Anda di halaman 1dari 14

Acara II

KEJU

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM


TEKNOLOGI PENGOLAHAN SUSU

Disusun oleh:
Nama : Febry Harwinto
NIM : 14.I2.0138
Kelompok : E5

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG

2017
1. TOPIK DAN TUJUAN PRAKTIKUM

1.1. Topik
Praktikum mata kuliah Teknologi Pengolahan Susu dengan tema Keju dilaksanakan
pada tanggal 16 Juni 2017. Asisten dosen yang bertugas dalam praktikum ini yaitu
Agustina Cloudia dan Arya Cahyaka. Praktikum dilaksanakan di lab Rekayasa Pangan
dari pukul 15.00 WIB hingga selesai. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu
susu skim dan susu full cream yang akan dikoagulasi dan disaring sehingga menjadi
produk keju. Produk keju yang dibuat dalam praktikum ini yaitu keju ricotta dan queso
blanco. Setelah produk dibuat, dilakukan pengambilan data pengamatan berupa derajat
keasaman (pH), tekstur, warna, aroma dan rasa (uji sensori).

1.2. Tujuan Praktikum


Tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu agar praktikan mengetahui prinsip pembuatan
soft cheese yang berdasarkan pada koagulasi dengan menggunakan kombinasi asam dan
panas serta mengetahui pengaruh variasi jenis susu terhadap kualitas soft cheese yang
dihasilkan.

1
2. HASIL PENGAMATAN
2.1. Ricotta Cheese
Hasil pengamatan ricotta cheese dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Ricotta Cheese


Kel. Bahan pH Tekstur Warna Aroma Rasa
1 Susu sapi segar 5,5 +++ +++ + +
2 Susu sapi full cream cair 5 ++ + ++ +++
3 Susu skim cair 5 ++++ ++++ + ++
Susu skim + full cream (375
4 ml:375 ml) 5,5 ++ ++ +++ ++++
Susu skim + full cream (250
5 ml:500 ml) 4,5 + + +++ ++++
Keterangan:
Warna: Rasa:
+ = putih + = tidak asin
++ = putih kekuningan ++ = kurang asin
+++ = kuning +++ = asin
++++ = sangat kuning ++++ = sangat asin

Aroma: Tekstur:
+ = tdak beraroma + = cair
++ = aroma susu ++ = kurang lembut
+++ = aroma keju +++ = lembut
++++ = sangat beraroma keju ++++ = keras

Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 1, diketahui bahwa pengamatan keju


dilakukan oleh lima kelompok dengan parameter berupa pH, tekstur, warna, aroma dan
rasa. Produk ricotta cheese dengan pH tertinggi (5,5) ada pada sampel dengan bahan
susu sapi segar (dibuat kelompok E1) dan susu skim + full cream (375 ml:375 ml)
(dibuat oleh kelompok E4), sedangkan produk ricotta cheese dengan pH terendah ada
pada sampel dengan bahan susu skim + full cream (250 ml:500 ml) (dibuat kelompok
E5). Produk ricotta cheese dengan tekstur keras (++++) dan warna sangat kuning
(++++) ada pada sampel dengan bahan susu skim cair (dibuat oleh kelompok E3),
sedangkan produk ricotta cheese dengan tekstur cair (+) dan warna putih (+) ada pada
sampel dengan bahan susu skim + full cream (250 ml:500 ml) (dibuat oleh kelompok
E5). Produk ricotta cheese dengan aroma keju (+++) ada pada sampel dengan bahan
susu skim + full cream (375 ml:375 ml) (dibuat oleh kelompok E4) dan susu skim + full
cream (250 ml:500 ml) (dibuat oleh kelompok E5), sedangkan produk ricotta cheese
yang tidak beraroma (+) ada pada sampel susu sapi segar (dibuat oleh kelompok E1).

