ABSTRAK
Kata kunci: enzim PPO, indol, kemunduran mutu, organoleptik , pH, TPC, TVB.
ABSTRACT
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
5
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
8
9
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT atas segala
Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Analisis Kemunduran Mutu Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)
secara Kimiawi dan Mikrobiologis, yang merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan penidikan Sarjana Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
1. Dr Tati Nurhayati, SPi MSi dan Dr Kustiariyah, SPi MSi selaku pembimbing
yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dukungan sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Dr Ir Agoes M. Jacob, Dipl-Biol selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran dan bimbingan selama penyelesaian tugas akhir
3. Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan.
4. Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil
Perairan.
5. Bapak (Isnaini), dan Ibu (Aniek Fatimah), kakak (Fitriani) dan adik (Fahmi dan
Fathir)
6. Teman-teman satu penelitian polyphenoloxidase (PPO) yang saya banggakan
(Made, Medal, Sonya). Terimakasih atas bantuan yang tulus. Laboran yang telah
membantu penelitian saya (bapak Saiful, Mbak Lastri, Ibu Ema, Mbak Dini) dan
pihak balai besar pengujian dan penerapan hasil perikanan.
7. Risvan, Ayu, Ajeng, Reza, Kak Imelda, Tante Diana, Kak Nabila, Bang Anhar
serta keluarga besar Teknologi Hasil Perairan angkatan 47 dan mahasiswa
Pascasarjana Teknologi Hasil Perairan atas dorongan semangat selama
penelitian.
8. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu peneyelesaian skripsi
ini.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
1 Pembuatan larutan standar BSA konsentrasi 1,5-2,0 mg/mL .......................... 7
DAFTAR GAMBAR
1 Kemunduran mutu udang vaname (L. vannamei) secara organoleptik ......... 10
2 Perubahan pH pada udang vaname (L. vannamei) ........................................ 12
3 Perubahan TVB pada udang vaname (L. vannamei) .................................... 13
4 Perubahan Indol pada udang vaname (L. vannamei) ..................................... 15
5 Aktivitas enzim polyphenoloxidase udang vaname (L. vannamei) ............... 17
6 Perubahan jumlah mikroba pada udang vaname (L. vannamei) .................... 18
7 Hasil pengujian bakteri kontaminasi udang Hasil Negatif: (a) Vibrio
cholerae, (b) Media TSI pengujian Salmonella spp., (c) Media LIA
pengujian Salmonella spp., (d) Media EC broth pada pengujian
Escherichia coli, (e) Uji koagulase pada pengujian Staphylococcus
aureus.. ........................................................................................................... 20
8 Hasil pewarnaan Gram bakteri pada udang vaname (L. vannamei) (a)
Bakteri Gram negatif dari udang vaname, (b) Bakteri Gram positif dari
udang vaname................................................................................................. 21
9 Koefisien korelasi antara parameter kemunduran mutu udang vaname
secara kimiawi dan mikrobiologis Korelasi antara: (a) Nilai pH dengan
kadar TVB, (b) Nilai pH dengan kadar indol, (c) Kadar TVB dengan kadar
indol, (d) Nilai pH dengan TPC, (e) Nilai TPC dengan kadar TVB, (f)
Nilai TPC dengan kadar indol... ..................................................................... 23
10 Koefisien korelasi antara parameter kemunduran mutu udang vaname
secara kimiawi. Korelasi antara: (g) Nilai pH dengan aktivitas enzim PPO,
(h) Kadar TVB dengan aktivitas enzim PPO, (i) Nilai TPC dengan
aktivitas enzim PPO, (j) Kadar indol dengan aktivitas enzim PPO... ............ 24
DAFTAR LAMPIRAN
1 Bahan Baku Udang Segar .............................................................................. 33
2 Lembar Penilaian Organoleptik Udang Segar ............................................... 33
3 Contoh Perhitungan Kadar Indol dan Protein................................................ 34
4 Hasil Isolasi Bakteri....................................................................................... 36
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2013 sampai bulan September
2014. Pengambilan udang vaname (L. vannamei) di Everfresh, Jakarta. Preparasi
udang vaname, pengamatan organoleptik, penentuan nilai pH, uji aktivitas enzim
3
Bahan
Alat
dan Salmonella spp. yaitu cawan petri, pipet mikro, waterbath, dan inkubator
(Yamato). Alat pengujian pewarnaan Gram menggunakan mikroskop (Olympus
CH20BIMF200) dan kamera handphone (Samsung GT-I9082).
