dari 90
mmHg atau maksimal 30%. Penggunaan nifedipin ini sangat dianjurkan karena
harganya murah, mudah didapat, dan mudah mengatur dosisnya dengan efektifitas
yang cukup baik.
g. Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid direkomendasikan pada semua wanita usia
kehamilan 24-34 minggu yang berisiko melahirkan prematur, termasuk pasien
dengan PEB. Preeklampsia sendiri merupakan penyebab 15% dari seluruh
kelahiran prematur. Ada pendapat bahwa janin penderita preeklampsia berada
dalam keadaan stres sehingga mengalami percepatan pematangan paru. Akan tetapi
menurut Schiff dkk, tidak terjadi percepatan pematangan paru pada penderita
preeklampsia. 25,26
Gluck pada tahun 1979 menyatakan bahwa produksi surfaktan dirangsang oleh
adanya komplikasi kehamilan antara lain hipertensi dalam kehamilan yang
berlangsung lama. Hal yang sama juga dilaporkan Chiswick (1976) dan Morrison
(1977) yaitu rasio L/S yang matang lebih tinggi pada penderita hipertensi dalam
kehamilan yang lahir prematur. Sementara itu, Owen dkk (1990) menyimpulkan
bahwa komplikasi kehamilan terutama hipertensi dalam kehamilan tidak
memberikan keuntungan terhadap kelangsungan hidup janin. Banias dkk dan
Bowen dkk juga melaporkan terjadi peningkatan insidens respiratory distress
syndrome (RDS) pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita hipertensi dalam
26
kehamilan.
Dalam lebih dari dua dekade, kortikosteroid telah diberikan pada masa
antenatal dengan maksud mengurangi komplikasi, terutama RDS, pada bayi
prematur. Apabila dilihat dari lamanya interval waktu mulai saat pemberian steroid
sampai kelahiran, tampak bahwa interval 24 jam sampai tujuh hari memberi
13

keuntungan yang lebih besar dengan rasio kemungkinan (odds ratio/OR) 0,38
terjadinya RDS. Sementara apabila interval kurang dari 24 jam OR 0,70 dan apabila
lebih dari 7 hari OR 0,41. 25,27
Penelitian US Collaborative tahun 1981 melaporkan perbedaan bermakna
insiden RDS dengan pemberian steroid antenatal pada kehamilan 30-34 minggu
dengan interval antara 24 jam sampai dengan tujuh hari. Sementara penelitian
Liggins dan Howie mendapati insidens RDS lebih rendah apabila interval waktu
antara saat pemberian steroid sampai kelahiran adalah dua hari sampai kurang dari
tujuh hari dan perbedaan ini bermakna. Mereka menganjurkan steroid harus
diberikan paling tidak 24 jam sebelum terjadi kelahiran agar terlihat manfaatnya
terhadap pematangan paru janin. Pemberian steroid setelah lahir tidak bermanfaat
karena kerusakan telah terjadi sebelum steroid bekerja. National Institutes of Health
(NIH) merekomendasikan: 25,27
1. Semua wanita hamil dengan kehamilan antara 2434 minggu yang dalam
persalinan prematur mengancam merupakan kandidat untuk pemberian
kortikosteroid antenatal dosis tunggal.
2. Kortikosteroid yang dianjurkan adalah betametason 12 mg sebanyak dua dosis
dengan selang waktu 24 jam atau deksametason 6 mg sebanyak 4 dosis
intramuskular dengan interval 12 jam.

2.7.1 Penanganan Aktif


Indikasi Persalinan pada preeklampsia tanpa gejala berat:
Usia kehamilan lebih > 37 minggu atau
Usia > 34 minggu dengan:
Persalinan atau ketuban pecah
Perburukan kondisi ibu dan janin
Pertumbuhan janin terhambat
Didapatkan solusio plasenta
Kehamilan dengan PEB sering dihubungkan dengan peningkatan mortalitas
perinatal dan peningkatan morbiditas serta mortalitas ibu. Sehingga beberapa ahli
berpendapat untuk terminasi kehamilan setelah usia kehamilan mencapai 34
14