2
3

Produk ricotta cheese dengan rasa sangat asin (++++) ada pada sampel dengan bahan
susu skim + full cream (250 ml:500 ml) (dibuat oleh kelompok E5), sedangkan produk
ricotta cheese dengan rasa tidak asin (+) ada pada sampel dengan bahan susu sapi segar
(dibuat oleh kelompok E1),

2.2. Queso blanco Cheese


Hasil pengamatan queso blanco cheese dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Queso Blanco Cheese


Kel. Bahan pH Tekstur Warna Aroma Rasa
1 Susu sapi segar 6 + + + ++++
2 Susu sapi full cream cair 5,5 ++ +++ +++ +++
3 Susu skim cair 4,5 ++++ ++++ ++++ ++
Susu skim + full cream (375
4 ml:375 ml) 5,5 +++ +++ ++ ++
Susu skim + full cream (250
5 ml:500 ml) 5 ++ ++ ++ +++
Keterangan:
Warna: Rasa:
+ = putih + = tidak asin
++ = putih kekuningan ++ = kurang asin
+++ = kuning +++ = asin
++++ = sangat kuning ++++ = sangat asin

Aroma: Tekstur:
+ = tdak beraroma + = cair
++ = aroma susu ++ = kurang lembut
+++ = aroma keju +++ = lembut
++++ = sangat beraroma keju ++++ = keras

Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 2, diketahui bahwa pengamatan keju


dilakukan oleh lima kelompok dengan parameter berupa pH, tekstur, warna, aroma dan
rasa. Produk queso blanco cheese dengan pH tertinggi (6) ada pada sampel dengan
bahan susu sapi segar (dibuat oleh kelompok E1), sedangkan produk queso blanco
cheese dengan pH terendah ada pada sampel dengan bahan susu skim cair (dibuat oleh
kelompok E3). Produk queso blanco cheese dengan tekstur keras (++++), warna sangat
kuning (++++) dan sangat beraroma keju (++++) ada pada sampel dengan bahan susu
skim cair (dibuat oleh kelompok E3), sedangkan produk queso blanco cheese dengan
tekstur cair (+), warna putih (+) dan tidak beraroma (+) ada pada sampel susu sapi
segar (dibuat oleh kelompok E1). Produk queso blanco cheese dengan rasa sangat asin
4

(++++) ada pada sampel dengan bahan susu sapi segar (dibuat oleh kelompok E1),
sedangkan produk queso blanco cheese dengan rasa kurang asin (++) ada pada sampel
dengan bahan susu skim cair (dibuat oleh kelompok E3) dan susu skim + full cream
(375 ml:375 ml) (dibuat oleh kelompok E4).
3. PEMBAHASAN

Keju merupakan produk makanan yang diawetkan dari curd atau komponen padat dalam
susu. Prinsip dasar pembuatan keju yaitu penambahan enzim atau bahan asam tertentu ke
dalam susu dapat menyebabkan protein kasein terkoagulasi dan terpisah dari komponen
cairan atau whey (Browne, 2014). Faktor yang dapat mempengaruhi kualitas keju yaitu
karakteristik susu (kandungan protein dan lemak, variasi genetik protein dan kandungan sel
somatik), kondisi pengolahan keju (penambahan whey protein pada curd, homogenisasi
lemak susu, jenis bahan pengkoagulasi susu, jenis mikroba fermentasi, jenis wadah
pengolahan susu (vat) dan perlakuan yang diberikan pada curd (contohnya temperatur dan
lama ripening keju) (El-Gawad, 2011).