Prosedur Penelitian
Udang vaname (L. vannamei) disimpan pada suhu chilling (4 C). Udang
diamati setiap fase kemunduran mutu yaitu pada fase pre rigor, rigor mortis, dan
post rigor. Pengamatan selanjutnya yaitu analisis kemunduran mutu secara
kimiawi meliputi penentuan nilai pH, total volatile base (TVB), aktivitas enzim
polyphenoloxidase (PPO), konsentrasi protein enzim PPO, dan analisis indol pada
setiap fase kemunduran mutu. Analisis kemunduran mutu secara mikrobiologis
meliputi pengujian jumlah total mikroba, penentuan bakteri pembusuk pada udang
vaname, dan pewarnaan Gram hasil isolasi bakteri.
Prosedur Analisis
Metode analisis yang digunakan yaitu sampel udang pada setiap tahapan
kemunduran mutu dianalisis yang meliputi tingkat kesegaran udang yaitu
penilaian organoleptik, penentuan nilai pH, perhitungan jumlah bakteri dengan
metode TPC, metode analisis mikroba pembusuk dan pewarnaan Gram bakteri,
perhitungan TVB, uji indol, dan uji aktivitas enzim PPO.
100
N (mg N/100 g) = (A-B) x N HCl x x x 14 mg N/100 g
1
A x fp x 100
Konsentrasi indol (g/100 g) contoh = berat contoh (g)
digoreskan ke TCBS agar, dengan cara 1 ose diambil dan digores pada media
TCBS lalu diinkubasi selama 16-24 jam. V. cholerae diamati pada TCBS agar.
Koloni yang diduga V. cholerae adalah besar, permukaan halus, agak datar,
bagian tengah buram dan bagian pinggir terang, berwarna kuning (sukrosa
positif). Pemurnian dilakukan dengan mengambil 3 koloni tunggal terduga dari
setiap TCBS agar, koloni bakteri digores ke dalam T1N1 agar atau TSA + 1,5 %
NaCl, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 36 C. Pengujian lanjutan
yaitu biokimia pendahuluan (uji oksidase, uji sensitifitas, TSI dan KIA, uji
ONPG, uji oksidatif-fermentatif, dan pewarnaan gram) dan uji biokimia lanjutan
(uji hidrolisis urea, uji arginin dihidrolase, uji toleransi terhadap garam, uji voges-
prokauer, uji fermentasi karbohidrat, uji serologi) bakteri V. cholerae.
b. Salmonella spp. (SNI 01-2332.2-2006)
Pengujian Salmonella spp. dilakukan untuk mengetahui keberadaan bakteri
Salmonella spp. pada udang. Pengujian Salmonella spp. dengan preparasi contoh
25 g dan ditambahkan 225 mL Lactose Broth, kemudian dihomogenisasi selama
2-3 menit dan diinkubasi selama 24 jam. Pengkayaan dilakukan dengan
memindahkan 0,1 mL larutan contoh ke dalam 10 mL Rappaport-vassiliadis (RV)
dan 1 ml larutan contoh ke dalam 10 mL Tetrathionat Broth (TTB). Media RV
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 42 C pada waterbath. Media TTB diinkubasi
selama 24 jam pada suhu 43 C kedalam waterbath. Isolasi salmonella spp.
dilakukan dengan media BSA, XLD, dan HE, selanjutnya diinkubasi selama 24
jam pada suhu 35 C. Pengamatan morfologi koloni Salmonella spp. yaitu dengan
media TSI dan LIA. Hasil positif dari pengamatan TSI dan LIA selanjutnya
dilakukan uji biokimia (uji urease, indol, MR, VP, simmon sitrat, KCN, laktosa,
dulcitol, sukrosa, dan malonat)
c. Staphylococcus aureus (SNI 2332.9: 2011)
Pengujian Staphylococcus aureus dilakukan dengan menimbang 25 g dan
ditambahkan dengan 225 mL larutan BFP. Contoh dihomogenasi selama 2 menit
dan dilakukan pengenceran hingga 103. Tahap determinasi S. aureus dilakukan
dengan memindahkan 1 mL larutan ke dalam BPA + egg yolk dan diinkubasi
selama 48 jam pada suhu 36 C. Koloni yang terbentuk dari media BPA + egg
yolk memiliki ciri-ciri bundar, licin, cembung, warna abu-abu hingga kehitaman,
dan sekeliling tepi koloni bening. Koloni-koloni mempunyai konsistensi
berlemak, dan lengket bila diambil dengan jarum inokulasi. Identifikasi dan
konfirmasi S. aureus dilakukan uji koagulae dan uji katalase. Uji biokimia
(fermentasi glukosa secara anaerob dan fermentasi manitol anaerob, S. aureus
dilakukan jika uji katalase dan koagulase.
d. Escherichia coli (SNI 01-2332.1-2006)
Pengujian Escherichia coli dilakukan dengan cara 25 g contoh dengan
225 mL BFP dihomogenisasi. Pengenceran dilakukan untuk pendugaan E. coli
menggunakan media LTB. Pengenceran dilakukan hingga 103 dan dilakukan
inkubasi selama 48 jam pada suhu 36 C. Hasil pendugaan E. coli pada media
LTB akan berwarna keruh yang menjelaskan bahwa positif E. coli. Hasil yng
menunjukkan E. coli pada media LTB diinokulasi kembali menggunakan EC
broth dan dilakukan inkubasi selama 48 jam pada suhu 45 C di waterbath. Hasil
inokulasi dari media EC broth yang menunjukkan hasil positif kemudian
dilakukan inokulasi kembali ke dalam media LEMB agar dan inkubasi selama 24
jam pada suhu 35 C. koloni positif yang dihasilkan dari media LEMB agar yaitu
9
hitam atau gelap pada bagian pusat koloni dengan atau tanpa metalik kehijauan.