minggu. Terminasi kehamilan adalah terapi definitif yang terbaik untuk ibu untuk
10
mencegah progresifitas PEB. Indikasi untuk penatalaksanaan aktif pada PEB
dilihat baik indikasi pada ibu maupun janin:
1. Indikasi penatalaksanaan PEB aktif pada ibu: 18,19,25
a. kegagalan terapi medikamentosa:
setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan
darah yang persisten
setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan medikamentosa, terjadi
kenaikan desakan darah yang persisten
b. tanda dan gejala impending eklampsia
c. gangguan fungsi hepar
d. gangguan fungsi ginjal
e. dicurigai terjadi solusio plasenta
f. timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, dan perdarahan
g. umur kehamilan 37 minggu
h. Intra Uterine Growth Restriction (IUGR) berdasarkan pemeriksaan USG
timbulnya oligohidramnion
2. Indikasi penatalaksanaan PEB aktif pada janin antara lain yaitu trombositopenia
progresif yang menjurus ke sindrom HELLP (hemolytic anemia, elevated liver
enzymes, and low platelet count). 19

2.7.2 Penanganan Ekspektatif


Manajemen ekspektatif pada preeklampsia tanpa gejala berat:
1. Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia tanpa
gejala berat dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dengn evaluasi
maternal dan janin yang lebih ketat
2. Perawatan poliklinik secara ketat dapat dilakukan pada kasus preeklampsia
tanpa gejala berat
3. Evaluasi ketat yang dilakukan adalah: evaluasi gejala maternal dan gerakan
janin setiap hari, evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu secara
poliklinis, evaluasi jumlah trombosit dan fungsi liver setiap minggu, evaluasi
15

USG dan kesejahteraan janin secara berkala, jika didapatkan tanda perubahan
janin terhambat, evaluasi menggunakan doppler velocimetry terhadap arteri
umbilikal direkomendasikan
Terdapat kontroversi mengenai terminasi kehamilan pada PEB yang belum
cukup bulan. Beberapa ahli berpendapat untuk memperpanjang usia kehamilan
sampai seaterm mungkin sampai tercapainya pematangan paru atau sampai usia
kehamilan di atas 37 minggu. Adapun penatalaksanaan ekspektatif bertujuan: 28,29
1. mempertahankan kehamilan sehingga mencapai umur kehamilan yang
memenuhi syarat janin dapat dilahirkan
2. meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi keselamatan
ibu
Berdasarkan luaran ibu dan anak, berdasarkan usia kehamilan, pada pasien
PEB yang timbul dengan usia kehamilan dibawah 24 minggu, terminasi kehamilan
lebih diutamakan untuk menghindari komplikasi yang dapat mengancam nyawa ibu
(misalnya perdarahan otak). Sedangkan pada pasien PEB dengan usia kehamilan 25
sampai 34 minggu, penanganan ekspektatif lebih disarankan.
Pada pasien dengan PEB, sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam
dengan beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Penderita belum inpartu
a. Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop 8
Dalam melakukan induksi persalinan, bila perlu dapat dilakukan pematangan
serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II dalam
waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan dianggap gagal dan harus disusul
dengan pembedahan sesar.
b. Pembedahan sesar dapat dilakukan jika tidak ada indikasi untuk persalinan
pervaginam atau bila induksi persalinan gagal, terjadi maternal distress, terjadi fetal
distress, atau umur kehamilan < 33 minggu. 30
2. Bila penderita sudah inpartu
a. Perjalan persalinan diikuti dengan grafik Friedman
b. Memperpendek kala II
16

c. Pembedahan cesar dilakukan bila terdapat maternal distress dan fetal


distress.
d. Primigravida direkomendasikan pembedahan cesar.
e. Anastesi: regional anastesia, epidural anastesia. Tidak dianjurkan anastesia
umum. 30
17

BAB 3
STATUS PASIEN

Identitas Pasien
Nama : Ny. Y
Umur : 27 tahun
Alamat : Jl. Berastagi LK1 Binjai
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Guru
Status : Menikah saat berusia 26 tahun
Tanggal Masuk : 20 April 2017
Jam Masuk : 05.00 WIB
GPA : G1P0A0
Tinggi Badan : 155 cm
BeratBadan : 60 kg

Identitas Suami
Nama : Tn. I
Umur : 29 Tahun
Alamat : Jl. Berastagi LK1 Binjai
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Pegawai BUMN
Status : Menikah saat berusia 28 tahun

ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan Utama : Mules-mules sesekali.
Telaah : Hal ini dialami OS sejak tanggal 20-04-2017 pukul
01.00 WIB ( 5 jam SMRS) bersifat hilang timbul
tanpa dipengaruhi aktifitas. Riwayat Keluar lendir
18

bercampur darah dari kemaluan tidak dijumpai.