Proses pembuatan keju secara umum terdiri atas proses koagulasi, pengasaman, pemisahan
kandungan air (dengan reaksi sineresis, metode curd drainage atau pressing), pembentukan
(moulding dan pressing), penambahan garam dan dengan pematangan keju (ripening)
(Preedy et. al., 2013). Proses pembuatan keju dipengaruhi oleh banyak faktor. Perubahan
pada satu jenis faktor atau lebih dapat menghasilkan keju dengan karakteristik yang berbeda.
Hingga saat ini, terdapat berbagai jenis keju yang dikelompokan berdasarkan cara
pengolahan, sumber susu (place of origin) dan kandungan uap air. Berdasarkan kandungan
uap air, keju dikelompokan menjadi:
Segar (Fresh). Keju jenis ini memiliki moisture content lebih tinggi dari 80% dan
tidak mengalami proses aging karena sangat mudah rusak. Contoh keju segar yaitu
cottage cheese, cream cheese, farmers pot, ricotta dan feta cheese.
Keju Lembut (soft cheese). Soft cheese mengandung air sebanyak 50 sampai 75%
dan mengalami pematangan dalam waktu singkat. Contoh soft cheese yaitu
Camembert, Brie dan berbagai jenis keju Hispanik lainnya.
Semi-keras (semi-hard). Keju semi-keras memiliki moisture content sebesar 40
hingga 50%. Beberapa contoh keju semi-keras yaitu keju Roquefort, blue,
Muenster, brick, Gouda, Edam, Port du Salut, Gorgonzola dan Stilton.
Keras (hard). Keju keras memiliki moisture content sebesar 30 hingga 40%.
Contoh keju keras yaitu keju Cheddar dan Swiss.

5
6

Sangat keras (very hard). Keju sangat keras memiliki moisture content sekitar
30% dan mengalami pematangan yang sangat lama. Contoh keju dari jenis ini
yaitu keju Parmesan dan Romano.
(Browne, 2014).

Pada praktikum ini, keju dibuat dengan menggunakan kombinasi asam dan panas. Umumnya
susu dengan pH netral (6,6-7) mengandung kasein yang bermuatan negatif. Kasein dengan
muatan negatif tidak dapat berikatan satu dengan yang lain dan terdispersi dalam bentuk
kompleks kalsium kaseinat (penyusun micelle) dalam susu. Koagulasi kasein terjadi ketika
muatan negatif pada kasein dinetralkan oleh ion hydrogen (H+) dari asam. Ketika pH susu
turun menjadi 4,6, kasein menjadi sangat tidak stabil dan mengalami presipitasi menjadi
curd. Kondisi tersebut merupakan titik isoelektrik susu dimana molekul dengan muatan
positif dan negatif ada dalam jumlah yang seimbang sehingga muatan susu menjadi netral
(Brown, 2014). Selain itu, proses koagulasi protein oleh asam juga dapat dipercepat dengan
perlakuan pemanasan. Perlakuan pemanasan akan mempercepat proses koagulasi protein dan
meningkatkan derajat keasaman susu (Resnawati, 2014). Hal tersebut juga didukung oleh
McSweeney (2013) yang menyatakan bahwa proses pemanasan pada susu akan menyebakan
denaturasi pada whey protein yang nantinya akan bereaksi dengan micelle kasein
membentuk kompleks gel pada keju.

Keju ricotta dan queso blanco merupakan contoh keju yang dibuat dengan proses koagulasi
meggunakan asam dan panas. Kedua jenis keju tersebut juga ditambahkan garam untuk
mempercepat pengeluaran cairan whey, menambah rasa, memperbaiki tekstur dan
memperpanjang umur simpan keju (Boisard et. al., 2013). Keju ricotta dan queso blanco
memiliki karakteristik sensori yang tidak jauh berbeda. Akan tetapi terdapat perbedaan pada
bahan yang digunakan, proses pembuatan dan jumlah keju yang dihasilkan dari sejumlah
susu. Keju ricotta dibuat dari whey protein yang tertinggal setelah proses pembuatan keju.
Keju ricotta juga membutuhkan waktu presipitasi protein yang lama karena komponen
utamanya yaitu whey protein memiliki ukuran yang kecil dan terkandung dalam jumlah
sedikit. Sedangkan keju queso blanco dibuat dari susu segar dan proses pembuatannya lebih
singkat dari keju ricotta. Hal ini disebabkan karena kandungan keju queso blanco yang
terdiri dari kasein, padatan susu dan sebagian whey lebih mudah mengalami koagulasi
7

dibandingkan whey protein pada keju ricotta. Perbedaan yang terakhir yaitu pada jumlah
keju yang dihasilkan dari sejumlah susu. Keju ricotta cenderung dihasilkan dalam jumlah
yang lebih sedikit dibandingkan keju queso blanco. Menurut pendapat Heck (2009), jumlah
keju yang dihasilkan dari sejumlah susu berbanding lurus dengan konsentrasi kasein dalam
susu tersebut. Jika konsetrasi kasein dalam susu rendah, maka jumlah keju yang dihasilkan
akan sedikit.

Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 1, diketahui bahwa pH keju ricotta yang
dihasilkan berkisar pada pH 5. Hal tersebut telah sesuai dengan pendapat Fuquay et. al.
(2011) yang menyatakan bahwa pH keju ricotta yang dihasilkan dari campuran whey potein
dan susu full cream bernilai antara 5,3 hingga 5,5. Selain itu, hasil tersebut juga sesuai
dengan pendapat El-Sheikh (2010) yang menyatakan bahwa keju ricotta yang dibuat dari
whey protein concentrate (WPC) yang dicampur susu skim akan memiliki pH pada rentang
5,3 hingga 6,2. Selain hasil yang sesuai dengan teori, tedapat pula hasil yang tidak sesuai
dengan teori. Hasil tersebut ada pada sampel keju ricotta yang terbuat dari susu skim + full
cream (250 ml:500 ml) (sampel yang dibuat kelompok E5). Hasil yang tidak sesuai ini dapat
terjadi karena kesalahan pengukuran volume asam yang ditambahkan dalam susu dan
kesalahan pada prosedur pengukuran pH.

Data pengamatan selanjutnya yaitu mengenai tekstur. tekstur keju ricotta yang dihasilkan
berkisar antara cair hingga keras. Berdasarkan pendapat Gehring (2011) dan McSweeney
(2013) keju ricotta seharusnya memiliki tekstur lembut. Kesalahan yang dapat terjadi pada
saat pembuatan keju ricotta yaitu tekstur yang terlalu lembek atau terlalu keras. Tekstur
yang terlalu lembek atau cair disebabkan oleh pemanasan dan pengaturan pH yang tidak
sesuai standard dan penyaringan cairan whey yang tidak sempurna (air masih tertahan dalam
keju). Kesalahan lain yang dapat terjadi yaitu keju bertekstur keras. Hal ini disebabkan
karena komposisi susu yang digunakan banyak mengandung kasein dan sedikit mengandung
lemak. Hal ini menyebabkan keju kandungan air dalam keju rendah dan keju menjadi keras.

Pengamatan keju ricotta yang selanjutnya yaitu pada parameter warna. Berdasarkan hasil
pengamatan, diketahui bahwa keju ricotta berwarna putih hingga sangat kuning. Hasil
tersebut sesuai dengan pendapat McSweeney (2013) yang menyatakan bahwa keju ricotta
8

berwarna putih hingga putih kekuningan karena kandungan riboflavin dalam whey. Mehta et.
al. (2012) juga menyatakan bahwa yang menyatakan bahwa keju yang mengandung lemak
susu, akan memiliki kandungan karotenoid yang nantinya akan memberikan warna kuning
pada keju.

Pengamatan keju ricotta pada parameter aroma juga menunjukan bahwa keju ricotta yang
dihasilkan memiliki aroma yang bervariasi dari yang tidak beraroma hingga sangat beraroma
keju. Menurut pendapat Boisard et. al. (2013), aroma keju berasal dari interaksi antara
komponen lemak susu dengan garam. Jika keju mengandung dua komponen tersebut dalam
jumlah memadai, maka keju akan memiliki aroma yang kuat.