Koloni tersangka kemudian dilakukan inokulasi ke dalam media PCA miring dan
inkubasi selama 24 jam pada suhu 35 C. Penegasan E. coli dilakukan dengan uji
biokimia (indol, MR, VP, sitrat) dan pewarnaan gram.
Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram pada bakteri digunakan untuk mengetahui bentuk dan
jenis bakteri yang terdapat pada udang. Pengujian pewarnaan gram dilakukan
menggunakan bakteri yang diisolasi dari udang dengan media nutrient agar.
Pewarna yang digunakan untuk pewarnaan gram yaitu 4 jenis larutan, antara lain
zat warna basa (kristal violet), larutan iodium (lugol), alkohol, dan safranin.
Prosedur pewarnaan gram dilakukan dengan kaca objek dioleskan bakteri yang
sebelumnya ditambahkan 1 tetes larutan garam fisiologis. Fiksasi panas kaca
objek yang telah diberikan bakteri. Pewarnaan diawali dengan pewarnaan
menggunakan kristal violet dan dibiarkan selama 1 menit, kemudian dibilas
dengan air. Pewarnaan selanjutnya dengan ditetesi lugol dan didiamkan selama 1
menit, dibilas dengan air dan alkohol 96 % selama 10-20 detik hingga warna ungu
tidak luntur. Pewarnaan selanjutnya yaitu penambahan pewarna safranin dan
dibiarkan selama 10-20 detik dan dibilas dengan akuades, kemudian dikeringkan.
Pengamatan selanjutnya yaitu dengan menggunakan mikroskop (Olympus
CH20BIMF200) dengan perbesaran 1000x yang sebelumnya ditetesin minyak
imersi, kemudian diamati bentuk sel serta jenis Gram bakteri .
Suwetja (2011) menjelaskan bahwa setelah hasil perikanan mati akan terjadi
perubahan biokimia dan mulai terjadi proses penurunan mutu atau deteriorasi
yang disebabkan oleh autolisis, kimiawi, dan bakterial. Penentuan fase
kemunduran mutu udang dilakukan untuk mengetahui kondisi dan tingkat
kesegaran udang. Kemunduran mutu udang meliputi empat tahap yaitu prerigor,
rigor mortis, postrigor, dan kebusukan (deterioration). Penentuan fase
kemunduran mutu udang dilakukan menggunakan uji organoleptik. Penetapan
kemunduran mutu udang secara organoleptik dilakukan menggunakan score sheet
yang sesuai dengan SNI 01-2346-2006 meliputi parameter kenampakan udang,
bau, dan tekstur. Hasil pengamatan organoleptik pada udang dapat dilihat pada
Gambar 1.
Fase kemunduran mutu udang vaname ditentukan dengan pengamatan
organoleptik. Pengamatan organoleptik dilakukan pada udang dengan
penyimpanan suhu chilling (4 C). Pengamatan kemunduran mutu udang
dilakukan hingga memasuki fase kebusukan yaitu selama 22 hari. Parameter
pengamatan organoleptik udang vaname yaitu kenampakan, bau, dan tekstur.
Hasil pengamatan organoleptik diketahui bahwa fase kemunduran mutu udang
yaitu prerigor, rigor mortis, postrigor, dan kebusukan (deterioration).
10
10
9
8
Kebusukan
Post rigor
Nilai Organoleptik
7 Pre rigor
6
5
Rigor mortis
4
3
2
1
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Hari ke-
Suwetja (2013) menjelaskan bahwa selama fase post mortem kadar ATP mula-
mula menurun tajam, dan kemudian hilang pada saat ikan memasuki tahap akhir
rigor mortis. Penurunan pH terjadi pada fase ini karena adanya akumulasi asam
laktat yang terjadi karena adanya proses glikolisis yang berlangsung secara
anaerob sehingga asam laktat akan menyebabkan pH menjadi turun.