Riwayat Keluar air-air dari kemaluan tidak
dijumpai. Riwayat trauma tidak dijumpai. Riwayat
perut dikusuk-kusuk tidak dijumpai. Riwayat
minum jamu-jamuan tidak dijumpai. Riwayat
Tekanan darah tinggi dijumpai sejak 1 minggu ini,
dengan tekanan darah tertinggi 170/100 mmHg.
Riwayat tekanan darah tinggi sebelum hamil tidak
dijumpai. Riwayat nyeri kepala dijumpai. Riwayat
Pandangan kabur tidak dijumpai. Riwayat nyeri ulu
hati tidak dijumpai. BAK dijumpai normal dan BAB
dijumpai normal.

Riwayat penyakit terdahulu : -


Riwayat penggunaan obat :-

Riwayat Persalinan :
1. Hamil ini.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Presens:
Sens : Compos Mentis Anemis : (-)
TD : 160/90 mmHg Ikterik : (-)
HR : 86 x/i Dispnoe : (-)
RR : 20 x/i Sianosis : (-)
Temp. : 36,50C Oedema : (-)

HPHT : 05/07/2016
TTP : 12/04/2017
ANC : 3 x Sp.OG (dr. Sarma, Sp.OG)
19

Statatus Obstetrik
Pemeriksaan Luar
Abdomen : Membesar asimetris
TFU : 3 jari dibawah prosesus xyphoideus (32cm)
Teregang : Kiri
Terbawah : Kepala
His : 1 x 10/ 10 menit
Gerak : (+)
DJJ : 148 kali/ menit, reguler

Status Ginekologis
Inspekulo : tidak dilakukan pemeriksaan
VT : cervix tertutup
ST : lendir darah (-), air ketuban (-)

USG TAS (20/04/17)


Janin Tunggal, Presentasi Kepala, Anak Hidup
Fetal Movement (+), Fetal Heart Rate (+)
BPD : 9,6 cm
AC : 34,5 cm
FL : 7,26 cm
MVP : 5,25 cm
EFW : 3.604 gr
Plasenta letak Fundal grade III

Kesan: IUP (39-40)wga + PK + AH


20

Laboratorium (20-04-2017)
JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hemoglobin (HGB) g/dL 14,2 12-16
Eritrosit (RBC) Juta/L 5,01 4,10-5,10
Leukosit (WBC) /L 10.950 4.000-11.000
Hematokrit % 43 36 47
Trombosit (PLT) /L 251.000 150.000-
450.000
MCV fL 85 81-99
MCH pg 28,3 27,0-31,0
MCHC g/dL 33,2 31,0 37,0
RDW % 14,4 11,5 14,5
MPV fL 10,3 6,5-9,5
PCT % 0,260 0,100-0,500
PDW % 12,2 10,0-18,0
Hitung jenis
Neutrofil % 84,70 50-70
Limfosit % 11,00 20 40
Monosit % 4,10 28
Eosinofil % 0,10 13
Basofil % 0,10 01
Neutrofil Absolut 103/L 12,65 2,7 6,5
Limfosit Absolut 103/L 1,65 1,5 3,7
MonositAsolut 103/L 0,61 0,2-0,4
Eosinofil Absolut 103/L 0,02 0 0,10
Basofil Absolut 103/l 0.02 0 0,1
METABOLISME KARBOHIDRAT
21

KGD sewaktu mg/dl 141 <200


GINJAL
BUN mg/ dL 6 7-19
Ureum mg/ dL 13 15-40
Kreatinin mg/ dL 0,65 0,6-1,1
ELEKTROLIT
Natrium mEq/L 148 135-155
Kalium mEq/L 4,0 3,6-5,5
Klorida mEq/L 107 96-106
HEPATITIS B PROFILE
HbsAg Non Reaktif
IMMUNODEFICIENCY
PROFILE
Anti HIV (Rapid I) Non reaktif
URINALISA
Proterinuria +1