Pengamatan terakhir pada keju ricotta yaitu pada parameter rasa. Berdasarkan hasil
pengamatan pada Tabel 1, dapat diketahui bahwa keju ricotta yang dibuat dengan susu sapi
segar memiliki rasa yang tidak asin, sedangkan keju ricotta yang dibuat dengan campuran
susu skim dan susu full cream terasa asin. Parameter rasa yang diamati bergantung pada
jumlah garam yang ditambahkan ke dalam susu dan interaksi garam dengan komponen susu
yang lain, contohnya yaitu komponen lemak (Boisard et. al., 2013)

Dapat dilihat pada Tabel 2, pengamatan keju queso blanco dilakukan pad parameter pH,
tekstur, warna, aroma dan rasa. Parameter pertama yaitu pH. Berdasarkan hasil pengamatan,
diketahui bahwa keju queso blanco yang dibuat praktikan memiliki pH yang berkisar antara
45 hingga 6. Hasil tersebut kurang sesuai dengan pendapat Clark et. al. (2009) yang
menyatakan bahwa keju queso blanco memiliki yang pH berkisar antara 4,9 hingga 5,2.
Beberapa sampel keju memiliki pH di bawah atau di atas range yang dijelaskan Clark et. al.
(2009). Hasil tersebut dapat disebabkan karena penambahan asam (asam asetat) yang terlau
sedikit atau terlalu banyak. Parameter kedua yaitu tekstur. berdasarkan hasil pengamtan,
tekstur keju queso blanco yang diamati berkisar antara cair hingga keras. Hasil pengamatan
seperti pada sampel keju buatan kelompok E1 dan E3 tidak sesuai dengan pendapat Clark et.
al. (2009) yang menyatakan bahwa keju queso blanco memiliki tekstur yang creamy dan
lembut. Hasil yang tidak sesuai dengan teori ini dapat disebabkan karena proses pemisahan
whey yang tidak sempurna (menyebabkan tekstur cair) dan kandungan kasein yang terlalu
tinggi dan lemak yang terlalu rendah (keju menjadi keras). Parameter selanjutnya yang
9

diamati pada keju queso blanco yaitu warna. Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 2,
diketahui bahwa keju queso blanco berwarna putih hingga dangat kuning. Beberapa hasil
tersebut tidak sesuai dengan pendapat Clark et. al. (2009) yang menyatakan bahwa keju
queso blanco berwarna putih seperti yang diimplikasikan oleh nama keju tersebut blanco
(white). Hasil pengamatan yang tidak sesuai dengan teori dapat disebabkan karena susu
mengandung banyak karotenoid (memberi warna kuning pada susu) dan kesalahan
pengambilan data oleh pengamat karena pengaruh lingkungan (cahaya lampu dan matahari
yang berwarna agak kuning). Parameter selanjutnya yang diamati yaitu aroma. Berdasarkan
hasil pengamatan, keju queso blanco yang dibuat praktikan memiliki aroma yang berwariasi
dari tidak beraroma hingga sangat beraroma keju. Sesuai pendapat pendapat Boisard et. al.
(2013), aroma keju berasal dari interaksi antara komponen lemak susu dengan garam. Jika
keju mengandung dua komponen tersebut dalam jumlah memadai, maka keju akan memiliki
aroma yang kuat. Parameter terakhir yang diamati pada pengamatan keju queso blanco yaitu
rasa. Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 2, diketahui bahwa rasa keju yang dibuat
praktikan berkisar antara kurang asin hingga sangat asin. Hal tersebuts sesuai dengan
pendapat Clark et. al. (2009) yang menyatakan bahwa keju queso blanco mengandung 0,8
4 % garam sehingga terasa asin saat dimakan.
4. KESIMPULAN