Fase postrigor hasil pengamatan organoleptik udang yaitu menunjukkan
nilai 5-3. Fase postrigor udang terjadi setelah hari ke-11 sampai hari ke-17. Fase
postrigor pada udang menunjukkan bahwa udang sudah tidak layak untuk
konsumsi. Hal ini dikarenakan spesifikasi udang pada fase postrigor memiliki
spesifikasi kenampakan yaitu utuh, warna udang berubah menjadi merah muda,
kebeningan hilang, antar ruas menjadi kurang kokoh, dan penyebaran blackspot
semakin banyak. Bau udang pada fase postrigor menjadi netral hingga timbul bau
amoniak. Spesifikasi tekstur udang mengalami perubahan yaitu menjadi tidak
elastis, kompak, dan padat. Fase postrigor terjadi setelah rigor mortis berakhir,
dan terjadi penguraian protein otot daging ikan menjadi senyawa sederhana, yaitu
dipeptida dan asam amino. Fase postrigor ditandain dengan daging akan menjadi
lunak karena adanya kerja enzim pada tubuh udang (Suwetja 2013). Nilai pH pada
fase postrigor mengalami peningkatan akibat dari penguraian protein sehingga
mengakibatkan terbentuknya senyawa basa volatil. Nilai pH yang meningkat
menjadi basa digunakan sebagai tempat untuk pertumbuhan bakteri.
Fase kebusukan (deterioration) yaitu merupakan fase kebusukan pada
udang vaname dan udang sudah tidak layak untuk dikonsumsi. Fase kebusukan
(deterioration) hasil pengamatan organoleptik udang yaitu menunjukkan nilai 3-1.
Fase kebusukan (deterioration) terjadi setelah hari ke-17. Hasil pengamatan
organoleptik pada fase kebusukan (deterioration) memiliki spesifikasi
kenampakan yaitu warna udang merah kusam, kulit mudah terkelupas dari daging,
dan pembentukan blackspot menjadi banyak. Bau udang pada fase kebusukan
(deterioration) yaitu bau amoniak hingga busuk, dan tekstur daging udang
menjadi lunak. Ridwansyah (2002) menyatakan bahwa bau udang pada fase
kebusukan (deterioration) disebabkan karena kandungan asam lemak yang
terdapat pada daging udang yang mengalami proses oksidasi. Fase kebusukan
(deterioration) terjadi proses autolisis karena adanya enzim yang memecah
protein dan lemak, sehingga menyebabkan daging menjadi lunak. Setelah udang
mati seluruh sistem enzimatik berjalan tidak teratur sehingga berakibat pada
jaringan dan organ udang berubah menjadi busuk (Suwetja 2011).
Nilai derajat keasaman (pH) merupakan salah satu indikator yang diukur
untuk menentukan tingkat kesegaran hasil perikanan secara kimiawi. Nilai pH
daging hasil perikanan yang masih hidup adalah netral (Eskin 1990). Perubahan
nilai pH pada daging hasil perikanan berpengaruh pada proses pembusukan hasil
perikanan. Perubahan nilai pH terjadi karena adanya proses autolisis dan aktivitas
bakteri. Perubahan nilai pH pada fase kemunduran mutu dapat disebabkan karena
produksi asam laktat dari penguraian glikogen pada daging udang. Perubahan nilai
pH yang terjadi pada udang vaname selama proses kemunduran mutu dilakukan
pada penyimpanan suhu 4 C. Nilai pH pada udang vaname yang didapatkan
terus mengalami peningkatan seiring dengan lama waktu penyimpanan dan
12
selama proses kemunduran mutu yang berlangsung yaitu pada fase prerigor , fase
rigor mortis, dan fase postrigor. Nilai pH daging udang selama proses
kemunduran mutu disajikan pada Gambar 2.
8
6,98 7,37
7
6 6,67
5
Nilai pH
4
3
2
1
0
0 4 8 12
Hari ke-
Gambar 2 Perubahan pH pada udang vaname (L. vannamei) selama 12 hari
penyimpanan.
penguraian protein dan senyawa kompleks pada daging udang yang disebabkan
oleh aktivitas enzim dan bakteri pembusuk sehingga menghasilkan senyawa-
senyawa volatil misalnya amin dan amoniak. Salah satu metode untuk
menentukan tingkat kesegaran udang yaitu dengan menentukan senyawa basa
yang menguap atau TVB. Prinsip pengujian TVB yaitu untuk menguapkan
senyawa-senyawa volatil yang terbentuk karena adanya penguraian protein dan
asam-asam amino yang terdapat pada daging udang. Hasil pengujian TVB yang
dilakukan tiap fase kemunduran mutu disajikan pada Gambar 3.
Kadar TVB udang vaname yang disimpan pada suhu 4 C mengalami
peningkatan seiring dengan lama waktu penyimpanan dan selama proses
kemunduran mutu udang yaitu pada fase prerigor, fase rigor mortis, fase
postrigor. Batasan kadar TVB untuk produk hasil perikanan menurut
Goncalves et al. (2009) yaitu kriteria sangat segar apabila nilai kadar TVB kurang
dari 10 mg N/100 g, segar berkisar antara 10-20 mg N/100 g, tidak segar antara
20-30 mg N/100 g, dan tidak layak untuk dikonsumsi lebih besar dari
30 mg N/100 g. Ozogul dan Ozogul (2000) menjelaskan bahwa batas kadar TVB
untuk udang yang layak konsumsi yaitu berkisar antara <5 mg N/100 g sampai
30 mg N/100 g. Suwetja (2013) menentukan batas kadar TVB pada jenis udang
Penaeus japonicus yang layak untuk dikonsumsi lebih kecil yaitu maksimal
20 mg N/100 g.