Diagnosis Kerja
Preeklamsia berat + Primigravida + Kehamilan Dalam Rahim (39-40) minggu +
Presentasi Kepala + Anak Hidup + Inpartu

Terapi
- Bed rest
- O2 2-4L/i
- IVFD RL + Mg2SO4 40% 30cc 14 gtt/i
- Bolus IV MgSO4 20% 20cc
- Nifedipine 4 x 10 mg apabila TD > 180/100 mg maka beri per 30 menit
dengan dosis maksimal 120 mg/24 jam
- Pemasangan foley kateter untuk memantau urine output

Tindakan Lanjut
22

- Pantau Vital Sign, HIS, Denyut Jantung Janin


- Sectio Caesarean CITO
- Surat Ijin Operasi
- Puasa
- Konsul Anestesi
- Konsul Perinatologi

RESUME
Ny. Y, 27 tahun, G1P0A0, Batak, Kristen, Sarjana, Guru, i/d. Tn. I, 29 tahun,
Batak, Kristen, SMK, Pegawai BUMN, datang ke IGD RSUP HAM pada tanggal
20 April 2017 pkl. 05.00 WIB dengan keluhan mules-mules sesekali. Hal ini
dialami OS sejak tanggal 20-04-2017 pukul 01.00 WIB ( 5 jam SMRS) bersifat
hilang timbul tanpa dipengaruhi aktifitas. Riwayat Tekanan darah tinggi dijumpai
sejak 1 minggu ini, dengan tekanan darah tertinggi 170/100 mmHg. Riwayat haid:
HPHT: 05/07/2016, TTP: 12/04/2017, ANC : 3x Sp.OG. Riwayat persalinan:-.
RPT/RP0: -/-. Status presens dijumpai tekanan darah tinggi. Status Obstetrikus:
abdomen membesar asimetris, TFU 3 jari BPX, teregang kiri, terbawah kepala,
gerak (+), his (1x10/10menit), DJJ 148 x/i, regular. Status Ginekologis VT: cervix
tertutup, ST : lendir darah (-), air ketuban (-). Pemeriksaan penunjang USG TAS:
Janin tunggal, presentasi kepala, anak hidup, FM (+), FHR (+), BPD: 9,6 cm, AC:
34,5 cm, FL : 7,26 cm, MVP: 5,25 cm, EFW: 3.604 gr, Plasenta fundal grd III.
kesan: KDR (39-40) minggu + PK + AH. Pasien direncanakan secsio caesarea.
23

FOLLOW UP

20/04/2017
S : nyeri kepala (+)
O : SP : Sens : CM Anemis : (-)
TD : 150/90 mmHg Ikterik : (-)
HR : 86 x/i Sianosis : (-)
RR : 20x/i Dyspneu : (-)
T : 36,5 0C Oedem : (-)
SO : Abdomen : Membesar asimetris
TFU : 4 jari bpx
Teregang : Kiri
Terbawah : Kepala
Gerak : (+)
His : (-)
DJJ : 145 kali/menit, reguler
A : Preeklamsia berat + PG + KDR (39-40) minggu + PK + AH + inpartu
P : Th/ : - Bed Rest
- O2 2-4 L/i
- IVFD RL + Mg2SO4 40% 30cc 14 gtt/i
- Pemasangan kateter

R/ : - Pantau VS, DJJ, HIS


-SC cito
Laporan operasi
Laporan operasi SC a/i Preeklampsia berat + PG + KDR (39-40) minggu + PK +
AH + inpartu.
Lahir bayi laki-laki PB: 47cm, BB: 3100 g, A/S: 8/9

Ibu dibaringkan di meja operasi dengan infus dan kateter terpasang baik. Dilakukan
tindakan aseptik dengan larutan bethadine dan alcohol 70% pada dinding abdomen
24