Keju merupakan produk makanan yang diawetkan dari curd atau komponen
padat dalam susu.
Proses pembuatan keju secara umum terdiri atas proses koagulasi, pengasaman,
pemisahan kandungan air, pembentukan, penambahan garam dan dengan
pematangan keju.
Keju yang mengandung kasein dalam jumlah tinggi (contohnya keju dari susu
skim) akan memiliki tekstur keras dan aroma yang lemah.
Keju yang mengandung lemak susu dalam jumlah tinggi (contohnya keju dari
susu segar atau full cream) akan memiliki tekstur yang lembut dan beraroma
khas keju..
Koagulasi protein dan padatan susu lainnya terjadi ketika muatan negatif pada
kasein dinetralkan oleh ion hydrogen (H+) dari asam.
Proses pemberian asam dan pemanasan dapat menetralkan kasein yang
bermuatan negatif sehingga kasein mengalami presipitasi.
Keju ricotta terbuat dari whey protein yang tertinggal setelah proses pembuatan
keju dan keju ini membutuhkan waktu presipitasi protein yang lama.
Keju queso blanco terbuat dari susu segar dan proses presipitasi protein pada
keju ini lebih singkat dari keju ricotta.
Keju ricotta memiliki pH antara 5,3 - 5,5; tekstur lembut; berwarna putih hingga
putih kekuningan dan berasa agak asin.
Keju queso blanco memiliki pH antara 4,9 - 5,2; tekstur creamy dan lembut;
berwarna putih dan berasa agak asin.

Semarang, 3 Juli 2017


Praktikan, Asisten Dosen:
- Agustina Cloudia
- Arya Cahyaka

Febry Harwinto
14.I2.0138

10
5. DAFTAR PUSTAKA

Boisard, L., Andriot, I., Martin, C., Septier, C., Boissard, V., Salles, C., &
Guichard, E. (2014). The salt and lipid composition of model cheeses modifies in-
mouth flavour release and perception related to the free sodium ion content. Food
chemistry, 145, 437-444.

Browne, Amy Christine. (2014). Understanding Food: Principles and Preparation.


Cengage Learning: Stamford.

Clark, Stephanie, Michael Costello, MaryAnne Drake dan Floyd Bodyfel. (2009).
The Sensory Evaluation of Dairy Products. Springer Science & Business Media: New
York.

El-Gawad, M. A., & Ahmed, N. S. (2011). Cheese yield as affected by some


parameters review. ACTA Scientiarum Polonorum Technologia Alimentaria, 10(2), 131-
153.

El-Sheikh, M., Farrag, A., & Zaghloul, A. (2010). Ricotta cheese from whey
protein concentrate. Journal of American Science, 6(8), 321-25.

Fuquay et. al., John W., Patrick F. Fox dan Paul L. H. McSweeney. (2011).
Encyclopedia of Dairy Sciences. Academic Press: Cambridge.

Gehring, Abigail R. (2011). The Homesteading Handbook: A Back to Basics


Guide to Growing Your Own Food, Canning, Keeping Chickens, Generating Your Own
Energy, Crafting, Herbal Medicine, and More. Skyhorse Publishing, Inc: New York.

Heck, J. M. L., Schennink, A., Van Valenberg, H. J. F., Bovenhuis, H., Visker, M.
H. P. W., Van Arendonk, J. A. M., & Van Hooijdonk, A. C. M. (2009). Effects of milk
protein variants on the protein composition of bovine milk. Journal of dairy
science, 92(3), 1192-1202.

11
12

McSweeney, Paul L. H. dan P. F. Fox. (2013). Advanced Dairy Chemistry:


Volume 1A: Proteins: Basic Aspects, 4th Edition. Springer Science & Business Media:
Cork.

Mehta, Bhavbhuti M., Afaf Kamal-Eldin dan Robert Z. Iwanski. (2012).


Fermentation: Effects on Food Properties Chemical & Functional Properties of Food
Components. CRC Press: Boca Raton.

Preedy, Victor R., Ronald Ross Watson dan Vinood B. Patel. (2013). Handbook of
cheese in health: Production, nutrition and medical sciences Volume 6 of Human Health
Handbooks. Wageningen Academic Publishers: Wageningen.

Resnawati, H. (2014). Kualitas susu pada berbagai pengolahan dan


penyimpanan. JITV, 19(2).
6. LAMPIRAN

6.1. Foto Produk

E1 E2
E3 E4 E5

Gambar 1. Keju Ricotta kelompok E1 E5

E3 E5
E2 E4
E1
Gambar2. Keju Queso Blanco kelompok E1 E5

6.2. Abstrak Jurnal

6.3. Laporan Sementara

13

Anda mungkin juga menyukai