28 29,22
24
Kadar TVB (mg N/100g)
20
16
12 12,39
4 4,43
0
0 4 8 12
Hari ke-
Gambar 3 Perubahan TVB pada udang vaname (L. vannamei) selama 12 hari
penyimpanan
Nilai TVB yang didapatkan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa udang
pada awal penyimpanan masih dalam keadaan yang sangat segar. Nilai TVB akan
semakin meningkat dengan semakin lama waktu penyimpanan yang berakibat
pada degradasi yang disebabkan enzim dalam tubuh udang sehingga
menghasilkan senyawa-senyawa yang merupakan komponen dari senyawa basa
volatil (Siddiqui et al. 2011). Hasil penelitian terhadap udang vaname yang
dilakukan sesuai dengan penelitian Goncalves et al. (2009) yang menyatakan
kadar TVB udang segar yaitu kurang dari 20 mg N/100 g. Berdasarkan batasan
nilai TVB, maka udang yang masih segar dan layak untuk konsumsi yaitu pada
14
fase prerigor dan rigor mortis, sedangkan udang fase postrigor sudah tidak layak
untuk konsumsi hal ini dikarenakan nilai TVB yang terbentuk lebih dari
20 mg N/100 g. Hal ini sesuai dengan Suwetja (2013) yang menyatakan bahwa
batas kadar TVB maksimal udang layak untuk konsumsi yaitu 20 mg N/100 g.
Peningkatan kadar TVB selama penyimpanan terjadi akibat adanya
perombakan protein atau asam-asam amino sehingga menghasilkan sejumlah basa
yang mudah menguap seperti amoniak (NH3), dimetilamin (DMA),
monometilamin (MMA), hidrogen sulfida (H2S) dan trimetilamin (TMA) karena
adanya perombakan trimetilamin oksida (TMAO) (Suwetja 2013). Menurut
Jiang (2000) peningkatan nilai TVB juga disebabkan oleh adanya nukleotida yang
mentransfer ATP sehingga berperan dalam penambahan jumlah ammonia pada
volatil amin. Akumulasi nilai TVB merupakan akibat dari aktivitas mikroba yang
ada pada daging sehingga dapat menghasilkan enzim. Senyawa yang dihasilkan
akibat aktivitas dan dekomposisi bakterial yang digunakan dalam penentuan
kriteria kesegaran produk perikanan yaitu indol, hipoksantin, volatile reducing
substance (VRS), TVB (Junianto 2003).
Indikator bahwa indol termasuk golongan 1 yaitu karena karakteristik dari daging
udang yang masih segar dan tidak menimbulkan bau.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kandungan indol dalam daging udang
mengalami peningkatan seiring dengan perubahan fase kemunduran mutu. Fase
postrigor kandungan indol pada daging udang vaname relatif rendah. Kadar indol
yang diperoleh dari udang dengan penyimpanan pada suhu dingin menghasilkan
kadar indol yang tidak tinggi. Hal ini diduga pada penyimpanan udang suhu
rendah (4 C) akan berpengaruh terhadap indol yang diproduksi yaitu
menghasilkan kandungan indol yang rendah karena bakteri psicrofilik dapat
tumbuh secara optimum pada suhu 10 C. Hal ini sesuai dengan Afrianto dan
Liviawaty (2003) yang menyatakan bahwa bakteri psicrofilik akan tumbuh secara
optimum pada suhu 10 C.
Suhu penyimpanan berpengaruh pada kadar indol yang terkandung dalam
daging udang. Mendes et al. (2002) menjelaskan bahwa pada suhu >10 C
produksi indol dalam daging udang yang disebabkan oleh bakteri golongan
psikrofilik dan bakteri proteolitik. Indol yang terkandung dalam udang pada
penyimpanan suhu rendah relatif kecil karena pada daging udang hanya memiliki
kandungan triptofan bebas yang rendah. Kandungan indol pada udang akan
meningkat seiring dengan pembusukan oleh bakteri proteolitik. Bakteri proteolitik
akan memecah jaringan pada daging udang sehingga menyediakan triptofan yang
kemudian akan diubah menjadi indol. Sesuai dengan Mendes et al. (2002) udang
busuk tidak selalu mengandung kadar indol yang tinggi, hal ini karena pada
penyimpanan suhu dingin aktivitas bakteri proteolitik tidak memproduksi
triptofan bebas sehingga produksi indol menjadi sangat kecil.