lalu ditutup dengan doek steril kecuali lapangan operasi. Dibawah anastesi spinal
dilakukan insisi ... mulai dari kutis, subkutis sepanjang 10 cm. Dengan menyisipkan
pinset anatomi dibawahnya, fascia digunting kekiri dan kekanan, otot dikuatkan
secara tumpul. Peritoneum dijepit dengan klem, diangkat, lalu digunting keatas dan
kebawah, dipasang hack blast. Tampak uterus gravidarum sesuai usia kehamilan,
identifikasi SBR dan ligamentum rotundum. Lalu plika vesicouterina digunting
secara konkaf sampai menembus subendometrium. Kemudian endometrium
ditembus secara tumpul dan diperlebar sesuai arah sayatan. Dengan meluksir kepala
maka lahir bayi laki-laki PB: 47cm, BB: 3100 g, A/S: 8/9. Tali pusat diklem pada
2 tempat dan digunting diantaranya. Plasenta dilahirkan dengan traksi pada tali
pusat dan penekanan pada fundus. Kesan lengkap. Kedua sudut kiri dan kanan tepi
luka insisi dijepit dengan oval klem. Kavum uteri dibersihkan dari sisa-sisa selaput
ketuban dengan kasa steril terbuka sampai tidak ada selaput atau bagian plasenta
yang tertinggal. Kesan : bersih. Dilakukan penjahitan hemostasis figure of eight
pada kedua ujung robekan uterus dengan benang chromic cat-gut no.2 dinding
uterus dijahit lapis demi lapis jelujur terkunci overhecting. Evaluasi : tidak ada
pendarahan. Tepitonealisasi dengan plain vatgut no. 1.0. klem peritoneum dipasang
lalu kavum abdomen dibersihkan dan bekuan darah dan cairan ketuban, jesan :
bersih. Evaluasi tuba dan ovarium kanan-kiri, kesan : normal. Lalu peritoneum
dijahit dengan plain catgut no. 00. Kemudia dilakukan jahitan aproximal otot
dinding abdomen dengan plain caitgut no.00. secara simple. Kedua ujung fascia
dijepit dengan kocher, lalu dijahit secara jelujur dengan vicryl no.2/0. Subkutis
dijahit secara simple suture dengan plain catgut no.00. kutis dijahit secara
subkutikular denganvicryl no. 2/0. Luka operasi ditutup dengan kasa steril +
betadine solution. Liang vagina dibersihkan dari sisa-sisa darah dengan kasa
sublimat hingga bersih. KU ibu post operasi : stabil.
Th/ IVFD RL + Oxytosin 10-10-5-5 IU 14gtt/i
IVFD RL + MgSO4 40% 30cc 14 gtt/i
Inj Ceftriaxon 1 gr/12jam
Inj Ketorolac 30 mg/8jam
Inj Ranitidine 50mg/12jam
25

R/ NPO sampai peristaltic (+)


Pemantauan perdarahan, vital sign dan kontraksi uterus
Cek darah lengkap 2 jam post operasi

21/04/2017
S :-
O : SP : Sens : CM Anemis : (-)
TD : 130/90 mmHg Ikterik : (-)
HR : 84 x/i Sianosis : (-)
RR : 20 x/i Dyspneu : (-)
T : 36,9 0C Oedem : (-)
SO : Abdomen : Soepel, peristaltik (+) Normal
TFU : 1 jari bawah pusat, kontraksi (+) kuat
L/O : tertutp verban, kesan kering
P/V : (-) lochia (+) rubra
BAK : (+) via kateter, uop 50 cc/jam, kuning jernih
BAB : (-) flatus (+)
A : Post SC a/i preeklamsia berat + NH1
P : - IVFD RL + Mg2SO4 40% 30cc 14 gtt/i (sampai jam 11.00)
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
- Inj. Ketorolac 30mg/8jam
- Inj. Ranitidin 50mg/12jam
- Nifedipine 3 x 10 mg

22/04/2017
S :-
O : SP : Sens : CM Anemis : (-)
TD : 130/80 mmHg Ikterik : (-)
HR : 88 x/i Sianosis : (-)
26

RR : 24 x/i Dyspneu : (-)


T : 36,8 0C Oedem : (-)
SO : Abdomen : Soepel, peristaltik (+) Normal
TFU : 2 jari bawah pusat, kontraksi (+) kuat
L/O : tertutp verban, kesan kering
P/V : (-) lochia (+) rubra
BAK : (+) via kateter, uop 50 cc/jam, kuning jernih
BAB : (-) flatus (+)
A : Post SC a/i preeklamsia berat + NH2
P : - IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
- Inj. Ketorolac 30mg/8jam
- Inj. Ranitidin 50mg/12jam
- Nifedipine 4 x 10 mg
R/: - Aff kateter

23/04/2017
S :-
O : SP : Sens : CM Anemis : (-)
TD : 120/70 mmHg Ikterik : (-)
HR : 88 x/i Sianosis : (-)
RR : 16 x/i Dyspneu : (-)
T : 36,7 0C Oedem : (-)
SO : Abdomen : Soepel, peristaltik (+) Normal
TFU : 2 jari bawah pusat, kontraksi (+) kuat
L/O : tertutp verban, kesan kering
P/V : (-) lochia (+) rubra
BAK : (+) via kateter, uop 40 cc/jam, kuning jernih
BAB : (-) flatus (+)
A : Post SC a/i preeklamsia berat + NH3
27

P : - Cefadroxile 2 x 500mg
- Asam Mefenamat 3 x 500 mg
- Vitamin B Comp. 2 x 1
- Nifedipine 4 x 10 mg
R/: PBJ

Keterangan : Pasien PBJ


28

BAB 4
DISKUSI KASUS

No Teori Kasus
1. Epidemiologi Os datang dengan kehamilan
Angka kejadian preeklampsia rata- pertama (primigravida)
rata sebanyak 6% dari seluruh
kehamilan dan 12% pada
kehamilan primigravida. Kejadian
penyakit ini lebih banyak dijumpai
pada primigravida terutama
primigravida pada usia muda
daripada multigravida.2,3

2. Klasifikasi Os datang dengan tekanan darah


Preeklampsia ringan 150/90 mmHg dan keluhan nyeri
Dikatakan preeklampsia ringan kepala dan proteinuria +1
bila :
a. Tekanan darah sistolik antara
140-160 mmHg dan tekanan darah
b. diastolik 90-110 mmHg
c. Proteinuria minimal (< 2g/L/24
jam)
d. Tidak disertai gangguan fungsi
organ
Preeklampsia berat
Dikatakan preeklampsia berat bila
:
a. Tekanan darah sistolik > 160
mmHg atau tekanan darah
diastolik > 110 mmHg
b. Proteinuria (> 5 g/L/24 jam) atau
positif 3 atau 4 pada pemeriksaan
kuantitatif
c. Bisa disertai dengan :
a. Oliguria (urin 400
mL/24jam)
b. Keluhan serebral,
gangguan Penglihatan
c. Nyeri abdomen pada
kuadran kanan atas atau
daerah epigastrium
d. Gangguan fungsi hati
dengan hiperbilirubinemia
29

e. Edema pulmonum,
sianosis
f. Gangguan perkembangan
intrauterine
g. Microangiopathic,
hemolytic anemia,
trombositopenia
Jika terjadi tanda-tanda
preeklampsia yang lebih berat dan
disertai dengan adanya kejang,
maka dapat digolongkan ke dalam
eklampsia.
Preklampsia berat dibagi dalam
beberapa kategori, yaitu:2,4
a.PEB tanpa impending eklampsia
b.PEB dengan impending
eklampsia dengan gejala-gejala
impending di antaranya nyeri
kepala, mata kabur, mual dan
muntah, nyeri epigastrium,
dan nyeri abdomen kuadran kanan
atas

3. Tatalaksana Terapi
Wanita hamil dengan PEB - Bed rest
umumnya dilakukan persalinan - O2 2-4L/i
tanpa ada penundaan. Pada - IVFD RL + Mg2SO4 40%
beberapa tahun terakhir, sebuah 30cc 14 gtt/i
pendekatan yang berbeda pada - Bolus IV MgSO4 20% 20cc
wanita dengan PEB mulai - Nifedipine 4 x 10 mg apabila
berubah. Pendekatan ini TD > 180/100 mg maka beri
mengedepankan penatalaksanaan per 30 menit dengan dosis
ekspektatif pada beberapa maksimal 120 mg/24 jam
kelompok wanita dengan tujuan - Pemasangan foley kateter
meningkatkan luaran pada bayi untuk memantau urine output
yang dilahirkan tanpa
memperburuk keamanan ibu.25 Tindakan Lanjut
Adapun terapi - Pantau VS, HIS, DJJ
medikamentosa yang diberikan - SC cito
pada pasien dengan PEB antara
lain adalah: 22,23
a. tirah baring
b. oksigen
c. kateter menetap
d. cairan intravena
e. magnesium sulfat (MgSO4)
30