16
13,68
Kadar indol (mg/ 100g)
11,23
12
9,92
8
0
0 4 8 12
Hari ke-
pembentukan warna hitam yaitu disebut blackspot (Kim et al. 2000). Blackspot
atau melanosis yang terjadi selama kemunduran mutu udang berkaitan dengan
reaksi biokimia enzim polyphenoloxidase yang menyebabkan adanya oksidasi
fenol menjadi quinon (Montero et al. 2001). Utari (2014) menjelaskan bahwa
pengamatan blackspot yang terjadi selama kemunduran mutu diamati pada bagian
mata, cephalothorax, abdomen, dan pereiopod. Awal munculnya blackspot pada
udang vaname terjadi pada pengamatan jam ke-48, hal ini terkait dengan hasil
pengamatan organoleptik, bahwa munculnya blackspot terjadi pada peralihan
antara fase pre rigor ke fase rigor mortis. Blackspot pertama kali muncul yaitu
pada bagian chepalothorax. Penyebaran blackspot pada bagian chepalothorax
berjalan lebih cepat dibandingkan pada bagian tubuh yang lain, hal ini karena
adanya organ pencernaan pada chepalothorax yang menyebabkan pembusukan
udang vaname sehingga laju penyebaran blackspot lebih cepat. Penyebaran
blackspot pada bagian pereiopod memiliki laju penyebaran yang cepat seperti
pada chepalothorax, hal ini disebabkan pereiopod terletak dibawah
chepalothorax. Hasil pengamatan penyebaran blackspot sesuai dengan Nirman
dan Benjakul (2011) yang menyatakan bahwa selama penyimpanan pada suhu
4 C terjadi peningkatam nilai melanosis. Ilyas (1993) menyatakan bahwa proses
melanosis atau blackspot akan cepat terjadi dan dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan yang kering, adanya oksigen, suhu, waktu penyimpanan, enzim
tirosinase, dan substrat tirosin yang terdapat pada karapas udang.
5 5,44
0
0 4 8 12
Hari ke
Perubahan yang terjadi setelah udang mati yaitu terjadi perubahan biokimia
dan mulai terjadi proses kemunduran mutu atau deterioration yang disebabkan
oleh kegiatan autolisis, kimiawi, dan bakterial. Selama udang hidup, bakteri yang
terdapat dalam saluran dan permukaan kulit (karapas) tidak dapat merusak dan
menyerang bagian-bagian tubuh dari udang, karena bagian tubuh udang memiliki
batas pencegahan. Jumlah mikroba yang terdapat pada udang selama proses
kemunduran mutu dapat digunakan sebagai penentu mutu kesegaran udang. Akhir
fase autolisis bakteri pembusuk sudah mulai bekerja memanfaatkan senyawa-
senyawa yang sudah sederhana untuk tumbuh dan berkembang biak. Jumlah
bakteri akan semakin meningkat seiring dengan tingkat kebusukan udang. Awal
pembusukan jumlah total bakteri dalam daging udang yaitu sekitar 105 CFU/g
(Suwetja 2013). Jumlah total mikroba pada setiap fase kemunduran mutu udang
dapat dilakukan dengan perhitungan nilai total plate count (TPC).
Penentuan jumlah total bakteri yang terdapat pada udang vaname
digolongkan kedalam 3 fase yaitu fase prerigor, rigor mortis, dan postrigor. Hasil
perhitungan jumlah total bakteri pada setiap fase kemunduran mutu udang
disajikan pada Gambar 6. Jumlah total mikroba pada udang vaname yang
18
8
7 7,14
Jumlah total mikroba
6
(Log CFU/g)
5
4 3,67
3 3,48
2
1
0
0 4 8 12
Hari ke-
Gambar 6 Perubahan jumlah mikroba pada udang vaname (L. vannamei)
selama 12 hari penyimpanan
Hasil penentuan jumlah total mikroba selama kemunduran mutu udang yaitu
pada fase prerigor dan rigor mortis telah sesuai dengan Zeng et al. (2005) yang
menyatakan bahwa udang yang segar mempunyai nilai TPC yaitu maksimal
1x106 CFU/g atau 6 log CFU/g. Persyaratan mutu dan keamanan pangan
menyebutkan bahwa maksimal cemaran jumlah mikroba maksimal yaitu TPC
sebesar 5,0x105 CFU/g atau 5,6 log CFU/g (BSN 2006). Jeyasekaran et al. (2006)
menyebutkan bahwa jumlah mikroba hasil perikanan yang segar berkisar antara
0,3 hingga 7,0 log CFU/g tergantung dari tingkat kontaminasi.