f. antihipertensi
g. kortikosteroid

Indikasi penatalaksanaan PEB


aktif pada ibu: 18,19,25
a. kegagalan terapi
medikamentosa:
setelah 6 jam sejak dimulai
pengobatan medikamentosa,
terjadi kenaikan darah yang
persisten
setelah 24 jam sejak dimulainya
pengobatan medikamentosa,
terjadi kenaikan desakan darah
yang persisten
b. tanda dan gejala impending
eklampsia
c. gangguan fungsi hepar
d. gangguan fungsi ginjal
e. dicurigai terjadi solusio
plasenta
f. timbulnya onset partus, ketuban
pecah dini, dan perdarahan
g. umur kehamilan 37 minggu
h. Intra Uterine Growth
Restriction (IUGR) berdasarkan
pemeriksaan USG
timbulnya oligohidramnion

Indikasi penatalaksanaan PEB


aktif pada janin antara lain yaitu
trombositopenia
progresif yang menjurus ke
sindrom HELLP (hemolytic
anemia, elevated liver enzymes,
and low platelet count). 19
31

BAB 5
KESIMPULAN

Ny. Y, 27 tahun, G1P0A0, datang ke IGD RSUP HAM pada tanggal 20 April 2017
pkl. 05.00 WIB dengan keluhan mules-mules sesekali. Hal ini dialami OS sejak
tanggal 20-04-2017 pukul 01.00 WIB ( 5 jam SMRS). Tekanan darah tinggi
dijumpai sejak 1 minggu ini, dengan tekanan darah tertinggi 170/110 mmHg.
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan USG, OS didiagnosis dengan
Preeklamsia berat + PG + KDR (39-40) minggu + PK + AH + Inpartu. OS diberi
tatalaksana berupa: Bed rest, O2 2-4L/i, IVFD RL + Mg2SO4 40% 30cc 14 gtt/i,
Pemasangan kateter dan tindakan lanjut berupa: Pantau VS, HIS, DJJ. OS
melakukan persalinan secara SC dan dirawat di ruangan selama 3 hari lalu os PBJ
pada tanggal 24 April 2017.
32

DAFTAR PUSTAKA

1. Khan KS, Wojdyla D, Say L, Gulmezoglu AM, Look PFAV. WHO analysis of
causes of maternal death: a systematic review. Lancet,2006;367:1066-74
2. Wiknjosastro, H. Pre-eklampsi Berat. Ilmu Kandungan edisi ketiga. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 1999. 281-308.
3. Cunningham FC, Gant NF, Lenevo KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Hypertensive
disorders in pregnancy. In : William Obstetriks 22nd ed, New York: McGraw
Hill: 2005 : 567-618
4. Simanjuntak JR, Evaluasi Kematian Maternal Penderita Preeklampsia Berat di
RSUD Dr.Pirngadi Medan tahun 1993-1997 Medan, Fakultas Kedoketeran
Universitas Sumatera Utara. Tesis. 1999
5. Churchill D, Duley L. Interventionist versus expectant care for severe
preeclampsia before term. Cochrane Database Syst Rev 2002(3):CD003106.
6. 6. Loombard H, Pattinson B, Interventionist versus expectant care for severe
preeclampsia before term : RHL commentary, The WHO Reproductive Health
Library;Geneva:World Health Organization, 2004.
7. Committee on Technical Bulletins of the American College of Obstetricians and
Gynecologists. Hypertension in pregnancy. ACOG technical bulletin. Number
219January 1996. Int J Gynaecol Obstet 1996; 53: 17583.
8. Sibai BM, Mercer BM, Schiff E, Friedman SA. Aggressive versus expectant
management of severe preeklampsia at 28 to 32 weeks' gestation: A randomized
controlled trial. Am J Obstet Gynecol 1994, Sep;171(3):818-22.
9. Sarsam DS, Shamden M, Al Wazan R. Expectant versus aggressive
management in severe preeklampsia remote from term. Singapore Med J 2008,
Sep;49(9):698- 703.
10. Hipertensi Gestasional dalam ALARM. The SOGCs Advanced In Labour And
Risk Management (ALARM) International Program, 2010.
11. Abdel-Hady el-S, Fawzy M, El-Negeri M, Nezar M, Ragab A, Helal AS. Is
expectant management of early-onset severe preeklampsia worthwhile in
lowresource settings? Arch Gynecol Obstet 2010, Jul;282(1):23-7.
12. Gaugler-Senden IPM, Huijssoon AG, Visser W, Steegers EAP, de Groot CJM.
Maternal and perinatal outcome of preeklampsia with an onset before 24 weeks
gestation : Audit in a tertiary referral center. European Journal of Obstetrics &
Gynecology and Reproductive Biology 2006;128(1-2):216-21.
13. 13. Alanis MC, Robinson CJ, Hulsey TC, Ebeling M, Johnson DD. Early-Onset
severe preeklampsia: Induction of labor vs elective cesarean delivery and
neonatal outcomes. Am J Obstet Gynecol 2008, Sep;199(3):262.e1-6.
33