Mendes et al. (2002) menyebutkan bahwa udang segar mempunyai jumlah bakteri
yang rendah yaitu 3,7 log CFU/g. Jumlah total mikroba akan meningkat dengan
adanya peningkatan suhu dan lama waktu penyimpanan. Jumlah total mikroba
setelah penyimpanan 15 hari meningkat menjadi 5,2 log CFU/g. Penentuan
jumlah total mikroba pada fase postrigor dilakukan pada akhir fase postrigor
sehingga jumlah fase postrigor telah melampaui batas persyaratan dan keamanan
pangan yang ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa pada akhir fase postrigor
udang sudah tidak layak untuk dikonsumsi karena pada jumlah mikroba
1,4107 CFU/g.
Peningkatan jumlah mikroba pada udang diduga dapat terjadi karena adanya
peningkatan kadar air pada udang selama penyimpanan suhu dingin. Hal ini
didukung oleh pernyataan Jannah et al. (2014) bahwa semakin tinggi kadar air dan
aw suatu bahan pangan maka jumlah mikroba yang tumbuh akan semakin
meningkat. Ketersediaan air mendukung mikroba menjadi lebih mudah untuk
tumbuh dan berkembang biak. Jumlah mikroba yang terdapat didalam tubuh
udang tergantung dari kondisi lingkungan perairan tempat hidup udang tersebut.
Jumlah bakteri akan meningkat seiring dengan meningkatnya fase kemunduran
mutu udang tersebut. Suhu mempunyai peranan yang penting pada pertumbuhan
19
bakteri. Jumlah total mikroba daging udang mengalami kenaikan pada setiap fase
post mortem, hal ini dipengaruhi oleh jenis udang, ukuran, dan aktivitas enzim.
Jumlah total mikroba juga dipengaruhi oleh suhu dan lama penyimpanan yang
berpengaruh terhadap kandungan protein. Bakteri yang terdapat pada udang dapat
merusak karapas dan menimbulkan amoniak, bau asam dan mengakibatkan
adanya kerusakan pada daging. Oleh karena itu, timbul senyawa senyawa
biogenik amin dan senyawa-senyawa menguap. Seiring dengan meningkatnya
jumlah mikroba maka TVB pada daging udang juga semakin meningkat.
ada gas dan H2S. Hasil yang terlihat pada Gambar 7c. yaitu media LIA untuk
pengujian Salmonella spp. Hasil yang didapatkan yaitu negatif Salmonella spp.,
hal ini dapat dilihat dari warna yang dihasilkan adalah warna ungu dan kuning.
Hasil yang menunjukkan positif Salmonella spp. yaitu pada agar miring dan agar
datar berwarna ungu. Hasil pengujian E. coli yang terdapat pada Gambar 7d. yaitu
menunjukkan hasil negatif karena pada media EC broth tidak terdapat gelembung
pada tabung durham. Hasil yang menunjukkan positif E. coli yaitu pada media EC
broth terdapat gelembung dan keruh. Gambar 7e. menunjukkan hasil negatif pada
uji koagulase bakteri Staphylococcus aureus karena tidak terjadi penggumpalan.
Hasil yang menunjukkan hasil positif S. aureus yaitu terjadi penggumpalan pada
isolat yang ditambahkan dengan koagulase plasma dan EDTA.
(d) (e)
Gambar 7 Hasil pengujian bakteri kontaminasi udang. Hasil Negatif:
(a) Vibrio cholerae, (b) Media TSI pengujian Salmonella spp.,
(c) Media LIA pengujian Salmonella spp., (d) Media EC broth
pada pengujian Escherichia coli, (e) Uji koagulase pada
pengujian Staphylococcus aureus.
(a) (b)
Gambar 8 Hasil pewarnaan Gram bakteri pada udang vaname (L. vannamei).
(a) Bakteri Gram negatif dari udang vaname, (b) Bakteri Gram
positif dari udang vaname.
Pewarnaan Gram yang terlihat pada Gambar 8a yaitu bakteri Gram negatif
dengan morfologi yaitu bulat atau kokus dan bergerombol seperti anggur. Hasil
pewarnaan Gram pada Gambar 8b didapatkan bahwa bakteri yang diisolasi dari
udang mempunyai morfologi bakteri yaitu berbentuk coccus dan merupakan
bakteri Gram positif. Bakteri Gram negatif hasil penelitian, sesuai dengan
22
penelitian Lalitha dan Surendran (2005) yang menjelaskan bahwa bakteri pada
udang yang telah disimpan selama 19 hari menghasilkan 80 % bakteri golongan
Gram negatif. Adanya bakteri Gram postif pada udang vaname, sesuai dengan
penelitian Vega et al. (2006) yang menyatakan bahwa pada udang putih terdapat
bakteri Gram positif yaitu Micrococcus luteus.