14. 14. Brandon JB, Amy EH, Nicholas CL, Hypertensive disorders in pregnancy.
In : The Johns Hopkins Manual of Gynecology and Obstetriks. 22nd ed
Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins; 2002 : 183-94
15. Hauth JC, Cunningham FC, Preeklampsia-eclampsia In : Lindheimer MD,
Roberts JM, editors Chesley`s Hypertensive Disorders in Pregnancy(2nd ed).
Stamford CT:Appleton& Lange, 1999:169-99
16. Working group on High blood Pressure on Pregnancy, Report of the National
High Blood Pressure Education Program. Am J Obstet Gynecol 2000; 183: S1-
S21
17. Junaedi A, Soejoenoes A, Kematian maternal di RSUP Dr.Kariadi Semarang
tahun 1991-1995. Naskah lengkap POGI Cabang Semarang. PIT POGI Padang
1996
18. Relf CM, How to identify and manage preeklampsia, Women`s Health in
Primary Care, May 2003;6(5):235-43
19. Lana K Wagner, Diagnosis and Management of preeklampsia. Am Fam
Physician , 2004, 70:2317-24
20. Anggorowati D, Hadisaputra H, Kejadian preeklampsia/eklampsia di RSDK
tahun 1997-1999. Kumpulan makalah/Kuliah utama. KOGI X Denpasar: POGI
Cabang Semarang 2000
21. Gilstrap LC, Ramin MS, Diagnosis and management of preeklampsia and
eclampsia. American College of Obstetricians and Gynaecologist 2002;33;159-
67
22. Coppage K, Sibai B, Management of severe preeklampsia, in Preeklampsia
Etiology and Clinical Practise editor Lyall F, Belford M, Cambridge University
Press, 2007. Lyall, Fiona; and Belfort, Michael. Pre-eclampsia. Cambridge
University Press, 2001. Cambridge Books Online. Cambridge University Press.
06 October 2011 http://dx.doi.org/10.1017/CBO9780511545634
23. Arias Fernando, Preeklampsia and Eclampsia: Practical Guide TO High-Risk
Pregnanacy and Delivery, 2 nd ed, Mosby Year Book, 1993: 183-210.
24. 24. Sibai BM, Barton JR: Expectant management of severe preeklampsia
remote from term: Patient selection, treatment, and delivery indications. Am J
Obstet Gynecol, 2007: 196:514.e1-514.e9.
25. American College of Obstetricians and Gynecologists. Antenatal corticosteroid
therapy for fetal maturation. ACOG Committee Opinion No. 210, American
College of Obstetricians and Gynecologists, Washington DC 1998.
26. Schiff E, Friedman SA, Mercer BM, et al: Fetal lung maturity is not accelerated
in preeclamptic pregnancies. Am J Obstet Gynecol 1993:169: 1096-1101.
27. Crowley P: Antenatal corticosteroid therapy: A metal-analysis of the
randomized trials, 1972-1994. Am J Obstet Gynecol 1995:173:322-335.
34

28. Hall DR, Odendaal HJ, Kirsten GF, et al: Expectant management of early onset,
severe pre-eclampsia: Perinatal outcome. Br J Obstet Gynaecol 2000:107:1258-
1264.
29. Friedman SA, Lubarsky S, Schiff E. Expectant management of severe
preeklampsia remote from term. Clin Obstet Gynecol 1999:42:470-8.
30. Coppage, KH, Polzin, WJ. Severe preeklampsia and delivery outcomes: Is
immediate cesarean delivery beneficial?. Am J Obstet Gynecol 2002; 186:921.

Anda mungkin juga menyukai