Vega et al. (2006) menjelaskan bahwa pada udang putih terdapat bakteri
Gram negatif yaitu jenis Vibrio alginolyticus, Vibrio parahaemotyticus, dan
Vibrio cholera. Golongan bakteri Gram postif yang terdapat pada udang putih
yaitu Micrococcus luteus. Bakteri Micrococcus luteus yang terdapat pada udang
putih merupakan bakteri pembusuk. Bakteri V. alginolyticus dan
V. parahaemolyticus merupakan bakteri patogen pada udang. Hal ini sesuai hasil
penelitian Shirai et al. (2001) bahwa mikroba atau mikroflora yang menjadi
penyebab kebusukan pada udang antara lain Pseudomonas, Moraxella,
Acinetobakter, dan Micrococcus. Lalitha dan Surendran (2005) menjelaskan
bahwa bakteri Gram negatif yang dominan pada udang air tawar
(Macrobrancium rosenbergii) adalah golongan Enterobacteriaceae dan
Aeromonadaceae. Bakteri yang menyebabkan kebusukan pada udang yang
merupakan bakteri Gram negatif yaitu Pseudomonas, Aeromonas hydrophila,
A. veronii boivar sobria, dan Shewanella putrefaciens.
35 16
Kadar TVB (mg N/100g)
(a) (b)
16 8
y = 11.66x2 - 158.6x + 542.3
Kadar indol (/100g)
8 4
6 y = 0.155x + 9.223 3
4 R = 0.751
2
2 1
0 0
0 10 20 30 40 6.6 6.8 7 7.2 7.4 7.6
Kadar TVB (mg N/100 g) Nilai pH
(c) (d)
35 16
Kadar TVB (mg N/100 g)
y = 5.92x - 12.86
Kadar Indol (g/100 g)
30 14
R = 0.925
25 12
10
20
8
15 y = 0.892x + 7.357
6 R = 0.653
10 4
5 2
0 0
0 2 4 6 8 0 2 4 6 8
Jumlah Total mikroba (CFU/g) Jumlah total mikroba (CFU/g)
(e) (f)
5.7
4 y = -0.028x2 + 0.748x + 1.000
5.6
3 R = 0.338
5.5
2 5.4
1
5.3
0
0.0 10.0 20.0
0 5 10
Jumlah total mikroba (CFU/g) Kadar Indol (/100 g)
(i) (j)
Gambar 10 Koefisien korelasi antara parameter kemunduran mutu udang
vaname secara kimiawi. Korelasi antara: (g) Nilai pH dengan
aktivitas enzim PPO, (h) Kadar TVB dengan aktivitas enzim
PPO, (i) Nilai TPC dengan aktivitas enzim PPO, (j) Kadar
indol dengan aktivitas enzim PPO.
Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa antara kadar TVB dengan kadar
indol terdapat hubungan yang sangat erat (R0,7) yaitu pada fase prerigor hingga
fase postrigor. Peningkatan kadar TVB terjadi selama penyimpanan yang diikuti
oleh peningkatan kadar indol selama kemunduran mutu pada udang. Kadar indol
selama kemunduran mutu udang mengalami peningkatan seiring dengan laju
dekomposisi yang terjadi. Kadar indol dengan kadar TVB mengalami peningkatan
seiring dengan adanya penguraian asam amino. Hal ini sesuai Suwetja (2013)
menyatakan NH3 terbentuk dari perombakan asam amino. Mendes et al. (2005)
menyatakan bahwa senyawa indol terbentuk akibat asam amino triptofan
teroksidasi yang disebabkan oleh aktivitas mikroba.
Hasil analisis korelasi polinomial menunjukkan bahwa antara nilai pH
dengan jumlah total mikroba terdapat hubungan yang sangat erat (R0,9) yaitu
pada fase prerigor hingga postrigor. Peningkatan nilai pH terjadi selama
penyimpanan yang diikuti oleh peningkatan jumlah total mikroba selama
25
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Vega EDLR, Galaz AG, Cinco MED, Mundo RRS. 2006. White shrimp
(Litopenaeus vannamei) recombinant lysozyme has antibacterial activity
against Gram negative bacteria: Vibrio alginolyticus, Vibrio
parahaemolyticus, and Vibrio cholerae. Journal Fish and shellfish
immunology 20: 405-408.
Yulvizar C. 2013. Isolasi dan identifikasi bakteri probiotik pada Rastrelliger sp.
Journal Biospecies 6(2): 1-7.
Zeng QZ, Thorarinsdottir KA, Olafsdottir G. 2005. Quality changes of shrimp
(Pandalus borealis) stored under different cooling conditions. Journal of
Food Science 70(7): 459-466.
31
LAMPIRAN
32
33
1 0,0022
2 0,0031
3 0,0044
4 0,0056
0.006
y = 0.001x + 0.001
0.005 R = 0.994
0.004
Absorban
0.003
0.002
0.001
0
0 1 2 3 4 5
Konsentrasi standar (ppm)
0.285
Absorbansi
0.28
0.275
0.27
0.265
0.26
1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 2.2
mg/ml
RIWAYAT HIDUP